Pemberian obat yang aman dan akurat adalah tanggung jawab penting bagi
seorang perawat. Meskipun obat menguntungkan, namun bukan berarti tanpa
reaksi yang merugikan. Sebagai seorang perawat harus mengetahui prinsip-
prinsip dalam pemberian obat secara aman yang dikenal dengan prinsip enam
benar.
Oral
Sublingual
Inhalasi
Rektal
Pervaginam
Perenteral
Topikal/lokal
Oral
Sublingual
Adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Tujuannya adalah
agar efek yang ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh darah di bawah
lidah merupakan pusat dari sakit. Kelebihan dari cara pemberian obat dengan
sublingual adalah efek obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada
saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari.
Inhalasi
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui saluran pernafasan. Kelebihan
dari pemberian obat dengan cara inhalasi adalah absorpsi terjadi cepat dan
homogen, kadar obat dapat terkontrol, terhindar dari efek lintas pertama dan
dapat diberikan langsung kepada bronkus. Untuk obat yang diberikan dengan
cara inhalasi dalam bentuk gas atau uap yang akan diabsorpsi dengan cepat
melalui alveoli paru-paru serta membran mukosa pada saluran pernapasan.
Rektal
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui dubur atau anus. Maksudnya
adalah mempercepat kerja obat serta bersifat lokal dan sistematik.
Pervaginam
Untuk obat ini bentuknya hampir sama atau menyerupai obat yang diberikan
secara rektal, hanya saja dimasukan ke dalam vagina.
Parenteral
Adalah obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui
saluran pencernaan) tetapi langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan
injeksi atau suntikan. Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasaran.
Kelebihannya bisa untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah dan tidak
kooperatif. Akan tetapi cara pemberian obat dengan cara ini kurang aman
karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika
terjadi kesalahan.
a.Intravena (IV)
b.Intramuskular (IM)
c.Subkutan (SC)
Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus dalam setiap tahun, meskipun hanya
sedikit yang fatal. Sebagian kematian disebabkan oleh bunuh diri dengan
mengkonsumsi obat secara overdosis oleh remaja maupun orang dewasa. Kematian
pada anak akibat mengkonsumsi obat atau produk rumah tangga yang toksik telah
berkurang secara nyata dalam 20 tahun terakhir, sebagai hasil dari kemasan yang
aman dan pendidikan yang efektif untuk pencegahan keracunan.
Keracunan tidak akan menjadi fatal jika korban mendapat perawatan medis
yang cepat dan perawatan suportif yang baik. Pengelolaan yang tepat, baik dan hati-
hati pada korban yang keracunan menjadi titik penting dalam menangani korban.
DEFINISI DAN ISTILAH DALAM TOKSIKOLOGI
Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang efek merugikan berbagai
bahan kimia dan fisik pada semua sistem kehidupan. Dalam istilah kedokteran,
toksikologi didefinisikan sebagai efek merugikan pada manusia akibat paparan
bermacam obat dan unsur kimia lain serta penjelasan keamanan atau bahaya yang
berkaitan dengan penggunaan obat dan bahan kimia tersebut. Toksikologi sendiri
berhubungan dengan farmakologi, karena perbedaan fundamental hanya terletak
pada penggunaan dosis yang besar dalam eksperimen toksikologi. Setiap zat kimia
pada dasarnya adalah racun, dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara
pemberian. Salah satu pernyataan Paracelsus menyebutkan “semua substansi
adalah racun; tiada yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan racun dari
obat”. Pada tahun 1564 Paracelsus telah meletakkan dasar penilaian toksikologis
dengan mengatakan, bahwa dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun
(dosis sola facit venenum). Pernyataan Paracelcus tersebut sampai saat ini masih
relevan. Sekarang dikenal banyak faktor yang menyebabkan keracunan, namun dosis
tetap merupakan faktor utama yang paling penting.
Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai
kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri. Istilah toksisitas
merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada
jumlah unsur kimia yang terabsopsi. Sedangkan istilah bahaya (hazard) adalah
kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu situasi atau tempat tertentu; kondisi
penggunaan dan kondisi paparan menjadi pertimbangan utama. Untuk menentukan
bahaya, perlu diketahui dengan baik sifat bawaan toksisitas unsur dan besar paparan
yang diterima individu. Manusia dapat dengan aman menggunakan unsur berpotensi
toksik jika menaati kondisi yang dibuat guna meminimalkan absopsi unsur tersebut.
Risiko didefinisikan sebagai kekerapan kejadian yang diprediksi dari suatu efek yang
tidak diinginkan akibat paparan berbagai bahan kimia atau fisik.
Istilah toksikokinetik merujuk pada absopsi, distribusi, ekskresi dan metabolisme
toksin, dosis toksin dari bahan terapeutik dan berbagai metabolitnya. Sedangkan
istilah toksikodinamik digunakan untuk merujuk berbagai efek kerusakan unsur
tersebut pada fungsi fital.
ETIOLOGI
Pada dasarnya tidak ada batas yang tegas tentang penyebab dari keracunan
berbagai macam obat dan zat kimia, karena praktis setiap zat kimia mungkin menjadi
penyebabnya. Secara ringkas klasifikasi keracunan sebagai berikut:
Menurut cara terjadinya
1. Self poisoning
Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis berlebihan tetapi dengan
pengetahuan bahwa dosis ini tidak membahayakan. Self poisoning biasanya terjadi
karena kekurang hati-hatian dalam penggunaan. Kasus ini bisa terjadi pada remaja
yang ingin coba-coba menggunakan obat, tanpa disadari bahwa tindakan ini dapat
membahayakan dirinya.
2. Attempted poisoning
Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan
kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis.
3. Accidental poisoning
Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama
sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya
memasukkan segala benda ke dalam mulut.
4. Homicidal piosoning
Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni
seseorang.
Menurut waktu terjadinya keracunan
1. Keracunan kronis
Diagnosis keracunan ini sulit dibuat, karena gejala timbul perlahan dan lama sesudah
pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah pemajanan berkali-kali dalam dosis
yang relatif kecil.
2. Keracunan akut
Keracunan jenis ini lebih mudah dipahami, karena biasanya terjadi secara mendadak
setelah makan atau terkena sesuatu. Selain itu keracunan jenis ini biasanya terjadi
pada banyak orang (misal keracunan makanan, dapat mengenai seluruh anggota
keluarga atau bahkan seluruh warga kampung). Pada keracunan akut biasanya
mempunyai gejala hampir sama dengan sindrom penyakit, oleh karena itu harus
diingat adanya kemungkinan keracunan pada sakit mendadak.
Menurut alat tubuh yang terkena
Keracunan digolongkan menurut organ tubuh yang terkena, misal racun pada SSP,
racun jantung, racun hati, racun ginjal dan sebagainya. Suatu organ cenderung
dipengaruhi oleh banyak obat, sebaliknya jarang terdapat obat yang
mempengaruhi /mengenai satu organ saja.
Menurut jenis bahan kimia
1. Alkohol
2. Fenol
3. Logam berat
4. Organofosfor
Pengklasifikasian bahan toksik yang menjadi penyebab keracunan adalah sebagai
berikut:
Menurut keadaan fisik : gas, cair, debu
Menurut ketentuan label : eksplosif, mudah terbakar, oksidizer
Menurut struktur kimiawi : aromatik, halogenated, hidrokarbon, nitrosamin
Menurut potensi toksik : super toksik, sangat toksik sekali, sangat toksik, toksik,
agak toksik
METODE KONTAK DENGAN RACUN
Jalur masuk bahan kimia ke dalam tubuh berbeda menurut situasi paparan. Metode
kontak dengan racun melalui cara berikut:
Tertelan
Efeknya bisa lokal pada saluran cerna dan bisa juga sistemik. Contoh kasus: overdosis
obat, pestisida
Topikal (melalui kulit)
Efeknya iritasi lokal, tapi bisa berakibat keracunan sistemik. Kasus ini biasanya terjadi
di tempat industri. Contoh: soda kaustik, pestida organofosfat
Topikal (melalui mata)
Efek spesifiknya pada mata dan bisa menyebabkan iritasi lokal. Contoh : asam dan
basa, atropin
Inhalasi
Iritasi pada saluran nafas atas dan bawah, bisa berefek pada absopsi dan keracunan
sistemik. Keracunan melalui inhalasi juga banyak terjadi di tempat-tempat
industri. Contoh : atropin, gas klorin, CO (karbon monoksida)
Injeksi
Efek sistemik, iritasi lokal dan bisa menyebabkan nekrosis. Masuk ke dalam tubuh
bisa melalui intravena, intramuskular, intrakutan maupun intradermal.
EFEK TOKSIK
Penilaian keamanan suatu obat atau zat kimia merupakan bagian penting dalam
toksikologi, karena setiap zat kimia yang baru akan digunakan harus diuji toksisitas
dan keamanannya. Seabelum suatu obat dapat digunakan untuk indikasi tertentu,
harus diketahui dulu efek apa yang akan terjadi terhadap semua organ tubuh yang
sehat. Jarang obat yang hanya mempunyai satu jenis efek, hampir semua obat
mempunyai efek tambahan dan mampu mempengaruhi berbagai macam organ dan
fungsi fital. Efek yang menonjol, biasanya merupakan pegangan dalam menentukan
penggunaan, sedangkan perubahan lain merupakan efek samping yang bahkan bisa
menyebabkan toksik. Biasanya reaksi toksik merupakan kelanjutan dari efek
farmakodinamik. Karena itu, gejala toksik merupakan efek farmakodinamik yang
berlebihan.
Reaksi toksik berbeda secara kualitatif, tergantung durasi paparan. Paparan
tunggal atau paparan berulang yang berlangsung kurang dari 14 hari disebut paparan
akut. Paparan yang terjadi kurang dari 14 hari merupakan paparan sub-akut. Paparan
sub-kronis bila terpapar selama 3 bulan dan disebut paparan kronis bila terpapar
secara terus-menerus selama lebih dari 90 hari. Efek toksik pada paparan kronis
dapat tidak dikenali sampai setelah paparan terjadi berulang kali.
Kemunculan efek toksik sesudah paparan akut dapat terjadi secara cepat
maupun terjadi setelah interval tertentu. Efek yang seperti ini disebut sebagai delayed
toxicity (toksisitas tertunda). Adapun efek berbahaya yang timbul akibat kontak
dengan konsentrasi rendah bahan kimia dalam jangka waktu lama disebut low level,
long term-exposure (paparan jangka lama, tingkat rendah). Efek berbahaya, baik
akibat paparan akut maupun kronis, dapat bersifat reversibel maupun ireversibel.
Riversibilitas relatif efek toksik tergantung daya sembuh organ yang terkena.
Manusia bisa melakukan kontak dengan beberapa bahan kimia berbeda secara
bersamaan ataupun sekuensial. Efek biologis akibat paparan campuran beberapa
bahan dapat digolongkan sebagai adiktif, sinergitik, potensiasi, antagonistik dan
toleransi. Pada potensiasi, satu dari dua bahan tidak menimbulkan toksik, namun
ketika terjadi paparan kedua bahan tersebut, efek toksik dari bahan yang aktif akan
meningkat. Kondisi sinergistik dua bahan yang mempunyai sifat toksik sama atau
salah satu bahan memperkuat bahan yang lain, maka efek toksik yang dihasilkan lebih
bahaya. Antagonistik merupakan dua bahan toksik yang mempunyai kerja
berlawanan, toksik yang dihasilkan rendah/ringan. Toleransi merupakan keadaan
yang ditandai oleh menurunnya reaksi terhadap efek toksik suatu bahan kimia
tertentu. Biasanya efek toksik campuran bahan kimia bersifat aditif.
INDEK TERAPEUTIK
Indek terapeutik adalah rasio antara dosis toksik dan dosis efektif. Indek ini
menggambarkan keamanan relatif sebuah obat pada pengunaan biasa. Indeks
terapeutik suatu dosis diperlukan, karena terapi yang dijalankan dapat menimbulkan
efek. Diperkirakan sebagai rasio LD 50 (dosis letal pada 50 % kasus) terhadap ED 50
(dosis efektif pada 50% kasus). Dalam praktik, sebuah substansi dikatakan memiliki
indeks terapeutik “tinggi” atau “rendah”. Penggunaan terapi obat sebaiknya
mempunyai ED yang lebih besar daripada LD. Obat yang mempunyai indek terapeutik
lebar biasanya tidak memerlukan pemantauan obat terapeutik. Pemantauan obat
terapeutik biasanya dilakukan pada obat yang mempunyai indek terapeutik
sempit. Tujuan dari pemantauan obat terapeutik adalah:
Mengevaluasi kepatuhan klien terhadap terapi yang diberikan
Untuk mengetahui apakah obat lain sudah mengubah konsentrasi obat
Untuk menentukan respon tidak efektif terhadap obat tertentu
Untuk menentukan kadar obat dalam serum apabila dosis obat diubah.
Setiap zat kimia, bila diberikan dengan dosis yang cukup besar akan
menimbulkan gejala-gejala toksis. Gejala-gejala ini pertama-tama harus ditentukan
pada hewan coba melalui penelitian toksisitas akut dan subkronik. Penelitian
toksisitas akut diutamakan untuk mencari efek toksik, sedangkan penelitian toksisitas
kronik untuk menguji keamanan obat. Penilaian keamanan obat dapat dilalukan
melalui tahapan berikut:
Menentukan LD 50
Melakukan percobaan toksisitas akut dan kronik untuk menentukan no effect level
Melakukan percobaan karsinogenisitas, teratogenesis dan mutagenisitas.
PENATALAKSANAAN DAN IMPLIKASI KEPERAWATAN
Orang sering menghubungkan racun dengan antidotnya, padahal sebenarnya
hanya ada sedikit antidot spesifik. Penanganan yang tepat dan hati-hati akan
mencegah kondisi korban menjadi lebih fatal. Seorang perawat dalam menangani
kasus keracunan ini bisa berperan dalam proses pengkajian, perencanaan,
implementasi sampai evaluasi. Pada pengelolaan pasien keracunan yang paling
penting adalah penilaian klinis, meskipun sebab keracunan belum diketahui. Hal ini
disebabkan karena pengobatan simtomatis sudah dapat dilakukan terhadap gejala-
gejalanya. Diantaranya yang sangat penting pada permulaan keracunan adalah
penilaian kesadaran dan respirasi. Kesadaran merupakan petunjuk penting tentang
beratnya keracunan. Tingkat kesadaran dalam toksikologi dapat dibagi menjadi 4
tingkat, yaitu:
Tingkat I : penderita ngantuk tapi mudah diajak bicara
Tingkat II : penderita dalam keadaaan sopor, dapat dibangunkan dengan rangsang
minimal, misalnya bicara keras-keras atau menggoyang lengan
Tingkat III : penderita dalam keadaan soporokoma, hanya dapat bereaksi dengan
rangsang maksimal, yaitu dengan menggosok sternum dengan kepalan tangan.
Tingkat IV : penderita dalam keadaan koma, tidak ada reaksi sedikitpun terhadap
rangsang maksimal.
Rencana tindakan untuk pasien keracunan meliputi:
Stabilisasi
Perawatan pasien keracunan diarahkan untuk stabilisasi masalah-masalah mendesak
jalan nafas yang mengancam hidup, pernafasan dan sirkulasi. Langkah-langkah
stabilisasi adalah sebagai berikut:
1. Kaji dan tangani jalan nafas
2. Kaji dan kontrol perdarahan. Cegah dan tangani syok dengan pemberian produk
darah jika perlu.
3. Kaji terhadap adanya cidera yang berkaitan dengan proses penyakit lain
4. Kaji, tetapkan, tangani status asam basa dan elektrolit.
5. Kaji status jantung
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan singkat, dengan penekanan pada wilayah-wilayah
yang mungkin memberi petunjuk ke arah diagnosis toksikologi, meliputi:
1. Tanda-tanda vital
Evaluasi yang teliti terhadap tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, nadi,
pernafasan, suhu dan tingkat kesadaran.
2. Mata
Mata merupakan sumber informasi yang penting untuk toksikologis, karena beberapa
kasus toksikologis menyebabkan perubahan pada mata. Tetapi dalam menentukan
prognosis keracunan gejala ini tidak bisa dijadikan pegangan.
3. Mulut
Mulut mungkin menunjukkan tanda-tanda terbakar yang disebabkan oleh unsur
korosif atau mungkin menunjukkan bekas tertentu yang menjadi cirikas dari suatu
bahan toksik.
4. Kulit
Kulit sering menunjukkan adanya kemerahan atau keluar keringat yang berlebihan.
5. Abdomen
Pemeriksaan abdomen bisa menunjukkan adanya ileus, bising usus yang hiperaktif,
dan kejang abdomen. Perubahan bising usus biasanya menyertai perubahan tingkat
kesadaran. Pada kesadaran tingkat III biasanya bising usus negatif, dan pada tingkat
IV selalu negatif, sehingga pemeriksaan ini bisa dipakai untuk mencocokkan tingkat
kesadaran, misalnya pada orang yang bersimulasi.
6. Sistem saraf
Seizure fokal atau defisit motorik menunjukkan adanya lesi struktural daripada toksik
atau ensefalopati metabolik.
Pada intinya penanganan awal pada kasus keracunan adalah menangani
masalah ABC, bukan mencari penyebab keracunannya apa, baru setelah kondisi stabil
dicari penyebab keracunan.
Riwayat umum
Setelah pasien berhasil distabilkan, upaya-upaya untuk mendapatkan riwayat
pemajanan bisa dilakukan. Riwayat tersebut bisa diperoleh dari pasien sendiri, angota
keluarga, teman-teman, para penyelamat dan saksi. Hal terpenting adalah
mengidentifikasi bahan toksik, jumlah dan waktu pemajanan, alergi atau penyakit
yang mendasari, dan apakah tindakan pertolongan pertama yang telah dilakukan.
Identifikasi keberadaan sindrom toksik
Adanya sindrom toksik dapat membantu menegakkan diagnosa banding dengan
mengusulkan berdasarkan kelas dari racun yang mungkin mengenai korban. Lima
sindrom toksik yang sering muncul adalah sebagai berikut:
1. Kolinergik
Gejala : tanda vital menurun, salivasi berlebihan, lakrimasi, urinasi, emesis dan
diaforesis, depresi sistem saraf, bradikardi, kejang.
Penyebab : insektisida organofosfat dan karbamat, beberapa jamur
2. Opiat/hipnotik sedatif
Gejala : TTV menurun, koma, depresi pernafasan, miosis, hipotensi, bradikardi,
penurunan bising usus, edema pulmonal.
Penyebab : narkotik, benzodiazepam, barbiturat, etanol, klonidin
3. Antikolinergik
Gejala : delirium, kering, ruam kulit, pupil melebar, suhu tinggi, retensi urine, bising
usus menurun, takikardi, kejang
Penyebab ; antihistamin, atropin, agen antidepresan, beberapa tanaman jamur
4. Simpatomimetik
Gejala : delusi, paranoia, takikardia, hipertensi, midriasis, kejang
Penyebab : kokain, teofilin, kafein, amfetamin, fenipropanolamin
5. Gejala putus obat
Gejala : diare, midriasis, takikardia, halusinasi, kram
Penyebab : alkohol, barbiturat, narkotik, benzodiazepin
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus keracunan dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:
Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan tingkat lanjut
OBAT SYARAF
Susunan saraf pusat berkaitan dengan sistem saraf manusia yang merupakan suatu jaringan
saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Fungsi
sistem saraf antara lain : mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara
individu dengan lingkungan sekitarnya. Stimulan sistem saraf pusat (SSP) adalah obat yang
dapat merangsang serebrum medula dan sumsum tulang belakang. Stimulasi daerah korteks
otak-depan oleh se-nyawa stimulan SSP akan meningkatkan kewaspadaan, pengurangan
kelelahan pikiran dan semangat bertambah. Contoh senyawa stimulan SSP yaitu kafein dan
amfetamin Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral dan sistem saraf
tepi (SST). Pada sistem syaraf pusat, rangsang seperti sakit, panas, rasa, cahaya, dan suara
mula-mula diterima oleh reseptor, kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang
belakang. Rasa sakit disebabkan oleh perangsangan rasa sakit diotak besar. Sedangkan
analgetik narkotik menekan reaksi emosional yang ditimbulkan rasa sakit tersebut. Sistem
syaraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang tidak spesifik, misalnya
sedatif hipnotik. Obat yang dapat merangsang SSP disebut analeptika. Obat – obat yang
bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek farmakodinamiknya dibagi atas dua
golongan besar yaitu : • merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak
langsung merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya.
•menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak lansung memblokir
proses proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan saraf- sarafnya. Obat
yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat luas (merangsang
atau menghambat secara spesifik atau secara umum). Kelompok obat memperlihatkan
selektifitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik khusus mempengaruhi pusat pengatur
suhu pusat nyeri tanpa pengaruh jelas. B. Klasifikasi Sistem Saraf Pusat Obat yang bekerja
terhadap SSP dapat dibagi dalam beberapa golongan besar, yaitu: 1. Psikofarmaka
(psikotropika), yang meliputi Psikoleptika (menekan atau menghambat fungsi-fungsi tertentu
dari SSP seperti hipnotika, sedativa dan tranquillizers, dan antipsikotika); Psiko-analeptika
(menstimulasi seluruh SSP, yakni antidepresiva dan psikostimulansia (wekamin)). 2. Untuk
gangguan neurologis, seperti antiepileptika, MS (multiple sclerosis), dan penyakit Parkinson.
3. Jenis yang memblokir perasaan sakit: analgetika, anestetika umum, dan lokal. 4. Jenis obat
vertigo dan obat migrain (Tjay, 2002). Umumnya semua obat yang bekerja pada SSP
menimbulkan efeknya dengan mengubah sejumlah tahapan dalam hantaran kimia sinap
(tergantung kerja transmitter C. OBAT PERANGSANG SISTEM SARAF PUSAT Obat
Perangsang Sistem Saraf Pusat antara lain : 1. AMFETAMIN Indikasi : untuk narkolepsi,
gangguan penurunan perhatian Efek samping : Euforia dan kesiagaan, tidak dapat tidur,
gelisah, tremor, iritabilitas dan beberapa masalah kardiovaskuler (Tachicardia, palpitasi,
aritmia, dll) Farmakokinetik : waktu paruh 4-30 jam, diekskresikan lebih cepat pada urin
asam daripada urin basa Reaksi yang merugikan : menimbulkan efek- efek yang buruk pada
sistem saraf pusat, kardiovaskuler, gastroinstestinal, dan endokrin. dosis : Dewasa : 5-20 mg
Anak > 6 th : 2,5-5 mg/hari 2. METILFENIDAT Indikasi : pengobatan depresi mental,
pengobatan keracunan depresan SSP, syndrom hiperkinetik pada anak Efek samping :
insomnia, mual, iritabilitas, nyeri abdomen, nyeri kepala, Tachicardia Kontraindikasi :
hipertiroidisme, penyakit ginjal. Farmakokinetik : diabsorbsikan melalui saluran cerna dan
diekskresikan melalui urin, dan waktu paruh plasma antara 1-2 jam Farmakodinamik : mula-
mula :0,5 – 1 jam P : 1 – 3 jam, L : 4-8 jam. Reaksi yang merugikan : takikardia, palpitasi,
meningkatkan hiperaktivitas. dosis pemberian : Anak : 0.25 mg/kgBB/hr Dewasa : 10 mg
3x/hr 3. KAFEIN Indikasi : menghilangkan rasa kantuk, menimbulkan daya pikir yang cepat,
perangsang pusat pernafasan dan fasomotor, untuk merangsang pernafasan pada apnea bayi
prematur Efek samping : sukar tidur, gelisah, tremor, tachicardia, pernafasan lebih cepat
Kontraindikasi : diabetes, kegemukan, hiperlipidemia, gangguan migren, sering gelisah
(anxious) Farmakokinetik : kafein didistribusikan keseluruh tubuh dan diabsorbsikan
dengan cepat setelah pemberian, waktu paruh 3-7 jam, diekskresikan melalui urin Reaksi
yang merugikan : dalam jumlah yang lebih dari 500 mg akan mempengaruhi SSP dan
jantung. Dosis pemberian : apnea pada bayi : 2.5-5 mg/kgBB/hr, keracunan obat depresan :
0.5-1 gr kafein Na-Benzoat (Intramuskuler) 4. NIKETAMID Indikasi : merangsang pusat
pernafasan Efek samping : pada dosis berlebihan menimbulkan kejang Farmakokinetik :
diabsorbsi dari segala tempat pemberian tapi lebih efektif dari IV Dosis : 1-3 ml untuk
perangsang pernafasan 5. DOKSAPRAM Indikasi : perangsang pernafasan Efek samping :
hipertensi, tachicardia, aritmia, otot kaku, muntah Farmakokinetik : mempunyai masa kerja
singkat dalam SSP Dosis : 0.5-1.5 mg/kgBB secara IV D. JENIS OBAT –OBAT SISTEM
SARAF PUSAT DAN MEKANISME KERJANYA 1. Obat Anestetik : Obat anestetik adalah
obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacan-macam tindakan
operasi. a. Anestetik Lokal : Obat yang merintangi secara reversible penerusan impuls-impuls
syaraf ke SSP (susunan syaraf pusat) pada kegunaan lokal dengan demikian dapat
menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin. Penggunaan Anestetik lokal
umumnya digunakan secara parenteral misalnya pembedahan kecil dimana pemakaian
anestetik umum tidak dibutuhkan. Anestetik local dibagi menjadi 3 jenis : - anestetik
permukaan, digunakan secara local untu melawan rasa nyeri dan gatal, misalnya larutan atau
tablet hisap untuk menghilangkan rasa nyeri di mulut atau leher, tetes mata untuk mengukur
tekana okuler mata atau mengeluarkan benda asing di mata, salep untuk menghilangkan rasa
nyeri akibat luka bakar dan suppositoria untuk penderita ambient/ wasir. - Anestetik
filtrasi yaitu suntikan yang diberikan ditempat yang dibius ujung-ujung sarafnya, misalnya
pada daerah kulit dan gusi - Anestetik blok atau penyaluran saraf yaitu dengan
penyuntikan disuatu tempat dimana banyak saraf terkumpul sehingga mencapai daerah
anestesi yang luas misalnya pada pergelangan tangan atau kaki. Obat – obat anestetik local
umumnya yang dipakai adalah garam kloridanya yang mudah larut dalam air. Persyaratan
anestetik local Anestetik local dikatakan ideal apabila memiliki beberapa persyaratan sebagai
berikut : Ø tidak merangsang jaringan Ø tidak mengakibatkan kerusakan permanen
terhadap susunan saraf sentral Ø toksisitas sistemis rendah Ø efektif pada penyuntikan dan
penggunaan local Ø mula kerja dan daya kerjanya singkat untuk jangka waktu cukup lama Ø
larut dalam air dengan menghasilakan larutan yang stabil dan tahan pemanasan Efek
samping Eek samping dari pengguna anestetik local terjadi akibat khasiat dari
kardiodepresifnya ( menekan fungsi jantung ), mengakibatkan hipersensitasi berupa
dermatitis alergi. Penggolongan Secara kimiawi anestetik local dibagi 3 kelompok yaitu : Ø
Senyawa ester, contohnya prokain, benzokain, buvakain, tetrakain, dan oksibuproka Ø
Senyawa amida, contohnya lidokain, mepivikain, bupivikain,, cinchokain dll. Ø Semua
kokain, semua obat tersebut diatas dibuat sintesis. Sediaan, indikasi, kontra indikasi dan efek
samping Ø Bupivikain Indikasi : anestetik local Ø Etil klorida Indikasi : anestetik
local Efek samping : menekan pernafasan, gelisah dan mual Ø Lidokain Indikasi :
anestesi filtrasi dan anestesi permukaan, antiaritmia Efek samping : mengantuk Ø Benzokain
Indikasi : anestesi permukaan dan menghilangkan rasa nyeri dan gatal Ø Prokain
( novokain ) Indikasi : anestesi filtrasi dan permukaan Efek samping : hipersensitasi Ø
Tetrakain Indikasi : anestesi filtrasi Ø Benzilalkohol Indikasi : menghilangkan rasa
gatal, sengatan matahari dan gigi Kontra indikasi : insufiensi sirkulasi jantung dan hipertensi
Efek samping: menekan pernafasan b). Anestetika Umum : Obat yang dapat menimbulkan
suatu keadaan depresi pada pusat-pusat syaraf tertentu yang bersifat reversible, dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Beberapa syarat penting yang harus dipenuhi
oleh suatu anestetik umum : Ø berbau enak dan tidak merangsang selaput lender Ø mula
kerja cepat tanpa efek samping Ø sadar kembalinya tanpa kejang Ø berkhasiat analgetik
baik dengan melemaskan otot-otot seluruhnya Ø Tidak menambah pendarahan kapiler
selama waktu pembedahan Efek samping Hampir semua anestetik inhalasi mengakibatkan
sejumlah efek samping yang terpenting diantaranya adalah : Ø Menekan pernafasa, paling
kecil pada N2O, eter dan trikloretiken Ø Mengurangi kontraksi jantung, terutama haloten
dan metoksifluran yang paling ringan pada eter Ø Merusak hati, oleh karena sudah tidak
digunakan lagi seperti senyawa klor Ø Merusak ginjal, khususnya metoksifluran
Penggolongan Menurut penggunaannya anestetik umum digolongkan menjadi 2 yaitu: Ø
Anestetik injeksi, contohnya diazepam, barbital ultra short acting ( thiopental dan
heksobarbital ) Ø Anestetik inhalasi diberikan sebagai uap melalui saluran pernafasan.
Contohnya eter, dll. Sediaan, indikasi, kontra indikasi dan efek samping Ø Dinitrogen
monoksida Indikasi : anestesi inhalasi Ø Enfluran Indikasi : anestesi inhalasi ( untuk
pasien yang tidak tahan eter) Efek samping : menekan pernafasan, gelisah, dan mual Ø
Halotan Indikasi :anestesi inhalasi Efek samping : menekan pernafasan, aritmia, dan
hipotensi Ø Droperidol Indikasi : anestesi inhalasi Ø Eter Indikasi : anestesi
inhalasi Efek samping : merangsang mukosa saluran pernafasan Ø Ketamin hidroklorida
Indikasi : anestesi inhalasi Efek samping : menekan pernafasan (dosis tinggi ),
halusinasi dan tekanan darah naik. Ø Tiopental Indikasi : anestesi injeksi pada
pembedahan kecil seperti di mulut Kontra indikasi : insufiensi sirkulasi jantung dan
hipertensi Efek samping : menekan pernafasan 2. Obat Hipnotik dan Sedatif Hipnotik
atau obat tidur berasal dari kata hynops yang berarti tidur, adalah obat yang diberikan malam
hari dalam dosis terapi dapat mempertinggi keinginan tubuh normal untuk tidur,
mempermudah atu menyebabkan tidur. Sedangkan sedative adalah obat obat yang
menimbulkan depresi ringan pada SSP tanpa menyebabkan tidur, dengan efek menenangkan
dan mencegah kejang-kejang. Yang termasuk golongan obat sedative-hipnotik adalah:
Ethanol (alcohol),Barbiturate,fenobarbital,Benzodiazepam, methaqualon. a. Insomnia
dan pengobatannya Insomnia atau tidak bisa tidur dapat disebabkan oleh factor-faktor
seperti : batuk,rasa nyeri, sesak nafas, gangguan emosi, ketegangan, kecemasan, ataupun
depresi. Factor penyebab ini harus dihilangkan dengan obat-obatan yang sesuai
seperti:Antussiva, anelgetik, obat-obat vasilidator, anti depresiva, sedative atau tranquilizer.
1) Persyaratan obat tidur yang ideal Ø Menimbulkan suatu keadaan yang sama dengan
tidur normal Ø Jika terjadi kelebihan dosis, pengaruh terhadap fungsi lain dari system saraf
pusat maupun organ lainnya yang kecil. Ø Tidak tertimbun dalam tubuh Ø Tidak
menyebabkan kerja ikutan yang negative pada keesokan harinya Ø Tidak kehilangan
khasiatnya pada penggunaan jangka panjang 2) Efek samping Kebanyakan obat tidur
memberikan efek samping umum yng mirip dengan morfin antara lain: Ø Depresi
pernafasan, terutama pada dosis tinggi, contihnya flurazepam, kloralhidrat, dan paraldehida.
Ø Tekanan darah menurun, contohnya golongan barbiturate. Ø Hang-over, yaitu efek sisa
pada keesokan harinya seperti mual, perasaan ringan di kepala dan pikiran kacau, contohnya
golongan benzodiazepine dan barbiturat. Ø Berakumulasi di jaringan lemak karena
umumnya hipnotik bersifat lipofil. 3) Penggolongan Secara kimiawi, obat-obat hipnotik
digolongkan sebagai berikut : Ø Golongan barbiturate, seperti fenobarbital, butobarbital,
siklobarbital, heksobarbital,dll. Ø Golongan benzodiazepine, seperti flurazepam, nitrazepam,
flunitrazepam dan triazolam. Ø Golongan alcohol dan aldehida, seperti klralhidrat dan
turunannya serta paraldehida. Ø Golongan bromide, seperti garam bromide ( kalium,
natrium, dan ammonium ) dan turunan ure seperti karbromal dan bromisoval. Ø Golongan
lain, seperti senyawa piperindindion (glutetimida ) dan metaqualon. 4) Obat generik,
indikasi, kontra indikasi, dan efek samping Ø Diazepam Indikasi : hipnotika dan
sedative, anti konvulsi, relaksasi, relaksasi otot dan anti ansietas (obat epilepsi). Ø
Nitrazepam Indikasi : seperti indikasi diazepam Efek samping : pada pengguanaan lama
terjadi kumulasi dengan efek sisa (hang over ), gangguan koordinasi dan melantur. Ø
Flunitrazepam Indikasi : hipnotik, sedatif, anestetik premedikasi operasi. Efek samping :
amnesia (hilang ingatan ) Ø Kloral hidrat Indikasi : hipnotika dan sedative Efek samping:
merusak mukosa lambung usus dan ketagihan Ø Luminal Indikasi : sedative, epilepsy,
tetanus, dan keracunan strikhnin. 3. Obat Psikofarmaka / psikotropik Obat
psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan
mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, dan digunakan untuk terapi
gangguan psikiatrik. Di bagi mejnjadi 3 a. Obat yang menekankan fungsi psikis terhadap
susunan saraf pusat Neuroleptika yaitu obat yang berkerja sebagai anti psikotis dan
sedative yang dikenal dengan Mayor Tranquilizer. Neuroleptika mempunyai beberapaa
khasiat : Ø Anti psikotika, yaitu dapat meredakan emosi dan agresi, mengurangi atau
menghilangkan halusinasi, mengembalikan kelakuan abnormal dan schizophrenia. Ø
Sedative yaitu menghilangkan rasa bimbang, takut dan gelisah, contoh tioridazina. Ø Anti
emetika, yaitu merintangi neorotransmiter ke pusat muntah, contoh proklorperezin. Ø
Analgetika yaitu menekan ambang rasa nyeri, contoh haloperidinol. 1)Efek samping Ø Gejala
ekstrapiramidal yaitu kejang muka, tremor dan kaku anggota gerak karena disebabkan
kekurangan kadar dopamine dalam otak. Ø Sedative disebabkan efek anti histamine antara
lain mengantuk,lelah dan pikiran keruh. Ø Diskenesiatarda, yaitu gerakan tidak sengaja
terutama pada otot muka (bibir, dan rahang ) Ø Hipotensi, disebabkan adanya blockade
reseptor alfa adrenergic dan vasolidasi. Ø Efek anti kolinergik dengan cirri-ciri mulut kering,
obstipasi dan gangguan penglihatan. Ø Efek anti serotonin menyebabkan gemuk karena
menstimulasi nafsu makan Ø Galaktore yaitu meluapnya ASI karena menstimulasi produksi
ASI secara berlebihan. b. Ataraktika/ anksiolitika yaitu obat yang bekerja sedative,
relaksasi otot dan anti konvulsi yang digunakan pada gangguan akibat gelisah/ cemas, takut,
stress dan gangguan tidur, dikenal dengan Minor Tranquilizer. Penggolongan obat-obat
ataraktika dibagi menjadi 2 yaitu : Ø Derivat Benzodiazepin Ø Kelompok lain, contohnya :
benzoktamin, hidrosizin dan meprobramat. Obat yang menstimulasi fungsi psikis terhadap
susunan saraf pusat, dibagi 2: Ø Anti Depresiva, dibagi menjadi thimoleptika yaitu obat yang
dapat melawan melankolia dan memperbaiki suasana jiwa serta thimeritika yaitu
menghilangkan inaktivitas fisik dan mental tanpa memperbaiki suasana jiwa. Secara umum
anti depresiva dapat memperbaiki suasana jiwa dan dapat menghilangkan gejala-gejala
murum dan putus asa. Obat ini terutama digunakan pada keadaan depresi, panic dan fobia.
1) Anti depresiva dibagi dalam 2 golongan : a) Anti depresiva generasi pertama,
seringkali disebut anti depresiva trisiklis dengan efek samping gangguan pada system otonom
dan jantung. Contohnya imipramin dan amitriptilin. b) Anti deprisiva generasi kedua,
tidak menyebabkan efek anti kolinergik dan gangguan jantung, contohnya meprotilin dan
mianserin. Ø Psikostimulansia yaitu obat yang dapat mempertinggi inisiatif, kewaspadaan
dan prestasi fisik dan mental dimana rasa letih dan kantuk ditangguhkan, memberikan rasa
nyaman dan kadang perasaan tidak nyaman tapi bukan depresi. Ø Obat yang mengacaukan
fungsi mental tertentu seperti zat-zat halusinasi, pikiran, dan impian/ khayal. 4. Obat
Antikonvulsan Obat mencegah & mengobati bangkitan epilepsi. Contoh : Diazepam,
Fenitoin,Fenobarbital, Karbamazepin, Klonazepam. 5. Obat Pelemas otot / muscle
relaxant obat yg mempengaruhi tonus otot
6. Obat Analgetik atau obat penghalang nyeri Obat atau zat-zat yang mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Sedangkan bila menurunkan
panas disebut Antipiretika.
ANTIHISTAMIN
ANTIHISTAMIN
Anti histamin adalah zat yang digunakan untuk mencegah atau menghambat kerja
histamin pada reseptornya. Histamin sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu histos
yang berarti jaringan, adalah autakoid yang berperan penting pada aktivitas organ
tubuh baik pada proses yang fisiologis maupun patologis.
Aktivitas blokade histamin pertama kali diketahui pada tahun 1937 oleh Bovet dan
Staub pada sebuah rangkaian amin dengan fungsi eter fenolik. Senyawa ini, 2-
isopropil-5-metilfenoksietildietilamin, melindungi babi guinea dari berbagai dosis
letal histamin, mengantagonisasi spasme berbagai otot polos yang diinduksi oleh
histamine, dan menurunkan gejala-gejala renjatan anafilaksis. Obat ini terlalu toksis
untuk penggunaan klinis, tetapi pada tahun 1944, Bovet dkk telah memperkenalkan
pirilamin maleat yang hingga saat ini masih menjadi salah satu antagonis histamin
yang efektif, Goodman and gilman’s selanjutnya diikuti perkembangan antihistamin di
Amerika yang bersifat kurang toksik seperti tripelenamin, difenhidramin dan
prometazin pada tahun 1945 dan 1946.wilkin
Antara akhir tahun 1980-an hingga 1990, mulai diperkenalkan suatu generasi baru
dari antihistamin 1 yang tidak menembus sawar otak untuk mengurangi efek sedasi
yang sering mengganggu. Antihistamin golongan ini sering disebut sebagai
antihistamin generasi kedua atau antihistamin non-sedasi. Wolverton Terfenadin dan
astemizole merupakan antihistamin generasi kedua yang pertama kali dikeluarkan,
namun pada beberapa penelitian di Amerika, terfenadin dan astemizol sudah ditarik
dari peredaran karena memiliki bahaya interaksi obat yang serius berupa
pemanjangan Q-T interval yang berhubungan dengan Torsades de pointes. Dengan
adanya efek kardiotoksik itu maka dikembangkan suatu antihistamin yang non-
kardiotoksik dan non-sedatif seperti desloratadin, levocetirizin dan fexofenadin
Fitzpatrick, Rook’s, Wolverton
Antagonis reseptor H2 pertama kali disintesa tahun 1969. Reseptor H2 terdapat pada
pembuluh darah, jantung, kulit dan lambung , sedangkan reseptor H3 pada manusia
diyakini terdapat dalam otak dan paru, tetapi tidak terdapat di kulit. Reseptor
histamin intraseluler dan reseptor H4 dilaporkan terdapat pada sel-sel dan jaringan
tubuh tetapi tidak terdapat di kulit. Fitzpatrick
Dalam bidang dermatologi, antihistamin secara luas telah digunakan sebagai terapi.
Sangatlah penting untuk mengetahui farmakologi antihistamin yang akan diberikan.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai klasifikasi, farmakologi, efek samping
maupun beberapa penggunaan klinis dari antihistamin terutama antihistamin (AH1)
baik klasik maupun non sedasi yang sering digunakan diantaranya klorfeniramin,
difenhidramin, hidroksizin, loratadin, cetirizin dan fexofenadin. Rook’s, Wilkin,
Katzung, Lippincot, Wolverton
HISTAMIN
ANTAGONIS HISTAMIN
Efek pelepasan histamin pada tubuh dapat dikurangi dengan beberapa cara :
1. Antagonis Fisiologis
Epinefrin, berlawanan kerja dengan histamin pada otot polos, namun reseptornya
berbeda
2. Pelepasan Inhibitor
· Reduksi degranulasi sel mast (pada reaksi hipersensitivitas)
Contoh : Cromolyn + Nedocromyl sebagai obat Asma
· Agonist β2 adrenoceptor
3. Antagonis Reseptor Histamin (Anti Histamin), bekerja secara kompetitif
memblokade histamin pada reseptor histamin.
1) Antagonis H1
Sering disebut juga antihistamin klasik, adalah senyawa yang dalam kadar rendah
dapat menghambat secara bersaing kerja histamine pada jaringan yang mengandung
reseptor H1. Digunakan untuk ; alergi, antiemetic, antimabuk, antiparkinson,
antibatuk, sedative, antipsikotik, dan anastesi setempat.
Hubungan struktur dan aktifitas antagonis H1
a) Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob dengan
ikatan reseptor H1.
b) Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom pada N pada ujung amin
tersier.
c) Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa
yang kurang efektif.
d) Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktifitas antihistamin optimal bila
jumlah atom C = 2 dan jarak antara pusat cincin aromatic dan N alifatik = 5 -6 A
e) Factor sterik juga mempengaruhi aktifitas antagonis H1
f) Efek antihistamin akan maksimal jika kedua cincin aromatic pada struktur
difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama
Mekanisme kerja:
Antihistamin tipe H1 bekerja dengan cara competitif inhibitor terhadap histamin pada
reseptor jaringan, sehingga mencegah histamin berikatan serta mengaktivasi
reseptornya. (Fitzpatrick, Wolverton, Katzung Arndt) Ikatannya reversibel dan dapat
digantikan oleh histamin dalam kadar yang tinggi. (Fitzpatrick, Katzung). Dengan
menghambat kerja dari histamin, terjadi berbagai pengaruh yang ditimbulkan
antihistamin, yaitu menghambat peningkatan permeabilitas kapiler dan edema yang
disebabkan oleh histamin serta menghambat vasokonstriksi. Obat ini lebih efektif jika
diberikan sebelum pelepasan histamin. Pada pemberian awal, antihistamin dapat
mencegah edema dan pruritus selama reaksi hipersensitivitas, sehingga banyak
keuntungan yang didapat jika digunakan untuk pencegahan urtikaria kronik
idiopatik.Wilkin Antihistamin tipe H1 klasik ini juga memiliki aktivitas antikolinergik,
efek anestesi lokal, antiemetik, dan anti mabuk perjalanan.(Fitzpatrick, Goodman and
Gillman) Beberapa antihistamin tipe H1 mempunyai kemampuan untuk menghambat
reseptor α-adrenergik atau reseptor muskarinik kolinergik, sedangkan obat lain
mempunyai efek antiserotonin. (Fitzpatrick)
Farmakologi
Setelah pemberian secara oral, antihistamin akan diabsorbsi dengan baik dalam
saluran cerna. Efeknya dapat terlihat dalam 30 menit, mencapai konsentrasi puncak
plasma dalam 1-2 jam, dan dapat bertahan 4-6 jam, dan beberapa obat lainnya dapat
bertahan lebih lama.(Fitzpatrick, Goodman and Gillman, Katzung, Wolverton,
Lippincot) Antihistamin tipe H1 dimetabolisme oleh sistem enzim sitokrom hepar
P450 (CYP) CYP3S4, dikonjugasi membentuk glukuronida dan hampir seluruhnya
diekskresikan ke urin setelah 24 jam pemberian. (Fitzpatrick)
Kegunaan klinis
Antihistamin tipe H1 generasi I digunakan untuk menghilangkan pruritus,
pengobatan urtikaria akut, urtikaria kronis, angioedema dan reaksi alergi kulit
lainnya temasuk reaksi obat. (Fitzpatrick, Wilkin) Apabila salah satu dari kelompok
antihistamin tipe H1 tidak efektif, maka dapat diganti dengan obat dari kelompok
yang lain. (Fitzpatrick)
Antihistamin tipe H1 digunakan untuk terapi pruritus pada penderita dermatitis
atopik. Efeknya berhubungan dengan menekan ansietas dan sedasinya. Pruritus yang
disebabkan hal lain, seperti dermatitis kontak alergi dan bentuk lain dermatitis, liken
planus, gigitan nyamuk dan pruritus yang terjadi sekunder karena penyakit lain atau
yang bersifat idiopatik, juga dapat dihilangkan dengan penggunaan antihistamin tipe
H1. (Fitzpatrick)
Kontraindikasi pemberian obat ini adalah pada bayi baru lahir atau bayi prematur,
kehamilan, ibu menyusui, glaukoma sudut sempit, retensi urin, dan asma. (Wilkin)
Panduan penggunaan antihistamin tipe H1 wanita hamil terbatas. Sebagian besar
antihistamin tipe H1 pada wanita hamil oleh United States of Food and Drug
Administration (FDA) digolongkan sebagai kategori B atau C. (Fitzpatrick)
Efek samping:
Sifat lipofilik dari antihistamin AH1 klasik menyebabkan distribusi jaringan yang luas
dan dapat melewati sawar darah otak, plasenta dan air susu ibu, (Wilkin) karena itu
dapat memberikan efek pada:
· Sistem saraf pusat
Komplikasi tersering pada orang dewasa adalah depresi SSP, sedasi dan pusing. Pada
anak-anak dan orang tua dapat terjadi: kecemasan, iritabilitas, insomia, tremor dan
mimpi buruk. Bangkitan dapat terjadi, walaupun jarang. Pernah dilaporkan terjadinya
diskinesia wajah dan mulut pada penggunaan kombinasi antihistamin-dekongestan.
(Fitzpatrck, Katzung, Wolverton Simon and Simon, Wilkin, Goodman and Gilman)
· Gastrointestinal
Dapat terjadi mual, muntah, anoreksia, konstipasi dan diare. (Fitzpatrick, Wolverton,
Wilkin, Goodman and Gilman)
· Jantung
Takikardia, disritmia, hipotensi yang bersifat sementara (Wolverton, Fitzpatrick)
· Genitourinaria
Disuria, disfungsi ereksi, retensi urin (Wolverton, Simon and Simon, Arndt)
· Darah
Klorfeniramin dapat menebabkan pansitopenia, agranulositosis, trombositopenia,
leukopenia dan anemia aplastik. (Wilkin, Fitzpatrick, Goodman and Gilman)
· Kulit
Reaksi kulit yang dapat terjadi berupa dermatitis, petekie, fixed drug eruption dan
fotosensitif. (Fitzpatrick)
· Efek samping lainnya
Terdapat efek samping antikolinergik yang dapat berupa muka merah, dilatasi pupil,
hipertermia kekeringan pada membran mukosa dan penglihatan yang buram.
(Fitzpatrick, Arndt, Goodman and Gilman)
Antihistamin lainnya seperti ciproheptadin dapat menyebabkan peningkatan berat
badan (Wilkin)
Interaksi obat
Efek depresi SSP akan semakin meningkat apabila antihistamin tipe H1 diminum
bersamaan dengan alkohol atau obat lain yang bersifat depresif terhadap SSP seperti
diazepam. Antihistamin kelompok fenotiazin menghambat dan sebaliknya epinefrin
mempunyai efek vasosupresi. Kontra indikasi pemberian antihistamin tipe H1 adalah
penderita yang mendapat inhibitor monoamine oksidase, seperti isokarboksazid,
nialamid, moklobemid, ranilsipromin, fenelzim(Fitzpatrick)
b. Turunan etilendiamin
Rumus umum ; Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan
system saraf dan iritasi lambung cukup besar.
Turunan etilendiamin (X= N)
Obat golongan ini umumnya memiliki daya sedativ lemah. Antihistamin golongan ini
antara lain antazolin, tripenelamin, klemizol , dan mepirin.Hubungan struktur
antagonis H1 turunan etilen diamin
1. Tripelnamain HCl, mempunyaiefek antihistamin sebanding dengan dufenhidramin
dengan efek samping lebih rendah.
2. Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turuan
etilendiamin lain.
3. Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil dalam
system heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.
d. Turunan piperazin
Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja lambat dan masa
kerjanya relativ panjang
Turunan piperazin
Obat golongan ini umumnya memiliki efek long acting. Antihistamin golongan ini
antara lain siklizin, meklozin, homoklorsiklizin, sinarizin, dan flunarizin.
e. Turunan fenotiazin
Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas
tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesic dan sedativ.
Turunan fenotizin
Obat golongan ini memiliki efek antihistamin dan antikolinergik yang tidak begitu
kuat, tetapi memiliki daya neuroleptik kuat sehingga digunakan pada keadaan
psikosis. Selain itu juga memiliki efek meredakan batuk, maka sering dipakai untuk
kombinasi obat batuk. Atihistamin golongan ini antara lain prometazin, tiazinamidum,
oksomemazin, dan metdilazin.
OBAT KARDIOVASKULAR
OBAT KARDIOVASKULAR
FARMAKODINAMIK
Khasiat farmakologik:
Dilatasi pembuluh darah → dapat menyebabkan hipotensi → sinkop
Relaksasi otot polos → nitrat organik membentuk NO → menstimulasi guanilat siklase →
kadar siklik-GMP meningkat → relaksasi otot polos (vasodilatasi)
Menghilangkan nyeri dada → bukan disebabkan vasodilatasi, tetapi karena menurunya
kerja jantung
Pada dosis tinggi dan pemberian cepat → venodilatasi dan dilatasi arteriole perifer →
tekanan sistol dan diastol menurun , curah jantung menurun dan frekuensi jantung
meningkat (takikardi)
Efek hipotensi terutama pada posisi berdiri → karena semakin banyak darah yang
menggumpul di vena → curah darah jantung menurun
Menurunya kerja jantung akibat efek dilatasi pembuluh darah sistemik → penurunan
aliran darah balik ke jantung
Nitrovasodilator menimbulkan relaksasi pada hampir semua otot polos: bronkus, saluran
empedu, cerna, tetapi efeknya sekilas → tidak digunakan di klinik
Farmakokinetik
Metabolisme nitrat organik terjadi di hati
Kadar puncak 4 menit setelah pemberian sublingual
Ekskresi sebagian besar lewat ginjal
Sediaan
Nitrat kerja singkat (serangan akut)
Sediaan sublingual (nitrogliserin, isosorbit dinitrat, eritritil tetranitrat)
Amil nitrit inhalasi
Nitrat kerja lama:
Sediaan oral (nitrogliserin, isosorbit dinitrat, eritritil tetranitrat, penta eritritol
tetranitrat)
Nitrogliserin topikal (salep 2%, transdermal)
Nitrogliserin transmucosal/buccal
Nitrogliserin invus intravena
Efek Samping
Efek samping: sakit kepala, hipotensi, meningkatnya daerah ischaemia
Indikasi:
1. Angina pectoris
2. Gagal jantung kongestif
3. Infark jantung
Beta Blocker
Beta bloker adalah obat yang memblok reseptor beta dan tidak mempengaruhi reseptor
alfa
Beta Bloker menghambat pengaruh epineprin → frekuensi denyut jantung menurun
Beta bloker → meningkatkan supply O2 miokard → perfusi subendokard meningkat
B. ANTIARITMIA
Aritmia jantung adalah masalah yang sering terjadi dalam praktik klinis, yang timbul
hingga 25% dari pasien yang diobati dengan digitalis, 50% dari pasien-pasien yang
dianestesi, dan lebiuh dari 80% pasien dengan infarktus miokardium akut. Beberapa
aritmia dapat memicu ganguan irama jantng yang lebih serius atau bahkan gangguan
irama yang mematikan misalnya, depolarisasi ventrikuler premature yang dini dapat
memicu timbulnya fibrilasi ventrikuler. Pada pasien tersebut obat antiaritmia diduga
dapat menyelamatkan kehidupan. Sebaliknya resiko penggunaan obat aritmia dan
khuisusnya kenyataan bahwa obat tersebut (secara paradoksal) dapt memicu
timbulnya aritmia yang lebih fatal pada beberapa pasien telah menyebabkan
peninjauan kembali resiko manfaat relative penggunanya.
Mekanisme Kerja
Aritmia disebabkan karena aktivitas pacu jantung yang abnormal atu
penyebaran impuls abnormal. Pengobatan aritmia bertujuan bertujuan mengurangi
aktivitas pacu jantungektopik dan memperbaiki hantaran atau pada sirkuit reentry
yang membandel ke pergerakan melingkar yang melumpuhkan.Mekanisme utama
untuk mencapai tujuan adalah 1. Hambatan saluran natrium. 2. Hambatan efek
otonom simpatis pada jantung. 3. Perpanjangan periode refrakter yang efektif, dan 4.
Hambatan pada saluran kalsium.
Obat antiaritmia menurunkan otomatisitas pacu jantung ektropik lebih
daripada nodus sinoatrial. Hal ini terutama dicapai dengan menghambat secara
selektif saluran natrium atau saluran kalsium daripada sel yang didepolarisasi. Obat
penghambat saluran yang berguna untuk pengobatan mempunyai afinitas tinggi
untuk saluran aktif (yaitu selama fase 0) atau saluran inaktif (selama fase 2) tetapi
afinitasnya sangat rendah untuk saluran lainnya.Karena itu, obat ini menghambat
aktifitas listrik apabila ada takikardia yang cepat (banyak saluran aktif dan tidak aktif
per satuan waktu) atau ada potensial istirahat hilang secara bermakna (banyak
saluran tidak aktif selama istirahat).Kerja tersebut sering digambarkan sebagai “ use
dependent atau state dependent “ yaitu saluran yang sering digunakan atau dalam
status inaktif,yang lebuh mudah dihambat. Saluran dalam sel normal yang dihambat
oleh obat selama siklus normal aktif atau tidak aktif akan segera melepaskan obat dari
reseptor selama bagian siklus istirahat. Saluran dalam otot jantung yang
didepolarisasi secara kronis (yaitu mempunyai potensial istirahat lebih positif dari
pada -75mV ) akan pulih dari hambatan secara sangat lambat . Pada aritmia reentry,
yang tergantung pada hantaran yang tertekan secara kritis, kebanyakan obat
antiaritmia memperlambat hantaran lebih lanjut melalui satu atu kedua mekanisme
Farmakodinamik
Beta bloker menghambat efek obat adrenergik, baik NE dan epi endogen maupun obat
adrenergik eksogen
Beta bloker kardioselektif artinya mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap reseptor
beta-1 daripada beta-2
Propanolol, oksprenolol, alprenolol, asebutolol, metoprolol, pindolol dan labetolol
mempunyai efek MSA (membrane stabilizing actvity) → efek anastesik lokal
Kardiovaskuler: mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard
Menurunkan tekanan darah
Antiaritmia: mengurangi denyut dan aktivitas fokus ektopik
Menghambat efek vasodilatasi, efek tremor (melalui reseptor beta-2)
Efek bronkospasme (hati2 pada asma)
Menghambat glikogenolisis di hati
Menghambat aktivasi enzim lipase
Menghambat sekresi renin → antihipertensi
Farmakokinetik
Beta bloker larut lemak (propanolol, alprenolol, oksprenolol, labetalol dan metoprolol)
diabsorbsi baik (90%)
Beta bloker larut air (sotolol, nadolol, atenolol) kurang baik absorbsinya
Sediaan
Kardioselektif: asebutolol, metoprolol, atenolol, bisoprolol
Non kardioselektif: propanolol, timolol, nadolol, pindolol, oksprenolol, alprenolol
Contoh Obat :
1. Propanolol: tab 10 dan 40 mg, kapsul lepas lambat 160 mg
2. Alprenolol: tab 50 mg
3. Oksprenolol: tab 40 mg, 80 mg, tab lepas lambat 80 mg
4. Metoprolol: tab 50 dan 100 mg, tab lepas lambat 100 mg
5. Bisoprolol: tab 5 mg
6. Asebutolol: kap 200 mg dan tab 400 mg
7. Pindolol: tab 5 dan 10 mg
8. Nadolol: tab 40 dan 80 mg
9. Atenolol: tab 50 dan 100 mg
Efek Samping
Akibat efek farmakologisnya: bradikardi, blok AV, gagal jantung, bronkospasme
Sal cerna: mual, muntah, diare, konstipasi
Sentral: mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, depresi
Alergi; rash, demam dan purpura
Dosis lebih: hipotensi, bradikardi, kejang, depresi
C. GLIKOSIDA
Glikosida jantung (derivat digitalis dan obat sejenisnya) terdiri atas senyawa
steroid yang dapat meningkatkan curah hujan. Juga mempunyai efek terhadap otot
polos dan jaringan lainnya. Efek terapi utama pada gagal jantung kongestif adalah
peningkatan kontraktilitas jantung (efek inotropik positif) yang memperbaiki ketidak
seimbangan karena kegagalan tersebut. Sekalipun demikian masih ada sejumlah
keraguan evektivitas jangka panjang glikosida jantung pada pasien gagal jantung.
Telah ada kesepakatan umum bahwa glikosida yang lazim digunakan mempunyai
batas keamanan yang sempit dan diperlukan senyawa yang kurang toksik dengan efek
inotropik positif. Berapa obat percobaan yang dipakai gagal akut,termasuk
penghambat fosfodiesterase dan beberapa obat perangsang atrenoseptor-beta.
Glikosida Jantung
Digitalis berasal dari daun Digitalis purpurea
Digitalis adalah obat yang meningkatkan kontraksi miokardium
Digitalis mempermudah masuknya Ca dari tempat penyimpananya di sarcolema kedalam
sel →digitalis mempermudah kontraksi
Digitalis menghambat kerja Na-K-ATP-ase → ion K didalam sel menurun → aritmia
(diperberat jika dikombinasi dengan HCT)
Farmakodinamik
Efek pada otot jantung: meningkatkan kontraksi
Mekanisme kerjanya:
Menghambat enzim Na, K ATP-ase
Mempercepat masukanya Ca kedalam sel
Efek pada payah jantung: menurunya tekanan vena, hilangnya edema, meningkatnya
diuresis, ukuran jantung mengecil
Konstriksi vaskuler, sal cerna (mual, muntah, diare), nyeri pada tempat suntukan (iritasi
jaringan)
Farmakokinetik
Absorbsi dipengaruhi makanan dalam lambung, obat (kaolin, pectin) serta pengosongan
lambung
Distribusi glikosida lambat
Eliminasi melalui ginjal
Intoksikasi
Keracunan biasanya terjadi karena:
Pemberian dosis yang terlalu cepat
Akumulasi akibat dosis penunjang yang terlalu besar
Adanya predisposisi keracunan
Dosis berlebihan
Gejala: sinus bradikardi, blokade SA node, takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, gangguan
neurologik (sakit kepala, letih, lesu, pusing, kelemahan otot), penglihatan kabur
Sediaan
Tablet Lanatosid C (cedilanid) 0,25 mg
Digoksin 0,25 mg
Beta-metildigoksin 0,1 mg
D. ANTIHIPERTENSI
Suatu penyebab khusus hipertensi hanya dapat ditemukan pada 10-15% penderita.
Penyebab yang bersifat individu untuk penderita. Penderita-penderita yang tidak
diketahui penyebabnya disebut penderita hipertensi esensial. Umumnya peningkatan
tekanan darah ini disertai penigkatan umum resistensi darah untuk mengalir melalui
arterioli,dengan curah jantung yang normal. Peningkatanntekanan darah biasanya
disebabkan kombinasi berbagai kelainan(multifaktorial). Bukti-bukti epidermiologik
menunjukkan adanya faktor keturuna, ketegangan jiwa, faktor lingkungan dan
makanan mungkin sebagai kontributor berkembangnya hipertensi.
Anti Hipertensi
Obat yang dipergunakan untuk menurunkan tekanan darah
Obat Antihipertensi dibedakan:
1. Diuretik
2. Beta bloker
3. Alfa bloker
4. Ca antagonist
5. Penghambat ACE
6. Penghambat saraf sentral
7. Vasodilator