Anda di halaman 1dari 3

Arisman. 2009. Keracunan Makanan. Jakarta : ECG.

Zat aditif adalah zat kimia yang dicampurkan ke dalam makanan secara langsung atau
tidak langsung dalam jumlah tertentu, untuk tujuan pemrosesan, pengawetan, atau
memperbaiki rasa, tekstur dan tampilan makanan. Istilah ini tidak memasukkan zat pencemar.
Batasan lain adalah semua zat atau campuran zat selain bahan dasar yang terdapat dalam
makanan sebagai akibat dari produksi, pemrosesan, penyimpanan, dan pengemasan (Food
Protection Committee of The Food and Nutrition Board). Zat aditif berperan penting dalam
rantai pemrosesan makanan agar tetap aman setibanya di meja makan konsumen. Meskipun
demikian, tidak berarti setiap makanan yang diproses mengandung zat aditif. Pengawetan
pada sebagian produk susu tidak lagi menggunakan zat aditif, melainkan dengan penyinaran
ultraviolet.
Walaupun telah banyak temuan tentang pengaruh negatif dari sebagian zat aditif
terhadap penyuka makanan siap saji, keberadaan zat aditif lain justru sangat diinginkan. Zat
pengawet (preservatif) yang mampu memperpanjang usia penyimpanan makanan adalah
salah satu contoh zat aditif yang memberikan manfaat. Penggunaan zat aditif, memang seperti
buah simalakama.
Sejumlah zat aditif berdampak buruk pada sistem pencernaan, saraf, pernapasan dan
kulit. Gangguan pasa saluran cerna berupa diare dan nyeri bersifat kolik. Gangguan
persyarafan ditandai oleh hiperreaktivitas, insomnia dan irritable. Asma, riniis dan sinusitis
merupakan cerminan gangguan saluran napas. Gambaran gangguan kulit adalah urtikaria,
gatal, kemerahan dan pembengkakan.
Sebelum diberi izin layak edar dan dilempar ke pasaran, zat aditif terlebih dahulu wajib
melalui serangkaian pengujian, antara lain uji toksikologi terhadap hewan. Pada hewan
percobaan, zat tersebut diberikan dengan dosis sebesar 100 kali lebih kecil ketimbang takaran
maksimal. Pengamatan dilakukan di sepanjang usia hewan. Jika efek yang tidak diinginkan
tidak muncul selama hewan hidup, zat aditif tersebut akan diberi izin edar. Bila kemudian
muncul keraguan, persetujuan akan ditangguhkan bahkan jika perlu dibatalkan.
Perizinan tersebut tidak bersifat permanen. Badan pengawas obat dan makanan (BPPOM)
berkewajiban mengawasi secara teratur dan berkesinambungan akan kemungkinan
munculnya efek yang tidak diinginkan, atau bahkan keracunan. Di tingkat internasional,
tanggung jawa ini dibebankan pada FDA (Food and Drug Admnistration) dan FSIS.

Penamanaan.
Sebagian zat aditif ini bernama panjang, sebagian lagi dalam bentuk singkatan,
sementara sisanya bahkan tanpa nama. Selain itu, ada pula yang memiliki lebih dari satu
nama. Oleh sebab itu, untuk menghapus keraguan, setiap zat aditif diberi nomor kode, yang
tentu saja terdaftar secraa internasional.

Pengawet.
Pengawet adalah zat (biasanya bahan kimia) yang digunakan untuk mencegah
pertumbuhan bakteri oembusuk. Zat pengawet hendaknya tidak bersifat toksik, ytidak
memengaruhi warna, tekstur dan rasa makanan dan tentu saja tidak mahal.
Pada prinsipnya, pengawetan makanan dikelompokkan menjadi (1) pengaturan suhu (
pemanasan atau pendinginan), (2) pengeringan atau dehidrasi, (3) pengasaman, (4)
penggaraman, (5) pemberian gas, (6) radiasi dan (7) pemberian antibiotik serta antioksidan.

Pewarna.
Pewarna dicampur dalam makanan untuk menimbulkan warna tertentu yang
diharapkan dapat membangkitkan selera. Konsumen harus tau dan mengerti zat apa saja yang
masih diperbolehkan untuk dikonsumsi atau sama sekali dilarang karena dampak buruknya
bagi kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai