Anda di halaman 1dari 7

Laporan Praktikum Hari/tanggal : Rabu/ 25 September 2019

Toksikologi Veteriner Jam : 14.30-17.00 WIB


Kelas/kelompok: Paralel 5 /1
Dosen : Dr Drh Aulia Andi
Mustika, Msi PhD

KERACUNAN PESTISIDA

Stevani Virda Evangelista B04160002


Siti Asri Fuzianti B04160008
Nur Rahma Annisa B04160022
Lincah Ayu Hartati M. B04160029
Niken Lestari B04160037
Detya Qori Nurfitri B04160038

DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food
and Agriculture Organization (FAO) mendefinisikan bahwa pestisida adalah
setiap zat yang diharapkan sebagai pencegahan, menghancurkan atau pengawasan
setiap hama termasuk vektor terhadap manusia atau penyakit pada binatang, dan
tanaman yang tidak disukai atau binatang yang menyebabkan kerusakan selama
proses produksi berlangsung, penyimpanan atau pemasaran makanan, komoditi
pertanian, kayu dan produksi kayu, atau bahan makanan binatang (Sutarni 2007).
Manfaat yang dimiliki pestisida mendorong petani untuk menggunakan pestisida
dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pestisida tidak hanya
dapat membunuh organisme sasarannya saja melainkan dapat membunuh bukan
sasarannya, sepeti manusia. Hal ini dikarenakan masih banyak petani yang
menggunakan pestisida tanpa memperhatikan segi ekologi dan kesehatan,
meskipun sudah banyak peraturan mengenai pemakaian pestisida yang
dikeluarkan oleh pemerintah (Alsuhendra dan Ridawati 2013).
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu
terdiri dari insektisida (pembunuh serangga dan sejenisnya), fungisida
(pemberantas dan pencegah fungi/cendawan), bakterisida (pembunuh bakteri),
nematisida (pengendali cacing/nematoda), akarisida (pembunuh tungau, caplak,
laba-laba), rodentisida (pembunuh tikus), moluskisida (pembunuh moluska), dan
herbisida (pemberantas gulma) (Wudianto 2008). Kelompok insektisida terdiri
atas organofosfat dan karbamat.
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida
lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia. Bila tertelan meskipun
sedikit dapat menyebabkan kematian pada manusia. Mekanisme kerja dari
organofosfat yaitu dengan menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma
dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Gejala keracunan
organofosfat sangat bervariasi, bergantung pada adanya stimulasi asetilkholin
persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat maupun perifer
(Wudianto 2008). Karbamat adalah insektisida yang toksisitasnya lebih rendah
terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat. Pestisida golongan ini
menyebabkan karbamilasi dari enzim atilkholinesterase jaringan dan
menimbulkan akumulasi asetil kholin pada sambungan kholinergik neuroefektor
(Sudarmo 2007).
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui efek toksik pestisida dan efek
antidota pestisida yang diujikan pada mencit.
TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida adalah bahan kimia, campuran bahan kimia atau bahan lain yang
bersifat bioaktif. Pada dasarnya pestisida itu bersifat racun. Pestisida mempunyai
sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda, karena itu dikenal
banyak macam pestisida. ( Irawan et.al 2017)
Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada
kepentingannya, antara lain: berdasarkan jasad sasaran yang akan dikendalikan,
berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya, asal dan sifat kimia,
berdasarkan bentuknya dan pengaruh fisiologisnya. Berdasarkan sasaran targetnya
pestisida dapat dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya adalah
akarisida(kutu), algasida (alga), alvisida (burung), bakterisida, fungsida,
herbisida(gulma), insektisida, molluskisida, nematisida, dan lainnya.
Berdasarkan cara kerjanya menurut Soemirat (2005) pestisida dapat
dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu racun perut, racun kontak, dan racun
gas. Selain itu pestisida juga dapat dibedakan menurut struktur kimianya,
contohnya antaralain golongan organophosphat, carbamat(baygon), dan
organochlorin. Baygon termasuk golongan carbamat mempunyai sifat sebagai
mirip dengan sifat pestisida organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem
kehidupan, degradasi tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini
aman untuk hewan, tetapi toksik yang kuat untuk tawon. Golongan organophosfat
misalnya diazonin dan basudin. Golongan ini mempunyai sifat racun yang tidak
selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di lingkungan,
menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi
predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia daripada
organokhlor.
Penggunaan pestisida secara berlebihan dan penggunaannya yang tidak
teratur membuat bukan hanya sasaran hama saja yang mati, tetapi musuh alami
juga dapat musnah. Selain itu residu yang ditinggalkan oleh pestisida juga dapat
merusak ekosistem tanah, ekosistem air dan ekosistem udara ( Irawan et.al 2017).
Pemanfaatan pestisida bukan hanya semata-mata mengendalikan organisme
pengganggu, tetapi juga dapat memusnahkan berbagai makhluk hidup lainnya.
Pestisida bukan hanya pembunuh hama sasaran, tetapi juga organisme lain dalam
ekosistem, termasuk musuh alami seperti parasitoid dan predator yang berperan
sebagai pengendali hama di alam (Marwoto, 2010). Penggunaan pestisida yang
tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan akan berdampak buruh bagi tubuh
dalam waktu yang lama, sehingga pengaplikasian dari pestisida perlu dilakukan
secara benar dan tepat.
METODE

Tempat dan Waktu


Praktikum keracunan pestisida dilakukan di Ruang Praktikum FIFARM
pada hari Rabu, 25 September 2019.

Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah syringe,
stopwatch, tabung reaksi, senyawa isektisida organofosfat, larutan amonium
molibdat, atropin sulfat sebagai antidota, larutan asam nitrat pekat dan karbamat.

Prosedur

A. Keracunan Insektisida Organofosfat/Karbamat


Mencit disuntikkan secara subkutan dengan karbamat (baygon) dosis
bertingkat dimulai dari 0.05 mL. Pemberian selanjutnya dilakukan setelah selang
waktu 5 menit. Gejala klinis yang terjadi diamati dan diobservasi. Atropin sulfat
diberikan dengan rute intra peritoneal setelah muncul gejala sesak napas,
hiperlakrimasi dan hipersalivasi. Gejala klinis yang mungkin dapat terlihat
dikelompokkan berdasarkan gejala langsung dan tidak langsung. Gejala langsung
ada efek terhadap kelenjar eksokrin (hipersalivasi, hiperlakrimasi), pupil mata
(miosis). Gejala tidak langsung diamati melalui efek terhadap otot polos pada
saluran cerna (diare) dan bronkus (sesak napas).

B. Identifikasi Adanya Unsur P dalam Senyawa Organofosfat


Beberapa tetes senyawa organofosfat diteteskan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan HNO3 pekat untuk merubah P organik menjadi anorganik.
Setelah itu dipanaskan beberapa menit, lalu didingankan dan kemudian disaring.
Setelah itu ditambahkan amonium molibdat ke dalam filtratnya. Bila ada unsur P
maka akan terbentuk warna hijau kekuningan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Keracunan Organofosfat

Table 1 Pengamatan Injeksi Organofosfat


Waktu Volume Injeksi (mL) Gejala Klinis
0 0.05 Hipersalivasi
5 0.1 Hipersalivasi
7 - Hiperlakrimasi,
Hipersalivasi, sesak napas

Pengamatan keracunan organofosfat dilakukan pada hewan mencit. Mencit


diinjeksikan senyawa organofosfat dengan volume injeksi bertingkat via sub-
cutan. Pada menit awal, terjadi hipersalivasi dan setelah diberikan volume
organofosfat secara bertingkat, hipersalivasi semakin hebat. Setelah diberikan
volume organofosfat hingga 0.1 mL, pada menit ke-7 mencit mengalami
hiperlakrimasi, hipersalivasi dan sesak napas. Akhirnya mencit diberikan antidota
berupa atropine sulfat sebanyak 0.2 mL via intraperitoneal.
Organofosfat merupakan zat kimia yang diproduksi dari reaksi alcohol dan
phosphoric acid. Efek organofosfat pada insekta dan mamalia mengakibatkan
fosforilasi enzim asetilkolinesterase (AChE) pada nerve endings. Enzim
asetilkolinesterase berfungsi menghentikan aksi asetilkoline dengan cara
hydrolise. Menurunnya kadar enzim asetilkolinesterase mengakibatkan kelebihan
asetilkolin (Ach) yang memberikan stimulasi berlebihan kepada target organ.
Fungsi asetilkoline adalah sebagai penghantar impuls (transmisi). Kehilangan
fungsi enzim asetilkolinesterase mengakibatkan akumulasi Ach perifer dan terjadi
stimulasi terus-menerus. Hal ini akan menimbulkan gejala muscarinic: kelainan
gastrointestinal, saluran pernapasan, kelenjar keringat dan kelenjar air matam
(Ghorab dan Khalil 2015). Berdasarkan percobaan, mencit yang diinjeksikan
organofosfat mengalami gejala klinis yaitu hiperlakrimal dan hipersalivasi, hal ini
sesuai dengan literatur.
Setelah gejala muscarinic pada mencit (hiperlakrimal) terus-terusan
sehingga menyerang saluran respirasi, maka praktikan segera menginjeksikan
atropine sulfat sebagai antidota dari organofosfat. Menurut Stellpflug et al.
(2012), atropine merupakan alkaloid yang bersifat antimuskarinik. Atropine
bekerja antagonis kompetitif dengan asetilkolin pada reseptor muskarinik.
Sehingga atropine digunakan sebagai antidota organofosfat, sehingga stimuli
berlebihan akibat akumulasi asetilkolin bisa dihambat oleh atropine yang bekerja
secara antagonis.

Identifikasi Adanya Unsur P dalam Senyawa Organofosfat

Organofosfat bekerja sebagai kolinesterase inhibitor melalui reaksi dengan


asetilkolinesterase. Asetilkolinesterase (Achesterase) merupakan enzim yang
diperlukan untuk menjamin kelangsungan fungsi system saraf manusia. Pada
semua sistem saraf tersebut terdapat pusat-pusat penghubung elektrik (sinaps) di
mana sinyal-sinyal akan dialirkan ke otot atau neuron oleh senyawa kimia yang
disebut asetilkolin (ACh). Pada awalnya, ACh membentuk senyawa kompleks
yang dapat memberi rangsangan secara bolakbalik dan akan melepas kolin.
Adanya penambahan air, senyawa kompleks akan melepaskan enzim dan asam
asetat. Ikatan P=O pada senyawa organofosfat mempunyai daya tarik yang sangat
kuat terhadap gugus hidroksil dari enzim asetilkolin-esterase. Apabila keadaan
tersebut terjadi, maka pengaliran sinyal-sinyal akan terganggu meskipun
asetilkolin tetap berfungsi (Mariana 2007).
Pengujian adanya unsur P (fosfor) di dalam organofosfat yang diuji
Senyawa organofosfat yang diuji direaksikan dengan HNO3 dan ammonium
molybdat. Reaksi positif adanya unsur P ditunjukkan dengan terbentuknya warna
hijau kekuningan yang merupakan perubahan P organik menjadi P anorganik.
Hasil uji menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya warna hijau kekuningan.
Hasil uji ini menunjukkan bahwa di dalam organofosfat yang diuji terdapat unsur
P (fosfor). Unsur fosfor ini yang menentukan toksisitas dari organofosfat . Ikatan
P=O pada senyawa organofosfat menyebabkan gejala klinis yang muncul akibat
keracunan organofosfat seperti pada pembahasan sebelumnya (Runia 2008).

Gambar 1. Hasil uji keberadaan unsur P

SIMPULAN

Berdasarkan percobaan toksisitas organofosfat/karbamat dan keberadaan


unsur P dalam senyawa organofosfat dapat diketahui bahwa karbamat merupakan
jenis pestisida yang memiliki toksisitas yang dapat mematikan akibat adanya
unsur P dalam karbamat apabila tidak segera diberikan antidota. Gejala klinis
akibat efek toksik dari penggunaan pestisida yaitu grooming, hipersalivasi,
hiperlakrimasi dan sesak napas.
DAFTAR PUSTAKA

Alsuhendra, Ridawati. 2013. Bahan Toksik dalam Makanan. Bandung(ID): PT.


Remaja Rosdakarya.
Ghorab MA. Khalil MS. 2015. Toxicological effects of organophosphates
pesticides. International Journal of Environmental Monitoring and
Analysis. 3(4): 218-220.
Irawan M.N.S, Astuti R., Sartini.2017. Uji residu beberapa bahan aktif peptisida
terhadap parasitoid telur Trichogramma sp. (hymnoptera :
trichogramatidae) di laboratorium. Jurnal Biologi Lingkungan, Industri,
Kesehatan. 3 (2) : 152- 163.
Mariana R. 2007. Toksikologi pestisida dan penanganan akibat keracunan
pestisida. Med Litbang Kes. 17(3):10–8.
Marwanto. 2010. Prospek Parasitoid Trichogrammatoidea bacterea-bacterea
NAGARAJA (HYMENOPTERA) sebagai Agen Hayati Pengendali Hama
penggerek Polong Kedelai Etiella spp. Pengembangan Inovasi
Pertanian.15 : 274 -288.
Runia YA. 2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida
organofosfat, karbamat dan kejadian anemia pada petani hortikultura di
Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro Semarang.
Soemirat, J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Stellpflug SJ, Cole JB, Isaacson BA, Lintner CP, Bilden EF. 2012. Massive
atropine eye drop ingestion treated with high-dose physostigmine to avoid
intubation. Western Journal of Emergency Medicine. 13(1): 77-79.
Sudarmo S. 2007. Pestisida. Yogyakarta(ID): Kanisius.
Sutarni S. 2007. Sari Neurotoksikologi. Yogyakarta(ID): Pustaka Cendikia Press.
Swadaya.
Wudianto R. 2008. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta(ID): Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai