Anda di halaman 1dari 45

.

PENDAHULUAN

Aktivitas manusia yang meningkat menimbulkan pembebanan terhadap lingkungan

terutama bila lingkungan mengalami pencemaran. Pencemaran dapat terjadi pada saat senyawa-

senyawa yang dihasilkan dari kegiatan manusia ditambahkan ke lingkungan, menyebabkan

perubahan yang buruk terhadap sifat fisik, kimia, biologis, dan estetis lingkungan serta mahluk

yang ada di dalamnya.

Pencemaran yang terjadi di lingkungan dapat menyebabkan keracunan terhadap makhluk

hidup. Kemungkinan keracunan merupakan salah satu bahaya yang dihadapi manusia dan

organisme lain selama hidupnya. Keracunan berarti bahwa suatu zat kimia telah mengganggu

proses fisiologis, sehingga keadaan badan organisme itu tidak lagi dalam keadaan sehat. Sifat

dan intensitas gejala penyakitnya tergantung pada antara lain: jenis racunnya, jumlah yang masuk

ke dalam badan, lamanya badan mengalami keracunan, keadaan badan organisme yang

keracunan serta cara kebiasaan hidup orgnaisme itu. Ilmu yang mempelajari tentang racun dan

cara kerjanya disebut toksikologi (Bahasa Yunani; toxixon = racun).

II. PENGERTIAN

Toksikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kerja senyawa kimia yang merugikan

organisme hidup. Toksikologi merupakan cabang dari farmakologi yang di definisikan sebagai ilmu

pengetahuan tentang interaksi antara senyawa kimia dengan organisme hidup. Sesuai dengan

definisi ini maka farmakologi tidak terbatas pada penyeledikan senyawa aktif yang memiliki

manfaat terapi, tetapi mencakup semua senyawa yang aktif secara biologis seperti, racun,

insektisida, pestisida, kosmetika, dan komponen makanan (misalnya vitamin, asam amino, zat

warna, bahan pengikat dan bahan pengawet), sejauh mereka digunakan dengan cara atau pada

dosis yang tidak fisiologis. Zat yang asing bagi sistem tubuh di sebut dengan xenobiotika. Apabila

zat yang menyebabkan efek yang merugikan pada yang menggunakan maka zat tersebut di

nyatakan sebagai racun.


Toksisitas merupakan suatu sifat relatif dari zat kimia dan sejauh menyangkut diri manusia

secara langsung maupun tidak langsung, mungkin diperlukan maupun tidak di perlukan. Toksisitas

merupakan istilah relatif untuk membandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Toksisitas modern

merupakan ilmu multidisipliner karena merupakan ilmu yang tidak dapat berdiri sendiri dan

memerlukan ilmu lain untuk mempelajari aksi dari zat kimia hingga menyebabkan racun serta

interaksi anatara zat kimia dan mekanisme Biologi.

Toksikologi lingkungan merupakan studi tentang efek dari polutan terhadap lingkungan

hidup serta bagaimana hal itu dapat mempengaruhi ekosistem. Toksikologi lingkungan merupakan

cabang toksikologi yang menguraikan pemaparan yang tidak di sengaja dalam jaringan Biologi.

(Mahluk hidup) dengan zat kimia yang pada dasarnya merupakan bahan dasar industri (makanan,

kosmetika, obat, pestisida, dll) dan penyebab pencemar lingkungan (udara, air, dan tanah).

Toksikologi lingkungan terutama menyangkut efek berbahaya dari zat kimia baik secara kebetulan

dialami manusia karena zat kimia berada di udara, maupun karena kontak melalui media air atau

udara. Pencemaran yang terjadi di dalam udara, air maupun tanah dapat di sebabkan oleh sebab

atoksik zat kimia yang masuk ke dalam lingkungan.

III. RACUN KIMIA DAN TOKSISITAS

Racun kimia adalah zat tertentu yang memiliki efek merugikan pada jaringan manusia,

organ, atau proses biologi. Sedangkan toksisitas merujuk pada sifat-sifat zat kimia yang

menggambarkan efek samping yang mungkin dialami manusia akibat kontak kulit atau

mengkonsumsinya. Efek dari toksik pada manusia dapat diklasifikasikan sebagai efek akut dan

efek kronis. Jika ada respon yang cepat dan serius dengan dosis tinggi tetapi berumur pendek

dari racun kimia maka disebut efek akut. Racun akut akan mengganggu proses fisiologis, yang

menyebabkan berbagai gejala gangguan, dan bahkan menyebabkan kematian jika gangguan

tersebut cukup parah. Efek kronis cenderung menghasilkan racun dengan dosis rendah selama

periode yang relatif lama.

Toksisitas akut relatif mudah untuk mengukur. Efek racun pada toksisitas akut cukup

tinggi pada tingkat fungsi tubuh, bersifat jelas dan cukup konsisten di
individu dan spesies. Untuk bahan kimia yang berbeda, tingkat ini sangat bervariasi. Di beberapa

tingkat hampir semuanya beracun, dan perbedaan antara beracun dan non beracun adalah

masalah derajat.

Indeks yang paling banyak digunakan dalam toksisitas akut yakni LD50, dosis mematikan

untuk 50 persen dari populasi. Dosis umumnya dinyatakan sebagai berat dari kimia per kilogram

berat badan. Nilai LD50 dapat diperoleh dengan memplot jumlah kematian diantara kelompok

percobaan hewan (biasanya tikus) pada berbagai tingkat paparan bahan kimia dan interpolasi

kurva dosis-respons yang dihasilkan untuk dosis di mana setengah hewan mati.

Dengan melakukan studi LD50 untuk berbagai zat (massa racun per unit berat badan) kita

dapat menetapkan peringkat toksisitas zat ini sebagai berikut:

(1) Secara praktis tidak beracun,> 15 g / kg,

(2) Sedikit beracun, 5-15 g / kg,

(3) Cukup beracun, 0,5-5g/kg,

(4) Sangat beracun, 50-500 mg / kg;

(5) Racun ekstrim, 5-50 mg / kg

(6) Super beracun, <5 mg / kg

IV. FASE KINETIK DAN FASE DINAMIS

Racun dalam tubuh yang mengalami metabolism akan diangkut, dan diekskresikan,

sehingga memiliki efek biokimia yang merugikan. Racun ini menyebabkan tubuh akan menimbun

racun secara perlahan. Proses penimbunan racun dalam tubuh ini dibagi ke dalam fase kinetik

dan fase dinamis.

IV.1. Fase kinetik

Sebuah racun atau prekursor metabolisme zat beracun dapat mengalami absorpsi,

metabolisme, penyimpanan sementara, distribusi, dan ekskresi dalam fase kinetik. Racun yang
terserap dapat melewati fase kinetik baik sebagai senyawa induk yang tidak berubah aktif, atau

diubah menjadi aktif sehingga beracun dalam proses metabolisme tubuh.

IV.2. Fase dinamis

Sebuah racun dalam fase dinamis akan berinteraksi dengan sel, jaringan, atau

organ dalam tubuh sehingga menyebabkan beberapa respon beracun. Tahap dinamis dibagi

menjadi tiga bagian besar yakni reaksi primer dengan reseptor atau target organ, respon

biokimia dan efek diamati. Sebuah respon beracun dapat disebabkan oleh reaksi dari racun atau

aktif metabolit dengan reseptor. Contoh reaksi reversibel yang dapat menghasilkan respon

beracun diilustrasikan pada hemoglobin yang mengikat karbon monoksida dan oksigen pada

transportasi hemoglobin, O2Hb dalam darah. Hemoglobin akan kehilangan kemampuan untuk

mentransfer oksigen yang dapat dapat dituliskan dalam reaksi berikut ini:

O2Hb + CO COHb + O2 ...........................................(1)

Jenis efek biokimia yang terjadi ketika racun terikat dengan reseptor adalah sebagai

berikut:

(1) Dengan mengikat enzim, koenzim, logam aktivator enzim, atau substrat

enzim, fungsi enzim akan terganggu.

(2) Membran atau operator di membran sel akan mengalami perubahan.

(3) Metabolisme karbohidrat terpengaruh.

(4) Metabolisme lipid adalah terpengaruh sehingga mengakibatkan akumulasi lipid berlebih (fatty

liver).

(5) Interferensi dengan respirasi, proses keseluruhan dimana elektron ditransfer ke molekul oksigen

dalam oksidasi biologis energi menghasilkan substrat.

(6) Biosintesis protein akan diganggu atau dihentikan oleh aksi racun pada DNA.

(7) Proses regulasi dimediasi oleh hormon atau enzim yang terpengaruh.
V. TANGGAPAN FISIOLOGIS RACUN

Beberapa tanggapan kronis yang menonjol dari racun disebut mutasi yang berupa

kanker, dan cacat lahir serta efek pada sistem kekebalan tubuh. Pencernaan penyakit, penyakit

kardiovaskular, penyakit hati, kerusakan ginjal, saraf gejala, dan kelainan kulit adalah efek yang

dapat diamati lainnya, beberapa di antaranya dapat terjadi segera setelah terkena. Alergi,

semacam hasil kondisi ketika sistem kekebalan tubuh lebih bereaksi terhadap adanya agen

asing atau metabolitnya dengan cara merusak diri sendiri. Di antara zat-zat asing yang bisa

menyebabkan seperti reaksi berilium, krom, nikel, formaldehid, serta pestisida.

V.1. Teratogenesis

Spesies kimia yang menyebabkan cacat lahir disebut teratogen. Sel-sel akan mengalami

kerusakan embrio atau janin sehingga mengakibatkan cacat lahir. Namun, mutasi pada sel

germinal (sel telur atau sel sperma) dapat menyebabkan kelahiran mekanisme biokimia defects.

V.2. Mutagenesis

Komponen penting dari semua makhluk hidup dan bahan dasar dalam kromosom dari

inti sel adalah DNA. DNA berisi kode genetik yang menentukan karakter keseluruhan dan

tampilan setiap organisme. Setiap molekul DNA memiliki kemampuan untuk mereplikasi persis

dirinya sendiri. Tapi reagen kimia tertentu, serta pengion radiasi, mampu mengubah DNA.

Seperti perubahan atau mutasi bahan genetik dari suatu organisme dapat menyebabkan sel

berubah fungsi. Pada beberapa kasus akan mengakibatkan kematian sel, kanker, kegagalan

reproduksi atau keturunan abnormal. Oleh karena itu zat ini menjadi perhatian utama toksikologi.
V.3. Karsinogenesis

Peran zat asing dalam tubuh dapat menyebabkan sel menjadi tidak terkendali dalam

melakukan replikasi, peristiwa ini umumnya dikenal sebagai kanker disebut sebagai

karsinogenesis kimiawi. Karsinogenesis kimiawi diduga melibatkan dua tahap yang berbeda,

disebut sebagai inisiasi dan promosi. Dalam kimia inisiasi tahap karsinogen mengubah DNA

dengan cara sedemikian rupa sehingga sel mereplikasi tak terkendali dan membentuk jaringan

kanker. Pada tahap kedua atau promosi, pembangunan, sel yang terkena dampak tidak lagi

mengenali kendala pertumbuhan dan tumor berkembang. Promotor dapat meningkatkan tingkat

kejadian tumor antara sel yang memiliki sudah mengalami inisiasi, atau mereka dapat

mempersingkat periode laten antara inisiasi dan respon karsinogenik penuh. Model inisiasi diikuti

oleh promosi yang menunjukkan bahwa beberapa karsinogen mungkin pemrakarsa, yang lain

mungkin promotor, dan beberapa mungkin lengkap karsinogen mampu menyebabkan kedua

tahap terjadi.

Salah satu contoh bahan kimia yang telah ditetapkan sebagai bahan karsinogenesis

adalah vinil klorida, CH2 = CHCl yang diketahui telah menyebabkan kanker hati.

V.4. Neurotoksin

Neurotoksin adalah racun metabolisme yang menyerang sel-sel saraf (neuron) yang

mengatur kegiatan tubuh. Contohnya Pb, Hg yang bisa membunuh sel-sel saraf dan

menyebabkan kerusakan pada saraf permanen. Eter, kloroform, anestesi, DDT dan aldrin juga

mengganggu sel saraf. Organofosfat (malathion dll) dan karbamat menghambat

acetylcholinesterase, enzim yang mengatur sinyal transmisi antara syaraf sel dan jaringan atau

organ.

VI. TOKSISITAS PADA LOGAM


Ada sejumlah besar bahan kimia termasuk logam dan metaloid di lingkungan. Beberapa

bahan tersebut adalah beracun dan yang lain tidak beracun. Dari hasil pabrik pada proses

industri, unsur-unsur ini dapat ditemukan dalam udara, air dan tanah. Unsur-unsur ini masuk ke

sistem biologis melalui rantai makanan dan mengganggu akan mengganggu proses biokimia.

Dalam beberapa kasus, efek dari beberapa logam, metaloid, dan senyawa anorganik senyawa

organik akan berakibat fatal.

VI.1. Elemen beracun

Biosfer erat kaitannya dengan semua elemen dari tabel periodik dan organisme yang

mempunyai banyak fungsi penting dalam biokimia. Banyak unsur yang diperlukan untuk

kelangsungan hidup, meskipun dalam dosis kecil. Ketika pasokan elemen penting tidak cukup

maka akan membatasi kelangsungan hidup organisme, tetapi ketika pasokan elemen penting itu

hadir secara berlebihan,maka akan memberikan efek beracun. Jadi ada dosis optimal untuk

semua elemen penting ini. Misalnya membandingkan Cu 2+ dengan Fe 2+ atau Fe 3+. Cu 2+ akan

mengikat kuat basa nitrogen, termasuk rantai histidin pada sisi protein sedangkan Fe2+ atau Fe
3+ tidak mengikat kuat basa nitrogen. Oleh karena itu Cu 2+ lebih mungkin untuk mengganggu

protein daripada besi. Pada tingkat yang lebih tinggi zat besi akan berbahaya, karena zat besi

dapat mengkatalisis produksi radikal oksigen, karena sebagian zat besi dapat merangsang

pertumbuhan bakteri dan aggregate. Cr (III) dapat dianggap sebagai elemen penting tetapi Cr

(VI) bersifat karsinogenik.

VI.2. Air raksa

Merkuri dapat memasuki lingkungan terutama melalui limbah industri seperti industri

pertanian yang menggunakan sejumlah besar fungisida. Buangan dari industri ini terkadang

mengandung merkuri sampai dengan 10 kali lipat dari konsentrasi air alami. Ketika merkuri

diserap pada sedimen di badan air, sulfat akan mengurangi bakteri dalam sedimen sehingga

akan menghasilkan metal merkuri (CH3Hg + dan (CH3)2Hg, (CH3)2Hg hasil penguapan). Metal
merkuri ini bisa berada di perairan atas karena diserap oleh ikan. Pada ion CH3Hg yang berupa

CH3HgCl dalam cairan biologis garam, dan kompleks netral akan melewati membran biologis

dan didistribusikan ke seluruh jaringan dari ikan. Dalam jaringan klorida tersebut dipindahkan

oleh kelompok sulphydryl peptida, karena raksa memiliki afinitas untuk ligan sulfur, merkuri metil

dihilangkan hanya perlahan dan karena itu tunduk pada bioakumulasi, ketika ikan kecil dimakan

oleh ikan yang lebih besar. Biomethylation merkuri terjadi pada semua sedimen dan ikan di

mana saja memiliki beberapa merkuri.

Namun tingkat yang sangat meningkat pada badan air yang terkontaminasi oleh merkuri

dari limbah-limbah. Kasus terburuk dari keracunan merkuri lingkungan terjadi pada tahun 1950 di

Minamata, Jepang, dimana metil merkuri dalam ikan terakumulasi tingkat yang mendekati 100

ppm. Ribuan orang keracunan dan ratusan meninggal akibat ikan beracun. Sejak metil merkuri

dapat melewati saluran darah-otak, masyarakat yang terkena dampak tersebut akan mengalami

semua gejala disfungsi otak. Demikian pula metil merkuri dapat membahayakan janin, dan

sejumlah bayi di minimata menderita keterbelakangan mental dan gangguan motorik sebelum

penyebab keracunan tersebut dapat diidentifikasi.

Unsur merkuri memasuki tubuh melalui inhalasi dan dibawa oleh aliran darah ke otak, di

mana ia menembus penghalang darah otak dan semua gejala disfungsi otak akan terjadi. Hg22+

tidak beracun karena membentuk larutan klorida dalam lambung. Hg 2+ lagi adalah bentuk

kompleks dengan sulfur yang mengandung asam amino dan protein. Namun ion ini tidak

mendapatkan akses ke sel biologis.

VI.3. Kadmium

Sifat-sifat kimia kadmium lebih dekat dengan seng daripada merkuri. Sumber utama dari

kadmium di lingkungan berasal dari batubara, seng pertambangan, pemurnian logam dan

tembakau rokok. Sumber kadmium untuk tanah terutama berasal dari udara yang ditanggung

deposisi dari pupuk fosfat komersial, yang mengandung cadmium sebagai unsur alami dari bijih
fosfat. Konsentrasi kadmium akan lebih meningkat dengan penggunaan pupuk dari limbah

lumpur (yang sering terkontaminasi dengan kadmium dan logam lainnya).

Kondisi tanah merupakan faktor utama dalam kasus menyebarnya keracunan kadmium

lingkungan, seperti yang terjadi di lembah Jinzu dari Jepang. Irigasi air diambil dari sungai yang

tercemar oleh penambangan seng dan peleburan kompleks menyebabkan tingginya kadar

kadmium dalam beras. Ratusan orang di daerah tersebut mengidap penyakit tulang degeneratif

yang disebut itai-itai karena gangguan kadmium dengan Ca 2+ deposisi. Tulang-tulang mereka

menjadi keropos. Paparan kronis kadmium telah dikaitkan dengan jantung dan penyakit paru-

paru, penekanan kekebalan tubuh, dan hati dan penyakit ginjal. Kadmium menyerang fungsi

penting dari situs aktif sehingga menghambat enzim. Enzim dihambat oleh Cd 2+ termasuk

adenosin trifosfat, dehidrogenase alkohol, anylase, karbonat anhidrase, peptidase aktivitas di

peptidase karboksi dan glutamat oksaloasetat transminase. Seperti yang disebutkan Cd 2+

meminta protein metallothionen memberikan perlindungan sampai kapasitasnya terlampaui.

Sejak metallothionen terkonsentrasi di ginjal, organ ini akan rusak akibat kelebihan kadmium.

Sisa dari kadmium disimpan dalam tubuh dan terakumulasi dengan faktor usia. Ketika jumlah Cd
2+
berlebihan, maka Cd 2+ akan menggantikan Zn 2+ di situs enzimatik kunci yang menyebabkan

gangguan metabolisme.

VI.4. Arsen

Arsenik dalam air terjadi sebagai akibat dari pembuangan mineral oleh industri akibat

adanya insektisida. As (III) lebih beracun dari As (V), karena ia mengikat lebih mudah untuk

kelompok enzim sulphydryl dan menghambat kerja enzim. Kerja enzim yang dihambat

didasarkan pada inaktivasi piruvat dehidrogenase melalui reaksi kompleks dimana generasi

adenosine trifosfat (ATP) dicegah. Berdasarkan kesamaan dengan fosfor, arsen (III) dapat

mengganggu beberapa proses biokimia yang melibatkan fosfor. Pada generasi ATP, sintesis

enzimatik 1,3-diphosphoglycerate dari glyceraldehyde3-fosfat merupakan tahap penting As(III)

dalam mengganggu dengan memproduksi 1-arseno-3-phosphoglycerate bukan 1,3

diphosphoglycerate sehingga menghambat proses metabolisme. As(III) bertindak untuk


mengentalkan protein dan bentuk kompleks dengan koenzim. Seperti merkuri, arsenik dapat

dikonversi menjadi lebih mudah bergerak dan beracun serta merupakan turunan metil seperti

asam methylarsenic dan dimetil arsenik asam. Di tempat lain penemuan baru, mengenai

rendahnya tingkat arsenik dapat menghambat reseptor aktivasi yang mengubah banyak gen

yang menekan kanker dan mengatur gula darah dan pada tingkat tinggi diketahui dapat memicu

diabetes serta kanker. Arsenik dalam air minum adalah racun yang bersifat lambat. Gejala

pertama adalah discolourisation kulit. Belakangan ini berkembang menjadi kanker hati dan hati

dan ginjal yang memburuk.

VI.5. Timbal

Sumber utama timbal berada dalam lingkungan berasal dari knalpot mobil yakni bensin,

penyimpanan baterai, cat dan pipa. Timbal dapat mencemari air, bisa dari timbal yang berbasis

solder yang digunakan dalam pipa dan koneksi pas. Dalam kontak dengan O2-bantalan air,

logam timbal dapat dioksidasi dan mengalami peleburan.

2Pb + O2 + 4H+ 2Pb2+ + 2H2O .............................. (2)

Tingkat pemutusan timbal adalah sangat tergantung pH. Kelarutan timbal dalam air lebih

tinggi bila dibandingkan dengan air keras yang memiliki pH tinggi. Karbonat yang mengendap

sebagai PbCO3 sedikit larut. Sumber utama lain dari timbal adalah bensin bertimbal di mana

timbal Tetraethyl ditambahkan untuk meningkatkan oktan. Senyawa ini beracun serta mudah

diserap melalui kulit dan dalam hati akan dikonversi ke trialkil-timbal ion, R3Pb+, seperti ion metil

merkuri yang bersifat neurotoksin.

Partikel-partikel halus yang dikeluarkan oleh mobil akan disimpan dalam paru-paru dan

diserap oleh tubuh dengan efisiensi sekitar empat puluh persen. Partikel ini dapat melakukan

perjalanan jauh pada arus udara. Namun sebagian besar partikel mengendap tidak jauh dari

tempat mereka dihasilkan.


Timbal memasuki aliran darah dengan diserap oleh tubuh, dan bergerak menuju jaringan

lunak. Timbal disimpan dalam tulang, karena Pb 2+ dan Ca 2+ memiliki kemiripan seperti jari-jari

ionik. Tubuh memelihara sekitar 15-25 mg timbal per 100g dari seluruh darah. Tubuh merespon

setiap peningkatan asupan timbal dengan mengeluarkannya dalam urin sebanyak mungkin dan

sisanya akan disimpan terutama dalam tulang. Jika kadar timbal dalam darah sangat tinggi maka

akan menghambat enzim yang terlibat dalam biosintesis heme, kompleks besi-porfirin yang

mengikat hemoglobin dan berfungsi untuk mengikat O2.

Mekanisme biokimia untuk efek timbal pada sel saraf tidak pasti, tetapi penurunan

kecepatan konduksi saraf dapat dideteksi pada darah dengan tingkat timbal yang rendah; tingkat

yang lebih tinggi menyebabkan degradasi saraf. Penelitian telah menunjukkan bahwa timbal

pada tingkat yang sangat rendah (serendah 5mg/dL) dapat menyebabkan penurunan

pertumbuhan, pendengaran dan mental anak.

Mekanisme molekuler toksisitas timbal belum secara tepat dapat diidentifikasi. Mungkin

melibatkan kemampuan timbal untuk mengikat ligan nitrogen dan belerang, sehingga dapat

mengganggu fungsi protein penting seperti ferrochelatase. Dengan injeksi intravena, timbal

dapat dibersihkan dari tubuh yakni dengan memberikan Ca 2+sebagai kompleks, untuk

menghindari pengupasan kalsium atau logam lemah terikat lainnya dari tubuh. Pb2+ sangat

mengikat Ca2+, Ca2+ akan menggantikan Pb2+dan akan menghilangkan Pb2+ secara selektif.

VI.6. Selenium

Selenium tidak banyak digunakan dalam industri. Penggunaan utamanya adalah dalam

pembuatan komponen listrik: sel fotolistrik dan rectifier. Selenium merupakan elemen penting

pada tingkat yang rendah namun bersifat toksik pada konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini

sebanding dengan toksisitas arsenik terhadap manusia dan hewan, sehingga menimbulkan

gejala yang sama. Selenium telah dicurigai sebagai agen karsinogenik. Unsur selenium itu

sendiri dan sedimen logam berat bersifat tidak larut. Unsur selenium tidak cepat teroksidasi dan

perlahan-lahan tersedia untuk tanaman dari tanah. Selenous asam, H2SeO3- sangat mobile di
lingkungan berair dan sudah tersedia untuk tanaman, SeO42- cukup kuat

sebagai agen pengoksidasi dan mudah direduksi ke SeO32- di bawah kondisi lingkungan.

VI.7. Berilium

Sumber utama untuk berilium di lingkungan adalah dari batubara, pembakaran listrik,

nuklir dan industri antariksa. Sebagian besar emisi berilium berbentuk bubuk logam atau

partikulat berilium oksida. Kelebihan berilium merupakan masalah pekerjaan yang sangat serius

yang dapat mempengaruhi selaput lender mata dan paru-paru. Kadar berilium yang rendah dari

0,01 sampai 0,1 mg konsentrasi m-3 akan mengarah ke suatu kondisi kronik yang dikenal

sebagai berylliosis. Berylliosis adalah keracunan sistemik dimulai dengan sesak nafas,

penurunan berat badan dan batuk, dan akhirnya mempengaruhi banyak organ termasuk jantung.

Unsur ini dicurigai sebagai karsinogen.

VII. TOKSISITAS BEBERAPA SENYAWA ANORGANIK

VII.1. Sianida

Akses sianida ke lingkungan melalui debit air dari bilasan air dari operasi plating dan

kilang dan coalcoking air limbah. Garam hidrogen sianida dan sianida, keduanya dengan cepat

bertindak sebagai racun dan bahkan dengan dosis 60 sampai 90 mg cukup untuk membunuh

manusia. Sianida yang beracun bekerja dengan menghambat oksidasi enzim dari O2 yang

digunakan untuk menyelesaikan produksi ATP di mitokondria. Sistem metabolik, sianida

mengikat besi (III) dalam enzim oksidase ferritochrome, sehingga mencegah pengurangan zat

besi (II) dalam proses fosforilasi oksidatif di mana O2 digunakan. Yang lebih penting, enzim

dihambat karena oksidase sitokrom besi yang diperlukan untuk bereaksi dengan O2 tidak

terbentuk. Dengan demikian pemanfaatan oksigen dalam sel dicegah dan proses metabolisme

berhenti.
VII.2. Karbonmonoksida

Sumber signifikan untuk CO di lingkungan adalah dari transportasi. Karbonmonoksida

ketika dihirup, melewati paru-paru dan berdifusi langsung ke dalam aliran darah di mana ia

bergabung dengan hemoglobin untuk membentuk karboksi hemoglobin (COHb).

O2Hb + CO COHb + O2....................................... (3)

Afinitas CO untuk hemoglobin adalah 210 kali lebih besar dari oksigen. Akibatnya jumlah

hemoglobin yang tersedia untuk membawa oksigen untuk jaringan tubuh sangat berkurang.

Dengan demikian jaringan tubuh akan kehilangan pasokan oksigen dan dapat mengakibatkan

kematian karena kekurangan oksigen. Selain itu, kehadiran COHb dalam darah akan

memperlambat pemisahan tersisa oksihemoglobin, sehingga lebih lanjut O2 dalam jaringan akan

dirampas. Karbon monoksida adalah penyebab umum dari keracunan. Efek racun CO dengan

berbagai konsentrasi ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1 konsentrasi CO di udara dan efek toksik

Konsentrasi CO (ppm) Efek racun

10 penurunan kekuatan tubuh

100 pusing, sakit kepala

250 kehilangan kesadaran

1000 meninggal dunia

VII.3. Oksida dari nitrogen

Nitrogen oksida (N2O) digunakan sebagai gas oksidan dan dalam operasi gigi sebagai

anestesi umum. N2O adalah depresan sistem saraf pusat dan dapat bertindak sebagai

asphyxiant. Nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) adalah dua oksida utama

nitrogen yang mempengaruhi kesehatan manusia, karena dapat mengganggu kesehatan. N2O

bisa menjadi beracun bila dioksidasi menjadi NO2.

NO2 dapat mencapai kelembaban pada alveoli paru-paru. Disana NO2 diubah menjadi

asam nitrit dan asam nitrat yang sangat menjengkelkan dan menyebabkan kerusakan pada

jaringan paru-paru. Biokimia NO2 akan mengganggu dehidrogenase laktat dan beberapa sistem
enzim lainnya. Radikal bebas terutama HO yang mungkin terbentuk dalam tubuh oleh aksi NO2

dan senyawa tersebut mungkin menyebabkan peroksidasi lipid di mana K = C ganda obligasi

dalam tubuh, lipid tak jenuh diserang oleh radikal bebas dan menjalani reaksi berantai di depan

O2 sehingga mengakibatkan kerusakan oksidatif. Dalam NO2 mengalami kombinasi dengan

hidrokarbon yang bertindak sebagai inisiator kabut asap fotokimia yang menyebabkan produksi

polutan sekunder seperti oksidan. Oksidan ini yang menyebabkan kerusakan pada kesehatan

manusia.

VII.4. Sulfur dioksida

Perhatian utama SO2 di atmosfer muncul bukan dari SO2, tetapi dari perubahan di

atmosfer seperti pembentukan H2SO4 dan aerosol sulfat. Partikel sulfat dapat masuk ke dalam

paru-paru, menyebabkan masalah kesehatan bahkan lebih parah. SO2 juga dapat sedikit diserap

oleh partikulat seperti garam-garam besi, mangan dan vanadium yang juga bisa masuk dalam

alveoli. Di udara lembab, SO2 akan dioksidasi menjadi H2SO4 dan partikulat ini bertindak sebagai

katalis dalam meningkatkan proses oksidasi.

VII.5. Ozon

Ozon merupakan zat yang sangat reaktif. Hal ini menyebabkan sintetis karet di tingkat

atmosfer retak 0,01-0,02 ppm. Hal ini juga menyerang serat kain dan meningkatkan efek buruk

serat yang terbuat dari nilon kapas, asetat, dan polyester. Memudarnya serat dan retaknya karet

dapat dikaitkan dengan kemampuan ozon dalam mengoksidasi.

Ozon memiliki beberapa efek toksik. Menghirup ozon pada tingkat 1 ppm menyebabkan

iritasi parah dan sakit kepala dan kadang-kadang menyebabkan edema paru yang parah. Ozon

menghasilkan radikal bebas dalam jaringan. Spesies ini reaktif dan merupakan penyebab

peroksidasi lipid, oksidasi kelompok sulphydryl, dan lainnya yang merusak proses oksidasi.

VII.6. Asbes

"Asbes" adalah istilah industri untuk sejumlah silikat terhidrasi dengan perkiraan rumus

Mg3P(Si2O5) (OH)4. Mereka terpisah menjadi serat fleksibel kuat. Menghirup debu asbes atau

seratnya dapat menyebabkan penyakit lumpuhnya paru-paru dikenal sebagai asbestosis.


Penyakit ini ditandai oleh sesak nafas dan kalsifikasi pleura. Asbes juga telah terbukti

menyebabkan kanker paru. Baris serat dalam membran paru-paru dan perut ini dapat

mengakibatkan mesothelioma serta kanker yang tidak dapat disembuhkan dan berakibat fatal.

VIII. TOKSISITAS BEBERAPA SENYAWA ORGANIK

VIII.1. Benzene

Benzene ini berasal terutama dari minyak mentah dan secara luas digunakan dalam

minyak bumi, kimia, dan industri manufaktur. Benzene adalah salah satu bahan kimia yang

diklasifikasikan sebagai karsinogen dan sebagai agen penyebab dalam leukemia manusia.

Benzena mudah dihirup dan diserap oleh darah kemudian diambil oleh jaringan lemak. Dalam

hati benzene diubah ke fenol melalui proses reaksi oksidasi. Epoksida benzena adalah

intermediate yang terbentuk dalam reaksi yang diyakini terlibat dalam kerusakan tulang

sumsum. Hal ini merupakan iritan kulit dan dalam jumlah yang tinggi dapat menyebabkan kulit

kemerahan, rasa panas, akumulasi cairan. Diperkirakan penyakit preleukemia, leukemia atau

kanker mungkin timbul dari keracunan benzena kronis.

Dalam banyak aplikasi, benzena dapat digantikan oleh benzenes teralkilasi seperti

toluena yang jauh kurang beracun dari benzena; kelompok alkil dapat segera dioksidasi oleh

enzim dalam hati, memproduksi asam benzoat atau asam terkait yang dapat segera dikeluarkan.

VIII.2. Formaldehida & Asetaldehida

Kelompok aldehida mengandung karbonil (C = O). Karena meluasnya penggunaan

formaldehida menjadi toksisitas penting. Formaldehida digunakan sebagai larutan 37-50%.

Formaldehida dihirup dalam bentuk uap molekul formaldehida. Dampak penggunaan

formaldehida secara berkepanjangan dan terus menerus bisa menyebabkan hipersensitivitas.

Hipersensitivitas berupa iritasi parah pada selaput lendir dan saluran pencernaan. Individu yang

terkena lebih besar dari 1 ppm formalin menyebabkan beberapa dampak termasuk mengantuk,

mual, sakit kepala, dan penyakit pernapasan. Formaldehid berpotensi sebagai karsinogenik
kronis, bahkan pada dosis rendah akan menimbulkan masalah kesehatan masyarakat.

Toksisitas formaldehida sebagian besar disebabkan produk oksidasi metabolik, asam format.

Aldehida dalam konsentrasi rendah akan menyebabkan iritasi. Aldehida menyerang

jaringan yang lembab, terutama mata dan selaput lendir, saluran pernapasan atas. Aldehid yang

kurang larut dapat menembus lebih lanjut ke saluran pernapasan dan mempengaruhi paru-paru.

Asetaldehida cair kurang beracun dari akrolein dan bertindak sebagai iritan, dan sistemik,

sebagai narkotik ke sistem saraf pusat. Menghirup akrolein dapat menyebabkan kerusakan

parah pada membran saluran pernapasan.

VIII.3. Fenol

Fenol merupakan polutan umum air dalam limbah industri, terutama dalam efluen dari

kokas-oven dan penyulingan tanaman batubara. Beberapa senyawa fenolik yang lebih penting

adalah:

(1) fenol

(2) O-kresol

(3) m-kresol

(4) p-kresol

(5) 2-naftol

(6) 2-nitrofenol dan

(7) pentaklorofenol.

Group nitro dan atom halogen (terutama klor) terikat pada cincin aromatik yang sangat

mempengaruhi sifat kimia dan toksikologi senyawa fenolik. Keracunan fenol akut dapat

menyebabkan kematian setelah satu setengah jam penggunaan. Hal ini mempengaruhi sistem

saraf pusat dan menyebabkan gangguan pencernaan, fungsi ginjal, kegagalan sistem peredaran

darah, edema paru, dan kejang-kejang. Jumlah fenol yang berlebihan dapat diserap melalui kulit.

Keracunan fenol kronis akan menyebabkan kerusakan pada organ-organ penting seperti limpa,

pankreas, dan ginjal.


IX. UPAYA PENCEGAHAN DALAM MENGATASI TOKSISITAS

IX.1. Upaya Preventif

1. Membudidayakan tanaman air berupa eceng gondok dan tumbuhan berongga lainnya untuk

mengurangi kadar logam berat (Pb atau Hg) di wilayah perairan.

2. Mengurangi penggunaan bahan tambahan TEL atau mengganti TEL dengan MTBE yang lebih

ramah terhadap lingkungan.

3. Menggunakan masker saat berkendaraan untuk meminimalisir masuknya logam-logam atau gas-

gas beracun dalam tubuh melalui pernafasan.

IX.2. Upaya Kuratif

1. Penggunan penawar racun alami berupa air kelapa dan madu yang dicampur dengan kuning

telur. Penawar racun alami ini tidak mempunyai efek samping dan biasanya digunakan untuk

mengatasi kadar racun yang masih tergolong rendah.

2. Jika langkah pertolongan pertama masih belum cukup maka sebaiknya ditangani secara medis

dengan dibawa ke dokter atau rumah sakit.


BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia (Casarett and Doulls, 1995).

Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan,

manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja

efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja

kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-
hari tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi.

Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama maknanya ini sering sekali

menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik

yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan

Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya

populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan

lingkungan (Butler, 1978). Dengan demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi

lingkungan. Kebutuhan akan toksikologi lingkungan meningkat ditinjau dari : Proses Modernisasi

yang akan menaikan konsumsi sehingga produksi juga harus meningkat, dengan demikian

industrialisasi dan penggunaan energi akan meningkat yang tentunya akan meningkatkan resiko

toksikologis. Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang akan

menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat. Buangan ini tentunya

akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang mengakibatkan resiko pencemaran,

sehingga resiko toksikologi juga akan meningkat.

B.

RUMUSAN MASALAH

1.

Apa pengertian toksikologi dan racun? 2.

Apa jenis-jenis toksikologi? 3.


Bagaimana model masuk dan daya keracunan pada toksikologi? 4.

Sasaran organ apa yang diserang dalam keracunan? 5.

Bagaimana nilai ambang eksposur?

C.

TUJUAN PENULISAN

1.

Mengetahui perngertian toksikologi dan racun. 2.

Mengetahui jenis-jenis toksikologi. 3.

Mengetahui model masuk dan daya keracunan pada toksikologi. 4.

Mengetahui sasaran organ yang diserang dalam keracunan. 5.

Mengetahui nilai ambang eksposur.


BAB II PEMBAHASAN A.

PENGERTIAN TOKSIKOLOGI DAN RACUN

Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan

mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan system

biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek

tersebut sehubungan dengan terpejannya (

exposed

) makhluk tadi. Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat

kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif

tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya. Efek toksik atau

efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali

bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh

pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama

yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap

bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.

Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi dalam empat kategori:

akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu

kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik dialami oleh para pekerja terutama di lingkungan

industri-industri kimia. Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek

dari dua atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respons

yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik pemaparan
membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal dengan

hubungan dosis-respons. Apabila zat kimia dikatakan berracun (

toksik

), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap

mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh:

dosis,

konsentrasi racun di reseptor tempat kerja, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau

sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan.

Sehingga apabila menggunakan istilah

toksik

atau

toksisitas

, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul.

Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya

menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu organisme.

Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam memperbandingkan satu zat

kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada

zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan

informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi

bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari

sudut telaah tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada

mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya itu terjadi.
Pada umumnya efek berbahaya / efek farmakologik timbul apabila terjadi interaksi antara zat kimia

(tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang harus diperhatikan dalam

mempelajari interakasi antara zat kimia dengan organisme hidup, yaitu kerja farmakon pada suatu

organisme (aspek farmakodinamik / toksodinamik) dan pengaruh organisme terhadap zat aktif

(aspek farmakokinetik / toksokinetik) aspek ini akan lebih detail dibahas pada sub bahasan kerja

toksik. Telah dipostulatkan oleh Paracelcius, bahwa sifat toksik suatu tokson sangat ditentukan oleh

dosis (konsentrasi tokson pada reseptornya). Artinya kehadiran suatu zat yang berpotensial toksik di

dalam suatu organisme belum tentu menghasilkan juga keracunan. Misal insektisida rumah tangga

(DDT) dalam dosis tertentu tidak akan menimbulkan efek yang berbahaya bagi manusia, namun

pada dosis tersebut memberikan efek yang mematikan bagi serangga. Hal ini disebabkan karena

konsentrasi tersebut berada jauh dibawah konsentrasi minimal efek pada manusia. Namun

sebaliknya apabila kita terpejan oleh DDT dalam waktu yang relatif lama, dimana telah diketahui

bahwa sifat DDT yang sangat sukar terurai dilingkungan dan sangat lipofil, akan terjadi penyerapan

DDT dari lingkungan ke dalam tubuh dalam waktu relatif lama. Karena sifat fisiko 3 kimia dari DDT,

mengakibatkan DDT akan terakumulasi (tertimbun) dalam waktu yang lama di jaringan lemak.

Sehingga apabila batas konsentrasi toksiknya terlampaui, barulah akan muncul efek toksik. Efek atau

kerja toksik seperti ini lebih dikenal dengan efek toksik yang bersifat kronis.

Toksin

Clostridium botulinum,

adalah salah satu contoh tokson, dimana dalam konsentrasi yang sangat rendah (10-9 mg/kg berat

badan), sudah dapat mengakibatkan efek kematian. Berbeda dengan metanol, baru bekerja toksik

pada dosis yang melebihi 10 g. Pengobatan parasetamol yang direkomendasikan dalam satu periode

24 jam adalah 4 g untuk orang dewasa dan 90 mg/kg untuk anak-anak. Namun pada penggunaan

lebih dari 7 g pada orang dewasa dan 150 mg/kg pada anak-anak akan menimbulkan efek toksik.
Dengan demikian, resiko keracunan tidak hanya tergantung pada sifat zatnya sendiri, tetapi juga

pada kemungkinan untuk berkontak dengannya dan pada jumlah yang masuk dan diabsorpsi.

Dengan lain kata tergantung dengan cara kerja, frekuensi kerja dan waktu kerja. Antara kerja (atau

mekanisme kerja) sesuatu obat dan sesuatu tokson tidak terdapat perbedaan yang prinsipil, ia hanya

relatif. Semua kerja dari suatu obat yang tidak mempunyai sangkut paut dengan indikasi obat yang

sebenarnya, dapat dinyatakan sebagai kerja toksik. Kerja medriatik (pelebaran pupil), dari sudut

pandangan ahli mata merupakan efek terapi yang dinginkan, namun kerja hambatan sekresi, dilihat

sebagai kerja samping yang tidak diinginkan. Bila seorang ahli penyakit dalam menggunakan zat yang

sama untuk terapi, lazimnya keadaan ini manjadi terbalik. Pada seorang anak yang tanpa

menyadarinya telah memakan buah

Atropa belladonna

, maka mediaris maupun mulut kering harus dilihat sebagai gejala keracuanan. Oleh sebab itu

ungkapan kerja terapi maupun kerja toksik tidak pernah dinilai secara mutlak. Hanya tujuan

penggunaan suatu zat yang mempunyai kerja farmakologi dan dengan demikian sekaligus

berpotensial toksik, memungkinkan untuk membedakan apakah kerjanya sebagai obat atau sebagai

zat racun. Tidak jarang dari hasil penelitian toksikologi, justru diperoleh senyawa obat baru. Seperti

penelitian racun (glikosida digitalis) dari tanaman

Digitalis purpurea

dan

lanata,

yaitu diperoleh antikuagulan yang bekerja tidak langsung, yang diturunkan dari zat racun yang

terdapat di dalam semanggi yang busuk. Inhibitor asetilkolinesterase jenis ester fosfat, pada

mulanya dikembangkan sebagai zat kimia untuk perang, kemudian digunakan sebagai insektisida dan

kini juga dipakai untuk menangani glaukoma. Toksikologi modern merupakan bidang yang didasari
oleh multi displin ilmu, ia dengan dapat dengan bebas meminjam bebarapa ilmu dasar, guna

mempelajari interaksi antara tokson dan mekanisme biologi yang ditimbulkan (lihat gambar 1.1).

Ilmu toksikologi ditunjang oleh berbagai ilmu dasar, seperti kimia, biologi, fisika, matematika.

Kimia analisis dibutuhkan untuk mengetahui jumlah tokson yang melakukan ikatan dengan reseptor

sehingga dapat memberikan efek toksik. Bidang ilmu biokimia diperlukan guna mengetahui

informasi penyimpangan reaksi kimia pada organisme yang diakibatkan oleh xenobiotika. Perubahan

biologis yang diakibatkan oleh xenobiotika dapat diungkap melalui bantuan ilmu patologi,

immonologi, dan fisiologi. Untuk mengetahui efek berbahaya dari suatu zat kimia pada suatu

sel, jaringan atau organisme memerlukan dukungan ilmu patologi, yaitu dalam menunjukan wujud

perubahan / penyimpangan kasar, mikroskopi, atau penyimpangan submikroskopi dari normalnya.

Perubahan biologi akibat paparan tokson dapat termanisfestasi dalam bentuk perubahan sistem

kekebakan (immun) tubuh, untuk itu diperlukan bidang ilmu immunologi guna lebih dalam

mengungkap efek toksik pada sistem kekebalan organisme. Mengadopsi konsep dasar yang

dikemukakan oleh Paracelcius, manusia menggolongkan efek yang ditimbulkan oleh tokson menjadi

konsentrasi batas minimum memberikan efek, daerah konsentrasi dimana memberikan efek yang

menguntungkan (efek terapeutik , lebih dikenal dengan efek farmakologi), batas konsentrasi dimana

sudah memberikan efek berbahaya (konsetrasi toksik), dan konstrasi tertinggi yang dapat

menimbulkan efek kematian. Agar dapat menetapkan batasan konsentrasi ini toksikologi

memerlukan dukungan ilmu kimia analisis, biokimia, maupun kimia instrmentasi, serta hubungannya

dengan biologi. Ilmu statistik sangat diperlukan oleh toksikologi dalam mengolah baik data kualitatif

maupun data kuantitatif yang nantinya dapat dijadikan sebagai besaran ekspresi parameter-

parameter angka yang mewakili populasi.


Bidang yang paling berkaitan dengan toksikologi adalah farmakologi, karena ahli farmakologi harus

memahami tidak hanya efek bermanfaat zat kimia, tetapi juga efek berbahayanya yang mungkin

diterapkan pada penggunaan terapi. Farmakologi pada umumnya menelaah efek toksik, mekanisme

kerja toksik, hubungan dosis respon, dari suatu tokson.

B.

JENIS-JENIS TOKSIKOLOGI Toksikologi Deskriptif

Melakukan uji toksisitas untuk mendapat informasi yang digunakan untuk mengevaluasi resiko yang

timbul oleh bahan kimia terhadap manusia dan lingkungan

Toksikologi Mekanistik

Menentukan bagaimana zat kimia menimbulkan efek yang merugikan pada organisme hidup

Toksikologi Regulatif
Menentukan apakah suatu obat mempunyai resiko yang rendah untuk dipakai sebagai tujuan terapi

Toksikologi Forensik

Mempelajari aspek hukum kedokteran akibat penggunaan bahan kimia berbahaya dan membantu

menegakkan diagnosa pada pemeriksaan postmortem

Toksikologi Klinik

Mempelajari gangguan yang disebabkan substansi toksik, merawat penderita yang keracunan dan

menemukan cara baru dalam penanggulangannya

Toksikologi Kerja

Mempelajari bahan kimia pada tempat kerja yang membahayakan pekerja dalam

proses pembuatan, transportasi, penyimpanan maupun penggunaannya

Toksikologi Lingkungan

Mempelajari dampak zat kimia yang berpotensi merugikan sebagai polutan lingkungan

Ekotoksikologi

Mempelajari efek toksik zat kimia terhadap populasi masyarakat

Toksikologi Ekperimental :

Pemakaian obat secara kronik (anti hipertensi, obat TBC, kontrasepsi), harus disertai data

karsinogenik dan teratogenik dari obat tersebut Pemakaian obat dalam waktu pendek (obat cacing),

harus memenuhi sarat toksisitas akut

C.
MODEL MASUK DAN DAYA KERACUNAN

Racun

adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam

tubuh dalam jumlah yang relative kecil dapat mengakibatkan cedera dari tubuh dengan adanya

rekasi kimia (Brunner & Suddarth, 2001). Arti lain dari racun adalah suatu bahan dimana ketika

diserap oleh tubuh organisme makhluk hidup akan menyebabkan kematian atau perlukaan (Muriel,

1995). Racun dapat diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau melalui rute lainnya.

Reaksi dari racun dapat seketika itu juga, cepat, lambat, atau secara kumulatif.

Keracunan

dapat diartikan sebagai setiap keadaan yang menunjukkan kelainan multisystem dengan keadaan

yang tidak jelas (Arif Mansjor, 1999). Keracunan melalui inhalasi (

pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap kepada si sakit langsung melalui alat

pernapasannya (hidung ke paru-paru)

) dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dank arena kesengajaan merupakan kondisi bahaya

kesehatan. Jenis-jenis keracunan (FK-UI, 1995) dapat dibagi berdasarkan:

1.

Cara terjadinya, terdiri dari:

a.
Self poisoning Pada keadaan ini pasien memakan obat dengan dosis yang berlebih tetapi

dengan pengetahuan bahwa dosis ini tak membahayakan. Pasien tidak bermaksud bunuh diri tetapi

hanya untuk mencari perhatian saja. b.

Attempted Suicide Pada keadaan ini pasien bermaksud untuk bunuh diri, bisa berakhir dengan

kematian atau pasien dapat sembuh bila salah tafsir dengan dosis yang dipakai c.

Accidental poisoning Keracunan yang merupakan kecelakaan, tanpa adanya factor kesengajaan

d.

Homicidal poisoning Keracunan akibat tindakan kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni

orang lain.

2.

Mulai waktu terjadi a.

Keracunan kronik

Keracunan yang gejalanya timbul perlahan dan lama setelah

pajanan.
Gejala dapat timbul secara akut setalah pemajanan berkali-kali dalam dosis relative kecil ciri

khasnya adalah zat penyebab diekskresikan 24 jam lebih lama dan waktu paruh lebih panjang

sehingga terjadi akumulasi. Keracunan ini diakibatkan oleh keracunan bahan-bahan kimia dalam

dosis kecil tetapi terus menerus dan efeknya baru dapat dirasakan dalam jangka panjang (minggu,

bulan, atau tahun). Misalnya, menghirup uap benzene dan senyawa hidrokarbon terkklorinasi (spt.

Kloroform, karbon tetraklorida) dalam kadar rendah tetapi terus menerus akan

menimbulkan penyakit hati (lever) setelah beberapa tahun. Uap timbal akan menimbulkan

kerusakan dalam darah.

b.

Keracunan akut

Biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu, sering mengenai banyak orang (pada keracunan

dapat mengenai seluruh keluarga atau penduduk sekampung ) gejalanya seperti sindrom penyakit

muntah, diare, konvulsi dan koma. Keracunan ini juga karena pengaruh sejumlah dosis tertentu yang

akibatnya dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu pendek. Contoh, keracunan fenol menyebabkan

diare dan gas CO dapat menyebabkan hilang kesdaran atau kematian dalam waktu singkat.

3.

Menurut alat tubuh yang terkena

Pada jenis ini, keracunan digolongkan berdasarkan organ yang terkena, contohnya racun hati, racun

ginjal, racun SSP, racun jantung.

4.
Menurut jenis bahan kimia

Golongan zat kimia tertentu biasanya memperlihatkan sifat toksik yang sama, misalnya golongan

alcohol, fenol, logam berat, organoklorin dan sebagainya. Keracunan juga dapat disebabkan oleh

kontaminasi kulit (luka bakar kimiawi), melalui tusukan yang terdiri dari sengatan serangga (tawon,

kalajengking, dan laba-laba) dan gigitan ular, melalui makanan yaitu keracunan yang disebabkan

oleh

perubahan kimia (fermentasi) dan pembusukan karena kerja bakteri (daging busuk) pada bahan

makanan, misalnya ubi ketela (singkong) yang mengandung asam sianida (HCn), jengkol, tempe

bongkrek, dan racun pada udang maupun kepiting, dan keracunan juga dapat disebabkan karena

penyalahgunaan zat yang terdiri dari penyalahgunaan obat stimultan (

Amphetamine

), depresan (

Barbiturate

), atau halusinogen (morfin), dan penyalahgunaan

alcohol.

Racun yang sering menyebabkan keracunan dan simptomatisnya: Asam kuat (nitrit, hidroklorid,

sulfat) Terbakar sekitar mulut, bibir, dan hidung Anilin (hipnotik, notrobenzen) Kebiruan *gelap*

pada kulit wajah dan leher Asenik (metal arsenic, mercuri, tembaga, dll) Umumnya seperti diare

Atropine (belladonna), Skopolamin Dilatasi pupil Basa kuat (potassium, hidroksida) Terbakar sekitar

mulut, bibir, dan hidung Asam karbolik (atau fenol) Bau seperti disinfektan Karbon monoksida Kulit

merah cerry terang Sianida Kematian yang cepat, kulit merah, dan bau yang sedap Keracunan
makanan Muntah, nyeri perut Nikotin Kejang-kejang *konvulsi* Opiat Kontraksi pupil Asam oksalik

(fosfor-oksalik) Bau seperti bawang putih Natrium Florida Kejang-

kejang konvulsi

Striknin

Kejang konvulsi, muka dan

leher kebiruan gelap

Jika kita sehari

hari bekerja, atau kontak dengan zat kimia, kita sadar dan tahu bahkan menyadari bahwa setiap zat

kimia adalah beracun, sedangkan untuk bahaya pada kesehatan sangat tergantung pada jumlah zat

kimia yang masuk kedalam tubuh. Seperti garam dapur, garam dapur merupakan bahan kimia yang

setiap hari kita konsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun, jika kita

terlalu banyak mengkonsumsinya, maka akan membahayakan kesehatan kita. Demikian juga
obat yang lainnya, akan menjadi sangat bermanfaat pada dosis tertentu, jangan terlalu banyak

ataupun sedikit lebih baik berdasarkan resep dokter. Bahan-bahan kimia atau zat racun dapat masuk

ke dalam tubuh melewati tiga saluran, yakni: 1.

Melalui mulut atau tertelan bisa disebut juga per-oral atau ingesti. Hal ini sangat jarang terjadi

kecuali kita memipet bahan-bahan kimia langsung menggunakan mulut atau makan dan minum di

laboratorium. 2.
Melalui kulit. Bahan kimia yang dapat dengan mudah terserap kulit ialah aniline, nitrobenzene, dan

asam sianida. 3.

Melalui pernapasan (inhalasi). Gas, debu dan uap mudah terserap lewat pernapasan dan saluran ini

merupakan sebagian besar dari kasus keracunan yang terjadi. SO

(sulfur dioksida) dan Cl

(klor) memberikan efek setempat pada jalan pernapasan. Sedangkan HCN, CO, H

S, uap Pb dan Zn akan segera masuk ke dalam darah dan terdistribusi ke seluruh organ-organ tubuh.

4.

Melalui suntikan (parenteral, injeksi) 5.

Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal) (Idris, 1985)

a)

Daya Keracunan Meliputi Sangat-Sangat Toksik, Sedikit Toksik Dan Lain-Lain.

1.
Super Toksik : Struchnine, Brodifacoum, Timbal, Arsenikum, Risin, Agen Oranye, Batrachotoxin,

Asam Flourida, Hidrogen Sianida.

2.

Sangat Toksik :Aldrin, Dieldrin, Endosulfan, Endrin, Organofosfat

3.

Cukup Toksik :Chlordane, DDT, Lindane, Dicofol, Heptachlor

4.

Kurang Toksik :Benzene hexachloride (BHC) Dalam obat-obatan, penggolongan daya racun yaitu

No. Kriteria Toksik Dosis 1. Super Toksik > 15 G/KG BB 2. Toksik Ekstrim 5

15 G/KG BB 3. Sangat Toksik 0,5

5 G/KG BB 4. Toksisitas Sedang 50

500 MG/KG BB 5. Sedikit Toksik 5


50 MG/KG BB

6. Praktis Non Toksik < 5 MG/KG BB

D.

SASARAN ORGAN YANG DISERANG

Untuk mengerahkan efek toksik, agen harus dapat mencapai jaringan rentan, organ, sel, atau

kompartemen selular sub atau struktur dalam konsentrasi yang cukup pada waktu yang memadai

pula. Artinya, suatu paparan atau dosis yang tepat diperlukan. Dosis kecil alkohol tidak akan ada

pengaruhnya, tetapi dosis besar selama waktu yang lama dapat mempengaruhi organ rentan seperti

hati dan akhirnya menyebabkan sirosis. Dosis optimal dari parasetamol akan menghilangkan rasa

sakit, tetapi dosis yang melebihi jumlah ini dapat menyebabkan kerusakan hati. Di sisi lain, jumlah

yang jauh lebih rendah daripada dosis yang optimal tidak akan memberikan berpengaruh sama

sekali. Gangguan toksik (keracunan) dari bahan kimia terhadap tubuh berbeda-beda. Misalnya CCL

4
dan benzene dapat menimbulkan kerusakan pada hati ; metal isosianat dapat menyebabkan

kebutaan dan kematian ; senyawa merkuri dapat menimbulkan kelainan genetic atau keturunan ;

dan banyak senyawa organic yang mengandung cincin benzene, senyawa nikel dan krom dapat

bersifat karsinogenik atau penyebab kanker. Gangguan-gangguan tersebut diatas sangat tergantung

pada kondisi kesehatan orang yang terpaparnya. Kondisi badan yang sehat dan makan yang bergizi

akan mudah mengganti kerusakan sel-sel akibat keracunan. Sebaliknya kondisi badan yang kurang

gizi akan sangat rawan terhadap keracunan.

Dalam sebuah buku forensik medis yang ditulis oleh JL Casper, racun diklasifikasikan menjadi 5

golongan, yaitu:

a)

Racun iritan

, yaitu racun yang menimbulkan iritasi dan radang. Contohnya asam mineral, fungi beracun, dan

preparasi arsenik. b)

Racun penyebab hiperemia, racun narkotik

, yang terbukti dapat berakibat fatal pada otak, paru-paru, dan jantung. Contohnya opium,

tembakau, konium, dogitalis, dll.


c)

Racun yang melumpuhkan saraf

, dengan meracuni darah, organ pusat saraf dapat lumpuh dan menimbulkan akibat yang fatal

seperti kematian tiba-tiba. Contohnya asam hidrosianat, sianida seng, dan kloroform. d)

Racun yang menyebabkan marasmus

, biasanya bersifat kronis dan dapat berakibat fatal bagi kesehatan secara perlahan. Contohnya

bismut putih, asap timbal, merkuri, dan arsenic.

Marasmus

adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk paling sering ditemui pada balita

penyebabnya antara lain karena masukan makanan yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir,

prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan lingkungan.

Marasmus

sering dijumpai pada anak berusia 0 - 2 tahun dengan gambaran sbb: berat badan kurang dari 60%

berat badan sesuai dengan usianya, suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang,

dinding perut hipotonus dan kulitnya melonggar hingga hanya tampak bagai tulang terbungkus kulit,

tulang rusuk tampak lebih jelas atau tulang rusuk terlihat menonjol, anak menjadi berwajah lonjong

dan tampak lebih tua (old man face)), Otot-otot melemah, atropi, bentuk kulit berkeriput bersamaan

dengan hilangnya lemak subkutan, perut cekung sering disertai diare kronik (terus menerus) atau

susah buang air kecil. e)


Racun yang menyebabkan infeksi (racun septik

), dapat berupa racun makanan yang pada keadaan tertentu menimbulkan sakit Pyaemia (atau

pyemia) dan tipus pada hewan ternak. Racun dapat dikelompokkan atas dasar organ yang

diserangnya. Klasifikasi ini digunakan oleh para ahli superspesialis organ target tersebut. Dalam

klasifikasi ini, racun dinyatakan sebagai racun yang, - Hepatotoksik atau beracun bagi hepar/hati -

Nefrotoksik atau beracun bagi nefron/ginjal - Neurotoksik atau beracun bagi neuron/saraf -

Hermatotoksik atau beracun bagi darah/sistem pembentukan sel darah - Pneumotoksik atau

beracun bagi pneumon/paru-paru Klasifikasi atas dasar organ target ini sering digunakan karena sifat

kimia-fisika racun yang berbeda dengan racun biologis ataupun kuman patogen.

Racun pada Sistem Saraf Pusat (neurotoksik)

Beberapa substansi dapat mengganggu respirasi sel, dapat menyebabkan gangguan ventilasi paru-

paru atau sirkulasi otak yang dapat menjadikan kerusakan irreversible dari saraf pusat. Substansi itu

antara lain : Etanol, antihistamin, bromide, kodein.

Racun Jantung (kardiotoksik) Beberapa obat dapat menyebabkan kelainan ritme jantung sehingga

dapat terjadi payah jantungatau henti jantung.


Racun Hati Hepatotoksik menyebabkan manifestasi nekrosis lokal ataupun sistemik. Dengan

hilangnya sebagian sel hati, menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap aksi biologi senyawa lain.

Kelainan hati lain yang sering ditemui adalah hepatitis kholestatik.

PENGGOLONGAN AGEN-AGEN TOKSIS

Zat-zat toksis digolongkan dengan cara-cara yang bermacam-macam tergantung pada minat dan

kebutuhan dari yang menggolongkannya. Sebagai contoh, zat-zat toksis dibicarakan dalam kaitannya

dengan organ-organ sasaran dan dikenal sebagai racun liver, racun ginjal penggunaannya dikenal

sebagai pestisida, pelarut, bahan additif pada makanan dan lain-lain dan kalau dihubungkan ke

sumbernya dikenal sebagai toksin binatang dan tumbuhan kalau dikaitkan dengan efek-efek mereka

dikenali sebagai karsinogen, mutagen dan seterusnya. Agent-agent toksis bisa juga

digolongkan berdasarkan:

Sifat fisik : gas, debu, logam-logam, radiasi, panas, debu, getaran dan suara.

Kebutuhan pelabelan : mudah meledak, mudah terbakar, pengoksidir

Kimia : turunan-turunan anilin, Hidrokarbon dihalogenasi dan seterusnya


Daya racunnya : sangat-sangat toksik, sedikit toksik dan lain-lain. Penggolongan agent-agent toksik

atas dasar mekanisme kerja biokimianya (inhibitor-inhibitor sulfhidril, penghasil met Hb) biasanya

lebih memberi penjelasan dibanding penggolongan oleh istilah-istilah umum seperti iritasi

dan korosif, tetapi penggolongan- penggolongan yang lebih umum seperti pencemar udara, agen

yang berhubungan dengan tempat kerja, dan racun akut dan kronis dapat menyediakan satu sentral

yang berguna atas satu masalah khusus.

Agen kimia dapat berupa alami atau sintetik. Bahan kimia sintetik dikategorikan ke dalam beberapa

kelas-biasanya terkait dengan kegiatan atau termasuk paparan zat farmasi, bahan tambahan

makanan, pestisida, bahan kimia industri, dan bahan kimia dalam negeri. Bahan kimia alami meliputi

berbagai zat yang biasanya ditemukan di lingkungan, seperti arsenik, timbal dan biologi berasal dari

tumbuhan, hewan atau racun mikrobiologi . Contoh racun tanaman

alkaloid pyrrolizidine

dihasilkan dari berbagai spesies seperti

komprei

glikosida

jantung pada oleander dan morfin dalam tanaman opium. Contoh racun hewan adalah racun-racun

yang dihasilkan oleh berbagai spesies hewan darat dan laut, seperti platypuses, ular, laba-laba, lebah

dan ikan batu.

Botulinum toksin

dan

enterotoksin stafilokokal
adalah contoh dari racun mikroba, sedangkan aflatoksin adalah contoh dari racun jamur.

Pra-Kondisi Untuk Efek Toksik

Untuk mengerahkan efek toksik, agen harus dapat mencapai jaringan rentan, organ, sel, atau

kompartemen selular sub atau struktur dalam konsentrasi yang cukup pada waktu yang memadai

pula. Artinya, suatu paparan atau dosis yang tepat diperlukan. Dosis kecil alkohol tidak akan ada

pengaruhnya, tetapi dosis besar selama waktu yang lama dapat mempengaruhi organ rentan seperti

hati dan akhirnya menyebabkan sirosis. Dosis optimal dari parasetamol akan menghilangkan rasa

sakit, tetapi dosis yang melebihi jumlah ini dapat menyebabkan kerusakan hati. Di sisi lain, jumlah

yang jauh lebih rendah daripada dosis yang optimal tidak akan memberikan berpengaruh sama

sekali.

SASARAN ORGAN

Kepekaan Organ

Neuron dan otot jantung sangat bergantung pada adenosis trifosfat (ATP), yang dihasilkan oleh

oksidasi mitokondria; kapasitasnya dalam metabolisme anaerobik juga kecil, dan ion bergerak

dengan cepat melalui membran sel. Maka jaringan itu sangat peka terhadap kekurangan oksigen

yang timbul karena gangguan sistem pembuluh darah atau hemoglobin (misalnya, keracunan CO).

Sel-sel yang membelah cepat, seperti sel-sel di sumsum tulang dan mukosa usus, sangat peka

terhadap racun yang mempengaruhi pembelahan sel.


Penyebaran

Saluran napas dan kulit merupakan organ sasaran bagi toksikan yang berasal dari industri dan

lingkungan karena di sinilah terjadi penyerapan. Berdasarkan satuan berat, volume darah di hati dan

ginjal paling tinggi. Akibatnya mereka paling banyak terpajan toksikan. Lagi pula, fungsi metabolisme

dan ekskresi pada kedua organ ini lebih besar, sehingga keduanya lebih peka terhadap toksikan.

Ambilan Selektif

Beberapa sel tertentu mempunyai afinitas yang tinggi terhadap zat kimia tertentu. Contohnya, pada

saluran napas, sel-sel epitel alveolus tipe I dan II yang mempunyai sistem ambilan aktif untuk

poliamin endogen, akan menyerap parakuat, yang struktur kimianya mirip. Proses ini dapat

menyebabkan kerusakan jaringan alveoli walaupun parakuat masuk secara oral.

Biotransformasi

Akibat bioaktivasi, terbentuk metabolit yang reaktif. Proses ini biasanya membuat sel-sel di dekatnya

menjadi lebih rentan. Karena merupakan tempat utama biotransformasi, hati rentan terhadap

pengaruh bermacam-macam toksikan. Untuk beberapa toksikan, bioaktivasi pada tempat-tempat

tertentu mempengaruhi efeknya. Contohnya, berbagai insektisida organofosfat, seperti paration.

Mereka terutama mengalami bioaktivasi di hati, namun banyaknya enzim detoksikasi di tempat itu

serta banyaknya tempat pengikatan yang reaktif, mencegah munculnya tanda-tanda keracunan yang

nyata. Di sisi lain, jaringan otak memiliki enzim-enzim bioaktivasi yang jauh lebih sedikit, akan tetapi
karena bioaktivasi tersebut terjadi di dekat tempat sasaran yang kritis, yakni sinaps, manifestasi

toksik yang paling menonjol dalam kelompok toksikan ini tampak pada sistem saraf.

Mekanisme pemulihan

Suatu toksikan dapat mempengaruhi organ tertentu akibat tidak adanya mekanisme pemulihan.

Contohnya MNU menyebabkan berbagai tumor pada tikus terutama di otak, kadang-kadang di

ginjal, tetapi tidak di hati.

E.

NILAI AMBANG EKSPOSUR

Eksposur bisa dikatakan akut, kronis, sub akut dan sub kronis. Tingkatan akut mengacu pada

eksposur tunggal, seperti overdosis obat kronis yang sementara berlaku paparan untuk eksposur

yang berulang-ulang selama jangka waktu lama (lebih dari tiga bulan). Sub akut berlaku untuk

paparan berulang (sampai satu bulan), dan kronis sub selama periode antara (yaitu, satu sampai tiga

bulan). Contoh:
http://nanjatogawa.blogspot.co.id/2012/02/sistem-pengolahan-cairan-air-lindi-dan.html

Anda mungkin juga menyukai