TATALAKSANA KERACUNAN PADA ANAK BERDASARKAN JENIS RACUN Ati Rahmipurwandari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin
I. PENDAHULUAN Pengetahuan dan keterampilan tentang manajemen penanganan keracunan pada anak-anak merupakan hal yang sangat penting dan utama dari pelayanan kegawatdaruratan pediatrik. Selama tahun 1997, diperkirakan sebanyak 52.000 orang yang mengalami keracunan, dan kelompok terbanyak dari ini adalah usia anak-anak. 6 Insidens puncak keracunan terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun, dan kebanyakan kasus terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5-6 tahun. Menurut American Association of Poison Control Centers National Poison Data System, sekitar 85- 90% kasus keracunan pada anak terjadi pada usia kurang dari 5 tahun, dan sisanya sekitar 10-15% terjadi pada anak berusia lebih dari 5 tahun. 2, 7
Racun adalah suatu zat yang bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan reaksi tubuh yang tidak diinginkan bahkan dapat menimbulkan kematian. Keracunan adalah terpaparnya korban oleh suatu zat toksik yang menimbulkan gejala dan tanda disfungsi organ serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian. Keracunan pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun pada umumnya terjadi oleh karena kecelakaan (tidak disengaja), sedangkan keracunan pada anak yang berusia lebih dari 5 tahun terjadi akibat kesengajaan, kekerasan terhadap anak. 2, 7
Kejadian keracunan pada seorang anak harus dicurigai apabila didapatkan awitan penyakit yang akut, usia antara 1-5 tahun atau remaja, memiliki riwayat pika atau diketahui pernah terpapar dengan zat toksik. 2
Agen penyebab keracunan pada anak, antara lain obat-obatan, produk rumah tangga termasuk detergen dan pemutih, desinfektan, produk bahan bakar minyak, pestisida, opium dan produk jamu-jamuan. Beberapa penelitian menyebutkan penyebab tersering keracunan pada anak adalah obat-obatan. Penelitian lain menyebutkan produk rumah tangga seperti detergen, pemutih dan bahan bakar minyak sebagai penyebab tersering dari keracunan. 2,4
Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 2
Dalam keadaan sehari-hari ada beberapa zat yang sering digolongkan sebagai racun namun sebenarnya bahan ini adalah korosif. Bahan korosif adalah bahan yang apabila masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan luka bakar pada bagian dalam tubuh penderita tersebut. II. IDENTIFIKASI RACUN Dalam memberi pertolongan pertama dan pengobatan pada peristiwa keracunan atau kecelakaan yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia beracun atau bahan-bahan racun/toksik lainnya, yang mula-mula harus dilakukan ialah mengenali (mengidentifikasi) bahan-bahan yang diduga menjadi penyebab keracunan. Mengenali bahan-bahan racun/toksik merupakan hal yang sangat penting artinya dalam menentukan diagnosis keracunan. Setiap peristiwa keracunan oleh bahan-bahan racun yang jenis dan sifatnya berlainan (berbeda), mempunyai cara-cara pertolongan dan pengobatan yang berbeda pula. Pada peristiwa keracunan oleh bahan-bahan racun yang jenis dan sifatnya tidak diketahui. pertolongan dan pengobatannya didasarkan pada gambaran gejala-gejala klinis yang timbul akibat rangsangannya. Sedapat mungkin mendapatkan informasi yang tepat dan akurat yang harus diketahui dan ditanyakan dalam anamnesa adalah hal-hal yang berhubungan dengan racun, seperti jenis atau bahan zat toksik, jumlah zat toksik yang sudah masuk ke dalam tubuh, dosis per kilo berat tubuh penderita, dan kapan terjadinya keracunan; disebabkan oleh karena kecelakaan atau disengaja (misal percobaan bunuh diri), riwayat medis saat ini (gejala-gejala dan pengobatan yang sedang diterima), riwayat medis masa lalu (riwayat percobaan bunuh diri, alergi obat, keluarga dan sosial) serta upaya pertolongan apa saja yang sudah dilakukan. 2,5,6
Pada anak yang masih kecil, informasi mengenai jenis bahan seringkali mudah untuk diidentifikasikan tetapi dosis atau jumlah yang sudah masuk mungkin akan sulit untuk dipastikan. Beberapa, memiliki pemikiran tentang bahan maksimal yang mungkin tertelan dikumpulkan dengan cara membandingkan jumlah tablet atau volume cairan dengan lebih terinci dan detail dari kemasannya . 6, 7
Zat toksik tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui berbagai macam cara, yaitu mulut atau saluran pencernaan, mata, topical/dermal, suntikan atau gigitan binatang berbisa (evonomasi), inhalasi atau saluran pernafasan dan transplasenta. 2 Seorang anak yang sehat dapat dicurigai mengalami keracunan jika anak tersebut mendadak sakit dan tidak dapat dijelaskan penyebabnya . 1
Berikut ini gejala dan tanda keracunan secara umum: Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 3
Riwayat yang berhubungan dengan proses keracunan Penurunan respon Gangguan pernafasan Nyeri kepala, pusing, gangguan penglihatan Mual, muntah, diare Lemas, lumpuh, kesemutan Pucat atau sianosis Kejang-kejang Gangguan pada kulit Bekas suntikan, gigitan ataupun tusukan Syok Gangguan irama jantung dan peredaran darah pada zat tertentu Perawatan harus didapatkan tidak hanya melihat keterlibatan anak lainnya pada kejadian keracunan. Ketika anak menunjukkan keracunan suatu bahan, harus dipastikan bahwa setiap anak-anak harus mendapatkan efek yang maksimal. 3
III. PENANGANAN KERACUNAN SECARA UMUM Tatalaksana keracunan didasarkan pada empat prinsip umum berikut ini: (2) 1. Perawatan Suportif, dengan penilaian PAT (pediatric assessment triangle) dan ABC (airway, breathing, circulation) 2. Mencegah atau mengurangi absopsi 3. Meningkatkan ekskresi 4. Pemberian antidotum MENCEGAH DAN MENGURANGI ABSORPSI (DEKONTAMINASI) Prosedur dekontaminasi harus dilakukan setelah penilaian diagnostik awal dan evaluasi laboratorium dikerjakan. Dekontaminasi mencakup tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan toksin dari tubuh penderita keracunan. Tindakan dekontaminasi ini dilakukan secara individual, tergantung pada jenis dan rute paparan serta lamanya racun tertelan. 2,3
Kulit: Pakaian yang terkontaminasi harus ditanggalkan semuanya dan diamankan untuk dianalisis. Penetrasi toksin melalui kulit sukar diteliti tetapi harus diantisipasi. Aliri bagian tubuh yang terpapar Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 4
dengan air, cegah jangan sampai bagian tubuh yang lainnya juga ikut terkontaminasi. Cuci bagian tubuh yang terpapar berulang kali dengan menggunakan air dan sabun selama 10-15 menit 2,3
Mata: aliri mata yang terpapar racun dengan menggunakan NaCl fisiologis atau air bersih hangat selama 20 menit, kecuali pada paparan dengan alkali diperlukan waktu 30-60 menit 2
Saluran Pernafasan: segera pindahkan korban ke area terbuka yang mengandung banyak oksigen bebas Saluran Cerna: tidak ada pendekatan dekontaminasi khusus yang optimal untuk kasus keracunan. Faktor yang harus dipertimbangkan adalah tingkat toksisitas dan fisik zat toksik, lokasi zat toksik di dalam tubuh, dan adanya kontraindikasi atau alternative tindakan. Terdapat berbagai pendapat yang bertentangan mengenai efektivitas dan dekontaminasi usus, khususnya bila pengobatan dimulai Iebih dari 1 jam setelah zat tertelan. Beberapa ahli menganjurkan pemberian arang aktif sederhana tanpa didahului pengosongan lambung pada pasien tertentu 2,3 1. Pengosongan Lambung Tujuan pengosongan lambung adalah membersihkan lambung dari sisa racun untuk mencegah efek lokal atau penyerapan sistemik lebih lanjut. Manfaat pengosongan lambung berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Waktu yang paling efektif dari pengosongan lambung adalah apabila dikerjakan lebih dini setelah tertelan racun, pada saat obat yang belum diabsorpsi masih berada di dalam lambung (30 menit sampai 1 jam pertama). 2 a) Emesis (muntah) Saat ini American Academy of Pediatrics (AAP) sudah tidak lagi merekomendasikan pemakaiannya secara rutin pada pasien keracunan, baik di rumah maupun fasilitas kesehatan. Apabila pasien sadar, muntah dapat diinduksi dengan cara memberikan stimuli pada faring dengan menggunakan pipa nasogastrik atau pemberian sirup ipekak. 2
Selain hal tersebut di atas, emesis juga tidak direkomendasikan penggunaannya di rumah sakit di Australia. 7
b) Ipekak Ipekak mengandung dua emetic alkaloid yang bekerja pada sistem saraf pusat dan secara lokal pada saluran cerna untuk menimbulkan muntah. Cara ini hanya akan efektif apabila dilakukan dalam menit-menit pertama setelah zat racun tertelan. Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 5
Dosis yang dianjurkan diberikan secara oral adalah 10 ml untuk bayi 6-12 bulan, 15 ml untuk anak 1-12 tahun, 30 ml untuk anak yang lebih besar. Pemberian sirup ipekak dapat diulang setiap 20 menit. Dalam 20-30 menit dapat terjadi awitan muntah. Pada keracunan hidrokarbon, induksi muntah hanya boleh dilakukan apabila tertelan > 1 ml/kgBB atau mengandung logam berat 2
Kontra indikasi pemberian sirup ipekak adalah: 2
- Menelan zat racun dengan kadar toksik yang minimal (misal antibiotika, vitamin, zat besi, asetamonofen < 100 mg/kg) - Telah memuntahkan racun - Usia kurang dari 6 bulan - Koma - Kejang - Gag reflex hilang - Tertelannya zat korosif (asam atau basa kuat) atau hidrokarbon c) Bilas Lambung Bilas lambung dilakukan pada pasien yang menelan racun dalam jumlah yang potensial mengancam jiwa. Efektifitas bilas lambung tergantung pada lama dan jenis racun yang tertelan. Posisi yang terbaik untuk melakukan bilas lambung adalah left lateral head down (20 dari permukaan meja) dengan pipa nasogastrik ukuran terbesar yang dapat masuk. Isi lambung harus diaspirasi terlebih dahulu sebelum cairan pembilas dimasukkan. Gunakan larutan garam fisiologis hangat 10-20 ml/kgBB, atau 50-100 ml pada anak kecil dan 150-200 ml pada remaja. Bilas lambung ini dapat diulangi sampai cairan yang keluar bersih 2
Komplikasi bilas lambung adalah: 2
- Desaturasi oksigen - Pneumonia aspirasi - Trauma mekanik pada orofaring dan esophagus - Gangguan keseimbangan elektrolit Kontra indikasi bilas lambung adalah: 2
- Hilangnya proteksi saluran nafas - Terdapat risiko perdarahan atau perforasi saluran cerna - Tertelannya zat korosif (asam atau basa) atau hidrokarbon, aritmia jantung
Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 6
2. Arang Aktif 2, 7
Arang aktif ini merupakan terapi yang efektif karena dapat menurunkan absorbsi zat toksik. Pemberian arang aktif menjadi pilihan strategi dekontaminasi pada anak dan pemberiannya paling efektif dalam jam pertama. Dosis arang aktif yang digunakan adalah 1-2 g/kg (maksimum 100 g) per dosis. Biasanya arang aktif diberikan setelah dilakukan bilas lambung Kontra indikasi pemberian arang aktif adalah: - Pasien dengan gangguan kesadaran - Pasien dengan jalan nafas yang tidak terlindungi - Saluran cerna yang tidak intak (setelah keracunan kaustik yang berat) - Apabila pemberiannya akan meningkatkan risiko dan beratnya aspirasi - Keracunan ethanol/glycols, alkalis, asam boric, lithium, besi, potassium dan ion metalik lainnya, fluoride, sianida, hidrokarbon, asam mineral 3. Katartik Terdapat dua jenis katartik osmotik yang paling sering digunakan dalam penanganan keracunan, yaitu: - Katartik sakarida, yaitu sorbitol dengan dosis maksimum sebesar 1 g/kgBB - Katartik garam, yaitu magnesium sulfat dengan dosis maksimum 250 mg/kgBB dan magnesium sitrat dengan dosis maksimum 250 mL/kgBB Katartik ini harus diberikan secara hati-hati karena risiko terjadinya dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, dan obstruksi intestinal. Mengingat risiko tersebut, maka saat ini penggunaan katartik tidak dianjurkan lagi. Selain itu pemakaian rutin katartik bersamaan dengan arang aktif tidak direkomendasikan 2
Kontra indikasi katartik adalah: - Tertelan zat korosif - Diare berat - Ileus - Gangguan elektrolit berat - Riwayat pembedahan 4. Irigasi Usus (Whole Bowel Irrigation/WBI) Irigasi usus merupakan salah satu teknik dekontaminasi saluran cerna dengan menggunakan cairan nonabsorbable hypertonic solution (polyethylene glycol-balanced electrolyte solution/PEG-ES) dalam jumlah besar dan aliran cepat. Dosis yang dianjurkan adalah 500mL/jam untuk anak usia 9bulan-6tahun, 1000mL/jam untuk anak usia 6tahun-12tahun, Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 7
1500-2000mL/jam untuk remaja dan dewasa. Metode ini masih kontroversial, karena belum ada penelitian yang membuktikan efektivitasnya. Teknik ini direkomendasikan pada kasus keracunan logam berat, zat besi, tablet lepas lambat (sustained-release) atau enteric-coated dan kokain 2
Kontrai indikasi relative untuk melakukan irigasi usus adalah: - Kelainan usus - Obstruksi usus MENINGKATKAN EKSKRESI (MEMPERCEPAT ELIMINASI RACUN) Prosedur yang digunakan untuk meningkatkan eliminasi racun yang diserap oleh tubuh terdiri dari arang aktif dosis multiple, alkalinisasi urin/dieresis, dialysis, dan hemoperfusi. 2
1. Alkalinisasi Urin/Diuresis Alkalinisasi urin membantu pengeluaran salisilat dan asam jengkolat. Selain itu, alkalinisasi juga akan meningkatkan pengeluaran fenobarbital, klorpropamid, dan herbisida klorofenoksi, tetapi alkalinisasi urin ini bukan merupakan terapi yang utama. Alkalinisasi urin dilakukan dengan memberikan natrium bikarbonat 1-2 mEq/kg IV dalam waktu 1-2 jam sambil memantau kemungkinan hipokalemia akibat perpindahan kalium intraselular. Pemantauan juga harus dilakukan terhadap jumlah cairan dan natrium yang diberikan, terutama pada pasien yang mempunyai risiko gagal jantung kongestif dan edema paru. Kecepatan infus bikarbonat harus disesuaikan agar pH urin dapat dipertahankan antara 7,5- 8,5. Asidifikasi urin tidak pernah diindikasikan karena dapat menyebabkan efek samping yang serius seperti asidosis dan eksaserbasi rhabdomiolisis. 2
2. Dialisis Dialisis diindikasikan pada kasus keracunan berat tertentu atau bila terdapat gagal ginjal, dan dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria klinis berikut: - Keracunan sangat mengancam kehidupan yang disebabkan oleh obat yang bisa didialisis dan tidak dapat diterapi secara konservatif - Hipotensi mengancam fungsi ginjal atau hati yang tidak bisa dikoreksi dengan penambahan cairan biasa - Gangguan asam basa, elektrolit, atau hiperosmolalitas berat yang tidak berespon terhadap terapi - Hipotermia atau hipertermia berat yang tidak berespon terhadap terapi Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 8
Hemodialisis bermanfaat untuk penanganan keracunan zat yang mempunyai berat molekul rendah dengan volume distribusi dan ikatan terhadap protein yang rendah sehingga dapat menyebabkan efek klinis yang berat atau mengancam jiwa (seperti aspirin, teofilin, litium, dan alkohol), dan apabila tidak didapatkan terapi alternative yang kurang invasive. Hemodialisis merupakan cara dialisis yang paling efektif tetapi memerlukan kemampuan teknik yang tinggi, sehingga tidak selalu tersedia. 2
3. Hemoperfusi Hemoperfusi diindikasikan sama dengan hemodialisis, tetapi teknik ini jarang diperlukan. Pada keracunan obat tertentu, hemoperfusi mempunyai keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan hemodialisis, misalnya pada keracunan teofilin, namun keracunan teofilin saat ini sudah jarang dijumpai. 2
4. Arang Aktif Dosis Multipel (Multiple-Dose Activated Charcoal/Gastrointestinal Dialysis) Beberapa hasil penelitian memperlihatkan adanya peningkatan signifikan pengeluaran beberapa jenis racun dengan pemberian berulang arang aktif. Dosis yang dianjurkan 0,5-1 g/kg, diulang setiap 4-6 jam. Dengan cara ini, obat bebas yang berdifusi dari kapiler periluminar ke lumen usus akan diikat oleh arang aktif yang selalu ada di dalam lumen. Selain itu resirkulasi enterohepatik dari beberapa jenis obat dapat dihentikan karena reabsorpsinya melalui empedu dicegah. Syarat agar tindakan ini dapat dilakukan dengan aman dan efektif adalah peristaltik yang aktif, gag reflex intak, dan jalan nafas terlindungi. Pemberian arang aktif dosis multiple dipertimbangkan pada keracunan fenobarbital, karbamazepin, fenitoin, digoksin, salisilat dan teofilin. Untuk mencegah terjadinya obstipasi, maka setiap tiga siklus diberikan katartik seperti sorbitol. 2
IV. PENANGANAN KERACUNAN SECARA KHUSUS 1. Pengamanan sekitar, terutama bila berhubungan dengan gigitan binatang 2. Pengamanan penderita dan penolong terutama bila berada di daerah dengan gas beracun 3. Keluarkan penderita dari daerah berbahaya bila memungkinkan 4. Penilaian dini, bila perlu lakukan resusitasi jantung paru 5. Bila racun masuk melalui jalur kontak, maka buka baju penderita dan bersihkan sisa bahan beracun bila ada 6. Bila racun masuk melalui saluran cerna, upayakan mengencerkan racun 7. Awasi jalan nafas, terutama bila respon menurun atau penderita muntah Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 9
8. Bila keracunan terjadi secara kontak maka bilaslah daerah yang terkena dengan air 9. Bila ada petunjuk seperti pembungkus, sisa muntahan dan sebagainya sebaiknya diamankan untuk identifikasi 10. Penatalaksanaan syok bila terjadi 11. Pantau tanda vital secara berkala 12. Bawa ke fasilitas kesehatan Berikut ini gejala dan tanda dari kecurigaan pada golongan racun spesifik tertentu: (2,3) Sindroma Gejala/tanda Etiologi ANTIKOLINERGIK Tanda dari keracunan obat ini adalah: Agitasi, takipneu, takikardia, hipertermi, penglihatan kabur, pupil dilatasi, retensi urin, bising usus menurun, kulit merah dan kering Atropine,difenhidramin, skopolamin
V. PENANGANAN KERACUNAN BERDASARKAN JENIS RACUN Jenis-jenis bahan atau zat yang dapat menyebabkan terjadinya keracunan pada anak sangat beraneka ragam. Selain obat-obatan, produk rumah tangga merupakan penyebab Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 10
tersering terjadinya keracunan pada anak-anak terutama yang mengandung minyak tanah. Minyak tanah merupakan penyebab keracunan tersering karena produk tersebut banyak digunakan oleh kalangan sosioekonomi rendah dan sering disimpan di tempat yang mudah diraih oleh anak. 2, 7, 8
Secara garis besar terdapat dua jenis bahan toksik yang dapat menimbulkan keracunan pada seseorang, yaitu: 1
1. Bahan yang bersifat korosif 2. Bahan yang tidak bersifat korosif
KERACUNAN ZAT KOROSIF Zat korosif adalah zat kimia yang dapat menyebabkan kerusakan kulit atau mukosa. Kerusakan ini bisa ringan (tidak menyebabkan kerusakan yang berarti) atau berat (sampai timbul ulkus atau perforasi usus). Kerusakan bisa terjadi di bibir, rongga mulut, faring, dan salluran pernafasan bagian atas. Derajat kerusakan ini bergantung pada macam, jumlah dan konsentrasi zat korosif serta lamanya kontak zat tersebut dengan mukosa atau kulit. 2,
8
Komplikasi jangka pendek termasuk perforasi dan kematian. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah terbentuknya striktur, dan peningkatan risiko kemungkinan mendapatkan karsionoma esophagus. Yang disebut asam adalah jika bahan tersebut memiliki kadar pH < 3, dan basa jika kadar pH lebih besar dari 11. 8
Zat korosif ini ada yang bersifat asam (seperti asam sulfat, klorida, nitrat, fluoride, fosfat, format, asetat, laktat dan trikhloroasetat), basa (kalium hidroksida, natrium hidroksida, ammonia), halogen bebas (khlorin, jodium, dan bromine) dan golongan fenol ( lisol dan karbon). Zat korosif yang bersifat asam lebih sering menimbulkan kerusakan jaringan dengan keluhan yang hebat. Zat korosif yang bersifat asam ini bila terminum akan menyebabkan nekrosis koagulatif permukaan epitel lambung, sedangkan esophagus hanya dipengaruhi bagian superfisialnya saja. 8
Setelah selang beberapa lama dapat timbul stenosis pylorus, yang sering memerlukan tindakan pembedahan. Zat yang bersifat asam sekali akan menimbulkan rasa sakit hebat pada organ yang terkena, misalnya pada mulut sehinga segera dimuntahkan kembali. Spasme yang terjadi pertama kali akan mempersulit menelan zat bersifat asam lebih lanjut. Dikatakan bahwa Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 11
asam klorida lebih merusak esophagus saripada asam sulfat atau asam nitrat. Dosis lethal untuk asam sulfat 95%, asam nitrat 65%, atau asam klorida 36% pada dewasa diperkirakan 100 ml. Kematian yang terjadi akibat zat korosif disebabkan oleh komplikasi berupa renjatan, asfiksia karena edema glottis dan laring, perforasi lambung dan intercurent infection. Kerusakan esophagus akibat asam lebih kecil daripada basa, sebaliknya di dalam lambung zat yang asam menyebabkan kerusakan lebih hebat daripada oleh basa. Kerusakan oleh basa (ammonia atau natrium hidroksida) lebih bersifat nekrosis likuefaksi sehingga mengakibatkan kerusakan mukosa lebih hebat dan lebih dalam daripada oleh asam. Akan tetapi dalam kenyataannya sifat korosif akibat asam atau basa umumnya tidak dapat dibedakan. Tempat terjadinya kerusakan esophagus ialah setinggi servikal 6, torakal 4,5 dan 10 yaitu karena pada sempat tersebut terdapat penyempitan esophagus. 8
Berdasarkan Zargar Endoscopic Classification Scheme for caustic mucosal injury, inflamasi dan kerusakan jaringan dapat dilihat pada endoskopi dapat dibagi atas : 8
Grade 0 : tidak ada kerusakan Grade 1 : edema dan hiperemis pada mukosa Grade 2A : ulserasi superfisial, eksudat, membran keputihan, pseudomembran, melepuh, erosi, perdarahan dan rapuh. Grade 2B : grade IIA disertai ulserasi sirkumferensial. Grade 3A : nekrosis yang tersebar dan kecil Grade 3B : nekrosis yang luas Menurut Michael Lupa et al pengobatan serta tatalaksana terhadap keracunan bahan korosif sangat bervariasi dan tidak ada kesepakatan umum. Berbagai macam protocol telah disusun berdasarkan pada keberhasilan dokumentasi dalam mencegah terjadinya komplikasi yang akan datang. Pemasangan nasogastric tube dibawah tuntunan endoskopi telah disarankan pada penderita dengan tingkat kerusakan 2b dan 3 untuk mendukung asupan nutrisi penderita tersebut. Hal ini dipertahankan selama 14 sampai 21 hari untuk memberikan kesempatan mukosa mengalami epitelisasi. Pembesaran saluran secara dini pernah dilakukan, tetapi hal tersebut meningkatkan kejadian terhadap perforasi. Bagaimanapun, kontrol terhadap penanganan nyeri juga hal yang penting untuk diperhatikan. Antibiotic seringkali digunakan dan menunjukkan peningkatan epitelisasi pada penderita. Antasida menurunkan pepsin dan Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 12
paparan terhadap asam yang akan menghambat penyembuhan dari esophagus. Obat Larythrogenic, seperti N-acetylcysteine dan penisilamin, dan mitomycin, agen antibiotik dan antineoplastik, akan menurunkan kadar kolagen silang dan menghambat sintesis protein, dan mengurangi jaringan parut serta pembentukan striktur. 8
Steroid telah menjadi pengobatan yang kontroversial sejak pertama kali terbukti menurunkan granulasi dan pembentukan striktur pada model binatang. Beberapa laporan prospektif dan retrospektif telah menunjukkan bahwa steroid mengurangi pembentukan striktur tingkat 2 pada manusia. Meta-analisis terbaru telah mengungkapkan hasil yang bertentangan. Salah satu analisis baru-baru ini pada tahun 2005 termasuk total 10 studies15 di mana 572 pasien tidak menunjukkan penurunan kejadian striktur, dengan steroid yang digunakan untuk kedua dan ketiga derajat (kelas 2 dan kelas 3) luka bakar. Uji coba secara acak oleh Anderson et al tidak menemukan perbedaan dalam kejadian pembentukan striktur dengan penggunaan steroid. Sebuah studi definitif pada nilai steroid kurang tetapi, jika digunakan, sebagian besar menyarankan penggunaan bersamaan antibiotics. Dosis kontroversial dan rekomendasi bervariasi. 8
Gejala keracunan zat korosif yang diminum ialah: 1. Disfagia, dapat terjadi langsung atau beberapa saat setelah menelan zat korosif. Mula-mula sukar menelan makanan padat, kemudian makanan cair akhirnya air atau ludah. 2. Terjadi korosif pada mukosa mulut, tenggorokan, dan esophagus. Daerah nekrotik berwarna abu-abu putih tetapi segera berubah menjadi hitam. Asam nitrat biasanya menyebabkan warna kuning. 3. Faktor jumlah insektisida yang beredar. Dinyatakan adanya hubungan pestisida yang beredar setiap tahun dengan keracunan yang terjadi 4. Kolaps vascular, nadi cepat dan lemah, nafas sesak dan produksi urin sedikit. Renjatan ini biasanya segera diakhiri dengan kematian, karena sukar diatasi dan sering disertai gagal ginjal akut dan iskemia hati serta jantung. 5. Edema glottis yang menyebabkan asfiksia dengan segala akibatnya 6. Ulserasi semua membrane jaringan yang terkena. Dapat juga menyebabkan perforasi esophagus dan lambung, mediastinitis dan peritonitis. 7. Striktur dan stenosis esophagus, lambung dan pylorus yang kadang-kadang memerlukan tindakan operatif 8. Aspirasi pneumonia, hemoptisis dapat terjadi bilamisalnya mengisap uap asam fluoride Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 13
Pengobatan keracunan zat korosif: 8
1. Bila terdapat renjatan, perbaikilah dengan memberikan cairan ringer laktat, albumin atau darah. Usahakan supaya penderita menjadi hangat 2. Minum air sebanyak mungkin. Hal ini sangat sulit dikerjakan karena pada keracunan akut terutama dengan zat yang bersifat asam, penderita merasa sangat nyeri. Tindakan pemberian zat untuk menetralisir toksin yang bersifat korosif merupakan suatu hal yang tidak dianjurkan dan dilarang karena akan berpotensial menyebabkan kejadian eksothermik yang akan memperburuk 3. Berikan demulsen seperti susu, putih telur atau kanji. Jangan memberikan zat untuk menetralkan zat racun oeh karena dapat menyebabkan reaksi eksotermik 4. Bila nyeri hebat dapat diberikan morfin 5. Segera dilakukan operasi bila terjadi obstruksi pernafasan, perforasi, dan striktur. Operasi sedini mungkin akan mengurangi kematian, dan morbiditas. Pemberian antibiotik diperlukan bila ada gejala infeksi. Kortikosteroid diberikan pada renjatan persisten atau digunakan untuk mencegah atau mengurangi timbulnya striktur. Antibiotik dan kortikosteroid bermanfaat mencegah striktur bila kerusakan belum mencapai lapisan otot. Pemberian triamsinolon intralesi telah dicoba di bagian THT dengan hasil bervariasi. Tindakan dilatasi esophagus dikerjakan bila keadaan sudah tenang (tidak ada tanda-tanda infeksi peradangan, perdarahan, atau suhu badan meninggi. 6. Alimentasi parenteral (pemberian makanan per-intravena) diberikan biasanya 1 minggu sampai diperkirakan mucosa sudah sembuh, kemudian dicoba dengan diet cair, makanan lunak dan akhirnya makanan biasa 7. Hindarkan tindakan bilas lambung atau tindakan membuat penderita muntah. Bila zat korosi mengenai kulit, ialah mencuci dengan air atau sabun, sedangkan bila mngenaimata menit, cucilah dengan air bersih selama 5-10 menit bila zat bersifat asam, atau selama 10-15 untuk zat yang bersifat basa Contoh bahan yang bersifat korosif adalah sodium hydroxide (NaOH), potassium hydroxide (KOH), larutan asam (misalnya: pemutih, desinfektan). Pada keracunan bahan korosif ini, maka tindakan emesis atau memberikan arang aktif merupakan kontra indikasi karena dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada mulut, kerongkongan, jalan nafas, esophagus dan lambung. Untuk mengencerkan bahan korosif dapat diberikan air atau susu sesegera mungkin. Jika terjadi keracunan dengan gejala klinis yang berat, jangan memberikan apapun melalui mulut dan siapkan evaluasi bedah untuk memeriksa kerusakan esofagus (ruptur) 1
Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 14
Anak yang kemasukan bahan korosif atau bahan hidrokarbon jangan dipulangkan terlebih dahulu sebelum dilakukan observasi selama 6 jam. Bahan korosif dapat menyebabkan luka bakar pada esophagus yang mungkin tidak dapat segera terlihat dan bahan hidrokarbon jika terhirup dapat menyebabkan edema paru yang mungkin membutuhkan waktu beberapa jam sebelum timbulnya gejala. 1, 7 Menurut Melnourne hospital, yang termasuk golongan bahan yang bersifat alkali atau basa adalah cairan pembersih, deterjen, ammonia. Pada kadar ph > 11,5 maka akan menyebabkan kerusakan saluran gastro intestinal yang signifikan (ulserasi). Bahan yang bersifat cair lebih sering menyebabkan kerusakan esophagus daripada bahan yang berbentuk bubuk. Pemberian arang aktif merupakan kontraindikasi pada keracunan ini. Penderita dianjurkan untuk banyak minum (10ml/kg, maksimal 250ml). Jika tidak ada keluhan, maka dalam waktu 4 jam, penderita diperbolehkan untuk makan. Tetapi jika terdapat keluhan, tanda dan gejala maka perlu dipertimbangkan tindakan pembedahan. 7
SALISILAT Keracunan aspirin dan salisilat sangat berat bila terjadi pada anak kecil, karena akan mengalami asidosis dengan cepat dan mengakibatkan gejala toksisitas berat pada SSP, sehingga tatalaksananya menjadi lebih rumit. 1
Salisilat adalah kelompok bahan-bahan kimia dari asam salisilat yang telah lama diketahui sebagai asam asetilsalisilat (aspirin). Setelah tertelan, aspirin akan dimetabolisme menjadi asam salisilat (salisilat). Keracunan aspirin sering terjadi namun jarang tercatat karena sering tidak dikenal gejala-gejalanya. Dalam beberapa tahun terakhir ini frekuensi keracunan salisilat kembali meningkat. Efek langsung salisilat pada metabolism beragam. Salisilat akan merangsang pusat pernafasan di medulla yang akan menyebabkan takipnea dan alkalosis respiratorik. Kombinasi alkalosis respiratorik dan asidosis metabolik merupakan gejala yang patognomonik untuk keracunan salisilat. Salisilat juga mempengaruhi metabolisme glukosa dan dapat menyebabkan hipoglikemia atau hiperglikemia . 2
Gejala dan tanda keracunan salisilat tergantung pada cara dan beratnya keracunan. Menelan 150-300 mg/kg akan menimbulkan gejala keracunan ringan, 300-500 mg/kg Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 15
menimbulkan keracunan sedang, dan lebih dari 500 mg/kg dapat menyebabkan kematian. Keracunan ringan menimbulkan gejala gangguan saluran cerna, tinnitus dan takipnea. Keracunan sedang menimbulkan gejala neurologis berupa disartria, kejang dan koma. Pada keracunan berat juga dapat terjadi edema paru. Kematian terjadi akibat toksisitas pada SSP yang berat dengan hilangnya fungsi kardiorespirasi, akibatnya terjadi gagal napas dan atau henti jantung. 2
Penilaian pasien keracunan salisilat dimulai dengan anamnesa yang akurat untuk menentukan keracunan terjadi secara akut atau kronis. Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar salisilat serum, elektrolit, analisis gas darah, tes fungsi hati, darah rutin, aPTT, PT, urinalisis dan EKG. Perawatan suportif terdiri dari penilaian fungsi ventilasi, pemantauan jantung, dan pemasangan akses vaskuler. Keracunan salisilat menyebabkan pengosongan lambung menjadi lambat, maka dekontaminasi saluran cerna harus dipertimbangkan dengan hati-hati pada pasien yang datang 4-6 jam setelah tertelan salisilat. Apabila pasien datang setelah 6 jam, berikan arang aktif untuk meningkatkan pengeluaran salisilat (GI dialysis) . 2
Tujuan spesifik terapi keracunan salisilat adalah mengkoreksi gangguan cairan dan elektrolit, serta meningkatkan pengeluaran salisilat. Terapi cairan ditujukan untuk memperbaiki hidrasi dan keseimbangan elektrolit, mencegah penyebaran salisilat ke otak, dan mendukung ekskresi salisilat oleh ginjal. Kadar pH darah harus dipertahankan antara 7,45-7,5 dengan pemberian natrium bikarbonat. Alkalinisasi urin akan meningkatkan eliminasi salisilat melalui ionisasi salisilat. Salisilat yang terionisasi tidak dapat direabsorpsi di tubulus ginjal (ion trapping), sehingga elimisasinya melalui urin meningkat dan konsentrasi salisilat di SSP akan berkurang. Hipokalemia akan mengurangi kemampuan ginjal membuat urin alkali, maka ke dalam cairan intravena harus ditambahkan kalium. 2
Hemodialisis harus dipertimbangkan pada keracunan berat. Indikasi khusus hemodialisis yaitu bila didapatkan asidosis berat atau gangguan elektrolit, gagal ginjal, disfungsi neurologis persisten (kejang), edema paru, atau keadaan klinis memburuk dengan terapi standar. 2
Hal-hal tersebut menyebabkan pernapasan Kussmaul, muntah dan tinnitus 1
1. Berikan arang aktif (jika tersedia). Tablet salisilat cenderung akan membentuk gumpalan di dalam lambung yang dapat menyebabkan penundaan penyerapan, oleh karena itu Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 16
arang aktif lebih bermanfaat bila diberikan beberapa kali (dosis). Jika arang aktif tidak tersedia dan anak telah tertelan dengan dosis besar (dosis toksik berat) maka lakukan bilas lambung atau rangsang muntah 2. Berikan natrium bikarbonat 1 mmol/kgBB IV selama 4 jam untuk mengatasi asidosis dan meningkatkan pH urin di atas 7.5 untuk mempercepat ekskresi salisilat. Berikan tambahan kalium. Pantau pH urin tiap jam. 3. Berikan cairan infus sesuai kebutuhan rumatan kecuali bila anak menunjukkan gejala dehidrasi sehingga perlu diberi cairan rehidrasi yang sesuai 4. Pantau kadar gula darah setiap 6 jam dan dan koreksi sesuai keperluan 5. Berikan vitamin K 10 mg IM. 1
PARASETAMOL 1. Jika masih dalam waktu 1 jam setelah tertelan, berikan arang aktif (jika tersedia), atau rangsang muntah KECUALI bila obat antidot oral dibutuhkan 2. Tentukan kapan obat antidot diperlukan untuk mencegah kerusakan hati: yaitu jika tertelan parasetamol 150 mg/kgBB atau lebih. Antidot lebih sering dibutuhkan pada anak yang lebih besar yang dengan sengaja menelan parasetamol, atau ketika orang tua berbuat kesalahan dengan memberikan dosis berlebih pada anak. 3. Pada 8 jam pertama setelah tertelan berikan metionin oral atau asetilsistein IV. Metionin dapat digunakan jika anak sadar dan tidak muntah (umur < 6 tahun: 1 g setiap 4 jam untuk 4 dosis; umur 6 tahun atau lebih: 2.5 g setiap 4 jam untuk 4 dosis) 4. Bila lebih dari 8 jam setelah tertelan atau tidak dapat diberikan pengobatan oral, maka berikan asetilsistein IV. Perhatikan bahwa volume cairan yang digunakan dalam rejimen standar terlalu banyak untuk anak kecil. 5. Untuk anak dengan berat badan < 20 kg berikan dosis awal sebanyak 150 mg/kgBB dalam 3 ml/kg glukosa 5% selama 15 menit, dilanjutkan dengan 50 mg/kgBB dalam 7 ml/kgBB glukosa 5% selama 4 jam, kemudian 100 mg/ kgBB IV dalam 14 ml/kgBB glukosa 5% selama 16 jam. Volume glukosa dapat ditambah pada anak yang lebih dewasa. 1
karbamat (carbaryl, sevin, zectran). Bahan tersebut diserap melalui kulit, tertelan atau terhirup. Anak mungkin akan mengalami muntah, diare, penglihatan kabur, atau lemah. Gejala yang timbul akibat dari aktivasi parasimpatik: hipersalivasi, berkeringat, lakrimasi, bradikardi, miosis, kejang, lemah otot, twitching, hingga paralisis dan inkontinensia urin, edema paru, depresi napas. Chlorinated hydrocarbons Absorpsi dapat terjadi melalui kulit, saluran nafas, dan saluran cerna. Gejala keracunan hidrokarbon adalah salivasi, iritabilitas saluran cerna, nyeri perut, muntah, diare, depresi SSP, dan kejang. Paparan inhalasi menyebabkan iritasi mata, hidung, dan tenggorokan, pandangan kabur, batuk, dan edema paru. 2
Tata laksana keracunan hidrokarbon terdiri dari dekontaminasi kulit dengan sabun dan pengosongan isi lambung. Semua pakaian yang terkontaminasi harus dilepaskan. Pemberian susu atau produk-produk yang mengandung lemak harus dihindari karena dapat mempercepat absorpsi racun. Bila terdapat kejang, berikan diazepam 0,1-0,3 mg/kg IV. Jangan gunakan epinefrin karena dapat menimbulkan aritmia. 2
Organofosfat Contoh: Organofosfat: malathion, parathion, TEPP, mevinphos (Phosdrin); Absorpsi dapat terjadi melalui inhalasi, saluran cerna dan penetrasi kulit. Organofosfat bekerja dengan cara mengikat dan menginaktivasi asetilkolin esterase, akibatnya terjadi akumulasi asetilkholin pada cholinergic junctions di efektor otonom (menimbulkan efek muskarinik), otot skelet atau ganglia otonom (menimbulkan efek nikotinik), dan di SSP yang bersifat irreversible. 2
Gejala yang timbul tergantung pada rute masukknya racun, lama paparan, dan jumlah zat yang diabsorpsi. Toksisitas organofosfat terjadi dalam 12 jam pertama setelah paparan. Gejala klinis yang berhubungan dengan SSP adalah pusing, nyeri kepala, ataksia, kejang dan koma; tanda nikotinik terdiri dari berkeringat, fasikulasi, tremor, kelemahan dan paralisis otot; dan gejala muskarinik ditandai SLUDGE (salvasi, lakrimasi, urinasi, defekasi, gastrointertinal kram, dan emesis). Selain itu bisa didapatkan juga miosis, bradikardia, bronkorea, dan wheezing; pada kasus berat dapat terjadi edema paru. 2
Tata laksana keracunan organofosfat harus selalu menyertakan perlindungan bagi penolong. Apabila paparan terjadi melalui kulit, maka pada saat datang pasien harus dibasuh dengan Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 18
cairan sabun. Seluruh pakaian yang terkontaminasi harus dilepaskan dan disimpan dalam kantung plastiik. 2
Setelah dekontaminasi, berikan antidotum mulai dari sulfas atropine dengan dosis 0,05-0,1 mg/kg untuk anak dan 2,5 mg untuk remaja, intravena. Dosis dapat diulangi setiap 10-30 menit sampai tercapai atropinisasi, yang ditandai terutama dengan menghilangnya hipersekresi. Setelah pemberian atropine, pada kasus yang berat dapat diberikan pralidoksim. Obat ini berguna pada keracunan yang ditandi dengan kelemahan otot yang berat dan fasikulasi. Pralidoksim diberikan dengan dosis 25-50 mg/kg dalam 100 mL NaCl fisiologis yang diberikan selama 30 menit. Dalam keadaan yang mengancam jiwa, 50% dosis inisial pralidoksim diberikan dalam waktu 2 menit, dan sisanya dalam waktu 30 menit. Setelah dosis inisial, dilanjutkan dengan infus kontinyu larutan 1% 10 mg/kgBB per jam pada anak atau 500 mg per jam pada remaja sampai dengan efek yang diinginkan tercapai. Pralidoksim sangat berguna dalam 48 jam setelah paparan, namun masih bermanfaat hingga 2-6 hari kemudian. 2
Karbamat Cth Karbamat: metiokarbamat, karbaril. Karbamat mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan organofosfat, tetapi ikatannya dengan asetilkolinesterase bersifat reversible sehingga dapat terjadi hidrolisis spontan dan aktivitas kolinesterase akan kembali dalam beberapa jam. Manifestasi klinis keracunan karbamat tidak dapat dibedakan dengan organofosfat, namun gejala yang timbul lebih ringan dan durasinya lebih pendek. Tidak seperti organofosfat, karbamat hanya sedikit menimbulkan efek pada susunan saraf pusat . 2
Pemberian pralidoksim pada intoksikasi karbamat secara umum tidak diperlukan karena gejala yang timbul dapat sembuh secara spontan. 2
Contoh: minyak tanah, terpentin, premium
TERPENTIN, WHITE SPIRIT, AND TERPENTIN SUBSTITUTE Minyak terpentin seringkali digantikan dengan white spirit dan pengganti terpentin. White spirit dan terpentin substitute lebih rendah kadar toksisitasnya ketika tertelan. Iritasi Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 19
gastrointestinal seringkali terlihat. Depresi SSP dapat terjadi jika tertelan dalam jumlah yang banyak. Toksisitas utama berhubungan dengan risiko aspirasi yang menghasilkan pneumonia karena bahan kimia. Untuk alasan ini dekontaminasi lambung tidak dianjurkan. Semua penderita harus diperkirakan dan diperhatikan tanda dari distress pernafasan. Hal ini termasuk mengukur saturasi oksigen, frekuensi nafas dan mendengarkan bunyi pernafasan tambahan. Sebagian besar kasus asimptomatik dan penderita tidak diperlukan observasi. Pemberian cairan oral harus diberikan secara hati-hati dan perhatian jika anak mendapatkan batuk, pernafasan cepat dan berbunyi. Gejala dapat timbul lebih dari 24 jam setelah tertelan. Anak dengan gejala tersangka pneumonitis membutuhkan foto rontgen X-ray dan observasi dilakukan di rumah sakit. Pengobatan suportif dan monitoring secacra intensif diindikasikan. Pemberian antibiotic atau steroid sebagai profilaksis tidak dianjurkan. Komplikasi seperti edema paru dan perdarahan dapat terjadi. Dahulu pemberian steroid digunakan dalam managemen keracunan ini tetapi tidak jelas evidence dan keuntungannya. Terpentin adalah minyak esensial dan lebih berbahaya baik itu tertelan ataupun terhirup. Sangat diindikasikan opname. Terpentine dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan (burning) melalui traktus gastrointestinal, asidosis metabolic, gagal hepar, kerusakan ginjal, dan perubahan dari kesadaran. Pengobatan bersifat supportive. Jika terpentin banyak yang tertelan, dipertimbangkan untuk evakuasi isi lambung lebih dini. Hal ini harus dilakukan di bawah anestesi dengan proteksi/perlindungan saluran pernafasan dari berbagai risiko aspirasi. 4
Jangan rangsang anak untuk muntah atau memberikan arang aktif. Tindakan perangsangan muntah dapat menyebabkan aspirasi pneumonia (edema paru dan pneumonia lipoid) yang dapat mengakibatkan sesak napas dan hipoksia. Gejala klinis lain adalah ensefalopati Pengobatan spesifik terhadap sesak napas dan terapi oksigen Pengobatannya meliputi: 1. Singkirkan racun dengan irigasi mata atau mencuci kulit (jika ada pada mata atau kulit) 2. Berikan arang aktif jika tertelan sebelum 1 jam 3. Jangan rangsang muntah karena kebanyakan pestisida bahan pelarutnya berasal dari hidrokarbon 4. Pada keracunan berat yang arang aktif tidak dapat diberikan, pertimbangkan dengan seksama aspirasi lambung dengan menggunakan pipa nasogastrik (catatan: jalan napas anak harus dilindungi) Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 20
5. Jika anak menunjukkan gejala hiperaktivasi parasimpatik, berikan atropin 1550 mikrogram/kgBB IM (atau 0,015 0,05mg/kgBB) atau melalui infus selama 15 menit. Tujuan pemberian atropin mengurangi sekresi bronkial dengan menghindari toksisitas atropin. Auskultasi dada untuk mendengarkan adanya tanda sekresi pada saluran napas dan pantau frekuensi napas, denyut jantung dan skala koma (jika diperlukan). Ulangi dosis atropin setiap 15 menit sampai tidak ada tanda sekresi pada saluran napas, denyut nadi dan frekuensi napas kembali normal 6. Periksa hipoksemia dengan pulse oximetry (jika tersedia), karena pemberian atropin dapat menyebabkan gangguan irama jantung (aritmia ventrikular), pada anak dengan hipoksemia. Berikan oksigen jika saturasi oksigen kurang dari 90% 7. Jika otot melemah, berikan pralidoksim (cholinesterase reactivator) 25 50 mg/kg dilarutkan dengan 15 ml air diberikan melalui infus selama lebih 30 menit, diulangi sekali atau dua kali, atau diikuti dengan infus 10 20 mg/kgBB/jam, sesuai kebutuhan. HIDROKARBON Hidrokarbon merupakan senyawa karbon yang pada suhu kamar berbentuk cair. Yang termasuk ke dalam golongan senyawa hidrokarbon adalah minyak tanah, terpentin dan premium. Hidrokarbon dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: hidrokarbon alifatik, aromatic, dan toksik. Hidrokarbon alifatik merupakan destilat minyak bumi, banyak dijumpai dalam produk rumah tangga seperti minyak tanah dan cairan pemantik. Hidrokarbon aromatic merupakan struktur siklik yang dijumpai pada pelarut, lem, cat, dan cat kuku, sedangkan hidrokarbon toksik terdiri dari bermacam zat yang tidak mempunyai bentuk toksisitas tertentu. 1,2
Toksisitas dari zat hidrokarbon ini bervariasi, tetapi zat ini mempunyai viskositas dan tegangan permukaan yang rendah, sehingga mudah berpenetrasi ke saluran pernafasan yang lebih dalam dan menyebar luas di paru-paru dan dapat menyebabkan aspirasi pneumonia. 2, 7
Sangat sulit untuk menentukan berapa jumlah hidrokarbon yang tertelan oleh anak, tetapi adanya tanda-tanda seperti batuk, tersedak atau takipnea dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi aspirasi dari zat hidrokarbon tersebut. Aspirasi hidrokarbon langsung ke dalam trakea dalam jumlah yang kurang dari 1mL akan menyebabkan terjadinya pneumonitis berat, bahkan dapat menyebabkan kematian. Berbeda halnya apabila zat hidrokarbon ini tertelan, karena daya absorpsinya terhadap saluran cerna tidak begitu baik, maka gejala yang ditimbulkan tidak terlalu berat jika dibandingkan dengan yang terjadi pada saluran pernafasan. 2, 7
Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 21
Pada saluran pencernaan, keracunan hidrokarbon dapat menyebabkan iritasi pada saluran cerna, yang kemudian akan menimbulkan gejala mual dan muntah berdarah. Gejala pada susunan saraf pusat dapat bervariasi mulai dari keadaan mabuk sampai dengan koma. Gejala lainnya dari keracunan hidrokarbon adalah hemolisis, hemoglobinuria, demam dan leukositosis. 2
Tata laksana pasien yang menderita keracunan hidrokarbon adalah dengan cara menahan zat hidrokarbon tersebut tetap berada di dalam usus bila memungkinkan dan mencegah terjadinya muntah atau refluks, serta tidak memberikan arang aktif. Hal yang sama juga dilakukan oleh Melbourne hospital. Tindakan perangsangan muntah akan dapat menyebabkan terjadinya aspirasi pneumonia (edema paru dan pneumonia lipoid) yang dapat mengakibatkan sesak napas dan hipoksia. Pengosongan lambung pada umumnya hanya dilakukan pada zat yang mempunyai potensi untuk menimbulkan efek toksik sistemik, seperti halogenated hydrocarbon (tricloroethane. Carbon tetrachloride), hidrokarbon aromatic (toluene, xylene, benzene), dan mengandung zat aditif seperti logam berat dan insektisida . Penderita tersebut masih harus tetap dilakukan observasi selama 6 jam. Saturasi O2 dipertahankan > 94%. 1,2, 7
Bila didapatkan pasien datang dengan keluhan batuk atau gejala respirasi, maka segera lakukan foto rontgen thoraks. Apabila pada rontgen awal tidak didapatkan kelainan,foto dapat diulangi lagi 4-6 jam setelah tertelan zat hidrokarbon. Semua pasien dengan kelainan radiologis atau gejala respirasi yang menetap setelah diobservasi selama 4-6 jam, memerlukan pemantauan lebih lanjut, sedangkan pasien yang tetap asimptomatik atau tanpa gejala setelah periode observasi, boleh dipulangkan. 2, 7
Pada pasien dengan pneumonitis hidrokarbon yang mengalami penurunan kesadaran, maka patensi jalan nafas harus diperhatikan, dan bila ventilasinya terganggu harus dipasang ventilasi mekanik. Tidak dianjurkan untuk pemberian antibiotika profilaksis, kecuali jika didapatkan tanda-tanda terjadinya infeksi. Begitu halnya juga dengan pemberian kortikosteroid, karena akan meningkatkan angka kejadian dari morbiditas. Pada keadaan hipotensi atau bronkhospasme, pemberian efinefrin dan ketekolamin merupakan kontraindikasi karena hidrokarbon dapat menimbulkan irritabilitas ventrikel yang merupakan predisposisi untuk terjadinya fibrilasi, ketekolamin juga dapat membangkitkan efek ini. 2
PEMUTIH Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 22
Pemutih merupakah cairan rumah tangga yang mengandung 10% sodium hypocloride. Cairan ini jarang tertelan dalam jumlah yang banyak karena rasanya yang sangat tidak enak. Pada umumnya ditemukan gejala mual, muntah dan diare. Dalam jumlah yang kurang dari 100 ml, cairan ini tidak menyebabkan kelainan yang serius pada tubuh. Cairan harus didukung secara particurarly dengan susu. Kerusakan esophagus jarang terjadi dan berhubungan dengan konsentrasi dan jumlah dari cairan tersebut (pemutih industri mengandung lebih dari 50% sodium hypoclorite) yang tertelan. Pasien dengan risiko kerusakan esophagus memerlukan perawatan di rumah sakit dan perlu mendapat perhatian yang ekstra terhadap cairan dan balans elektrolit. Perlu dipertimbangkan untuk pemeriksaan endoskopi lebih dini dengan aspirasi cairan lambung. 4
SINGKONG (MANIHOT UTILISSIMA) Singkong atau cassava mengandung glikosida yang akan dihidrolisis menjadi glukosa, hydrogen asianida, dan aseton oleh beta glukosidase yang di keluarkan oleh tanaman itu sendiri. Selain dalam singkong, sianida juga terdapat di dalam biji tumbuhan (apel, cherry,peach, dan pir) dari hasil pembakaran plastic. 2
Keracunan dapat terjadi tergantung pada kadar asam sianida dan cara pengolahan sebelum dikonsumsi. Merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu dapat menurunkan kadar asam sianida karena akan larut dalam air. 2
Asam sianida adalah suatu racun kuat yang dapat menyebabkan asfiksia. Sianida menghambat terjadi hipoksia jaringan karena oksigen tidak dapat digunakan dan terjadi kegagalan produksi adenosine trifosfat (ATP). Manifestasi klinis keracunan sianida akut sering tidak spesifik, dan terutama menggambarkan kekurangan oksigen di otak dan jantung. 2
Gejala awal keracunan ringan terdiri dari kelemahan, malaise, kebingungan, nyeri kepala, pusing, dan nafas pendek. Pada keadaan lanjut akan timbul gejala mual dan muntah, hipotensi, kejang, koma, apnea, aritmia, dan kematian akibat henti jantung paru. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan warna merah cherry pada kulit dan warna merah pada arteri serta vena retina yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel mengekstraksi oksigen dari darah. Kadang-kadang dapat tercium bau seperti almond pahit pada nafas pasien. Pada keracunan berat, kematian biasanya terjadi dalam waktu 1-15 menit. 2
Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 23
Diagnosis keracunan singkong ditegakkan berdasarkan anamnesis makanan, gejala klinis, laboratorium (AGD, elektrolit dan kadar laktat serum), serta pemeriksaan contoh muntahan dan bahan makanan yang tersisa. 2
Penanganan harus dilakukan secepatnya. Bila makanan diperkirakan masih ada di dalam lambung, lakukan dekontaminasi isi lambung dengan bilas lambung dan berikan arang aktif. Selanjutnya berikan perawatan suportif yang terdiri dari pemberian oksigen 100%, bila perlu lakukan resusitasi kardiopulmonal, dan berikan antidotum (amil nitrit, Na-nitrit dan Na- tiosulfat). Sambil menunggu akses vena, berikan amil nitrit per inhalasi. Setelah akses vena terpasang, berikan Na-nitrit 10 mg/kg atau 0,33 mL/kg larutan Na-nitrit 3%, untuk menghasilkan 20% methemoglobin. Selanjutnya berikan Na-tiosulfat 25% sebanyak 1,6 mL/kg (400 mg/kg) sampai 50 mL (12,5g), intravena dalam 10 menit. Mengingat nitrit adalah vasodilator kuat, maka pemberiannya harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat menyebabkan hipotensi. 2
ALKOHOL, PARFUM dan PEMBERSIH MULUT Ethanol dapat ditemukan pada minuman yang beralkohol, pembersih/pencuci mulut, parfum dan bahan mencukur. Banyaknya kasus yang serius dari keracunan disebabkan oleh karena tertelannya produk dalam jumlah yang besar yang mengandung konsentrasi rendah dari etanol, seperti minuman atau cairan pembersih mulut daripada tertelannya yang terkonsentrasi, dimana yang lebih iritasi. Ethanol menyebabkan depresi SSP, dimana akan memudahkan terjadinya gangguan respirasi. Ethanol dimetabolisme di hati oleh alcohol dehydrogenase yang menggunakan NAD sebagai kofaktor. Ethanol di metabolisme di dalam hati menggunakan NAD sebagai kofaktor. Kompetisi antara metabolism etanol dan jalur metabolic lainnya untuk menjamin suplai NAD menghasilkan terjadinya asidosis dan penurunan proses glukoneogenesis. Penurunan proses glukoneogenesis dapat menyebabkan hipoglikemia pada anak yang muda atau pada anak-anak yang berpuasa sebagai hasil dari kurangnya cadangan glikogen. Konsentrasi etanol dinyatakan dalam volume persen. 1 ml dari etanol murni sama dengan 0,8 gram dari etanol. Volume dari distribusi etanol adalah 0,6 l/kg. Anak-anak yang mencerna 0,4 ml/kg etanol murni harus di observasi selama 4 jam (sebagian besar diharapkan memproduksi konsentrasi etanol darah 50 mg/dl). Pencernaan dari 1,2 ml/kg etanol murni memerlukan opname rumah sakit dan pemeriksaan gula darah secara rutin (sebagian besar diharapkan pproduksi konsentrasi etanol darah 80 mg/dl). 4, 7
Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 24
Arang aktif tidak menghambat penyerapan dan tidak diindikasikan. Karena penyerapan cepat dari etanol dari lambung dan membrane mukosa, percobaan saat induksi emesis atau bilas lambung sama sekali tidak efektif, paling lambat dalam 1 jam pertama tertelan. Bagaimanapun, pengukuran tidak terlalu penting dalam suatu pengobatan dan dibandingkan pada klinis pasien. Dehidrasi harus dikoreksi dengan cairan intravena, perlu perhatian ketat karena dapat terjadi edema cerebral. Hipoglikemia harus dikoreksi dengan dextrose 10% (5 ml/kgBB). Flumazenil dan naloxon telah sering digunakan untuk menghambat efek depresi dari keracunan atau overdosis etanol; infuse fruktosa intravena, akan dapat meningkatkan kemampuan NAD untuk meningkatkan metabolism etanol dan hemodialisis telah digunakan untuk mengobati pasien dengan kadar alhohol yang tinggi dalam darah (> 300mg/dl). Kadar etanol dalam darah yang dapat menyebabkan kelainan fatal adalah > 86,8mmol/L . 4, 7
Melbourne hospital melaporkankan berbagai gejala dari keracunan etanol, seperti mual, muntah, nyeri bagian perut, hipoglikemi, ataksia, letargi, coma, convulsion, depresi respiratory, hipotermia, hipokalemia dan asidosis metabolik. Tatalaksana pada penderita dengan keracunan etanol dilakukan secara simptomatik. Penderita perlu diobservasi selama minimal selama 2 jam. Pemberian karbohidrat secara berkala serta tetap menjaga suhu tubuh penderita agar tidak terjadi hipotermia Penggunaan arang aktif tidak berguna pada keadaan tersebut. Pemeriksaan kadar gula darah secara berkala perlu dilakukan pada penderita. 8
ZAT BESI 1. Periksa tanda klinis keracunan dari zat besi, seperti mual, muntah, nyeri perut dan diare. Muntahan dan feses yang berwarna abu-abu atau hitam. Pada keracunan berat bisa terjadi perdarahan saluran pencernaan, hipotensi, mengantuk, kejang dan asidosis metabolik. Tanda klinis gangguan saluran pencernaan biasanya timbul dalam 6 jam pertama dan bila anak tidak menunjukkan tanda klinis keracunan sampai 6 jam, biasanya tidak memerlukan antidot. 2. Arang aktif tidak dapat mengikat besi, oleh karena itu pertimbangkan untuk melakukan bilas lambung jika jumlah yang tertelan potensial menimbulkan toksisitas. 3. Tentukan apakah perlu memberi antidot, karena hal ini bisa menimbulkan efek samping. Sebaiknya antidot hanya digunakan bila terdapat bukti klinis terjadinya keracunan (lihat di atas) Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 25
4. Jika memutuskan untuk memberi antidot, berikan deferoksamin (50 mg/kgBB hingga maksimum 1 g) dengan suntikan IM dalam dan diulang setiap 12 jam; jika sakitnya berat, berikan infus 15 mg/kgBB/jam hingga maksimum 80 mg/kgBB dalam 24 jam. JENGKOL (PITHECOLOBIUM LOBATUM) Jengkol adalah suatu jenis buah yang biasanya dimakan sebagai lalapan. - Gejala dapat timbul 5-12 jam setelah makan jengkol. Gejala keracunan: kolik, oliguria atau anuria, hematuria, gagal ginjal akut. Gejala tersebut timbul sebagai akibat sumbatan saluran kemih oleh kristal asam jengkol. - Penatalaksanaannya ditujukan untuk mencegah terbentuknya kristal dengan memberikan natrium bikarbonat 0,5 2 gram 4 kali perhari secara oral. Bila terjadi gagal ginjal akut maka penatalaksanaan sesuai dengan gagal ginjal akut. Tidak ada antidotum spesifik. 1
Jengkol sering menimbulkan gejala keracunan yang disebabkan oleh asam jengkol, yaitu suatu asam amino yang mengandung belerang. Timbulnya keracunan tidak tergantung pada jumlah biji jengkol yang dimakan, dimasak atau tidaknya sebelum dimakan, dan muda atau tuanya biji jengkol, tetapi tergantung pada kerentanan seseorang terhadap asam jengkol. 2
Gejala keracunan disebabkan oleh hablur (kristal) asam jengkol yang menyumbat traktus urinarius. Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah memakan jengkol berupa nyeri perut, kadang-kadang disertai muntah dan adanya serangan kolik pada waktu berkemih. Volume urin juga berkurang bahkan sampai terjadi anuria. Kadang-kadang terdapat hematuria. Napas dan urin berbau jengkol. Pada pemeriksaan urin dengan mikroskop dapat ditemukan hablur asam jengkol berupa jarum runcing yang kadang-kadang bergumpal menjadi ikatan atau berupa roset. 2
Tata laksana keracunan jengkol yang ringan (muntah, sakit perut pinggang saja) cukup dengan menasihati pasien untuk banyak minum dan diberikan natrium bikarbonat saja. bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat minum) penderita perlu dirawat dan diberi infuse natrium bikarbonat dalam larutan glukosa 5%. Bila terjadi gagal ginjal, dapat dilakukan hemodialisis/peritoneal dialysis . 2
TEMPE BONGKREK Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 26
Bongkrek adalah sejenis tempe yang dalam proses pembuatannya dicampur dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Pada proses pembuatan ini sering terjadi kontaminasi dengan Clostridium botulinum, yaitu suatu kuman anaerob yang membentuk spora, dan Bacterium cocovenenans yang mengubah gliserinum menjadi racun toksoflavin. 2
Gejala keracunan timbul setelah 12-48 jam, dengan manifestasi serupa dengan gejala yang ditimbulkan oleh kurare yaitu pusing, diplopia, anoreksia, merasa lemah, ptosis, strabismus, kesukaran bernafas, menelan atau berbicara. Kematian bisa timbul dalam 1-8 hari, dan biasanya mengenai beberapa anggota dalam suatu keluarga sekaligus. 2
Tata laksana keracunan tempe bongkrek terdiri dari dekontaminasi lambung dengan bilas lambung dan pemberian katartik. Karena antidotumnya belum ada, dapat diberikan atropine sulfat beserta larutan glukosa intravena. Pemberian glukosa intravena ini sebaiknya disertai dengan pemberian larutan garam fisiologis dan plasma, dan harus diberikan secepatnya. Tempe bongkrek dibuat dari ampas kelapa. Tempe bongkrek yang beracun mengandung racun asam bongkrek yang dihasilkan oleh Pseudomonas cocovenenan yang tumbuh pada tempe ampas kelapa yang tidak jadi. Pada tempe yang jadi, pseudomonas ini tidak tumbuh. - Gejala keracunan bervariasi mulai dari yang sangat ringan hanya: pusing, mual dan nyeri perut sampai berat berupa: gagal sirkulasi dan respirasi, kejang dan kematian. - Antidotum spesifik keracunan bongkrek belum ada. Terapi nonspesifik ditujukan untuk menyelamatkan nyawa, mencegah absorbsi racun lebih lanjut dan mempercepat ekskresi. Atasi gangguan sirkulasi dan respirasi, beri arang aktif. 1
VI. DAFTAR PUSTAKA 1. www.ichrc.org / Prinsip Penatalaksanaan Terhadap Racun yang Tertelan 2. Alwi, Enny Harliani. Tata Laksana Keracunan. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. 2013. IDAI. 3. Penatalaksaan Umum Keracunan. Universitas Gajah Mada Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 27
4. M Riordan, G Rylance, K Berry. Poisoning in children 4: Household products, plants, and mushrooms. 2002. P:403-406 5. Keracunan. Scrib 6. M Riordan, G Rylance, K Berry. Poisoning in children 1: General Management. Arch Dis Child 2002. www.archdischild.com. P:392-396 7. NN. Acute Poisoning Guidelines For Initial Management. 2012. www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/Acute_Poisoning_Guidelines_For_Initial_Man agement 8. Michael Lupa, Jacqueline Magne, Lindhe Guarisco, Ronald Amedee. Update on the Diagnosis and Treatment of Caustic Ingestion. The Ochsner Journal. 2009. P:54-59