Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH STANDARISASI OBAT TRADISIONAL

“UJI TOKSIKOLOGI PADA OBAT TRADISIONAL”

Dosen Pengampu: M. Saka Abeiasa,M.Biomed

Disusun Oleh:Ririn Aflianti


Nim: 221048201093

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS SUMATERA BARAT (UNISBAR)
Tahun 2023
BAB I

PENDAHULUAN

Obat tradisional telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia dan secara

empiris bermanfaat untuk pengobatan berbagai penyakit. Penelitian mengenai obat

tradisional terus berkembang bahkan meningkat jumlahnya. Namun, hingga saat ini

hanya beberapa penelitian obat tradisional yang dapat digunakan dalam fasilitas

kesehatan, karena harus memenuhi syarat keamanan, manfaat dan terstandarisasi.

Umumnya obat tradisional dapat terdiri atas lebih dari satu macam simplisia yang

bertujuan untuk meningkatkan efek terapinya sehingga proses penyembuhan cepat

tercapai.

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-

bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan

pengalaman. Pengobatan tradisional telah memberikan kontribusi yang nyata dalam

pelayanan kesehatan. Pengobatan tradisional sendiri ini terbagi menjadi dua yaitu cara

penyembuhan tradisional atau traditional healing yang terdiri daripada pijatan,

kompres, akupuntur dan sebagainya serta obat tradisional atau traditional drugs yaitu

menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia dari alam sebagai obat untuk

menyembuhkan penyakit.

Salah satu contoh dari pengobatan tradisional adalah pengobatan herbal,

pengobatan ini telah berlangsung sejak lama digunakan nenek moyang dengan

memakai bahan bahan alami dari alam dan obat herbal ini telah digunakan meluas

secara turun menurun sampai sekarang. Umumnya obat herbal digunakan untuk
memelihara kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan terhadap penyakit

maupun pemulihan kesehatan.

Pengobatan ini telah berkembang digunakan dengan baik dikarenakan

keanekaragaman hayati di Indonesia sangat belimpah. Didunia keanekaragaman

hayati Indonesia menduduki urutan terkaya, hal ini dikarenakan , Indonesia memiliki

kurang lebih 30.000 spesies tanaman dan diketahui sekurang-kurangnya 9.600 spesies

tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies telah digunakan

sebagai bahan obat-obatan herbal.Tidak heran juga jika masyarakat Indonesia telah

menggunakan obat herbal yang berasal dari tumbuhan secara turun-temurun, hal ini

dikarenakan potensi sumber daya tumbuhan yang ada di Indonesia sangat berlimpah

sejak dahulu.

Agar dapat digunakan secara luas, suatu produk harus melalui beberapa tahap

pengujian. Pengujian suatu produk meliputi beberapa tahapan yaitu pemilihan,

pengujian farmakologik, pengujian toksisitas, pengujian farmakodinamik,

pengembangan sediaan atau formulasi, penapisan fitokimia dan standarisasi sediaan

serta tahap akhir berupa pengujian klinik. Uji toksisitas sendiri terdapat beberapa

tahapan yaitu uji toksisitas akut, uji toksisitas subkronik, uji toksisitas kronik.

Skrining toksikologi sangat penting dalam perkembangan obat baru serta

untuk mengetahui potensi terapi yang dimiliki oleh suatu molekul obat. Pengujian

toksisitas secara umum ditujukan untuk mengetahui efek yang tidak dikehendaki

suatu obat terutama terhadap kejadian kanker, gangguan organ vital dan iritasi kulit

atau mata (Parasuraman, 2011). Pada tahun 2014 diketahui jumlah produksi tanaman

obat guna biofarmaka meningkat hingga 9,97% dari tahun sebelumnya dan terus
meningkat sebanyak 5% hingga tahun 2017 peningkatan mencapai 14,97% (Salim

and Munadi, 2017).


BAB II

PEMBAHASAN

A. Uji Toksikologi

Penggunaan obat tradisional dalam bidang kesehatan terus meningkat, dan

seiring dengan perkembangannya harus disertai dengan data keamanan agar dapat

dimanfaatkan oleh manusia. Sebelum digunakan secara luas, obat tradisional harus

melalui tahapan uji praklinik yang terdiri atas uji toksikologi untuk menilai keamanan

obat yang diuji dan spektrum efek toksik, serta uji farmakodinamik untuk

memberikan informasi tentang khasiat. Kemudian dilanjutkan dengan uji klinik pada

manusia untuk membuktikan manfaat obat tradisional sesuai dengan indikasi yang

diajukan, serta memastikan status keamanan obat tradisional pada manusia.

Toksisitas adalah efek toksik suatu zat baik bahan kimia ataupun obat terhadap

organ target. Uji toksisitas terdiri dari 2 jenis, yaitu toksisitas umum yang terdiri dari

toksisitas akut, sub akut atau sub kronis, kronis dan toksisitas khusus yang terdiri dari

uji toksisitas teratogenik, mutagenik, dan karsinogenik.

Umumnya uji toksisitas dibagi menjadi tiga, yaitu uji toksisitas akut dengan

pemberian obat dosis tunggal ataupun dosis ganda secara oral dalam jangka waktu 24

jam. Uji toksisitas akut bertujuan untuk menentukan dosis letal median (LD50),

mengetahui organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta

memberikan informasi mengenai dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian

yang lebih lama.


Uji toksisitas jangka pendek (sub kronik) dengan pemberian berulang suatu

dosis obat pada hewan coba, selama jangka waktu tidak lebih dari 10% masa hidup

hewan. Pengujian toksisitas sub kronik dapat memberikan informasi mengenai

toksisitas kumulatif suatu zat, organ target, toleransi fisiologi dan metabolik pada

pemaparan jangka panjang. Uji toksisitas jangka panjang (kronik) dengan pemberian

zat berulang-ulang selama masa hidup hewan uji, atau sekurang-kurangnya sebagian

besar dari masa hidupnya. Tujuan pengujian toksisitas kronik adalah untuk

menentukan sifat toksisitasnya.

Pada uji toksisitas akut perlu dilakukan sekurang-kurangnya satu spesies

hewan coba biasanya spesies pengerat yaitu mencit atau tikus. Hewan ini dipilih

karena murah, mudah didapat, dan mudah ditangani. Pada uji toksisitas akut

ditentukan nilai LD50, karena itu perlu diberikan dosis yang menyebabkan kematian

lebih dari 50% hewan coba. Jika LD50 tidak dapat ditentukan maka diberikan sampai

dosis maksimal yang masih mungkin diberikan pada hewan coba. Volume obat yang

diberikan untuk pemberian oral tidak boleh lebih dari 2-3% berat badan hewan coba.

Setelah mendapatkan perlakuan mencit diamati secara intensif, cermat selama

jangka waktu tertentu, biasanya 7-14 hari, bahkan dapat lebih lama terutama berkaitan

dengan pemulihan gejala toksik. Selain mengamati terjadinya kematian hewan coba,

hal lain yang perlu diperhatikan adalah timbulnya efek toksik terutama yang terkait

dengan fungsi organ tubuh vital antara lain ginjal, hati, dan hemopoetik.

Nilai LD50 berguna untuk:

1. Klasifikasi zat kimia berdasarkan toksisitas relatif.

2. Pertimbangan akibat bahaya overdosis.

3. Perencanaan studi toksisitas jangka pendek pada binatang.


4. Menyediakan informasi mengenai :

a) Mekanisme keracunan.

b) Pengaruh terhadap umur, seks, inang lain, dan faktor lingkungan.

c) Respon yang berbeda-beda di antara spesies dan galur.

5. Menyediakan informasi tentang reaktivitas populasi hewan-hewan

tertentu.

6. Memberikan informasi yang diperlukan secara menyeluruh dalam

percobaan-percobaan obat penyembuh bagi manusia.

7. Kontrol kualitas.

Toksisitas merupakan suatu sifat relatif untuk membandingkan satu zat kimia

dengan yang lainya. Perbandingan sangat informatif, sehingga harus disertai dengan

pendekatan toksikologi dengan penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat kimia

itu dan dalam berbagai kondisi dimana efek berbahaya itu terjadi.Apabila suatu zat

kimia dikatakan toksik,maka kebanyakan orang dapat menyimpulkan sebagai zat

yang memiliki efek yang berbahaya atau tidak diinginkan pada semua mahluk hidup

(Loomis,1978).

Menurut BPOM tahun 2014, prinsip uji toksisitas akut oral merupakan

pengujian yang dilakukan untuk mengetahui munculnya efek toksik dalam waktu

singkat setelah diberikan sediaan uji secara peroral dalam dosis tuggal, ataupun dalam

dosis berulang pada waktu 24 jam . Uji toksisitas akut menurut Loomis (1998)

merupakan uji tunggal yang dilakukan dengan zat kimia yang berkaitan dengan sistem

biologi. Pengukurantoksisitas dapat dilakukan menggunakan LD50.

Tabel 1.Klasifikasi zat kimia sesuai dengan Toksisitas Relatifnya (Loomis,1978)

Kategori LD50 (mg/kg BB)


Luar biasa toksik <1 mg/kg
Sangat toksik 1-50 mg/kg
Cukup toksik 50-500 mg/kg
Sedikit toksik 0,5-5 g/kg
Praktis tidak toksik 5-15 g/kg
Relatif kurang berbahaya >15 g/kg

B. Urgensi Uji Toksikologi

Pengujian toksisitas penting dilakukan untuk memperkirakan derajat

kerusakan yang diakibatkan suatu senyawa terhadap material biologik maupun

nonbiologik. Pengujian lazim dilakukan pada suatu calon produk untuk memenuhi

persyaratan edar dan perijinan dari suatu wilayah atau negara. Skrining toksikologi

sangat penting dalam perkembangan obat baru serta untuk mengetahui potensi terapi

yang dimiliki oleh suatu molekul obat.

Pengujian toksisitas secara umum ditujukan untuk mengetahu efek yang tidak

dikehendaki oleh suatu obat terutama terhadap kejadian kanker, gangguan jantung dan

iritasi kulit atau mata (Parasuraman, 2011). United States of Food and Drug

Administration (FDA) menyatakan bahwa skrining dilakukan terhadap senyawa yang

berpotensi obat atau toksik pada hewan.

Pengujian toksisitas akut dilakukan untuk menentukan efek dari pemberian

dosis tunggal suatu senyawa pada hewan. Umumnya direkomendasikan pengujian ini

dilakukan terhadap dua jenis hewan (rodensia dan non rodensia). Produk yang diuji

diberikan pada hewan coba dengan dosis yang berbeda, kemudian dilakukan

pengamatan selama 14 hari. Kematian yang terjadi selama masa pengujian diamati,
diuji secara morfologi, biokimia, patologi dan histopatologi dicatat dan diamati.

Pengujian akut menghasilkan nilai Lethal dose (LD50).

Pada umumnya penentuan lethal dose memerlukan jumlah hewan dalam

jumlah besar, yang merupakan hambatan dalam melakukan uji toksisitas. Superjamu

merupakan sediaan herbal yang sedang diuji lapang dengan berbagai dosis dan

frekwensi pemberian setiap hari dan selang beberapa hari.

The OECD Guidelines for the Testing of Chemicals (OECD, 2004) merupakan

standar yang diterima secara internasional untuk menguji keamanan produk, meliputi

bahan kimiawi, pestisida, perawatan dan lain-lain. Standar ini selalu ditinjau oleh

banyak pakar dari berbagai negara yang termasuk anggota OECD. Metode ini dipilih

untuk menguji keamanan produk Superjamu, sebagai produk yang akan diedarkan

untuk memperkirakan dosis toksik. Metode ini dianggap cukup ideal karena

menggunakan sedikit hewan coba, mudah aplikasinya dan dapat sekaligus

memperkirakan nilai LD 50.

Pengujian toksikologi juga dapat digunakan untuk menghitung No Observed

Adverse Effect Level (NOAEL) dan bermanfaat untuk uji klinik (Setzer and Kimmel,

2003). Pandangan moderen yang mulai beralih pada sumber obat- obatan natural

semakin meningkat. Aspek toksikologi yang masih belum banyak diketahui dari

pemakaian bahan pangan maupun obat dikarenakan alasan penggunaan yang turun

menurun harus mulai beralih ke penelitian toksikologi karena semakin banyaknya

bahan-bahan natural yang dimanfaatkan untuk pengobatan (Lee et al., 2003).


C. Obat Tradisional

Obat tradisional indonesia adalah warisan budaya bangsa sehinga perlu untuk

diteliti, digali, dan dikembangkan sehingga dapat digunakan oleh masyarakat secara

luas. Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan yang berasal dari

tumbuhan, hewan, mineral, sedian galenik atau campuran dari bahan tersebut yang

secara turun temurun telah digunakan sebagai obat. Obat bahan alam dapat

dikategorikan menjadi 3 macam diantaranya Jamu (turun temurun), herbal terstandar

(telah lolos uji preklinik), dan fitofarmaka (lolos uji klinik).

Obat asli indonesia yang terkenal adalah jamu, umumya adalah obat herbal,

merupakaan obat yang berasal dari tumbuhan. Fitofarmaka merupakan obat bahan

alam terutama dari alam nabati, yang berkhasiat jelas dan terbuat dari bahan baku,

baik berupa simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan,

sehingga terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan, dan kegunaanya dalam

masyarakat.

Keamanan adalah syarat terpenting yang harus dimiliki oleh suatu obat herbal.

Obat herbal dikatagorikan aman apabila telah melalui uji toksisitas dengan

menggunakan hewan coba dan telah terbukti aman secara klinis untuk dikonsummsi.

Uji toksisitas penting ada perkembangan obat baru sebelum dapatdigunakan pada

manusia. Ujitoksisitas dilakukan untuk menentukan bahaya atauresiko dari suatu

subtansi. Beberapa tahapan pengembangan obat tradisional untuk menjadi fitofarmaka

yaitu: seleksi; uji preklinik, terdiri atas uji toksisitas dan uji farmakodinamik;

standardisasi sederhana, penentuan identitas dan pembuatan sediaan terstandar; dan uji

klinik (Dewoto, 2007).

Penggunaan obat herbal telah diterima oleh hampir seluruh Negara di dunia.

Di Negara-negara maju, penggunaan obat herbal tertentu sangat popular. Di Negara-


negara sedang berkembang, sebagian besar penduduknya masih terus menggunakan

obat herbal terutama untuk kebutuhan kesehatan dasarnya. Bahkan di Afrika, sekitar

80% masyarakat menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer dan keperluan

kesehatan. Di Indonesia obat tradisional masih digunakan secara luas di masyarakat,

baik pedesaan maupun diperkotaan.

Berdasarkan data hasil riset kesehatan dasar 2010, hampir setengah (49,53%)

penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas, mengonsumsi jamu. Proporsi jenis jamu

yang banyak dipilih untuk dikonsumsi adalah jamu cair (55,16%); bubuk (43,99%);

dan jamu seduh (20,43%). Sedangkan proporsi terkecil adalah jamu yang dikemas

secara modern dalam bentuk kapsul/pil/tablet (11,58%).

D. Uji Taksikologi pada Obat Tradisional

Pengobatan dengan menggunakan obat herbal telah lama digunakan oleh

masyarakat Indonesia yang secara empiris bermanfaat untuk membantu

menyembuhkan penyakit. Pengembangan penelitian mengenai obat herbal saat ini

semakin berkembang dan meningkat. Banyak penelitian yang dilakukan dalam upaya

mengembangkan atau memanfaatkan sumber daya alam Indonesia sebagai bahan

baku dalam pengembangan obat herbal.

Namun, hingga saat ini hanya beberapa penelitian obat herbal yang dapat

digunakan dalam fasilitas kesehatan, karena harus memenuhi persyaratan keamanan,

serta manfaat dan terstandarisasi. Hal yang sangat penting yang harus dilakukan pada

saat menggunakan bahan alam sebagai bahan baku obat adalah mengetahui efek

toksisitas dari senyawa yang terkandung.


Penggunaan obat herbal semakin meningkat sehingga diperlukan penelitian

secara ilmiah tentang khasiat, keamanan dan standar kualitasnya agar penggunaannya

sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Untuk memenuhi standar mutu

tersebut diperlukan upaya penegasan keamanan melalui uji praklinik yang meliputi uji

ketoksikan dan khasiat. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan

keamanan dan khasiat dariobat herbal.

Oleh karena itu harus dilakukan pengujian toksisitas untuk memperkirakan

derajat kerusakan yang diakibatkan suatu senyawa terhadap material biologik maupun

nonbiologik. Pengujian toksisitas biasanya dilakukan pada suatu calon produk untuk

memenuhi persyaratan edar dan perizinan dari suatu wilayah atau negara. Hal tersebut

dilakukan guna untuk menjamin keamanan penggunaan produk obat herbal terhadap

konsumen. Pengujian toksisitas pada obat herbal dibagi menjadi dua, yaitu uji

toksisitas umum dan khusus. Salah satu pengujian toksisitas khusus yang dilakukan

yaitu uji toksisitas teratogenik.

Menurut perka BPOM No.7 tahun 2014 menyebutkan bahwa uji

teratogenisitas merupakan suatu pengujian untuk memperoleh informasi adanya

abnormalitas fetus yang terjadi karena pemberian sediaan uji selama masa

pembentukan organ fetus (masa organogenesis). Informasi tersebut meliputi

abnormalitas bagian luar fetus (morfologi), jaringan lunak serta kerangka fetus.

Prinsip uji teratogenisitas adalah pemberian sediaan uji dalam beberapa

tingkat dosis pada beberapa kelompok hewan bunting selama paling sedikit masa

organogenesis dari kebuntingan, satu dosis per kelompok. Satu hari sebelum waktu

melahirkan induk dibedah, uterus diambil dan dilakukan evaluasi terhadap fetus.

(BPOM, 2014) Pengujian toksisitas biasanya mengacu pada The OECD (Organization
for Economic Co-operation and Developmen) Guidelines for the Testing of Chemicals

yang merupakan standar yang diterima secara internasional untuk menguji keamanan

produk, meliputi bahan kimiawi, pestisida, perawatan dan lain-lain.

Standar ini selalu ditinjau oleh banyak pakar dari berbagai negara yang

termasuk anggota OECD. Metode ini dianggap cukup ideal karena menggunakan

sedikit hewan coba, mudah aplikasinya dan dapat sekaligus memperkirakan nilai LD

50. Pengujian teratogenik sendiri menurut OECD terdapat 2 metode uji yaitu sesuai

dengan OECD 414 dan OECD 236. (OECD, 2018).


BAB III

KESIMPULAN

Penggunaan obat tradisional dalam bidang kesehatan terus meningkat, dan

seiring dengan perkembangannya harus disertai dengan data keamanan agar dapat

dimanfaatkan oleh manusia. Sebelum digunakan secara luas, obat tradisional harus

melalui tahapan uji praklinik yang terdiri atas uji toksikologi untuk menilai keamanan

obat yang diuji dan spektrum efek toksik, serta uji farmakodinamik untuk

memberikan informasi tentang khasiat. Kemudian dilanjutkan dengan uji klinik pada

manusia untuk membuktikan manfaat obat tradisional sesuai dengan indikasi yang

diajukan, serta memastikan status keamanan obat tradisional pada manusia.

Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan yang berasal dari

tumbuhan, hewan, mineral, sedian galenik atau campuran dari bahan tersebut yang

secara turun temurun telah digunakan sebagai obat. Obat bahan alam dapat

dikategorikan menjadi 3 macam diantaranya Jamu (turun temurun), herbal terstandar

(telah lolos uji preklinik), dan fitofarmaka (lolos uji klinik).

Pengujian toksisitas biasanya dilakukan pada suatu calon produk untuk

memenuhi persyaratan edar dan perizinan dari suatu wilayah atau negara. Hal tersebut

dilakukan guna untuk menjamin keamanan penggunaan produk obat herbal terhadap

konsumen. Pengujian toksisitas pada obat herbal dibagi menjadi dua, yaitu uji

toksisitas umum dan khusus. Salah satu pengujian toksisitas khusus yang dilakukan

yaitu uji toksisitas teratogenik.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional: Tata Laksana Uji

Praklinik Obat Tradisional: Tata Laksana Teknologi Farmasi Obat Tradisional:

Tata Laksana Uji Klinik Obat Tradisional. Edisi I. Departemen Kesehatan RI,

Jakarta: 3, 15-21.

Lu, C.F. 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko. Edisi 2.

Terj. dari Basic Toxicology: Fundamentals, Target Organs, and Risk Assesment.

Alih bahasa: Edi Nugroho. UI Press, Jakarta : 87, 208-212

Parasuraman P. (2011)Toxicological sreening. J. Pharmacol Pharmacother. Apr-

Jun;2(2):74- 79

OECD Guidelines for The Testing of Chemicals. Section 4. (2002) Test N0 423: Acute

toxicity- Acute Toxic Class Method. OECD iLibrary. 2- 14

Setzer, R.W. and Kimmel, C.,A. (2003) Use of NOAEL, benchmark dose, and other

models for human risk assessment of hormonally active substances. Pure Appl

Chem. 75:2151–8.

Lee, J.E., Kim, H.J., Choi E.K., Chai, H.Y., Yun, Y.W., Kim, D.J., Nam, S.Y., Lee,

B.J. Ahn, B.W., Kang, H.G., and Kim, Y.B. (2003) Four- week repeated-dose

toxicity study on Pinellia Extract. Korean J. Lab. Anim. Sci. 19:127–141.

Asmino, P., 1995. Pengalaman Peribadi Dengan Pengobatan Alternatif. Jakarta:

Airlangga University Press

Kesehatan M, Indonesia R. Menteri kesehatan republik indonesia. 2011;(541):1-19.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik

Obat Tradisional. 1st ed. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2000.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kebijakan Obat Tradisional Nasional.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2007.

Katno PS. Tingkat Manfaat Dan Keamanan Tanaman Obat Dan Obat Tradisonal.

Yogyakarta: Fakultas Farmasi UGM.

Loomis , TA., 1978, Toksikologi dasar, diterjemahkan oleh Donatus, LA., edisi III,

IKIP Semarang Press, Semarang: 39-41; 58-60.

BPOM.2014. Peraturan Kepala Badan POM No. 12 tahun 2014.

OECD 414. 2018. Prenatal Developmental Toxicity Study

WHO, 2003. Traditional medicine, http://www.who.int/mediacentre/fact

sheets/fs134/en/

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Integrasi Pengobatan Dalam

Sistem KesehatanNasional. Available from:www.depkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai