TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pestisida
6) Molusisida berasal dari kata moluska, di mana memiliki bentuk badan yang
halus dan biasanya memiliki tempurung yang keras, serperti kerang, siput,
dll. Jadi molusisida adalah senyawa kimia yang membunuh organisme filum
moluska.
2.2. Organofosfat
2.2.1 Senyawa organofosfat
Organofosfat merupakan salah satu kelompok insektisida,
organofosfat yang pertama kali disintesis adalah trietil pirofosfat, pada tahun
1859. Insektisida bersifat toksik pada sistem saraf. Organofosfat merupakan
pestisida yang memiliki sifat menginhibisi cholinesterase, dan telah banyak
menggantikan organoklorin karena lebih efektif dan mengurangi toksisitas di
lingkungan dan jaringan manusia. Toksisitas dapat terjadi secara akut, kronis
dan sekuele terlambat akibat pajanan akut.20
Secara kimiawi, organofosfat merupakan turunan dari asam fosforat
dan dua kelompok kimiawi: (1) alkyl phosphates, seperti tetraethyl
pyrophosphate (TEPP), hexaethyl tetraphosphate (HETP), octamethyl
pyrophosphoramide (OMPA), dimefox, isopestox, sulfotepp, demeton,
malathion, dan (2) aryl phosphates, seperti parathion, paraoxon,
methylparathion, chlorthion, diazinon.22
2.2.2. Epidemiologi Organofosfat
Organofosfat yang sering digunakan adalah diazinon, acephate,
malathion, parathion, dan chlorpyrifos. Pada zaman Perang Dunia Kedua,
insektisida juga digunakan sebagai bahan dalam peperangan. Senyawa
organofosfat dan karbamat merupakan senyawa kimia yang paling banyak
digunakan dan menyebabkan penyakit yang bersifat sistemik. Diazinon dan
chlorpyrifos telah dilarang untuk digunakan dalam rumah tangga sejak tahun
2000 akibat neurotoksisitas, khususnya terjadi pada otak anak yang sedang
berkembang. 25
Intoksikasi organofosfat terjadi akibat pajanan ketidaksengajaan di
dalam rumah, terutama pada daerah yang sering disemprot akibat berdekatan
dengan industri. Selain itu, intoksikasi organofosfat juga dapat terjadi akibat
terkontaminasi pada makanan. Bahan kimia tersebut kadang juga digunakan
sebagai bahan dalam upaya bunuh diri ataupun pembunuhan. Absorpsi
sistemik dari organofosfat dapat terjadi melalui inhalasi, membrane mukosa,
transdermal, transkonjungtiva, dan saluran pencernaan.20
2.2.3 Patofisiologi Intoksikasi organofosfat
Senyawa organofosfat memiliki kemampuan untuk menginhibisi
enzim asetilcholinesterase. Metabolit dari organofosfat juga merupakan
inhibitor pada asetilcholinesterase. Organofosfat merupakan senyawa yang
larut dalam
lemak. Asetilcholinesterase umumnya ditemukan di membrane sel darah
merah, jaringan saraf, dan otot skeletal. Enzim cholinesterase
(pseudokolinesterase atau butirilkolinesterase) ditemukan dalam serum,
hepar, pankreas, jantung dan otak. Berhubungan dengan inhibisi dari
cholinesterase, maka menyebabkan akumulasi asetilcholinesterase di sinaps
persarafan dan neuromuscular junction, dan akhirnya meningkatkan stimulasi
pada reseptor kolinergik. Stimulasi berlebihan akan diikuti dengan paralisis
transmisi kolinergik di sistem saraf pusat, ganglia otonom, di ujung sistem
saraf parasimpatis dan simpatis dan saraf somatik. Kelebihan asetilcholine ini
akhirnya menimbulkan krisis kolinergik, sehingga menimbulkan gejala toksik
sentral dan perifer.20
Mekanisme utama dari organofosfat adalah inhibisi asetilcholinesterase,
enzim yang terdapat pada sistem saraf pusat dan perifer. Secara fisiologis
asetilcholinesterase berfungsi dalam hidrolisis neurotransmitter asetilkolin.
Organofosfat menonaktifkan asetilcholinesterase dengan cara fosforilasi
kelompok hidroksil serin yang berada pada sisi aktif asetilcholinesterase yang
akan membentuk senyawa cholinesterase terfosforilasi. Enzim cholinesterase
tidak berfungsi lagi yang mengakibatkan kadar dari enzim tersebut berkurang.
Berkurangnya enzim cholinesterase mengakibatkan menurunnya kemampuan
menghidrolisis asetilkolin, sehingga asetilkolin lebih lama di reseptor, yang
akan memperhebat dan memperpanjang efek rangsang saraf kolinergik pada
sebelum dan sesudah ganglion (pre- dan postganglionic). Penurunan aktivitas
cholinesterase dalam plasma akan kembali normal dalam waktu tiga minggu,
dalam sel darah merah akan membutuhkan waktu satu hingga dua minggu.8
2.2.4. Gejala Klinis Intoksikasi Organofosfat
Gejala klinis yang timbul bervariasi, tergantung jenis senyawa, jumlah
yang diabsorpsi dan rute pajanan. Kebanyakan pasien yang mengalami
intoksikasi organofosfat secara akut akan timbul gejala dalam 8 jam pertama
dan hampir semua kasus timbul gejala dalam 24 jam pertama. Senyawa yang
bersifat lipofilik akan menimbulkan gejala berulang atau terlambat karena
terdistribusi dalam jaringan lemak.19
Intoksikasi akut organofosfat dapat melibatkan gejala pada sistem
saraf pusat, muskarinik, nikotinik. Pada kasus intoksikasi ringan sampai
sedang, gejala yang timbul dapat kombinasi. Onset gejala juga bervariasi,
paling cepat jika disertai dengan inhalasi dan paling lambat melalui absorpsi
transdermal. Namun, apabila terdapat dermatitis ataupun ekskoriasi pada kulit
dapat mempercepat onset gejala.20,22
2.2.4.1 Manifestasi pada sistem saraf pusat
Organofosfat yang bersifat sangat lipofilik tidak akan menyebabkan
gejala toksisitas segera, tetapi akan menimbulkan sekuele terlambat. Pajanan
organofosfat kronis dengan derajat rendah yang terjadi pada petani, pekerja di
pabrik pestisida, dan pasien yang menggunakan obat kolinergik pada mata, akan
menimbulkan gejala yang kurang spesifik, seperti sakit kepala, mual, kelemahan,
diare, atau lelah. Efek pada neuropsikiater terjadi pada pajanan kronis dapat
berupa disfungsi kognitif, gangguan pada memori, dan depresi. Koma dengan
depresi napas dan sirkulasi juga dapat terjadi.20,22
D Defecation
U Urination
M Muscle weakness, miosis
B Bradycardia, bronchorrhea, bronchospasm
E Emesis
L Lacrimation
S Salivation
Gambaran 2.1. Histopatologi lobules hepar normal dengan trias portal dan
potongan trias portal.
Parenkim hepar terdiri dari sel epitel yang kompleks, didukung oleh
jaringan ikat dan di perfusi oleh banyak pembuluh darah dari vena portal
dan arteri hepatica. Sel epitel, hepatosit berperan dalam aktifitas metabolic,
tetapi sel tipe lainya berfungsi sebagai tempat penyimpan, fagositer, dan
fungsi pendukung mekanik. Empedu disekresikan oleh hepatosit dan
dikoleksi kedalam jaringan kecil yang di sebut kanalikuli. Oleh sebab itu
hepar disebut juga sebagai sel eksokrin, mensekresikan empedu ke saluran
pencernaan melalui duktus bilier ekstrahepatika. Organ hepar pada janin
berfungsi sebagai hemopoietik, eritrosit, leukosit dan trombosit terbentuk
dari mesenkin yang menutupi endpthelium sinusoid.31,32 Fungsi hepar selain
berkaitan dengan pencernaan juga memiliki beberapa peran sebagai berikut
34
antara lain: a) Proses metabolisme dari berbagai nutrisi seperti
karbohidrat, protein dan lemak setelah diabsorbsi dari saluran pencernaan
juga sangat penting dalam mempertahankan kadar gula serta meregulasi
sirkulasi dari very low-density lipoprotein.; b) Mendetoksifikasi atau
mendegradasikan setiap metabolit dan hormon serta obat ataupun senyawa
asing lainnya (xenobiotic). Kebanyakan obat dan toksik bersifat hidrofobik,
yang tidak dapat secara langsug mengeliminasi dari sirkulasi oleh ginjal,
oleh sebab itu diperlukan peran hepar dalam mengkonversikan substansi
tersebut menjadi lebih larut dalam air. Proses metabolisme tersebut
dilakukan oleh hepatosit melalui dua fase, fase I (oksidasi) dan fase II
(konjugasi); c) Mensintesis protein plasma, termasuk protein untuk
pembekuan darah,mentransportasi steroid dan hormone tiroid serta
kolesterol didalam darah, dan angiotensinogen yang berperan penting dalam
sistem renin-angiotensin- aldosterone; d) Menyimpan glikogen, lemak, zat
besi, tembaga, dan vitamin;
e) Mengaktivasi vitamin D; f) Menghancurkan bakteri dan sel darah merah
yang telah rusak dengan adanya makrofag khusus dalam hepar; g)
Mensekresi hormone trombopoietin (untuk menstimulasi produksi
trombosit), hepcidin (menghambat pengambilan zat besi dari pencernaan),
dan insulin-like growth
factor 1 (untuk menstimulasi pertumbuhan); h) Memproduksi protein akut
yang penting dalam proses inflamasi; i) Mengekresi kolesterol dan bilirubin
(merupakan hasil akhir dari proses detruksi sel darah merah).
Semua proses ini tejadi akibat adanya berbagai jenis sel didalam organ
hepar. Supaya semua proses metabolism tersebut dapat berlangsung dengan
baik maka diperlukan susunan anatomi langsung antara darah dari sistem
darah, aorta dan saluran pencernaan dengan hepar. Hepar pada manusia
memliki sekitar 50 ribu hingga 100 ribu lobules. Setiap sudut heksagon
memiliki tiga traktus yang disebut sebagai trias portal, yang terdiri dari
cabang arteri hepatica, cabang vena porta dan duktus bilier. Darah yang
berasal dari cabang arteri hepatica dan vena porta kedalam lobules melalui
kapiler yang melebar disebut sinusoid. Hepar dapat menyimpan sel darah
merah dalam pembuluh darah hepar, yaitu sekitar 10% dari total volume
darah tubuh (450mL).31,32,35
Hepar merupakan organ yang rentan karena pajanan dari berbagai hal,
seperti metabolit, toksin, mikroba, sirkulasi dan neoplasma. Contoh-contoh
penyakit primer pada hepar seperti hepatitis, perlemakan hati, alkoholik,
penyakit hepar nonheptik dan karsinoma hepatoselular. Efek cedera pada
hepar akan menyebabkan respon selular dan jaringan yang paling sering
adalah: a) Degenerasi hepatosit dan akumulasi intraseluler; b) Nekrosis dan
apoptosis hepatosit; c) Inflamasi; d) Regenerasi; Fibrosis 32,34,35
Manusia selalu terpapar dengan berbagai bahan kimia yang terdapat
pada obat-obatan ataupun lingkungan. Organ hepar merupakan salah satu
organ yang sangat rentan oleh bahan toksik, karena hepar harus
memetabolisme seluruh toksik yang diterima oleh tubuh.33,34 Suatu
keracunan bersifat efek akut sistemik merupakan efek yang muncul ketika
pestisida masuk ke dalam tubuh dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh.
Darah akan membawa pestisida ke seluruh bagian dari tubuh dan
mempengaruhi hati dan syaraf. Beberapa diantaranya mengalami
biotransformasi, dirubah menjadi
intermediet yang lebih toksik (paraoxon) sebelum dimetabolisir. Semuanya
mengalami degradasi hydrolysis di dalam hati dan jaringan-jaringan lain,
biasanya dalam waktu hitungan jam setelah absorbsi. Produk degradasinya
mempunyai toksisitas yang rendah dan diekskresikan dalam bentuk urin dan
faeces.1
2.3. Diazinon
2.3.1 Karakteristik Diazinon
Diazinon tidak terjadi secara alami di lingkungan. Bahan kimia
murni adalah minyak yang tidak berwarna dan praktis tidak berbau.
Diazinon komersial adalah cairan pucat hingga cokelat tua. Diazinon adalah
nama umum dari insektisida organofosfat yang digunakan untuk
mengendalikan serangga hama pada tanaman hias, dan pada tanaman buah
dan sayuran di ladang. Diazinon dianggap memiliki toksisitas sedang
dibandingkan dengan organofosfat lainnya. Efek toksik utama dari diazinon
pada manusia dan hewan percobaan adalah penghambatan
asetilkolinesterase (AChE), yang menghasilkan akumulasi asetilkolin pada
reseptor asetilkolin yang mengarah pada respons kolinergik di perifer
(muskarinik dan nikotinik) dan sistem saraf pusat. 35
Diazinon digunakan dalam pertanian untuk mengendalikan serangga
dan hama tanah dan daun pada berbagai tanaman buah, sayuran, kacang-
kacangan dan ladang. Sebelum pembatalan semua penggunaan perumahan
pada tahun 2004, diazinon digunakan di luar ruangan untuk mengendalikan
hama tanaman hias, di dalam ruangan untuk pengendalian lalat dan penyakit
hewan peliharaan yang dirancang untuk mengendalikan kutu. Produk
Diazinon diformulasikan sebagai bubuk, butiran, cairan, konsentrat,
mikroenkapsulasi, serbuk yang dapat dibasahi.36 Diazinon adalah insektisida
yang bekerja dengan mengubah neurotransmisi normal dalam sistem saraf
organisme target. Diazinon menghambat enzim asetilcholinesterase (AChE),
yang menghidrolisis neurotransmitter asetilcholin (ACh) dalam sinapsis
kolinergik dan persimpangan neuromuskuler. Ini menghasilkan akumulasi
ACh yang abnormal dalam sistem saraf. Diazinon dimetabolisme di dalam
organisme untuk membentuk diazoxon (kadang-kadang disebut sebagai
"aktivasi," dan diazoxon adalah inhibitor cholinesterase (ChE) yang lebih
poten dibandingkan diazinon itu sendiri.36
2.3.2 Efek Diazinon
Diazinon dapat menyebabkan intoksikasi pada mamalia melalui tiga
rute, yaitu inhalasi, oral dan dermal. Pajanan dari diazinon dapat
menyebabkan efek pada kesehatan manusia, yaitu kematian, efek sistemik,
imunologis, neurologis, reproduktif, perkembangan, genotoksik, dan
karsinogenik. Berdasarkan waktu lamanya pajanan, dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu akut (berlangsung kurang dari 14 hari), intermediate (antara 15 –
364 hari) dan kronis (lebih atau sama dengan 365 hari).35,36
Berdasarkan efek akibat pajanan diazinon dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu efek serius dan kurang serius. Efek serius yang dimaksud adalah
terjadinya kegagalan pada sistem biologis dan dapat menimbulkan
morbiditas atau mortalitas, misalnya kematian atau distress respirasi akut.
Efek kurang serius artinya efek yang timbul tidak menyebabkan disfungsi
yang signifikan atau kematian.36
Paparan akut diazinon tingkat tinggi menyebabkan penghambatan
AChE parah yang sering mengarah pada tanda-tanda dan gejala kolinergik,
bermanifestasi sebagai disfungsi neuromuskuler yang reversibel. Manifestasi
ini termasuk efek muskarinik (bronkokonstriksi, peningkatan bronkosekresi,
mual dan muntah, diare, bradikardia, hipotensi, miosis, inkontinensia urin),
efek nikotinik (takikardia, hipertensi, berkedut otot dan kelemahan,
fasciculation, kram), dan efek sistem saraf pusat ( kecemasan, apatis,
depresi,
pusing, mengantuk, insomnia, mimpi buruk, sakit kepala, kebingungan,
ataksia, kejang, depresi pernapasan, koma).35
Pada pajanan yang cukup tinggi (tidak disengaja atau disengaja),
gagal napas dan jantung serta kematian dapat terjadi tanpa intervensi
perawatan yang tepat. Manifestasi kolinergik dari paparan akut tinggi
diazinon juga telah dilaporkan pada hewan dan termasuk anoreksia, ataksia,
epistaksis, tremor, kelesuan, sesak, kejang, takipnea, dispnea,
fasikulasi, berkedut, exophthalmos, diare, salivasi,
diuresis, lakrimasi, dan hipotermia. Tanda- tanda klinis dari neurotoksisitas
diazinon pada paparan oral berulang pada hewan telah dilaporkan pada
dosis mulai dari 30 hingga 300 mg / kgbb / hari.36
Paparan diazinon dapat menyebabkan efek toksik berupa
penghambatan asetilkolinesterase (AChE) sistem saraf, yang menyebabkan
akumulasi asetilkolin (ACh) pada sinapsis dan neuromuscular junction.
Keracunan organofosfat menunjukkan gambaran yang heterogen berkaitan
dengan krisis kolinergik serta kerusakan fungsi organ hepar. Hepar
merupakan organ yang dapat terpengaruh karena merupakan organ yang
bertugas untuk memetabolisme dan mengekskresi diazinon. Dalam beberapa
penelitian sebelumnya telah terbukti bahwa diazinon dapat menimbulkan
kerusakan histopatologi dan mengganggu status biokimia. Pemberian
diazinon 10 mg/kgBB dapat meningkatkan kadar BUN dan kreatinin serum
sekitar 1,2 kali lipat dan 1,1 kali lipat dari kontrol normal.4
Diazinon dapat menyebabkan toksisitas pada hati melalui 2 cara:
radikal bebas dan mekanisme apoptosis. Radikal bebas dapat merusak DNA
dan protein, baik melalui oksidasi basa DNA atau melalui kovalen yang
mengikat DNA. Reactive Oxygen Species (ROS) juga menginduksi oksidasi
Sulfhydryl suatu kelompok protein dan DNA yang akan mengubah integritas
dan fungsi hepar. Adanya kerusakan pada organ hepar akibat paparan bahan
toksin dideteksi dengan melakukan pemeriksaan biokimia dan pemeriksaan
histopatologi hepar. Pemeriksaan histopatologi hepar merupakan suatu
pemeriksaan yang dapat membuktikan adanya kerusakan hepar yang
ditandai dengan adanya perubahan struktur hepar dari struktur normalnya
pemeriksaan histopatologi digunakan sebagai pemeriksaan gold standart
yang dilakukan untuk kerusakan pada struktur hepar.37
2.3.3 Pajanan Melalui Inhalasi.35
2.3.3.1 Kematian
Diazinon merupakan senyawa dengan volatilitas rendah, sehingga
pajanan inhalasi diazinon lebih mungkin terjadi akibat aerosol dibandingkan
penguapan. Tidak ada laporan mengenai kematian pada manusia ataupun
hewan yang terpapar diazinon melalui inhalasi. Hanya terdapat satu kasus
kematian yang terjadi seorang laki-laki dengan terpapar insektisida
campuran, yaitu diazinon dan malathion. Kematiannya terjadi akibat henti
jantung ireversibel walaupun telah diberikan atropine. Studi pada tikus
Sprague- Dawley yang dipaparkan diazinon 2.330 mg/m3 selama 4 jam di
dalam ruang dan diobservasi selama 14 hari, atau tikus hybrid yang terpapar
dengan konsentrasi udara, 0,05; 0,46; 1,57; atau 11,6 mg/m3 diazinon selama
6 jam/hari, 5 hari/minggu selama tiga minggu tidak menyebabkan kematian.
35
Pada penelitian tikus wistar dengan dosis konsentrasi tertinggi 559mg/m3,
pada 151 dan 245mg/m3 terjadi exophthalmos dan diare dengan onset yang
cepat yaitu segera setelah paparan, sedangkan perubahan kimia klinis terjadi
penurunan aktivitas cholinesterase pada plasma dan otak.35
2.3.3.6 Keganasan
Beberapa studi epidemiologis melaporkan adanya peningkatan
insidensi keganasan pada manusia yang terpapar dengan sejumlah
insektisida, termasuk diazinon. Beberapa studi mengatakan bahwa kejadian
ini timbul melalui rute inhalasi. Berdasarkan sebuah studi kasus-kontrol
mengenai kemungkinan hubungan antara penggunaan diazinon dalam
perkebunan dan meningkatnya insidensi keganasan otak pada anak. Namun,
dalam laporan tersebut tidak memberitahukan secara jelas jumlah dosis,
durasi dan frekuensi pajanan terhadap diazinon. Dari hasil studi kasus-
kontrol lainnya, ditemukan adanya hubungan positif antara peningkatan
insidensi limfoma Hodgkin pada petani dibandingkan nonpetani. Tidak
terdapat studi pada hewan terkait efek pajanan diazinon melalui inhalasi
dengan keganasan.35
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ozlem Cakiki dan Esra Akat yang
mengamati toksisitas diazinon dengan Analisis Biometrik terhadap perubahan
histopatologis dan divaluasi dengan mengukur area hepatosit/nucleus di hepar tikus
menunjukan hasil terdapatnya vakuolisasi jaringan hepar pada hepatosit, infiltrasi sel
mononuclear, kongesti, pembesaran pembuluh darah dan peningkatan sel Kupffer
pada tikus yang terpapar diazinon.62
2.5 Temuan Temuan Post Mortem Pada Intoksikasi Diazinon
Pelaporan kasus upaya pembunuhan pada bayi 7 bulan dengan
pemberian organofosfat didapatkan tanda toksikologis klinis antara lain pupil
pin point (diameter pupil kurang dari 1 mm), penurunan kesadaran, auskultasi
tanda suara ronchi pada paru, pada pemeriksaan laborat terjadi penurunan kadar
enzim pseduocholine esterase sampai 412 IU/L dengan rentang referensi normal
1900- 3800 IU/L. Setelah perawatan di ruang intensif selama 4 hari dan korban
dipulangkan pada hari ke 6 dengan hasil evaluasi klinis dan pemeriksaan PCE
dalam batas normal.63
Temuan post mortem pada kasus percobaan pembunuhan dengan
membakar tubuh korban masih dapat di deteksi kadar organofosfat diazinon
pada pemeriksaan lambung dengan instrumentasi GC-MS.47 Sebagian besar
kematian akibat keracunan diazinon terjadi secara akut karena hipoksia oleh
efek kolinergik akut perifer dan apnea sentral, diperburuk oleh kejang.
Kematian lain terjadi kemudian dari syok distributif kardiovaskular, disfungsi
neuromuskuler (NMJ), toksisitas kolinergik berulang, atau komplikasi
penurunan kesadaran dan kegagalan pernapasan. Kecepatan timbulnya
keracunan, yang memengaruhi apakah seseorang selamat dari kontak dengan
perawatan kesehatan setelah keracunan parah, bervariasi menurut senyawa dan
rute paparannya, dengan inhalasi tercepat, kemudian tertelan, dan kemudian
dioleskan48. Pada penelitian selama 2 tahun (2015-2017) di India sebanyak 582
kasus keracunan temuan post mortem pada jenazah didapatkan pelebaran
pembuluh darah pada gastro intestinal, congesti pada liver, fatty liver, congesti
ginjal, limpa, nekrosis pada hepar dan limpa.49
Diazinon ditemukan kadar yang lebih kecil di lambung (0,89 μg / g)
dibandingkan kadar pada usus kecil (8,80 μg / g), hal ini bisa disebabkan oleh
penyerapan yang cepat atau mungkin dari bilas lambung yang dilakukan selama
rawat inap. Tingginya konsentrasi diazinon ditemukan dalam usus kecil dapat
disebabkan oleh properti lipofilik tinggi diazinon yang menyebabkan akumulasi
di usus kecil. Hasil negatif untuk diazinon dalam ekstrak organ lain bisa
dikaitkan dengan metabolisme yang cepat diazinon. Metabolisme cepat
dimediasi oleh CYP1A1, enzim utama terlibat dalam bioaktivasi diazinon, dan
CYP2C19, enzim utama yang terlibat dalam detoksifikasi diazinon, yang
terdapat pada hepar manusia. Karena itu, penentuan diazinon di lambung dan
usus kecil dapat memberikan bukti eksposur dalam kasus menelan diazinon
yang fatal.50 Laporan kematian terkait diazinon menunjukkan petechial
perdarahan di lambung dan mukosa lambung selama otopsi seorang wanita
berusia 54 tahun yang tertelan Diazinon 293 mg / kg. Kematian akibat diazinon
lain yang terkait menunjukkan henti jantung dan pernapasan pada seorang anak
perempuan berusia 8 tahun yang secara tidak sengaja menelan campuran
diazinon dan pestisida parathion. Efek toksik dapat dikaitkan dengan
penghambatan asetilkolinesterase (AChE) oleh diazinon dan metabolitnya. Dari
sudut pandang toksikokinetik, diazinon sangat dan cepat dimetabolisme
menjadi 2-isopropil-4-metil-6-hidroksipiririmidin (IMHP). Karena metabolisme
yang cepat, tingkat diazinon berguna untuk mengevaluasi kebaruan paparan,
sedangkan IMHP umumnya digunakan sebagai penanda indikatif untuk paparan
diazinon.50
Penggunaan diazinon di perumahan masih terjadi di wilayah Jazan,
Arab Saudi. Oleh karena itu, keracunan dengan diazinon termasuk dalam kasus
yang paling sering terjadi di antara keracunan organofosfat. Wanita dan anak-
anak adalah yang paling umum, mungkin karena wanita menyalahgunakan
diazinon sebagai pestisida rumahan di daerah yang tidak berventilasi serta
pengobatan untuk kutu kepala pada anak-anak. Oleh karena itu, membatasi
penggunaan diazinon dan meningkatkan kesadaran di masyarakat tentang
bahaya diazinon dan bagaimana menggunakannya dengan aman adalah
langkah-langkah pencegahan yang diperlukan.50
Sebagian besar tanda dan gejala keracunan diazinon terkait untuk
manifestasi kolinergik, yang dimediasi melalui penghambatan aktivitas AChE
serum. Toksisitas meningkat ketika pengurangan mencapai 50% atau lebih
dalam aktivitas enzim. Dalam kasus ini, sampel darah mengalami hemolysis,
oleh karena itu, tidak memenuhi syarat untuk AChE serum analisis aktivitas
dengan metode kolorimetri yang bisa digunakan sebagai tes konfirmasi untuk
keracunan organofosfat. Oleh karena itu, deteksi diazinon dan IMHP di sampel
postmortem digunakan sebagai tes konfirmasi untuk paparan diazinon. Dari
sudut pandang toxicokinetic, diazinon adalah senyawa lipofilik dasar dengan
volume tinggi distribusi yang dapat mengalami redistribusi postmortem.50
Selain itu, IMHP, metabolit utama diazinon, ditemukan di semua sampel
postmortem. Menurut daerah puncak IMHP, level tertinggi diamati di ginjal,
kemudian di kandung kemih dan otak, diikuti oleh darah dan usus kecil. Level
terendah dicatat di perut dan hati. Sulit untuk membandingkan kasus ini dengan
kasus lain karena keadaan kematian yang berbeda dan tidak ada data yang
tersedia tentang jumlah diazinon yang dikonsumsi. Selain itu, berbagai teknik
dan instrumen analitik digunakan dalam ekstraksi dan identifikasi racun.
Laporan kasus ini menunjukkan bahwa penentuan IMHP dalam sampel
postmortem dapat digunakan sebagai penanda indikatif untuk paparan diazinon,
terutama dalam kasus kematian yang tertunda.50