Anda di halaman 1dari 28

FARMAKOKINETIKA KLINIK

Luh Putu Febryana Larasanty


FARMAKOKINETIKA KLINIK
• Penerapan farmakokinetika dalam
pengobatan pasien
• Memantau dan menyesuaikan
penggunaan obat  penyesuaian dosis
• Didapat manfaat/respons obat yang
optimal dengan risiko seminimal mungkin
Penerapan Farmakokinetika
klinik
Pemberian obat per infus
Farmakokinetika dosis berulang
Individualisasi dosis
Pemantauan terapi obat
Fungsi dari pelayanan TDM
1. Memilih obat  dokter + farmasis
Berdasar diagnosa
Adanya masalah patofisiologik pada
penderita
Riwayat pengobatan
Terapi obat yang bersamaan
Alergi atau kepekaan
Aksi farmakodinamik obat
2. Rancangan aturan dosis
Pertimbangan farmakokinetika
Pertimbangan fisiologi penderita
Pertimbangan kondisi patofisiologik
Faktor lingkungan

3. Penilaian respon penderita


Setelah pasien mendapatkan obat  lihat
respon pasien
Tidak menunjukan respon :
- kecukupan
- ketelitian
- kepatuhan terhadap regimen terapi

4. Pengukuran konsentrasi obat dalam


serum
Rentang kadar terapetik
Cuplikan darah tunggal tidak
menghasilkan informasi yang berguna
Waktu pengambilan cuplikan
5. Penetapan kadar obat
Obat – obat dengan rentang terapi sempit
Menilai kadar obat dalam tubuh gangguan fs
organ ?
Metode analisa ;
- spesifitas  spesifik utk penetapan suatu
obat
- linearitas  hubungan proporsional antara
konsentrasi obat dan respon instrumen
- kepekaan  kadar minimum yang dapat
dideteksi
- ketepatan  reproduksibilitas data 
pengukuran ulang dari berbagai
konsentrasi obat
- ketelitian  perbedaan antara harga
penetapan kadar rata – rata dengan harga
sebenarnya atau konsentrasi yang
diketahui
- stabilitas  penyimpanan obat standar =
kondisi cuplikan
6. Penilaian secara farmakokinetik
Konsentrasi obat dalam serum lebih rendah
dari yang diharapkan
- ketaatan pasien
- kesalahan regimen dosis
- salah produk obat
- bioavailabilitas obat jelek
- eliminasi cepat
- Vd bertambah besar
- keadaan steady state tidak tercapai
- waktu sampling darah
Konsentrasi obat dalam serum lebih tinggi
- faktor pasien
- kesalahan regimen dosis
- salah produk obat
- bioavailabilitas obat terlalu tinggi
- eliminasi lambat
- Vd lebih kecil dari seharusnya
Konsentrasi obat benar tapi pasien tidak
merespon terapi
- sensitifitas reseptor berubah
- interaksi obat pada tempat reseptor
7. Penyesuaian dosis
Aturan dosis baru  berdasar data parameter
farmakokinetik yg didapat dari penetapan
kadar obat dalam serum penderita

8. Pemantauan konsentrasi obat dalam serum


Pemantauan berkesinambungan terkait
dengan kondisi fisiologis penderita

9. Rekomendasi khusus
Berkaitan dengan peningkatan kepatuhan px
Obat – obat yang sering dilakukan TDM
• Digoxsin
• Teofilin
• Fenitoin
• Fenobarbital
• Obat – obat lain yang margin of safetynya
kecil
TEOFILIN
• Sediaan aminofilin
• Sediaan diberikan dalam dosis berulang
(po atau iv) untuk memberikan efek
terapeutik selama selang waktu yang
diinginkan
• Indikasi : asma bronkial
penyakit pernafasan lainnya
Profil Kinetika Teofilin
• Kisaran terapi : 5 – 20 mg/L
• F = 100%
• Vd = 0,5 L/kg
• Cl = 0,04 L/kg/jam
• T1/2 = 8,3 jam
• S = 0,8 – 0,84
Kondisi – kondisi yang
berpengaruh pada Cl teofilin
Kondisi pasien Faktor
Riwayat merokok 1,6
CHF 0,4
Cystic fibrosis 1,5
Udem paru akut 0,5
Penyakit viral akut 0,5
Sirosis hepatik 0,5
Severe obstructive pulmonary disease 0,8
Obesity IBW
Penggunaan obat – obat
tertentu yang mempengaruhi Cl
Obat
teofilin Faktor
Simetidin 0,6
Siprofloksasin 0,7
Eritromisin 0,75
Vaksin influenza 0,5
Fenobarbital 1,3
Fenitoin 1,6
Propanolol 0,6
Rifampisin 1,3
Penggunaan aminofilin dengan
dosis berulang
Tablet aminofilin 200 mg diberikan pada
pasien asma setiap 8 jam. Keadaan tunak
telah tercapai (6 kali t1/2 eliminasinya).
a. Berapakah Cpss max dan Cpss min jika
BB pasien 50 kg?
Cp max pada steady state
SxFxDss
Cpss 
max Vd
 K
1 e
dimana :
0,693
K
t1/ 2 el
Rumus diatas berlaku jika
-Kec absorbsi & distribusi >> t1/2el obat atau τ
-Ka >>> K
Cp min pada steady state

Cp min
ss  Cp max
ss  Cp
SxFxDss
Cp min
ss  Cp  max
ss
Vd
 K
Cp min
ss  Cpss xe
max
Cpss max = 12,8 mg/L
Cpss min = 6,4 mg/L
b. Berapakah Cpss ave nya?

Cp average pada steady state


SxFxDss
Cp ave
ss 
xCl
1,44 xDoxt1/ 2 xF
Cp ave
ss 
Vdx
Cpss ave = 10 mg/L
Jika diinginkan fluktuasi kadar lebih mendekati
Cpss ave  caranya ?

mengubah frekuensi waktu pemberian obat

maks
C 1
ss
min
  K
C ss e
• Jika t (frek pemberian obat) = t1/2 obat = 8
jam
Cpss max = 2 x Cpss min
• Jika t < t1/2 obat (misal 4 jam)
Cpss max = 1,414 x Cpss min
• Jika t > t1/2 obat (misal 16 jam)
Css max = 4 x Cpss min

Kesimpulan : jika t < t1/2 maka fluktuasi


kadar lebih keci
• Jika diinginkan Cpss maks adl 12 mg/L dan
Cpss min 8 mg/L, berapa frekuensi pemberian
obatnya ?

12mg / L 1
 0 , 693
8mg / L  
e 8

 0 , 086625
e  0,67
 0,086625  0,40
  4,6 jam
Cara penghitungan frekuensi pemberian obat
yang lain :

 Cp max

  1,44 xt1/ 2 e lim x ln ss
min

 Cp ss 
Jika karena suatu sebab, pasien tidak bisa
minum obat secara po, maka pasien akan
diberikan infus aminofilin. Berapa R agar
tetap diperoleh kadar Cpss ave = 10 mg/L

S tablet = 0,8
F tablet = 1
F iv = 1
Dss tablet = (0,04x50x10x8) : 1x0,8 = 200 mg
• Dosis aminofilin = 200 mg/8 jam
• Dosis teofilin yang masuk tubuh =
160mg/8jam
• R infus teofilin = 20mg/jam
• R infus aminofilin = 25 mg/jam

Anda mungkin juga menyukai