Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PESTISIDA

TENTANG KARBAMAT

Dosen Pengampu: Anita Qur’ania, SP, M.Li

Disususn oleh: Kelompok 8

Anggota: Hayatun Nufus (219101031004)

Imra’tulhasanah (21901031007)

Vira Yunia H.Sani (21901031015)

Suci Ramadhani (21901031018)

Faiddatun Nissa’ (21901031029)

PROGRAM STUDY AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food
and Agriculture Organization (FAO) mendefinisikan bahwa pestisida adalah setiap
zat yang diharapkan sebagai pencegahan, menghancurkan atau pengawasan setiap
hama termasuk vektor terhadap manusia atau penyakit pada binatang, dan tanaman
yang tidak disukai atau binatang yang menyebabkan kerusakan selama proses
produksi berlangsung, penyimpanan atau pemasaran makanan, komiditi pertanian,
kayu dan produksi kayu, ataubahan makanan binatang (Sutarni, 2007).
Manfaat yang dimiliki pestisida mendorong petani untuk menggunakan
pestisida dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pestisida tidak
hanya dapat membunuh organisme sasarannya saja melainkan dapat membunuh
bukan sasarannya, seperti manusia. Hal ini dikarenakan masih banyak petani yang
menggunakan pestisida tanpa memperhatikan segi ekologi dan kesehatan, meskipun
sudah banyak peraturan mengenai pemakaian pestisida yang dikeluarkan oleh
pemerintah (Alsuhendra dan Ridawati, 2013).
Menurut WHO (2012), dipperkirakan bahwa rata-rata 4429 ton bahan
aktif organoklorin, 1375 ton organofosfat, 30 ton karbamat, dan 414 piretroid
digunakan setiap tahun untuk pengendalian vektor global selama periode 2000-2009
di enam wilayah. Pestisida golongan organofosfat merupakan pestisida inhibitor
cholinesterase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa. Asetilkolin yang berlebihan
merupakan penyebab keracunan pestisida organofosfat. Sedangkan, menurut data
dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Boyolali, jumlah pestisida yang
dikeluarkan oleh pemerintah sebanyak 2.942,5 liter, 1734 kg dan 42 dos insektisida
untuk wilayah Boyolali pada tahun 2015. Sedangkan pada tahun 2016 sampai pada
bulan April insektisida yang dikeluarkan sebanyak 1.830 liter, 1974 kg, dan 21 dos.
Insektisida tersebut disebar luaskan ke seluruh daerah Boyolali yang membutuhkan.
Menurut Saturi (2010), pada tahun 2010 pemerintah Grobogan juga membagikan
pestisida ke daerahnya dikarenakan adanya ledakan hama
pada tanaman petani, sehingga 1,5 ton pestisida dibagikan secara merata untuk
mengatasi hama tersebut. Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat terutama
petani perlu mewaspadai risiko paparan pestisida yang mengakibatkan terjadinya
keracunan pestisida.
Apabila paparan pestisida dihubungkan dengan pelestarian lingkungan
maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena dapat membahayakan
lingkungan serta kesehatan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Banyaknya
jenis pestisida, mengakibatkan korban keracunan pestisida banyak dilaporkan baik
dengan sengaja maupun tidak sengaja. Keracunan pestisida dengan tidak sengaja
banyak dilaporkan terjadi pada petugas penyemprot hama tanaman pada lahan
pertanian (Darmono, 2009). Dampak pada lingkungan akibat penggunaan pestisida
berkaitan dengan efektivitas pestisida. Pestisida yang memiliki sifat beracun dapat
mempengaruhi seluruh taksonomi biota, termasuk makhluk hidup. Beberapa
pestisida tahan terhadap degradasi lingkungan, sehingga hal tersebut dapat
mempengaruhi ekosistem alamiah dalam jangka panjang (Connel dan Miller, 2006).
Petani yang sering kontak dengan pestisida sangat rentan terkena efek
bahaya dari pestisida tersebut. Keracunan pestisida yang terjadi dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu akut, subakut, dan kronis. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa
iritasi mata, mual, muntah, batuk, kejang otot, gangguan pada sistem organ, dan
bahkan dapat menyebabkan kanker serta kematian (Alsuhendra dan Ridawati,
2013).
Keracunan pestisida disebabkan karena paparan (eksposur) langsung oleh
pestisida (menghirup, terkena percikan, atau menyentuh sisa pestisida). World
Health Organization (WHO) dan United Nations Environment Programme (UNEP)
merupakan Program Lingkungan dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
memperkirakan telah terjadi 1-5 juta kasus keracunan pestisida pada lingkungan
pekerja di Negara sedang berkembang (Alsuhendra dan Ridawati, 2013). Menurut
hasil penelitian PANAP dari Purwati (2010), terdapat 317 kasus keracunan pestisida
di beberapa wilayah di Indonesia pada tahun 2003. Selain itu, menurut data Sentra
Informasi Keracunan Nasional (Sikernas) pada tahun 2014 terdapat 710 kasus
keracunan pestisida diberbagai wilayah di Indonesia dikarenakan terpapar pestisida
baik dengan sengaja maupun tidak sengaja serta terdapat kasus keracunan pestisida
di Jawa Timur pada tahun 2015 dengan korban sebanyak 29 orang dikarenakan
penggunaan pestisida yang tidak tepat dan terpapar dengan cara terhirup. Hal
tersebut membuktikan bahwa kasus keracunan pestisida mengalami peningkatan
dari tahun 2003 sampai dengan 2014. Peningkatan kasus tersebut dapat diakibatkan
karena jumlah penggunaan pestisida semakin banyak dan pengguna pestisida tidak
mematuhi aturan cara penggunaan pestisida yang benar.
A. Rumusan Masalah
Menjelaskan deskripsi,taksikologi, mekanisme peracunan, sasaran
organisme, dampak terhadapa lingkungan dan kesehatan!
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Deskripsi

Karbamat merupakan insektisida yang berspektrum luas dengan aplikasi luas dalam
pertanian. Insektisida ini di produksi dari asam karbamat. Dua golongan karbamat yang
digunakan secara luas dalam pertanian adalah karbaril dan kalbofuran. Karbaril mempunyai
toksisitas yang rendah pada manusia dan merupakan insektisida yang digunakan didalam
rumah dan di perkebunan. Karbaril dapat mempunuh insektisida dan membuat kulit buah
menjadi lebih tipis. Dalam tumbuhan, karbofuran yang bersifat sistemik biasa digunakan
sebagai insektisida tanah untuk menyerang nematoda dan hama-hama tanah yang lain.
Tosisitas pada manusia cukup tinggi sehingga penggunaanya harus di lakukan secara
berhati-hati.

Pestisida karbamat merupakan pestisida antikolinesterase yang ditemukan setelah


fosfat organik. Seperti insektisida lain golongan organofosfat, insektisida golongan
karbamat sangat banyak digunakan. Dari aspek aktivitas dan daya racun, sifat senyawa
golongan ini tidak banyak berbeda dengan senyawa organo fosfot. Kedua golongan tersebut
juga mempunyai residu yang tidak dapat bertahan lama di alam. Yang termasuk turunannya
adalah alclicarb, karbofuran, dan karbaril.

2.2.Toksikologi

Karbomat merupakan ester asam N- metilkarbonat, insektisida dari golongan


karbamat adalah racun saraf yang bekerja dengan cara menghambat kolinesterase (ChE).
Jika pada golongan organofosfat hambatan tersebut bersifat irreversible (tidak dapat
dipulihkan), pada karbamat hambatan tersebut bersifat reversible (dapat dipulihakan).
Pestisida golongan karbamat relative lebih mudah diurai di lingkungan (tidak persisten) dan
tidak terakumulasi oleh jaringan lemak hewan. Pestisida golongan karbamat merupakan
racun kontak, racun perut dan racun pernafasan. Bekerja seperti golongan organofosfat
yaitu menghambat aktifitas enzim. Organofosfat dan Karbamat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada
sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan
kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan
berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer.
Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh
bagian tubuh. Semua senyawa Organofosfat (organofosfat, organophospates) dan Karbamat
(karbamat, carbamates) bersifat perintang ChE (ensim choline esterase), ensim yang
berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Peracunan dapat terjadi karena gangguan
dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali.
Umur residu dari Organofosfat dan Karbamat ini tidak berlangsung lama sehingga
peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi karena faktor-faktor
lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa. Organofosfat dan Karbamat menjadi
komponen yang tidak beracun walaupun demikian, senyawa ini merupakan racun akut
sehingga dalam penggunaannya faktor-faktor keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena
bahaya yang ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian
besar insektisida dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan
Organofosfat dan Karbamat.

2.3. Mekanisme Peracunan

Keracunan karbamat merupakan efek nikotinik dan parasimpatetik yang dihasilkan


akibat hambatan asetilkholinesterase di dalam sistem syaraf somatik dan autonom perifer
(BARON dan MERRIAM, 1988; BARON, 1994; WHO, 1991). Keracunan karbamat
bersifat akut yang dapat terjadi melalui inhalasi, gastrointestinal (oral) atau kontak kulit.
Karbamat dapat menimbulkan efek neurotoksik melalui hambatan enzim
asetilkholinesterase (AchE) pada sinapsis syaraf dan myoneural junctions yang bersifat
reversibel (BARON, 1994; RISHER et al., 1987; IPCSINTOX, 1985). Gejala klinis
keracunan karbamat merupakan reaksi kholinergik yang berlangsung selama 6 jam. Tingkat
keparahannya tergantung pada jumlah karbamat yang terkonsumsi dengan gejala klinis
berupa pusing, kelemahan otot, diare, berkeringat, mual, muntah, tidak ada respon pada
pupil mata, penglihatan kabur, sesak napas dan konvulsi (RISHER et al., 1987). Keracunan
karbamat pada manusia dilaporkan pernah terjadi di Spanyol pada tahun 1998 (ROLDÁN-
TAPIA et al., 2005) dengan gejala berkeringat, tremor, myosis, gangguan pernapasan, dan
muntah. Karbamat, khususnya karbofuran dilaporkan dapat menimbulkan kanker paru-paru
pada

Untungnya, senyawa tersebut kurang persisten di lingkungan dan dapat mengalami


dekomposisi alami dalam waktu singkat sehingga mempunyai risiko keracunan yang lebih
kecil. Dibandingkan dengan organoklor, pengaruh karbamat terhadap enzim bersifat lebih
reversibel dan tanda-tanda toksisitasnya muncul lebih cepat. Rentang dosis yang
menyebabkan efek toksik dilaporkan lebih kecil dengan efek letal yang cukup besar.

Karbamat bekerja mengikat asetilkolinesterase atau sebagai inhibitor


asetilkolinesterase. Asetilkolinesterase adalah enzim yang diperlukan untuk menjamin
kelangsungan fungsi sistem saraf manusia, vertebrata, dan insekta. Fungsi
asetikolinesterase adalah mengatur produksi dan degradasi asetilkolin (Ach), suatu
neurotransmiter pada sistem saraf otomom (parasimpatik) dan somatik (otot rangka).
Tanda-tanda keracunan akut pestisida karbamat timbul setelah 1 – 12 jam inhalasi atau
absorpsi melalui kulit dan proses lebih cepat melalui saluran pencernaan dengan gejala
salivasi yang berlebihan, nyeri lambung (berlebihan), mual, dan diare. Asetil-kolinesterase
juga dapat menimbulkan efek muskarinik berupa bronkokontriksi dan peningkatan sekresi
bronkus, sedangkan efek nikotinik menimbulkan gerakan yang tidak teratur dan kontraksi
otot (kejang).Gejala klinik yang timbul pada keracunan pestisida karbamat meliputi depresi
pernapasan, mulut berbusa, diare, dan depresi jantung karena perangsangan parasimpatik
yang berlebihan. Namun, dalam hal ini karbamat lebih selektif dan diskriminatif dalam
penghambatan Ach dan efek penghambatan Ach oleh karbamat bersifat dapat terpulihkan
(reversibel).
Golongan karbamat merupakan racun kontak yang menurunkan aktivitas
enzim kolinesterase darah dan bekerja sebagai racun saraf.Cara masuk pestisida
ke dalam tubuh menentukan kecepatan penyerapan, sehingga berpengaruh pada intensitas
dan durasi keracunan. Pestisida masuk ke dalam tubuh dapat melalui beberapa cara yaitu:

(1) saluran gastrointestinal (tertelan);

(2) saluran paru – paru (terhirup); dan

(3) penetrasi kulit.

2.4. Sasaran Organisme

Umumnya karbamat digunakan untuk membasmi hama tanaman pangan dan buah-
buahan pada padi, jagung, jeruk, alfalfa, ubi jalar, kacang-kacangan dan tembakau.
Dengan dilarangnya sebagian besar pestisida golongan organokhlorin (OC) di
Indonesia, maka pestisida golongan organofosfat (OP) dan karbamat menjadi
alternatif bagi petani di dalam mengendalikan hama penyakit tanaman di
lapangan. Sadjusi dan Lukman (2004) melaporkan bahwa insektisida golongan
karbamat yang banyak digunakan di lapangan terdiri dari jenis karbofuran,
karbaril dan aldikarb. Sementara itu, beberapa jenis pestisida golongan karbamat
yang umum digunakan pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan di Jawa Tengah
antara lain karbaril (Sevin), karbofuran (Furadan dan Curater), tiodikarb (Larvin)
dan BPMC/Butyl Phenyl-n-Methyl Carbamate (Bassa, Dharmabas dan Baycarb).

Secara struktur, karbamat mirip dengan organofosfat. Namun karbamat berasal dari
carbamic acid atau dimethyl N –methyl carbamic acid yang digunakan sebagai insektisida,
herbisida, fungisida, dan nematisida. Persistensi karbamat lebih rendah dibandingkan
dengan organoklorin dan organofosfat (Garcia,dkk, 2012). Prinsip kerja pestisida karbamat
mirip dengan organofosfat yaitu dengan mempengaruhi transmisi sinyal saraf sehingga
mengakibatkan kematian hama karena keracunan. Karbamat dapat dengan mudah
terdegradasi di lingkungan dengan menghasilkan sedikit polusi. Beberapa pestisida yang
termasuk dalam golongan ini yaitu carbaryl, carbofuran, propoxur, dan aminocarb (Yadav,
2017).

2.5. Dampak Terhadap Lingkungan Dan Kesehatan

Karbamat merupakan insektisida yang bersifat sistemik dan berspektrum


luas sebagai nematosida dan akarisida. Golongan karbamat pertama kali disintesis
pada tahun 1967 di Amerika Serikat dengan nama dagang Furadan. Umumnya
karbamat digunakan untuk membasmi hama tanaman pangan dan buah-buahan
pada padi, jagung, jeruk, alfalfa, ubi jalar, kacang-kacangan dan tembakau.
Dengan dilarangnya sebagian besar pestisida golongan organokhlorin, maka
pestisida golongan organofosfat (OP) dan karbamat menjadi alternatif bagi petani
di dalam mengendalikan hama penyakit tanaman di lapangan. dilaporkan bahwa sektisida
golongan karbamat yang banyak digunakan di lapangan terdiri dari
jenis karbofuran, karbaril dan aldikarb.

Penggunaan pestisida ternyata memiliki kelemahan-kelemahan seperti


efek toksik (keracunan) terhadap kesehatan manusia dan ternak yang bukan target
utamanya serta menimbulkan pencemaran lingkungan. Dari ketiga golongan
pestisida tersebut, golongan OP dan karbamat bersifat sangat toksik pada hewan
non-target meskipun kedua golongan ini mudah terurai di alam bebas maupun
dalam mata rantai makanan.Keracunan karbamat bersifat akut yang dapat terjadi melalui
inhalasi,
gastrointestinal (oral) atau kontak kulit. Karbamat dapat menimbulkan efek
neurotoksik melalui hambatan enzim asetilkholinesterase (AchE) pada sinapsis
syaraf dan myoneural junctions yang bersifat reversible. Gejala klinis keracunan
karbamat merupakan reaksi kholinergik yang berlangsung selama 6 jam. Tingkat
keparahannya tergantung pada jumlah karbamat yang terkonsumsi dengan gejala
klinis berupa pusing, kelemahan otot, diare, berkeringat, mual, muntah, tidak ada
respon pada pupil mata, penglihatan kabur, sesak napas dan konvulsi.
Penggunaan pestisida karbamat yang tidak bijaksana akan menimbulkan
efek samping bagi kesehatan manusia, sumber daya hayati dan lingkungan pada
umumnya. Petani yang tidak dilengkapi alat pelindung diri pada saat
menggunakan pestisida, besar kemungkinan akan terpapar pestisida karbamat
yang dapat memasuki tubuh baik melalui pernapasan maupun kontak dengan
kulit. Selain kecerobohan pada saat penggunaan pestisida di bidang pertanian,
juga ketidaktahuan atau karena higiene perorangan masyarakat yang menggangap
remeh dampak buruk terhadap kesehatan.

Dampak pestisida pada tubuh sebagai penghambat kerja enzim


kolinesterase dengan cara menempel enzim tersebut. Sehingga asetilkolin tidak
dapat dipecah menjadi kolin dan asam asetat oleh enzim kolinesterase. Apabila
terdapat pestisida organofosfat di dalam tubuh, kolinesterase akan mengikat
pestisida organofosfat tersebut, sehingga terjadi penumpukan substrat asetilkolin
pada sel efektor. Keadaan ini dapat menyebabkan gangguan fungsi saraf

Pemaparan pestisida terhadap petani dapat melalui kulit, sistem pernapasan


maupun oral. Selanjutnya dijelaskan akibat pemaparan pestisida golongan
organofosfat dan karbamat dapat menimbulkan keracunan yang bersifat akut, efek
sistemik biasanya timbul setelah 30 menit terpapar melalui inhalasi; 45 menit
setelah tertelan (ingested); 2 – 3 jam setelah kontak dengan kulit.

Gejala yang ditimbulkan dari keracunan pestisida golongan karbamat


antara lain: timbulnya gerakan otot tertentu, pupil atau mata menyempit
menyebabkan penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa dan berair liur
banyak, sakit kepala, pusing, keringat banyak, detak jantung sangat cepat, mual,
muntah-muntah, kejang perut, mencret, sukar bernafas, otot tidak dapat
digerakkan atau lumpuh dan pingsan. Mekanisme terjadi keracunan adalah
pestisida berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur kerja
saraf, yaitu kolinesterase. Apabila kolinesterase terikat atau dihambat, maka
enzim tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan
untuk mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu, sehingga otot-otot bergerak
tanpa dapat dikendalikan. Karena karbamat cepat terurai di dalam tubuh, maka
proses menghambat enzim kolinesterase ini berlangsung singkat.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pestisida karbamat merupakan pestisida antikolinesterase yang ditemukan setelah


fosfat organik. Seperti insektisida lain golongan organofosfat, insektisida golongan
karbamat sangat banyak digunakan. Dari aspek aktivitas dan daya racun, sifat senyawa
golongan ini tidak banyak berbeda dengan senyawa organo fosfot. Kedua golongan tersebut
juga mempunyai residu yang tidak dapat bertahan lama di alam. Yang termasuk turunannya
adalah alclicarb, karbofuran, dan karbaril.

Pestisida golongan karbamat merupakan racun kontak, racun perut dan racun
pernafasan. Bekerja seperti golongan organofosfat yaitu menghambat aktifitas enzim.
Organofosfat dan Karbamat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan
kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal
menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin.

Golongan karbamat merupakan racun kontak yang menurunkan aktivitas


enzim kolinesterase darah dan bekerja sebagai racun saraf.Cara masuk pestisida
ke dalam tubuh menentukan kecepatan penyerapan, sehingga berpengaruh pada intensitas
dan durasi keracunan. Pestisida masuk ke dalam tubuh dapat melalui beberapa cara yaitu:

(1) saluran gastrointestinal (tertelan);

(2) saluran paru – paru (terhirup); dan

(3) penetrasi kulit.


DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1992. Pestisida dan Pengunaannya. Jakarta, Sub Dit P2 Pestisida

Depkes RI. 2000. Modul Pelatihan Pemeriksaan Residu Pestisida” Pengenalan Pestisida”
Depkes RI, Dirjen P2M dan PL.

Dewi Oka. 2007. Biomarker pencemaran insektisida organofosfat dalam tanah pertanian.
URL :http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdlekadewiper-27703-2-
2007ta 2.pdf Fathonah N. 2014. Organofosfat dan Karbamat. https://rumahedukasiipa.
wordpress. com/2014/12/14/ organofosfat-dan-karbamat/ diakses tanggal 7
Desember 2017
Kementrian Pertanian. 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida. Jakarta: Direktora
Jenderal Prasaranan dan Sarana Kementrian Pertania. Lina Warlina. 2009. Persistent
Organic Pollutans (POPS) dan Konvensi Stockholm, Jurnal Matematika, Sains, dan
Teknologi, Volume 10, No. 2, September 2009, hal : 102-111 Martadinata. 2008.
Pengaruh Penggunaan Insektisida Karbamat Terhadap Kesehatan Ternak Dan
Produknya. Balai Besar Penelitian Veteriner. http://download.portalgaruda.
org/article.php?article=277948&val=7169&title=The%20Use%20and%20 Effect
%20of%20Carbamate%20Insecticide%20on%20Animal%20Health %20and%20P
oducts

Pohan, Nurhasmawaty. 2004. Pestisida dan Pencemarannya. Universitas Sumatera Utara

Prijanto, Budi et al. 2009. Analisis Faktor Resiko Keracunan Pestisida Organofosfat pada
Keluarga Petani Hortikultura di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.
Semarang : Universitas Diponegoro Sudarmo. 1991. Pestisida. Kanisius, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai