Anda di halaman 1dari 5

Yuliarti, Nurheti. 2007. Awas Bahaya Dibalis Lezatnya Makanan.

Yogyakarta :
ANDI.
Bahan tambahan makanan atau bahan tambahan pangan adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk
makanan. Bahan tambahan makanan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula
tidak. Menurut ketentuan yang diterapkan, ada beberapa kategori BTM. Pertama,
bahan tambahan makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi,
misalnya pati. Kedua, bahan tambahan makanan yang digunakan dengan dosisi
tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah
ditetapkan. Ketiga, bahan tabahan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta
telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat
pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman.
Pedangan ingin dagangannya lebih awet tetapi tidak mempunyai
pengetahuan mengenai cara pengawetan yang benar. Selain itu, ketidak tahuan
konsumen terhadap berbagai jenis bahan berbahaya yang ada, terlebih lagi
konsumen tidak bisa membedakan ciri-ciri makanan yang mengandung bahan
berbahaya sehingga bahan-bahan tersebut makin sering ditambahkan dalam
makanan.
Hal lain yang menyebabkan produsen menambahkan bahan berbahay
adalah tingkah laku konsumen itu sendiri. Sejumlah konsumen ingin makanan
dengan warna mencolok sehingga produsen produsen terdorong menambahkan
pewarna tekstil untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, mengingat pewarna
makanan hanya memberikan warna yang lebih lembut, tidak semencolok pewarna
tekstil ataupun kertas.
Kita dapat menyantap semangkuk sup, rawon, soto maupun gulai tanpa
repot-repot meracik bumbunya karena telah tersedia bumbu instan dalam kemasan
yang siap pakai untuk ditambahkan ke dalam masakan kita.
Memang senyawa kimia merupakan andalan untuk mengawetkan makanan
sehubungan berubahnya cara produksi, pemasaran, serta konsumsi suatu
makanan. Rentang waktu ketika makanan diproduksi dan ketika mencapai
konsumsi kini semakin panjang.

Boraks (Asam Borat).
Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan
sebagai pengawet makanan. Selain sebagai pengwet, bahan ini berfungsi pula
mengenyalkan makanan. Di masyarakat daerah tertentu, boraks juga dikenal
dengan sebutan garam bleng, bleng, atau pijer dan sering digunakan untuk
mengawetkan nasi untuk dibuat makanan yang sering disebut legendar atau
gendar.
Fungsi Boraks Yang Sebenarnya.
Boraks, yang disebut juga asam borat, natrium tetra borax atau sodium
borat sebenarnya merupakan pembersih, fungisida, herbisida dan insektisida yang
bersifat toksik atau meracun untuk manusia. Dalam kondisi toksik yang kronis
(karena mengalami kontak dalam jumlah sedikit demi sedikit namun dalam jangka
waktu yang panjang) akan mengakibatkan tanda-tanda merah pada kulit, seizure
dan gagal ginjal. Boraks juga dapat mengakibatkan iritasi pada kulit, mata atau
saluran respirasi, mengganggu kesuburan dan janin. Dosis letal (dosis yang dapat
mengakibatkan kematian) pada dewasa 20 gram, sedangkan pada anak-anak dan
binatang kesayangan kurang dari 5 gram.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa asam borat merupakan bakterisida lemah
sehingga dapat digunakan sebagai pengawet pangan. Walaupun demikian,
pemakaina berulang dapat mengakibatkan keracunan yang ditandai dengan mual,
muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala dan mungkin saja dapat
menimbulkan shock. Asam borat juga memberi efek teratogenik pada ayam.

Gangguan Kesehatan Karena pengawet Sintetis.
Mengkonsumsi oengawet buatan konsumen juga harus memperhatikan ADI (
Acceptable Daily Intake), yakni jumlah yang diperkenankan untuk dikonsumsi
setiap harinya. Konsep ADI didasarkan pada kenyataan bahwa semua bahan kimia
yang digunakan, termasuk pengawet adalah racun, tetapi tingkat keracunan atau
toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan
sakit ataupun gangguan kesehatan.
ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan jumlah zat kimia yang masuk dalam
tubuh setiap harinya bahkan sampai seumur hidup tanpa menimbulkan gangguan
pada pemakainya. ADI perlu ditetapkan mengingat ada berbagai jenis bahan
tambahan makanan yang dalam dosis tertentu (tinggi) berbahaya bagi kesehatan,
sedangkan dalam dosis rendah aman untuk dikonsumsi.

Pewarna.
Penggunaan pewarna sebenarnya sah-sah saja selama dalam jumlah yang terbatas.
Namun demikian, apabila pewarna yang digunakan adalah pewarna nonmakanan,
misalkan pewarna tekstil atau pewarna kertas atau pewarna makanan tetapi dalam
jumlah yang berlebihan, tentulah akan membahayakan kesehatan konsumen.
Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi kini banyak ditemukan
berbagai jenis pewarna sintetis. Pewarna sintetis ini memiliki kelebihan, dia
antaranya penggunaannya praktis dan harganya lebih murah bila dibandingkan
dengan pewarna alami. Namun demikian, beberapa pewarna sintetis kadang-
kadang menimbulkan efek yang merugikan sehingga konsumen kini beralih ke
pewarna alami.
Proses pembuatan pewarna sintesis biasanya melalui perlakuan pemberian asam
sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat
lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai
produk ahir, harus melalui suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang
berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-
senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman,
ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004% dan timbal
balik tidak boleh lebih dari 0,0001, sedangkan logam berta lainnya tidak boleh
ada. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan
dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan oangan. Akan tetapi sering
terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan,
misalnya zat pewarna tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan oangan. Hal
ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada
zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan
oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan
disamping itu, jarga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan
dengan harga zat pewarna untuk pangan. Hal ini disebabkan bea masuk zat
pewarna untuk bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna bahan non
pangan. Lagipula warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik.

Rhodamin B.
Rhodamin B dalam dunia perdagangan sering dikenal dengan nama terta ethyl
rhodamin B, D dan red no. 19, C.I. Basic violet 10, C.I.No. 45179. Zat pewarna
sintesis ini berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah keunguan,
dalam larutan berwarna merah teraang berpendar (berflourescensi). Pewarna ini
sebenarnya adalah pewarna untuk kertas, tekstil, dan reagensia untuk oengujian
antimon, cobalt dan bismut.
Penggunaan rhodamin B pada makanan dalam waktu lama (kronis) akan dapat
mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila
terpapar rhodamin B dalam jumlah besar makan dalam waaktu singkat akan
terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. bila rhodamin B tersebut masuk melalui
makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan
mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna merah
ataupun merah muda.jangankan lewat makanan, menghirup rhodamin B dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran
pernafasan. Demikian pula apabila zat kimia ini mengenai kulit maka kulit pun
akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemarahan dan timbunan
cairan atau udem pada mata.

Anda mungkin juga menyukai