PEMBAHASAN
5
6
b. Attempted Suicide
8
c. Accidental poisoning
d. Homicidal poisoning
b. Keracunan akut
Jika kita sehari – hari bekerja, atau kontak dengan zat kimia,
kita sadar dan tahu bahkan menyadari bahwa setiap zat kimia adalah
beracun, sedangkan untuk bahaya pada kesehatan sangat tergantung
pada jumlah zat kimia yang masuk kedalam tubuh.
a. Melalui mulut atau tertelan bisa disebut juga per-oral atau ingesti.
Hal ini sangat jarang terjadi kecuali kita memipet bahan-bahan
kimia langsung menggunakan mulut atau makan dan minum di
laboratorium
b. Melalui kulit. Bahan kimia yang dapat dengan mudah terserap kulit
ialah aniline, nitrobenzene, dan asam sianida.
c. Melalui pernapasan (inhalasi). Gas, debu dan uap mudah terserap
lewat pernapasan dan saluran ini merupakan sebagian besar dari
kasus keracunan yang terjadi. SO2 (sulfur dioksida) dan Cl2 (klor)
memberikan efek setempat pada jalan pernapasan. Sedangkan
HCN, CO, H2S, uap Pb dan Zn akan segera masuk ke dalam darah
dan terdistribusi ke seluruh organ-organ tubuh.
d. Melalui suntikan (parenteral, injeksi)
e. Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal) (Idris, 1985).
11
Efek toksik :
a. Keracunan akut
Bia terjadi dalam 2-4 jam setelah paparan: mual muntah.
Diaphoresis, pucat, depresi SSP
Bila sudah 24-48 jam: tanda-tanda hepatotoksis (nyeri
abdomen RUQ, hematomegali ringan)
b. Keracunan berat : terjadi gagal hati dan ensefalopati.
c. Keracunan kronik: sama seperti keracunan akut, namun pada
penderita alkoholik, dapat sekaligus terjadi insufiensi hati & ginjal
yang berat, disertai dehidrasi, icterus, koaguloathi, hipoglikemi,
dan ATN.
Terapi :
Efek Toksik :
Terapi :
a. Korban aktif
b. Koma : intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik
c. Agitasi : diberikan preparat benzodiazepine
d. Agitasi yang tidak terkontrol dan delirium, antidote :
physostigmine (inhibitorasetilkolin-esterase). Dosis : 1-2 mg i.v.
dalam 2-5 menit (dosis dapat diulang)
e. Kontraindikasi physostigmine : penderita dengan kejang, koma,
gangguan konduksi jantung, atau aritmia ventrikel.
f. Benzodiazepine
Efek Toksik
a. Eksitasi paradoksal
13
a. Karbon aktif
b. Respiratory support bila perlu
c. Flumazenil (antagonis kompetitif reseptor benzodiazepine)
3. b-Blocker
Efek toksik :
Terapi :
a. Karbon aktif
b. Pada bradikardi dan hipotensi : atropin, isoproterenol, dan
vasopresor
c. Pada keracunan berat :
1) Glukagon; dosis inisial : 5-10 mg dilanjutkan1-5 mg/jam via
infuse
2) Calcium
3) Insulin dosis tinggi + glukosa + kalium
4) Pacu jantung (internal/eksternal)
5) IABP
6) Pada kejadian bronkospasme : inhalasi b-agonis, epinefrin s.c.,
aminofilin i.v.
7) Pada sotalol-induced ventricular tachyarrhythmia : lidokain,
Mg, overdrive pacing
8) Pada overdosis atenolol, metoprolol, nadolol, dan sotalol :
dapat dilakukan prosedur ekstrakorporeal
4. Calcium Channel Blocker (CCB)
Efek toksik :
Terapi :
a. Karbon aktif
b. Pada bradikardi simptomatis :
1) Atropine
2) Calcium, dosis inisial : CaCl2 10% 10cc atau Ca glukonas 10%
30 cc i.v. dalam >2 menit (dapat diulang sampai 4x).
3) Isoproterenol
4) Glukagon (dosis seperti pada overdosis b-blocker)
5) Electrical pacing (internal/eksternal)
c. Pada iskemi : mengembalikan perfusi jaringan dengan cairan
d. Khusus pada overdosis verapamil, dilakukan usaha-usaha untuk
mengembalikan metabolisme miokard dan meningkatkan
kontraktilitas miokard dengan : regular insulin dosis tinggi (0,1 –
0,2 U/kgBB bolus i.v. diikuti dengan 0,1 – 1 U/kgBB/jam, bersama
dengan glukosa 25 gr bolus, diikuti infus glukosa 20% 1
gr/kgBB/jam, serta kalium).
e. Bila masih hipotensi walaupun bradikardi sudah teratasi, diberikan
cairan.
f. Amrinone, dopamine, dobutamin, dan epinefrin
(tunggal/kombinasi)
g. Pada shock refrakter : I A B P.
5. Karbon Monoksida
16
Efek toksik :
Efek toksik :
Terapi :
Efek toksik :
Terapi :
Keracuna salisilat diidentifikasi dari test urine ferri chloride (+) berwarna
ungu.
Efek toksik (mulai terjadi dalam 3-6 jam setelah overdosis >= 150
mg/kgBB) :
f. Suplemen glukosa
g. Oksigen
h. Koreksi gangguan elektrolit dan metabolic
i. Pada koagulopati diberikan vitamin K i.v.
j. Alkalinisasi urine (sampai pH 8) dan diuresis saline.
Kontraindikasi diuresis: edema otak/paru, gagal ginjal
k. 50-150 mmol bikarbonat (+ kalium) yang ditambahkan pada 1 lt
cairan infus saline-dekstrose dengan kecepatan 2-6 cc/kgBB/jam
l. Monitor kadar elektrolit, calcium, asam-basa, pH urine, dan balans
cairan
m. Hemodialisis dilakukan pada intoksikasi berat (kadar salisilat
mendekati/>100 mg/dl setelah overdosis akut, atau bila ditemukan
kontraindikasi/kegagalan prosedur di atas.
2. Perawatan suportif
Tujuan dari terapi suportif adalah adalah untuk mempertahankan
homeostasis fisiologis sampai terjadi detoksifikasi lengkap, dan untuk
mencegah serta mengobati komplikasi sekunder seperti aspirasi, ulkus
dekubitus, edema otak & paru, pneumonia, rhabdomiolisis, gagak
ginjal, sepsis, penyakit thromboembolik, dan disfungsi organ
menyeluruh akibat hipoksia atau syok berkepanjangan. Indikasi untuk
perawatan di ICU adalah sebagai berikut:
a. Penderita keracunan berat (koma, depresi nafas, hipotensi,
abnormalitas konduksi jantung, aritmia jantung, hipo/hipertermi,
kejang)
b. Penderita yang perlu monitoring ketat, antidot, maupun terapi
percepatan eliminasi racun
c. Penderita dengan kemunduran klinis progresif
d. Penderita dengan penyakit dasar yang signifikan
4. Terapi kardiovaskuler
5. Terapi SSP
Diuresis basa (pH urin >= 7,5 dan output urin 3-6 cc/kgBB/jam)
mempercepat eliminasi dari herbisida chlorphenoxyacetic acid,
klorpropamid, diflunisal, fluorida, metotreksat, fenobarbital,
sulfonamid, dan salisilat.
a. Pemberian antidot