Anda di halaman 1dari 102

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Salah satu sarana untuk menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian adalah

industri farmasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, yang dimaksud

dengan industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan baku

obat(Menkes RI, 2010).

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Bahan obat

adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan

dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tersedianya obat

yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan setiap industri

untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Menkes RI, 2010).

Pembinaan industri farmasi di Indonesia dilaksanakan mulai dari

penerbitan izin, pembinaan dalam proses produksi dan distribusi hingga kegiatan

pelaporan produksi dan pemantauan sertaevaluasi kegiatan produksi dan

distribusi. Untuk melaksanakan pembinaan industri farmasi yang memproduksi

obat jadi maupun bahan baku perlu disusun pedoman yang dapat digunakan

sebagai acuan oleh petugas kesehatan di pusat dan daerah(Dirjen Binfar dan Alkes

RI, 2011).

1
Industri Farmasi merupakan suatu sarana kefarmasian yang

menyelenggarakan kegiatan pembuatan obat dan harus memenuhi aspek-aspek

CPOB dalam kegiatannya. Cara Pembuatan Obat yang Baik menyangkut seluruh

aspek produksi dan pengendalian mutu bertujuanmenjamin mutu obat yang

dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan

sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi

mulai dari manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi

dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, audit mutu dan audit &

persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan

kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,

kualifikasi dan validasi (Badan POM RI, 2018).

Personalia, yang salah satunya adalah apoteker dalam industri farmasi

memegang peranan penting untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan.

Kedudukan apoteker diatur oleh peraturan pemerintah yang dituangkan dalam

pedoman CPOB, yaitu apoteker berperan sebagai penanggung jawab (Kepala

Bagian) produksi, penanggung jawab (Kepala Bagian) pengawasan mutu dan

penanggung jawab (Kepala Bagian) manajemen mutu (pemastian mutu). Untuk

menghasilkan sediaan obat jadi yang tetap memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya (Badan POM RI, 2018).

Dengan demikian, apoteker harus mendapatkan bekal pengetahuan dan

pengalaman praktis yang cukup, yang salah satunya dapat diperoleh melalui

kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi. Pelaksanaan Praktik

Kerja Profesi Apoteker di Industri, Fakultas Farmasi bekerja sama dengan PT.

Mutiara Mukti Farma (PT. MUTIFA) Industri Farmasiyang berlokasi di Jl. Karya

2
No.68 Km. 8,5 Namorambe Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia sebagai

salah satu industri farmasi di Indonesia.

1.2 Tujuan

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Industri Farmasi ini bertujuan:

a. Mengetahui dan memahami secara langsung peran, fungsi dan tanggung

jawab apoteker di industri farmasi.

b. Memahami dan mampu menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB) di PT.Mutiara Mukti Farma (PT. MUTIFA) Industri Farmasi.

1.3 Manfaat

Praktik Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi ini diharapkan dapat

memberikan pengetahuan dan pemahaman praktis kepada calon apoteker tentang

pekerjaan kefarmasian di industri melalui penerapan CPOB.

1.4 Pelaksanaan kegiatan

Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan selama satu bulan lebih dari

tanggal 28 Januari – 23 Februari 2019 di PT. Mutiara Mukti Farma (PT.

MUTIFA) Industri Farmasiyang berlokasi di Jl. Karya No.68 Km. 8,5

Namorambe Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

3
BAB II

TINJAUAN UMUM INDUSTRI

2.1 Industri Farmasi


2.1.1 Pengertian Industri Farmasi

Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri

Farmasi harus membuat obat sesuai aturan CPOB agar sesuai dengan tujuan

penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar

(registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan konsumen, baik

karena ketidakamanan, ketidakefektifan, maupun mutu obat yang substandar

(Menkes RI, 2010).

2.1.2 Persyaratan Industri Farmasi

Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh

Industri Farmasi. Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh Izin

Industri Farmasi dari Direktur Jenderal. Direktur Jenderal yang dimaksud adalah

Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang bertugas dan bertanggung

jawab dalam pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Menkes RI, 2010).

Persyaratan untuk memperoleh Izin Industri Farmasi tercantum

dalamPermenkes RI Nomor1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah sebagai berikut :

1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas

2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat

3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

4
4. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker Warga Negara

Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,

produksi, dan pengawasan mutu

5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak

langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang

kefarmasian (Menkes RI, 2010).

2.1.3 Izin Usaha Industri Farmasi

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010, untuk

memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi diperlukan persetujuan prinsip. Tata cara

permohonan persetujuan prinsip Industri Farmasi sebagai berikut:

1. Permohonan persetujuan prinsip diajukan kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan provinsi.

2. Sebelum pengajuan permohonan persetujuan prinsip, pemohon wajib

mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP)

kepada Kepala Badan.

3. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) diberikan oleh Kepala

Badan dalam bentuk rekomendasi hasil analisis Rencana Induk

Pembangunan (RIP)paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari

kerja sejak permohonan diterima.

4. Permohonan persetujuan prinsip diajukan dengan kelengkapannya.

5. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam

waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima atau

menolaknya.

5
6. Pemohon izin industri farmasi dengan status Penanaman Modal Asing atau

Penanaman Modal Dalam Negeri yang telah mendapatkan Surat

Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan

urusan penanaman modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan

prinsip sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini

(Ditjen Binfar dan Alkes RI, 2011).

Gambar 2.1Tata cara pemberian persetujuan prinsip (Ditjen Binfar dan Alkes RI,
2011).

Setelah memperoleh persetujuan prinsip, Industri Farmasi dapat

mengurusIzin Industri Farmasi dengan tata cara sebagai berikut:

a. Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat

mengajukan permohonan izin industri farmasi.

b. Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh Direktur

Utama dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu diajukan ke

Kementerian Kesehatan beserta kelengkapannya.

6
c. Permohonan izin industri diajukan kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

setempat.

d. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya

tembusan permohonan, Kepala Badan melakukan audit pemenuhan

persyaratan CPOB.

e. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya

tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan

verifikasi kelengkapan persyaratan administratif.

f. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan

memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi

pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan

kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon.

g. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak dinyatakan memenuhi

kelengkapan persyaratan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif kepada

Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan pemohon.

h. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima

rekomendasi serta persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan izin

industri farmasi (Ditjen Binfar dan Alkes RI, 2011).

7
Gambar 2.2 Tata cara pemberian izin usaha industri farmasi (Ditjen Binfar
danAlkes RI, 2011).

2.1.4 Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi

Pembinaan terhadap pengembangan Industri Farmasi dilakukan oleh

Direktur Jenderal, sedangkan pengawasan dilakukan oleh Kepala

Badan.Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Permenkes RI Nomor

1799/Menkes/Per/XII/2010 dapat dikenakan sanksi administratif berupa:

1. Peringatan secara tertulis

2. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk

penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau

bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan,

khasiat/kemanfaatan, atau mutu

3. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi

persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu

4. Penghentian sementara kegiatan

5. Pembekuan Izin Industri Farmasi

6. Pencabutan Izin Industri Farmasi

8
2.1.5 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

a. Persetujuan Prinsip

Persetujuan prinsip batal apabila setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun

dan/atau setelah jangka waktu 1 (satu) tahun perpanjangan, pemohon

belum menyelesaikan pembangunan fisik (Ditjen Binfar dan Alkes RI,

2011).

b. Izin Industri Farmasi

Izin produksi industri farmasi dapat dicabut apabila melanggar ketentuan

peraturan perundangan yang berlaku(Ditjen Binfar dan Alkes RI, 2011).

2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

Cara Pembuatan Obat yang Baik adalah pedoman pembuatan obat bagi

industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan

mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah

ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya (Badan POM RI, 2018).

Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2018:

2.2.1. Manajemen Mutu

Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui

suatu “kebijakan mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di

semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk

mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem

Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara

menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan

Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini

hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya.

9
Unsur dasar manajemen mutu adalah:

a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur

organisasi, produser, proses dan sumber daya; dan

b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan

tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan)

yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu (Badan POM RI,

2018).

Konsep dasar Pemastian Mutu, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB),

Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu adalah aspek manajemen mutu

yang saling terkait dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Pemastian Mutu – tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu yang


berkonsep luas termasuk desain dan pengembangan produk

CPOB – semua aspek pembuatan obat

- Bagian dari CPOB yang


Personalia Produk berfokus pada Validasi
pelaksanaan pengujian
bahan, komponen dan
produk sesuai dengan
standar, pengujian
lingkungan, dan fasilitas
Bangunan Peralatan - Pembuatan spesifikasi, Dokumentasi
pengambilan sampel, dan ii
pengujian

Gambar 2.3. Konsep keterkaitan mutu antara Manajemen Mutu, Pemastian


Mutu, CPOB, Pengawasan Mutu(Badan POM RI, 2012).
Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik

secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat

yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat

10
dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu sesuai

dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB

ditambah dengan factor lain di luar Pedoman ini, seperti desain dan

pengembangan produk (BPOM RI, 2018).

Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat

hendaklah memastikan bahwa:

a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memerhatikan

persyaratan CPOB

b. Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan CPOB

diterapkan

c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan

d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan bahan

awal dan pengemas yang benar

e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama proses

lain serta dilakukan validasi

f. Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan

dan pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan

pelulusan untuk distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua

factor yang relevan termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama-

proses, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan,

pemenuhan persyaratan dari Spesifikasi Produksi Jadi dan pemeriksaan

produk dalam kemasan akhir

g. Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen Mutu

(Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan

11
dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan

peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan

pelulusan produk

h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat

mungkin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani

sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa simpan obat

i. Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala

mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu

j. Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk

memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan

k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat

l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu

produk

m. Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui, dan

n. Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses

dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan(BPOM RI,

2018).

Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan

pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,

dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang

diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan

tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok

sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.

12
Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu.

Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai

hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu

dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan.

Persyaratan dasar dari Pemastian Mutu adalah bahwa:

a. Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur

yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan

pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan

produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan

tujuan CPOB.

b. Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk

ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang

disetujui oleh Pengawasan Mutu.

c. Metode pengujian disiapkan dan divalidasi.

d. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama

pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan

dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan pengujian benar-benar

telah dilaksanakan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap diinvertigasi.

e. Produk jadi berisi zat aktif dengan kmposisi secara kualitatif dan kuantitatif

sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat

kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan

diberi label yang benar.

13
f. Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan pengemas,

produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal dinilai dan

dibandingkan terhadap spesifikasi

g. Sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah yang

cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel produk jadi

disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk kemasan yang besar.

Pengawasana Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara

lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan

mutu, mengevalasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan

kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat

aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang

terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan

lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan

prosedur tertulis dan dicatat. Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki

akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila

diperlukan (BPOM RI, 2018).

2.2.2. Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh

sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang

terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap

personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.

Seluruh personil hendaklah memahami prinsipCPOB serta memperoleh pelatihan

14
awal dan berkesinambungan,termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan

dengan pekerjaannya(Badan POM RI, 2018).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 tahun 2009, Industri

Farmasi minimal harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker, yaitu sebagai

penanggung jawab masing-masing pada bidang Pemastian Mutu, Produksi dan

Pengawasan Mutu.

Personil kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian

Pengawasan Mutu, dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi

utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan

kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/kepala bagian Pengawasan

Mutu harus independen satu terhadap yang lain (BPOM RI, 2018).

2.2.3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,

kontruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang

dilakukan dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata

letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil

terjadinya resiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain serta

memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk

menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain

yang dapat menurunkan mutu obat (Badan POM RI, 2018).

Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan

pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah

dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan

15
tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap

pencemaran tersebut yang dapat dilihat pada Tabel 1 (Badan POM RI, 2018).

Tabel 2.1. Tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan (Badan POM


RI, 2013).

Lingkungan Bentuk Cemaran Tindakan Pencegahan


Udara Berbagai jenis debu, Melengkapi sistem ventilasi dengan
misalnya debu jalan, saringan udara akhir yang masing-
debu dari industri lain masing mempunyai efisiensi 30-40
dan partikel pestisida % dan 90-95 % (diukur menurut
ASHRAE)
Tanah Bekas timbunan - Konstruksi bangunan yang
sampah dan bahan kokoh dan kedap air sesuai
kimia dengan peraturan bangunan yang
berlaku
- Bebas dari rembesan air,
serangga, binatang pengerat serta
dari kontaminan lain
- Dilengkapi dengan saluran
pembuangan air yang efektif
untuk mencegah banjir
Air Tanah - Bekas timbunan - Semua bekas timbunan bahan
bahan kimia harus digali dan dibuang sesuai
- Air sadah atau air dengan sesuai dengan peraturan
yang mengandung pemerintah yang berlaku, bekas
zat koloid penimbunan ini hendaklah
- Mikroba patogen dinetralisasi (misalnya dengan
kapur tohor)
- Pelunakan air
- Sedimentasi dan penyaringan
- Disinfeksi misalnya dengan
klorinasi

Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapidan

dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimalterhadappengaruh

cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masukdan bersarang serangga, burung,

binatangpengerat, kutu atau hewan lain, tindakan pencegahan dapat dilihat pada

Tabel 2.2 (BPOM RI, 2018).

16
Tabel 2.2. Tindakan pencegahan terhadap pengaruh lingkungan (Badan POM RI,
2013).

Lingkungan Tindakan pencegahan


Cuaca - Memberikan cat tahan cuaca pada tembok
- Memasang alat penyerap kelembaban udara secara
pendinginan atau secara penyerapan oleh bahan kimia
yang higroskopis

Banjir - Mendesain letak bangunan dibuat lebih tinggi daripada


permukaan air banjir
- Memasang saluran pembuangan air yang efektif

Rembesan Air - Mamasang saluran pembungan air yang efektif


- Membuat pondasi dan lantai bangunan yang tahan
rembesan air sesuai dengan teknik bangunan yang
berlaku

Masuk dan - Memasng kawat kasa dan atau tirai plastik


bersarang binatang - Melaksanakan pest control
kecil, tikus, burung,
serangga dan
hewan lain

Masuk benda dan - Memasang saringan udara kasar atau kasa pada jalur
pengotor lain masuk ke simstem tata udara

Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah

diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang

diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai Tabel 3.

Tabel 2.3. Kelas kebersihan ruangan (Badan POM RI, 2013)

Ukuran Non Operasional Operasional


3
Partikel Jumlah maksimum partikel / m yang diperbolehkan
≥ 0,5 µm ≥ 5 µm ≥ 0,5 µm ≥ 5 µm
Kelas
A 3.520 20 3.520 20
B 3.520 29 352.000 2.900
C 352.000 2.900 3.520.000 29.000
D 3.520.000 29.000 Tidak Tidak
ditetapkan ditetapkan
E 3.520.000 29.000 Tidak Tidak
ditetapkan ditetapkan

17
Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan prodk

steril. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produknonsteril

(Badan POM RI, 2012).

2.2.4. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi

yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan

tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari betskebets dan

untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapatmencegah

kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya

berdampak buruk pada mutu produk(Badan POM RI, 2018).

Rancangan bangunan dan kontruksi peralatan hendaklah memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

a. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara,

produk jadi tidak boleh bereaksi, mengadisi atau mengasorbsi, yang dapat

mengubah identitas, mutu atau kemurniannya di luar batas yang ditentukan.

b. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk

c. Bahan-bahan yang diperlukan untuk suatu tujuan khusus, seperti pelumas atau

pendingin tidak boleh bersentuhan langsung dengan bahan yang diolah

d. Peralatan hendaknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam

maupun bagian luar

e. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji, dan

mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta dikalibrasi

menurut suatu program dan prosedur yang tepat

18
f. Peralatan hendaknya dirawat sesuai jadwal yang tepat

g. Alat-alat harus dikalibrasi dan divalidasi untuk menjamin kelancaran kerja

Daerah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan yang mudah

terbakar hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi

serta dibumikan dengan sempurna (Badan POM RI, 2012).

2.2.5. Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap

aspek pembuatan obat. Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan

dan kelengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat

merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah

dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan hygiene yang menyeluruh serta

terpadu(Badan POM RI, 2012).

Sanitasi dan hygieneyang diatur dalam pedoman CPOB 2012 adalah

terhadap personalia, bangunan, dan peralatan.Prosedur pembersihan, sanitasi dan

hygiene hendaklah divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan

efektivitas prosedur dan selalu memenuhi persyaratan (Badan POM RI, 2018).

2.2.6. Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah

ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa

menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi

ketentuan izin pembuatan dan izin edar (Badan POM RI, 2018).

Selain itu, produksi baiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang

kompeten, mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap

produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses

19
produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia,

bangunan, peralatan, kebersihan dan hygienitas sampai dengan

pengemasan.Prinsip utama produksi adalah:

a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.

b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang

seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah

diproduksi maupun yang akan diproduksi.

Sedangkan hakikat produksi adalah:

a. Mutu produk obat tidak ditentukan oleh hasil akhir analisa saja, tetapi

ditentukan oleh keseluruhan proses produksi.

b. Adanya prosedur baku (standar) untuk setiap langkah (tahapan) proses

produksi dengan persyaratan yang harus diikuti dengan konsisten.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain:

1. Pembelian Bahan Awal

Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui

dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan

jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan

mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan

tanggal daluarsa.

2. Pencegahan Pencemaran Silang

Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap

pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat

timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan

atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian

20
kerjaoperator.Tingkat resiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemaran dan

produk yang tercemar.Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan

teknis atau pengaturan yang tepat, antara lain:

a. Produksi di dalam gedung yang terpisah (diperlukan untuk produk seperti

penisilin, hormon, sitotoksik, dan produk biologi)

b. Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara

c. Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area dimana produk yang

beresiko tinggi terhadap pencemaran silang diproses

d. Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang efektif.

3. Penimbangan dan Penyerahan

Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara

dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan

dokumentasi yang lengkap.Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara

dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum

daluarsa yang boleh diserahkan.

4. Pengembalian

Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang

penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar.

5. Pengolahan produk antara dan produk ruahan

Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa

sebelum dipakai.Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti

prosedur yang tertulis.Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan.Semua produk

antara dan ruahan diberi label.

21
6. Kegiatan Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk

jadi.Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk

menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas.Semua kegiatan

pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan

danmenggunakan bahan pengemasan yang tercantum dalam prosedur pengemasan

induk.Rincian pelaksanaan hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan bets.

7. Pengawasan Selama Proses

Pengawasan selama proses hendaklah mencakup :

a. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat

awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan

b. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu

yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan

memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam

prosedur pengemasan induk.

8. Karantina Produk Jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum

penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk

diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk

memastikan produk dan catatan pengolahan bets memenuhi spesifikasi yang

ditentukan (Badan POM RI, 2018).

22
2.2.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk

memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang

sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak

yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai

sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.

Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus

terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk (Badan POM RI,

2018).

Bagian Pengawasan Mutu secara keseluruhan mempunyai tanggung

jawab, antara lain adalah:

1. Membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu

2. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk

3. Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk

4. Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk

5. Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu produk

(Badan POM RI, 2018).

Personil, bangunan dan fasilitas serta peralatan laboratorium hendaklah

sesuai untuk jenis tugas yang ditentukan dan skala kegiatan pembuatan obat.

Kegiatan bagian Pengawasan Mutu yang dipersyaratkan dalam CPOB adalah

sebagai berikut:

a. Penanganan baku pembanding

b. Penyusunan spesifikasi dan prosedur pengujian

c. Penanganan contoh pertinggal

23
d. Validasi

e. Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi

meliputi spesifikasi, pengambilan contoh, pengujian untuk bahan-bahan

tersebut, serta in process control

f. Pengujian ulang bahan yang diluluskan

g. Pengujian stabilitas

h. Penanganan terhadap keluhan produk dan produk kembalian.

Bagian Pengawasan Mutu memiliki wewenang khusus untuk

memberikan keputusan akhir meluluskan atau menolak atas mutu bahan baku,

produk obat ataupun hal lain yang mempengaruhi mutu obat (Badan POM RI,

2018).

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian

Pengawasan Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah

dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui

sebelum didistribusikan(Badan POM RI, 2018).

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu & Persetujuan Pemasok

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan

CPOB(Badan POM RI, 2018).

Aspek-aspek dalam inspeksi diri antara lain:

a. Personalia

b. Bangunan termasuk fasilitas untuk personil

c. Perawatan bangunan dan peralatan

d. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi

24
e. Peralatan

f. Pengolahan dan pengawasan selama proses

g. Pengawasan mutu

h. Dokumentasi

i. Sanitasi dan higiene

j. Program validasi dan revalidasi

k. Kalibrasi alat dan sistem pengukuran

l. Penanganan keluhan

m. Pengawasan label

n. Hasil inspeksi sebelumnya dan tindakan perbaikan.

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh

personil-personil perusahaan yang kompeten. Manajemen hendaklah membentuk

tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan

memahami CPOB(Badan POM RI, 2018).

Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan

perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan

minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis

dalam prosedur inspeksi diri. Semua hasil inspeksi diri hendaklah dicatat, laporan

hendaklah mencakup:

a. Semua hasil pengamatan yang dilakukan selama inspeksi dan bila

memungkinkan saran untuk tindakan perbaikan

b. Hendaklah ada program penindaklanjutan yang efektif, manajemen

perusahaan hendaklah mengevaluasi baik laporan inspeksi diri maupun

tindakan perbaikan bila diperlukan.

25
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.

Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem

manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu

umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim

yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga

dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak(Badan POM RI, 2018).

Kepala bagian manajemen mutu (Pemastian Mutu) hendaklah bertanggung

jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang

dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi

spesifikasi yang telah ditentukan. Hendaklah dibuat daftar pemasok yang disetujui

untuk bahan awal dan bahan pengemas. Daftar pemasok hendaklah disiapkan dan

ditinjau ulang. Hendaklah dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan

dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi hendaklah

mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. Semua

pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara teratur(Badan POM

RI, 2018).

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali

Produk

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan

terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.

Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem,

bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat

dari peredaran secara cepat dan efektif(Badan POM RI, 2018).

26
Keluhan dapat ditangani dengan:

a. Menunjuk personil yang bertanggung jawab untuk menangani keluhan dan

memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf yang memadai

untuk membantunya

b. Tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut

yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam

menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat

c. Penangganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil evaluasi, dari

penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan

dilaporkan kepada manajemen atau bagian yang terkait

d. Memberikan perhatian khusus untuk menetapkan apakah keluhan disebabkan

oleh pemalsuan

e. Mencatat tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk yang mencakup

rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan

mendalam. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam

pengkajian masalah tersebut

f. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah

dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets

lain juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang

dari bets yang cacat hendaklah diselidiki

g. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan

mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini

mencakup:

1. Tindakan perbaikan bila diperlukan

27
2. Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan

3. Tindakan lain yang tepat.

h. Catatan keluhan hendaklah dikaji secara berkala untuk mengidentifikasi hal

yang spesifik atau masalah yang berulang terjadi, yang memerlukan perhatian

dan kemungkinan penarikan kembali produk dari peredaran

i. Badan POM hendaklah diberitahu apabila industri farmasi mempertimbangkan

tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan

produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk.

Penarikan Kembali Produk:

a. Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan

dan mengoorganisasikan penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang

oleh staf yang memadai untuk menangani semua aspek penarikan kembali

sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil tersebut hendaklah independen

terhadap bagian penjualan dan pemasaran. Jika personil ini bukan kepala

bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), maka ia hendaklah memahami

segala operasi penarikan kembali

b. Hendaklah tersedia prosedur tertulis, yang diperiksa secara berkala dan

dimutakhirkan jika perlu, untuk mengatur segala tindakan penarikan

kembali

c. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan

tiap saat

d. Pelaksanaan penarikan kembali

28
e. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah

diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi

yang merugikan

f. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah

dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali

dengan segera

g. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah

menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat,

efektif dan tuntas

h. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat

untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan

dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.

Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan

terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk

tersebut. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi

dari waktu ke waktu (Badan POM RI, 2018).

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan

dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.

Dokumentasi adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil

menerima uraian tugas yang secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko

terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya

mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumentasi Produksi

29
Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode, dan intruksi, laporan dan catatan

harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis.

Dokumentasi meliputi:

a. Spesifikasi

Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk

atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini

merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Spesifikasi meliputi spesifikasi bahan

awal, spesifikasi bahan pengemas, spesifikasi produk antara dan produk ruahan,

dan spesifikasi produk jadi.

b. Dokumen Produksi

Dokumen produksi meliputi dokumen produksi induk, prosedur pengolahan

induk, dan prosedur pengemasan induk, catatan pengolahan bets, catatan

pengemasan bets.

c. Prosedur

Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya

pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sample,

pengujian dan pengoperasian peralatan.

Prosedur dan catatan

1. Penerimaan

Penerimaan hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan penerimaan

untuk tiap pengiriman bahan awal, bahan pengemas primer dan bahan pengemas

cetak. Catatan penerimaan hendaklah mencakup:

a. Nama bahan pada surat pengiriman dan wadah

b. Nama “internal” dan/atau kode bahan

30
c. Tanggal penerimaan

d. Nama pemasok dan bila mungkin nama pembuat

e. Nomor bets atau referen pembuat

f.Jumlah total dan jumlah wadah yang diterima

g. Nomor bets yang diberikan setelah penerimaan

h. Segala komentar yang relevan (misal, kondisi wadah saat diterima).

Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk penandaan karantina internal dan

penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan bahan lain, sesuai keperluan.

2. Pengambilan Sampel

Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengambilan sampel yang

mencakup personil yang diberi wewenang mengambil sampel, metode dan alat

yang harus digunakan, jumlah yang harus diambil dan segala tindakan

pengamanan yang harus diperhatikan untuk menghindarkan kontaminasi bahan

atau segala penurunan mutu.

3. Pengujian

Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengujian bahan dan produk

yang diperoleh dari tiap tahap produksi yang menguraikan metode dan alat yang

harus digunakan. Pengujian yang dilaksanakan hendaklah dicatat.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,

disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara

jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.

31
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusantiap bets produk untuk

diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu

(Pemastian Mutu).

Pemberi kontrak hendaklah:

a. Bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam

melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan

b. Menyediakan semua informasi yang diperlukan penerima kontrak untuk

melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan

legal lain

c. Memastikan semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan oleh

penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau telah diluluskan

Penerima kontrak hendaklah:

a. Mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman,

dan personil yang kompeten

b. Memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan

tujuan penggunaannya

c. Tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian kepada pihak ketiga tanpa

persetujuan pihak pemberi kontrak

d. Membatasi diri dari segala aktifitas yang berpengaruh buruk pada mutu produk

yang dibuat dan/atau dianalisis(Badan POM RI, 2018).

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi

A. Kualifikasi

Validasi untuk mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang disebut

dengan kualifikasi. Jadi, kualifikasi adalah kegiatan pembuktian (dokumentasi)

32
bahwa perlengkapan, fasilitas atau sistem yang digunakan dalam proses/sistem

akan bekerja dengan kriteria yang diinginkan secara konsisten. Kualifikasi

merupakan langkah awal (first step) dari keseluruhan pelaksanakan.

Validasi atau kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang

terdiri dari 4 tingkatan, yaitu:

1. Kualifikasi Desain

Untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan

atau bangunan yang akan dipasang atau dibangun (rancang bangunan) sesuai

dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam ketentuan Cara Pembuatan

Obat yang Baik (CPOB) yang berlaku. Jadi kualifikasi desain dilaksanakan

sebelum mesin, peralatan produksi atau sarana penunjang (termasuk bangunan

untuk industri farmasi) tersebut dibeli atau dipasang atau dibangun.

2. Kualifikasi Instalasi

Untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan

yang diinstalasi atau dipasang sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada

dokumen pembelian, buku manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya

dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Jadi kualifikasi instalasi

dilaksanakan pada saat pemasangan atau instalasi peralatan produksi atau sarana

penunjang.

3. Kualifikasi Operasional.

Untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan

yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang

diinginkan. Jadi kualifikasi operasional dilaksanakan setelah pemasangan atau

33
instalasi mesin atau peralatan produksi atau sarana penunjang dan digunakan

sebagai mesin atau peralatan percobaan.

4. Kualifikasi Kinerja.

Untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan

yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang

diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan penggunaan.

Pelaksanaan kualifikasi harus dilakukan secara berurutan dan

berkesinambungan. Maka, pelaksanaan kualifikasi dimulai dari kualifikasi desain,

kemudian kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan yang terakhir

kualifikasi kinerja, tidak bisa dibolak-balik.

B. Validasi

Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa

tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang

digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil

yang diinginkan secara konsisten/terus-menerus(Badan POM RI, 2013).

1. Validasi Proses

Validasi Proses diartikan sebagai tindakan pembuktian yang

didokumentasikan bahwa proses yang dilakukan dalam batas parameter yang

ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang

untuk menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi dan atribut mutu

yang ditetapkan sebelumnya(Badan POM RI, 2018).

Tujuannya adalah memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa

prosedur produksi yang berlaku dan digunakan dalam proses produksi

34
(BatchProcessing Record), senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara

terus-menerus, mengurangi problem yang terjadi selama proses produksi serta

memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang.

Secara sederhana, pada umumnya validasi proses dilakukan dengan

pendekatan sebagai berikut:

a. Validasi Prospektif

Validasi Prospektif adalah validasi yang dilakukan sebelum pelaksanaan

produksi rutin dari produk yang akan dipasarkan dan dilaksanakan sebelum

produk diedarkan yang berlaku untuk:

1. Produk baru,

2. Modifikasi pada proses produksi yang dapat berdampak pada karakteristik

produk tersebut. Prasyarat lain adalah laporan produk transfer dari bagian

R&D ke bagian Produksi.

b. Validasi Konkuren

Validasi Konkuren adalah validasi yang dilakukan pada saat pembuatan

rutin produk untuk dijual yang oleh suatu hal belum dilakukan validasi prospektif.

Produk yang tidak divalidasi secara prospektif, karena hal tertentu seperti:

1. Perubahan parameter proses sebagai tindak lanjut dari adanya

penyimpangan atau rekomendasi dari Pengkajian Mutu Produk

2. Perubahan pabrik pembuat eksipien dengan spesifikasi yang sama

3. Perubahan mesin dengan spesifikasi yang sama

4. Transfer pembuatan produk ke pabrik lain

35
c. Validasi Retrospektif

Validasi Retrospektif adalah validasi pembuatan produk yang telah

dipasarkan yang dilaksanakan berdasarkan akumulasi data produksi, pengujian

dan pengendalian bets(Badan POM RI, 2018).

2. Validasi Pembersihan

Tujuan dari pelaksanaan Validasi Pembersihan (Cleaning Validation) adalah

untuk membuktikan bahwa prosedur yang ditetapkan untuk membersihkan suatu

peralatan pengolahan, hingga pengemasan primer mampu membersihkan sisa

bahan aktif obat dan deterjen yang digunakan untuk proses pencucian dan juga

dapat mengendalikan cemaran mikroba pada tingkat yang dapat diterima.

3. Validasi Metode Analisis

Tujuan validasi metode analisis adalah untuk menunjukkan bahwa metode

analisis sesuai dengan tujuan penggunaannya(Badan POM RI, 2018).

Validasi metode analisis umumnya dilakukan terhadap 4 jenis, yaitu:

a. Uji identifikasi

b. Uji kuantitatif kandungan impuritas (impurity)

c. Uji batas impuritas

d. Uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat atau

komponen tertentu dalam obat.

Metode analisis lain, seperti uji disolusi untuk obat atau penentuan ukuran

partikel untuk bahan aktif obat, hendaklah juga divalidasi(Badan POM RI, 2018).

Karakteristik validasi yang umumnya perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. Akurasi

b. Presisi

36
c. Ripitabilitas

d. Intermediate precision

e. Spesivisitas

f. Batas deteksi

g. Batas kuantitasi

h. Linearitas

i. Rentang.

4. Validasi Ulang

Fasilitas, sistem, peralatan, dan proses termasuk proses pembersihan

hendaklah dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi keabsahannya(Badan POM

RI, 2018).

Validasi ulang juga diperlukan pada kondisi sebagai berikut:

a. Perubahan sintesis bahan aktif obat

b. Perubahan komposisi produk jadi

c. Perubahan prosedur analisis (Badan POM RI, 2018).

37
BAB III

TINJAUAN UMUM PT. MUTIFA

3.1 Sejarah

Pada tahun 1975 didirikan Industri Farmasi di kota Medan dengan nama

Sejati Pharmaceutical Industries, yang memproduksi obat merek SIAGOGO.

Setelah beberapa tahun berproduksi, perusahaan ini kemudian dialihkan

pemiliknya kepada Bapak Drs. W. H. Siahaan dan memindah namakan

perusahaan tersebut dalam suatu akte notaris tertanggal 31 Januari 1980 dengan

nama PT. Mutiara Mukti Farma (PT. MUTIFA) yang berlokasi di Jl. Karya No.68

Km. 8,5 Namorambe Medan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 1981 No.

0098/SK/PAB/81 memutuskan memberikan izin untuk mendirikan pabrik farmasi

kepada PT. Mutiara Mukti Farma (PT. MUTIFA) untuk memproduksi obat-

obatan. Dengan dikeluarkannya surat izin produksi oleh Departemen Kesehatan

RI. Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. 213/AA/III/81. PT. Mutiara Mukti

Farma mulai memproduksi sediaan obat.

Pada tahun 1983, perusahaan ini menjalankan dan melaksanakan

operasinya dalam menghasilkan berbagai jenis maupun bentuk sediaan obat untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia wilayah barat umumnya dan daerah

Sumatera Utara pada khususnya.

Pada tanggal 29 November 1988, dengan akte notaris No. 35 diadakanlah

perubahan akte atas pemegang saham serta manajemen perusahaan, yang

ditetapkan melalui keputusan Menteri Kehakiman RI No. C2-1134.HT.01.04 th89

tanggal 31 Januari 1989. Dalam akte tersebut, berdasarkan keputusan rapat Dewan

38
Komisaris serta pemegang saham, ditetapkan bahwa yang menjadi penanggung

jawab dengan jabatan Direktur Utama adalah Bapak Jacob.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB), bahwa setiap industri farmasi harus mengacu pada pedoman tersebut,

maka untuk memenuhi ketentuan tersebut PT. MUTIFA telah membangun pabrik

yang baru di Jl. Karya No.68 Km. 8,5 Namorambe Medan. Pada bulan Mei 1994

produksi telah dilaksanakan di pabrik yang baru dan pada saat ini kegiatan

administrasi juga telah dilakukan dilokasi tersebut. Pada tanggal 27 Juli 1994 PT.

MUTIFA diberikan sertifikat sebagai industri farmasi yang telah memenuhi

CPOB.

Bentuk sediaan yang telah diproduksi sampai saat ini adalah tablet, sirup,

kapsul. Pendistribusian sediaan yang diproduksi PT. MUTIFA Medan meliputi

wilayah: Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Daerah Khusus

Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara,

dan Sulawesi Selatan. Untuk wilayah Sumatera, obat didistribusikan melalui

Pedagang Besar Farmasi (PBF) Mekada Abadi. Obat-obatan diproduksi

berdasarkan sistem skala prioritas, yang mengutamakan obat yang lebih cepat

laku di pasaran.Hal ini tidak berlaku untuk obat Inpres dan Askes.

3.2 Visi dan Misi


Visi
Menjadi perusahaan farmasi andalan dan terkemuka di indonesia dalam

menghasilkan obat-obatan yang bermutu tinggi serta terjangkau oleh masyarakat.

39
Misi

Membuat obat yang berkualitas tinggi sesuai dengan standar mutu obat yang

telah ditetapkan secara berkesinambungan dengan harga bersaing untuk

memuaskan kebutuhan pelanggan\konsumen.

3.3 Tinjauan Khusus PT. Mutiara Mukti Farma (PT. MUTIFA) Medan
3.3.1 Lokasi Sarana Produksi

A. Lokasi

PT. MUTIFA Medan berada di Jl. Karya No.68 Km. 8,5 Namorambe

Medan, Denah Lokasi PT.MUTIFA Medan ditunjukkan pada gambar sebagai

berikut.

Gambar 3.1 Denah Lokasi PT. MUTIFA

Luas areal PT. MUTIFA medan mempunyai luas areal 16.000 m2 dan luas

bangunan 5.724,5 m2.

40
Tabel 3.1. Luas Bangunan PT. MUTIFA Medan

No Ruang/Gedung Luas Bangunan (m)


1 Ruang Produksi Non Beta-Laktam 83,5 x 33
2 Ruang Produksi Beta- Laktam 25 x 31
3 Gudang Bahan Kemasan 22 x 60
4 Gudang Bahan Baku 31 x 14
5 Gudang Bahan Mudah Terbakar 10 x 10
6 Gudang Obat Jadi 4 x 40
7 Ruang Teknik 12 x 15

Sumber arus listrik berasal dari perusahaan listrik Negara (PLN) dan

apabila listrik dari PLN terputus digunakan generator. Sumber air berasal dari air

pompa dan air PAM. Untuk keperluan produksi digunakan air PAM yang telah

diolah menjadi air mineral, dan kuades. Air sumur digunakan untuk pencucian

alat, mandi dan bila air PAM mengalami kerusakan dapat digunakan air sumur

yang telah mengalami tiga kali penyaringan. Bangunan penunjang lainnya terdiri

dari musholla, kamar mandi dan pos jaga.

B. Sarana Produksi

Sarana produksi yang ada PT. MUTIFA meliputi ruang produksi, gudang

bahan baku, gudang kemasandan obat jadi, dibuat sedemikian rupa sesuai CPOB.

Ruang produksi PT. MUTIFA Medan terdiri atas lantai, dinding, dan langit-langit

serta sistem penyaluran udara.

1. Lantai

Lantai ruang produksi tablet, kapsul, dan syrup, terbuat dari beton yang

dilapisi epoksi. Lantai mempunyai permukaan yang rata, mudah dibersihkan,

tidak menahan partikel, tahan terhadap deterjen, desinfektan, dan tahan terhadap

bahan kimia.

41
2. Dinding

Dinding ruang terbuat dari beton, yang dilapisi dengan epoksi dan

sebagian dilapisi dengan akrilik, sehingga permukaan dinding menjadi licin, rata

kedap air, mudah dibersihkan, tahan terhadap bahan kimia, deterjen,desinfektan,

tidak menahan partikel, serta tidak menjadi tempat bersarangnya binatang kecil.

3. Langit-langit

Langit-langit ruang terbuat dari gipsum, yang dilapisi cat akrilik, sehingga

langit-langit menjadi licin dan rata-rata kedap air, mudah dibersihkan, tahan

terhadap bahan kimia, deterjen, desinfektan, tidak menahan partikel.

4. Pengaturan Udara

Aliran udara yang digunakan dalam ruangan produksi adalahAir Handling

System(AHS). Suplai udara yang akan disalurkan kedalam ruangan produksi

berasal dari dua sumber, yaitu berasal dari udara yang disirkulasi kembali

(sebanyak 80%), dan berasal dari udara bebas (sebanyak 20%). Suplai udara

tersebut kemudian melewati filter yang terdapat didalam Filter house yang terdiri

dari Prefilter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 35% dan Medium Filter

yang memiliki efisiensai penyaringan sebesar 95%, dan HEPAFILTER efisiensi

99,95% Selanjutnya suplai udara ini melewati Cooling Coil, evaporator yang akan

menurunkan suhu (T) dan kelembaban relatif (RH) udara. Kemudian udara

dipompa dengan menggunakan Static Pressure Fan (Blower) kedalam ruang

produksi melalui ducting (saluran udara). Jumlah udara yang masuk ke dalam

ruang produksi diatur dengan menggunakan volume dumper, selanjutnya udara

disirkulasi kembali ke AHS. Kecepatan pertukaran udara dalam ruangan produksi

20 kali per jam dan untuk koridor 25 kali per jam.

42
3.3.2 Personalia

Untuk mendukung kegiatan operasional, PT. MUTIFA memerlukan

personil yang memiliki ilmu pengetahuan sesuai dengan bidangnya, terampil dan

terlatih, disiplin, jujur dan mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi akan

pentingnya CPOB. Jumlah karyawan di Industri Farmasi PT. MUTIFA berjumlah

144 orang yang dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2 Jumlah personil PT. MUTIFA Medan

No Bagian Unit Jumlah (Orang)


1 Dewan Komisaris 1
2 Direktur Utama 1
3 Direktur 1
4 Asisten Direktur Bidang CPOB 1
5 Manager Planning 1
6 Manager 11
7 Supervisor 4
8 Kepala Bagian 2
9 Administrasi dan Keuangan 7
10 Research & Development 3
11 Unit Sirup 28
12 Unit Kapsul 5
13 Unit Tablet 25
14 Unit Bedak 4
15 Gudang Kemasan 4
16 Gudang Bahan Baku 8
17 Gudang obat jadi 3
18 Teknisi 5
19 Laboratorium 9
20 Kolektor 1
21 Akuntasi 3
22 Penjualan/pemasaran 2
23 Supir 3
24 Pembelian 1
25 Cleaning service 5
26 Satpam 6
Jumlah 144

Dalam rangka memenuhi persyaratan CPOB, langkah-langkah yang

diambil PT.MUTIFA Medan di bidang personalia adalah dengan cara

mengutuspimpinan atau staf untuk mengikuti pelatihan mengenai CPOB.

43
Selanjutnya, pimpinan atau staf tersebut memberikan bimbingan dan pelatihan

tentang CPOB kepada karyawan sehingga kegiatan perusahaan akan memenuhi

ketentuan CPOB.

Berdasarkan jenjang pendidikannya, personil PT. MUTIFA Medan terdiri

dari Apoteker, S-1, D-3, SLTA, SLTP dan SD yang dapat dilihat pada Tabel 3.3

berikut ini:

Tabel 3.3 Personil PT. MUTIFA

No Jenjang Pendidikan Jumlah (Orang)


1 Apoteker 10
2 Sarjana 11
3 Sarjana Muda 5
4 SLTA/Sederajat 101
5 SLTP 15
6 SD 2

3.3.3 Struktur Organisasi

Struktur Organisasi pada PT. MUTIFA merupakan struktur organisasi

yang memperlihatkan wewenang dan tanggung jawab, yang berarti bawahan

bertanggung jawab langsung kepada pimpinan. Struktur PT. MUTIFA dapat

dilihat langsung pada lampiran 1.

3.4 Penerapan CPOB PT. Mutiara Mukti Farma (PT. MUTIFA)

CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat

diproses dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang

sesuai tujuan penggunaan, serta dipersyaratkan dalam izin edar maupun

spesifikasi CPOB mencakup seluruh aspek dan pengendalian mutu. Sistem CPOB

adalah untuk penggendalian menyeluruh dan sangat esensial menjamin bahwa

konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan

tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa,

44
memulihkan atau memelihara kesehatan. Dimana prinsipnya bahwa mutu harus

dibentuk kedalam produk tersebut.Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan

pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang di

pakai dan personil yang terlibat.

3.5 Persyaratan Dasar CPOB

1. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara

sistem matis berdasarkan pengalaman, serta terbukti mampu secara

konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan

spesifikasi yang telah ditetapkan

2. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana

penunjang serta perubahannya yang signifikan yang divalidasi.

3. Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk:

a. Personil yang terkualifikasi dan terlatih.

b. Bangunan dan sarana dengan luas yang memadai.

c. Peralatan dan sarana penujang yang sesuai.

d. Bahan, wadah, dan label yang benar.

e. Prosedur tervalidasi dan instruksi yang disetujui.

f. Tempat penyimpanan, dan tranportasi yang memadai.

4. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang

jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana

yang tersedia.

5. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar.

6. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama

pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan

45
dalam prosedur, dan instruksi yang diciptakan benar-benar dilaksanakan

lalu jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang

diharapkan. Tiap penyimpanan dicatat secara lengkap dan di investigasi.

7. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran

riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensip, dan dalam

bentuk yang mudah di akses.

8. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil resiko terhadap

mutu obat.

9. Tersedia sistem penarikan kembali bets obat maupun dari peredaran.

3.6 Keterlibatan Dalam Produksi

Yang dimaksud dengan produksi adalah semua kegiatan mulai dari

penerimaan bahan awal, pengolahan, sampai dengan pengemasan untuk

menghasilkan obat jadi.Selama proses produksi berlangsung harus dilakukan

pengawasan selama proses atau yang disebut dengan In Proces Control baik

terhadap produk antara maupun produk ruahan dari tiap tahap produksi. Bagian

pengawasan mutu akan melakukan In Proces Control setelah seksi bagian

produksi membuat permohonan pemeriksaan produk antara maupun produk

ruahan yang sedang diperiksa, apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan diberi label merah dan tidak boleh diteruskan sebelum persyaratan

yang ditentukan atau bahan tersebut akan dimusnahkan jika tidak memungkinkan

untuk diproses ulang. Sedangkan produk yang diperiksa atau yang

berstatuskarantina diberi label kuning, dan jika lulus dari pemeriksaan akan diberi

label hijau dan dapat diteruskan ke proses selanjutnya.

46
Tugas dan fungsi bagian produksi PT. MUTIFA antara lain sebagai

berikut:

1. Melaksanakan pembuatan obat mulai dari permintaan bahan baku ke

gudang, pengolahan, pengemasan sampai pengiriman obat kegudang obat

jadi.

2. Melaksanakan secara teknis dan administratif semua tugas selama

pengolahan dan pengemasan dengan berpedoman kepada prosedur tetap

yang telah ditetapkan.

Sasaran utama yang harus dicapai oleh bagian produksi antara lain:

1. Menghasilkan produk yang diminta sesuai dengan jumlah yang ditetapkan

secara efektif dan efisien.

2. Memenuhi dan menyerahkan permintaan sesuai dengan jumlah dan waktu

penyerahan yang diminta.

Sebelum proses berlangsung ada beberapa hal yang perlu dipersiapan yang

agar produksi dapat berjalan lancar dan menghasilkan suatu produk sesuai dengan

yang diharapkan.

Tahapan yang perlu diperhatikan sebelum produksi adalah sebagai berikut:

1. Ruangan produksi harus tetap terjaga kebersihannya, dengan

menggunakan desinfektan untuk memperkecil terjadinya kontaminasi oleh

mikroorganisme, terutama ruang aseptis.

2. Temperatur dan kelembaban ruangan harus diatur sedemikian rupa sesuai

dengan sifat bahan yang akan digunakan. Bila perlu dapat digunakan Air

Conditioner (AC) sebagai alat pendingin ruangan dan dehumidifier

sebagai alat pengatur kelembaban.

47
3. Ruangan produksi harus mendapat penerangan dan pertukaran udara yang

cukup, karena dapat memperlancar kegiatan.

4. Alat-alat yang digunakan harus selalu dalam keadaan bersih dalam kondisi

baik.

Sebelum proses produksi berlangsung, dibuat laporan proses produksi

yang bertujuan untuk dokumentasi, sehingga jika terjadi kekeliruan atau kesalahan

pada proses produksi, maka segera diketahui pada proses mana kesalahan terebut

terjadi dan dilakukan langkah-langkah untuk mengatasi pemasalahan

tersebut.Laporan proses produksi berguna untuk menghitung jam kerja yang

diperlukan dalam mengerjakan suatu bets sediaan. Laporan ini dibuat dan

ditandatangani oleh petugas yang melaksanakan tahapan proses produksi. Selama

proses produksi berlangsung harus dilakukan pengawasan selama proses atau

yang disebut dengan In Proces Control (IPC) baik terhadap produk antara

maupun produk ruahan dari tiap tahap produksi. Bagian pengawasan mutu akan

melakukan In Proces Control setelah seksi bagian produksi membuat permohonan

pemeriksaan produk antara maupun produk ruahan yang sedang diperiksa, diberi

label kuning, dan jika lulus pemeriksaan diberi label hijau, sehingga dapat

diteruskan ke proses selanjutnya. Produk yang tidak memenuhi persyaratan yang

telah ditetapkan diberi label merah dan tidak boleh diteruskan sebelum

persyaratan yang ditentukan atau bahan tersebut akan dimusnahkan jika tidak

memungkinkan untuk diproses ulang.Setelah tahap pengemasan selesai, obat jadi

dikarantina dan kemudian dibuat permohonan pemeriksaan kebagian pengawasan

mutu untuk dilakukan Finished Pack Analysis. Obat jadi yang lulus pemeriksaan

selanjutnya diserahkan ke gudang obat jadi.

48
3.7 Bagian Produksi PT. MUTIFA
3.7.1 Unit Tablet

Unit ini dilengkapi dengan timbangan, mesin pencampuran bahan

granulator, mesin pencetak tablet lubrikator, FBD (Fluid Bed Dryer), mesin strip

dan mesin blister. Hal-hal yang diperiksa selama produksi adalah keseragaman

bobot, waklu hancur, ketebalan, kekerasan, kadar zat berkhasiat, friabilitas, LOD

(Loss on Drying) dan disolusi.

Setiap tahapan proses pembuatan tablet dibuat dalam ruangan terpisah dari

ruangan penimbangan, pencampuran, produk ruahan dan pengemasan. Ruangan

produksi tablet dengan gudang bahan baku sedemikian rupa sehingga waktu yang

dibutuhkan untuk mengangkat bahan baku dari gudang bahan baku ke gudang

produksi relatif cepat dan tidak melalui ruangan produksi lainnya sehingga

kemungkinan terjadi pencemaran silang dapat dihindari.

3.7.2 Unit Kapsul

Mesin-mesin yang digunakan pada produksi kapsul adalah mesin

pencampuran bahan, mesin pengisi kapsul dan oven. Pada produksi kapsul perlu

diperhatian kondisi ruangan yaitu temperatur dan kelembaban. Pengaturan

temperatur dengan memakai alat pendingin (AC) untuk mendapatkan temperatur

25ºC. Hal-hal yang diperiksa selama produksi adalah keseragaman bobot, kadar

zat berkhasiat, waktu hancur, disolusi dan LOD.

3.7.3 Unit Liquida

Untuk liquida memproduksi sedian bentuk cair seperti suspensi dan sirup.

Unit ini dilengkapi dengan mesin pencampuran dan mesin pengisi obat kedalam

wadah. Hal-hal yang diperiksa selama poduksi adalah pH, Berat Jenis (BJ)

49
larutan, keseragaman volume, viskositas larutan, kadar zat berkhasiat dan

kebocoran wadah.

3.8. Tinjauan kebagian-bagian lain

3.8.1 Departemen Pemastian Mutu/Quality Assurance (QA)

Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik

secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari obat

yang dihasilkan. Departemen QA dipimpin oleh seorang QA Manager yang

bertanggung jawab langsung kepada QA Manager.

Tugas-tugas bagian pemastian mutu mencakup:

1. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara memperhatikan

persyaratan CPOB dan cara berlaboratorium yang baik.

2. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan

CPOB diterapkan.

3. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.

4. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan dan penggunaan bahan

awal dan pengemas yang benar.

5. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses

pengemasan dan pengujian bets, dilakukan sebelum memberikan

pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi

semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian

atau pengawasan selama proses, pengkajian dokumen produksi termasuk

pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah

ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari spesifikasi produk jadi dan

pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.

50
6. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum Kepala Bagian Manajemen Mutu

(Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan

dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin

edarserta peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi,

pengawasan mutu dan pelulusan produk.

7. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat

mungkin produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani

sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/simpan obat.

8. Tersedia prosedur inspeksi diri atau audit mutu yang secara berkala

mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu.

9. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan didokumentasi.

10. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada

mutu produk.

11. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui.

12. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi

proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

3.8.2Departemen Pengawasan Mutu/QualityControl (QC)

Departemen QC di PT. MUTIFA bertanggung jawab untuk memastikan

bahwa:

 Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi identitas, kemurnian,

kualitas dan keamanan yang telah ditetapkan.

 Semua pengawasan selama proses (In Process Control) dan pemeriksaan

laboratorium terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut

memenuhi spesifikasi.

51
 Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang

telah ditetapkan.

Laboratorium pengawasan mutu di PT. MUTIFA bagi atas laboratorium

kimia dan laboratorium mikrobiologi. Kedua laboratorium tersebut dalam ruangan

yang terpisah dan memiliki alat pengujian masing masing. Selain itu, ruang

penimbangan, ruang penyimpanan bahan dan ruangan instrumen dipisahkan

secara tersendiri. Terdapat ruangan khusus untuk instrumen Spektrofotometer dan

ruang High Permance Liquid Chromatography (HPLC) dan terdapat juga lemari

asam yang memiliki sistem penghisap udara tersendiri.

Sampah dan sisa bahan laboratorium QC dibuang pada tempat yang sudah

disediakan. Bahan beracun dan bahan yang mudah terbakar disimpan pada tempat

khusus dan tempat terpisah. Limbah yang dihasilkan dari bagian QC dibuang ke

Instalasi Pengolahan Air Limbah di PT MUTIFA. Personil bagian QC terdiri dari

Apoteker dan analisis yang terdidik, terlatih serta berpengalaman di bidangnya.

Tugas dan wewenang personil diterangkan dalam protap yang disimpan oleh

personil yang bersangkutan. Tiap personil menggunakan pakaian jas laboratorium,

masker dan sarung tangan yang diperlukan untuk tugasnya. Peralatan

laboratorium uji disesuaikan dengan prosedur pengujian. Dibuat protab

untukpengoperasian dan peralatan serta dilekatkan pada dinding yang berdekatan

dengan peralatan yang bersangkutan.Perawatan dan kalibrasi peralatan dilakukan

secara rutin dan didokumentasikan. Terdapat penandaan yang jelas tentang

keadaan peralatan apakah berfungsi baik atau tidak. Tanggal dan waktu kalibrasi

selanjutnya tertera pada instrumen dengan jelas.

52
Prosedur pengujian yang akan digunakan terlebih dahulu divalidasi dengan

memperhatikan fasilitas dan peralatan yang ada. Spesifikasi dan prosedur

pengujjian untuk setiap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi

memuat ketentuan dan cara pemeriksaan serta pengujian identitas, kemurnian,

kualitas dan kadar (potensi).

Prosedur pengujian memuat:

1. Jumlah contoh yang diperlukan

2. Banyaknya pereaksi yang digunakan untuk pengujian

3. Alat atau instrumen yang digunakan

4. Rumus perhitungan yang digunakan

5. Range yang diperbolehkan

6. Referensi yang digunakan sebagai acuan.

Pengujian dilakukan mengikuti instruksi pada prosedur pengujian untuk

masing-masing bahan atau produk dan diperiksa oleh supervisor. Catatan analisa

meliputi:

1. Nama dan nomor bets

2. Nama petugas yang mengambil contoh

3. Metode analisa yang digunakan

4. Perhitungan dalam unit ukuran, rumus yang digunakan dan range yang

diperbolehkan

5. Kesimpulan (diterima atau ditolak)

6. Tanggal dan tanda tangan petugas yang melakukan pengujian

7. Nama pemasok, jumlah keseluruhan dan jumlah bahan awal yang diterima

53
8. Jumlah keseluruhan, wadah, bahan baku, bahan pengemas, produk antara,

produk ruahan dan obat jadi dari bets yang dianalisa

9. Rujukan pustaka dari mana prosedur pengujian diambil

Contoh pertinggal diberi identitas yang jelas, mewakili tiap bets bahan

baku yang diterima dan obat jadi dalam kemasan lengkap disimpan dalam jangka

waktu tertentu (sampai batas waktu kadaluarsa) dengan kondisi yang sesuai

dengan label penandaan. Jumlah sampel pertinggal adalah minimal 2 kali dari

jumlah sampel yang dibutuhkan untuk pengujian lengkap.

Validasi yang dilakukan oleh PT. MUTIFA antara lain:

1. Validasi metode analisa, dilakukan untuk mengetahui metode analisis

sesuai tujuan penggunaanya.

2. Validasi proses isi dari validasi proses terdiri dari komposisi/formula,

spesifikasi bahan baku, bagan alur proses, perlengkapan dan peralatan

terkait, sistem penunjang, kondisi ruangan, proses pembuatan dan

parameter kritis, dokumentasi, stabilitas dan pengemasan.

3. Validasi pembersihan, dilakukan hanya untuk permukaan alat yang

bersentuhan langsung dengan produk.

Spesifikasi ditetapkan sendiri oleh pabrik yang telah memenuhi

persyaratan yang ada dalam farmakope dan senantiasa direvisi secara rutin.

Spesifikasi dibuat dalam bentuk dokumen dan disimpan tersendiri yang meliputi:

1. Spesifikasi bahan baku

2. Spesifikasi bahan pengemas

3. Spesifikasi produk antara

4. Spesifikasi produk ruahan

54
5. Spesifikasi produk jadi.

Pengambilan sampel dilakukan terhadap sebagian kecil dari bets yang ada.

Sampel yang diambil hendaklah mewakili bets yang ada dan berdasarkan prosedur

tetap yang telah dibuat. Jumlah sampel yang diambil mengikuti rumus √𝑛 + 1.

Bahan baku.yang akan diuji telah dilengkapi dengan sertifikat analisis dari

produsen atau supplier, bahan pengemas dilihat dari segi fisiknya. Pengawasan

pada kemasan diperiksa oleh IPC sebelum kegiatan pengemasan berjalan, selama

proses berlangsung, dan pada produk akhir yang sudah dikemas. Untuk menjamin

keseragaman bets, sampel diambil mewakili setiap bets produk antara dan produk

ruahan untuk diuji identitas, kekuatan, kemurnian dan kualitasnya. Produk antara

dan produk ruahan yang ditolak diberi penandaan dan diawasi dengan sistem

karantina.

Setiap bets obat jadi dilakukan pengujian terhadap spesifikasi yang

ditetapkan, bets yang tidak memenuhi syarat, dilakukan penyelidikan dan

dilakukan pengujian ulang bersama bagian penelitian dan pengembangan. Bila

dilakukan pengolahan ulang, maka prosedur tersebut harus diperiksa, dan

disetujui oleh bagian QA. Setiap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan

produk jadi yang telah diuji dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan diberi

label “DILULUSKAN”

Setiap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi telah

ditetapkan batas waktu penyimpanannya. Jika obat telah melewati batas waktu

penyimpanan, maka bagian QC akan melakukan pengujian ulang berdasarkan

tanggal pengujian ulang. Jika masih memenuhi syarat maka bahan diberi label

“DILULUSKAN”.

55
3.8.3Departemen Produksi

Departemen produksi dipimpin oleh seorang apoteker dengan jabatan

mManager Produksi yang memiliki tanggung jawab penuh dalam produksi obat,

diantaranya:

a. Pemastian bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur

b. Pemberian persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan

penerapannya secara tepat

c. Pengevaluasian dan penandatanganan catatan pengolahan bets sebelum

diserahkan kepada Departemen QA

d. Pemeriksaan pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian

produksi

e. Pemastian pelaksanaana validasi, dan

f. Pemastian pelaksanaan pelatihan awal dan berkesinambungan bagi

personil di departemennya sesuai kebutuhan.

3.8.4 Gudang

Tugas dan tanggung jawab bagian gudang:

1. Mengelola penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran semua inventaris yang

meliputi bahan baku, bahan kemas dan obat jadi, dan barang non inventory

yang berfungsi untuk menunjang kegiatan pabrik.

2. Memonitor persediaan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi.

Gudang melaksanakan penyimpanan dan pengeluaran bahan baku, sediaan

jadi dan kemasan dengan memakai prinsip FIFO (First In First Out) maupun

FEFO (First Expired First Out). Gudang terbagi 3 yaitu gudang bahan baku,

gudang sediaan jadi dan gudang kemasan yang dibuat dengan sistem satu pintu.

56
Pelaksanaan kegiatan di gudang adalah menerima, menyimpan, memelihara,

menyalurkan bahan baku, bahan sediaan dan kemasan serta melaksanakan

administrasi, penyimpanan, penyaluran sesuai peraturan dan ketentuan yang

berlaku.

Proses masuknya bahan baku ke gudang adalah sebagai berikut:

1. Bahan dipesan menggunakan Surat pesanan (SP).

2. Selanjutnya bahan baku yang masuk ke gudang harus disertai dengan

Certificate of Analysis (CoA) dan disesuaikan dengan SP.

3. Lalu diperiksa kondisi fisik dari bahan tersebut.

4. Bon faktur ditanda tangani oleh kepala gudang, lalu diserahkan ke kasir

industri.

5. Bahan baku yang masuk tersebut langsung dibuat Bukti Barang Masuk

(BBM).

Selanjutnya bahan dikarantina untuk di analisis lebih lanjut. Barang yang

belum diperiksa atau dalam tahap pemeriksaan diberi label karantina. Label

karantina ini diberi warna kuning berisi nama barang, jumlah, nomor bets tanggal

diterima, unit penerimaan dan tanda tangan. Barang yang diluluskan diberi label

“diluluskan” berwarna hijau, serta berisi nama barang, tanggal diterima, jumlah,

pembuat atau penyalur nomor bets asal dan data yang diisi oleh unit

QualityControl (QC) (tanggal tes, nomor lot, tanda tangan dan tanggal

kadaluarsa), sedangkan barang yang ditolak diberi label “ditolak” yang berwarna

merah dan berisi nama barang, jumlah, nomor bets, tanggal diterima, dan tanda

tangan bagian QC.

57
Bahan baku atau kemasan yang ditolak oleh unit Quality Control (QC)

akan merobek label “karantina” dan ditempelkan label “ditolak” yang berwarna

merah serta menempatkannya didaerah ditolak. Khusus bahan baku dan kemasan

yang ditolak, unit Quality Control (QC) harus membuat surat penolakan kepada

pemasok dengan menyebutkan alasan penolakan. Barang yang sesuai dengan

spesifikasi atau persyaratan selanjutnya disimpan di gudang obat jadi atau bahan

baku, dan dibuat berita acara penerimaan barang.

Bahan baku, sediaan jadi, maupun kemasan yang disimpan di gudang

memiliki kartu stock yang berfungsi sebagai kontrol dan memudahkan

pemeriksaan jika ada kekeliruan. Penyimpanan bahan baku disusun berdasarkan

jenis bahan baku, sedangkan untuk bahan baku cair disimpan terpisah. Untuk

penyimpanan kemasan disusun berdasarkan bentuk dan jenisnya sehingga mudah

dalam pengambilan maupun penyusunannya. Bahan baku dan kemasan yang tidak

tahan pada suhu kamar, disimpan pada ruangan khusus yang dilengkapi dengan

AC.

3.8.5 Limbah

Penanganan limbah di PT. MUTIFA dibawah tanggung jawab. Limbah di

PT. MUTIFA terdiri dari limbah non beta laktam dan beta laktam, yang kemudian

dibagi menjadi limbah cir, limbah padat, limbah suara dan limbah getaran.

3.8.5.1 Limbah Non Beta Laktam

Limbah non beta laktam di PT, MUTIFA ada 3 jenis yaitu:

58
1. Limbah cair

Sumber limbah cair berasal dari air cucian di ruang produksi dan air cucian

alat-alat di laboratorium. Proses pengolahan limbah cair, yaitu:

1. Limbah cair yang dikeluarkan ditampung dalam bak penampungan

selanjutnya dialirkan ke bak netralisasi.

2. Pada bak netralisasi kalau perlu ditambahkan air kapur untuk menetralkan

limbah cair yang dikeluarkan. Selanjutnya limbah cair yang telah netral

dialirkan ke bak aerasi.

3. Pada bak aerasi cairan limbah dialirkan dengan menggunakan aerator yang

bertujuan untuk menginjeksikan oksigen ke dalam bak tersebut supaya

oksigen yang diinjeksikan tersebut dapat melakukan penguraian bahan-

bahan organik yang terdapat dalam limbah cair tersebut.

4. Dari bak aerasi, limbah mengalir ke bak sedimentasi. limbah cair

diendapkan dan selanjutnya mengalir ke bak biokontrol. Pada bak

biokontrol dilakukan pengujian terhadap hasil pengolahan limbah cair

tersebut berupa nilai BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD

(Chemical Oxygen Demand) TSS, TDS, pH secara periodik.

5. Dari bak biokontrol limbah cair dibuang ke saluran pembuangan.

59
Diagram sistem pengolahan limbah cair dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut ini:

Limbah cair Bak Penampungan


produksi
Bak Netralisasi

Bak aerasi

Bak Sedimentasi

Bak biokontrol

Gambar3.2 Diagram sistem pengolahan limbah cair PT. MUTIFA

Tolak ukur dipakai untuk pemantauan limbah cair adalah berdasarkan

baku mutu air limbah yang diisyaratkan dalam Surat Keputusan Menteri Negara

Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 03/Men KLH/II/1991 seperti yang

terdapat dalam tabel berikut :

Tabel 3.4. Tolak Ukur Pemantauan Limbah Cair PT. MUTIFA

Proses Pembuatan Formulasi


Parameter Bahan Formula (Pencampuran
(mg/L) (mg/L)
BOD
100 75
(Biological Oxigen Demand)
COD
300 150
(Chemical Oxygen Demand)
TSS
100 75
(Total Suspended Solid)
Total-N 30 -
Fenol 1,0 -
Ph 6,0 – 9,0 60 – 9,0

60
2. Limbah Padat

Limbah padat ini berasal dari:

a. Bekas kemasan bahan awal (bahan baku/bahan kemasan) seperti kertas,

kotak karton, wadah kayu/plastik kaca, drum dan kaleng.

b. Buangan proses produksi seperti tepung sisa proses, produk antara atau

ruahan yang rusak atau kotor, kemasan (alumunium foil, botol, dus dan lain-

lain)

c. Buangan bahan hasil pengujian laboratorium seperti tablet bekas pengujian

kekerasan, waktu hancur dan lain-lain.

d. Bahan awal yang rusak

e. Produk obat jadi yang rusak

f. Wadah bekas bahan produksi (plastik, tong rusak, dan lain-lain)

g. Limbah padat domestik

Tolak ukur yang dipakai untuk pemantauan limbah padat adalah kualitas

lingkungan atau kebersihan didalam area industri, dimana tidak didapat lagi

limbah padat yang berserakan dipabrik. Diagram sistem pengolahan limbah padat

di PT. MUTIFA adalah sebagai berikut :

Gambar3.3 Diagram sistem pengolahan limbah padat di PT. MUTIFA

61
3. Limbah Udara

Limbah udara ini berasal dari:

a. Gas, uap dan asap

 bahan kimia/reagensia

 bahan baku seperti amonia liquida, alcohol dan lain-lain

 Pembakaran zat padat

 Asap pembakaran sampah

b. Debu produksi

Tolak ukur yang dipakai untuk pemantauan limbah udara adalah kualitas udara

didalam dan diluar lingkungan pabrik, meliputi kadar NH2, SO2, CO, NO2, TSP.

Sistem penanggulangan limbah udara antara lain tertera pada tabel berikut :

Tabel 3.5 Sistem penanggulangan limbah udara

Jenis Cara Pengendalian


1. Bahan kimia atau 1. Lemari asam
reagensialaboratorium 2. Incenerator cerobong tinggi
2. Asap pembakaran sampah 3. Exhaust fran
3. Uap solven 4. Pemasangan dust collector
4. Debu produksi

4. Limbah Suara
Limbah suara ini berasal dari mesin produksi, genset, mesin system

penunjang (AHU, mesin boiler). Cara pengendalian limbah suara ini dapat diatasi

dengan menggunakan ear insert oleh pekerja.

Tolak ukur yang digunakan untuk pemantauan limbah suara adalah angka

kebisingan dan getaran didalam dan diluar area pabrik yang diukur sesuai dengan

angka kebisingan maksimum 65 dB dan getran maksimum7,5Hz.

62
3.8.5.2 Limbah Beta Laktam

Jenis limbah beta laktam dapat berupa limbah cair, padat, udara dan suara.

Limbah cair berasal dari gedung produksi beta laktam berupa pencucian alat atau

mesin. Limbah padat berupa wadah bekas bahan baku antibiotik beta laktam,

bahan baku beta laktam yang rusak, tong plastik, buangan bekas proses produksi

dan produk jadi antibiotik beta laktam yang rusak. Limbah udara berupa debu

produksi antibiotik beta laktam. Limbah suara berasal dari mesin produksi, genset,

mesin system,penunjang (AHU, mesin boiler).

1. Limbah Cair

Limbah cair yang berasal dari gedung beta laktam dialirkan ke bak atau

kolam perusakan cincin beta laktam dengan menggunakan larutan NaOH, setelah

itu dialirkan atau digabung dengan limbah cair non beta laktam di bak

penampungan dan seterusnya diolah bersama.

2. Limbah Padat

Limbah padat yang berupa wadah yang mengandung bahan antibiotik beta

laktam dicuci dan dibilas bersih dengan air bersih diruang pencucian didalam

gedung beta laktam.air pencucian tersebut merupakan limbah cair dari gedung

beta laktam yang dialirkan ke bak perusak cincin beta laktam, sedangkan wadah

yang telah dicuci dan dibilas bersih tersebut dikeluarkan dari gedung beta laktam

dan ditangani limbahnya seperti pada pengolahan limbah padat non beta laktam.

3. Limbah Udara

Limbah udara berupa debu produksi disedot dan dikumpulkan oleh dust collector.

63
4. Limbah Suara

Limbah suara sistem penanganannya sama dengan penanganan limbah suara

di non beta laktam.

3.8.6 Sistem Tata Udara

Ruang produksi juga dilengkapi utilitas seperti Sistem Tata Udara

menggunakan Air Handling System (AHS) yang dibagi menjadi 3 zona. Zona A

untuk tablet dan kapsul, zona B untuk koridor dan zona C untuk krim dan

penyetripan, dengan menggunakan sistem resirkulasi dengan penambahan 20%

fresh air.

3.8.7 Sistem Pengolahan Air

Sumber air yang digunakan di PT. MUTIFAberasal dari air sumur

dangkal.Air tersebut kemudian ditampung kedalam tangki dengan kapasitas

11.000 L.

Pengolahan air selanjutnya sebagai berikut :

1. Air disaring dengan menggunakan filter 25 µm, lalu dialirkan kedalam sand

filter, untuk menyaring partikel partikel yang terdapat didalam air.

2. Kemudian air akan masuk kedalam carbon filter, untuk menghilangkan bau,

rasa dan warna yang terdapat di dalam air, air yang keluar berupa air baku.

3. Kemudian air akan masuk kedalam resin penukar kation, tujuannya adalah

untuk menghilangkan ion-ion positif yang terdapat di dalam air.

4. Tahap selanjutnya air masuk kedalam resin penukar anion, tujuanya untuk

menghilangan ion-ion negatif yang terdapat didalam air.

5. Kemudian air akan masuk kedalam mixbed, tujuanya adalah untuk menyaring

kembali kation anion yang masih mungkin terdapat di dalam air, air yang

64
keluar dari mixbed ini merupakan air demineralisata dengan konduktivitas

maksimal 20 s.

6. Tahap selanjutnya air dimurnikan menggunakan sistem reverse osmosis (RO)

yang merupakan suatu metoda penyaringan berbagai molekul dan ion dari

suatu larutan dengan menggunakan membran semipermiabel, tahap pemurnian

ini dimulai dari :

a. Air dari penampungan akan masuk kedalam membran RO untuk

menyaring ion-ion yang mungkin masih ada di dalam air.

b. Kemudian air akan masuk kedalam mixbed untuk tahap polising anion dan

kation.

c. Setelah itu air akan masuk kedalam filter 0,2 µm untuk partikel yang

masih ada terdapat pada air.

d. Air akan melewati sinar UV

e. Terakhir air muni akan masuk pada tangki produksi dengan konduktivitas

antara 0-1,3s.

Apabila resin telah jenuh akan diregenerasi, regenerasi resin kation ini

dapat dilakukan dengan cara penambahan HCl dan resin anion dapat dilakukan

dengan penambahan NaOH dan regenerasi mixbed dapat dilakukan dengan

penambahan HCl + NaOH.

Air murni disirkulasikan ke ruang produksi dengan sistem looping yang

mengalir terus-menerus dan sanitasi pipa dilakukan dengan pemanasan pada suhu

850-900C selama 30 menit. Sistem pengolahan air di PT. MUTIFAtelah

dikualifikasi sampai fase III dan telah memenuhi syarat.

65
BAB IV
PEMBAHASAN

Industri farmasi sebagai produsen obat-obatan harus dapat menjamin

bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan terus menjaga

konsistensi mutunya dalam setiap pembuatan. Salah satu pedoman yang

digunakan industri farmasi untuk menghasilkan produk yang bermutu adalah Cara

Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

PT. MUTIFA Medan sebagai salah satu PMDN (Pemegang Modal Dalam

Negeri) yang memproduksi obat telah menerapkan CPOB sejak bulan April tahun

1994. Penerapan CPOB dan seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu

langkah untuk menjamin mutu obat jadi, sehingga memenuhi persyaratan yang

ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam prosesnya, mutu dalam

produk harus dibentuk di dalam produk tersebut, tidak cukup hanya lulus dari

pemeriksaan mutu. Aspek-aspek yang mempengaruhi proses pembentukan mutu

terhadap produk tertuang dalam aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam

CPOB. Selama Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA), penulis melakukan

pengamatan terhadap proses pembentukan mutu melalui penerapan CPOB.

4.1 Manajemen Mutu

Untuk menjamin khasiat, keamanan dan mutu produknya, PT. MUTIFA

memiliki manajemen mutu sesuai dengan CPOB 2018. Hal ini dapat dilihat dari

adanya pemisahan kewenangan dan tanggung jawab departemen QA dan QC.

Departemen QA diwajibkan bertanggung jawab dalam menjamin mutu produk

mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi

konsumen, termasuk di dalamnya pemilihan pemasok. Sistem mutu ditetapkan

berdasarkan CPOB.

66
Beberapa hal yang ditangani departemen QA antara lain:

1. Penyelenggaran pelatihan CPOB kepada karyawan yang bekerja di area

produksi dan pengawasan mutu

2. Penanganan dan pengendalian sistem dokumentasi, Menyusun dan

mengendalikan protap

3. Melaksanakan validasi

4. Mengadakan audit terhadap pemasok

5. Melaksanakan inspeksi diri

6. Penolakan dan pelulusan obat jadi

7. Penyelidikan terhadap kegagalan

8. Penanganan Hasil Uji di Luar Spesifikasi (HULS)

9. Penanganan keluhan, penarikan kembali obat jadi dan penanganan obat

kembalian.

Departemen QC memiliki kewenangan dan tanggung jawab melaksanakan

pengawasan dan pengujian seluruh bahan awal yang akan digunakan dalam

produksi, melakukan pengawasan selama proses produksi dan pengujian obat jadi.

Sedangkan departemen QA memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk

menyusun kebijakan mutu perusahaan berdasarkan CPOB yang dapat menjamin

mutu obat yang dihasilkan agar sesuai dengan persyaratan mutu obat yang telah

ditetapkan dan memastikan seluruh kegiatan yang terlibat dalam proses

pembuatan obat, melaksanakan kebijakan tersebut. Departemen QA menjadi

polisi yang mandiri untuk memantau keseluruhan proses pembuatan obat mulai

dari rencana design industri (R&D), pembelian bahan, proses produksi hingga

distribusi obat jadi.

67
4.2 Personalia

PT. MUTIFA memiliki struktur organisasi di mana departemen produksi,

QA dan QC dipimpin oleh manager yang berbeda serta tidak saling bertanggung

jawab satu dengan yang lain. Untuk mendukung kegiatan operasionalnya, PT.

MUTIFA memerlukan personil yang terampil dan terlatih. Status dan jumlah

personil dilihat pada tabel 3.3. Dalam rangka memenuhi persyaratan CPOB,

langkah-langkah yang diambil PT. MUTIFA Medan dibidang personalia adalah

dengan cara mengirim pimpinan atau staf untuk mengikuti pelatihan mengenai

CPOB. Selanjutnya diharapkan pimpinan atau staf tersebut dapat memberikan

bimbingan dan pelatihan tentang CPOB kepada karyawan sehingga kegiatan

perusahaan akan memenuhi ketentuan CPOB.

4.3 Bangunan dan Fasilitas

Lokasi PT. MUTIFA Medan dibangun di kawasan yang jauh dari pusat

kota dan keramaian. Bangunan produksi antibiotik beta laktam terpisah dengan

bangunan produksi non beta laktam. Area penimbangan bahan awal dilakukan di

area penimbangan yang terpisah dan didesain khusus untuk kegiatan tersebut.

Area ini merupakan bagian dari area produksi. Ruang produksi dirancang

mengikuti alur proses produksi sehingga memperkecil resiko terjadinya

kekeliruan antara produk obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah

pencemaran silang dan memperkecil resiko terlewatnya atau salah melaksanakan

tahapan proses produksi. Di dalam area produksi terdapat ruang pengawasan

selama proses (In Process Control).

Area produksi diventilasi menggunakan AHU termasuk filter udara

dengan tingkat efisiensi yang dapat mencegah pencemaran dan pencemaran silang

68
serta mengendalikan suhu dan kelembaban. Area di mana dilakukan kegiatan

yang menimbulkan debu seperti penimbangan bahan, pencampuran dan

pencetakan tablet memiliki dust collector. Area penyimpanan PT. MUTIFA

terdiri dari gudang bahan baku, gudang bahan kemasan, dan obat jadi. Gudang

bahan baku terdiri dari ruang administrasi, karantina, penolakan, penyimpanan

bahan baku psikotropik yang terkunci, pengambilan sampel, penyimpanan bahan

baku setelah diluluskan. Gudang bahan kemasan terdiri dari ruang administrasi,

karantina, produk kembalian, produk ditolak, penyimpanan aluminium foil,

penyimpanan brosur dan label, penyimpanan kemasan sekunder seperti master

dus, kotak karton dan botol. Gudang bahan jadi terdiri dari ruang karantina,

penolakan, penyimpanan produk jadi setelah diluluskan.Penyusunan bahan baku,

bahan kemasan dan produk jadi di gudang masing-masing, menggunakan palet

yang terbuat dari kayu, berfungsi agar tidak berkontak langsung dengan lantai,

tidak tercemar debu, kotoran dan terhindar dari rembesan air. Area pengawasan

mutu memiliki ruangan terpisah untuk memberi perlindungan terhadap instrumen

seperti spektrofotometri UV-Visibel. Ruang istirahat, kantin, toilet dan bengkel

tidak berhubungan langsung dengan area produksi, laboratorium pengawasan

mutu dan area penyimpanan.

4.4 Peralatan

Alat timbang dan alat ukur untuk proses produksi dan pengawasan

dikalibrasi secara berkala. Dalam tiap ruang produksi dapat terdapat satu atau dua

peralatan yang berhubungan satu sama lain, yaitu:

1. Ruang pencampuran hanya terdapat satu alat super mixer

2. Ruang granulasi hanya terdapat satu alat granulator

69
3. Ruang pengeringan hanya terdapat alat granulator dan Fluid Bed Dryer (FBD)

4. Ruang lubrikasi hanya terdapat satu alat drum mixer

Tiap ruang tidak berhubungan secara langsung sehingga kontaminasi

silang dan kekeliruan pengerjaan dapat dikurangi.

4.5 Sanitasi dan Hygiene

Setiap personil yang masuk ke dalam area produksi (grey area) harus

mengenakan pakaian pelindung, masker, sarung tangan dan penutup kepala. Hal

ini dilakukan untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk

keamanan personil. Personil mencuci tangan sebelum memasuki area produksi.

Sarana toilet dan tempat cuci tangan mudah diakses dari area

produksi.Pembersihan ruangan dan peralatan produksi dilakukan setiap hari

setelah kegiatan produksi berakhir dengan vacum cleaner dan kuas. Penyimpanan

peralatan dan bahan pembersih pada ruangan terpisah dengan ruang pengolahan.

4.6 Produksi

Produksi adalah semua kegiatan dari penerimaan bahan awal, pengolahan

sampai pengemasan untuk menghasilkan obat jadi. Proses produksi dilaksanakan

berdasarkan rencana produksi mingguan. Manager produksi akan menurunkan

Surat Perintah Produksi (SPP) kemudian melampirkan catatan pengolahan dan

pengemasan batch. Bersama dengan dikeluarnya SPP, manager produksi juga

mengeluarkan Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB) kepada kepala gudang,

Bahan awal kemudian diserahkan ke ruang penimbangan. Untuk tiap

penimbangan dilakukan pembuktian kebenaran identitas, jumlah bahan yang

ditimbang oleh dua petugas penimbangan dan pembuktian tersebut dicatat.

Sebelum dilakukan pengolahan, peralatan diperiksa kebersihannya dan dinyatakan

70
bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan

dilaksanakan mengikusi prosedur pengolahan induk. Pengawasan selama proses

produksi dilakukan pada produk antara dan produk ruahan.

Kegiatan pengemasan dilakukan pada produk ruahan agar dihasilkan

produk jadi. Produk jadi dikarantina pada area produksi. Bagian pengawasan mutu

melakukan finished pack analysis dan pengambilan sampel pertinggal. Setelah

produk jadi memenuhi persyaratan spesifikasi, departemen pemastian mutu

meluluskannya. Produk jadi kemudian diserahkan ke gudang obat jadi dan siap

didistribusikan.

4.7 Pengawasan Mutu

Departemen pengawasan mutu di PT. MUTIFA bertanggung jawab atas:

1. Pelaksanaan pengambilan contoh.

2. Pemeriksaan contoh bahan baku, produk ruahan dan produk jadi.

3. Menyusun dan merevisi prosedur tetap yang diperlukan departemen

QC.

4. Menjaga kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan.

Bahan baku yang baru datang masuk ke gudang diberi status karantina.

Gudang akan mengirimkan slip penerimaan barang kedepartemen QC.

Berdasarkan slip yang diterima, QC kemudian melakukan pengambilan contoh

untuk semua bahan aktif dan bahan penolong. Setiap bahan baku yang masuk

harus dilengkapi dengan sertifikat analisa yang akan digunakan sebagai acuan

pemeriksaan bahan. Setelah diperiksa, bahan baku yang diluluskan ditempelkan

label released (warna hijau) kemudian disimpan di gudang. Apabila bahan baku

ditolak ditempelkan label rejected (warna merah) dan ditempatkan pada area

71
ditolak yang ada di gudang. Kemudian dikembalikan kepada pemasok. Penolakan

terhadap bahan baku dilakukan berdasarkan literatur dan COA.

Produk ruahan adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk

dikemas. Pengambilan contoh dilakukan pada saat pembuatan berlangsung yaitu

pada awal, tengah dan akhir proses. Produk ruahan harus segera diperiksa sesuai

dengan spesifikasinya. Produk jadi adalah produk yang telah melewati seluruh

tahapan produksi, termasuk pengemasan dan siap untuk didistribusikan.

Pengambilan contoh dilakukan pada proses pengemasan yaitu pada awal, tengah

dan akhir pengemasan. Setelah diperiksa sesuai dengan spesifikasinya, penerbitan

label released/rejected harus diparaf oleh manager QA.

4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu& Persetujuan Pemasok

Inspeksi diri PT. MUTIFA diadakan satu tahun sekali. Inspeksi diri

dilakukan oleh tim inspeksi diri yang diketuai oleh manager QA. Inspeksi diri

dilakukan terhadap departemen Produksi, R&D, QC, QA, dan Teknik. Laporan

dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan.Inspeksi yang dilakukan pada

tiap-tiap departemen mencakup antara lain:

1. Personalia

2. Bangunan

3. Perawatan bangunan dan peralatan

4. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi

5. Peralatan

6. Pengolahan dan pengawasan selama proses

7. Pengawasan mutu

8. Dokumentasi

72
9. Sanitasi dan hygiene

10. Program validasi dan revalidasi

11. Kalibrasi alat

12. Prosedur penarikan kembali obat jadi

13. Penanganan keluhan

14. Pengawasan label

15. Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan

Laporan tersebut mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan,

saran tindakan perbaikan. Audit mutu dilakukan oleh badan POM. Audit ini

mencakup aspek CPOB. Badan POM didampingi manager QA melaksanakan

audit langsung di lapangan.

4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk

dan Produk Kembalian

Keluhan dapat berupa keluhan menyangkut efek samping obat dan

menyangkut teknis kualitas obat. Keluhan tersebut dilaporkan ke departemen QA.

Keluhan yang menyangkut teknis kualitas obat dapat dibagi atas:

1. Kategori A

Misalnya kesalahan pada cetakan bahan pengemas yang mengandung

resiko bagi pasien, laporan negatif dari media massa yang berkaitan dengan

keamanan obat dan pemalsuan.

2. Kategori B

Misalnya kesalahan dalam bahan pengemas tercetak yang tidak

mengandung resiko terhadap pasien (nomor kode tidak ada) dan cacat estetik.

Tindak lanjutnya dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk

73
(recall). Penarikan obat jadi dapat dilakukan karena keinginan produsen (misalnya

mau mengganti kemasan) atau keinginan badan POM. Produk kembalian yang

ditarik akan disimpan di gudang. Penanganan selanjutnya bisa dihancurkan,

dijadikan stok kembali atau diolah kembali.

4.10 Dokumentasi

Sistem dokumentasi PT. MUTIFA meliputi:

1. Prosedur tetap (protap)

2. Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi)

3. Catatan pengolahan batch dan catatan pengemasan batch

4. Penandaan (status ruangan, mesin, label karantina, released, rejected)

5. Protokol dan laporan validasi

6. Dokumen registrasi

7. Catatan kalibrasi

8. Catatan Verifikasi

Sistem dokumentasi merupakan hal yang penting dalam industri farmasi

untuk memastikan bahwa setiap karyawan mendapat instruksi yang jelas dan rinci

mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko

terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul apabila hanya

mengandalkan instruksi lisan. Sistem dokumentasi produk (catatan pengolahan

dan pengemasan batch) harus menggambarkan riwayat lengkap dari setiap batch

suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran kembali

terhadap Batch yang bersangkutan apabila terdapat kesalahan selama produk

tersebut dipasarkan.

74
4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus di buat secara benar,

disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahamam yang dapat

menyebabkan produk atau pekerja dengan mutu yang tidak yang tidak

memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus

di buat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-

masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets

produk untuk diedarkan yang menjadi tangungg jawab penuh kepada bagian

manajemen mutu (pemastian mutu).

4.12 Kualifikasi dan Validasi

Validasi proses yang dilakukan PT. MUTIFA adalah conccurent

validation. Validasi yang dilakukan oleh PT. MUTIFA adalah validasi proses

terhadap produk yang telah diproduksi dan dipasarkan tetapi belum pernah

dilakukan validasi.Manager QA membentuk tim validasi dan menyusun protokol

validasi untuk produk yang akan divalidasi. Kegiatan validasi akan dilakukan oleh

departemen yang bersangkutan, dimonitor dan didokumentasikan oleh tim

validasi. Setiap akhir validasi harus dibuat suatu laporan validasi sebagai

pertanggungjawaban. Kualifikasi di PT. MUTIFA merupakan tanggung jawab

departemen teknik. Kualifikasi adalah pembuktian secara tertulis berdasarkan data

yang menunjukan bahwa suatu peralatan, fasilitas, sistem penunjang dan proses

pengemasan secara otomatis bekerja sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

75
Kualifikasi mencakup:

3. Design Qualification (DQ)

Dokumen awal yang harus disiapkan mencakup desain alat dan spesifikasi

konstruksi. DQ hanya dilakukan untuk alat/sistem baru dan harus disiapkan

sebelum instalation qualification.

4. Instalation Qualification (IQ)

Pembuktian secara tertulis bahwa peralatan terpasang dengan benar dan

memenuhi desain yang telah ditentukan

5. Operational Qualification (OQ)

Pembuktian secara tertulis bahwa peralatan dapat dioperasikan sesuai

dengan desain yang telah ditentukan dan memenuhi kriteria penerimaan. Protap

pengoperasian alat harus dibuat segera setelah melakukan OQ.

6. Performance Qualification (PQ)

Pembuktian secara tertulis bahwa peralatan dapat secara konsisten

memberikan kinerja yang baik atau berfungsi menghasilkan produk sesuai standar

mutu yang telah ditetapkan. PQ untuk peralatan dapat juga mengambil data dari

validasi proses.

76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Tugas dan Fungsi apoteker di Industri farmasi yakni dibagian produksi,

bidang pemastian mutu dan pengawasan mutu

2. PT. Mutiara Mukti Farma (PT. MUTIFA) Industri Farmasi telah

menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam

pelaksanaan kegiatan dan telah memiliki sertifikat CPOB untuk produk

Betalaktam dan Nonbetalaktam.

5.2 Saran

Diharapkan kepada pihak PT. Mutiara Mukti Farma (PT. MUTIFA) untuk

terus melakukan pengawasan dan mengontrol higienitas sarana dan prasarana

secara berkala.Dan dapat memberikan Pelatihan dan pembekalan CPOB kepada

Operator produksi secara berkala agar terus menjaga kualitas obat yang

dihasilkan.

77
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. (2012). Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang
Baik. Jilid I. Jakarta : Badan Pengawas Obat Dan Makanan.
BPOM RI. (2018). Perubahan atas Peraturan kepala badan pengawas obat dan
makanan republic Indonesia nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun
2012 tentang penerapan pedoman cara pembuatan obat yang baik.
Jakarta : badan pengawas obat dan makanan.
Dirjen Binfar dan Alkes RI. (2011). Pedoman Pelayanan Perizinan Industri
Farmasi. Jakarta : Direktorat Bina Produksi Dan Distribusi
Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Menkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/menkes/per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Presiden RI. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Lembaran Negara
Republik Indonesia.

78
LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi


DIREKTUR
UTAMA
DIREKTUR
UTAMA Mgr
DIREKTUR Pembelian

Mgr
Asisten direktur bidang CPOB Plant manajer Keuangan
Dra.Nuranti Rumela Sirait, S.Farm Dr. Nerdy, S. Farm, M.Si, Apt
Mgr
Akuntansi
MGR. QA MGR PRODUKSI MGR Teknik MGR QC MGR R&D MGR
Donald situmeang, S.Si, Apt Drs. Budiono, Apt Edi Dasa P, ST Edric Luis, S. Linda M.S, Farm, Regristrasi Mgr
Farm, Apt Apt Jehan N. Amd Penjualan

Mgr
Kabag PPIC SPV QA SPV PRODUKSI
Siti Aisyah. S. SPV QC SPV R&D Pesonalia
Waryanti.K.Ningsih Apriani,
, SE S.Farm, Apt Farm, Apt Yenny Purnama sari, Hoko Wilopo, S. Farm, Apt
S.Farm, Apt

Kabag CS/Laundry Rut Nanci, Apt

79
Lampiran 2. Cairan Obat Luar Non Betalaktam

80
Llampiran 3. Cairan Oral Non Betalactam

81
Lampiran 4. Kapsul Keras Non Betalactam

82
Lampiran 5. Semisolid Nonbetalactam

83
Lampiran 6. Serbuk Obat Luar Non betalactam

84
Lampiran 7. Tablet biasa dan Tablet salut non betalactam

85
Lampiran 8. Serbuk Oral Antibiotik Penisilin dan Turunannya

86
Lampiran 9. Tablet Biasa Antibiotik Penisilin dan Turunannya

87
Lampiran 10. Bagan Proses Pembuatan Sediaan Liquida

Penimbangan

Pelarutan

Pencampuran

Penyaringan

IPC :
- pH lautan
- Bj Karantina
- Kadar zat
Berkhasiat
- Viskositas

Pengisian ke bawah

IPC :
- Keseragama volome Karantina
- Kadar zat berkhasiat
- Kebocoran wadah

Pengemasan

Finished Pack Karantina


Analysis

Gudang Hasil Jadi

88
Lampiran 11. Bagan Proses Pembuatan Kapsul

Penimbangan

Pengeringan dan pencampuran

IPC : Karantina
kadar zat berkhasiat

Pengisian ke cangkang kapsul IPC :


- Suhu
- Kelembaban
maks 50%

IPC :
- Kadar zat Karantina
berkhasiat
- Waktu hancur
- Keseragaman
bobot
- Disolusi

Seleksi

Pengemasan

Finished Pack
Karantina
Analysis

Gudang hasil jadi

89
Lampiran 12. Bagan Proses Pembuatan Tablet dan Kaplet

Penimbangan

Pencampuran

Cetak tidak
langsung
Slugging

Granulasi basah
Pengeringan di
oven suhu 60⁰
Granulasi kering

IPC:LOD
Lubrikasi/pena
mbahan bahan
pelicin

IPC : Kadar zat


Karantina
berkhasiat

IPC : Pencetakan
- Pemerian
- Diameter
- Friabilitas
Karantina
- Keseragaman
bobot
- Waktu hancur
- Tebal
- Kekerasan
- Kadar zat Pengemasan
berkhasiat

Pencetakan Karantina

Gudang hasil jadi

90
Lampiran 13. Daftar Produk Obat PT. MUTIFA

BETALAKTAM

No. Nama obat Komposisi


1. Omemox dry syrup Amoxicillin
2. Omemox 500 Amoxicillin

NON BETALAKTAM
TABLET DAN KAPLET
No. Nama obat Komposisi
1. Allopurinol 100 Allopurinol
2. Ambroxol tablet Ambroxol
3. Amlodipine 5 MF Amlodipine
4. Amlodipine 5 Mulia Amlodipine
5. Amlodipine 10 MF Amlodipine
6. Amlodipine 10 Mulia Amlodipine
7. As. Mefenamat blister Asam mefenamat
8. As. Mefenamat Strip MF Asam mefenamat
9. As. Mefenamat Strip MU Asam mefenamat
10. Cetirizine Kap MF Cetirizine
11. Cetirizine Kap Mulia Cetirizine
12. Cimetidine Cimetidine
13. Domperidone Tablet Domperidone
14. Gentirizin Kap Cetirizin
15. Genvask 5mg Amlodipine besylate
16. Genvask 10mg Amlodipine besylate
17. Glenistan 500 Asam mefenamat
18. Ibuprofen 200 Ibuprofen
19. Ibuprofen 400 Ibuprofen
20. Loratadine Loratadin
21. Methylprednisolone 4 Methylprednisolone
22. Methylprednisolone 8 Methylprednisolone
23. Methylprednisolone16 Methylprednisolone
24. Metilgen 4 Methylprednisolone
25. Metilgen 8 Methylprednisolone
26. Metilgen 16 Methylprednisolone
27. Metronidazole 500 Metronidazole
28. Omecal + D CaCO3, Vit D
29. Omecidal Mebhidrolin
30. Omecold Paracetamol, phenylpropanolamin HCI,
Chlorpheniramine maleat
31. Omedeson 200 Dexamethason
32. Omedom tablet Domperidon
33. Omedrinat Dimendrinat

91
34. Omefulvin 125 mg griseofulvin
35. Omefulvin 500mg Griseofulvin
36. Omegavit kapsul Fero Fumarat 89,5 Mg, Mn- Sulfat 0,2 Mg,
Cu Sulfat 0,2 Mg, Vit C 50 Mg, Folic Acid 1
Mg, Vit B 127,5 Mg
37. Omegdiar tablet Kaolin, pectin
38. Omegesic Metampiron, Vit B1, Vit B6, Vit B 12
39. Omegrip tablet Paracetamol 500 Mg
40. Omegtamine Dexamethason, Dexhlorfeniramine maleat
41. Omegtrim tablet Trimethoprin, Sulphametoxazole
42. Omegzole Ketokonazole
43. Omekur Cimetidine
44. Omellegar kaplet Loratadin
45. Omenacort Triamcinolone
46. Omeneuron tablet Vit B1, Vit B6, Vit B12
47. Omenizol tab Metronidazole
48. Omeproksil kaplet Cyprofloxacine HCI monohidrat
49. Omeranin 150 mg Ranitidin
50. Omeretik 20 mg piroxicam
51. Omeric 100 mg tab Allopurinol
52. Omeric 300 mg tab Allopurinol
53. Omeroxol tablet Ambroxol HCI
54. Omesivask 5 Amlodipine
55. Omesivask 10 Amlodipine
56. Omesolvon tablet Bromheksin HCl
57. Omestan 500 (blister) Asam mefenamat
58. Omestan 500 (strip) Asam mefenamat
59. Ometilson 4 Metilprednisolon
60. Ometilson 8 Metilprednisolon
61. Omezyrteks tablet Cetirizin HCl
62. Oraprofen 200 Ibuprofen
63. Oraprofen 400 Ibuprofen
64. Panvit C Vit C, Vit B1, Vit B2, Vit B3 (Nikotinamid),
Vit B5, Vit B6, Vit B12,
65. Panviton kaplet Curcumae, Ekstrak ginseng, Vit V, Vit B1,
Vit B12, Nikotinamid, Capantothenat, Mn
(II), Cu, Co, Ca, Mg, Zn
66. Piroxicam Piroxicam
67. Ranitidine Rantidine
68. Simvastatin MF Simvastatin
69. Simvastatin MFS Simvastatin
70. Stomach tablet Aluminium Hidroksida, Magnesium
Hidroksida, Simetikon
71. Tianvas Simvastatin
72. Vidabion Cal Fero Fumarat, Asam Folat, Vitamin B12,
Calcium Carbonate, Kolekalsiferol, Asam
Ascorbat

92
73. Vilergi kaplet Dexchlorfeniramine Maleat
74. Vitalamin kaplet Vit A, Vit B1, Vit B2, Vit B6, Vit B12, Vit C,
Vit D, kalsium pantotenat, Nikotinamid,
Asam Folat, Fe (II), Fumarat, ZnSO4, CuSO4,
MnSO4

PRODUK POT

No. Nama obat Komposisi


1. Chloramphenicol Chloramphenicol
2. Prednison isi 100 Prednison
3. Vitamin B complek isi 250 Vit B1, Vit B2,Vit B5, Vit B6,
4. Vitamin B1 Vitamin B1
5. Vitamin B6 isi 250 Viamin B6

PRODUK SYRUP

No. Nama obat Komposisi


1. Cetirizine syr Cetirizine
2. Cough friend 100ml CTM, Amonium klorida, Succus liquiritae
3. Curbion kids emulsion Betakaroten, curcuma, biotin, lysin HCl, Vit
B1, Vit B2, Vit B3, Vit B5, Vit B6, Vit B12
4. Curbion syr 60ml Betakaroten, curcumae, biotin, lysin HCl, Vit
B1, Vit B2, Vit B3, Vit B5, Vit B6, Vit B12
5. Gentrizin syr Cetirizine
6. Muliavit 60ml Vit A, D3, B1, B6, B2, C
7. OBH 100 ml Paracetamol, CTM, Ammonium chlorida,
efedrin HCl, Succus Liquiritae
8. OBH 200 ml kaca Paracetamol, CTM, Ammonium chlorida,
efedrin HCl, Succus Liquiritae
9. Omecidal syrup Mebhidrolin
10. Omecough syr 60ml Dextromerthofan HBr, paracetamol,
guaiafenesin, CTM
11. Omedom syr 60ml Domperidon
12. Omegdiar syrup Kaolin, pectin
13. Omegrip syrup Paracetamol
14. Omegrip strawberry Paracetamol
15. Omegtamine syrup Deksamethasone, deksklorfeniramin maleat
16. Omegtrim syrup Sulfametoxazole, Trimethorprim
17. Omellegar syr Loratadine
18. Omenizol syr Metronidazole benzoate
19. Omeroxol syr Ambroxol HCl
20. Omestan suspense Asam mefenamat
21. Ometridryl 60 ml syr Difenhidramin HCl, Amonium klorida, Na-
sitrat, Dkstrometorphan HBr, Etilalkohol
22. Omevita syr 60 ml Vitamin A palmitate, Vit (D3,B1,B2,

93
B6,B12,C),Nia Cinamide, ca.pantothonat
23. Omevomid syr 60ml Metoklopropamide
24. Omezyrteks syrup 60 ml Cetirizine
25. Oraprofen 60 ml syr Ibu profen
26. Oraprofen forte 60 ml Ibu profen
27. Oratifed hijau syr Triprolide HCl, Pseudoephedrin HCl, Gliserin
Guaiakolat
28. Oratifed kuning syr Triprolide HCl, Pseudoephedrin HCl, Gliserin
Guaiakolat
29. Oratifed merah syr Triprolide HCl, Pseudoephedrin HCl,
Dextromethorpan HBr, Ethanol
30. Pacdin cough 60ml Parasetamol, Gliserin Guaiakolat,
kloramfeniramin maleat
31. Pacdin cough strawberry Parasetamol, Gliserin Guaiakolat,
kloramfeniramin maleat
32. Pacdin vit cur Curcuma Extract 95%, AA 10%
33. Stomach syrup Aluminium hidroksida, Magnesium
hidroksida, simethicone
34. Tusselix 100ml syr Glycyrrizae Succus, Efedrin HCl,
Klorpheniramin Maleat, Amonium Klorida

PRODUK OBAT LUAR

No. Nama obat Komposisi


1. Alkohol 70% 100ml Alkohol
2. Alkohol 70% 1000ml Alkohol
3. Gentian violet 15ml Gentian violet
4. Ichtyol salap Ichtammolum 0,1 gr
5. Pacdin biosepta 1L
6. Pacdin biosepta 15 ml
7. Pacdin biosepta 8ml
8. Pacdin biosepta 30ml
9. Pacdin biosepta 60ml
10. Povidone iodine 1L Povidon iodine
11. Povidone iodine 15ml Povidon iodine
12. Povidone iodine 100ml Povidon iodine
13. Povidone iodine 30ml Povidon iodine
14. Povidone iodine 60ml Povidon iodine
15. Rivanol 100ml Rivanol
16. Rivanol 300ml Rivanol
17. Rodehond 100ml
18. Rodehond 300ml
19. Salap 2-4
20. Salicyl menthol talk
21. Salicyl talk 100gr
22. Salicyl talk btl

94
23. Talcum powder 100 gr
24. Talcum powder 500 gr

Lampiran 14. Label Identitas Produk

Lampiran 15. Label Sampel Telah Diambil

95
Lampiran 16. Label Pembersihan Mesin/Alat

Lampiran 17. Sampel Pertinggal

96
Lampiran 18. Karantina

Lampiran 19. Catatan Pengujian Kadar Sediaan Padat

97
Lampiran 20. Catatan Pengujian Kadar Cairan

Lampiran 21. Label Diluluskan

98
Lampiran 22. Label Penimbangan

99
Lampiran 23. Bukti Permintaan dan Penyerahan Bahan Baku

100
Lampiran 24. Kartu Persediaan Bahan Baku

101
Lampiran 25. Kartu Persediaan

102

Anda mungkin juga menyukai