Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DARAH DAN ENZIMATIK

ALKALINE PHOSPHATASE (ALP)

Disusun oleh :

FEBE CINDY CINTYA DEWI (P1337434118035)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

TAHUN 2020
I. Judul : Pemeriksaan Alkaline Phosphatase (ALP)
II. Pertemuan ke- :V
III. Hari, tanggal : Rabu, 26 Agustus 2020
IV. Tujuan :
1. Untuk mengetahui pemeriksaan Alkaline Phosphatase (ALP).
2. Untuk mengetahui kadar Alkaline Phosphatase (ALP) dari sampel serum yang
diperiksa.

V. Metode :
Metode fotometrik kinetik berdasarkan German Society of Clinical Chemistry
(DGKC)

VI. Prinsip :
Alkaline phosphatase mengkatalisa dalam media alkali yang mentransfer p-
nitrophenylphosphatase menjadi p-nitrofenol. Kenaikan p-nitrofenol diukur secara
fotometri pada panjang gelombang 405 nm yang sebanding dengan aktivitas alkali
phosphatase dalam sampel.

VII. Reaksi :
ALP
p-nitrophenylphosphate + H2O phosphate + p-nitrophenol

VIII. Dasar Teori :


Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang
diproduksi terutama oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru);
enzim ini juga berasal dari usus, tubulus proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar susu
yang sedang membuat air susu. Fosfatase alkali disekresi melalui saluran empedu.
Meningkat dalam serum apabila ada hambatan pada saluran empedu (kolestasis). Tes
ALP terutama digunakan untuk mengetahui apakah terdapat penyakit hati
(hepatobiliar) atau tulang.
Pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati, sedangkan
pada anak-anak sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi kerusakan ringan pada
sel hati, mungkin kadar ALP agak naik, tetapi peningkatan yang jelas terlihat pada
penyakit hati akut. Begitu fase akut terlampaui, kadar serum akan segera menurun,

2
sementara kadar bilirubin tetap meningkat. Peningkatan kadar ALP juga ditemukan
pada beberapa kasus keganasan (tulang, prostat, payudara) dengan metastase dan
kadang-kadang keganasan pada hati atau tulang tanpa matastase (isoenzim Regan).
Pada kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktifitas
osteoblastik (pembentukan sel tulang) yang abnormal, misalnya pada penyakit Paget.
Jika ditemukan kadar ALP yang tinggi pada anak, baik sebelum maupun sesudah
pubertas, hal ini adalah normal karena pertumbuhan tulang (fisiologis). Elektroforesis
bisa digunakan untuk membedakan ALP hepar atau tulang. Isoenzim ALP digunakan
untuk membedakan penyakit hati dan tulang; ALP1 menandakan penyakit hati dan
ALP2 menandakan penyakit tulang.

IX. Alat dan Bahan :

Alat
1. Spuit 8. Tempat limbah (tajam, infeksius,
2. Torniquet non infeksius)
3. Kapas alkohol 9. Centrifuge
4. Kapas kering 10. Tabung reaksi
5. Mikropipet 20 µl, 200µl, 800µl 11. Rak tabung reaksi
6. Spektrofotometer 12. Yellow and blue tip
7. Tissue

Bahan
1. Sampel serum
2. Reagen kit ALP (Rajawali)

X. Prosedur Kerja :
Praktikum
A. Pra Analitik
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Pakai APD sesuai SOP
B. Analitik
1. Buat working reagent dengan perbandingan R1 : R2 = 4 : 1
2. Atur skala mikropipet sesuai volume yang dibutuhkan

3
3. Pipet 800 µl R1, masukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih dan
kering
4. Tambahkan dengan 200 µl R2 ke dalam tabung reaksi yang sama,
homogenkan
5. Pipet 20 µl serum
6. Masukkan ke dalam tabung reaksi berisi working reagent, homogenkan
7. Inkubasi pada suhu ruang (25oC) selama 1 menit
8. Lakukan pembacaan hasil menggunakan fotometer
9. Atur terlebih dahulu panjang gelombang dan nilai normal untuk
pemeriksaan ALP DGKC
10. Isap aquadest sesuai permintaan alat
11. Isap sampel kemudian
12. Tunggu hingga kurva selesai
13. Catat hasil yang tertera pada monitor
C. Post Analitik
1. Bersihkan alat dan bahan yang telah digunakan
2. Kembalikan ke tempat semula
3. Lepas APD

Video dari Youtube Lab TLM Polkesmar

A. Pra Analitik
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Pakai APD sesuai SOP
3. Lakukan pengambilan sampel darah (phlebotomi)
4. Pindahkan sampel darah yang telah diperoleh ke dalam tabung reaksi
5. Biarkan sampel selama beberapa menit hingga terbentuk jendalan
6. Centrifuge sampel darah dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit
7. Pisahkan serum dengan sel darah merah menggunakan mikropipet
B. Analitik
1. Buat working reagent dengan perbandingan R1 : R2 = 4 : 1
2. Atur skala mikropipet sesuai volume yang dibutuhkan

4
3. Pipet 800 µl R1, masukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih dan
kering
4. Tambahkan dengan 200 µl R2 ke dalam tabung reaksi yang sama,
homogenkan
5. Pipet 20 µl serum
6. Masukkan ke dalam tabung reaksi berisi working reagent, homogenkan
7. Inkubasi menggunakan waterbath dengan suhu 37oC selama 1 menit
8. Lakukan pembacaan hasil menggunakan fotometer
9. Atur terlebih dahulu panjang gelombang dan nilai normal untuk
pemeriksaan ALP DGKC
10. Isap aquadest sesuai permintaan alat
11. Isap sampel kemudian
12. Tunggu hingga kurva selesai
13. Catat hasil yang tertera pada monitor
D. Post Analitik
Tidak ditampilkan

XI. Hasil :
Identitas sampel : Wanita remaja
Hasil percobaan 1 = 8,56 U/L
Hasil percobaan 2 = 74,21 U/L

XII. Pembahasan :
Pada praktikum pemeriksaan Alkaline Phosphatase yang dilakukan
menggunakan reagen merk Rajawali diperoleh hasil
Percobaan 1 = 8,56 U/L
Percobaan 2 = 74,21 U/L
Terdapat beberapa faktor kesalahan yang terjadi ketika praktikum sehingga
mempengaruhi hasil pemeriksaan, yaitu :
1. Sampel dibiarkan di tempat terbuka
2. Pada percobaan 1 terdapat kesalahan input nilai normal, inkubasi lebih dari
1 menit, pipet bocor
3. Pada percobaan 2 terdapat gelembung pada selang ketika mengisap sampel

5
Nilai normal untuk pemeriksaan ALP menggunakan reagen Rajawali dengan
suhu 25oC untuk perempuan usia remaja adalah 40 – 190 U/L.

Kadar ALP dapat mencapai nilai sangat tinggi (hingga 20 x lipat nilai normal)
pada sirosis biliar primer, pada kondisi yang disertai struktur hati yang kacau dan
pada penyakit penyakit radang, regenerasi, dan obstruksi saluran empedu intrahepatik.
Peningkatan kadar sampai 10 x lipat dapat dijumpai pada obstruksi saluran empedu
ekstrahepatik (misalnya oleh batu) meskipun obstruksi hanya sebagian. Sedangkan
peningkatan sampai 3 x lipat dapat dijumpai pada penyakit hati oleh alcohol, hepatitis
kronik aktif, dan hepatitis oleh virus.
Pada kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktifitas
osteoblastik (pembentukan sel tulang) yang abnormal, misalnya pada penyakit Paget.
Jika ditemukan kadar ALP yang tinggi pada anak, baik sebelum maupun sesudah
pubertas, hal ini adalah normal karena pertumbuhan tulang (fisiologis). Elektroforesis
bisa digunakan untuk membedakan ALP hepar atau tulang. Isoenzim ALP digunakan
untuk membedakan penyakit hati dan tulang; ALP1 menandakan penyakit hati dan
ALP2 menandakan penyakit tulang.
Jika gambaran klinis tisak cukup jelas untuk membedakan ALP hati dari
isoenzim isoenzim lain, maka dipakai pengukuran enzim-enzim yang tidak
dipengaruhi oleh kehamilan dan pertumbuhan tulang. Enzim-enzim itu adalah :
5’nukleotidase (5’NT), leusine aminopeptidase (LAP) dan gamma-GT. Kadar GGT
dipengaruhi oleh pemakaian alcohol, karena itu GGT sering digunakan untuk menilai
perubahan dalam hati oleh alcohol daripada untuk pengamatan penyakit obstruksi
saluran empedu (E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, 2008).
Metode pengukuran kadar ALP umumnya adalah kolorimetri dengan
menggunakan alat (mis. fotometer/spektrofotometer) manual atau dengan analizer
kimia otomatis. Elektroforesis isoenzim ALP dilakukan untuk membedakan ALP hati
dan tulang. Bahan pemeriksaan yang digunakan berupa serum atau plasma heparin.

XIII. Simpulan :
Dari praktikum yang telah dilakukan dan hasil yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa pada percobaan 2 kadar ALP sampel yang diperiksa adalah
normal. Sedang pada percobaan 1 tidak normal karena terdapat beberapa faktor
kesalahan yang terjadi ketika praktikum.

6
XIV. Daftar Pustaka :
 D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan. 1990. Kapita Selekta
Patologi Klinik, Edisi 4. Jakarta : EGC
 E.N. Kosasih & A.S. Kosasih. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Klinik, Edisi 2. Tangerang : Karisma Publishing Group.
 Joyce LeFever Kee. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik,
Edisi 9. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai