Anda di halaman 1dari 21

UJI

PRAKLINI
K OBAT
EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT

KIMIA
NAMA KELOMPOK
1. Ni Ketut Sri Eva 2048202011
2. Ni Kadek Widya Santi 2048202012
3. Komang Yudhia Prettydina Indirayani 2048202013
4. Ni Made Yunita Dwi Utami 2048202014
5. Putu Tiara Zabrina 2048202015
PENDAHULUAN
Banyak obat modern yang ada sekarang diperoleh berasal dari bahan alam seperti tanaman,
jamur kapang atau dari mineral tertentu. Sebagai contoh aspirin (asetil spinura saurin), Indonesia
dikenal sebagai pusat raksasa (mega center) keanekaragaman hayati dengan kekayaan alam yang
berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal untuk dikembangkan sebagai bahan
pengembangan industri herbal medicine, dan melalui teknologi farmasi berdasarkan proses skrining
kandungan bahan aktif dapat dikembangkan menjadi obat semisintetik maupun sintetik dalam
pengembangan obat tradisional ke arah pengembangan obat modern.
Uji praklinik dalam bidang farmakologi adalah suatu uji yang dilakukan pada hewan coba dan
atau pada bahan biologi lainnya seperti kultur jaringan dan kultur biakan kuman. Berdasarkan
kesepakatan yang ditetapkan World Health Organization (WHO) suatu bahan/zat yang akan
digunakan untuk tujuan pengobatan baik sebagai obat hewan maupun obat manusia harus melalui
tahapan uji yakni uji praklinik dan uji klinik.
OBAT
KIMIA
Obat merupakan suatu zat atau bahan-bahan yang berguna dalam menetapkan diagnosa,
mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit,
luka atau kelainan fisik dan rohani pada manusia atau hewan, termasuk mempercantik
tubuh atau bagian tubuh manusia. Obat Kimia merupakan zat-zat kimia yang digunakan
sebagai bahan utama obat kimiawi yang biasanya ditambahkan dalam sediaan obat
tradisional/jamu untu memperkuat indikasi dari obat tradisional tersebut. (BPOM 2013).

1. Penggolongan Obat
a) Obat bebas, yaitu obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep
dokter. Contoh:
b) Obat bebas terbatas, adalah segolongan obat yang dalam jumlah tertentu aman
dikonsumsi namun jika terlalu banyak akan menimbulkan efek yang berbahaya.
Biasanya obat bebas terbatas memiliki peringatan pada kemasannya sebagai berikut:
• P No. 1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan, memakainya ditelan
• P No. 2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan
• P No. 3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar dari badan
• P No. 4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar.
• P No. 5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan
• P No. 6: Awas! Obat Keras. Obat Wasir, jangan ditelan
Contoh:
c) Obat wajib apotek, adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker pengelola
apotek tanpa resep dokter.
Contoh :

d) Obat keras, adalah obat yang berbahaya sehingga pemakaiannya harus di bawah
pengawasan dokter dan obat hanya dapat diperoleh dari apotek, puskesmas dan
fasilitas pelayanan kesehatan lain seperti balai pengobatan dan klinik dengan
menggunakan resep dokter.
Contoh :
e) Psikotropika dan narkotika

Psikotropika merupakan zat atau obat yang secara alamiah ataupun buatan yang
berkhasiat untuk memberikan pengaruh secara selektif pada sistem syaraf pusat
dan menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Obat golongan
psikotropika masih digolongkan obat keras sehingga disimbolkan dengan lingkaran
merah bertuliskan huruf “K” ditengahnya. Sedangkan narkotika merupakan obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis
yang dapat menyebabkan perubahan kesadaran dari mulai penurunan sampai
hilangnya kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Narkotika disimbolkan dengan lingkaran merah yang
ditengahnya terdapat simbol palang (+).
UJI
PRAKLINI
K
Pada umumnya uji praklinik dilaksanakan dengan tujuan untuk penelitian suatu bahan yang
diduga berkhasiat obat dan atau terhadap bahan obat yang telah lama beredar di
masyarakat tetapi belum dibuktikan khasiat dan kemanannya secara ilmiah seperti jamu
untuk ditingkatkan statusnya menjadi obat herbal terstandar (OHT) atau obat fitofarmaka.
Kajian dalam bidang Ilmu Farmakologi menyebutkan bahwa untuk penemuan obat
sekurang-kurangnya dilakukan melalui 1 dari 4 metode pendekatan ilmiah yaitu:
1) Pendekatan berdasarkan penggunaan obat secara ”empirik”
2) Pendekatan berdasarkan ”terjadinya respons obat”
3) Penemuan obat ”secara kebetulan” (to happen)
4) Pendekatan melalui proses ”skrning” yakni melalui proses pemisahan secara bertahap
terhadap bahan yang diduga berkhasiat obat.
Uji praklinik adalah suatu uji yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keamanan
dan kebenaran khasiat suatu bahan uji secara ilmiah yang dilakukan melalui uji toksisitas
dan uji aktivitas, sedangkan uji klinik dilakukan melalui 4 fase uji termasuk MESO.
UJI
TOKSISITAS
Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi tingkat ketoksikan suatu zat/bahan yang akan
digunakan sebagai obat. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan uji toksisitas dapat memberikan
informasi tentang tingkat keamanan suatu zat/bahan pada hewan coba atau bahan biologi lainnya
sebelum zat/bahan tersebut digunakan di klinik.

Uji Toksisitas In Vitro

Uji Toksisitas In Vivo


Uji Toksisitas Umum
1) Uji Toksisitas Akut
Uji toksisitas akut adalah suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu zat/bahan yang
dilakukan dalam kurun waktu tidak lebih dari 24 jam, dengan dosis tinggal. Tujuan dilakukan uji
toksisitas akut adalah untuk menentukan batas keamanan suatu bahan dengan menentukan
dosis yang menyebabkan kematian 50% pada hewan coba
2) Uji Toksisitas Subkronis
Uji toksisitas subkronis adalah suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu zat/bahan
dengan dosis berulang dalam kurun waktu 14–90 hari namun WHO menyarankan sampai 180
hari tergantung dari lama waktu pemakaian obat yang akan digunakan di klinik
(3) Uji Toksisitas Kronis
Uji toksisitas kronis adalah suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu bahan uji pada
hewan coba dengan dosis berulang. Tujuan dari uji toksisitas kronis adalah untuk mengetahui
profil toksisitas suatu bahan uji secara berulang dalam jangka panjang.
Uji Toksisitas Khusus
Uji toksisitas khusus adalah suatu uji yang khusus dilakukan untuk menentukan tingkat
ketoksikan suatu bahan uji yang diduga potensial dapat menimbulkan efek khusus pada
hewan coba seperti dapat mengganggu perkembangan fetus dalam kandungan atau bahan
uji yang berdasarkan struktur kimia diduga potensial menyebabkan onkogenitas, atau bahan
uji yang dalam pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan secara genetik
(genotoxicity).
(1) Uji Teratogenik
Uji teratogenik dilakukan dimulai dari tahap implantasi sampai tahapan
organogenesis sempurna (pada kelompok roden dilaksanakan pada hari ke 4
sampai hari ke 11 setelah kawin). Pada tahap ini kemungkinan terjadi malformasi
dalam perkembangan embrio akibat pemaparan bahan uji.
(2) Uji Karsinogenik
Uji karsinogenik dilakukan dalam jangka lama yakni pada tikus dalam waktu 24
bulan sedangkan pada mencit 18 bulan. Berdasarkan Japenese Guidelines for
Toxicity Studies lama uji pada tikus 130 minggu dan pada mencit 104 minggu.
Parameter yang diamati adalah terbentuknya neoplasma dan peningkatan kasus
neoplasma sejalan dengan peningkatan dosis bahan uji.

(3) Uji Mutagenik


Uji mutagenik meliputi mutasi gen dan mutasi kromosomal. Mutasi gen adalah
perubahan pada sekuen nukleotida pada satu atau beberapa segmen yang dikode
gen dalam bentuk substitusi basa purin atau pirimidin, atau
penghilangan/pergeseran basa tertentu yang berakibat perubahan pada sekuen
DNA.
UJI AKTIVITAS
Uji aktivitas (khasiat) adalah suatu uji untuk menentukan kebenaran khasiat suatu bahan uji yang
dibuktikan secara ilmiah pada hewan coba atau pada bahan biologi tertentu dengan metodologi
dan parameter yang akan di uji ditentukan berdasarkan tujuan penggunaan bahan uji yang akan
dipakai di klinik. Seperti halnya uji toksisitas, pada uji aktivitas dikenal uji aktivitas in vitro dan uji
aktivitas in vivo. Pada uji aktivitas secara in vitro dilaksanakan terhadap jenis obat terbatas
seperti obat antimikroba, obat anti kanker, obat anti parasit dan anti jamur, menggunakan media
tertentu sebagai subjek penelitian. Namun demikian bahan uji yang telah dibuktikan aktivitasnya
secara in vitro masih harus dilanjutkan dengan uji aktivitas in vivo pada hewan coba.
Contoh Pemanfaatan Dalam
Pengembangan Kefarmasian
Sintesis O-(Isoleusil) Parasetamol Dan Uji Aktivitas
Analgesik Terhadap Mencit (Mus Musculus) Dengan Metode
a.
HotTujuan
Plate Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mensintesis senyawa O(isoleusil)
parasetamol melalui reaksi Schotten Baumann antara Parasetamol dan
Isoleusil klorida. Senyawa sintesis tersebut diuji aktivitas analgesiknya
pada Mencit.
b. Metode Penelitian
Sintesis Senyawa O-(isoleusil) parasetamol Proses sintesis senyawa dilaksanakan melalui dua
tahapan:
• Tahap 1 : Senyawa isoleusil klorida disintesis dengan mereaksikan isoleusin dengan tionil
klorida (SOCl2).
• Tahap 2 : Senyawa O-(isoleusil) parasetamol disintesis dengan mereaksikan isoleusil klorida
dengan parasetamol berdasarkan reaksi Schotten Baumann.
c. Penyiapan Hewan Coba
Disiapkan 55 ekor mencit jantan kemudian dibagi
secara acak menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama
atau kelompok uji diberi senyawa uji O-(isoleusil)
parasetamol (12,5; 25; 50; 100; 200 mg/kg BB) per
dosis 5 ekor mencit. Kelompok kedua atau kelompok
pembanding diberi senyawa parasetamol (12,5; 25;
50; 100; 200 mg/kgBB) per dosis 5 ekor mencit.
Kelompok ketiga atau kontrol diberi larutan water for
injection sebanyak 5 ekor mencit.
d. Uji Aktivitas Analgesik
Mencit diletakkan dalam wadah hot plate untuk beradaptasi selama 5 menit, setelah
terlihat tenang dan tidak banyak bergerak maka sinari telapak kaki Mencit dengan cahaya
inframerah. Catat waktu yang diperlukan hingga Mencit mengangkat atau menjilat kakinya
sebagai waktu respon awal. Ambil Mencit dari hot plate dan berikan sediaan uji melalui rute
intraperitoneal. Letakkan kembali ke wadah hot plate lalu sinari dengan cahaya inframerah
pada telapak kaki mencit sebelah kiri. Stimulasi panas diberikan pada rentang waktu 0, 5,
10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110 dan 120 menit. Amati waktu yang dibutuhkan
oleh mencit untuk merespon stimulasi panas.
e. Analisa Data
Data pengamatan hasil uji aktivitas analgesik berupa waktu respons Mencit diuji
menggunakan ANOVA satu arah pada α = 0,05. Analisa data dilanjutkan dengan pengujian
Tukey HSD 5% untuk mengetahui kelompok dosis 12,5; 25; 50; 100; 200 mg/kgBB yang
memberikan perbedaan bermakna.
f. Hasil dan Pembahasan
Hasil uji menunjukkan bahwa senyawa hasil síntesis sesuai yang diharapkan. Pengujian aktivitas
analgesik senyawa dilaksanakan pada Mencit (Mus musculus) dengan metode hot plate. Dosis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 12,5; 25; 50; 100; 200 mg/kg BB diberikan secara
intraperitoneal dan parasetamol dengan dosis sama sebagai senyawa pembanding. Hasil penelitian
menunjukkan nilai ED50 O-(isoleusil) parasetamol 50 mg/kg BB dan ED50 parasetamol adalah 66
mg/kg BB. Berdasarkan nilai ED50 dapat disimpulkan bahwa O-(isoleusil) parasetamol memiliki
aktivitas analgesik yang lebih tinggi dibanding parasetamol. Hasil uji statistik Tukey HSD
menunjukkan bahwa aktivitas analgesik parasetamol dan O-(isoleusil) parasetamol tidak berbeda
bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
Parwitha, dkk. 2020. “Sintesis O- ( Isoleusil ) Parasetamol Dan Uji Aktivitas Analgesik Terhadap Mencit
( Mus Musculus ) Dengan Metode Hot Plate Synthesis of O- ( Isoleucyl ) Paracetamol and Analgesic
Activity Assay Using Hot Plate Method in Mice ( Mus Musculus ).” Journal of Pharmacy Science and
Practice 7(2): 64–69.

Pradono, J. 2019. “Bunga Rampai Uji Klinik.” Bunga rampai uji klinik 1(2-5): 1–188.
http://repository.bkpk.kemkes.go.id/3852/1/Buku Bunga Rampai Uji Klinik.pdf.

Meles, D. 2010. “Peran Uji Praklinik Dalam Bidang.” Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
(AUP):133.https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/767616f64cd58798f369396ffb.pdf.

Brier,dkk. 2020. 21 Farmakologi. http://journal.um surabaya.ac.id/indexphp/JKM/article/view/

2203
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai