Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berasal dari kata caedo
berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama..Secara
umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan
populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung
merugikan kepentingan manusia. USEPA dalam Soemirat (2005) menyatakan pestisida sebagai
zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi
hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu.
Pestisida adalah subtansi yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai
hama Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang.
Pestisida merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomis terutama bagi petani. Pestisida
memiliki kemampuan membasmi organisme selektif (target organisme), tetatpi pada praktiknya
pemakaian pestisida dapat menimbulkan bahaya pada organisme non target. Dampak negatif
terhadap organisme non target meliputi dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran dan
menimbulkan keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia. Petani merupakan
kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada kecenderungan semakin menurun, angkatan
kerja yang bekerja pada sektor pertanian, masih berjumlah sekitar 40% dari angkatan kerja.
Banyak wilayah Kabupaten di Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan
sebagai sumber Penghasilan Utama Daerah (PAD). Untuk meningkatkan hasil pertanian yang
optimal, dalam paket intensifikasi pertanian diterapkan berbagai teknologi, antara lain
penggunan agrokimia (bahan kimia sintetik). Penggunaan agrokimia, diperkenalkan secara
besar-besaran (massive) menggantikan kebiasan atau teknologi lama, baik dalam hal
pengendalian hama maupun pemupukan tanaman. Pestisida organofosfat masuk ke dalam tubuh,
melalui alat pencernaan atau digesti, saluran pernafasan atau inhalasi dan melalui permukaan
kulit yang tidak terlindungi atau penetrasi. Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan aktifitas
enzim kholinesterase dalam darah, penentuan tingkat keracunan adalah sebagai berikut ; 75% -
100% katagori normal; 50% - < 75% katagori keracunan ringan; 25% - <50% katagori keracunan
sedang; 0% - <25% katagori keracunan berat. Keluarga petani merupakan orang yang
mempunyai risiko keracunan pestisida, hal ini karena selalu kontak dengan petani penyemprot,
tempat penyimpanan pestisida, peralatan aplikasi pestisida, yang dapat menimbulkan
kontaminasi pada air, makanan dan peralatan yang ada di rumah. Keracunan terjadi disebabkan
kurang mengertinya keluarga petani akan bahaya pestisida, masih banyaknya petani yang
menggunakan pestisida yang kurang memperhatikan dan megikuti cara-cara penangganan yang
baik dan aman, sehingga dapat membahayakan pada keluarga petani.

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Pestisida Organofosfat ?


2. Apa Saja Yang Termasuk Pestisida Golongan Organofosfat ?
3. Apa Diagnosis Keracunan Pestisida Ortganofosfat ?

C. Tujuan
    

Makalah ini diharapkan agar dapat memberikan manfaat pada penulis , maupun para
pembaca.. Manfaat tersebut baik dari segi pengetahuan dan pemahaman mendalam mengenai
Penggunaan Pestisida Organofosfat dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pestisida Organofosfat


Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida lainnya dan
sering menyebabkan keracunan pada manusia.Bila tertelan, meskipun hanya dalam jumlah
sedikit, dapat menyebabkan kematian pada manusia.Organofosfat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada
sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis acetylcholine menjadi asetat dan
kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine meningkat dan berikatan
dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut
menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Walaupun memiliki sifat toksisitas yang tinggi, tetapi penggunaan organofosfat untuk
pengobatan pada manusia tetap dilakukan berbagai studi untuk mengambil efek terapeutik dari
organofosfat. Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut,
hidung, suntikan dan absorpsi melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup dengan
dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi hati atau lebih
organ atau jaringan intoksikasi adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis.

B.     Pestisida Golongan Organofosfat


Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain : Azinophosmethyl,
Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion,
Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos. Senyawa Organofosfat merupakan penghambat yang kuat
dari enzim cholinesterase pada syaraf. Asetyl cholin berakumulasi pada persimpangan
persimpangan syaraf (neural jungstion) yang disebabkan oleh aktivitas cholinesterase dan
menghalangi penyampaian rangsangan syaraf kelenjar dan otot-otot. Golongan ini sangat toksik
untuk hewan bertulang belakang. Organofosfat disintesis pertama kali di Jerman pada awal
perang dunia ke-II. Pestisida yang termasuk dalam golongan organofosfat antara lain :
1.       Asefat
Diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas untuk mengendalikan hama-
hama penusuk-penghisap dan pengunyah seperti aphids, thrips, larva Lepidoptera (termasuk ulat
tanah), penggorok daun dan wereng. LD50 (tikus) sekitar 1.030 – 1.147 mg/kg; LD50 dermal
(kelinci) > 10.000 mg/kg menyebabkan iritasi ringan pada kulit (kelinci).
2.      Kadusafos
Merupakan insektisida dan nematisida racun kontak dan racun perut. LD50 (tikus) sekitar
37,1 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 24,4 mg/kg tidak menyebabkan iritasi kulit dan tidak
menyebabkan iritasi pada mata.
3.      Klorfenvinfos
Diumumkan pada tahun 1962. Insektisida ini bersifat nonsistemik serta bekerja sebagai
racun kontak dan racun perut dengan efek residu yang panjang. LD50 (tikus) sekitar 10 mg/kg;
LD50 dermal (tikus) 31 – 108 mg/kg.

4.      Klorpirifos
Merupakan insektisida non-sistemik, diperkenalkan tahun 1965, serta bekerja sebagai
racun kontak, racun lambung, dan inhalasi. LD50 oral (tikus) sebesar 135 – 163 mg/kg; LD50
dermal (tikus) > 2.000 mg/kg berat badan.
5.      Kumafos
Ditemukan pada tahun 1952. Insektisida ini bersifat non-sistemik untuk mengendalikan
serangga hama dari ordo Diptera. LD50 oral (tikus) 16 – 41 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 860
mg/kg.
6.      Diazinon
Pertama kali diumumkan pada tahun 1953. Diazinon merupakan insektisida dan akarisida
non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan efek inhalasi. Diazinon juga
diaplikasikan sebagai bahan perawatan benih (seed treatment). LD50 oral (tikus) sebesar 1.250
mg/kg.
7.      Diklorvos (DDVP)
Dipublikasikan pertama kali pada tahun 1955. Insektisida dan akarisida ini bersifat non-
sistemik, bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan racun inhalasi. Diklorvos memiliki efek
knockdown yang sangat cepat dan digunakan di bidang-bidang pertanian, kesehatan masyarakat,
serta insektisida rumah tangga.LD50 (tikus) sekitar 50 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 90 mg/kg.
8.      Malation
Diperkenalkan pada tahun 1952. Malation merupakan pro-insektisida yang dalam proses
metabolisme serangga akan diubah menjadi senyawa lain yang beracun bagi serangga.
Insektisida dan akarisida non-sistemik ini bertindak sebagai racun kontak dan racun lambung,
serta memiliki efek sebagai racun inhalasi. Malation juga digunakan dalam bidang kesehatan
masyarakat untuk mengendalikan vektor penyakit. LD50 oral (tikus) 1.375 – 2.800 mg/lg; LD50
dermal (kelinci) 4.100 mg/kg.
9.      Paration
Ditemukan pada tahun 1946 dan merupakan insektisida pertama yang digunakan di
lapangan pertanian dan disintesis berdasarkan lead-structure yang disarankan oleh G. Schrader.
Paration merupakan insektisida dan akarisida, memiliki mode of action sebagai racun saraf yang
menghambat kolinesterase, bersifat non-sistemik, serta bekerja sebagai racun kontak, racun
lambung, dan racun inhalasi. Paration termasuk insektisida yang sangat beracun, LD50 (tikus)
sekitar 2 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 71 mg/kg.
10.  Profenofos
Ditemukan pada tahun 1975. Insektisida dan akarisida non-sistemik ini memiliki aktivitas
translaminar dan ovisida. Profenofos digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga hama
(terutama Lepidoptera) dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 358 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 472
mg/kg.
11.  Triazofos
Ditemukan pada tahun 1973. Triazofos merupakan insektisida, akarisida, dan nematisida
berspektrum luas yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Triazofos bersifat non-
sistemik, tetapi bisa menembus jauh ke dalam jaringan tanaman (translaminar) dan digunakan
untuk mengendalikan berbagai hama seperti ulat dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 57 – 59
mg/kg; LD50 dermal (kelinci) > 2.000 mg/kg.

C.     Memahami Diagnosis Keracunan Pestisida Organofosfat


Penegakan diagnosa dari keracunan seringkali dengan mudah dapat ditegakkan karena
keluarga atau pengantar penderita sudah mengatakan penyebab keracunan atau membawa tempat
bahan beracun kepada dokter. Tapi kadang-kadang kita menemui kesulitan dalam menentukan
penyebab keracunan terutama bila penderita tidak sadar dan tidak ada saksi yang mengetahui
kejadiannya. Diagnosa dari keracunan terutama didasarkan pada anamnesa yang diambil dari
orang tua, keluarga,pengasuh atau orang lain yang mengetahui kejadiannya. Pada anamnesa
ditanyakan kapan dan bagaimana terjadinya, tempat kejadian dan kalau mungkin mencari
penyebab keracunan. Ditanya pula kemungkinan penggunaan obat-obatan tertentu atau resep
yang mungkin baru didapat dari dokter. Diusahakan sedapat mungkin agar tempat bekas bahan
beracun diminta untuk melihat isi bahan beracun dan kemudian diselidiki lebih lanjut.
Pemeriksaan fisik sangat penting terutama pada penderita-penderita yang belum jelas
penyebabnya.
1.      B A U :
a.       Aceton : Methanol, isopropyl alcohol, acetyl salicylic acid
b.       Coal gas : Carbon monoksida
c.       Buah per : Chloralhidrat
d.      Bawang putih : Arsen, fosfor, thalium, organofosfat
e.       Alkohol : Ethanol, methanol
f.       Minyak : Minyak tanah atau destilat minyak
2.      K U L I T :
a.       Kemerahan : Co, cyanida, asam borax, anticholinergik
b.      Berkeringat : Amfetamin, LSD, organofosfat, cocain, barbiturate
c.       Kering : Anticholinergik
d.      Bulla : Barbiturat, carbonmonoksida
e.       Ikterus : Acetaminofen, carbontetrachlorida, besi, fosfor, jamur
f.       Purpura : Aspirin, warfarin, gigitan ular
3.      SUHU TUBUH :
a.       Hipothermia : Sedatif hipnotik, ethanol, carbonmonoksida, clonidin,
fenothiazin                                                               
b.      Hiperthermia : Anticholinergik, salisilat, amfetamin, cocain, fenothiazin, theofili.
4.      TEKANAN DARAH :
a.       Hipertensi : Simpatomimetik, organofosfat, amfetamin .
b.      Hipotensi : Sedatif hipnotik, narkotika, fenothiazin, clonidin, beta-blocker
5.      N A D I :
a.       Bradikardia : Digitalis, sedatif hipnotik, beta-blocker, ethchlorvynol.
b.      Tachikardia : Anticholinergik, amfetamin, simpatomimetik, alkohol, cokain, aspirin, theofilin
c.       Arithmia : Anticholinergik, organofosfat, fenothiazin, carbonmonoksida, cyanida, beta-
blocker.
6.      SELAPUT LENDIR :
a.       Kering : Anticholinergik
b.       Salivasi : Organofosfat, carbamat

D.    Mekanisme Kerja Pestisida Organofosfat


Pestisida golongan organofosfat dan karbamat adalah persenyawaan yang tergolong
antikholinesterase seperti physostigmin, prostigmin, diisopropylfluoropphosphat  dan karbamat.
Dampak pestisida terhadap kesehatan bervariasi, antara lain tergantung dari golongan, intensitas
pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan. Dalam tubuh manusia diproduksi asetikolin dan
enzim kholinesterase. Enzim kholinesterase berfungsi memecah asetilkolin menjadi kolin dan
asam asetat. Asetilkolin dikeluarkan oleh ujung-ujung syaraf ke ujung syaraf berikutnya,
kemudian diolah dalam Central nervous system (CNS), akhirnya terjadi gerakan-gerakan tertentu
yang dikoordinasikan oleh otak. Apabila tubuh terpapar secara berulang pada jangka waktu yang
lama, maka mekanisme kerja enzim kholinesterase terganggu, dengan akibat adanya ganguan
pada sistem syaraf. Di seluruh sistem persyarafan (the nervous system), terdapat pusat-pusat
pengalihan elektro kemikel yang dinamakan synapses, getaran-getaran impuls syaraf
elektrokemis (electrochemical nerve impulse), dibawa menyeberangi kesenjangan antara sebuah
syaraf (neuron) dan sebuah otot atau sari neuron ke neuron. Karena getaran syaraf (sinyal)
mencapai suatu sypapse, sinyal itu merangang pembebasan asetilkolin. Asetikholinesterase
adalah suatu enzim, terdapat pada banyak jaringan yang menghidrolisis asetilkholin menjadi
kholin dan asam asetat. Sel darah merah dapat mensintesis asetilkholin dan bahwa kholin
asetilase dan asetilkholinesterase keduanya terdapat dalam sel darah merah. Kholin asetilase juga
ditemukan tidak hanya di dalam otak tetapi juga di dalam otot rangka, limpa dan jaringan
plasenta. Adanya enzim ini dalam jaringan seperti plasenta atau eritrosit yang tidak mempunyai
persyaratan menunjukkan fungsi yang lebih umum bagi asetilkholin dari pada funsi dalam syaraf
saja. Pembentukan dan pemecahan asetilkholin dapat dihubungkan dengan permeabilitas sel.
Perhatian lebih diarahkan pada sel darah merah, telah dicatat bahwa enzim kholin asetilase tidak
aktif baik karena pengahambatan oleh obat-obatan maupun karena kekurangan subtrat, sel akan
kehilangan permeabilitas selektifnya dan mengalami hemolisis. Asetilkholin berperan sebagai
jembatan penyeberangan bagi mengalirnya getaran syaraf. Melalui sistem syaraf inilah organ-
organ di dalam tubuh menerima informasi untuk mempergiat atau mengurangi efektifitas sel.
Pada sistem syaraf, stimulas yang diterima dijalarkan melalui serabut-serabut syaraf (akson)
dalam betuk impuls. Ketika pestisida organofosfat memasuki tubuh manusia atau hewan,
pestisida menempel pada enzim kholinesterase. Karena kholinesterase tidak dapat memecahkan
asetilkholin, impuls syaraf mengalir terus (konstan) menyebabkan suatu twiching yang cepat dari
otot-otot dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Pada saat otot-otot pada sistem pernafasan
tidak berfungsi terjadilah kematian.

E.      Gejala Keracunan Pestisida Organofosfat


Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat
bergantung pada adanya stimulasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi
saraf pusat maupun perifer. Gejala awal seperti salivasi, lakrimasi, urinasi dan diare (SLUD)
terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik
sehingga kandungan asetil kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot polos. Racun
pestisida golongan organofosfat masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, tertelan melalui mulut
maupun diserap oleh tubuh. Masuknya pestisida golongan orgaofosfat segera diikuti oleh gejala-
gejala khas yang tidak terdapat pada gejala keracunan pestisida golongan lain. Gejala keracunan
pestisida yang muncul setelah enam jam dari paparan pestisida yang terakhir, dipastikan bukan
keracunan golongan organofasfat. Organofosfat menyebabkan fosforilasi dari ester acetylcholine
esterase (sebagai choline esterase inhibitor ) yang bersifat irreversibel sehingga enzim ini
menjadi inaktif dengan akibat terjadi penumpukan acetylcholine.

F.    Cara Pencegahan Keracunan Pestisida


Pengetahuan tentang pestisida yang disertai dengan praktek penyemprotan akan dapat
menghindari petani/penyemprot dari keracunan.
Ada beberapa cara untuk meghindari keracunan antara lain.
1.      Pembelian pestisida
Dalam pembelian pestisida hendaknya selalu dalam kemasan yang asli, masih utuh dan ada
label petunjuknya
2.      Perlakuan sisa kemasan
Bekas kemasan sebaiknya dikubur atau dibakar yang jauh dari sumber mata air untuk
mengindai pencemaran ke badan air dan juga jangan sekali-kali bekas kemasan pestisida untuk
tempat makanan dan minuman.
3.      Penyimpanan
Setelah menggunakan pestisida apabila berlebih hendaknya di simpan yang aman seperti jauh
dari jangkauan anak-anak, tidak bercampur dengan bahan makanan dan sediakan tempat khusus
yang terkunci dan terhindar dari sinar matahari langsung.
4.      Penatalaksanaan Penyemprotan
Pada pelaksanaan penyemprotan ini banyak menyebabkan keracunan oleh sebab itu petani di
wajibkan memakai alat pelindung diri yang lengkap setiap melakukan penyemprotan, tidak
melawan arah angin atau tidak melakukan penyemprotan sewaktu angin kencang, hindari
kebiasaan makan-minum serta merokok di waktu sedang menyemprot, setiap selesai
menyemprot dianjurkan untuk mandi pakai sabun dan berganti pakaian serta pemakain alat
semprot yang baik akan menghindari terjadinya keracunan.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pestisida Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida lainnya
dan sering menyebabkan keracunan pada manusia.Bila tertelan, meskipun hanya dalam jumlah
sedikit, dapat menyebabkan kematian pada manusia.Organofosfat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada
sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis acetylcholine menjadi asetat dan
kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine meningkat dan berikatan
dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut
menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain : Azinophosmethyl,
Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion,
Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos.

B.     Saran
Untuk mencegah diri dari  keracunan Pestisida organofosfat ini sebaiknya di sarankan untuk
melakukan Tindakan perawatan spesifik bertujuan :
1.      Pencegahan terjadinya keracunan
2.      Mempertahankan saluran pernafasan yang bersih
DAFTAR PUSTAKA

    http://luviony.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-keracunan.html

     http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida.doc.2008www.hortikulturabandung.com/dokumen.2008

     Djojosumarto P. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius.Yoagyakarta.2008.

     Prihadi. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Efek Kronis Keracunan Pestisida
Organofosfat Pada Petani Sayuran di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang, PPs-UNDIP,
Semarang, 2008.

     http://pestisida Organofosfat.com

Anda mungkin juga menyukai