Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

INTOKSIKASI

Disusun oleh:
Rino Setiady
(406148064)

Pembimbing:
Dr. Donni I K, SpAN, Msi. Med

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

BAB I

1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Intoksikasi/keracunan merupakan permasalahan serius yang perlu ditangani secara
baik. insidens keracunan di dunia secara pasti tidak diketahui, dapat diperkirakan sekitar
500.000 orang meninggal setiap tahun akibat berbagai macam keracunan. Studi
mengenai prilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat terhadap oranisme/ mahluk
hidup disebut toksikologi (berasal dari kata Yunani, toxicos dan logos). Toksikologi
bermanfaat untuk memprediksi atau mengkaji akibat yang berkaitan dengan bahaya
toksik dari suatu zat terhadap manusia dan lingkungannya.1
WHO secara konservatif memperkirakan bahwa kasus keracunan paling tinggi
terjadi di negara-negara sedang berkembang dan meningkat hampir dua kali lipat dalam
sepuluh tahun terakhir ini. Dari laporan Badan Pom untuk kasus keracunan Nasional
yang terjadi di Indonesia tahun 2014 kasus keracunan obat sebanyak 717.2 Racun
merupakan istilah untuk toksikan yang dalam jumlah sedikit (dosis rendah) dapat
menyebabkan kematian atau penyakit (efek merugikan) yang secara tiba-tiba. Bapak
Toksikologi modern, Paracelsus (1493-1541) menyatakan bahwa semua zat adalah
racun, tidak ada yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan suatu racun dengan
obat. Toksikan (zat toksik) adalah bahan apapun yang dapat memberikan efek yang
berlawanan (merugikan).1
Asetaminofen merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang telah
banyak digunakan di seluruh dunia sejak tahun 1950. Di Indonesia sendiri merk obat
yang mengandung asetaminofen dari tahun ke tahun semakin bertambah, dan saat ini
telah tercatat dalam ISO 2006 terdapat 305 merk obat yang mengandung asetaminofen. 3
Analgesik derivat para amino fenol ini telah dapat diperoleh dan digunakan secara
bebas bahkan tanpa perlu menggunakan resep dokter seperti yang saat ini terjadi pada
beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Sesuai dengan laporan United States
Regional Poisons Center yang menyatakan bahwa lebih dari 100.000 kasus per tahun
yang menghubungi pusat informasi keracunan, 56.000 kasus datang ke unit gawat
darurat, 26.000 kasus memerlukan perawatan intensif dirumah sakit dan 450 orang
meninggal akibat keracunan asetaminofen.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1. Definisi intoksikasi
Toksikologi (berasal dari bahasa Yunani yaitu tokskos dan logos yang
merupakan studi mengenai perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat terhadap
suatu organisme/ makhuk hidup). Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber,
sifat serta khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan
yang didapatkan pada korban yang meninggal. 1
Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi
racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Menurut Ariens dkk. 1986,
toksikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai kerja senywa kimia yang merugikan
tubuh organisme hidup. Sedangkan menurut Rand dan Petrocelli 1985, toksikologi
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang efek negatif atau efek racun dari
bahan-bhan kimia dan material lain hasil kegiatan manusia terhadap organisme,
termasuk bagaimana bahan-bahan tersebut masuk kedalam organisme.1
Dalam Toksikologi, dipelajari mengenai gejala, mekanisme, cara detoksifikasi
serta deteksi keracunan pada sistem biologis makhluk hidup. Toksikologi sangat
bermanfaat untuk memprediksi atau mengkasi akibat yang berkaitan dengan bahaya
toksik dari suatu zat terhadap manusia dan lingkungannya.1

2.2 Etiologi intoksikasi1,2.3


Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan keracunan,
antara lain :
1. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai golongan
seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ), golongan gas
(nitrogen metana, karbon monoksida, klor ), golongan logam (timbal, posfor, air
raksa,arsen) ,golongan bahan organik ( akrilamida, anilin, benzena toluene,
vinil klorida fenol ).
2. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis : sengatan
serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll
3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis : Bacillus
cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia coli dll
4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants ) mis :
jamur amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung dll

3
Secara umum racun menurut wujudnya dibedakan menjadi 3 yaitu: Padat (Obat-
obatan dan makanan), cair (alkohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, pestisida, bisa/
racun hewan), gas (CO). Berdasarkan tempat racun berada, dapat dibagi menjadi racun
yang terdapat dialam bebas, misalnya gas racun dialam, racun yang terdapat dirumah
tangga; misalnya detergen, disenfektan, insektisida, pembersih (cleaners). Racun yang
digunakan dalam pertanian, misalnya insektisida, herbisida, pestisida. Racun yang
digunakan dalam industri dan laboratorium, misalnya asam dan basa kuat, logam berat.
Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya CN dalam singkong, toksin botulinus,
bahan pengawet, zat aditif serta racun dalam bentuk obat, isalnya hipnotik, sedatif, dll.

Gambar 2.1 Sumber Racun7

Dapat pula pembagian racun berdasarkan organ tubuh yang dipengaruhi,


misalnya racun yang bersifat hepatotoksik, nefrotoksik. Berdasarkan mekanisme kerja,
dikenal racun yang mengikat gugus sulfhidril (-SH) misalnya Pb, yang berpengaruh
pada ATP-ase, yang membentuk methemoglobin misalnya nitrat dan nitrit. (Nitrat dalam
usus oleh flora usus diubah menjadi nitrit).
Pembagian lain didasarkan atas cara kerja/efek yang ditimbulkan. Ada racun
yang bekerja lokal dan menimbulkan beberapa reaksi misalnya peransanganm
peradangan atau korosif. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan
dapat menyebabkan kematian akibat syok neurogenik. Contoh racun korosif adalah
asam dan basa kuat : H2SO4, HNO3, NaOH, KOH; golongan halogen seperti fenol,
lisol dan senyawa logam. Racun yang bekerja sisitemik dan mempunyai afinitas
terhadap salah satu sistem misalnya barbiturat, alkohol, morfin terhadap susunan saraf

4
pusat, digitalis, oksalat terhadap jantung, CO terhadap hemoglobin darah. Terdapat pula
racun yang mempunyai efek lokal dan sistemik sekaligus misalnya asam karbol
menyebabkan erosi lambung dan sebagian yang diabsorbsi akan menimbulkan depresi
susunan sarap pusat. Tetra-etil yang masih terdapat dalam campuran bensin selain
mempunyai efek iritasi, jika diserap dapat menimbulkan hemolisis akut.

2.3 Klasifikasi intoksikasi1,3,4


Mekanisme cara terjadinya keracunan dibagi menjadi 4, yaitu:
Self Poisoning: Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis
berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak akan
membahayakan. Jadi pasien tidak bermaksdu untuk bunuh diri, biasanya
hanya untuk menarik perhatian lingkungan sekitarnya. Pada anak muda
kadang-kadang dilakukan untuk coba-coba tanpa disadari bahwa
tindakan ini dapat membahayakan dirinya.
Attemted suicide: dalam hal ini, pasien memang bermaksud untuk bunuh
diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali
bila ia salah tafsir tentang dosis yang dimakanya.
Accidental poisoning: ini jelas merupakan kecelakaan, tanpa factor
sengaja sama sekali.
Homicidal poisoning: keracunan ini akibat tindakan criminal yaitu
seseorang dengan sengaja meracuni orang lain.
Klasifikasi menurut mula waktu terjadinya keracunan di bagi menjadi yang
bersifat akut dan kronik. Untuk akut lebih mudah dikenal daripada keracunan kronik,
biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu. Ciri lain ialah sering mengenai orang
banyak, misalnya pada kercunan makanan, dapat mengenai seluruh keluarga atau warga
sekampung. Gejala keracunan akut dapat menyerupai setiap sindrom penyakit, karena
itu harus selalu diingat kemungkinan keracunan pada keadaan sakit mendadak dengan
gejala seperti muntah, kejang, diare, koma, dan sebagainya.
Untuk diagnosis keracunan kronik sulit dibuat karena gejala yang timbul
perlahan dan lama sesudah pajanan. Gejala dapat timbul akut sesudah pajanan berkali-
kali dalam waktu yang cukup lama dan dengan dosis yang kecil. Suatu ciri khas ialah

5
bahwa zat penyebab dieksresi lebih lama dari 24 jam, waktu paruhnya panjang,
sehingga terjadi akumulasi.

2.4 Mekanisme kerja racun5


Mekanisme kerja racun dapat dibagi dalam beberapa hal yaitu2 :
1. Racun yang bekerja secara setempat (lokal)
Misalnya:
- Racun bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat.
- Racun bersifat iritan: arsen, HgCl2.
- Racun bersifat anastetik: kokain, asam karbol.
Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya akan menimbulkan
sensasi nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang
dapat disebabkan oleh syok akibat nyerinya tersebut atau karena peradangan
sebagai kelanjutan dari perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan.
2. Racun yang bekerja secara umum (sistemik)
Walaupun kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini biasanya
memiliki akibat / afinitas pada salah satu sistem atau organ tubuh yang lebih
besar bila dibandingkan dengan sistem atau organ tubuh lainnya.
Misalnya:
- Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf
pusat.
- Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung.
- Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang.
- CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan.
- Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal.
- Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus
terutama berpengaruh terhadap hati.
3. Racun yang bekerja secara setempat dan secara umum
Misalnya:
- Asam oksalat
- Asam karbol
- Arsen
- Garam Pb

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Keracunan1,2,3,4,5

6
1. Cara masuk. Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi.
Cara masuk lain secara berturut-turut melalui intravena, intramuskular,
intraperitoneal, subkutan, peroral dan paling lambat ialah melalui kulit yang
sehat.
2. Umur. Orang tua dan anak-anak lebih sensitif misalnya pada barbiturat. Bayi
prematur lebih rentan terhadap obat oleh karena eksresi melalui ginjal belum
sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum cukup.
3. Kondisi tubuh. Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami
keracunan. Pada penderita demam dan penyakit lambung absorbs jadi lebih
lambat.
4. Kebiasaan. Berpengaruh pada golongan alkohol dan morfin dikarenakan terjadi
toleransi pada orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol.
5. Idiosinkrasi dan alergi. Pada vitamin E, penisilin, streptomisin dan prokain.
Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran, makin tingi takaran maka
akan makin cepat (kuat) keracunan. Konsentrasi berpengaruh pada racun yang
bersifat lokal, misalnya asam sulfat.
6. Waktu pemberian.

2.6 Tanda dan gejala intoksikasi1,2,5

Kasus keracunan akibat pesrisida mempunyai angka yang tinggi. Bahkan menurut data
tahun 1983 dan 1989, pestisida sebagai penyebab kasus keracunan akut mempunyai
angka terbanyak yaitu 76,37 % dan 65,06 %. Penyebab lain yang banyak menyebabkan
kasus keracunan akut adalah air aki, obat-obatan bebas, makanan, alkohol, dan minyak
tanah.

Gejala klinis akibat keracunan dapat bervariasi, hal ini tergantung dari
penyebabnya Contoh berbagai majam gangguan klinis dan penyebab keracunannya
dapat dilihat pada tabel

Tabel 2.6.1 Gangguan klinis dan penyebab keracunan2

Gejala klinis Gangguan klinis dan penyebab keracunan

7
Penampilan secara Agitasi (amphetamine, cocaine, lysergic acid
Umum diethylamide,opiat withdrwal) Apathy, drowsiness, coma
(hypnotik, pelarut organik, lithium)

Gangguan system Electro-encephalogram (EEG) [central depresant], fungs


saraf motorik (alcohol, penyalah gunaan obat), gangguan
berjalan/gerak (hallucinogen, amfetamine, butyrophenon,
carbamazepin, lithium, cocaine), kejang

Tekanan darah Hipotensi (phenothiazine), Hipertensi (kortikosteroid, cocaine,


phenylpropanolamine, antikolinergik)

Jantung Pulse, Elektrokardiogram (EKG) [trisiklik antidepresant,


orphenadrine], Tidak teratur (phenothiazine, procainamide,
amiodarone, lidocaine), heart block ( calcoium bloker, beta
bloker, digitalis, cocaine, trisiklik antidepresant)

Temperatur Hipertermia (LSD, cocaine,


methylenedioxymethylamfetamin(mdma))

Respirasi Depresi pernapasan (opiat, barbiturat, benzodiazepine),


hipoventilasi (salisilat)

Otot Spasme dan Kram (Botulism, Crimidine, Striknin)

Kulit Kering ( Parasimpatolitik Trisiklik Antidepresant), Berwarna :


merah (carbon monoksida), biru (sianosis) , kuning (liver
damage: alkohol, jamur, rifampicin)

Gejala klinis Gangguan klinis dan penyebab keracunan

Mata Pinpoint (opiat, cholinesterase inhibitor), Dilatasi pupil


(atropin, amfetamin, cocaine), Kemerahan (cannabis)

Hidung Nasal Septum Komplikasi (cocaine)

Abdomen diare (laxative, organophosphat), Obstruksi (opiat, atropine),


Radiography (timbale, thalium)

Bau Bisa dilihat dari Keringat, Mulut, Pakaian, Sisa Muntah:


Alkohol (etanol, cleaner), Aceton/Nail Remover (Aceton,
Metabolic acidosis), Ammonia ( Ammonia), Almond (Sianida),

8
Pemutih/Klorine (Hipoklorit, klorin), Disinfektan (Kreosat,
Phenol, Tar), Formaldehyde (formaldehyde, methanol, Bawang
(Arsenik, Dimethylsulfoxide, Malation, Paration, Phospor
kuning), Asap (nikotin, carbonmonoksida), Pelarut organik
(diethyl eter, chloroform, dichloromethane), Kacang
(rodentisida)

2.7 Penegakan diagnosis2,3,5

Gejala yang mengarah ke suatu diagnosis keracunan sebanding dengan banyaknya


jumlah golongan obat yang beredar. Semakin banyak golongan obat yang beredar
makan akan semakin beragam gejala keracunan obat. Suatu gejala sering bersifat
aspesifik, misalnya koma dapat disebabkan oleh hipnotik, obat perangsang SSP,
salisilat, anti depresi dan lain-lain.
Dalam hal ini anamnesa dapat membantu menegakan diagnosis, walaupun harus
selalu dicocokan dengan tanda yang ditemukan, karena suatu botol yang dipegang
pasien mungkin bukan berisi zat penyebab keracunan. Jadi diagnosis memang sulit
ditegakan.
Pada pengelolaan pasien keracunan yang paling penting adalah penilaian klinis,
walaupun sebabnya belum diketahui. Hal ini disebabkan karena pengobatan
simptomatik sudah dapat dilakukan terhadap gejala-gejalanya. Diantara yang sangat
penting pada permulaan keracunan ialah derajat kesadaaran dan respirasi.
Kesadaran merupakan petunjuk penting tentang beratnya karacunan. Makin
dalam koma, maka akan semakin berat keracunanya dan angka kematianya-pun
bertambah dengan bertambah dalamnya koma.
Dalam toksikologi, derajat kesadaran dibagi dalam 4 tingkatan seperti pada
anesthesia, yaitu:
1. Tingkat 1 : pasien mengantuk namun mudah diajak bicara.
2. Tingkat 2 : pasien dalam keadaan spoor, dapat dibangunkan dengan
rangsangan minimal, misalnya bicara keras atau digoyang tanganya.
3. Tingkat 3 : pasien dalam keadaan soporokoma, hanya dapat bereaksi
terhadap rangsangan maksimal yaitu dengan menekaan sternum dengan
kepalan tangan.

9
4. Tingkat 4 : pasien dalam keadaan koma, tidak ada reaksi sedikit pun
terhadap rangsangan maksimal seperti diatas. Keadaan ini paling berat tetapi
prognosisnya tidak selalu buruk.

Seringkali hambatan pada pusat pernafasan merupakan penyebab kematian pada


keracunan, karena itu frekuensi pernafasan dan volume semenit harus selalu di evaluasi.
Jalan nafas juga sering terhambat oleh sekresi mucus yang dapat berbahaya bila tidak
segera dibersihkan. Hal ini dijumpai pada keracunan insektisida organofosfat atau
karbamat.
Untuk tekanan darah, biasa syok sering dijumpai pada pasien dengan keracunan.
Biasanya keadaan syok tidak begitu parah dan dapat diastase dengan tindakan
sederhana. Syok berat biasanya berkaitan dengan kerusakan pusat vasomotor dan
prognosisnya buruk.
Kejang menandakan adanya perangsangan SSP (amfetamin), medulla spinalis
(striknin), atau hubungan saraf otot (insektisida organofosfat). Keadaan ini harus
dibedakan dari penyakit yang dapa menimbulkan kejang seperti epilepsy, kejang demam
dan sebagainya.
Pupil dan reflex extremitas, bertentangan dengan pendapat umum, gejaala pupil
dan reflex ekstremiras tidak begitu penting untuk diagnosis karena sangat bervariasi,
kecuali untuk keracunan atropine dan morfin. Juga dalam menentukan prognosis, gejala
ini tidak dapat dijadikan pegangan. Pada keracunan hipnotik, pupil sering anisokor dan
midriasis menetap tetapi tidak selalu menandakan prognosis buruk.
Bising usus biasanya berubah sesuai dengan tingkat kesadaran. Pada derajat
kesadaran III biasanya bising usus negatife, sehingga tanda ini dapat dipakai sebagai
pegangan untuk mencocokan derajat kesadaran misalnya pada pasien yang sedang
bersimulasi.
Jantung untuk beberapa obat menimbulkan kelainan ritme jantung sehingga
dapat terjadi gejala payah jantung atau henti jantung. Untuk menentukan keracunan obat
misalkan digitalis, antidepresan trisiklik, dan hidrokarbon berklorida serta
pengobatanya, diperlukan pengetahuan khusus untuk mekanisme terjadinya aritmia
tersebut.
Gejala lain juga perlu diperhatikan, misalnya gangguan keseimbangan asam basa
atau air, tanda kerusakan hati dan ginjal, kelainan EEG, retensi urin, muntah dan diare
setra kelainan spesifik misalnya pada foto x-ray tulang dan lain-lain. Pada 6%
keracunan akut barbiturant atau hipnotik lainya ditemukan bula di kulit.

10
Untuk peranan laboratorium sangat diperlukan untuk diagnosis akhir dari
intoksikasi. Pemeriksaan analisis darah, urin dan muntahan pasien. Pemeriksaan
laboratorium ini tidak mudah, Karen obat di dalam tubuh mengalami perubahan
molekuler akibat proses biotransformasi. Specimen biologic dapat diperiksa secara
kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan secara kualitatif dan semi kauntitatif saja sudah
cukup untuk mendiagnosis.

2.8 Terapi intoksikasi1,2,3,4,5


Tindakan dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu: tindangan ABC dan Usaha Terapetik
lain-nya , serta pemberian antidot. Tindakan Umum adalah tindakan Airway, Breathing,
Circulation, Usaha Terapetik lain (Mempertahankan Keseimbangan elektrolit, air, asam
dan basa; Decontamination; dan Eliminasi). Sedangkan Tindakan pemberian antidot
adalah spesifik tergantung dari penyebab keracunannya.
Tindakan A, B, C dan Usaha Teratik Lain
A. Airway (Jalur Napas)
Usahakan saluran napas tetap bebas sehingga pasien dapat bernapas
secara spontan. Pasien diletakkan pada posisi berbaring dan usahakan tidak
ada benda asing, sisa makanan, darah, atau muntah dari dalam mulut.. Selain
itu usahakan posisi lidah tidak menghalangi saluran napas. Apabila perlu,
pasang pipa endotrakeal.

B. Breathing (Pernapasan)
Pada tindakan ini , pernapasan pasien perlu dijaga agar tetap baik. Bila
perlu, dilakukan pernapasan buatan. Pada orang yang keracunan udara yang
respirasinya dimungkinkan mengandung racun yang berbahaya (seperti asam

11
sianida) maka bantuan pernapasan harus dilakukan dengan menggunakan
kantong napas, paling tidak sipenolong harus bernapas berpaling dari pasein.
Pemberian oksigen murni terutama untuk orang yang menderita sianosis
(=pewarnaan kulit menjadi merah biru akibat kurangnya penjenuhan darah
dengan oksigen, yang paling mudah terlihat dari bibir dan kuku jari). Tetapi
pemberian oksigen murni tidak boeh lebih lama dari 6-8 jam. Karena dapat
terjadi udema paru-paru yang tokisk yang menyebabkan difusi O2 dan CO2
terhambat. Udema adalah penimbunan cairan secara patologik dalam ruang
khususnya dalam ruang interstitium (ruang interstitium = ruang yang
terdapat diantara kompleks parenkhim yang khas bagi organ tertentu,
mengandung jaringan ikat, pembuluh dan saraf). Udema paru-paru toksik
dapat disebabkan juga oleh gas yang merangsang seperi klor dan oleh zat
yang pada saat muntah masuk ke saluran napas. Gejala: terdapat rangsangan
ingin batuk, kesulitan bernapas, dan tidak tenang. Gambaran sempurna
udema adalah kadang terjadi tanpa keluhan, beberapa selang waktu
kemudian ditandai sianosis dan keluarnya busa warna coklat pada hidung
dan mulut. Akibat selanjutnya yang dapat terjadi adalah kematian. Apabila
terjadi hal ini segera diberi glukortikoid. Hal yang penting dilakukan adalah
istirahat total apabila keracuanan tampak ringan dan usahakan tubuh tetap
hangat. Jika dipastikan terjadi udema paru-paru maka: letakkan tubuh bagian
atas pada posisi yang tinggi, pemberian oksigen, menyedot sekret yang ada,
pemberian furosemida 60-200 mg iv., digitalis misal digoxin 0,25 iv, untuk
pencegahan infeksi dapat diberikan antibiotika golongan penisilin yang
berspektrum luas.
C. Circulation (Peredaran darah)
Pada tindakan ini, penting dipertahankan tekanan darah dan nadi pasien
dalam batas normal. Bila perlu, berikan cairan infus normal salin, dektrosa,
atau ringer laktat. Pada kondisi jantung berhenti ditandai dengan hilangnya
pulsa karotid, berhentinya pernapsan, pucat seperti mayat (kulit sianotik abu-
abu), pingsan, pupil dilatasi dan tidak bereaksi maka harus dilakukan
massage jantng dari luar untuk mendapatkan sirkulasi minimum dan
mengektifkan kembali jantung. Jika jantung berhenti tanpa sebab jelas, dapat
diberi 0,3 -0,5 mg adrenalin (intra vena atau intracardiac), defibrilasi

12
eksterna dengan 100 400 watt perdetik, disertai lidocain 100 mg injeksi
bolus yang diikuti infus tetes pada hasil terapi yang dicapai.

D. Usaha Terapetik Lain


D.1. Mempertahankan Keseimbangan elektrolit, air, asam dan basa
Pada kondisi dehidrasi yang disebabkan antara lain karena diare atau muntah
maka dapat diberikan cairan oralit untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang. Pada kasus metabolik asidosis, dapat diberikan infsus larutan
natriumhidrogenkarbonat 8,5% atau larutan trometamol 0,3 molar.
Sedangkan pada metabolik alkalosis, maka diberikan infus L-
argininhidroklorida 1 molar atau L-lisinhidroklorida 1 molar dengan selalu
mengawai kesetimbangan asam basa.

D.2. Decontamination (Pembersihan)


Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi absorbsi bahan racun dengan
melakukan pembersihan. Hal ini tergantung dari bagaimana cara bahan
tersebut masuk kedalam tubuh.

a. Pertolongan pada keracunan eksterna


Keracunan pada kulit

Apabila racun mengenai kulit, maka pakaian yang terkena racun harus
diganti. Kemudian daerah yang terkena dibilas dengan air hangat atau
pasien diharuskan untuk mandi. Jika kulit terluka parah maka cuci
dengan air (yang tidak terlalu hangat) dan sabun. Penanganan lain yang
dapat dilakukan yaitu membersihkan dengan polietilenglikol 400.

Kerusakan pada mata

Jika zat merangsang mata (zat apapun tanpa membedakan jenis


bahannya), maka mata harus dicuci bersih dengan menggunakan banyak
air, sebaiknya pada kondisi kelopak mata terbalik. Kemudian mata dapat
dibilas dengan larutan seperti larutan hidrogenkarbonat 2% jika mata
tekena zat asam ATAU dibilas dengan asam asetat 1% / larutan asam
borat 2% jika mata terkena alkali. Mata harus dibilas terus menerus
selama 5- 10 menit sebelum dilakukan pemeriksaan. Bila mata terkena
benda padat maka harus digunakan anastesi lokal untuk mengeluarkan
benda tersebut dari mata. Untuk mencegah menutupnya mata dengan

13
kuat sehingga dapat mempermudah pembersihan, dapat diberikan
beberapa tetes larutan anastesi lokal. Jika terdapat air kapur masuk ke
mata, hal ini dapat menyebabkan pengeruhan kornea tau penimbunan
calsium pada permukaan mata. Penanganan hal ini dilakukan dengan
pemberian Natrium edetan (dinatrium EDTA 0.35 sampai 1,85%).
Larutan ini akan membuat endapan kalsium menjadi larut. Larutan lain
yang kadang-kadang juga digunakan adalah amonium tartrat netral
10%. Apabila mata terkena gas air mata mengakibatkan terjadainya
rangsangan yang intensif pada konjungtiva, menimbulkan nyeri
menusuk pada mata sehingga terbentuk air mata yang banyak. Pada
mata yang hanya terpejan sedikit gas air mata, maka pembentukan air
mata adalah merupakan pertolongan yang dapat memulihkan mata
dengan sendirinya. Tetapi pada kasus yang berat, maka mata sebaiknya
dibilas dengan air atau lebih baik menggunakan larutan natriun hidrogen
karbonat 2% dalam waktu cukup lama. Jika rasa sakit tetap dirasakan
maka perlu digunakan anastesi lokal dengan dibawah pengawasan
dokter. Pada konsentrasi yang tinggi, gas air mata dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan selaput lendir paru-paru dan bahkan kemungkinan
dapat terjadi udema paru-paru.

b. Penanganan pada keracunan oral


Pada kasus keracunanan secara oral, ada beberapa penanganan yang
bisa dilakukan:
Menghindari absorbsi sejumlah racun yang ada dalam saluran
pencernaan dengan memberikan adsorbensia dan atau laksansia dan
pada kasus keracunan tertentu diberikan parafin cair

Adsorben yang paling banyak digunakan dan bermanfaat adalah karbon


aktif . Dosis yang digunakan pada orang dewasa normal adalah 50 gram
dalam - 1 liter air. Racun akan diabsorbsi oleh karbon aktif dan air
minum yang diminum bersama karbon aktif tersebut akan membantu
mengencerkan racun. Pada keracunan basa organik dapat digunakan
campuran Magnesium Oksida dan karbon aktif dengan perbandingan
1:2. Adsorbsi zat organic akan paling kuat bila zat tersebut dalam

14
bentuk terdisosiasi. Penetralan lambung yang asam oleh magnesium
hidroksida pada keracunan basa akan meningkatkan kerja adsorben.
Pada suasana yang basa, akan membuat basa organik tetap dalam bentuk
senyawanya dan tidak terdisosisi. Disamping itu dengan adanya
peningkatan pH akan meningkatkan pengendapan ion logam berat. Sidat
adsorbs dari karbon aktif tidak akan terpengaruh dengan keberadaan
magnesium oksida atau laksansia garam (magnesium sulfat dan natrium
sulfat.) Kadang tanin juga ditambahkan, dengan komposisi karbon aktif:
magnesium oksida: tannin = 2 :1: 1. Kombinasi ini dikenal denga
antidote universal. Tanin berfungsi untuk mengndapkan zat tertentu
yang berasal dari tanaman terutama alkaloid. Pemakaian karbon aktif ini
tidak mempengaruhi pembilasan lambung. Tetapi jika direncanakanakan
dilakukannya pembilasan lambung maka sebaiknya cairan yang
diberikan bersama karbon aktif dibatasi. Hal ini untuk mencegah
masuknya racun dari lambung ke usus. Jika racun bersifat korosif (asam
atau basa kuat) maka pemberian protein (seperti susu) sangat
bermanfaat karena dapat menetralisasi, mengadsorbsi, dan meringankan
keluhan.

Garam Laksansia bekerja dengan merangsang peristaltik pada saluran


cerna dan penggunaan pada penanggulangan keracunan dapat
memberikan hasil yang baik. Garam laksansia dapat mengencerkan
racun dengan memperlambat absorbsi air karena efek osmotic yang
ditimbulkan. Contoh garam laksansia adalah natrium sulfat. Untuk
penggunaannya:10 gram natrium sulfat dilarutkan dalam 100 ml air
hangat. Efek kerja terjadi setelah 3 5 jam.

Minyak parafin digunakan untuk mengatasi keracunan pelarut organik.


Minyak parafin ini mempunyai sifat yang sulit untuk diabsorbsi.
Minyak parafin akan bercampur dengan pelarut organik, dengan cara ini
maka akan menurunkan absorbsi dari pelarut organic tersebut.

Menetralkan atau menginaktivasi racun secara kimia menjadi bentuk


yang kurang/tidak toksik, yaitu dengan membentuk garam yang sukar

15
larut atau perubahan menjadi senyawa yang tidak berkhasiat atau tidak
toksik.

Penetralan racun yang bersifat asam dapat dinetralkan dengan susu atau
antasida, dan Basa dapat dinetralkan dengan asam encer (seperti dengan
3 sendok makan cuka dapur dalam segelas air).

Pembentukan garam yang sukar larut, misalnya dilakukan pada kasus


keracunan asam oksalat. Pemberian kalsium gluconat dapat membentuk
garam kalsium oksalat yang sukar larut dalam air.

Contoh perubahan menjadi senyawa yang tidak aktif : pemberian


kalium permanganate bersama cairan pembilas lambung (pada
perbandingan 1:10000) pada keracunan Hal ini akan merusak secara
oksidatif menjadi fosfat yang tidak toksik.

Mengosongkan saluran cerna dengan cepat dengan cara seperti: bilas


lambung atau membuat muntah sebelum absorbsi terjadi.

Pembilasan lambung dapat dilakukan pada indikasi tertentu (misalnya


keracunan organo fosfat seperti baygon), sehingga racun yang masuk
dapat dihilangkan. Pembilasan lambung harus selalu dibawah
pengawasan dokter sesuai dengan keadaan pasien. Setelah dilakukan
bilas lambung, lebih baik diberikan adsorbensia dan laksansia garam
jika didapat dugaan bahwa sebagian racun masuk ke usus.

Merangsang muntah dapat dilakukan oleh orang awam. Merangsang


muntah tidak boleh dilakukan pada keracunan bahan korosif dan
minyak tanah, serta penderita dengan kesadaran menurun / kejang-
kejang. Merangsang muntah ini dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain: dengan rangsangan mekanis (= memasukkan jari kedalam
kerongkongan), atau pemberian larutan natriumm klorida hangat (2
sengok makan penuh dalam segelas air), tetapi hal ini tidak boleh
dilakukan pada anak-anak. Bila tidak terjadi muntah setelah pemberian
natrium klorida maka dapat terjadi hipernatriemia dengan udema otak.
Pada kasus ini, maka harus segera dilakukan pembilasan lambung.

16
Keracunan pada anak-anak dapat diberikan Sirup Ipecacuanhae. Pada
orang yang pingsang tidak boleh diberikan zat yang merangsang muntah
karena dapat menyebakan bahaya aspirasi. Selain itu juga tidak boleh
diberikan kepada orang yang keracunan detergen, hidrokarbon (seperti
bensin) atau hidrokarbon terhalogenasi ( Carbon tetraklorida), atau
asam/ basa / obat yang melumpuhkan pusat muntah (seperti sedativa).
Tindakan merangsang muntah pada kasus keracunan, seringkali masih
menimbulkan pertanyaan. Misal pemakaian sirup ipecacuanhae baru
efektif bekerja15 30 menit setelah pemberian. Selama waktu tersebut
maka racun dapat masuk ke usus sehingga penggunaan emetika tidak
bermanfaat. Usaha merangsang muntah dapat memperlambat
penggunaan adsorbensia, yang sering lebih efektif dalam
penanggulangan keracunan. Dan pada pasien penggunaan adsorbensia
lebih menyenangkan. Selain itu karbon aktif adapat mengadsorbsi zat
emetika sehingga zat tersebut menjadi tidak efektif.

Pada dasarnya , penanganan keracunan harus disesuaikan dengan


kondisi pasien dan sebaiknya dipilih cara yang lebih mudah terlebih
dahulu jika keadaan memungkinkan. Yang lebih penting diatas
semuanya adalah keselamatan pasien.

D.3. Eliminasi
Pada tindakan ini, dilakukan pembersihan racun dimana diperkirakan racun
telah beredar dalam darah, dengan cara antara lain: peningkatan ekskresi
kedalam urin dengan cara diuresis dan pengubahan pH urin dan hemodialisa.

- Peningkatan ekskresi kedalam urin dengan cara diuresis dan


pengubahan pH urin

Zat lipofil yang umumnya termasuk asam dan basa lemah, bila dalam bentuk
tak terionisasi dapat melewati sawar lipid tanpa kesulitan sehingga dapat
masuk kedalam organ organ penting seperti otak. Pada ginjal, setelah
racun melewati proses ultrafiltrasi maka 90 % elektrolit dan air akan
direabsorbsi dari urin, sehingga racun akan dipekatkan kurang lebih 10 kali
konsentrasi dalam plasma. Dari jumlah ini, yang tidak terikat pada protein

17
plasma tergantung dari jumlah racun yang pada urin. Selanjutnya racun
dapat berdifusi kembali kedalam plasma melalui membran lipid epitel.
Sehingga hampir 90% racun dalam urin dapat diabsorbsi kembali. Jadi hanya
sekitar 10% saja yang benar-benar keluar bersama urin. Jika proses
reabsorbsi pasif dapat dikurangi maka laju ekskresi dapat ditingkatkan
sehingga waktu paruh akan turun. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan
mengubah pH urin yaitu: membasakan urin / meningkatkat pH urin
sehingga memperbesar ionisasi asam organik lemah, atau mengasamkan urin
/ menurunkan pH urin yang akan menaikkan ionisasi basa organik lemah.
Zat organik yang terionisasi, tidak akan dibsorbsi kembali. Maka kecepatan
ekskresi dalam urin akan meningkat. Dengan melihat nilai kecepatan
absorbsi maka akan diketahui apakah pengubahan pH urin akan bermanfaat,.

Cara yang lain untuk meningkatkan ekskresi kedalam urin adalah


penggunaan diuresis. Diuresis adalah zat yang dapat merangsang terjadinya
ekskresi melalui urin. Diuresis paksa dapat dilakukan dengan pemberian
Osmodiuretika (seperti manitol) atau diuretic jerat henle (seperti:
furosemida) dalam bentuk infus. Selanjutnya dilakukan terapi penggantian
cairan dan elektrolit yang hilang.

Diuresis paksa tidak boleh dilakukan pada keadaan syok, dekompensasi


jantung, gagal ginjal, edema paru, dan keracunan akibat bahan yang tidak
dapat diekskresi melalui ginjal.

- hemodialisa

Pengertian proses hemodialisa dalam hal ini adalah terjadinya difusi pasif
racun dari plasma kedalam cairan dilisis melalui sebuah membran.
Tindakan ini dilakukan pada keracunan dengan koma yang dalam, hipotensi
berat, kelainan asam basa dan elektrolit, penyakit ginjal berat, penyakit
jantung, penyakit paru, penyakit hati, dan pada kehamilan. Umumnya
dilakukan pada keracunan pada dosis letal dari bahan alcohol,
barbiturat,karbamat, paracetamol, aspirin, amfetamin, logam berat dan
striknin.

18
Pada proses hemodialisis ini menguntungkan karena susunan caiaran dilisis
dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

Pada proses dialisis in dapat ditambahkan adsorbensia. Adsorbensia cukup


menguntungkan karena sifat ikatan yang kuat serta kapasitas ikatan yang
tinggi untuk beberapa zat . Tetapi penggunanaan zat ini memiliki kerugian
yaitu komponen yang tidak toksis seperti vitamin, hormon, asam amino dan
bahan makanan juga dapat ditarik dari plasma.

Pelaksanaan tindakan ini cukup merepotkan dan mahal, tetapi tindakan ini
harus dilakukan pada kasus keracunan berat seperti pada keracuanan zat
nefrotoksik kuat (misal : raksa (II florida). Zat nefrotoksik dapat
menimbulkan kerusakan ginjal yang parah sehingga eliminasi ginjal akan
sangat berkurang. Langkah ini berlaku pada racun yang dapat melewati
membran dilisis. Pada umumnya pada zat yang mengalami ultraflitrasi oleh
ginjal. Berikut ini adalah zat yang perlu dilakukan dilisis jika kadar pada
plasma melampaui konsentrasi berikut ini, antara lain untuk: metanol (50
mg/100 ml plasma), fenobarbital (20 mg/ 100 ml plasma), dan asam salisilat
(90 mg / 100 ml plasma). Untuk zat yang eliminasinya cepat sehingga waktu
paruh dalam plasma lebih singkat atau kurang lebih sama dengan dengan
yang digunakan pada dilisis, tentu tidak perlu menggunakan proses ini.

Antidotum spesifik1,2,3,6
Antidot untuk melawan efek racun yang telah masuk kedalam organ target. Tidak semua
racun mempunyai antidot yang spesifik. Berikut ini merupakan antidotum spesifik yang
dapat digunakan untuk meringankan gejala intoksikasi.
Tabel 2.8.1 Antidotum spesifik

NO. ANTIDOTUM INDIKASI CARA KERJA DOSIS

1. Aluminium Keracunan Memblok 250 ml suspensi 30%


silikat paraquat, diquat absorpsi lewat tiap jam untuk 24-48 jam
bentonit usus (selalu diberikan bersama
MgS)

2. Atropin Keracunan Memblok 1,2-2,4 mg ulangi tiap 5-


obat/bahan reseptor 10 menit sampai tampak
dengan efek muskarinik tanda atropinisasi (mulut
muskarinik kering, pulsus

19
NO. ANTIDOTUM INDIKASI CARA KERJA DOSIS

>70x/menit)

3. Kalsium Keracunan Mengikat ion Fe 2,5% gel untuk luka


glukonat fluorida yang timbul bakar kulit, 10% injeksi
50% i.v pelan 10 ml

hiperkalemia Mengurangi 10-20 g dalam 25 ml air


paralisis otot diikuti 10 ml larutan 10%
lurik karena K+
naik

hipermagnesemia idem idem

Keracunan oksalat Menghilangkan idem


hipokalsemia

4. Dekstrosa Keracunan insulin, Meningkatkan 50 ml larut


OAD ladar gula darah

5. Dicobalt Keracunan sianida Mengikat sianida 600 mg i.v kemudian 300


edetate atau derivatnya menjadi mg lagi jika respon
cobaltisoanid belum tampak
atau
cobaltosianid

6. Dimercaprol Keracunan As, Cu, Kelasi logam 2,5-5 mg/kg i.v tiap 4
Pb, atau Hg jam untuk 2 hari
kemudian 2,5 mg 2x/hari
dan diteruskan 1x/hari

7. Etanol Keracunan Inhibisi 50 mg oral atau i.v


etilenglikol dan metabolisme kemudian 10-12 g/jam
methanol methanol lewat infuse
(derivatnya) menjadi
formaldehid dan
asa format yang
toksik

8. Asam folanat Keracunan Menerobos Keracunan metotreksat


antagonis asam blockade 60 mg 2x/hari i.v diikuti
folat (missal metabolisme 15 mg/6 jam per oral
trimetoprim, asam folat sampai 5 hari
metotreksat, dan
pirimetamin) Keracunan trimetoprim
3-6 mg i.v kemudian 15
mg/hari per oral sampai

20
NO. ANTIDOTUM INDIKASI CARA KERJA DOSIS

5-7 hari

9. Metionin Keracunan Mengembalikan 2,5 mg per oral


parasetamol cadangan kemudian diikuti 2,5 mg
glutation, tiap 4 jam untuk 3 dosis
mencegah (10 g dalam 12 jam)
kerusakan hati
dan ginjal

10. Methylen Keracunan bahan- Memacu 1-2 mg/kg atau 0,1 ml


blue bahan penyebab konversi metHb larutan 1%/kg i.v pelan
methemoglobine menjadi Hb infuse pada penderita
mia (cresol, kekurangan G6PD,
dapson, nitrat, tambahkan vit C 1 g i.v
femol, primakuin) pelan atau 200 mg oral
3x/hari untuk mencegah
hemolisis karena
methylen blue

11. Nalokson Meracunan Inhibisi 0,4-2,4 mg i.v ulangi tiap


narkotika (opioid) kompetitif pada 2-3 menit sehingga total
reseptor menjadi 10 mg, diberikan
bersama infuse

12. Natrium Membuat urin Meningkatkan Tergantung pada pH urin


bikarbonat lebih alkalis untuk ekskresi ion yang harus terus
(Bic Nat) mencegah karbonat dimonitor
presipitasi Kristal
sulfonamide
dalam tubulus
renalis dan
mengoreksi
asidosis metabolic

13. NaK-edetate Keracunan Pb Kelasi 50-75 mg/kg i.v infuse


(CaEDTA) tiap 5 jam untuk 5 hari
(tiap 2 g EDTA
diencerkan dalam 200 ml
RL)

14. Na-Nitrit Keracunan sianida Membentuk 10 ml larutan 3% i.v


dan derivatnya metHb yang dalam 3 menit kemudian
atau hydrogen mempunyai diberi 25 ml larutan 50%
sulfide afinitas tinggi Na-tiosulfat dalam 10

21
NO. ANTIDOTUM INDIKASI CARA KERJA DOSIS

terhadap ion CN- menit


dan HS-
sehingga
terbentuk
sianometHb dan
sulfurmetHb

15. Na-tiosulfat Keracunan sianida Meningkatkan 25 ml larutan 50% i.v


dan derivatnya cadangan dalam 10 menit
tiosulfat tubuh kemudian 10 ml larutan
yang penting 3% Na-nitrit i.v selama 3
untuk mengubah menit
CN- menjadi
tiosianat

Tabel 2.8.2 Antidotum spesifik keracunan insektisida

Golongan Tujuan Penatalaksanaan

Insektisida
Organofosfat Mengembalikan Atropinisasi (SA 2 mg
aktivitas AChE i.v, diulang tiap 5-10
(malation, paration, (monitoring aktivitas menit sampai
diazinon, abate) AChE dalam eritrosit atropinisasi penuh
dan plasma), (muka merah,
simtomatik hipersalivasi
berkurang, mata
midriasis, takikardi)
Pralidoksim (p.r.n)
1000 mg i.v dalam 5
menit
Dekontaminasi racun
dari kulit dan
membrana mukosa

22
Diazepam atau
fenobarbital
Karbamat (Propoxur, Sama dengan
karbaril) intoksikasi
organofosfat, tetapi
jangan diberikan
pralidoksim
Organoklorin Cegah gejala life- Ca-glukonas 10%,
threatening, i.v. 10 mL lambat
meningkatkan eliminasi Cholestyramin
(ekskresi racun
racun, simtomatik
meningkat 3-18x, T
turun dari 140
menjadi 80 jam,
pemulihan gejala
klinis lebih cepat
Dekontaminasi racun
dari kulit dan
membrana mukosa
Diazepam atau
fenobarbital
Herbisida
Derivat bipyridil Menghambat absorpsi Bilas lambung,
(paraquat, diquat) lewat usus, katartik
meningkatkan eliminasi Aluminium silikat,
bentonite
HD, hemoperfusa
Dinitrofenol Mengurangi simtom Berendam es
(simtomatik) Pemberian O2
Koreksi cairan dan
elektrolit
Fungisida
Pentachlorophenol Meningkatkan eliminasi Cholestyramine
melalui feses

Hexachlorobenzene Meningkatkan eliminasi Binatang: pemberian


melalui feses mineral oil

(manusia:???)

Dithiocarbamat Mengurangi hambatan


enzim mikrosomal
hepar (gugus sulfhidril)

Rodentisida
Warfarin Mengembalikan vitamin K1, 50 mg i.m
penjendalan darah atau 3x50 mg per oral

Strychnine Mencegah kejang dan dizepam


intubasi dan

23
memperbaiki respirasi ventilator mekanik

Asam fluoroasetat Mengembalikan asetat gliserol monoasetat


tubuh
Thallium Meningkatkan eliminasi Ferric ferrocyanide
racun (mengikat thallium
dalam usus); HD;
forced diuresis)

-naphthylthiourea Menghambat aktivitas (eksperimental)


sulfhidril

Fumigant
Sianida Mencegah metHb-emia Na-tiosulfat 25% 50
dan mengeliminasi mL i.v. dalam 10
racun menit
Na-nitrit 3% 10 mL
i.v. dalam 3 menit
Methyl bromide Obat-obat yang
mengembalikan
aktivitas sulfhidril

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Intoksikasi merupakan masuknya zat yang dapat membahayakan kesehatan tubuh
bahkan dapat membawa kepada kematian. Menurut jenis wujudnya dapat dikelompokan
menjadi padat, cair dan gas. menurut waktunya dibedakan menjadi intoksikasi akut dan
intoksikasi kronik. Untuk penanganan pasien intoksikasi harus mengutamakan prinsip
airway, breathing dan sirkulasi. Kemudian setelah kebutuhan dasarnya terpenuhi
barulah pengelolaan untuk racun yang tertelan. Untuk mengeluarkan racun yang masuk
ke tubuh atau menguranginya dilakukan berbagai cara, seperti contohnya untuk racun
yang tertelan dapat di tangani dengan 3 cara seperti penanganan untuk membuat pasien
muntah, memasang pipa untuk bilas lambung, memberikan obat pencahar, dan
memberikan bubuk charcoal untuk membantu proses penyerapan racun. Untuk
penanganan lain dapat dilakukan diuresis paksa, exchange transfusion, dialysis
peritoneal dan hemodialisis.

24
3.2 Saran
Perlu dilakukan penanganan yang maksimal untuk mengatasi pasien dengan
intoksikasi sehingga nyawa pasien dapat terselamatkan. Pengetahuan akan berbagai
macam antidote harus dikuasai dokter umum sehingga dapat dengan mudah untuk
mengatasi kasus intoksikasi di masyarakat umum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswara, S.G., 2007,Farmakologi dan Terapi,Edisi V, 826, Bagian


Farmakologi FKUI, Jakarta.
2. Hodgson, E. Dan Levi, P.E. 2000, A Textbook of Modern Toxicology, 2nd Ed,
McGraw-Hill Higher Education, Singapore.
3. Linden,C.H., burns,M.G., Poisoning and drug overdosage in Harrisons
principles of internal medicine Vol. 2, 16th edition, International edition,
McGraw-Hill,2005.
4. Budiawan, Nat. 2008. Peran Tosiologi Forensik dalam Mengungkap Kasus
Keracunan dan Pencemaran Lingkungan. Indonesian Journal of Legal and
Forensic Sciences; 1 (1): 35-39. Jakarta
5. ISFI. ISO informasi spesialite obat Indonesia. Vol.41. Jakarta: ISFI; 2006
6. Wirasuta, M. A. G., 2008. Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi
Temuan Analisis. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciencies, Volume
1, pp. 47-55
7. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

25
26
27

Anda mungkin juga menyukai