Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

PENYAKIT YANG DISEBABKAN


HALOGEN

Disusun oleh:
Sigit Ananda (1407101030334)
Sugih Pradana (1407101030207)

Pembimbing:
Dr. Liza Salawati, M. Kes

BAGIAN /SMF ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2017
PENDAHULUAN

Halogen berasal dari bahasa Yunani, yaitu hals yang berarti garam/ laut dan genes yang
berarti peraksi, merupakan sebuah sebutan untuk unsur kimia pada golongan 7A (Grup 17
IUPAC Style). Unsur halogen termasuk unsur non logam yang sangat reaktif. Unsur-unsur pada
golongan ini biasanya membentuk ion bermuatan negatif satu. Agar mencapai stabilitas,
biasanya unsur dalam golongan cenderung mencari pasangan satu elektron agar mencapai
kestabilan gas mulia sehingga merupakan oksidator kuat. Ion negatif inilah yang kemudian
disebut ion halida. Kereaktifan unsur halogen makin menurun dengan naiknya nomor atom,
begitupun dengan sifat oksidatornya serta nilai keelektronegatifannya. (1)
Secara garis besar, ada 5 unsur penyusun golongan halogen, yaitu Flourin, Klorin,
Bromin, Iodin, dan Astatin. Meskipun Astatin jarang diikutsertakan dalam pembahasan karena
merupakan unsur radioaktif dan berumur pendek serta keberadaannya yang sedikit di alam.
Selain itu, masih ada unsur Uus (Ununseptium) yang masih belum ditemukan hingga sekarang.
Pembuatan halogen umumnya dilakukan dengan mengoksidasi ion halide dalam senyawa garam
dengan menggunakan suatu oksidator kuat seperti KMnO4, K2Cr2O7 dan sebagainya tetapi
tidak berlaku pada F2 dan Astatin. Banyak senyawa halogen bermanfaat bagi manusia dan
umumnya dapat dibuat dengan reaksi kimia biasa maupun reaksi redoks. (1,2)
Titik didih dan titik leleh unsur tersebut naik dengan bertambahnya nomor atom.
Faktanya adalah molekul-molekul yang lebih besar mempunyai gaya tarik menarik Van der
Waals yang lebih besar daripada yang mempunyai molekul-molekul yang lebih kecil.
Keelektronegatifan halogen relative lebih besar besar dibandingkan unsur lain sehinggan
bersifat menarik elektron atau pengoksidasi. (2)
PENYAKIT YANG DISEBABKAN HALOGEN

Terdapat banyak penyakit yang timbul dari penggunaan halogen diantaranya yaitu yang
disebabkan penggunaan unsur Klorin sebagai pestisida yang merupakan unsur terbanyak ke 20 di
bumi. Penggunaan pestisida memberikan dampak yang positif dengan meningkatnya produksi
pertanian dan menurunnya penyakit-penyakit yang penularannya melalui perantaraan makanan
(foodborne diseases) ataupun vektor (vector-borne diseases). (3)
Menurut The United State Federal Environmental Pestiade Control Act, Pestisida adalah
semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan
serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang
dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang
lainnya atau semua zat atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan
tanaman atau pengering tanaman. Terdapat berbagai jenis pestisida salah satunya adalah
Hidrokarbon Berklor. Kelompok senyawa ini sering sisebut sebagai organoklorin. (4)
Insektisida organoklorin dikelompokkan menjadi tiga golongan berikut:
1. DDT dan analognya, misalnya BHC, dicofol, Klorobenzilat, TDE dan metoxychlor.
2. Senyawa siklodien, misalnya aldrin, dieldrin, endrin, endusulfan dan heptaklor.
3. Terpena berklor, misalnya toksafen.

Organoklorin Secara kimia tergolong insektisida yang toksisitas relatif rendah akan tetapi
mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun ini bersifat mengganggu susunan syaraf dan
larut dalam lemak. organoklorin bersifat non sistemik yaitu tidak diserap oleh jaringan tanaman
tetapi hanya menempel pada bagian luar tanaman disebut dengan insektisida kontak. (4)
Organoklorin bersifat non sistemik yaitu tidak diserap oleh jaringan tanaman tetapi hanya
menempel pada bagian luar tanaman disebut dengan insektisida kontak. Selain itu, insektisida
yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit dan ditranformasikan ke bagian tubuh serangga
tempat insektisida aktif bekerja (susunan saraf). Racun lambung atau racun perut adalah
insektisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta masuk kedalam organ
pencernaannya. Racun inhalasi merupakan insektisida yang bekerja lewat system pernapasan.
Racun pernapasan adalah insektisida yang mematikan serangga karena mengganggu kerja organ
pernapasan (misalnya menghentikan kerja otot yang mengatur pernapasan)sehingga serangga
mati akibat tidak bisa bernapas. (4)

Toksisitas/daya racun adalah sifat bawaan pestisida yang menggambarkan potensi


pestisida untuk menimbulkan kematian langsung pada hewan dan manusia. Berdasarkan
Toksisitasnya dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Sangat toksik ,aldrin, endosulfan, dieldrin.
2. Toksik sederhana,Clordane, DDT,lindane, heptaklor.
3. Kurang toksik Benzane hexacloride (BHC).

Label pestisida memuat kata-kata simbol yang tertulis dengan huruf tebal dan besar yang
berfungsi sebagi informasi sebagai berikut : (4)
Kategori I
Katakata kuncinya ialah Berbahaya Racun dengan simbol tengkorak dengan gambar
tulang bersilang dimuat pada label bagi semua jenis pestisida yang sangat beracun.
Semua jenis pestisida yang tergolong dalam jenis ini mempunyai LD 50 yang aktif
dengan kisaran antara 0-50 mg per kg berat badan.
Kategori II
Kata-kata kuncinya adalah Awas Beracun digunakan untuk senyawa pestisida yang
mempunyai kelas toksisitas pertengahan, dengan daya racun LD 50 oral yang akut
mempunyai kisaran antara 50-500 mg per kg berat badan.
Kategori III
Kata-kata kuncinya adalah Hati-Hati yang termasuk dalam kategori ini ialah semua
pestisida yang daya racunnya rendah dengan LD 50 akut melalui mulut berkisar antara
500-5000 mg per kg berat badan.

Toksisitas Pada Tubuh


Tanda-tanda keracunan organoklorin: keracunan pada dosis rendah, si penderita merasa
pusing-pusing, mual, sakit kepala, tidak dapat berkonsentrasi secara sempurna. Pada keracunan
dosis yang tinggi dapat kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan.
Toksisitas terhadap susunan saraf
Organoklorin merangsang sistem saraf dan menyebabkan parestesia, peka terhadap
perangsangan, iritabilitas, terganggunya keseimbangan, tremor, dan kejang-kejang. Beberapa zat
kimia ini menginduksi fasilitasi dan hipereksitasi pada taut sinaps dan taut neuromuskuler yang
mengakibatkan pelucutan berulang pada neuron pusat, neuron sensorik, dan neuron motorik.
Organofosfat dan karbamat menghambat AChE. Biasanya neurotransmiter ACh dilepaskan pada
sinaps itu. Sekali impuls saraf disalurkan, ACh yang dilepas dihidrolisis oleh AChE menjadi
asam asetat dan kolin di tempat itu. Sewaktu terpajan OP dan karbamat, AChE dihambat
sehingga terjadi akumulasi ACh. ACh yang ditimbun dalam SSP akan menginduksi tremor,
inkoordinasi, kejang-kejang, dll. Dalam sistem saraf autonom akumulasi ini akan menyebabkan
diare, urinasi tanpa sadar, bronkokonstriksi, miosis, dll. Akumulasinya pada taut neuromuskuler
akan mengakibatkan kontraksi otot yang diikuti dengan kelemahan, hilangnya refleks, dan
paralisis. Penghambatan AChE yang diinduksi oleh karbamat dapat pulih dengan mudah,
sedangkan pajanan berikutnya terhadap senyawa OP biasanya lebih sulit pulih.

Karsinogenisitas
Organofosfat umumnya tidak bersifat karsinogenik, kecuali senyawa yang mengandung
halogen, misalnya tetraklorinvos. Karbamat sendiri juga tidak bersifat karsinogenik. Tetapi bila
ada asam nitrit, karbaril terbukti dapat membentuk nitrosokarbaril yang bersifat karsinogenik.
Organoklorin yang diuji semuanya telah terbukti menginduksi hepatoma pada mencit.

Teratogenisitas dan Efek pada Fungsi Reproduksi


Pada akhir tahun 1960-an, muncul berbagai artikel yang melaporkan berbagai jenis efek
teratogen dan efek reproduksi akibat karbaril pada anjing. Penelitian pada tikus yang diberi
karbaril tidak membuktikan adanya efek pada berbagai fungsi reproduksi dan tidak ada
teratogen. Pestisida lain yang dilaporkan mempunyai efek teratogen ialah fungisida
ditiokarbamat.

Efek buruk lain


Efek khusus karbaril pada ginjal dilaporkan terjadi pada sekelompok sukarelawan
manusia yang diberi karbaril dengan dosis 0,12 mg/kg setiap hari selama 6 minggu. Parakuat
menyebabkan edema paru-paru, perdarahan, dan fibrosis setelah penghirupan atau termakan,
tetapi herbisida yang berkaitan erat, yaitu dikuat, tidak menunjukkan efek tersebut. Reaksi
hipersensitivitas terhadap piretrum telah dilaporkan. Bentuk yang paling umum adalah dermatitis
kontak. Asma juga telah dilaporkan. Organoklorin bersifat hepatotoksik, menginduksi
pembesaran hati dan nekrosis sentrolobuler. Zat ini juga merupakan penginduksi
monooksigenase mikrosom, sehingga dapat mempengaruhi toksisitas zat kimia lain. Beberapa
organofosfat, karbamat, organoklorin, fungisid ditiokarbamat, dan herbisid mengubah berbagai
fungsi imun. Contohnya malation, metilparation, karbaril, DDT, parakuat, dan dikuat telah
terbukti dapat menekan pembentukan antibodi, mengganggu fagositosis leukosit, dan
mengurangi pusat germinal pada limpa, timus dan kelenjar limfa.

Bioakumulasi dan Biomagnifikasi


Pestisida organoklorin umumnya lebih mampu bertahan di lingkungan dan cenderung
disimpan dalam timbunan lemak. Tetapi bioakumulasi lebih nyata pada beberapa zat kimia
dibanding dengan zat lainnya. Contohnya DDT jauh lebih lama tersimpan dalam lemak tubuh
dibanding metoksiklor. Kemampuannya bertahan dalam lingkungan dapat menimbulkan masalah
ekologis. DDT dan zat kimia yang berkaitan dengan lingkungan meningkatkan metabolisme
estrogen pada burung. Dalam siklus bertelur dan bersarang pada burung tertentu, gangguan
hormon ini berpengaruh buruk pada reproduksi dan kelangsungan hidup anak burung itu.
Biomagnifikasi dapat terjadi akibat bioakumulasi dalam organisme itu saja atau kemampuannya
bertahan di lingkungan. Contohnya DDT bersifat lipofilik dan karenanya terdapat pada cairan
tubuh yang berlemak termasuk susu. Meskipun asupan DDT per hari pada ibu 0,5 mg/kg, bayi
yang disusuinya mungkin mendapat asupan sebesar 11,2 mg/kg. Pembesaran ini berasal dari
fakta bahwa DDT tersimpan dalam tubuh manusia pada tingkat asupan harian kronik 10-20 kali
lipat dan bayi itu pada dasarnya hanya mengkonsumsi susu saja. Biomagnifikasi bahkan lebih
jelas pada hewan karnivora. DDT dan metil merkuri dapat terakumulasi melalui rangkaian
palnkton, ikan kecil, ikan besar, dan burung yang mengakibatkan pembesaran konsentrasi
beberapa ratus kali.
Pengendalian pestisida harus sesuai dengan tujuan utamanya mengendalikan OPT, maka
penggunaannya harus rasional. Disamping itu petani harus mengetahui pengetahuan dasar dalam
menggunakan pestisida. (4)
Pekerja memahami bahaya kesehatan akibat paparan pestisida
Melakukan praktek yang tepat
Penggunaan Alat pelindung diri dengan benar
Praktik tindakan kebersihan diri
Mengetahui gejala awal keracunan
Mampu melakukan pertolongan pertama bila keracunan
Mempromosikan manajemen hama terpadu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Kimia Anorganik. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik . Jambi: Universitas
Jambi.
2. Cotton & Wilkinson. 1989. Kimia Anorganiuk Dasar . Jakarta : UI Press
3. Weis B, Amler S, and Amler RW. Pesticides. Pediatrics 113:1030-1036 2004.
4. Panut Djojosumarto, Pestisida & Aplikasinya; Penerbit PT.Agromedia Pustaka, Jakarta,
2008
5. Pascale R. Salameh,a,_ Isabelle Baldi,b Patrick Brochard,b and Bernadette Abi Saleha,
Pesticides in Lebanon: a knowledge, attitude, and practice study, Environmental Research
94 (2004) 16

Anda mungkin juga menyukai