Anda di halaman 1dari 52

TOKSIKOLOGI

MODUL
TOKSIKOLOGI

TIM PENYUSUN:
CICI APRILLIANI

FAKULTAS KESEHATAN

S1 ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT

UNIVERSITAS FORT DE
KOCK BUKITTINGGI
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Modul Praktikum yang berjudul
Toksikologi Lingkungan.

Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh Tim yang telah membantu kami baik
secara moral maupun materi. Kami menyadari, bahwa Modul Praktikum yang kami buat ini
masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga modul ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Bukittinggi , 8 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………..i

Daftar Isi……………………………………………………………………………..ii

Tata Tertib Praktikum……………………………………………………………….iii

BAB I TOKSIKOLOGI LINGKUNGA……...…………………………………….1

BAB II LETAL DOSE 50 (LD 50)…....…………………………………………...4

BAB III LETAL KONSENTRASI (LC 50) …...…………………………………..12

BAB IV LOGAM BERAT………. ……………………………………………….. 19

ii
BAB I

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

A. Pengertian

Suatu zat/obat dapat bertindak sebagai zat toxic. Toksistas yang

ditimbulkan juga berbeda-beda, dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain

dosis, rute pemberian, interaksiobat, temperatur, musim, serta factor endogen

(umur,berat badan, jenis kelaamin, serta kesehatan, hewan. Interaksi obat

mempunyai 3 macam tipe, yaitu dapat bersifat agonis, poteniasi, dan antagonis.

Suatu obat mungkin mengantagonis kerja obat yang lainnya dengan terikat pada

reseptor obat tersebut dan tidak mengaktifkan obat tersebut. Dalam hal ini suatu

obat yang mengantagonis lainnya hanya dengan mengikat dan membuatnya tidak

tersedia untuk berinteraksi dengan protein yang terlibat.

Kemampuan mikroorganisme (kuman, jamur, virus atau parasit) untuk

menyebabkan infeksi disebut dengan istilah patogen, sedangkan derajat

pantogenitasnya disebut dengan istilah virulen. Pengukuran virulensi kuman

dapat dilakukan dengan MLD (minimum lethal dose) yaitu dosis kuman minimal

yang dapat mematikan binatang coba pada waktu yang ditentukan atau LD50

(lethal dose 50) yaitu dosis kuman yang dapat mematikan binatang coba sebanyak

50% pada waktu yang ditentukan. Beberapa istilah yang berkaitan dengan

pengukuran 50% end-point tergantung dari efek yang diamati. Kalau efek yang

diamati kejadian infeksi, maka dipakai istilah ID50 (infectiv dose 50), bila

bukan

1
kematian atau infeksi tetapi efek lain yang diamati, maka dipakai istilah ED50

(effectiv dose 50). Pada vaksinasi disebut PD50 (protecting dose 50) dan pada

titrasi virus pada kultur embrio ayam disebut TCD50 (cyptotic effect dose 50).

Pada umumnya para ahli sepakat bahwa LD50 hanya digunakan untuk

menentukan derajat virulensi penyebab infeksi di bidang kedokteran. Pada LD50

yang semakin kecil, maka penyebab infeksi semakin virulen. Lethal dose

50 bersifat lebih praktis dikerjakan dan lebih dipercaya hasilnya dari pada MLD.1

tidak ditemukan pustaka baru yang membicarakan tentang metode penentuan

LD50 pada binatang coba karena metodi ini merupakan metode yang sudah baku.

Kasus keracunan akut lebih mudah dikenal daripada keracunan kronik karena

biasanya terjadi mendadak setelah mengkonsumsi sesuatu. Gejala keracunan akut

dapat menyerupai setiap sindrom pnyakit, karena itu harus selalu diingat

kemungkinan keracunan pada keadaan sakit medadak dengan gejala seperti

muntah, diare, konvulsi, koma, dan sebagainya. Gejala yang mengarah kesuatu

diagnosis keracunan sebanding dengan banyaknya jumlah golongan obat yang

beredar.

LD50 merupakan dosis yang menyebabkan 50% dari hewan coba mengalami

kematian. Pada percobaan, LD50 nya adalah 317,47 mg/kgBB. Bila dosis yang

digunakan lebih dari dosis tersebut, maka hewan coba akan mengalami kematian

100%. ED50 sendiri merupakan keefektifan suatu obat mampu menunjukkan efek

yang diharapkan. Makin besar perbedaan antara LD50 dengan ED50 maka

semakin baik obat tersebut.

2
Xylazine bekerja melalui mekanisme yang menghambat tonus simpatik

karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap a2-adrenoseptor sehingga

menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penurunan

peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Aivitas xylazine pada susunan

syarat pusat adalah melalui aktivasi atau stimulasi reseptor a2-adrenoseptor,

meyebabkan penurunan pelepasan simpatis, mengurangi pengeluaran

norepineprin dan dopamin. Reseptor a2, Xylazine menghasilkan sedasi dan

hipnotis yang dalam dan lama, dengan dosis yang ditingkatkan mengakibatkan

sedasinyang lebih dalam dan lama serta durasi panjang. Xylazine diinjeksikan

secara intramuskular meyebabkan iritasi kecil pada daerah suntikan, tetapi tidak

menyakitkan dan akan hilang dlam waktu 24-48 jam. -adrenoseptor adalah

reseptor yang mengatur penyimpanan dan atau pelepasan dopamin dan

norepineprin. Xylazine menyebakan relaksasi otot melalui penghambatan

transmisi implus intraneural pada susunan syaraf pusat dan dapat menyebabkan

muntah. Xylazine juga dapat menekan termuregulator.

B. Tujuan Pembelajaran LD 50 dan LC 50

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Lethal dose 50 (LD50)

2. Untuk memahami Batasan-Batasan LD50 Menurut Peraturan Pemerintah

3. Untuk Mengetahu jenis-jenis dari LD 50

3
BAB II

LETAL DOSE 50 (LD 50)

A. PENGERTIAN LETAL DOSE 50 (LD50)

Lethal dose 50 (LD50) merupakan salah satu rangkaian pengujian limbah

bahan berbahaya dan beracun (B3) yang pengujiannya menggunakan mencit (mus

musculus) sebagai hewan uji. Definisi lethal dosis 50 (LD 50) adalah dosis

tertentu yang dinyatakan dalam miligram berat bahan uji per kilogram berat

badan (BB) hewan uji yang menghasilkan 50% respon kematian pada populasi

hewan uji dalam jangka waktu tertentu. Regulasi Pemerintah No.85 Tahun 1999

menyatakan bahwa nilai ambang batas Lethal Dosis 50 (LD 50) secara oral

adalah

115 mg/kg berat badan.

LD50 merupakan dosis yang menyebabkan 50% dari hewan coba

mengalami kematian. Pada percobaan, LD50 nya adalah 317,47 mg/kgBB. Bila

dosis yang digunakan lebih dari dosis tersebut, maka hewan coba akan mengalami

kematian 100%. ED50 sendiri merupakan keefektifan suatu obat mampu

menunjukan efek yang diharapkan. Makin besar perbedaan antara LD50 dengan

ED50 maka semakin baik obat tersebut.

Istilah LD50 pertama kal diperkenalkan sebagai indeks oleh trevan pada

tahun 1927. Pengertian LD50 secara statistik merupakan dosis tunggal derivat

suatu bahan tertentu pada uji toksisitas yang pada kondisi tertentu pula dapat

4
meyebabkan kematian 50% dari populasi uji (hewan percobaan). Lethal Dose50

(LD50) adalah suatu dosis efektif untuk 50% hewan digunakan karena arah

kisaraan nilai pada titik tersebut paling menyempit dibanding dengan titik-titik

ekstrim dari kurva dosis-respon. Pada kurva normal sebanyak 68% dari populasi

beradaa dalam plus-minus nilai 50%.

B. BATASAN UNTUK LETHAL DOSE 50

Category LD50 (mg/kg) Category

Extremely Toxic ≤ 1 Extremely ToxicHighly Toxic 1-50 Highly


Toxic

Moderately Toxic 51-500 Moderately Toxic

Slightly Toxic 501-5,000 Slightly Toxic

Practically Non Toxic 5,001-15,000 Practically Non Toxic

Relatively Harmless > 15,000 Relatively


Harmless

1. Bahan Kimia Beracun Tentang Lethal Dose 50

Bahan kimia beracun (Toxic) Adalah bahan kimia yang dapat

menyebabkan bahaya terhadap kesehatan manusia atau meyebabkan kematian

apabila terserap ke dalam tubuh karena tertelan, lewat pernafasan atau kontak

lewat kulit. Pada umumnya zat toksik masuk lewat pernapasan atau kulit dan

kemudian beredar keseluruh tubuh atau menuju organ-organ tubuh tertentu.

Zat-zat tersebut dapat langsung menggangu organ-organ tubuh tertentu

seperti hati, paru-paru, dan lain-lain. Tetapi dapat juga zat-zat tersebut

5
berakumulasi dalam tulang,darah,hati,atau cairan limpa dan menghasilkan

efek kesehatan

6
pada jangka panjang. Pengeluaran zat-zat beracun dari dalam tubuh

dapat melewati urine, saluran pernapasan,sel efitel dan keringat.

2. Tingkat keracunan Bahan Beracun

a. Tidak ada batasan yang jelas antara bahan kimia berbahaya dan tidak

berbahaya

b. Bahan kimia berbahaya bila ditangani dengan baik dan benar akan aman

digunakan

c. Bahan kimia tidak berbahaya bila ditangani secara sembrono akan

menjadi sangat berbahaya

Paracelus (1493-1541) “ semua bahan adalah racun, tidak ada bahan apapun

yang bukan racun, hanya dosis yang benar membedakan apakah menjadi racun atau

obat” Untuk mengetahui toksisitas bahan ddikenal LD50, semakin rendah LD50

suatu bahan, maka makin berbahaya lagi bagi tubuh dan sebaliknya Racun super : 5

mg/kg BB atau kurang, contoh : Nikotin Amat sangat beracun: (5-50 mg/kg BB) ,

contoh : Hidrokinon Beracun sedang : (0,5-5 g/kg BB), contoh: Isopropanol Sedikit

beracun : (5-15 g/kg BB), contoh : Asam ascorbat Tidak beracun : ( >15 g/kg BB),

contoh : Propilen glikol.

7
C. FAKTOR YANG MENENTUKAN TINGKAT KERACUNAN

1. Sifat Fisik bahan kimia

Bentuk yang lebih berbahay bila dalam bentuk cair atau gas yang

mudah terinhalasi dan bentuk partikel bila terhisap, makin kecil partikel

makin terdeposit dalam paru-paru

2. Dosis (kosentrasi)*

Semakin besar jumlah bahan kimia yang masuk dalam tubuh makin

besar efek bahan racunnya,

3. Lamanya pemajanan*

Gejala yang ditimbulkan bisa akut, sub akut dan kronis

4. Interaksi bahan kimia

Aditif : efek yang timbul merupakan penjumlahan kedua bahan kimia

ex. Organophosphat dengan enzim cholinesterase. Sinergistik : efek yang

terjadi lebih dari berat dari penjumlahan jika diberikan sendiri.

1. Nilai Ambang Batas (NAB) Bahan Toksin

a. Penetapan secara akurat nilai ambang batas dengan tanpa memberikan

suatu efek , tergantung pada beberapa faktor, yaitu :

b. Ukuran sampel dan replikasi (pengulangan) pengambilan sampel

c. Jumlah endpoint (titik akhir) yang diamati

d. Jumlah dosis atau konsentrasi bahan toksik

e. Kemampuan untuk mengukur endpoint

f. Keragaman intrinsik dari endpoint dalaam populasi binatang percobaan

8
g. Metode statistik yang digunakan

2. Gejala keracunan Toksin

Gejala nonspesifik : Pusing, mual, muntah, gemetar, lemah badan,

pandangan berkunang-kunang, sukar tidur, nafsu makan berkurang, sukar

konsentrasi, dan sebagainya. Gejala spesifik : Sesak nafas, muntah, sakit

perut, diare, kejang-kejang, kram perut, gangguan mental, kelumpuhan,

gangguan penglihatan, air liur berlebihan, nyeri otot, koma, pingsan, dan

sebagainya.

3. Pencegahan Dalam Penggunaan Bahan Berbahaya

Usaha-usaha pencegahaan secara preventif perlu dilakukan dalam setiap

industri yang memproduksi maupun menggunakan baik bahan baku maupun

bahan penolong yang bersifat racun agar tidak kerugian ataupu keracunan

yang setiap waktu dapat terjadi di lingkungan pekerja yang menangani bahan

kimia beracun. Pencegahan secara preventif tersebut adalah sebagai berikut :

a. Management program pengendalian sumber bahaya, yang berupa

perencanaan, organisasi, kontrol, peralatan,dan sebagainya.

b. Penggunaan alat pelindung diri (masker, kaca mata, pakaiannya khusus,

krim kulit,sepatu, dsb.

c. Ventilasi yang baik.

d. Maintenance,yaitu pemeliharaan yang baik dalam proses produksi,

kontrol, dan sebagainya.

e. Membuat label dan tanda peringatan terhadap sumber

9
bahaya.

10
f. Penyempurnaan produksi: mengeliminasi sumber bahaya dalam proses

produksi, dan mendesain produksi berdasarkan keselamatan dan kesehatan

kerja.

g. Pengendalian/peniadaan debu, dengan memasang dust collector disetiap

tahap produksi yang menghasilkan debu.

h. Isolasi, yaitu proses kerja yang berbahaya disendirikan.

i. Operasional praktis: Inspeksi keselamataan dan kesehatan kerja, serta

analisis keselamatan dan kesehatan kerja.

j. Kontrol administrasi, berupa administrasi kerja yang sehat, pengurangan

jam pemaparan.

k. Pendidikan,yaitu pendidikan kesehatan, job training masalah penanganan

bahan kimia beracun.

l. Monitoring lingkungan kerja, yaitu melakukan surplus dan analisis.

m. Pemeriksaan kesehatan awal, periodik, khusus, dan screening, serta

monitoring biologis (darah,tinja,urine,dan sebagainya).

n. House keeping, yaitu kerumahtanggaan yang baik, kebersihan,

kerapian,pengontrolan.

o. Sanitasi, yakni dalam hal hygiene perorangan, kamar mandi, pakaian,

fasilitas kesehatan, desinfektan, dan sebagainya.

p. Eliminasi, pemindahan sumber bahaya.

q. Enclosing, menangani sumber bahaya.

11
D. DIAGNOSIS KERACUNAN PEMERIKSAAN KLINIK

Gejala utama yang terlihat berupa mual-mual, muntah, keluar air ludah

berlebihan, kontraksi pupil mata, otot kejang, paralisis. Keracunan akut karena

pestisida menunjukkan gejala yang berbeda untuk setipa kelompok pestisida.

Tetapi, penyebab keracunan akut pestisida umumnya diakibatkan oleh golongan

karbamat dan organophospat. Untuk menegakan diagnosa keracunan akut karena

pestisida umumnya harus memenuhi criteria sebagai berikut :

1. Tanda dan gejala selalu ditemukan pada paparan pestisida golongan yang

sama

2. Terdepat temporal relationship pada pestisida yang dikenal

3. Ditemukan juga keracunan pada anggota kelompok yang sama (keluarga)

keracunan jenis ini susah diamati secara fisik karena gejala yang ditimbul

umumnya tidak terlalu spesifik, bahkan kadang hampir sama dengan gejala

penyakit lainnya misal influenza.

4. Keracunan kronis antara lain ditandai dengan penyempitan mata, terasa

tertekan, selaput conjunctiva memerah dan kekaburan.

1) Pemeriksaan laboraturium

a. Pemeriksaan yang spesifik untuk menilai keracunan akut hanya berupa

penilaian kadar cholinesterase. Pemeriksaan ini untuk menilai keracunan

pestisida akut karena golongan karbamat dan organophospat.

Pemeriksaan metabolit lain dalam tubuh, umumnya hanya digunakan

sebagai konfirmasi.

12
b. Penggunaan biologi level tidak terlalu banyak membantu, karena catatan

yang cukup adekuat tentang hubungan dose-respon tidak ditemukan

untuk berbagai macam golongan pestisida.

13
BAB III

LETAL KONSENTRASI (LC 50)

A. Pengertian Lethal Concentration 50

Lethal concentration 50 (LC50) yaitu konsentrasi yang menyebabkan

kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang daoat diestimasi dengan grafik

dan perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC50 48 jam,

LC50 96 jam (Dhahiyat dan Djuangsih 1997 diacu dalam Rossiana 2006) sampai

waktu hidup hewan uji.

Lethal concentration 50 atau biasa disingkat LC 50 adalah suatu

perhitungan untuk menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau senyawa. Makna

LC 50 adalah pada konsentrasi berapa ekstrak dapat mematikan 50% dari

organisme uji, misalnya larva Artemia salina (brine shirmp). Uji toksisitas

merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat toksisitas dari suatu

zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk pemantauan rutin suatu

limbah. Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat “racun akut” jika senyawa

tersebut dapat menimbulakan efek racun dalam jangka waktu singkat. Suatu

senyawa kimia disebut bersifat “racun kronis” jika senyawa tersebut dapat

menimbulkan efek racun dalam jangka waktu panjang (karena kontak yang

berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit) (Pradipta 2007).

Ada tiga cara utama bagi senyawa kimia untuk dapat memasuki tubuh,

yaitu : Melalui paru-paru (pernapasan), Mulut, dan Kulit. Melalui ketiga rute

tersebut, senyawa yang bersifat racun dapat masuk ke aliran darah, dan

14
kemudian

15
terbawa ke jaringan tubuh lainnya. Yang menjadi perhatian utama dalam

toksisitas adalah kuantitas/dosis senyawa tersebut. Sebagian besar senyawa yang

berada dalam bentuk murninya memiliki sifat racun (toksik). Sebagai contohnya

adalah senyawa oksigen yang berada pada tekanan parsial 2 atm adalah bersifat

toksik. Kosentrasi oksigen yang terlalu tinggi dapat merusak sel (Pradipta 2007).

Suatu konsentrasi mematikan (Lethal Concentration) adalah analisa secara

statistik yang menggunakan uji Whole Effluent Toxicity (WET)untuk menaksir

lethalitas sampel effluen. Test akut digunakan di Wisconsin untuk menaksir

kondisi “akhir dari pipa” (yaitu, effluent yang tidak dilemahkan, sebagai adanya

dibebaskan lingkungan). Konsentrasi effluen dimana 50% dari organisme mati

selama test (LC50) digunakan sebagai pemenuhan titik akhir (endpoint) untuk

Test Whole Effluent Toxicity (WET) akut.

Menurut Mayer dkk. (1982) tingkat toksisitas dari ekstrak tanaman dapat

ditentukan dengan melihat harga LC50-nya. Apabila harga LC50 lebih kecil

dari

1000 µg/ml dikatakan toksik, sebaliknya apabila harga LC50 lebih besar
dari

1000 µg/ml dikatakan tidak toksik. Tingkat toksisitas tersebut akan memberi

makna terhadap potensi aktivitasnya sebagai antitumor. Semakin kecil harga

LC50 semakin toksik suatu senyawa.

B. Klarifikasi Lethal Concentration 50

Berdasarkan kepada lamanya, metode penambahan larutan uji dan maksud

16
serta tujuannya maka uji toksisitas diklasifikasikan sebagai berikut

(Rosianna

2006) :

17
1. Klasifikasi menurut waktu, yaitu uji hayati jangka pendek (short term

bioassay), jangka menengah (intermediate bioassay) dan uji hayati

jangka panjang (long term bioassay).

2. Klasifikasi menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan, yaitu

uji hayati statik (static bioassay), pergantian larutan (renewal bioassay),

mengalir (flow trough bioassay).

3. Klasifikasi menurut maksud dan tujuan penelitian adalah pemantauan kualitas

air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa kimia, penentuan toksisitas serta

daya tahan dan pertumbuhan organisme uji.

C. Uji Lethal Concentration-50 (LC50)

Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan

tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk

pemantauan rutin suatu limbah. Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat

racun akut jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka

waktu singkat. Suatu senyawa kimia disebut bersifat racun kronis jika senyawa

tersebut dapat menimbulkan efek raccun dalam jangka waktu panjang (karena

kontak yang berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit) (Pradipta

2007).

Toksisitas adalah kuantitas/dosis senyawa tersebut. Sebagian besar

senyawa yang berada daalam bentuk murninya memiliki sifat racun (toksik).

Sebagai contohnya adalah senyawa oksigen yang berada pada tekanan parsial 2

atm adala bersifat toksik. Konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi dapat merusak

18
sel (Pradipta 2007).

19
Untuk mengetahui nilai LC-50 digunakan uji static. Ada dua tahapan

dalam penelitian (Rossiana 2006), yaitu :

1. Uji pendahuluan yaitu untuk menentukan batas kritis konsentrasi yaitu

konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian tersebar mendekati 50% dan

kematian terkecil mendekati 50%.

2. Uji lanjutan yaitu setelah diketahui batas kritis, selanjutnya ditentukan

konsentrasi akut berdasarkan seri logaritma konsentrasi yang dimodifikasi

oleh Rochini dkk (1982) diacu dalam Rossiana (2006). Adapun kriteria

toksisitas suatu perairan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Kriteria tingkatan nilai toksisitas akut LC50-48 jam pada lingkungan
perairan
Tingkat Racun Nilai (LC50) (ppm)

Racun Tinggi <1

Racun Sedang >1 dan < 100

Racun Rendah >100

Sumber : Wagner dkk (1993) dalam Rossiana (2006).

20
D. Analisis Probit Metode Bosvine-Nash

Analisis Probit Metode Bosvine-Nash yaitu nilai toksitas (LC 50) dihitung

dengan menggunakan metode analisa Probit Metode Bosvine-Nash

(Koestani,

1985). Langkah perhitungan pendugaan nilai LC50 ini dilakukan

dengan menghitung :

1. Probit Empirit

2. Probit yang diharapkan

3. Probit yang dikerjakan dan

4. Probit sementara

E. Cara Perhitungan LC 50 dari BSLT

Lethal Concentration 50 atau biasa disingkat LC 50 adalah suatu

perhitungan untuk menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau senyawa.

Makna LC 50 adalah pada konsentrasi berapa ekstrak dapat memayikan

50% dari organisme uji, misalnya larva Artemia salina (brine shirmp).

Penentuan LC 50 biasanya banyak digunakan dalam uji toksisitas pada

farrmakologi. Perhitungan LC 50 yang sederhana belum banyak, perhitungan

LC

50 pada Uji BSLT ( Brine Shirmp Lethality Test) ekstrak Bakteri asal Spons.

Berikut langkah-langkah nya :

1. Buatlah table kemudian masukkan nilai konsentrasi yang dilakukan, Log10

konsentrasi dan jumlah larva yang digunakan.

21
2. Jika sudah melakukan BSLT, tuliskan jumlah larva yang mati pada setiap

kolom jumlah larva mati sesuai dengan konsentrasinya.

22
3. Hitung % mortalitasnya dengan cara = ((jumlah yang mati / jumlah total

Larva) × 100%)

4. Perhatikan jumlah larva yang mati pada konsentrasi 0 atau kontrol. Jika

terdapat yang mati maka hitung mortalitas terkoreksi, sesuai ulangan.

5. Setelah % mortalitas terkoreksi didapatkan untuk setiap ulangan maka rata

- ratakan dengan membagi total mortalitas terkoreksi dengan jumlah

ulangan yang dilakukan. Masukkan hasil rata-rata tersebut ke kolom rata-

rata % mortalitas terkoreksi.

6. Cari nilai probit (probability unit) untuk mortalitas terkoreksi yang

didapatkan dan masukkan ke kolom probit. Mencari nilai probit tinggal

mencocokan dengan tabel probit di bawah ini, misalnya mortalitas

terkoreksi 5,26 jika dicari nilai probitnya menjadi 5 = 3,36. Dalam tabel

probit tidak ada koma-komaan jadi harus dibulatkan, kalo saya dibulatkan

ke bawah, tapi belum pernah yang mengatakan ketemu apakah harus

dibulatkan kebawah atau keatas. (Kalo tahu tolong kasih tahu saya ya,

hehe).

7. Jika nilai probit sudah ada, sekarang saatnya untuk membuat grafik

hubungan antara nilai probit mortalitas (sb.y) dan Log10 konsentrasi (sb.x).

langsung buat dari Ms. Word/Excel aja, lebih simpel. Bisa kan ? Tinggal

insert kemudian pilih chart dan pilih model XY scatter yang pertama.

Masukkan nilai probit disumbu Y dan nilai log konsentrasi di sumbu X.

Hasilnya setelah dirapihkan dan dikasih nama seperti dibawah ini.

23
(kalo

24
trendline (garis) belum muncul Cuma titik-titik birunya aja, cara

memunculkannya klik kanan pada titik birunya (koordinat) dan add

trendline. Jangan lupa untuk memunculkan persamaan centang Display

Equation on Chart.

8. Jika persamaannya sudah ada, tinggal dimasukkan nilai keramat untuk LC

50 adalah nilai 5. Kenapa ? karena nilai lima mewakili 50% kematian larva.

Carilah nilai x dengan memasukan nilai 5 ke persamaan yang didapatkan.

x
Kemudian tentukan LC50 dengan antilog(x) atau 10 . Sebenarnya

menentukan LC50 yang mudah dengan menggunakan perangkat lunak

seperti R,SAS,SPSS.

25
BAB IV

LOGAM BERAT

A. Pengertian Logam Berat

Logam merupakan toksikan yang unik. Logam ditemukan dan menetap

dialam, tetapi bentuk kimianya dapat berubah akibat pengaruh fisikokimia,

biologis, atau akibat ativitas manusia. Logam adalah unsur alam yang dapat

diperoleh dari laut, erosi batuan tambang, vulkanisme dan sebagainya. Umumnya

logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan unsur lain,

sangat jarang yang ditemukan dalam elemen tunggal. Unsur ini dalam kondisi

suhu kamar tidak selalu berbentuk padat melainkan ada yang berbentuk cair,

misalnya merkuri (Hg). Dalam badan perairan, logam pada umumnya berada

dalam bentuk ion-ion, baik sebagai pasangan ion ataupun dalam bentuk ion-ion

tunggal. Sedangkan pada lapisan atmosfer, logam ditemukan dalam bentuk

partikulat, dimana unsur-unsur logam tersebut ikut berterbangan dengan debu-

debu yang ada di atmosfir.

Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan

perrhatian berlebih akibat ditambahkan ke dalam tanah dalam jumlah yang

semakin meningkat dan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Logam berat

menunjuk pada logam yang mempunyai berat jenis lebih tinggi dari 5 atau 6

3
g/cm . Namun pada kenyataannya dalam pengertian logam berat ini, dimasukkan

pula unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti logam berat

26
sehingga jumlah seluruhnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Beberapa logam

berat yang beracun tersebut adalah As,Cd. Cr, Cu, Pb, Hg, Ni, dan Zn.

Secara umum logam berat telah digunakan secara luas terutama dalam bidang

kimia dan industri. Menurut palar (1994), secara umum logam berat memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar daya listrik (konduktor)

2. Memiliki rapat massa yang tinggi.

3. Dapat membentuk alloy dengan logam lainnya

4. Untuk logam yang padat dapat ditempa dan dibentuk

Unsur-unsur atau kandungan logam yang terdapat dalam atmosfir ditemukan

dalam bentuk partikel atau merupakan senyawa. Unsur logam ditemukan secara

luas di seluruh permukaan bumi yang dapat bersifat toksik yang berbahaya bagi

manusia apabila masuk ke dalam tubuh dimana logam tersebut biasanya terdapat

dalam makanan, air dan udara.

Limbah logam berat atau heavy metal termasuk golongan limbah B3.

Limbah yang mengandung logam berat adalah issue lingkungan yang menjadi

perhatian banyak pihak, utamanya bagi industri-industri di tanah air. Masalah

limbah logam berat sangat serius diperhatikan mengingat dampak yang

ditimbulkannya begitu nyata bagi kehidupan mahkluk hidup, termasuk manusia.

27
Logam berat biasanya sangat sedikit dalam air secara ilmiah kurang sari

1 g/L. Kelarutan dari unsur-unsur logam dan logam berat dalam badan air

dikontrol oleh :

1. pH badan air,

2. jenis dan kosentrasi logam dan khelat

3. keadaan komponen mineral teroksida dan sistem berlindungan redoks.

Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik sungai ataupun laut akan

dipindahkan dari badan airnya melalui beberapa proses yaitu : pengendapan,

adsorbsi dan absorbsi oleh organisme perairan. Logam berat mempunyai

sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan

dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih

tinggi dibandingkan dalam air.

Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat dan mengendap

di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, oleh karena itu kadar logam berat

dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air (Harahap, 1991). Konsentrasi

logam berat pada seddimen tergantung pada beberapa faktor yang berinteraksi.

Faktor-faktor tersebut adalah :

1. Sumber dari mineral sedimen antara sumber alami atau hasil

aktifitas manusia.

2. Melalui partikel pada lapisan permukaan atau lapisan dasar sedimen.

28
3. Melalui partikel yang terbawa sampai ke lapisan dasar.

4. Melalui penyerapan dari logam berat terlarut dari air yang bersentuhan.

B. Penggolongan Logam Berat

Menurut Vouk (1986) yang mengatakan bahwa terdapat 80 jenis dari 109

unsur kimia dimuka bumi ini yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat.

Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua

jenis, yaitu :

1. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam

jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam

jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat

ini adalah Zn,Cu,Fe,Co,Mn dan lain sebagainnya.

2. Jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana

keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan

dapat bersifat racun, seperti Hg,Cd,Pb,Cr dan lain-lain.

Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia

tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya

racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga

proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan

bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi

manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan.

29
Niebor dan Richardson menggunakan istilah logam berat untuk

menggantikan pengelompokan ion-ion logam kedalam kelompok biologi dan

kimia (bio-kimia). Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu

dengan jugan dengan unsur oksigen atau disebut juga dengan oxygen-

seeking metal.

2. Logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila

bertemu denan unsur nitrogen dan atau unsur belerang (sulfur) atau disebut

juga nitrogen/sulfur seeaking metal.

3. Logam antara atau logam transisi yang memiliki sifat khusus sebagai

logam pengganti (ion penggati) untuk logam-logam atau ion-ion logam.

Menurut kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990)

sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu :

1. Bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan

Zn.

2. Bersifat toksik sedaang terdiri dari unsur-unsur Cr,Ni, dan Co.

3. Bersifat toksik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe.

30
Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap

kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan

manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam, yaitu :

1. Sulit di degradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lungkungan perairan

dan keberadaanya secara alami sulit terurai (dihilangkan).

2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan

membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme tersebut.

3. Mudah terakumulasi disedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi

dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi

karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang

dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar

potensial dalam skala waktu tertentu.

C. Sifat dan karakteristik Logam Berat

1. Mercury (Hg)

Air raksa tau Mercury (Hg) adalah salah satu logam berat dalam bentuk

cair. Terjadinya pencemaran mercury di perairan laut lebih banyak disebabkan

oleh faktor manusia dibanding faktor alam. Meskipun pencemaran mercury

dapat terjadi secara alami tetapi kadarnya sangat kecil. Pencemaran mercury

secara besar-besaran disebabkan karena limbah yang dibuang oleh manusia.

Manusia telah menggunakan mercury oksida (HgO) dan mercury sulfida

(HgS) sebagai zat pewarna dan bahan kosmetik sejak jaman dulu. Dewasa ini

mercury telah digunakan secara meluas dalam produk elektronik, industri

31
pembuatan cat, pembuatan gigi palsu, peleburan emas, sebagai katalisator, dan

lain-lain. Penggunaan mercury sebagai elektroda dalam pembuatan soda api

dalam industri makanan seperti minyak goreng, produk susu, kertas tima,

pembungkus makanan juga kadang mencemari makanan tersebut.

Pencemaran logam mercury (Hg) mulai mendapat perhatian sejak

munculnya kasus minamata di jepang pada tahun 1953. Pada saat itu banyak

orang mengalami penyakit yang mematikan akibat mengonsumsi ikan,

kerang, udang dan makanan laut lainnya yang mengandung mercury. Kasus

minamata yang terjadi dari tahun 1953 sampai 1975 telah menyebabkan

ribuan orang meninggal dunia akibat pencemaran mercury di Teluk Minamata

Jepang.

Industri Kimia Chisso menggunakan mercury khlorida (HgCl 2) sebagai

katalisator dalam memproduksi acetaldehyde sintesis di mana setiap

memproduksi satu ton acetaldehyde menghasilkan limbah antara 30-100 gr

dalam bentuk methyl mercury (CH3Hg) yang dibuang ke laut Teluk

Minamata. Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik

secara langsung dari air maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian

mencapai konsentrasi yang tinggi pada daging kerang-kerangan, crustacea dan

ikan yang merupakan konsumsi sehari-hari bagi masyarakat Minamata.

Konsentrasi atau kandungan mercury dalam rambut beberapa pasien di rumah

sakit Minamata mencapai lebih 500 ppm. Masyarakat Minamata yang

mengonsumsi makanan laut yang tercemar tersebut dalam jumlah banyak

32
telah terserang penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan indera perasa dan bahkan

banyak yang meninggal dunia.

2. Khromium (Cr)

Khromium (Cr) adalah metal kelabu yang keras. Khromium terdapat

pada industri gelas, metal, fotografi, dan elektroplating. Dalam bidang

industri, khromium diperlukan dalam dua bentuk, yaitu khromium murni dan

aliasi besi-besi khromium yang disebut ferokromium sedangkan logam

khromium murni tidak pernah ditemukan di alam. Khromium sendiri

sebetulnya tidak toksik, tetapi senyawanya sangat iritan dan korosif. Inhalasi

khromium dapat menimbulkan kerusakan pada tulang hidung. Di dalam paru-

paru, khromium ini dapat menimbulkan kanker. Sebagai logam berat, khrom

termasuk logam yang mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang
6+
dimiliki oleh khrom ditentukan oleh valensi ionnya. Logam Cr
merupakan
6+
bentukyang paling banyak dipelajari sifat racunnya dikarenakan Cr

merupakan toxic yang sangat kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya

keracunan akut dan keracunan kronis.


5 1
Khromium mempunyai konfigurasi electron 3d 4s , sangat keras,

mempunyai titik leleh dan titik didih tinggi diatas titik leleh dan titik didih

unsur-unsur transisi deret pertama lainnya. Bilangan oksidasi yang terpenting

adalah +2, +3 dan +6. Jika dalam keadaan murni melarut dengan lambat

sekali dalam asam encer membentuk garam kromium (II).

33
Senyawa-senyawa yang dapat dibentuk oleh khromium mempunyai

sifat yang berbeda-beda sesuai dengan valensi yang dimilikinya. Senyawa

+2
yang terbentuk dari logam Cr akan bersifat basa, dalam larutan air kromium

(II) adalah reduktor kuat dan mudah dioksida diudara menjadi senyawa

khromium (III) dengan reaksi :

2+ + 3+
2 Cr (aq) + 4H (aq) + O2 (g) + 2 Cr (aq) + 2 H2O

3+
Senyawa yang terbentuk dari ion khromium (III) atau Cr bersifat

amfoter dan merupakan ion yang paling stabil di antara kation logam transisi
6+
yang lainnya serta dalam larutan. Senyawa yang terbentuk dari ion logam Cr
3+
akan bersifat asam. Cr dapat mengendap dalam bentuk hidroksida. Khrom

hidroksida ini tidak terlarut dalam air pada kondisi pH optimal 8,5-9,5 akan
6+
tetapi akan melarut lebih tinggi pada kondisi pH rendah atau asam. Cr sulit
6+
mengendap, senhingga dalam penangannya diperlukan zat pereduksi dari Cr
3+
menjadi Cr .

3. Seng (Zn)

Seng (Zn) adalah metal yang didapat antara lain pada industri alloy,

keramik, pigmen, karet, dan lain-lain. Toksisitas Zn pada hakekatnya rendah.

Tubuh memerlukan Zn untuk proses metabolisme, tetapi dalam kadar tinggi

dapat bersifat racun. Seng menyebabkan warna air menjadi opalescent, dan

bila dimasak akan timbul endapan seperti pasir.

34
Seng adalah suatu bluish-white, metal berkilauan, Zinc merupakan

logam seperti perak banyak digunakan dalam industri baja supaya tahan karat,

membuat kuningan, membuat kaleng yang ahan panas dan sebagainya. Rapuh

o
pada suhu lingkungan tetapi lunak pada suhu 100-150 C. Merupakan suatu

konduktor listrik dan terbakar tinggi di dalam udara pada panas merah-

pijar.Logam seng (Zn) tersedia secara komersial jadi tidak secara normal

untuk membuatnya di dalam laboraturium. Kebanyakan produksi seng

didasarkan bijih sulfid. Zn dipanggang didalam pabrik industri untuk

membentuk oksida sen, ZnO. Ini dikurangi dengan karbon untuk membentuk

seng metal, tetapi diperlukan pratice ingnious technology untuk memastikan

baha seng yang dihasilkan tidak mengandung oksida tak murni.

ZnO + C Zn + CO

ZnO + CO Zn + CO2

CO2 + C 2CO

4. Tembaga (Cu)

Tembaga dengan nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu.

Logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Secara kimia,

senyawa-senyawa dibentuk oleh logam Cu (tembaga) mempunyai bilangan

valensi +1 dan +2 yang tidak dapat dilarutkan dalam larutan asam. Cu

merupakan pengahantar listrik terbaik setelah perak (Argentum-Ag), karena

35
itu logam Cu banyak digunakan dalam bidang elektronika atau pelistrikan.

Pada manusi, efek keracunan yang dirtimbulkan akibat terpapar oleh debu

atau uap. Cu tersebut adalah terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir

yang berhubungan dengan hidung. Kerusakan itu, merupakan akibat dari

gabungan sifat iritatif yang dimiliki oleh debu atau uap Cu tersebut.

Secara umum sumber masuknya logam Cu ke dalam tatanan

liingkungan adalah secara alamiah dan non alamiah. Berikut ini adalah proses

masuknya Cu ke alam :

a. Secara alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai

akibat peristiwa alam. Unsur ini dapat bersumber dari peristiwa

pengikisan (erosi) dari batuan mineral, dari debu-debu dan atau partikulat-

partikulat Cu yang ada dalam lapisan udara yang turun bersama hujan.

b. Secara non alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai

akibat dari suatu aktifitas manusia. Jalur dari aktifitas manusia ini untuk

memasukkan Cu ke dalam lingkungan ada berbagai macam cara. Salah

satunya adalah dengan pembuangan oleh industri yang memakai Cu dalam

proses produksinya.

5. Timbal (Pb)

Timbal atau dalam keseharian lebih di kenal dengan nama timah

hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum. Dahulu digunakan

sebagai konstituen di dalam cat, baterai, dan saat ini masih banyak digunakan

dalam bensin. Pb organik (TEL= Tetra Ethyl Lead) sengaja ditambahkan ke

36
daalaam bensin untuk meningkatkan nilai oktan. Pb adalah racun sitemik yang

dikenal dengan cara pemasukannya setiap hari dapat melalui makanan, air,

udara dan penghirupan asap tembakau. Efek dari keracunan Pb dapat

menimbulkan kerusakan otak dan penyakit-penyakit yang

berhubungan dengan otak, antara lain epilepsi, halusinasi, kerusakan pada

otak besar.

Timbal dalam industri digunakan sebagai bahan pelapis untuk bahan

kerajinan dari tanah karena pada temperatur yang rendah bahan pelapis dapat

digunakan. Sekarang banyak juga digunakan sebagai pelapis pita-pita, karena

mempunyai sikap resisten terhadap bahan korosif dan bahan baterai, cat.

Senyawaan yang terpenting adalah (CH3)4Pb dan (C2H5)4Pb yang dibuat

dalam jumlah yang sangat besar untuk digunakan sebagai zat “antiknock”

dalam bahan bakar.

D. Dampak Negatif Logam Berat bagi Manusia

Sifat logam berat sangat unik, tidak dapat dihancurkan secara alami dan

cenderung terakumulasi dalam rantai makanan melalui proses biomagnifikasi.

Pencemaran logam berat ini menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya :

1. Berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air),

2. Berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang,

3. Berbahaya bagi kesehatan manusia,

4. Menyebabkan kerusakan pada ekosistem.

37
Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme air untuk

pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan

haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik padaa biota. Akan tetapi bila

jumlah dari logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih, maka

akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh.

Masing-masing logam berat memiliki dampak negatif terhadap manusia jika

dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama. Dampak tersebut

antara lain :

1. Timbal (Pb)

Dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan sintetis

hemoglobin darah, gangguan neurologi (susunan syaraf), gangguan pada

ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf, dan

gangguan fungsi paru-paru. Selain itu, dapat menurunkan IQ pada anak kecil

jika terdapat 10-20 myugram/dl dalam darah.

2. Kadmium (Cd)

Jika berakumulasi dalam jangka waktu yang lama dapat menghambat

kerja paru-paru, mual, muntah, diare, kram, anemia, dermatitis, pertumbuhan

lambat, kerusakan ginjal dan hati, dan gangguan kardiovaskuler. Kadmium

dapat pula merusak tulang (osteomalcia, osteoporosis) dan meningkatkan

tekanan darah. Gejala umum keracunan Kadmium adalah sakit di dada, nafas

sesak (pendek), batuk-batuk, dan lemah.

38
3. Merkuri (Hg)

Dapat berakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya,

menyebabkan bronchitis, sampai merusak paru-paru. Gejala keracunan

Merkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak peka

terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, gangguan

psikologis (rasa cemas dan sifat agresif ), dan sering sakit kepala. Jika terjadi

akumulasi yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel saraf di otak

kecil, gangguan pada luas pandang, kerusakan sarung selaput saraf dan bagian

dari otak kecil. Turunan oleh Merkuri (biasanya etil merkuri) pada proses

kehamilan akan nampak setelah bayi lahir yang dapat berupa cerebal palsu

maupun gangguan mental. Sedangkan keracunan Merkuri yang akut dapat

menyebabkan kerusakan saluran pencernaan, gangguan kardiovaskuler,

kegagalan ginjal akut maupun shock.

4. Arsenik (As)

Dalam tubuh mengganggu daya pandang mata, hiperpigmentasi (kulit

menjadi berwarna gelap), hiperkeratosis (penebalan kulit), penvetus kanker,

infeksi kulit (dermatitis). Selain itu, dapat menyebabkan kegagalan fungsi

sumsum tulang, menurunnya sel darah, gangguan fungsi hati, kerusakan

ginjal, gangguan pernafasan, kerusakan pembulu darah, varises, gangguan

sistem reproduksi, menurunnya daya tahan tubuh, dan gangguan saluran

pencernaan.

39
5. Chromium (Cr)

Dalam tubuh dapat berakibat buruk terhadap sistem saluran pernafasan,

kulit, pembulu darah, dan ginjal. Dampak kandungan logam berat memang

sangat berbahaya bagi kesehatan. Namun, kita dapat mencegahnya dengan

meningkatkan kesadaran untuk ikut serta melestarikan sumber daya hayati

serta menjaga kesehatan baik untuk diri sendiri maupun keluarga. Salah satu

cara sederhana untuk menjaga kesehatan adalah dengan mendeteksi kondisi

air yang kita gunakan sehari-hari, terutama kebutuhan untuk minum. Jika

kondisi air anda sudah terdeteksi, maka akumulasi logam berat dalam tubuh

dapat kita cegah.

E. Upaya Penanggulangan Pencemaran Logam Berat

Upaya penanganan pencemaran logam berat sebenarnya dapat dilakukan dengan

menggunakan proses kimiawi. Seperti penambahan senyawa kimia tertentu untuk

proses pemisahan ion logam berat atau dengan resin penukar ion, serta beberapa

metode lainnya seperti penyerapan menggunakan karbon aktif, electrodialysis dan

reverse osmosis. Namun proses ini relatif mahal dan cenderung menimbulkan

permasalahan baru, yaitu akumulasi senyawa tersebut dalam sedimen dan

organisme akuatik (perairan).

1. Mikroalge Penyerap Limbah Logam


Berat

Penanganan logam berat dengan mikroorganisme atau mikrobia (dalam

istilah biologi dikenal dengan bioakumulasi, bioremediasi, atau bioremoval),

40
menjadi alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat

keracunan

41
elemen logam berat di lingkungan perairan tersebut. Metode atau teknologi ini

sangat menarik untuk dikembangkan dan diterapkan, karena memiliki

kelebihan dibandingkan dengan proses kimiawi. Beberapa hasil studi

melaporkan, penggunaan mikroorganisme untuk menangani pencemaran

logam berat lebih efektif dibandingkan dengan resin penular ion dan reverse

osmosis dalam kaitannya dengan sensitivitas kehadiran padatan terlarut

(suspended solid), zat organik dan logam berat lainnya. Serta, lebih baik dari

proses pengendapan (presipitation) kalau dikaitkan dengan kemampuan

menstimulasikan perubahan pH dan konsentrasi logam beratnya. Dengan kata

lain, penanganan logam berat dengan mikroorganisme relatif mudah

dilakukan, murah dan cenderung tidak berbahaya bagi lingkungan.

Organisme Selular Sianobakteria merupakan organisme selular yang

termasuk kelompok mikroalga atau ganggang mikro. Di alam, organisme ini

tersebar luas baik di perairan tawar maupun lautan. Sampai saat ini diketahui

sekitar 2.000 jenis sianobakteria merupakan salah satu organisme yang

diketahui mampu mengakumulasi (menyerap) logam berat tertentu seperti

Hg,Cd, dan Pb.

Umumnya, penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan

mikroorganisme terdiri atas dua mekanisme yang melibatkan proses aktif

uptake (biosorpsi) dan pasif uptake (bioakumulasi).

42
a. Proses aktif uptake

Proses ini juga dapat terjadi pada berbagai tipe sel hidup.

Mekanisme ini secara simultan terjadi sejalan dengan konsumsi ion

logam untuk pertumbuhan sianobakteria, dan/atau akumulasi intraseluler

ion logam tersebut. Logam berat dapat juga diendapkan pada proses

metabolisme dan ekresi sel pada tingkat kedua. Proses ini tergantung dari

energi yang terkandung dan sensivitasnya terhadap parameter yang

berbeda seperti pH, suhu, kekuatan ikatan ionik, cahaya dan lainnya.

b. Proses pasif uptake

Proses ini terjadi ketika ion logam berat terikat pada dinding sel

biosorben. Mekanisme pasif uptake dapat dilakukan dengan dua cara,

yaitu ;

1) Pertukaran ion di mana ion pada dinding sel digantikan olen ion-ion

logam berat;

2) Pembentukan senyawa kompleks antara ion-ion logam berat dengan

gugus fungsional seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, fosfat,dan

hidroksi-karboksil secara bolak bail dan cepat.

43
2. Aplikasi Biosorpsi Untuk Penanggulangan Logam Berat Dari Limbah

Pertambangan

Proses penangkapan logam berat untuk mencegah masuknya logam

berat tersebut ke badan perairan di daerah hulu sungai. Penangkapan limbah

dilakukan melalui proses biosorpsi dengan memanfaatkan media biomasa

yang mudah diperoleh di daerah setempat, seperti jarong, jerami, alang-alang,

eceng gondok, sekam padi dan bagas.

Metod yang digunakan adalah absorbsi kation logam berat oleh

dinding sel media bio yang bermuatan negatip dari gugus karboksil, hidroksil,

sulfidril, amina dan fosfat. Gugus fungsi yang tidak bermuatan seperti atom N

dalam peptida berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk senyawa

koordinasi dengan kation logam. Ikatan koordinasi antara dinding sel dan

logam melibatkan ligan dan sisi aktif yang berbeda untuk setiap species,

antara lain gugus karboksil dan fosforil yang membentuk ikatan primer

dengan logam. Ikatan sekunder yang lemah terbentuk antara gugus hidroksil

dan amil. Untuk itu dilakukan percobaan menggunakan berbagai media bio

yang mudah diperoleh di daerah setempat seperti jarong, jeremi, alang-alang,

eceng gondok, sekam padi dan bagas. Teknologi yang digunak berupa unggun

media bio yang ditempatkan masing-masing dalam 6 buah kolom tegak yang

terbuat dari PWC dan persfex berdiameter 20 cm dengan tinggi 180 cm.

Setiap kolom dilengkapi dengan keran pengatur debit air, kontrol tinggi air

dan pompa sirkulasi.

44
3. Pengolahan Limbah Logam Berat Cr (VI)

Logam Cr di alam terdapat dalam dua bentuk oksida, yaitu Cr (III) dan

Cr (VI). Uniknya hanya Cr (VI) yang bersifat karsinogenik sedangkan Cr

(III) tidak. Toksitas Cr (III) hanya sekitar 1/100 kali Cr (VI), bahkan

menurut penelitian Cr (III) ternyata merupakan salah satu nutrisi yang

dibutuhkan tubuh manusia dengan kadar 50-200 mikrogram per hari. Cr

(VI) mudah larut dalam air dan membentuk divalent oxyanion yaitu kromat

dan dikromat.

Cr (III) mempunyai sifat mudah diendapkan atau diabsorpsi oleh

senyawa organik maupun anorganik pada kondisi basa, sehingga

pengolahan limbahnya dapat dilakukan dengan metode presipitasi di mana

akan terbentuk endapan senyawa hidroksa. Metode ini tidak bisa digunakan

pada limbah yang mengandung Cr (VI), sehingga untuk limbah yang

mengandung Cr (VI) harus direduksi terlebih dahulu menjadi Cr (III). Hal

ini karena pada kondisi basa akan terjadi reaksi kesetimbangan senyawa

dikromat dan kromat seperti di bawah ini :

2- 2-
Cr2O2 + 2OH <=> 2CrO4 + H2O

Oranye Kuning

Pada kondisi asam reaksi aakan bergerak ke kiri menjadi dikomat,

sedangkan pada kondisi basa kesetimbangan akan bergerak ke kanan.

45
Reduksi Cr(VI) menjadi Cr (III) harus dilakukan dalam suasan asam dengan

langkah-langkah sebagai berikut, Pertama-tama air limbah dikondisikan

pada pH 2.0 sampai 2.5 dengan asam sulfat, asam klorida atau asam lainnya.

Kemudian direduksi dengan menggunakan sodium metabisulfit (NaHSO 3),

gas SO2 Na2S, H2S, gara, ferro atau bahan pereduksi lainnya. Reaksi

reduksi-oksidasi (redoks) berlangsung cepat dan ditandai dengan perubahan

warna dari warna oranye/kuning menjadi hijau kebiruan. Perubahan warna

ini menandakan telah terjadi perubahan ke senyawa Cr (III). Langkah

berikutnya adalah dengan mempresipitasinya dengan menambahkan unsur

-
OH yang biasanya dari NaOH atau kapur hidroksida pada pH 8.5 sampai

9.0. pada kondisi ini akan terbentuk Cr (III) hidroksida sesuai dengan
reaksi

berikut :

6+ 2+ 3+ 3+
Cr + Fe - > Cr + Fe (proses reduksi)

3+ -
Cr + 3OH - > Cr(OH)3 (proses presipitasi)

Pengolahan Cr (VI) bisa dengan cara lain yaitu dengan cara

elektrolisa. Metode ini lebih cocok untuk cairan air limbah yang

konsentrasinya tinggi, sesuai dengan reaksi berikut ini :

2- 3+
Cr2O2 + 14H + 6e - > 2Cr + 7H2O

46
Metode lainya yaitu dengan penukar ion meski jarang dilakukan

karena memerlukan energi yang sangat tinggi dan bahan kimia yang sangat

banyak. Untuk air limbah organik asam kromat digunakan resin penukar ion

positif yang bersifat basa kuat. Metode lain yang juga dapat dipergunakan

adalah reduksi fotokatalitik, di mana merupakan kombinasi proses fotokimia

dan katalis yang terintegrasi untuk dapat melangsungkan suatu reaksi

transfomarsi kimia yang berlangsung pada permukaan bahan katalis

semikonduktor yang terinduksi oleh sinar.

F. Kasus Pencemaran Logam Berat Di Indonesia

Teluk buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah

lokasi pembuangan limbah tailing (lumpur sisa penghancurkan batu tambang)

milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR). Sejak tahun 1996, perusahaan asal

Denver, AS, tersebut membuang sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar

perairan Teluk Buyat setiap harinya.

Sejumlah ikan ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung

cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning kemasan. Fenomena

serupa ditemukan pula pada sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka memiliki

benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala. Sejumlah

laporan penelitian telah dikeluarkan oleh berbagai pihak sejak 1999 hingga 2004.

Penelitian-penelitian ini dilakukan sebagai respon atas pengaduan masyarakat

nelayan setempat yang menyaksikan sejumlah ikan mati mendadak,

47
menghilangnya nener dan beberapa jenis ikan, serta keluhan kesehatan pada

masyarakat. Dari laporan-laporan penelitian tersebut, ditemukan kesamaan pola

penyebaran logam-logam berat seperti Arsen (As), Antimon (Sb), dan Merkuri

(Hg) dan Mangan (Mn), dimana konsentrasi tertinggi logam berbahaya tersebut

ditemukan di sekitar lokasi pembuangan tailing Newmont. Hal ini

mengindikasikan bahwa pembuangan tailing Newmont di Teluk Buyat

merupakan sumber pencemaran sejumlah logam berbahaya. Namun demikian,

sejumlah Menteri, diantaranya Menteri Lingkungan hidup Nabiel Makarim,

mengeluarkan pernyataan bahwa Teluk Buyat tidak teercemar. Menteri Kesehatan

Achmad Sujudi bahkan mengakatan seolah-olah penyakit yang di derita oleh

masyarakat Teluk Buyat adalah penyakit kulit dan akibat kekuraangan gizi.

Perdebatan yang selama ini muncul terkait dengan dugaan penyakit

Minamata seperti yang pernah terjadi di Jepang lebih dari tiga dekade yang lalu.

Padahal penyakit Minamata itu adalah penyakit akibat kontaminasi merkuri,

sedangkan di Teluk Buyat yang terjadi adalah kontamisa sejumlah logam berat :

arsen,merkuri,antimon,mangan,dan senyawa sianida. Jadi, yang harus diverifikasi

atau diuji adalah keterkaitan antara keluhan-keluhan masyarakat atau penyakit

mereka dengan gejala penyakit yang diakibatkan oleh sejumlah logam berat

tersebut. “ Kontaminasi Arsen pada tubuh menimbulkan gejala-gejala seprti dada

panas, rasa mual, mudah lelah dan lupa, kolaps, dan kanker kulit. Yang tidak

penrah dilihat adalah dampak dari logam-logam lain, seperti antimon, mangan,

dan juga sianida. Sianida dan mangan bisa menyebabkan gangguan kulit,

48
terutama mangan, seperti yang kita lihat di pertambangan di Kalimantan,” papar

Raja Siregar pengkampanye di Eksekutif National WALHI.

Dari berbagai laporan penelitian, termasuk yang dilakukan WALHI,

sejumlah konsentrasi logam berat (arsen, merkuri, antimon, mangan) dan senyawa

sianida pada sedimen di Teluk Buyat meningkat hingga 5-70 kali lipat (data

WALHI dan KLH 2004). Konsentrasi merkuri meningkat 10 kali lipat di sekitar

pipa pembuangan tailing. Jika dibandingkan dengan Teluk Totok (lokasi

penambangan rakyat), kosentrasi arsen dan antimon jauh lebih tinggi di sekitar

pembuangan tailing PT NMR (data Walhi dan KLH 2004). Untuk merkuri

konsentrasi di Teluk Buyat dan Teluk Totok hampir sama. Namun, pada data

penelitian KLH 2004, kosentrasi merkuri di lokasi pembuangan tailing Newmont

lebih besar dibandingkan dengan di Teluk Totok.

49

Anda mungkin juga menyukai