Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA

BIOMEDIS PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT


PERIODE APRIL 2023

DISUSUN OLEH :
APOTEKER ANGKATAN VIII
DIAN PRATIWI O1B122012
FAENI O1B122015
LYA MARLYANTI BIAN O1B122030
MURNIATI O1B122033
NUR KHARISMA AMIN O1B122044
NOVIA NUR AZIZAH PUTRI O1B122037
RIANA OKTO O1B122051
Rita O1B122056
SITTI FAZRIANTI SAPUTRI O1B122062
SITTI MASYITHAH AMALUDDIN O1B122063
THERESIA ANGELIA LAPU O1B122070
WA ODE NORMA O1B1 22075
WA ODE NURMAYANTI O1B122076
WA ODE SINTA HASRAWATI O1B122051
YUYUN ASNA SARI O1B122081

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
JAKARTA
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang
meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan,
pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk
didistribusikan. Industri farmasi memiliki kewajiban dan tanggungjawab untuk
senantiasa menghasilkan produk obat yang memenuhi standar mutu, khasiat dan
keamanan. Oleh karena itu, industri farmasi menjadi salah satu industri yang
dikontrol dan diawasi oleh Badan Pengawasan Obat dan makanan (BPOM) mulai
dari perijinan, produksi, peredaran hingga kualitas obat yang diedarkan
(Permenkes RI No. 1799, 2010).
Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB adalah
cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. Pedoman
pembuatan obat yang baik dan benar di seluruh aspek kegiatan produksi
bertujuan untuk memastikan bawah mutu obat yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Pada pelaksanaan CPOB di industri farmasi juga digunakan
Petunjuk Operasioanl Penerapan Pedoman CPOB (Permenkes RI No. 1799,
2010).
Apoteker merupakan sebuah profesi yang diambil oleh sarjana farmasi yang
telah lulus dalam pendidikan profesi Apotekernya serta telah mengucapkan
sumpah jabatan akan profesi yang dijalani. Apoteker memiliki peran penting
dalam industri farmasi. Kedudukan apoteker diatur dalam CPOB yaitu sebagai
penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu sehingga
seorang apoteker dituntut untuk mempunyai wawasan, pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan
ilmunya secara professional sehingga dapat mengatasi permasalahan yang ada di
industri farmasi. Salah satu cara untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman
kepada calon apoteker terkait industri farmasi yaitu melalui kegiatan Praktik
Kerja Profesi Apoteker (PKPA).
Lembaga Biomedis Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Labiomed Puskesad)
merupakan salah satu industri farmasi yang memproduksi sediaan steril.
Kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Biomedis
Puskesad merupakan salah satu kegiatan tugas akhir bagi calon apoteker
Universitas Halu Oleo untuk menerapkan ilmu yang telah didapat dan memberi
pengalaman bagi calon apoteker itu sendiri serta sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi dan memperoleh gelar apoteker. Diharapkan Calon
Apoteker perlu mendapat bekal pengetahuan dan pengalaman yang memadai
agar memenuhi standar kompetensi yang diperlukan salah satunya melalui
praktik kerja di industri farmasi yang telah melaksanakan produksi sesuai dengan
pedoman CPOB, salah satunya adalah Lembaga Biomedis Pusat Kesehatan
Angkatan Darat.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga
Biomedis Puskesad adalah:
1. Apa saja peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker di Industri Farmasi ?
2. Apa saja wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk
melaksanakan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi?
3. Bagaimana penerapan CPOB di industri farmasi ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Biomedis
Puskesad adalah:
1. Mengetahui dan memahami peran, fungsi,tugas dan tanggungjawab apoteker
di industri farmasi.
2. Memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, pengalaman praktis
serta memahami penerapan CPOB yang berkaitan dengan seluruh kegiatan
produksi di industri farmasi.
3. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga
farmasi yang profesional di industri farmasi.

1.4 Manfaat
Manfaat dari Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Biomedis
Puskesad adalah:
1. Calon apoteker lebih siap dalam melaksanakan pengabdian profesi apoteker
sesuai dengan standar profesi dan menerapkan CPOB di industri
2. farmasi dengan berorientasi pada kepentingan kesehatan masyarakat dalam
menghasilkan produk obat yang aman, efektif, dan bermutu.
3. Calon apoteker memahami konsep sistem mutu (quality system) dan
penjaminan mutu (Quality Assurance) dalam manajemen mutu (Quality
Management) dibidang manufaktur (GMP).
4. Calon apoteker memahami dan mampu menjalankan tugas dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian di industri farmasi baik dalam manajerial skill dan
technical skill.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri Farmasi
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri
Farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat
untuk semua tahapan; dan/atau sebagian tahapan (Permenkes 1799, 2010). Proses
pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh Industri
Farmasi. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial
untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan
untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan
(BPOM RI, 2018).
Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB adalah
cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. CPOB ini
merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang
dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunannya, bila perlu dapat
dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang
telah ditentukan tetap dicapai (BPOM RI, 2018).

2.2 Landasan Hukum Industri Farmasi


Adapun landasan hukun yang mengatur tentang Industri Farmasi yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.
5. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang
Industri Farmasi.
7. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.04.1.33.12.11.09937 Tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara
Pembuatan Obat yang Baik.
8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 24 Tahun 2017
tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.
9. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No.34 Tahun 2018 Tentang
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.

2.3 Izin Industri Farmasi


Menurut Permenkes RI 1779 tahun 2010, Setiap pendirian Industri Farmasi
wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal. Persyaratan untuk
memperoleh izin industri terdiri atas:
1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas;
2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat;
3. Memiliki nomor pokok wajib pajak;
4. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi, dan pengawasan mutu.
5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
2.4 Instalasi Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan
komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan
keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai
kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian
serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan
untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah
dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup pengambilan
sampel, spesifikasi dan pengujian serta mencakup organisasi, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan telah
dilakukan. Bahan tidak boleh diluluskan untuk digunakan dan produk tidak boleh
didistribusikan sampai mutu yang diinginkan tercapai. Instalasi pengawasan mutu
Labiomed terdiri dari bagian kimia fisika, bagian biologi yang terdiri dari
laboratorium mikrobiologi dan pirogen. Pelaksanaan kegiatan tersebut ditunjang
oleh fasilitas dan perlengkapan laboratorium.
a. Persyaratan Natrium Klorida menurut Farmakope Indonesia Edisi VI:
Pemerian: Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa
asin. Kelarutan: Mudah larut dalam air; larut dalam gliserin; sukar larut
dalam etanol.
Baku pembanding: Endotoksin BPFI; Catatan Bersifat pirogenik.
Penanganan vial dan isi harus hati-hati untuk menghindari kontaminasi.
Rekonstitusi seluruh isi, simpan larutan dalam lemari pendingin dan gunakan
dalam waktu 14 hari. Simpan vial yang belum dibuka dalam lemari pembeku.
Injeksi Natrium Klorida: adalah larutan steril natrium klorida dalam air
untuk injeksi. Tidak mengandung zat antimikroba. Mengandung tidak kurang
dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% NaCl dari jumlah yang tertera pada
etiket.
Endotoksin bakteri: Mengandung tidak lebih dari 0,5 unit Endotoksin FI per
mL jika pada etiket dinyatakan jumlah natrium klorida dalam sediaan injeksi
antara 0,5% dan 0,9%; dan tidak lebih dari 3,6 unit Endotoksin FI per mL jika
pada etiket dinyatakan jumlah natrium klorida dalam sediaan injeksi antara
3,0% dan 24,3%
b. Persyaratan Dextrose menurut Farmakope Indonesia Edisi VI:
Pemerian: Habur tidak berwarna, serbuk hablur atau serbuk granul putih;
tidak berbau; manis.
Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air mendidih; mudah larut dalam air;
larut dalam etanol mendidih; sukar larut dalam etanol. Baku pembanding:
Dekstrosa anhidrat BPFI; simpan dalam wadah tertutup rapat. Bersifat
higroskopik di atas kelembapan relatif 70%.
Injeksi Dektrosa: adalah larutan steril dektrosa dalam Air untuk Injeksi.
Mengandung dektrosa C6H12O6.H2O, tidak kurang dari 95,0% dan tidak
lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Injeksi dektrosa tidak
mengandung bahan anti mikroba.
Endotoksin bakteri: Tidak lebih dari 0,5 unit Endotoksin FI per mL untuk
injeksi yang mengandung dektrosa kurang dari 5% dan tidak lebih dari 10,0
unit Endotoksin FI per mL untuk injeksi yang mengandung dektrosa antara 5%
dan 70%. Catatan Sebelum pengujian, encerkan injeksi yang mengandung
dekstrosa lebih dari 10% hingga kadar dekstrosa 10%.
1. Laboratorium Kimia Fisika
Bagian laboratorium kimia fisika bertugas melakukan pemeriksaan
terhadap air (air sumur dan WFI), bahan baku, produk jadi dan uji stabilitas serta
IPC (in process control).
a. Pemeriksaan Air
Air merupakan salah satu bahan utama dalam pembuatan infus.
Pemeriksaan air dilakukan untuk melihat apakah air yang akan digunakan
telah sesuai standar atau tidak, yang terdiri dari pemeriksaan air sumur, air
hasil sand filter, air hasil water softener, air hasil carbon filter, air hasil
demineralisasi dan WFI (Water For Injection). Pemeriksaan yang dilakukan
meliputi; suhu, pH, kesadahan, dan CND/TDS. pH normal yang diinginkan
adalah 6-7 pemeriksaan menggunakan pH meter. Pemeriksaan kesadahan
untuk melihat apakah air telah terbebas dari kandungankandungan mineral
umumnya ion kalsium (Ca+) dan magnesium (Mg+) pemeriksaan menggunakan
alat Test Kit. Pemeriksaan CND/TDS menggunakan conductivity meter.
b. Pemeriksaan Bahan
Baku Bahan baku merupakan elektrolit yang menjadi bahan aktif dalam
pembuatan infus yaitu NaCl dan Dextrose. Pemeriksaan bahan baku meliputi
organoleptik, pH, titik lebur menggunakan Melting Point Meter dan kadar
sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan.
c. Pemeriksaan Produk Jadi
Sebelum didistribusikan produk jadi akan diperiksa dahulu dengan
melihat pemerian pH dan kadar. Pemerian untuk yaitu cairan jernih tidak
berwarna, tidak berbau, rasa gak asin untuk NaCl 0.9% dan rasa agak manis
untuk Dextrose 5%. pH untuk NaCl 0.9% 4,50 – 7,00 dan untuk Dextrose 5%
3,5 – 6,5. Pemeriksaan kadar dilakukan dengan alat Polarimeter, standar kadar
untuk NaCl 0.9% adalah 0,86 – 0,96% dan untuk Dextrose 5% adalah 4,75 –
5,25%.
d. Uji Stabilitas
Uji stabilitas dilakukan untuk mengecek kualitas dan mengetahui
kemampuan produk infus untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang
ditetapkan yaitu 5 tahun sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan.
Pemeriksaan stabilitas infus biasa dilakukan 1 tahun sekali hingga masa
kadaluarsa.
e. IPC (In Process Control)
IPC merupakan tes pengecekan kualitas produk infus yang dilakukan
selama produksi rutin. Pengecekan dilakukan selama produksi untuk
memastikan kualitasnya sesuai, sebelum dilakukan tahap produksi selanjutnya.
Parameter yang dicek dalam IPC adalah pH dan kadar serta volume infus.
2. Mikrobiologi
Di Labiomed bagian mikrobiologi terdiri atas 2 bagian yaitu laboratorium
mikrobiologi dan laboratorium uji pirogen.
a. Mikrobiologi
Laboratorium mikrobiologi memiliki dua tugas utama yaitu pemeriksaan
sterilisasi dan pemantauan lingkungan. Pemeriksaan sterilitas dilakukan
dengan 2 metode yaitu metode inokulasi dan metode filtrasi. Pemantauan
lingkungan terdiri atas pemeriksaan air (air sumur dan WFI) dan pemeriksaan
ruang produksi. Pemeriksaan air untuk mengecek ada atau tidaknya bakteri
Escherichia coli yang terdiri atas 3 tahap yaitu uji perkiraan, uji konfirmasi dan
uji penegasan. Hasil dari pengujian penegasan akan dicek untuk memperoleh
nilai MPN (Most Probable Number). Hitung kuman dilakukan dengan cara
metode koloni. Pemeriksaan ruang produksi dilakukan dengan 2 pengujian
yaitu uji cemaran mikroba dan uji partikel. Uji cemaran mikroba dilakukan
dengan metode air sampler, cawan papar dan cawan kontak. Uji partikel
dilakukan dengan menggunakan Particle Counter.
1) Uji Sterilitas
produk Uji sterilitas produk dilakukan dengan dua metode yaitu
metode inokulasi dan metode filtrasi.
 Metode Inokulasi
Di laboratorium mikrobiologi Labiomed Puskesad, uji sterilitas
dengan metode inokulasi menggunakan media Tyoglikolat dan TSB
(Triptic Soy Broth). Pengerjaan dilakukan di bawah LAF (Laminar Air
Fow) selama 5-10 menit lalu diinkubasi selama 7 hari pada suhu 30-35 oC
untuk media Tyoglikolat (untuk melihat pertumbuhan bakteri) dan
diinkubasi selama 7 hari pada suhu 20-25oC untuk media TSB (melihat
pertumbuhan jamur).

 Metode penyaringan membrane (filtrasi)


Uji sterilitas dengan metode filtrasi menggunakan media
Tyoglikolat, TSB (Tryptic Soy Broth) dan BPW (Buffered Peptone
Water). Pengerjaan dilakukan dibawa LAF menggunakan Steril Test
Compact dan alat penunjang canester. Produk akan difilter melalui
membran yang berada dalam canester kemudian akan dibilas dengan
BPW. Setelah dibilas masing-masing tabung canester akan diisi dengan
media Tyo dan TSB. Dilakukan inkubasi selama 14 hari dengan suhu 30-
35oC untuk media Tyo dan suhu 20-25oC untuk media TSB.
2) Pemantauan Lingkungan
Pemantauan lingkungan terdiri atas 2 parameter yaitu pengecekan air
(air sumur dan WFI) serta pengecekan ruang produksi (operasional dan
nonoperasional)
 Pemeriksaan air sumur dan WFI, dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:
i. Uji perkiraan dengan media LB (Lactose broth) dengan single dose
dan double dose. Diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 oC. jika hasil
positif maka akan terjadi perubahan warna dari merah menjadi kuning
dan terdapat gas atau gelembung dalam tabung durham.
ii. Uji konfirmasi dengan BGLB (Brillian Green Lactose Broth). Hasil
positif pada uji pekiraan ditanam kedalam 2 tabung media BGLB
yang masing-masing tabung diinkubasi pasa suhu 37 oC dan 44oC
selama 2x24 jam. Hasil positif pada tabung BGLB yang diinkubasi
pada suhu 37oC menunjukkaan perubahan warna menjadi keruh
disertai adanya gelembung udara, sedangkan tabung BGLB yang
diinkubasi pada suhu 44oC hasil positif menunjukkan adanya
kekeruhan disertai adanya gelembung udara, dan untuk hasil positif
akan dilanjutkan ke uji penegasan.
iii. Uji Penegasan dengan media MCA (Mac Conkey Agar), lanjutan
pengujian dari hasil positif uji konfirmasi. Hasil yang positif akan
digoreskan pada media MCA dan akan diinkubasi selama 48 jam
dengan suhu 37oC hasil positif menunjukkan adanya pertumbuhan
koloni warna merah kilat logam yang berarti positif bakteri E.Coli.
Hasil dari pengujian penegasan akan dicek untuk memperoleh nilai
MPN (Most Probable Number). MPN merupakan metode untuk
menghitung jumlah terendah miikroorganisme pada sampel.
 Pemeriksaan ruang produksi.
Pemeriksaan dilaksanakan dalam keadaan operasional dan non
operasional. Ruangan yang diuji meliputi ruang timbang. Ruang
pencampuran infus (mixing) meliputi ruang LAF dan ruang bersih, ruang
cuci botol dan ruang uji mikrobiologi. Metode yang digunakan adalah air
sampler dan untuk mengecek jumlah partikel yang terdapat dalam ruang
menggunakan particle counter.
b. Pirogen
Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam pada
tingkat yang dapat. Pirogen, secara umum adalah senyawa yang dapat
menebabkan kenaikan suhu tubuh. Pirogen dibagi kedalam dua kelas. Pirogen
eksogen yaitu terdapat di luar tubuh dan menginduksi kenaikan suhu ketika
diinjeksikan pada manusia dan hewan. Kelompok umum dari pirogen eksogen
yaitu yaitu mikroba, mikrofungi dan virus, juga pirogen non mikrobial seperti
beberapa obat steroid, fraksi plasma dan bahan tambahan suntik muramil
dipeptide. Pirogen endogen dihasilkan secara internal dimana sel inang pada
respon stimulus dari berbagai pirogen eksogen. Pengujian deteksi pirogen
dilakukan dengan metode Rabbit Pyrogen Test (RTP) (Tungadi et al., 2017).
Endotoksin adalah toksin yang terdapat pada bakteri gram negatif,
berupa lipopolisakarida (LPS) yang terletak pada membran luar dinding sel.
Endotoksin adalah produk metabolit dari pertumbuhan mikroorganisme yang
larut air, bahan panas, yang menimbulkan demam ketika diinjeksikan secara
i.v.. Apabila terdapat dalam jumlah besar di darah, maka endotoksin akan
menimbulkan respon pirogenik yaitu peningkatan suhu tubuh.
Pengujian endotoksin dilakukan dengan metode LAL (Limulus
Amoebocyte Lysate). Metode LAL test menggunakan ekstrak darah amoebosit
dari kepiting tapal kuda (Lymulus polyphemus) dan dibuat khusus sebagai
pereaksi LAL (Santosa et al., 2020). Pengujian endotoksin dapat dilakukan
menggunakan toksinometer. Pengujian dengan toksinometer merupakan teknik
kinetik-turbidimetri. Endotoksin mengaktifkan enzim pada LAL menghasilkan
gelatinasi coagulin, sehingga meningkatkan turbiditas sampel. Perubahan
transmitan diukur selama kurun waktu gelatinasi dari awal sampai akhir reaksi.
Waktu gelatinasi berhubungan dengan jumlah endotoksin dalam sampel.

Anda mungkin juga menyukai