Anda di halaman 1dari 33

Pengertian Penyakit SLE ( Sistemik Lupus Eritematosus ) dan Tanda Gejala SLE

Pengertian Penyakit SLE ( Sindrom Lupus Eritromatous ) dan Tanda Gejala SLE- Lupus Eritematosus
Sistemik ( LES ) adalah penyakit reumatik autoimun ( penghancuran jaringan tubuh yang normal oleh
antibodi diri sendiri ) yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ
atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks
imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. penyakit SLE ini biasanya lebih banyak
menyerang pada perempuan pada masa reproduksi dari pada laki -laki.1 pada dasarnya penyakit SLE
belum diketahui secara pasti, karena penyebab penyakit ini bersifat multifaktor ( banyak faktor ),
bisa secara genetik dari orang tuanya, infeksi menahun, hormonal,faktor degenerasi ( penuaan ).dll.

Apakah faktor - Faktor Penyebab penyakit SLE

Perlu di ketahui bahwa penyakit SLE dapat menimbulkan banyak sekali tanda dan gejala, hal ini bisa
terjadi karena SLE bisa menyerang semua organ, tergantung dari Imunitas ( antiboy ) yang abnormal
menyerang organ bagian yang mana. pada penyakit SLE imunitas ( antiboy ) yang seharusnya
melindungi tubuh dari benda asing seperti mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit, akan
terjadi kelainan berupa ketidak mampuan abtibody membedakan antara jaringan organ sehat yang
dimiliki oleh tubuh dengan benda asing, sehingga yang tadinya berfungsi melindungi jaringan akan
berubah menjadi penghancur jaringan tubuh sendiri, dan pada akhirnya antibodi akan
merusakjaringan organ tubuh dan sel - sel diri sendiri. sampai terus menerus tanpa henti.

faktor - faktor yang dapat membuat autoimun sehingga menimbulkan penyakit SLE, yaitu :

Stres, seseorang yangf mengalami stres akan menimbulkan menurunnya antibodi tubuh, sehingga
tubuh menjadi lemah dan mudah terkena infeksi entah dari bakteri atau virus, jika hal ini terjadi
dalam jangka lama, maka seseorang tersebut akan bisa membawa gen penyakit SLE yang di picu oleh
adanya infeksi.

Sering terkena panas matahari di siang hari, Seseorang yang sering terkena panas matahari ( sinar
UV - Ultra Violet - ) di siang hari akan menyebabkan sel - sel kulit melepaskan subtasi seperti sitokin,
prostaglandin yang nantinya akan memicu adanya proses inflamasi yang lama kelamaan pada
akhirnya akan menimbulkan penyakit SLE

Makanan dan Minuman, Terutama pada makanan atau minuman jenis isotonik yang mengandung
bahan pengawet seperti natrium benzoat, kalium Sorbet, Aspartam ( pemanis buatan ),dll.

Obat - Obata

Merokok, Pada seorang perokok akan menjadi faktor pencetus penyakit SLE karena adanya
tembakau yang mengandung amino lipogenik aromatik.

Faktor Endokrin.
http://www.dokterkreatif.com/2015/06/pengertian-penyakit-sle-sistemik-lupus-eritematosu-dan-
tanda-gejala-sle.htm

Pengertian Penyakit Lupus, Gejala, Penyebab dan Pengobatan. Lupus atau dikenal juga dengan
sebutan autoimune merupakan penyakit yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh manusia
dan merupakan salah satu penyakit mematikan. Penyakit lupus terjadi apabila terjadi anomali pada
sistem dan kerja sel pertahanan tubuh manusia. Sel pertahanan tubuh yang seharusnya melindungi
tubuh dari masuknya kuman atau gangguan eksternal lainnya justru menyerang tubuh pemiliknya.

Jenis penyakit lupus Eritematosus Sistemik (SLE) atau yang juga disebut dengan Systemic Lupus
Erythematosus (SLE) merupakan jenis yang mematikan. Lupus jenis ini lebih dikenal dan sering
digunakan untuk menyederhanakan penyebutan dan pemahaman tentang penyakit ini di kalangan
umum. Lupus lebih banyak diderita oleh wanita daripada pria dengan perbandingan 9:1.

Tipe-tipe Lupus

Penyakit lupus terbagi dalam beberapa tipe, antara lain:

1.Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus/SLE).

2.Lupus eritematosus diskoid (discoid lupus erythematosus/DLE).

3.Lupus akibat penggunaan obat (drug inducted lupus)

4.Neonatal (lupus yang terjadi pada bayi)

Gejala

Pengidap lupus akan mengalami serangan dari sel antibodi dari dalam tubuh sendiri. Pada bentuk
yang sistemik (SLE), serangan lupus juga dapat memengaruhi organ dalam manusia yang vital,
seperti ginjal dan hati. Lupus ini dinilai paling berbahaya dibandingkan dengan jenis lainnya. Lupus
neonatal pada bayi biasanya akan hilang pada selang waktu tertentu. Sementara lupus yang timbul
akibat penggunaan obat akan hilang saat reaksi obat hilang dari tubuh.

Gejala lupus eritematosus sistemik (Systemic Lupus Erythematosus/SLE) sangat beragam. Banyak
penderita SLE yang hanya merasakan beberapa gejala ringan untuk waktu lama lalu tiba-tiba
mengalami serangan yang parah.

Gejala Utama SLE


Terdapat tiga gejala utama umum, antara lain:

1.Rasa lelah yang ekstrem

2.Ruam pada kulit

3.Nyeri pada persendian

Berikut adalah gejala-gejala lain yang kemungkinan dialami penderita SLE:

1.Sariawan yang terus muncul.

2.Demam tinggi (38C atau lebih).

3.Tekanan darah tinggi.

4.Pembengkakan kelenjar getah bening.

5.Sakit kepala.

6.Rambut rontok.

7.Mata kering.

8.Sakit dada.

9.Hilang ingatan.

10.Napas pendek akibat inflamasi paru-paru, dampak ke jantung, atau anemia.

11.Tubuh menyimpan cairan berlebihan sehingga terjadi gejala seperti pembengkakan pada
pergelangan kaki

12.Jari-jari tangan dan kaki yang memutih atau membiru jika terpapar hawa dingin atau karena stres
(fenomena Raynaud).

Penyebab

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi penyebab munculnya penyakit lupus, yaitu internal tubuh
manusia dan lingkungan. Namun secara umum, faktor penyebab pasti timbulnya penyakit lupus
belum diketahui.

1. Faktor internal

Penyebab internal disebabkan oleh faktor genetika yang menyebabkan adanya kecenderungan
anomali pada sistem antibodi yang menyerang bagian-bagian jaringan tubuh. Sehingga penyakit ini
disebut juga penyakit turunan. Fakta menunjukkan bahwa penyakit lupus akan lebih beresiko diidap
oleh orang dari beberapa ras, seperti Ras Amerika Afrika, Latin, Ras Asia Pasifik.

2. Faktor eksternal

Dari faktor eksternal penyakit lupus terkait erat dengan gaya hidup dan kondisi manusia. Beberapa
penyebab eksternal lupus, antara lain:

1.Stress berlebihan.

2.Penggunaan obat antibiotik seperti amoxilin, ampicilin.

3.Sinar ultraviolet matahari, sinar ultraviolet dari lampu,

4.dan obat-obatan berbahan dasar sulfa seperti Bactrim dan septra, silsoxazole, tolbutamide.

Pengobatan

Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus/SLE) tidak bisa disembuhkan. Tujuan
pengobatan yang ada hanyalah untuk mengurangi tingkat gejala, mencegah kerusakan organ dalam,
serta meminimalkan dampaknya pada kehidupan penderita SLE.

1. Menghindari Paparan Sinar Matahari

Melindungi kulit dari sinar matahari sangatlah penting bagi penderita SLE. Ruam pada kulit yang
dialami penderita SLE dapat bertambah parah jika terpapar sinar matahari.

2. Obat anti inflamasi nonsteroid

Nyeri sendi atau otot merupakan salah satu gejala utama SLE. Dokter mungkin akan memberi obat
anti inflamasi nonsteroid untuk mengurangi gejala ini.

3. Kortikosteroid

Kortikosteroid dapat mengurangi inflamasi dengan cepat dan efektif. Obat ini biasanya diberikan
oleh dokter jika penderita SLE mengalami gejala atau serangan yang parah.
4. Hydroxychloroquine

Selain pernah digunakan untuk menangani malaria, obat ini juga efektif untuk mengobati beberapa
gejala utama SLE

5. Obat imunosupresan

Cara kerja obat ini adalah dengan menekan kinerja sistem kekebalan tubuh. Ada beberapa jenis
imunosupresan yang biasanya diberikan dengan resep dokter, yaitu azathioprine,mycophenolate
mofetil, dan cyclophosphamide

6. Rituximab

Jika obat-obat lain tidak mempan bagi penderita SLE, dokter akan menganjurkan rituximab. Obat ini
termasuk jenis baru dan awalnya dikembangkan untuk menangani kanker darah tertentu, misalnya
limfoma. Tetapi rituximab terbukti efektif untuk menangani penyakit autoimun, seperti SLE dan
artritis reumatoid. http://jenis2-penyakit.blogspot.co.id/2015/08/pengertian-penyakit-lupus-gejala-
penyebab.html
Pengertian air lindi

Pengolahan lindi merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan pengelolaan sampah secara
terpadu dan berwawasan lingkungan.

Air lindi merupakan air dengan konsentrasi kandungan organik yang tinggi yang terbentuk dalam
landfill akibat adanya air hujan yang masuk ke dalam landfill. Air lindi merupakan cairan yang sangat
berbahaya karena selain kandungan organiknya tinggi, juga dapat mengandung unsur logam (seperti
Zn, Hg). Jika tidak ditangani dengan baik, air lindi dapat menyerap dalam tanah sekitar landfill
kemudian dapat mencemari air tanah di sekitar landfill.

Lindi adalah limbah cair sebagai akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan limbah/sampah
kemudian membilas dan melarutkan materi yang ada dalam timbunan tersebut, sehingga memiliki
variasi kandungan polutan organik dan anorganik. Saat air hujan kontak dengan lahan sampah,
sebagian air hilang menjadi limpasan dan mengalami evapotranspirasi. Sisa dari air tersebut masuk
(infiltrasi) ke dalam timbunan sampah. Lindi akan timbul ketika kemampuan maksimum sampah
menyerap air (field capacity).

B. Pengolahan cairan air lindi

Pengolahan air lindi dapat dilakukan dengan berbagai alternatif seperti :

Resirkulasi air lindi kembali ke dalam landfill. Hal ini dapat meningkatkan laju dekomposisi
kandungan organik menjagi biogas hingga sekitar 70%. Resirkulasi air lindi dapat dilakukan pada
musim kemarau, sedangkan pada musim hujan, air lindi harus diolah untuk mengurangi volumenya.

Pengolahan air lindi dengan menggunakan pengolahan limbah secara biologis. Pengolahan ini biasa
dilakukan dengan menggunakan lumpur aktif yang berfungsi mendegradasi kandungan organik yang
terdapat dalam air lindi. Setelah kandungan organik dalam air lindi turun drastis, kemudian dapat
dilakukan pemurnian kembali dengan menggunakan alat filtrasi. Air keluaran yang diharapkan dari
pengolahan semacam ini dapat langsung dibuang ke lingkungan karena tidak berbahaya bagi
lingkungan.
Pengolahan air lindi dengan menggunakan pengolahan limbah secara kimiawi

Pengolahan air lindi dengan menggunakan membran. Selain untuk mengurangi kekeruhan atau
turbiditas, pengolahan dengan membran dimaksudkan untuk mengurangi kadar COD, BOD serta
kandungan logam pada air lindi. Umumnya diperlukan pengolahan bertahap untuk menghasilkan
limbah yang memenuhi syarat baku mutu limbah seperti bioreaktor dengan membran (membrane
bioreactor) atau integrasi antara ultrafiltrasi dan karbon aktif.

Metode landfill relatif mudah dilakukan dan bisa menampung sampah dalam jumlah besar. Akan
tetapi, anggapan ini kurang tepat karena jika tidak dilakukan secara benar, landfill dapat
menimbulkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan lingkungan. Masalah utama yang
sering timbul adalah bau dan pencemaran air lindi (leachate) yang dihasilkan.

Selain itu, gas metana yang dihasilkan oleh landfill dan tidak dimanfaatkan akan menyebabkan efek
pemanasan global. Jika termampatkan di dalam tanah, gas metana bisa meledak. Oleh sebab itu,
dalam sistem landfill yang baik diperlukan adanya unit pengolahan air lindi dan unit
pengolahan biogas.

Dengan perubahan terbaru dalam sifat limbah TPA di tempat pembuangan sampah akhir karena
peningkatan abu insinerasi dan residu pembakaran, ada kebutuhan untuk mengambil tindakan
terhadap logam berat, kalsium, dan dioxin dalam landfill sistem pengolahan lindi. Juga tempat
pembuangan ini cenderung akan dibangun di daerah pegunungan, dan garam anorganik harus
disingkirkan jika ada air dari fasilitas ini adalah dibuang ke sumber air bersih, air pertanian, atau
air yang sama.

Sementara itu, karena pembentukan masyarakat daur ulang sumber daya dan perubahan dalam
struktur industri, limbah TPA perlu didaur ulang untuk mengurangi jumlah limbah tersebut
dihasilkan. Dan sistem pengolahan lindi TPA perlu ditingkatkan untuk menghilangkan garam
anorganik dan sulit menguraikan bahan organik, juga.

Lindi sangat potensial menjadi masalah, karena aliran lindi bergerak secara lateral maupun vertikal
bergantung pada karakteristik dari material yang berada di sekitarnya.

Air permukaan yang telah tercemar oleh lindi dapat menyebabkan matinya ikan, hilangnya nilai
estetik dan perubahan keseimbangan hidup flora dan fauna di dalam air. Pada kasus pencemaran air
tanah, kontaminasi akan berjalan terus menerus dalam periode yang lama. Untuk menanggulangi
dan mencegah pencemaran ini tentunya akan meghabiskan dana yang sangat besar dan khusus
untuk kasus pencemaran air tanah, untuk mengembalikan kondisi air ke keadaan semula (tidak
tercemar) dibutuhkan waktu puluhan atau bahkan ratusan tahun.

C. Perkiraan Timbulan Lindi

Lindi yang timbul akan diperkirakan dengan menggunakan suatu program yang disebut HELP versi 3
(Hydrologic Evaluation of Landfill Performance). Metode HELP adalah program pemodelan hidrologi
2 dimensi untuk pergerakan air baik secara vertikal, lateral, melalui maupun yang keluar dari landfill
(TPA).

Model ini mengakomodasi data-data cuaca, jemis tanah, desain TPA dan memperhitungkan solusi
teknik untuk efek dari aliran
Kumpulan Tugas
Dibuat Sebagai Tugas Mata Kuliah Teknologi Pengembangan Media ^-^
Kamis, 11 Juli 2013

PENCEMARAN AIR PERMUKAAN ATAU AIR TANAH OLEH AIR LINDI (LEACHATE)

PENCEMARAN AIR PERMUKAAN ATAU AIR TANAH OLEH AIR LINDI (LEACHATE)

A. Pengertian Air Lindi

Air lindi didefinisikan sebagai suatu cairan yang dihasilkan dari pemaparan air hujan pada timbunan
sampah. Dalam kehidupan sehari-hari air lindi ini dapat dianalogikan seperti seduhan air teh. Air lindi
membawa materi tersuspensi dan terlarut yang merupakan produk degradasi sampah. Komposisi air
lindi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis sampah terdeposit, jumlah curah hujan di
daerah TPA dan kondisi spesifik tempat pembuangan tersebut. Air lindi pada umumnya mengandung
senyawa-senyawa organik (Hidrokarbon, Asam Humat, Sulfat, Tanat dan Galat) dan anorganik
(Natrium, Kalium, Kalsium, Magnesium, Khlor, Sulfat, Fosfat, Fenol, Nitrogen dan senyawa logam
berat) yang tinggi. Konsentrasi dari komponen-komponen tersebut dalam air lindi bisa mencapai
1000 sampai 5000 kali lebih tinggi dari pada konsentrasi dalam air tanah (Maramis, 2008).

Cairan pekat dari TPA yang berbahaya terhadap lingkungan dikenal dengan istlah leacheat atau air
lindi. Cairan ini berasal dari proses perkolasi/percampuran (umumnya dari air hujan yang masuk
kedalam tumpukan sampah), sehingga bahan-bahan terlarut dari sampah akan terekstraksi atau
berbaur. Cairan ini harus diolah dari suatu unit pengolahan aerobik atau anaerobik sebelum dibuang
ke lingkungan. Tingginya kadar COD dan ammonia pada air lindi (bisa mencapai ribuan mg/L),
sehingga pengolahan air lindi tidak boleh dilakukan sembarangan (Machdar, I, 2008).
Menurut Soemirat, (1996), Leachate adalah larutan yang terjadi akibat bercampurnya air limpasan
hujan (baik melalui proses infiltrasi maupun proses perkolasi) dengan sampah yang telah membusuk
dan mengandung zat tersuspensi yang sangat halus serta mikroba patogen. Leachate dapat
menyebabkan kontaminasi yang potensial baik bagi air permukaan maupun air tanah. Hal ini
diakibatkan karena kandungan BOD yang tinggi yaitu sekitar 3.500 mg/L.

1) Sampah Sebagai Sumber Air Lindi

Timbunan sampah yang berasal dari sampah domestik dapat mengganggu/ mencemari karena : lindi
(air sampah), bau dan estetika. Timbunan sampah juga menutupi permukaan tanah sehingga tanah
tidak bisa dimanfaatkan lagi. Selain itu, timbunan sampah dapat menghasilkan gas Nitrogen dan
Asam Sulfida, adanya zat Mercury, Chrom dan Arsen pada timbunan sampah dapat menimbulkan
gangguan terhadap bio tanah, tumbuhan, merusak struktur permukaan dan tekstur permukaan
tanah menjadi racun (Pustekom, 2005).

Selayaknya benda cair, air lindi ini akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Air lindi dapat
merembes ke dalam dan bercampur dengan air tanah, ataupun mengalir di permukaan tanah dan
bermuara pada aliran air sungai. Bisa dibayangkan, air lindi yang mengandung senyawa-senyawa
organik dan anorganik dengan konsenterasi sekitar 5000 kali lebih tinggi dari pada dalam air tanah,
masuk dan mencemari tanah atau air sungai.

2) Karakteristik Air Lindi

Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit didegradasi, yang mengandung bahan-bahan
polimer (makro molekul) dan bahan organik sintetik (Suprihatin 2002 in Sulinda, 2004). Pada
umumnya air lindi memiliki nilai rasio BOD5/COD sangat rendah (<0,4). Nilai rasio yang sangat
rendah ini mengindikasikan bahwa bahan organik yang terdapat dalam air lindi bersifat sulit untuk
didegradasi secara biologis. Angka perbandingan yang semakin rendah mengindikasikan bahan
organik yang sulit terurai tinggi (Alaerts dan Santika, 1984).
Komposisi air lindi sangat bervariasi karena proses pembentukannya dipengaruhi oleh karakteristik
sampah (organik-anorganik), mudah tidaknya penguraian (larut -tidak larut), kondisi tumpukan
sampah (suhu, pH, kelembaban, umur), karakteristik sumber air (kuantitas dan kualitas air yang
dipengaruhi iklim dan hidrogeologi), komposisi tanah penutup, ketersediaan nutrien dan mikroba,
dan kehadiran in hibitor (Diana, 1992). Selain itu Sulinda (2004) menyatakan bahwa proses
penguraian bahan organik menjadi komponen yang lebih sederhana oleh mikroorganisme aerobik
dan anaerobik pada lokasi pembuangan sampah dapat menjadi penyebab terbentuknya gas dan air
lindi.

Sebagian besar limbah yang dibuang pada lokasi pembuangan sampah adalah padatan. Limbah
tersebut berasal dari berbagai sumber yang berbeda dengan tipe limbah yang berbeda pula,
sehingga setiap air lindi memiliki karakteristik tertentu (Pohland da n Harper, 1985).

Tabel 2.1.

Kategori sumber dan tipe limbah

Kategori Sumber Limbah

Tipe Limbah Utama

Perumahan

Produk kertas , plastik, gelas, abu, limbah makanan

Pertanian
Limbah hasil panen, limbah makanan, sampah, kimia

Komersial

Kota

Produk kertas, limba h makan, rongsokan, reruntuhan konstruksi, abu

Produk kertas, abu, limbah makanan, sludge selokan

Industri

Sludge biologis dan kimia (lumpur biologis hasil pengolahan limbah), produk kertas, abu, reruntuhan
konstruksi

Sumber : Pohland dan Harper, 1985

Kuantitas dan kualitas air lindi juga dapat dipengaruhi oleh iklim. Infiltrasi air hujan dapat membawa
kontaminan dari tumpukan sampah dan memberikan kelembaban yang dibutuhkan bagi proses
penguraian biologis dalam pembentukan air lindi (Pohland dan Harper, 1985). Meskipun sumber dari
kelembabannya mungkin dibawa oleh sampah masukkannya, tetapi sumber utama dari
pembentukkan air lindi ini adalah adanya infiltrasi air hujan. Jumlah hujan yang tinggi dan sifat
timbunan yang tidak solid akan mempercepat pembentukkan dan meningkatkan kuantitas air lindi
yang dihasilkan (Pohland dan Harper, 1985).

Pohland dan Harper (1985) menyatakan bahwa umur tumpukan sampah juga bisa mempengaruhi
kualitas air lindi dan gas yang terbentuk. Perubahan kualitas air lindi dan gas menjadi parameter
utama dalam mengetahui tingkat stabilisasi tumpukan sampah.

3) Parameter kualitas air lindi (leachate)

1. Parameter fisika

a. Suhu

Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, posisi lintang, ketinggian dari permukaan laut,
waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air.
Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air (Effendi, 2003).
Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan
volatilisasi. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti
O2, CO2, N2 dan sebagainya (Haslam 1995 in Effendi, 2003).
b. TSS (Total Suspended Solid )

Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1m) yang tertahan
pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 m (Effendi, 2003). TSS terdiri atas lumpur dan
pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah
yang terbawa ke badan air.

2. Parameter Kimia

a. pH

Pescod (1973) mengatakan bahwa nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen
dalam air. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan
menunjukkan apakah perairan tersebut bersifat asam atau basa (Barus, 2002). Selanjutnya beliau
menambahkan bahwa nilai pH perairan dapat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas
fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Menurut
Pohland dan Harper (1985) nilai pH air lindi pada tempat pembuangan sampah perkotaan berkisar
antara 1,5 9,5.

b. DO (Dissolved oxygen)

Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air.
Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air
dan proses difusi dari udara (Fardiaz, 1992). Faktor yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di
dalam air adalah jumlah kehadiran bahan organik, suhu, aktivitas bakteri, kelarutan, fotosintesis dan
kontak dengan udara. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman
tergantung pada percampuran (mixing) dan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi,
dan keadaan limbah yang masuk ke badan air, sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan
keberadaan unsur-unsur nutrien di perairan (Wetzel, 2001).
c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand )

Biochemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk
menguraikan bahan organik yang terdapat dalam air pada keadaan aerobik yang diinkubasi pada
suhu 20oC selama 5 hari, sehingga sering disebut BOD5 (APHA, 1989). Nilai BOD5 perairan dapat
dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan
organic (Effendi, 2003). Nilai BOD5 ini juga digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di
dalam air limbah yang dapat dioksidasi dan akan diuraikan oleh mikroorganisme melalui proses
biologi.

d. COD (Chemical Oxygen Demand )

COD menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik
yang terdapat di perairan, menjadi CO2 dan H2O (Hariyadi, 2001). Pada prosedur penentuan COD,
oksigen yang yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengoksidasi
air sampel (Boyd, 1982). Bila BOD memberikan gambaran jumlah bahan organic yang dapat terurai
secara biologis (bahan organik mudah urai, biodegradable organic matter), maka COD memberikan
gambaran jumlah total bahan organic yang mudah urai maupun yang sulit terurai (non
biodegradable) (Hariyadi, 2001).

Analisa COD berbeda dengan analisa BOD5, namun perbandingan antara angka COD dengan angka
BOD5 dapat ditetapkan (Tabel 2.2 dan 2.3). Angka perbandingan yang semakin rendah menunjukkan
adanya zat-zat yang bersifat racun dan berbahaya bagi mikroorganisme (Alaerts dan Santika, 1984).

Tabel 2.2.

Kategori kekuatan organik lindi


Kategori kekuatan lindi

Kisaran konsentrasi (mg/l)

COD

BOD5

Rendah

< 1.000

220 750

Sedang

1.000 10.000

750 1.500

Tinggi

> 10.000

1.500 36.000
Sumber : Pohland dan Harper, 1985

Tabel 2.3.

Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air

Jenis air

BOD5/COD

Air buangan domestik (penduduk)

0,40 0,60

Air buangan domestik setelah pengendapan primer

0,60

Air buangan domestik setelah

pengolahan secara biologis


0,20

Air sungai

0,10

Sumber : Alaerts dan Santika,1984

Perairan yang memiliki COD yang tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian.
Nilai COD pada perairan tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, pada perairan tercemar bisa
melebihi 200 mg/l dan bahkan pada limbah industri bisa mencapai 60.000 mg/l
(UNESCO/WHO/UNEP 1992 in Effendi, 2003).

e. Amonia total

Amonia pada perairan dihasilkan oleh proses dekomposisi, reduksi nitrat oleh bakteri, kegiatan
pemupukan dan ekskresi organisme yang ada di dalamnya (Boyd, 1982). Amonia (NH3) yang disebut
juga nitrogen amonia dihasilkan dari pembusukan zat-zat organik oleh bakteri. Setiap amonia yang
dibebaskan kesuatu lingkungan akan membentuk reaksi keseimbangan dengan ion amonium
(NH4+).
Amonium ini yang kemudian mengalami proses nitrifikasi membentuk nitrit dan nitrat. Amonia
dalam keadaan tidak terdisosiasi akan lebih berbahaya untuk ikan daripada dalam bentuk amonium
(Pescod, 1973). Nilai amonia memiliki hubungan dengan nilai pH perairan, yaitu makin tinggi pH air
maka makin besar kandungan amonia dalam bentuk tidak terdisosiasi (Wardoyo, 1975). Kadar
amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran ba han organic yang berasal dari
limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk pertanian (Effendi, 2003).

f. Nitrat

Nitrat adalah bentuk nitrogen utama dalam perairan dan merupakan nutrien utama bagi tumbuhan
dan algae. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, dihasilkan dari proses oksidasi
sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003). Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi
sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi ammonia
menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung dalam
kondisi aerob.

2 NH3 + 3 O2 Nitrosomonas 2 NO2- + 2 H+ + 2 H2O

2 NO2- + O2 Nitrobacter 2 NO3-

Effendi (2003) juga menyatakan bahwa kadar nitrat yang melebihi 5 mg/l menggambarkan
terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia (pencucian dan pengolahan
makanan) serta tinja hewan. Kadar nitratnitrogen yang lebih dari 2 mg/l dapat mengakibatkan
terjadinya eutrofikasi perairan yang selanjutnya memacu pertumbuhan algae serta tumbuhan air
lain menjadi pesat (blooming).

g. Sulfat

Sulfat adalah bentuk sulfur utama dalam perairan dan tanah. Di perairan yang diperuntukkan bagi air
minum sebaiknya tidak mengandung senyawa natrium sulfat (Na2SO4) dan magnesium sulfat
(MgSO4) (Hariyadi et al., 1992). Di perairan, sulfur berikatan dengan ion hidrogen dan oksigen.
Reduksi (pengurangan oksigen dan penambahan hidrogen) anion sulfat menjadi hydrogen sulfida
pada kondisi anaerob dalam proses dekomposisi bahan organic menimbulkan bau yang kurang
sedap dan meningkatkan korosivitas logam (Effendi, 2003).

SO42- + bahan organik bakteri S2- + H2O + CO2

S2- + 2 H+ anaerob H2S

Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak ditemukan H2S karena telah
teroksidasi menjadi sulfat. Kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2 80 mg/liter.
Kadar sulfat air minum sebaiknya tidak melebihi 400 mg/liter (WHO, 1984 in Effendi, 2003).

h. Besi

Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hamper setiap tempat di bumi, pada
semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya, besi yang ada di dala m air dapat
bersifat: (1) terlarut sebagai Fe 2+ (ferro) atau Fe3+ (ferri); (2) tersuspensi sebagai butiran koloidal
(diameter <1m) atau lebih besar, seperti Fe2O3, FeO, Fe(OH)3 dan sebagainya; (3) tergabung
dengan zat organik atau zat padat yang anorganik (Alaerts dan Santika, 1984). Besi dalam bentuk
ferro maupun ferri tergantung pada nilai pH dan kandungan oksigen terlarut (Welch, 1952). Pada pH
normal dan terdapat oksigen yang cukup, kandungan besi ferro yang terlarut akan dioksidasi
menjadi ferri yang mudah terhidrolisa membentuk endapan ferri hidroksida yang tidak larut dan
mengendap di dasar perairan sehingga membentuk warna kemerahan pada substrat dasar. Kadar
besi yang tinggi terdapat pada air yang berasal dari air tanah dalam yang bersuasana anaerob atau
dari lapisan dasar perairan yang sudah tidak mengandung oksigen (Wetzel, 2001).

Kadar besi pada perairan alami berkisar antara 0,05 - 0,2 mg/l (Boyd, 1988 in Effendi, 2003) pada air
tanah dalam dengan kadar oksigen yang rendah kadar besinya dapat mencapai 10 100 mg/l. Kadar
besi > 1,0 mg/l dianggap membahayakan kehidupan organisme akuatik (Moore, 1991). Sedangkan
bagi perairan yang diperuntukkan bagi keperluan pertanian sebaiknya memiliki kadar besi yang tidak
lebih dari 20 mg/liter (McNeely et al, 1979 in Effendi, 2003).
3. Parameter mikrobiologi

Alaerts dan Santika (1984) menyatakan bahwa bakteri yang sering digunakan sebagai indikator untuk
menilai kualitas perairan adalah bakteri koliform, fecal koliform, dan fecal streptococcus. Bakteri
koliform merupakan bakteri yang berasal dari tinja manusia, hewan berdarah panas, hewan
berdarah dingin, dan dari tanah. Bakteri koliform mudah dideteksi, sehingga jika bakteri tersebut
ditemui dalam sampel air berarti air tersebut tercemar oleh tinja dan kemungkinan besar perairan
tersebut mengandung bakteri patogen. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, kadar
maksimum total koliform yang diperbolehkan pada perairan umum yang diperuntukkan untuk
mengairi pertanaman dan peternakan sebesar 10.000 MPN/100ml.

B. Dampak Air Lindi Terhadap Lingkungan

Secara umum Rembesan lindi yang sudah mencapai lebih dari 400 m dari pusat timbunan sampah
menunjukkan betapa cepatnya lindi tersebut mencemari lingkungan TPA . Bisa dibayangkan kalau
Pemerintah dan Instansi terkait tidak tanggap atas dampak yang telah ditimbulkan oleh adanya TPA
yang masih menerapkan sistem open dumping, maka sudah barang tentu akan berdampak negatif
terhadap lingkungan baik terhadap sifat fisik-kimia-biologis maupun berdampak pada kesehatan
masyarakat khususnya yang bermukim di sekitar TPA. Pengaruh pencemaran lindi terhadap
lingkungan disekitar TPA antara lain dapat berpengaruh pada perubahan sifat fisik air, suhu air, rasa,
bau dan kekeruhan. Suhu limbah yang berasal dari lindi umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan
air yang tidak tercemar lindi. Hal ini dapat mempercepat reaksi kimia dalam air, mengurangi
kelarutan oksigen dalam air, mempercepat pengaruh rasa dan bau.

Terkontaminasinya sumber air tanah dangkal oleh zat-zat kimia yang terkandung dalam lindi seperti
misalnya nitrit, nitrat, ammonia, kalsium, kalium, magnesium, kesadahan, klorida, sulfat, BOD, COD,
pH yang konsentrasinya sangat tinggi akan menyebabkan terganggunya kehidupan makhluk hidup
disekitar TPA. Disamping itu pula tercemarnya air bawah permukaan yang diakibatkan oleh lindi
berengaruh terhadap kesehatan penduduk terutama bagi penduduk yang bermukim di sekitar TPA.
Lindi yang semakin lama semakin banyak volumenya akan merembes masuk ke dalam tanah yang
nantinya akan menyebabkan terkontaminasinya air bawah permukaan yang pada akhirnya akan
menyebabkan tercemarnya sumur-sumur dangkal yang dimaanfaatkan oleh penduduk sebagai
sumber air minum.

Adanya TPA yang tidak jauh dari kali/sungai, harus diwaspadai adanya pencemaran oleh lindi. Sungai
tersebut mengalir dan masih dimanfaatkan oleh sebagian penduduk untuk keperluan sehari-hari
seperti mandi dan mencuci. Jika sungai ini tercemar oleh adanya rembesan lindi maka akan
berdampak negatif bagi penduduk yang yang masih memanfaatkan air sungai tersebut, baik
penduduk yang berada di sekitar TPA maupun penduduk yang berada di hilir disepanjang sungai.
Adanya rembesan lindi yang telah mencemari lingkungan disekitar TPA berarti melanggar pasal 29
ayat 1 point f Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang pelarangan pembuangan sampah
dengan sistem open dumping. Disamping itu juga telah melanggar Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

C. Penanggulangan Air Lindi

1) Pelapis Dasar (Liner)

Pada sebuah lahan urug yang baik biasanya dibutuhkan sistem pelapis dasar, yang bersasaran
mengurangi mobilitas lindi ke dalam air tanah. Sebuah liner yang efektif akan mencegah migrasi
cemaran ke lingkungan, khususnya ke dalam air tanah. Namun pada kenyataannya belum didapat
sistem liner yang efektif 100%. Karena timbulan lindi tidak terelakkan, maka di samping sistem liner
dibutuhkan sistem pengumpulan lindi. Oleh karenanya, dasar sebuah lahan urug akan terdiri dari :

1.Lapisan-lapisan bahan liner untuk mencegah migrasi cemaran ke luar lahan urug

2.Sistem pengumpulan lindi.

Sistem pelapis tersebut dapat berupa bahan alami (seperti : tanah liat, bentonite) maupun sintetis.
Penggunaan bahan liner tersebut bisa secara tunggal maupun kombinasi antara keduanya yang
dikenal sebagai geokomposit, tergantung fungsi yang dibutuhkan. Formasi lapisan dan jenis bahan
liner ini bermacam-macam tergantung pada karakteristik buangan padat yang ditimbun. Untuk jenis
sampah kota, Bagchi merekomendasikan cukup mengaplikasikan sistem singled liner dengan jenis
bahan liner berupa clay.
Pelapis dasar yang dianjurkan adalah dengan geosintetis atau dikenal sebagai flexible membrane
liner (FML). Jenis geosintetis yang biasa digunakan sebagai pelapis dasar adalah:

1. Geotextile sebagai filter

2. Geonet sebagai sarana drainase

3. Geomembrane dan geokomposit sebagai lapisan penghalang.

Untuk landfill sampah kota di Indonesia perlu dipertimbangkan hal-hal seperti :

1. Lahan urug biasanya terletak di luar kota, dan kadangkala berdekatan dengan perumahan
penduduk yang belum terjangkau oleh sistem pelayanan air minum yang layak (seperti PDAM),
sehingga masalah pencemaran lindi perlu dipertimbangkan

2. Intensitas hujan di Indonesia cukup tinggi.

2) Saluran Pengumpul Lindi

Sistem pengumpul lindi yang umum digunakan adalah :


1. Menggunakan pipa berlubang yang ditempatkan dalam saluran, kemudian diselubungi batuan.
Cara ini paling banyak digunakan pada landfill

2. Membuat saluran kemudian saluran tersebut diberi pelapis dan di dalamnya disusun batu kali
kosong.

Fasilitas-fasilitas pengumpulan lindi dengan menggunakan pipa secara umum adalah sebagai berikut
:

1. Slope teras

Untuk mencegah akumulasi lindi di dasar suatu lahan urug, dasar lahan urug ditata menjadi susunan
teras-teras dengan kemiringan tertentu (1-5%) sehingga lindi akan mengalir ke saluran pengumpul
(0,5-1%). Untuk mengalirkan lindi ke unit pengolahan atau resirkulasi setiap saluran pengumpul
dilengkapi dengan pipa berlubang. Kemiringan dan panjang maksimum saluran pengumpul
dirancang berdasarkan kapasitas fasilitas saluran pengumpul. Untuk memperkirakan kapasitas
fasilitas saluran pengumpul dipergunakan persamaan Manning.

2. Piped Bottom

Dasar lahan urug dibagi menjadi beberapa persegi panjang yang dipisahkan oleh pemisah tanah liat.
Lebar pemisah tersebut tergantung dari lebar sel. Pipa-pipa pengumpul lindi ditempatkan sejajar
dengan panjang sel dan diletakkan langsung pada geomembrane.

3) Penutup Akhir

Beberapa fungsi dari sistem penutup akhir tersebut adalah :

1.Meminimasi infiltrasi air hujan ke dalam tumpukan sampah setelah lahan urug selesai dipakai

2.Mengontrol emisi gas dari lahan urug ke lingkungan

3.Mengontrol binatang dan vektor-vektor penyakit yang dapat menyebabkan penyakit pada
ekosistem

4.Mengurangi resiko kebakaran


5.Menyediakan permukaan yang cocok untuk berbagai kegunaan setelah lahan urug selesai
digunakan, seperti untuk taman rekreasi dan lain-lain

6.Elemen utama dalam reklamasi lahan

7.Mencegah kemungkinan erosi

8.Memperbaiki tampilan lahan urug dari segi estetika.

Sistem penutup akhir lahan urug terdiri dari beberapa bagian. Bagian atas biasanya beberapa tanah
yang berfungsi sebagai pelindung dan media pendukung tanaman (top soil). Apabila tanah yang
terdapat di lokasi tidak memenuhi persyaratan maka diperlukan perbaikan. Perbaikan ini dilakukan
dengan cara mencampur atau mengganti tanah tersebut dengan tanah dari lokasi lain. Tebal lapisan
top soil ini adalah 60 cm.

Lapisan di bawah top soil berfungsi sebagai sistem drainase. Lapisan ini menyalurkan sebanyak
mungkin presipitasi yang masuk sehingga tidak mengalir ke lapisan di bawahnya. Materi yang biasa
digunakan berupa materi berpori, seperti: pasir, kerikil, dan bahan sintetis, seperti geonet. Tebal
lapisan ini sekitar 30 cm.

Berikutnya adalah lapisan penahan. Materi yang biasa digunakan adalah geokomposit
(geomembrane dan tanah liat yang dipadatkan). Ketebalan geomembrane yang dianjurkan adalah
lebih besar dari 2,5 mm, sedangkan untuk tanah liat adalah lebih besar dari 50 cm.

Di bawah lapisan penahan terdapat lapisan sistem ventilasi gas. Sistem ini mutlak diperlukan untuk
sampah kota, karena sebagian besar sampah tersebut merupakan bahan organik yang dapat
diuraikan secara biologis. Dalam kondisi aerob, gas yang dihasilkan sebagian besar berupa karbon
dioksida dan methan; oleh karena itu pemanfaatan gas bio tersebut dapat dijadikan suatu alternatif
sumber energi.

Lapisan sistem ventilasi gas terdiri dari media berpori seperti pasir/kerikil atau berupa sistem
perpipaan. Lapisan terbawah dari sistem penutup akhir adalah lapisan subgrade. Lapisan ini
dibutuhkan untuk meningkatkan kestabilan permukaan lahan urug. Selain itu lapisan ini membantu
pembentukan kemiringan yang diinginkan guna mempercepat drainase lateral dan mengurangi
tinggi hidrolis. Ketebalan lapisan ini biasanya 30 cm.

Selain sistem penutup akhir tersebut, untuk mengurangi limpasan air yang masuk ke dalam lahan
urug, dilakukan pengaturan kemiringan, juga dilengkapi dengan drainase permukaan dan
penanaman tanaman.
4) Pengolahan Lindi

Dari segi komponen, kandungan pada lindi tidak berbeda dengan air buangan domestik. Namun zat
organik yang terkandung pada lindi dari timbunan sampah domestik sangat tinggi konsentrasinya.
Hal ini ditunjukkan dari sangat tingginya kadar BOD5 pada lindi yaitu sekitar 2.000-30.000. Sistem
pengolahan lindi dibagi menjadi dua tingkat, yaitu pengolahan sekunder dan pengolahan tersier.

Untuk pengolahan sekunder akan diuraikan gambaran singkat tentang unit kolam stabilisasi
(fakultatif dan anaerob) dan kolam aerasi. Adapun pengolahan tersier akan diuraikan gambaran
singkat tentang land treatment dan intermitten sand filter.

Diposkan oleh karla herlina di 23.15

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Label: PENCEMARAN AIR PERMUKAAN ATAU AIR TANAH OLEH AIR LINDI (LEACHATE)

Reaksi:

3 komentar:
RISALDI PUTRA26 Maret 2014 23.28

mksh infox

Balas

Baedah Bae9 Desember 2014 19.50

HEBAT DAN MENJADI INSPIRASI SAYA DALAM MENULIS

Balas

Alliya Nadin26 Juli 2015 08.07

jagan sampe deh air tanahku tercemar

harga alat geolistrik air tanah

Balas
Muat yang lain...

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

nyang bwt blog ^-^


karla herlina Lihat profil lengkapku

last update ;

2013 (5) Juli (5) PENCEMARAN AIR PERMUKAAN ATAU AIR TANAH OLEH AIR L...

Komposter Aerob Rumah Tangga

PENYAKIT ISPA

DAMPAK PENUMPUKAN SAMPAH TERHADAP KESEHATAN MASYAR...

PENGENDALIAN KARBON MONOKSIDA


Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai