Anda di halaman 1dari 125

MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

Dosen Pengampu :

1. Dr. Widyati, M. Clin. Pharm., Apt.


2. Dra. Tri Murti Andayani, Sp.FRS., PhD., Apt.
3. Drs. Budi Raharjo, Sp. FRS., Apt.

MFK UGM 2019 Page 1


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 2
DOSEN : Dr. Widyati, M. Clin. Pharm., Apt. .............................................................................................. 3
1. PENGANTAR FARMASI KLINIK DAN PHARMACEUTICAL CARE ...................................... 3
2. PHARMACEUTICAL CARE PADA INFEKSI ............................................................................ 17
4. PHARMACEUTICAL CARE PADA GANGGUAN GINJAL ..................................................... 47
5. PHARMACEUTICAL CARE PADA GANGGUAN HEPAR ...................................................... 55
6. PHARMACEUTICAL CARE PADA STROKE ............................................................................ 64
DOSEN : Dra. Tri Murti Andayani, Sp.FRS., PhD., Apt. .......................................................................... 78
1. PHARMACEUTICAL CARE PADA DIABETES MELITUS ...................................................... 78
2. PHARMACEUTICAL CARE PADA GANGGUAN JANTUNG ................................................. 87
DOSEN : Drs. Budi Raharjo, Sp. FRS., Apt............................................................................................... 95
1. PEMANTAUAN TERAPI OBAT DI RAWAT INAP ................................................................... 95
2. GANGGUAN HEPAR ................................................................................................................. 107
3. GANGGUAN JANTUNG ............................................................................................................ 112

MFK UGM 2019 Page 2


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

DOSEN : Dr. Widyati, M. Clin. Pharm., Apt.

1. PENGANTAR FARMASI KLINIK DAN PHARMACEUTICAL CARE

PENGANTAR FARMASI KLINIK

 Farmasi klinis adalah disiplin ilmu kesehatan di mana apoteker memberikan perawatan
pasien yang mengoptimalkan terapi obat dan mempromosikan dan pencegahan penyakit.
Farmasi klinik dalam menjalankan praktek kefarmasiannya dalam bentuk
pharmaceutical care
 Praktek farmasi klinis menganut filosofi perawatan farmasi; yaitu memadukan orientasi
perawatan dengan pengetahuan terapeutik khusus, pengalaman, dan penilaian untuk
tujuan memastikan hasil pasien yang optimal (ACCP, 2005).
 Farmasi klinik :
o Peduli pasien di semua setting perawatan kesehatan
o Menerapkan bukti dan ilmu yang berkembang
o Penerapan prinsip-prinsip hukum, etika, sosial, budaya, dan ekonomi
o Apoteker klinis memikul tanggung jawab dan pertanggungjawaban untuk mencapai
tujuan terapeutik
o Mengelola terapi dalam perawatan pasien langsung
o Terlibat dalam interaksi langsung dengan, dan pengamatan, pasien
o Berlatih baik secara mandiri maupun dalam konsultasi atau kolaborasi dengan
profesional perawatan kesehatan lainnya

MFK UGM 2019 Page 3


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Goals menjalankan praktek farmasi klinik (Beney, ESCP 2010) :


o memaksimalkan efek klinis obat-obatan
o meminimalkan risiko efek samping yang ditimbulkan oleh pengobatan (lebih baik
apoteker bisa mencegah ADR)
contoh : ADR Heparin  Heparin Induced Trombositopenia (HIT)
o meminimalkan pengeluaran untuk perawatan farmakologis

MFK UGM 2019 Page 4


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

Praktek farmasi BUKAN


klinik Praktek
komprehensif farmasi klinik

MODEL FARMASI KLINIK

MFK UGM 2019 Page 5


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

Pharmaceutical care MTM


Menggunakan istilah DRP mengikuti PCNE Rujukan PMK 72 tahun 2016
Menggunakan istilah DTP (Drug Therapy
Problem)
Digunakan dalam akreditasi KARS

1. Pharmaceutical care
o Tugas : Mengelola aktivitas Farklin bentuk praktik pelayanan dan Memunculkan
tanggung jawab Farmasis thd pasien
o Tujuan : untuk mencapai hasil terapi yang khusus dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup Px
o Pelaksanaan :

MFK UGM 2019 Page 6


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 7


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

S O A P
Data yang o Data yang o Proses Berupa 3 hal :
bersumber dari bersumber dari membandingkan o Rekomendasi
keluhan, keluhan, kasus dengan terkait DRP
pengakuan pasien pengakuan literature. Jika o Monitoring
dan tidak bisa pasien dan tidak sesuai maka o Konseling
dikonfirmasi tidak bisa menjadi DRP.
kebenarannya dikonfirmasi
kebenarannya.
o Data obyektif
BUKAN
semua data
Lab atau TTV
yang ada
TETAPI data
yang
mendukung
problem
medik,
monitoring
terapi obat

o Contoh membuat SOAP: Px post op mendapatkan terapi ketorolac sampai H+9, rekomendasi
untuk menghentikan terapi ketorolac. Penggunaan ketorolac yaitu automatic stop order
setelah digunankan selama 5 hari.

DOKTER APOTEKER
S S
O O
A  Susp. DHF --------------------------> JADI A Ketorolac melampaui durasi yang
PROBLEM MEDIK direkomendasikan
P P Disarankan stop ketorolac. Disarankan
menambahkan tramadol jika masih nyeri.
Monitoring : hematemesis, nyeri (CPOT untuk
pasien kritis)
Konseling : -

MFK UGM 2019 Page 8


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

2. MTM (Medication Theraphy Management)

MFK UGM 2019 Page 9


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

3. PCMH (Patient Centered Medical Home)

4. SHPA‟S model (Society of Hospital Pharmacist of Australia)


5. iMAP (Individualized Assessment and Planning)

DOKUMENTASI FARMASI KLINIK

“Jika Anda tidak mendokumentasikan perawatan yang Anda berikan secara komprehensif, maka
Anda tidak memiliki praktik.” (Cipolle RJ, Strand LM, Morley PC, 2004)

Dokumentasi farmasi klinik ada 2 yaitu :

1. Tertulis berupa SOAP, CORE, TITRS, dan PRIME


2. Lisan berupa SBAR (Situation-Background-Assessment-Recommendation) via telfon,
dan diskusi di bangsal (Ward Round)

MFK UGM 2019 Page 10


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Pelaksanaan Pharm Care didokumentasikan dalam rekam medik (rumah sakit) atau dalam
PMR bagi pelaksanaan di komunitas.

MFK UGM 2019 Page 11


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Bagi apoteker yang belum mendokumentasikan praktiknya di rumah sakit dalam rekam
medik, maka sebaiknya membuat dokumentasi sendiri yang akan dilaporkan kepada
Komite Farmasi dan Terapi

 Dokumentasi berguna selain sebagai wujud praktik farmasi klinik juga memiliki kekuatan
hukum yang sewaktu-waktu dapat dijadikan bukti dalam proses pengadilan.

 Dokumentasi dapat digunakan sebagai bahan penelitian, penyusunan angka kredit


kepegawaian, serta ukuran pembayaran jasa profesi.

 Wewenang untuk mendokumentasikan perawatan farmasi di PMR diberikan oleh


organisasi dan kebijakan staf medis.

 Otoritas untuk mendokumentasikan perawatan farmasi di PMR hadir dengan tanggung


jawab untuk memastikan bahwa privasi dan kerahasiaan pasien dijaga dan
komunikasinya singkat dan akurat.

 Bahasa yang tidak menghakimi harus digunakan, dengan hati-hati untuk menghindari
kata-kata yang menyiratkan disalahkan (misalnya, kesalahan, kesalahan, kesalahan, dan
tidak disengaja) atau perawatan di bawah standar (misalnya, buruk, cacat, tidak memadai,
tidak pantas, salah, kurang memadai, buruk, masalah, dan tidak memuaskan).

 Dokumentasi oleh apoteker harus memenuhi kriteria yang ditetapkan untuk: keterbacaan,
kejelasan, kurangnya bahasa penghakiman, kelengkapan, penggunaan format standar
yang tepat (mis., SOAP [subyektif, objektif, penilaian,

ETIKA BERKOMUNIKASI DENGAN DOKTER

Penting untuk secara hati-hati menyampaikan rekomendasi yang dikirimkan kepada para dokter
penulis resep sehingga dokter penulis resep tidak merasa bahwa penilaian mereka sedang
diserang atau bahwa dokumentasi apoteker membuat mereka terbuka secara legal. Gunakan
bahasa yang tidak judgement.

MFK UGM 2019 Page 12


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

TIPS AND TRIK MENGISI CPPT

1. Tulis interaksi obat yang potensial saja. WARNING OBAT – OBAT DIBAWAH INI
YA !!!
o Fenitoin (mengikuti hukum Michels Menten, kadarnya >50 mikrogram pasien
bisa lgsg koma)
o Warfarin (dapat meningkatkan INR)
o Fluconazole
o Omeprazol
o Rifampisin (Inducer enzim CYP2D6 dan CYP3A4 sehingga bisa menggagalkan
dan mengalahkan terapi lain)
o Makrolida (inhibitor enzim)
o Aminofilin/teofilin
o Terfenadin ( meningkatkan Torsa de point)

CONTOH STUDI KASUS

MFK UGM 2019 Page 13


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

S Mual, muntah, tidak suntik sejak 5 hari


yang lalu
RPD : DM sejak 7 tahun yang lalu
RPO : Humulin N 14 U
O Suhu 37,8oC
GDA 480 mg/dl; HbA1c 8,2%; Na 129
mEq/L; K 3,1 mEq/L
A 1. Non-adherence
2. Belum mendapat terapi KAD
P 1. Edukasi terkait kepatuhan pasien
2. Disarankan pemberian terapi
kristalioid (jika menggunakan NS,
nilai K susah naik)
3. Disarankan insulin drip 4-5 U
Monitoring : temperature
Na , K. GDA, pH
Konseling : -
Note:
- Jika K belum dikoreksi jgn
ditambahkan insulin dulu karena K
didalam sel akan lebih banyak
- Jika K < 3 maka butuh KCl
- Infeksi bisa memicu KAD karena
efek hormone kontraregulasi insulin
- Pada keadaan dehidrasi, hasil lab
akan meningkat karena terjadi
hemokonsentrasi

o Px hipertiroid dengan terapi PTU dan sukralfat, rekomendasi untuk hentikan sukralfat.
o Px post op mendapatkan terapi ketorolac sampai H+9, rekomendasi untuk
menghentikan terapi ketorolac. Penggunaan ketorolac yaitu automatic stop order
setelah digunankan selama 5 hari.
o Penanda penyakit DHF, NS1 dan immunoglobulin menunjukkan hasil positif
o Pasien selulitis diberikan terapi floxacilin (namun KI pada pasien DM)

MFK UGM 2019 Page 14


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

P 1.Konseling untuk meningkatkan


adherence
2. Rekomendasi: disarankan mengubah rute
insulin menjadi continous infusion 4U/jam
3. Rekomendasi: disarankan mengganti
dengan domperidon 3x1tab.

Monitoring : temperature
Na , K. GDA, pH

MFK UGM 2019 Page 15


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

S mual (-), muntah (1x)

O Cr 2,3 mg/dl; BUN 20mg/dl, alb 3,1 mg/dl,


Hb 10,9g/dl ; GDA 245

A 1. Hipoalbumin?
2. Gula darah belum terkontrol, cek cairan
infus.
P 1. Disarankan tidak perlu penambahan
albumin parenteral.

Monitoring : GDA
Konseling : -

MFK UGM 2019 Page 16


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

2. PHARMACEUTICAL CARE PADA INFEKSI

INFEKSI

 Hasil lab yang menandakan infeksi :


1. ↑ESR / prokalsitonin pada sepsis
2. ↑/↓ WBC
3. ↑ laktat
4. Shift to the left
5. (+) antigen test / antibody titer
6. (+) gram stain dan atau kultur dari site of infection

MFK UGM 2019 Page 17


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Dikatakan tanda klinis membaik jika pasien 2 hari bebas demam


 qSofa Sepsis :
1. GCS ≤ 13
2. RR ≥ 22 x/menit
3. SBP ≤ 100 mmHg
 Terapi Sepsis :
1. Aminoglikosida + meropenem (+vasopressor)
2. Meropenem (bakteri gram +) + moxifloxacin/metronidazole (bakteri anaerob)
 Dalam penanganan infeksi, hal yang perlu dilakukan yaitu :
1. Tanya 3 bulan terakhir pake antibiotic atau tidak
2. Jika HAP, maka pastikan termasuk yg early onset atau late onset. Pada late onset
boleh menggunakan aminoglikosida + kombinasi

Golongan quinolone respiratori : moxifloxacin, levofloxacin, dan gatifloxacin

3. Jika CAP rajal  azitromisin , Jika CAP ICU  boleh langsung quinolone
4. Aminoglikosida boleh langsung dipake single agent JIKA ISK nosocomial cystitis.
Hal tersebut dikarenakan penetrasi sangat bagus di ginjal atau saluran kemih 100%
5. Osteomyelitis dapat menggunakan cefazolin, ampisilin-sulbaktam, cefuroxime. Pada
keadaan osteomyelitis vaskularisasi tulang minimal sehingga antibiotic susah untuk
penetrasi

PRINSIP TERAPI ANTIBIOTIK

1. Pastikan infeksi

MFK UGM 2019 Page 18


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

2. Pemilihan antibiotika harus tepat


 Terapi empirik sebelum tahu kultur
 Ketahui sumber infeksi, lacak kemungkinan m.o

MFK UGM 2019 Page 19


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Pilih antibiotika berdasarkan:


• Perkiraan m.o., keganasan infeksi
• Nosokomial atau komunitas?
• Riwayat Penggunaan antimikroba hingga 3 bulan sebelum saat ini?
• Penetrasi ke Tempat infeksi, bioavailabilitas
• Ada-tidak gagal organ
• Riwayat alergi
• Kehamilan-Laktasi
• Biaya

MFK UGM 2019 Page 20


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 21


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 22


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 23


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 24


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 25


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 26


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 27


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

3. Perhatikan underlying disease


4. Sesuaikan dosis pada Gagal ginjal, gangguan hati
o Pertimbangkan ukuran pasien, kehamilan
o Peningkatan dosis Cefalosporin, Penicillin tdk perlu kecuali karena gangguan
penetrasi. Yang penting MIC tercapai
o Peningkatan dosis aminoglikosida, quinolon boleh > MIC karena dependensi thd
kons.
o Gagal ginjal: perpanjang interval/kurangi dosis
o Gagal hati/CH:sesuaikan dosis
5. Monitoring outcome
6. Awasi interaksi
7. Awasi adrac
8. Tinjau kembali terapi yang gagal

KOMBINASI ANTIBIOTIK

 Tujuan kombinasi antibiotic :


1. Menguatkan kerja antibiotic  infeksi nosocomial (sefalosporin + amikacin)
2. Mencegah resistensi  TBC
3. Infeksi polimikroba
o gangrene (bau busuk khas, pasti disebabkan oleh bakteri anaerob, bakteri
gram + dan -)  terapi berupa ampisilin-sulbaktam 4x sehari
o post tindakan pemotongan usus (bakteri gram – dan anaerob)
 berikut, beberapa antibiotic yang memiliki bioavailabilitas bagus :
1. fluoroquinolon (80%)
2. metronidazole
3. amoxicillin
4. kloramfenicol
5. kotrimoksazol

MFK UGM 2019 Page 28


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

Prinsip rasional penggunaan kombinasi antibiotic :

1. sinergi
menggunakan obat dengan situs aksi yang berbeda (obat aktif dinding sel
meningkatkan penetrasi obat yang bekerja intraseluler)

2. pencegahan munculnya resistensi (TBC)

3. infeksi polimikroba

4. terapi awal, terutama pada pasien dengan sistem imun rendah atau sakit parah

5. meminimalkan toksisitas obat

kombinasi dosis rendah obat yang aktif melawan organisme (meningitis kriptokokus)

SWITCH ANTIBIOTIK

1. Streamlining : broad  narrow


o Gram staining (pengecatan bakteri): hanya bisa dilaukan pada spessimen sputum,
pus, dan urin. Darah tidak bisa
2. Switch IV  ORAL
3. Step down : IV  ORAL (spectrum mirip, Antibiotik yang sama)
4. Sequential : IV  ORAL (antibiotic beda)

Prinsip switching antibiotic :


• Mulai setelah tanda klinik membaik
• Lebih cepat lebih baik kecuali pada neutropenic fever
• Peralihan ke AB oral yang mempunyai spektrum sama dengan AB parenteralnya
• Peralihan tidak harus dalam golongan & generasi AB yang sama
• Pilih AB oral yang mempunyai bioavailabilitas baik

MFK UGM 2019 Page 29


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

INFEKSI PNEUMONIA

 Kasus infeksi terberat  pneumonia


 Pneumonia aspirasi  bakterinya aerob dan anaerob
 Polikmisin  digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh aztenobacter
 Parameter monitoring yang dilihat : temepratur (<37,5oC), sesak (-), leukosit (dbn)

CAP HAP
CAP adalah pneumonia yang didapat dari rumah (bukan RS, bukan  Early onset < 5 hari
Nursing House/Panti Jompo) dengan infiltrat yang tampak dengan  Late onset > 5 hari (pasti pseudomonas)
thorax X- ray atau auskultasi

Faktor Risiko: umur>65 tahun, ashma, COPD, DM, perokok, CHF,


CKD, immunocompromised, alcohol abuse

Tanda & gejala : demam tinggi, batuk dengan atau tanpa


sputum,dyspnea, nyeri dada, wheezing, myalgia, rigors, sweats

Goal : eradikasi mikroorganisme yang menginfeksi, mencegah


komplikasi dan mencegah resistensi

Patogen : S. Pneumonia, H.influenza, M. pneumonia, C. pneumonia,


Legionella
Skoring untuk menentukan rawat inap/rawat jalan menggunakan Treatment EARLY ONSET durasi 7-14 hari, no
CURB65  predik mortalitas, skor>2 membutuhkan terapi yg intens. risk MDR :
1. Ceftriaxone
2. Levofloxacin/Moxifloxacin/Ciprofloxacin

MFK UGM 2019 Page 30


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

1. Ampisilin-sulbaktam
2. karbapenem

Ureum Nitrogen >19 mg/L)

Treatment OUTPATIENT durasi 7-10 hari : Treatment LATE ONSET durasi 7-14 hari, risk
1. Sebelumnya sehat, tidak menggunakan Antibiotik dalam 3 faktor MDR :
bulan terakhir : Makrolida (Azithromycin 1x500mg, kemudian 1. Ceftazidim/cefepim +
1x250mg (4hari) atau 1x500mg (3hari)), Doxycycline aminoglikosida/fluoroquinolon (cipro/levo)
2x100mg 2. Piperacilin-Tazobactam +
2. DM, alkohol, imunocompromised, menggunakan antibiotic aminoglikosida/fluoroquinolon (cipro/levo)
dalam 3 bulan : levofloxacin, amox-clavulanat + makrolida 3. Jika MRSA, tambahkan Vancomycin
3. Dugaan aspirasi : amox-clavulanat, klindamisin
4. MRSA (+) : + vancomycin / linezolid (jika resisten dg * usahakan durasi selama 7-8 hari
vancomycin) * durasi selama 14 hari bila P. aeruginosa (+)
*penundaan antibiotic pad apasien sepsis selama 1 jam akan
↑mortalitas 7%
Treatment INPATIENT durasi 5-10 hari :
1. Sebelumnya sehat, tidak menggunakan Antibiotik dalam 3
bulan terakhir : makrolida/doksisiklin
2. DM, alkohol, imunocompromised, COPD, menggunakan
antibiotic dalam 3 bulan : Makrolida + amox-clavulanat/
ceftriaxone /cefuroxime.
o respiratory fluoroquinolon : levofloxacin, moxifloxacin,

MFK UGM 2019 Page 31


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

makrolida + amox-clavu/ceftriaxone/cefuroxime
3. Severe pneumonia : respiratory quinolone, makrolida +
ceftriaxone/cefotaxime/ampi-sulbactam
4. ICU (ampi-sulbactam, ceftriaxone/cefotaxime) + respiratory
fluoroquinolon/azitromisin

MFK UGM 2019 Page 32


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

URINARY TRACT INFECTION

 Faktor predisposisi : manula, wanita, DM, kehamilan, UT instrumenasi, UT obstruksi,


disfungsi neurologi, renal disease
 Uncomplycated Pyelonefritis (ISK ATAS) :
1. TMP-SMZ selama 14 hari
2. Fluoroquinolon selama 5 hari
 Uncomplycated Cystitis (ISK BAWAH) :
1. TMP-SMZ selama 3 hari
2. Fluoroquinolon selama 3 hari
3. Nitrofurantoin selama 7 hari
4. Fosfomycin selama 1 hari
 Complicated UTI :
1. Fluoroquinolon selama 5 hari
2. Aminoglikosida
3. Eritromisin-betalaktam
 Catheter-related UTI :
1. Symtomatik dg bakteriuria diterapi selama 7-10 hari dengan lepas kateter dang anti
kateter baru
2. Bila kateter tidak bisa lepas, terapi 5-7 hari
3. Asimtomatik dengan bakteriuria tidak perlu terapi
4. Antibiotic yang digunakan yaitu fluoroquinolon selama 5 hari atau aminoglikosida
 Kehamilan : amoksisilin selama 7 hari, nitrofurantoin, cephalexin, TMP-SMZ, (hindari
trimester 3)
 Parameter monitoring yang dilihat : nyeri waktu BAK (-), tidak demam

SOFT TISSUE INFECTION (SELULITIS)

 Definisi : inflamasi akut adri kulit dan leemak subkutan yang ditandai swelling, warmth,
pain, erythema

MFK UGM 2019 Page 33


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Bakteri penginfeksi :
o Umum : staphylococcus A, streptococcus P.
o Immunocompramised : E.Coli, P. aeruginosa, Klebsiella P.
o DM : sda + S. Epidermidis, enterococcus faecalis, E.Coli, Klebsiella, Proteus,
Peptococcus sp., Bacteroides sp
 Dalam penanganan selulitis, perlu :
1. Cek pasienterlebih dahulu, DM (+/-), jika (+) maka banyak bakteri gram +
2. Jika selulitis komplikasi DM maka akan melemahkan imun pasien
 Terapi antibiotic : Cloxacillin, Penicillin, Klindamisin, Eritromisin
 Parameter monitoring yang dilihat : kemerahan (-/+). Biasanya difoto dengan
menggunakan kamera dengan pixel yang sama agar perbedaanya terlihat jelas

KEGAGALAN TERAPI

Pemilihan Faktor Faktor manusia Faktor


antibiotika yang Farmakologi: mikroorganisme
salah
o Dosis o Immunocompromised o Resistensi
Subterapetik o Debridemen o Superinfeksi
o Penetrasi ke o Prosthetic Materials
tempat infeksi
kurang baik
o Lama terapi
kurang

ADR YANG SERING TERJADI

• Skin rash,urtikaria: Beta Laktam, ciprofloxacin

• Steven Johnson: Cotrimoxazole

MFK UGM 2019 Page 34


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

• Drug-induced hepatitis: Rifampicin, INH, Flucloxacillin

• Drug-induced renal disease: aminoglikosida

• Drug-induced hematology anomali: chloramphenicol, penicillin

MONITORING

EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK EFEK SAMPING OBAT


• Temperatur bila sebelumnya demam • Tanda alergi
• Kadar leukosit bila sebelumnya leukositosis • Peningkatan hasil lab (LFT/RFT,
• Hilangnya takikardia bila sebelumnya hematologi) untuk A.B jangka panjang.
takikardia
• Sekresi „pus‟, sekret
• Tanda peradangan pd inf. Site
• Clinical improvement

MFK UGM 2019 Page 35


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

CATATAN PENTING

1. Malignancy  demam, tapi belum tentu infeksi. Dikatakan demam jika suhu tubuh
>37,5oC
2. Leukositosis  belum tentu infeksi. Pemantauan leukosit dilakukan 3 hari sekali
3. Neutropenia  butuh antibiotic jika febris (suhu tubuh >37,5oC)
4. Jika antibiotic empiris sudah menunjukkan perbaikan pada pasien maka tidak usah ganti
ke definitive
5. Urutan kekuatan antibiotic :

piperacilin-
tazobactam
meropenem

6. Jika ada pasien transfer dengan diagnosis HAP, bagaimana penggunaan antibiotiknya ?
max menggunakan meropenem selama 7 hari. Lihat kondisi pasiennya lebih baik
menggunakan antibiotic dibawah meropenem.
7. Beberapa ADR yang sering terjadi :
o Kortikosteroid  leukositosis
o Fenitoin  menimbulkan demam
8. Prokalsitonin  digunakan sebagai penanda spesifik sepsis
9. Ketika ada hasil lab shift to the left  maka dibutuhkan differential count test

MFK UGM 2019 Page 36


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

10. Pasien GBS (Gullaine Bare Syndrome)  secara klinis pasien mengeluhkan sesak nafas
namun dalam keadaan segar. Namun sebenarnya, nilai neutrophil segmen nya tinggi yang
menandakan inflamasi sehingga tidak butuh antibiotic
11. Kolonisasi  banyak terjadi di saluran nafas dengan bakteri anaerob. Jika kolonisasi >
106 maka termasuk patogen namun butuh cek klinis.
12. Dalam evaluasi terapi antibiotic, dilakukan selama 48 jam – 72 jam :
 48 jam terutama sepsis/pasien ICU
 72 jam terutama pada pasien ranap
13. Antipiretik tidak perlu diberikan karena akan bias dalam penggunaan antibiotik
14. Ciprofloxacin tidak bisa langsung diganti menjadi levofloxacin karena berisko
mengalami cross resistance antar quinolone.
15. Infeksi pseudomonas  jika amikacin 1x1 gagal maka ganti dengan aztreonam
16. Atasi resistensi dengan peningkatan dosis atau kombinasi

SOAP STUDI KASUS INFEKSI

Problem medic utama :

1. Tanda dan sumber Infeksi tidak selalu jelas

MFK UGM 2019 Page 37


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

2. Adanya penyakit penyerta spt DM, renal failure mempersulit terapi dan memerlukan
kekhususan terapi.
3. Sulit dibedakan antara kolonisasi atau infeksi

MFK UGM 2019 Page 38


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

SUBJEKTIF
• Nyeri di tempat infeksi
• Badan panas
• Sesak dapat disertai/tidak batuk (Pneumonia, Bronkhitis)

OBJEKTIF
• Inflamasi, Demam, Takikardia
• Tanda peradangan X-Ray, CT-Scan
• Lab: leukositosis, Limfositosis, eosinofilia

MFK UGM 2019 Page 39


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

ASSESSMENT
• Tinjau efektivitas terapi setelah 48-72 jam
• Bila gagal pertimbangkan ganti A.B, naikkan dosis/tambah interval
• Interpretasikan hasil kultur
• Terapkan A.B hasil kultur bila terapi empirik gagal, namun kalau sudah tepat,
biarkan

MFK UGM 2019 Page 40


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

STUDI KASUS INFEKSI

1. Kasus selulitis

S -
O -
A Belum diberikan terapi
P Rekomendasi sefalosporin generasi 3

2. Kasus CAP; CURB65 skor 1 (outpatient)

MFK UGM 2019 Page 41


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

S -
O -
A Belum diberikan terapi
P Rekomendasi
makrolida/doksisiklin/klaritromisin/co-
amox

3. Kasus BPH

S Mual muntah, nyeri pinggang, tidak bisa


kencing, badan panas
O Suhu 38,2oC TD 150/90
Cr 6,2 mg/dl;BUN 75 mg/dl; Na 122
mEq/L; G2PP 145 mg/dl; leukosit
15.000/mm3; K 2,8 mEq/L
A 1. Cefoperazon tidak dapat mengatasi
infeksi
2. Hipokalemia belum diberikan terapi
3. Indikasi BPH belum diberikan
terapi
4. Indikasi hipertensi belum diterapi

P 1. Disarankan untuk mengganti


antibiotic menjadi quinolone yaitu
ciprofloxacin 2x400 mg
2. Penambahan Kalium

MFK UGM 2019 Page 42


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

3. Rekomendasi terapi BPH


4. Rekomendasi terapi Hipertensi

 Jika case diatas ditambah narasi : hari ke 3 TD 60/40 mmHg (sepsis), maka terapinya
menjadi :
1. Beri vasopressor
2. Pilihan antibiotic sepsis :
 Meropenem + moxifloxacin (gram +)
 Meropenem + metronidazole ( anaerob)
 Meropenem + quinolone (gram -)
 jika cipro gagal dalam kasus ini, maka diganti aminoglikosida dengan kombinasi (krn ada
sepsis)

MFK UGM 2019 Page 43


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 44


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

KULTUR BAKTERI

 Kultur kuman:
o Sebelum terapi antibiotika
o Evaluasi hasil kultur
o Gram stain
 Perkiraan kuman:
o Tempat/sumber infeksi
o Setting : Community vs Hospital acquired
o Data pasien : umur, prior antibiotics, prior culture data

KOLONISASI KONTAMINASI INFEKSI


Kolonisasi: adanya mo tanpa Kontaminasi: keberadaan mo Infeksi: adanya satu
respons inflamasi host yang biasanya diperoleh mo atau lebih dengan
selama akuisisi atau respons inflamasi host
pemrosesan spesimen inang
tanpa bukti respon inflamasi
inang
o WBC normal (Biasanya tidak terkait dengan WBC) o WBC ↑ atau ↓
o Normotermia o WBC tidak
o Biasanya tidak terkait dengan pertumbuhan patogen yang berubah pada
berat pada pewarnaan Gram infeksi indolen

MFK UGM 2019 Page 45


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

atau subakut
o WBC sering hadir
o Hipertermia atau
hipotermia
o Lebih sering
dikaitkan dengan
pertumbuhan
patogen yang berat
pada pewarnaan
Gram

Sterile anatomical site Non-sterile anatomical site


Def: Situs yang normalnya steril yaitu Def: Situs yang biasanya tidak steril
CSF, darah, paru-paru, UT, dan saluran termasuk dahak, nanah, apusan kulit,
bilyar saluran GI dan vagina.

Jika mo. dikultur dari situs tersebut, Diharapkan bahwa mo akan tumbuh dalam
mereka mungkin bersifat patogen spesimen dari situs yang tidak steril.

Terkadang mewakili kontaminasi atau Pertimbangkan apakah mo yang


kolonisasi. Korelasi klinis sangat penting diidentifikasi berkorelasi dengan sindrom
untuk interpretasi, klinis.

 Dalam melakukan kultur, pengambilan sampel tidak hanya 1 sisi karena harus
dibandingkan
 Contohnya : didaptkan hasil kultur bakteri bulkoderia cepacia (spesies pseudomonas)
membutuhkan terapi levofloxacin 750 mg
 Kapan dilakukan re-kultur ? jika setelah hasil kultur pertama keluar lalu diberikan terapi
yang sesuai namun tidak membaik atau gagal maka harus dilakukan kultur ulang
 Flora normal  tidak bisa untuk uji sensitivitas antibiotic
 Kondisi khusus :
1. Terapi antibiotic sudah > 14 hari namun tidak ada perbaikan, maka kemungkinan :
Infeksi bakteri anaerob
2. Dapat dipastikan ada infeksi jamur  perlu terapi flukonazol 2x400 mg (hari 1) dan
2x200 mg (hari 2) drip 3 jam untuk mengurangi hepatotoksis
3. Jika pasien resisten pada semua golongan antibiotic  STOP antibiotic atau beralih
ke antibiotic konvensional (kloramfenikol/penisilin)

MFK UGM 2019 Page 46


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

4. PHARMACEUTICAL CARE PADA GANGGUAN GINJAL

ACUTE KIDNEY INJURY (AKI)

o Tanda dan gejala :


1. Penurunan fungsi filtrasi ginjal dengan cepat.
2. Ditandai dengan creat konsentrasi kreatinin serum atau oleh azotemia (peningkatan
konsentrasi urea nitrogen darah [BUN])
3. Komplikasi AKI : Hiperkalemia, HT, dan TIDAK ANEMIA
o Klasifikasi :

o Treatment outcome :
1. Identifikasi & atasi underlying cause u/ cegah irreversible renal injury
2. Kontrol kebutuhan metabolik, elektrolit dan cairan
o Treatment AKI :
Pencegahan Pharmacological Treatment
• Hidrasi dengan NS/0,5 NS • Terapi cairan
• Ca-antagonis sebelum pemberian • Diuretik untuk mengubah oliguria
nefrotoksik menjadi non-oligurik
• Acetylcistein 2x1200mg 1 day before • Infus dopamin dosis rendah bila
contrast media respons diuretik↓

MFK UGM 2019 Page 47


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

• Nifedipine melemaskan otot polos dan


menghasilkan vasodilatasi,
meningkatkan aliran darah dan
pengiriman oksigen.
• Dialisis
o Indikasi dialysis pada AKI :
1. Ekspansi volume yang tidak dapat dikelola dengan diuretik
2. Hyperkalemia refrakter terhadap terapi medis
3. Koreksi gangguan asam-basa parah yang refrakter terhadap terapi medis
4. Azotemia berat (BUN> 80-100)
5. Uremia

SOAP ACUTE KIDNEY INJURY (AKI)

S
O
A • Investigasi apakah ada obat yang
menyebabkan PGA dari riwayat obat
terkini, bila ada rekomendasikan untuk
menstop terapi obat tersebut.
• Ketahui peresepan obat-obatan yang
berpotensi nefrotoksik. Bila mungkin
hindari obat yg berpotensi nefrotoksik
• Pastikan terapi pengatasan AKI adekuat
• Identifikasi komplikasi yang muncul yang
memerlukan terapi obat.
P • Monitor kadar creatinin, BUN untuk
melihat potensi nefrotoksisitas dari semua
obat yang diresepkan, efektivitas terapi.
• Konseling pasien untuk menghindari obat-
obat yang dapat memperparah fungsi
ginjal.

GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)

MFK UGM 2019 Page 48


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

o Definisi : penurunan fungsi ginjal scr perlahan ditandai BUN, CrCl, gejala
uremia.
o Data kreatinin yang TIDAK dapat dipakai dalam perhitungan klirens yaitu : bila
perbedaan >0,3 dalam ≤ 3 bulan

Data 1 Data 2 Nilai kreatinin yang dapat dipakai


2/4 (2,3) 7/4 (2,5) 2,5 (karena perbedaannya < 0,3)
2/4 (2,3) 7/4 (4,5) 2,3(karena perbedaannya > 0,3
sehingga pake data yang awal)
o Paien sering mengalami : leukositosis dan trombositopenia
o Infeksi pada pasien CKD yang sering : ISK dan Pneumonia
o Klasifikasi :

o Treatment outcome :
1. Perawatan penyebab yang reversible
 Faktor-faktor yang bertanggung jawab atas penurunan akut fungsi ginjal
pada CKD: penurunan volume, CHF, obat-obatan nefrotoksik,
radiocontrast
 Pengobatan hipovolemia: repletion, ↓dosis diuretik, ↑asupan Na
 Pengobatan CKD + CHF: Loop diuretik (menjaga keseimbangan cairan)
 Penggunaan obat Nephrotoxic: sesuaikan dosis, hindari

MFK UGM 2019 Page 49


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Radiocontrast: gunakan kontras non-ionik, hidrasi 12 jam sebelum


prosedur
2. Memperlambat progresivitas penyakit
 HT sistemik
o Menghasilkan ↑ tekanan intraglomerular dan mempercepat sklerosis
glomerulus dan RD Antihipertensi melindungi ginjal &
kardiovaskular
o Antihipertensi pada CKD non-proteinurik tidak dapat memperlambat
perkembangan
o Agen: ACE, ARB, diuretik, Diltiazem, Verapamil, β-blocker
o Diuretic dg Clcr <30  furosemide (only)
o CKD butuh aminoglikosida agresif karena sbg life saving drugs.
Kerusakan ginjal karena aminoglikosida bersifat reversible pada AKI
dengan hidrasi bisa kembali spt semula
o Jika Px sepsis butuh aminoglikosida  dari awal sdh adjustment dose
o Penggunaan kina dan Lasix jika pasien sudah mengalami telinga
berdenging maka penggunaan obat sudah mencapai batas max

 Asupan Protein diet

MFK UGM 2019 Page 50


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

Pembatasan protein menjadi 0,6 g / kg / hari dalam pt tidak pada dialisis


 Kontrol glikemik
Kontrol glikemik yang ketat

3. Mencegah & mengelola komplikasi

o Perhitungan GFR

MFK UGM 2019 Page 51


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

SOAP GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)

o Umum
Problem medik DRP
 Anemia, kelainan hematologi  Over/low dose, cek apakah perlu
 Hipertensi yang tidak terkontrol dg>3 penyesuaian
AHT  ADR
 Uremia, acidosis  Pemilihan obat yang kurang tepat
 Hiperuricemia,
Hiperkalemia/Hipokalemia
 Gangguan GIT

S
O
A • Tentukan apakah nilai kreatinin saat ini yg
sesungguhnya.
• Estimasi fungsi ginjal: Cockroft-Gault,
klirens kreatinin
• Tinjau perlu-tidaknya penyesuaian dosis.
Sesuaikan dosis khususnya pada Renally
excreted drug/metabolit
• Ketahui metabolisme, aktivitas, DOA, dan
metode ekskresi setiap obat yang
diberikan.
• Pilih obat dg nefrotoksisitas minimal
• Lakukan TDM
• Hindari penggunaan lama
• Awasi obat highly protein bound (ikatan
protein>80%)
• Na & air retensi: cek Na-content
• Awasi tekanan darah & efektivitas
antihipertensi
• Farmakodinamik: awasi obat yg  CNS
sensitivity
• Dialisis: sesuaikan dosis obat terdialisis
P • Monitor efektifitas, ADR, toksisitas lebih
ketat
• Lakukan TDM

MFK UGM 2019 Page 52


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

STUDI KASUS GANGGUAN GINJAL

1. Ny MS, 60 th, BB 55kg. MRS dengan keluhan sesak nafas disertai udema anasarka (seluruh
tubuh), tak nafsu makan. Mengaku memiliki riwayat DM sejak 15 tahun lalu. Hasil
observasi TTV perawat: TD 200/120 mmHg, Temp 38,2oC, RR 26x/menit; Nadi 92x/menit.
Sedangkan hasil lab: WBC 18.000/mm3; Na 128 meq/dl, K 5,9 meq/dL, GDP 200mg/dl,
Urat5,6mg/dl,Cr 7,5 mg/dl, BUN 89 mg/dl, Hb 9g/dl, alb 2,8 mg/dl. Dokter mendiagnosa
sebagai Pneumonia, CKD.Terapi yang diberikan adalah Levofloxacin 1x750mg iv,
Lisinopril 10mg, Amlodipin 10mg, Novorapid 3x10U s.c. Furosemide 1-1-0 ampul.
S Sesak nafas disertai udem anasarka
O TD 200/120 mmHg, Temp 38,2oC, RR
26x/menit; Nadi 92x/menit.
WBC 18.000/mm3; K 5,9 meq/dL; Hb
9g/dl; alb 2,8 mg/dl
A Amlodipin memperparah udem
Dosis furosemide tidak adekuat
Antibiotik diagresifkan (karena pada
CKD+pneumonia+DM, imunitas pasien
rendah)
P Disarankan merubah pemberian furosemide
IV Continuous 10 mg/jam
Monitoring :udem
Albumin; wbc; gula darah;K
Konseling : -
Note:
- Kalau udah ada gangguan konduksi
dijantung perlu kalsium glukonas
injeksi/drip 30-60 menit

2. Ny H, 24th, BB 45kg TB 150cm. PC: lemah, muntah, sesak napas. RP: Hipertensi . RO:
Blopress 8mg. Lab: Cr 14,7mg/dL, BUN 124 mg/dL, SGOT (N), SGPT (N), Na 115meq/L,
K 2,7 meq/L, BSL 90 mg/dL. Dx: CKD, citto HD. Apa rencana farmasis terhadap kasus ini?

MFK UGM 2019 Page 53


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

3. Tn KL, 48th MRS dengan bengkak seluruh tubuh. Mengaku didiagnosa CKD sejak 4 tahun
lalu, Obat terakhir yang diminum sebelum MRS adalah Lisinopril 1x10mg, Amlodipin
1x10mg, Calsium Karbonat 3x500mg, Vit E 1x1 tab, Dokter mendiagnosa sebagai oedema
anasarka et causa CKD. Hasil obs TTV: TD 150/90 mmHg, Nadi 96x/menit, Temp 38,2oC,
Hasil lab: Cr 4,6mg/dl BUN, 52mg/dl, Wbc 17.000/mm3, Thrombocyt: 70.000, Bagaimana
Pharm Care pada kasus ini
4. Tn U 58 th, 160cm, 65kg, MRS dengan mual muntah disertai nyeri perut kuadran kanan
bawah. Mengaku ada riwayat DM namun hanya minum obat Gliclazide 1-1/2 -0. Hasil
pemeriksaan TTV menyebutkan temperatur 37,7oC, Nadi 85x/menit, RR 18x/menit, TD
170/90mmHg. Hasil pemeriksaan Lab sbb: Cr 5,2mg/dl; BUN 45mg/dl; Leukosit
19.000/mm3, Alb 2,4mg/dl; GDP 198mg/dl, SGOT 25U; SGPT 23U. Terapi yang diberikan
antara lain Ceftriaxon 2x1g, Levemir 10U dan Novorapid 3x12U, Ranitidin 2x1ampul,
ondansetron 3x1 ampul; Candesartan 1 x 1 tab. Hasil USG menunjukkan adanya empyema
di gall bladder. Hari keempat terapi ditambah Metronidazole 3x500 mg. Hari kelima Cr
meningkat hingga 7,2 mg/dl BUN 65 mg/dl dengan TTV: temp 37,2 oC, TD 150/90 mmHg
serta hasil Lab: Leukosit 16.200 mm3, GDP 215mg/dl, GD 2JPP 256mg/dl; SGOT 124 U;
SGPT 330 U. Pasien dikonsulkan untuk mendapat hemodialisis, namun dokter HD menolak.
Hari kesepuluh Cr 10,3 mg/dl BUN 67mg/dl. Hari ketigabelas pasien meninggal dunia
dengan sebelumnya menunjukkan tanda asidosis, Shock. Terangkan Pharm care pada kasus
ini menggunakan pola SOAP. Sebutkan penyebab kegagalan terapi yang mungkin.

MFK UGM 2019 Page 54


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

5. PHARMACEUTICAL CARE PADA GANGGUAN HEPAR

 Jika psien diare + jaundice  maka boleh konsumsi loperamid 3x1 hingga diarenya
berhenti
 Alur progresivitas hepar :
Enzim hepar keluar semua dari hepatosit  hepatosit kosong maka terbentuk jaringan
parut (jika diambil darah maka akan keluar hasil lab SGOT dan SGPT tinggi) 
Pembuluh darah di hepar mengalami tekanan yang tinggi karena adanya jaringan parut 
tahanan makin besar  ada kompensasi pembesaran pembuluh darah variceal 
semakin tinggi tahanan maka semakin tinggi perdarahan (jika pecah diusus menjadi
melena, jika pecah dilambung menjadi hematemesis)

PERUBAHAN FARMAKOKINETIK

 Perubahan hepatic blood flow (CH,hepatic venous obstruction)  clearance hepatik.

 Hepatocellular damage   clearance   BA

MFK UGM 2019 Page 55


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Cholestasisabsorbsi lipid soluble-drug , akumulasi obat yang billiary excreted

 Perubahan protein-binding   free fraction

 Pergeseran cairan ke arah extra vaskuler  Vd

 Diarhea associated with hepatitis   absorbs

PERUBAHAN FARMAKODINAMIK

  Sensitivitas thd sedatif atau hipnotif  HE

 Hindari benzodiazepin, agen hipnotif, opiat

 Hindari diuretik, obat yg sebabkan gangguan keseimbangan elektrolit.

GANGGUAN PADA HEPAR

 Pada acute hepatic failure, setelah 8 minggu dapat menjadi HE


 Keadaan hypokalemia dapat memicu HE
 Pasien OAT-jaundis, Jaundis aja, jaundis – hepatitis : penyebab dari obat rifampisin dan
warfarin (jaundis aja)
 Pasien OAT-Hepatitis : penyebab dari INH

MFK UGM 2019 Page 56


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

PHARMCARE PADA ACUTE LIVER DISEASE (ALD)

 Assess kemungkinan Drug induced Hepatotoxicity pada setiap Hepatitis seperti


menggunakan OAT, makrolida, aminofilin

 Hindarkan pasien dari obat yang akan memiliki hepatotoksisitas

 Monitor SGOT,SGPT, GGT,Bilirubin untuk mengetahui ada tidaknya drug-induced


hepatotoksisitas

CHRONIC LIVER DISEASE (CLD)

Karakteristik :

 Long course (months-years)

 Portal hypertension

 Hepatic encephalopathy

 Rare cerebral oedema

 Irreversible (scar formation)

1. CIRRHOSIS HEPATIC

a. Karakteristik :
 Hilangnya fungsi hepatosit dasar secara progresif
 Hilangnya enzim  ↓ penanganan obat & racun
 Temuan: Jaundis (penyakit kuning), ginekomastia, spider navy, splenomegali,
eritema palmaris.
 Manifestasi: Ensefalopati hepatik, koagulopati, hipertensi portal, asites, SBP,
esofageal/ varises gastric, sindrom hepatorenal.
b. Treatment :
 Ascites : Koreksi nutritional deficiency (hati-hati dg iron replacement).
 Koagulopati : Vit K / transfuse
 Imunitas ↓  terapi infeksi agresif, profilaksis
 Portal hypertension : (bila+) terapi dengan propranolol

MFK UGM 2019 Page 57


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Variceal Bleeding : Octreotide, somatostatin, TIPS, sclerotherapy

2. PRIMARY BILLIARY CIRRHOSIS ( PBC)


a. Karakteristik :
 Penghancuran autoimun pada saluran empedu intrahepatik dan kolestasis
 Onset berbahaya, progresif
 Lebih banyak wanita berusia 40-60
 Komplikasi: steatorrhea, xanthomas, xanthelasma, osteoporosis,
osteomalacia, hipertensi portal
 Presentasi: ikterus, tanda hipertensi portal, pruritus, lesi xantomatosa.
 Hasil Lab: ALP ↑, HDL kol ↑, Bil ↑
b. Treatment :
 Symptomatic, include
 Pruritus : Cholestyramin 3x4g in water or juice or ondansetron
 Calcium supplementation
 Ursodeoxycholic acid 10-15mg/kg/d untuk mencegah progresivitas, ↑ long
term survival,  the risk of oesophageal varices
 MTX 15mg/wk ↑liver histology
 Colchicine 2 x 0,6mg ↑ symptomp
 Corticosteroid, AZT of no benefit

KOMPLIKASI PADA GANGGUAN HATI

1. Ascites
Ascites terbentuk o/k produksiatau absorpsi dari cairan peritoneum. Hipertensi
portal me tekanan sinusoid berakibat produksi kelenjar limfa 
 Komplikasi: SBP, GERD, LBP, HRS, mbilical hernia.
 Management: bed rest, restriksi Na dan air, stop alkohol, loop diuretik 1 x 40mg
PO, Spironolakton1x100mg
 Monitoring: BB 0,5kg/hari tanpa oedema, 1kg/hari bila ada oedema, elektrolit
 Konseling: Diuretik diminum pagi hari, hindari NSAID, hati2 penggunaan NS
memperbesar ascites

2. Hepatic Ensefalopati

HE merupakan syndrome perubahan status mental berhubungan dengan


kegagalan hati dengan karakteristik impaired cognitive skills, worsened motor
abilities, somnolence, coma

MFK UGM 2019 Page 58


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Outcome: Pencegahan coma.


 Pencetus: konstipasi, infeksi, Bleeding GI, hipokalemia, dehidrasi, benzodiazepin,
hipotensi
 Treatment:
1) Intake BCAA  than AAA (diurai menjadi amoniak lebih banyak)
2) Reduksi blood ammonia: laktulosa (eso: bab terus menerus), Neomycin 4 x 500
mg
Laktulosa  membuat makanan cepat pergi dari usus sehingga tidak terbentuk
amoniak dan merubah pH sehingga tidak terjadi konversi peptin menjadi
amoniak.
3) Benzodiazepin antagonis (Flumazenil) 0,2 –15 mg iv bila terapi konvensional
gagal.
 Monitoring:
1) Kondisi pasien: status mental, kesadaran
2) Efek katartik: 3-4 kali
3) Elektrolit.
 Obat-obat yang memperburuk ensefalopati : benzodiazepine, diuretic, semua
psikotik, dan morfin
3. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
SBP merupakan komplikasi umum asites.
 Penyebab: pertumbuhan berlebih bakteri usus, e permeabilitas mukosa usus, ↓
aktivitas neutrofil, ↓ aktivitas fagositik RES
 Faktor predisposisi: Hx SBP, perdarahan GI, ISK, kandung kemih / intravasc. kat.,
paracentesis berulang
 Temuan: Nyeri, demam, peningkatan leukosit, gagal ginjal, presipitasi HE
 Pengobatan: Cefotaxime 3x1-2 g selama 5-10 hari atau Ceftriaxone 1x1g selama
5-10 hari, albumin 1g / kg pada hari 0 dan hari 3
 Profilaksis untuk infeksi ulang: Cipro 1x750mg / minggu
4. Hepato Renal Syndrome (HRS)
Gagal ginjal berhubungan dengan penyakit hati. HRS merupakan oligouria pada
euvolemia atau hipervolemia. Tidak ada kerusakan struktural pada ginjal.
Penatalaksanaan: dopamin dosis ginjal belum terbukti bermanfaat, RRT,
Transplantasi Hati
5. GERD
6. Portal Hypertension
(bila+) terapi dengan propranolol

PHARMCARE PADA CHRONIC LIVER DISEASE (CLD)

MFK UGM 2019 Page 59


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Hitung Child Pugh Score (CPS)


 Ketahui eliminasi setiap obat yang diberikan
 Lakukan penyesuaian dosis berdasar CPS.
 Waspada thd obat highly-protein bound, monitor efek samping
 Waspada intake Na terutama pd CH dg ascites/oedema
 Awasi bila ada kelebihan cairan yg masuk
 Waspada thd obat yang dapat memicu/memperburuk encephalopati
 Hindari obat yang dapat memperparah Liver
 Stop Drug-induced hepatotoxicity

MFK UGM 2019 Page 60


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

STUDI KASUS GANGGUAN HEPAR

1. Ny SH, 28 th, 53kg, 161cm Mengeluh panas selama > 2 minggu, batuk selama > 1
bulan. TTV: temp 37, 8°C, BP 110/80 mmHg, lemah. Lab: Widal O 1/320; S 1/200,

MFK UGM 2019 Page 61


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

leuko (N), LED. Tx: Thiamphenicol selama 10 hari kemudian cravit 4 hari. Pada
hari ke-14 ditemukan tanda KP dari hasil x-ray paru, shg seketika terapi dirubah
menjadi regimen TB. Setelah satu minggu terlihat jaundice disertai mual. Apa rencana
farmasis terhadap kasus ini?

S Mengeluh panas selama > 2 minggu, batuk


selama > 1 bulan
O temp 37, 8°C
tanda KP dari hasil x-ray paru
Setelah satu minggu menggunakan regimen TB
terlihat jaundice
A Regimen pengobatan TB menginduksi
hepatotoksisitas
P Rekomendasi stop terapi TB/jika pengobatan
sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin
dan ethambutol max selama 3 bulan sampai
hepatitis menyembuh lalu dilanjutkan
rifampisin dan isoniazid selama 6 bulan

2. Tn HM, 62 th, 58kg, 160cm. MRS dengan gelisah, marah-marah, tidak bisa diajak
komunikasi. Mengaku tidak pernah sakit berat/liver. Pada pemeriksaan dijumpai
jaundice, erytema palmaris. Hasil lab menunjukkan : Albumin 2,7 mg/dL; Na 126
meq/L, K 3,1 meq/L, SGOT 75 mg/dL; SGPT 56 mg/dL.Px didiagnosa CH dg HE.
Rekomendasi terapi apa yang dapat diberikan thd kasus ini?

S gelisah, marah-marah, tidak bisa diajak


komunikasi. Mengaku tidak pernah sakit
berat/liver
O Albumin 2,7 mg/dL; Na 126 meq/L, K 3,1
meq/L, SGOT 75 mg/dL; SGPT 56 mg/dL
A Belum mendapatkan terapi CH dengan HE
P Rekomendasi pemberian terapi Comafusin 0,5
mg/kgbb/hari dengan kecepatan infus 15-20
tpm, laktulosa 3-4x sehari 15-20 ml, neomisin
4x500 mg. jika destruktif dapat diberikan
terapi haloperidol

3. Tn S, 61 th BB 85 kg TB 160cm MRS dengan keluhan mual, perut semakin besar,


lemah, sering cegukan, tidak mau makan. Pasien dapat berkomunikasi dengan baik
saat MRS. Hasil penelusuran rekam medik diperoleh riwayat penyakit Chronic Liver
Disease dengan terapi methioson 2 x 1 tab, curcuma 3x1tab, spironolakton 1x100mg,
propanolol 2x 10mg. Hasil pemeriksaan sbb: TTV: temp N, BP 100/70 mmHg, nadi N.
Selanjutnya pasien didiagnosa sbg CLD terapi yang diberikan saat ini adalah Cisapride

MFK UGM 2019 Page 62


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

3 x 1 tab; methioson 2 x 1 tab, Ranitidin 2 x 1tab, antacid 3 x 1 c, lasix 3 x 40mg iv,


curcuma 3x1tab, spironolakton 1x100mg, propanolol 2x 10mg, Tutofucin LC 1 x1 fl
inf, Asering 1x 1 fl inf, dextrose 5% 1 x 1 fl inf. Pada hari keempat kondisi pasien
memburuk, pasien tidak sadarkan diri dan didiagnosa mengalami encefalopati hepatic.

S Mual, perut semakin besar, lemah, sering


cegukan, tidak mau makan
RPD : CLD
RPO : methioson 2 x 1 tab, curcuma 3x1tab,
spironolakton 1x100mg, propanolol 2x 10mg
O diagnosa CLD-HE
A 1. Cisapride menginduksi kejadian HE
2. Terapi CLD-HE belum diberikan
3. Diuretic memperburuk HE
P 1. Rekomendasi penghentian cisapride
2. Rekomendasi terapi CLD-HE :
Comafusin 0,5 mg/kgbb/hari dengan
kecepatan infus 15-20 tpm, laktulosa 3-
4x sehari 15-20 ml, neomisin 4x500 mg
3. Rekomendasi stop penggunaan diuretik

4. Ny. SM, 58th, 55kg, 153cm. MRS dg keluhan perut membesar disertai mual, kembung,
febris 38 °C, lemah, anoreksia, insomnia. Px mengaku tidak pernah sakit. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai eritema palmaris, spider naevy dan hsl lab menunjukkan
hipoalbuminemia, prolongasi PT 1,8 x normal, SGOT 53 mg/dL, SGPT 49 mg/dL,
leuko (N). Didukung hasil USG, selanjutnya Px didiagnosa CH + susp SBP. Bgmana
rencana pelayanan farmasi?

S Perut membesar, mual, kembung, lemah


anoreksia, insomnia. Pasien tidak pernah sakit
O pemeriksaan fisik dijumpai eritema palmaris,
spider naevy dan hsl lab menunjukkan
hipoalbuminemia, SGOT 53 mg/dL, SGPT 49
mg/dL.
Px didiagnosa CH + susp SBP
A Indikasi CH-SBP belum diberikan terapi
P Rekomendasi terapi CH-SBP : furosemide
1x40 mg PO, spironolakton 1x100 mg PO,
albumin 1g/kg, curcuma, dan ceftriaxone 1x1
gram selama 5-10 hari

MFK UGM 2019 Page 63


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

6. PHARMACEUTICAL CARE PADA STROKE

 Subarahnoid : perdarahan diluar, tidak masuk kedalam kortex


 Intraserebral hemoragik : perdarahan terjadi didalam kortex
 Stroke iskemik : terjadi penyumbatan pembuluh darah diotak sehingga jaringan
disekitarnya kekurangan oksigen dan nutrisi

KEWASPADAAN STROKE

 Penambahan massa darah dapat meningkatkan tekana intracranial


 Stroke hemoragik  progresif  perdarahan  perlu curiga pada antiplatelet
 Penurunan fungsi neurologis : kesadaran, kejang, hipersalivasi (pneumonia HAP) karena
laringnya mengalami gangguan atau lumpuh
 Infark
 Pneumonia HAP : karena hipersalivasi
 Hipertensi , butuh terapi jika
1. Stroke iskemik : TD > 220/120 mmHg
2. Stroke hemoragik : TD > 180
 Pasien stroke post opname, sering mengalami dehidrasi
 Massa akut stroke :
1. Stroke iskemik : 7 hari ( tidak boleh diberikan terapi HT)
2. Stroke hemoragik : 14 hari

MFK UGM 2019 Page 64


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

TERAPI STROKE ISKEMIK

1. Antitrombolitik  alteplase (perlu pertimbangan kriteria inklusi dan eksklusi)


2. Antiplatelet
3. Anti hipertensi jika TD >220/120 mmHg
4. Cerebral activator ( sitikolin dan pirasetam)
5. Jika lipid tinggi  perlu statin
6. Jika hiperglikemia  insulin

TERAPI STROKE HEMORAGIK

1. Kraniotomi  menyedot darah


2. Atasi komplikasi :
a. TIK ↑ (cirinya GCS ↓, udem pupil, muntah)  mannitol 4x 125 mg (tidak boleh
jika pasien AKI sehingga perlu cek ureum/fungsi ginjal) dan furosemid
b. Atasi hiperglikemia
c. Atasi tekanan darah tinggi  ACEI/ARB ± diuretik

SECONDARY STROKE PREVENTION:


ANTIPLATELET AGENTS FOR ARTERIAL DISEASE

1. Aspirin
 Mencegah MI & stroke
 Rekaman stroke 50-365 mg / hari, tetapi MI ulang 75-162 mg / hari
 Dosis rendah dengan efek samping lebih sedikit,> 1200 mg / d tidak efektif
 Lapisan enterik, NSAID dapat mengurangi kemanjuran

2. Clopidogrel 75 mg per hari


 Mencegah MI dan stroke
 Kombinasi rutin dengan aspirin tidak diindikasikan pada stroke pts, meskipun tidak
diselesaikan untuk subset pts dengan athero arteri besar
 PPI mengurangi kemanjuran
3. Aspirin / dipyridamole XR 25/200 dua kali sehari
 Data tentang profilaksis MI kurang
 Efek samping umum dari dipyridamole

MFK UGM 2019 Page 65


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Tidak lebih unggul daripada clopidogrel… dengan efek samping yang lebih banyak
pendarahan

MFK UGM 2019 Page 66


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

PROBLEM MEDIK UMUM

1. Munculnya komplikasi neurologis menyulitkan penatalaksanaan

Berkurangnya tingkat kesadaran  Terjadi pada sekitar 15% pasien stroke


 Kemungkinan besar terjadi dalam
beberapa hari pertama setelah stroke
 Indikator penting dari tingkat
keparahan stroke
 Penyebab potensial:
1. Kerusakan langsung : Pendarahan
atau infark batang otak
2. Kerusakan tidak langsung : Lesi
supratentorial berhubungan dengan
pembengkakan otak dan pergeseran
garis tengah
3. Kombinasi : Iskemia hemisfer
global dan Peningkatan tekanan
intra-kranial (ICP)
Memburuknya defisit neurologis / fisik  Biasa terjadi pada stroke awal
 Dapat memperburuk jam, hari atau,
jarang minggu setelah penilaian awal
 Semakin dini stroke didiagnosis, ada
kemungkinan peningkatan defisit
yang memburuk akan dikenali
 Dalam beberapa hari pertama efek
memburuk kemungkinan besar
memiliki penyebab / asal neurologis
 Di luar beberapa hari pertama,
penyebab non-neurologis harus
dipertimbangkan
Beberapa alasan yang dapat memperburuk :
 Perpanjangan lesi asli (iskemik atau
perdarahan)
 Pengembangan edema serebral & ICP

 Darurat hipertensi
 Infeksi Nosokomial
 DVT
 Kelainan elektrolit dan gangguan
jantung
 Stroke berulang
Defisit baru menunjukkan disfungsi di

MFK UGM 2019 Page 67


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

bagian lain otak


Kejang epilepsi  Terjadi pada sekitar 5% pasien stroke,
paling banyak terjadi dalam 24 jam
 Populasi risiko keseluruhan tertinggi
termasuk mereka yang memiliki
stroke hemoragik dan infark yang
melibatkan korteks serebral
 Kebanyakan kejang dimulai secara
parsial (fokus) walaupun dengan
generalisasi sekunder

MFK UGM 2019 Page 68


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

2. Munculnya komplikasi medik seperti ISK, pneumonia, luka baring, thromboemboli.


UTI o Terjadi pada sekitar 25% pasien stroke
yang dirawat di rumah sakit dalam dua
bulan pertama setelah stroke
o Pencegahan:
1. Mempertahankan hidrasi yang
memadai dan dengan demikian
keluaran urin
2. Hindari kateterisasi kandung kemih
yang tidak perlu
3. Hindari sembelit (akan membantu
pengosongan kandung kemih
lengkap)
4. Hindari obat-obatan dengan efek
antikolinergik
5. Kaji demam, selidiki penyebabnya
jika ada dalam kombinasi dengan
antibiotik spektrum luas
Pneumonia o Terjadi pada sekitar 20% pasien stroke
selama tahap akut
o Peningkatan insidensi pada pasien yang
diberi makan tabung atau dengan
perubahan pada flora bakteri mulut
o Kemungkinan penyebab: Aspirasi,
Gagal menghapus sekresi, Imobilitas
pasien, Dinding dada berkurang atau

MFK UGM 2019 Page 69


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

gerakan diafragma pada sisi


hemiparetik
o Komorbiditas: Penyakit saluran napas
kronis
o Pencegahan:
1. Pemposisian yang cermat (HOB
pada 30˚)
2. Perawatan mulut, menggunakan
peridex setiap 12 jam untuk mereka
yang menggunakan ventilator
3. Fisioterapi dan hisap untuk
menghindari akumulasi sekresi
4. Tindakan pencegahan aspirasi
Jatuh o Sangat umum setelah stroke
o Pasien dengan defisit yang berkurang
setelah stroke lebih cenderung turun,
karena pasien dengan defisit yang lebih
parah dimobilisasi kurang mengurangi
kemungkinan jatuh.
o Sering dikaitkan dengan peningkatan
risiko perdarahan intrakranial yang
terkait dengan antikoagulasi (populasi
fibrilasi atrium)
o Pengurangan risiko:
1. Memobilisasi pasien dengan
pengawasan dan dukungan yang
memadai
2. Pemanfaatan alarm tidur
3. Peringatan keamanan / risiko jatuh
4. Penarikan diuretik yang tidak perlu
dan obat-obatan psikotropika
5. Pengaturan kamar yang nyaman

MFK UGM 2019 Page 70


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

Pressure Ulcer o Paling umum pada pasien yang tidak


bergerak dan tidak dapat
mendistribusikan kembali berat badan
mereka sendiri ketika berbaring atau
duduk
o Peningkatan faktor risiko:
1. Malnutrisi
2. Infeksi
3. Inkontinensia
4. Penyakit yang mendasari serius
o Pencegahan:
1. Penilaian kulit yang akurat setiap
hari dan sesuai kebutuhan (dengan
penghilangan stocking kompresi
bertingkat)
2. Reposisi yang sering
3. Kasur pereda tekanan
4. Dukungan nutrisi
5. Perawatan lokal (krim, lotion dll.)
Thromboembolism
Cardiac abnormality o Sepertiga pasien - Depresi Segmen ST
atau Aritmia Ventrikular - 5 hari
pertama
o Aritmia yang sebelumnya tidak
terdiagnosis termasuk A-Fib - terlihat
pada 50%
o Lesi Korteks Insular merupakan
predisposisi terhadap perubahan EKG
Aritmia dan kematian mendadak.
Monitor dan perawatan Rec-24-48 jam.
Hiperglikemia o Glukosa darah meningkat pada 40-50%
pasien dalam 24 jam pertama. Lebih
dari setengahnya bukan D.M.
o Insulin Tx mengurangi ukuran infark
dan meningkatkan prognosis (manfaat
iskemia otak global & fokus)
o Bertujuan untuk mempertahankan
glukosa normal dan menghindari hasil
yang buruk.
o Hiperglikemia telah dikaitkan dengan
pembengkakan edema serebral serta
peningkatan keparahan dan kematian
akibat stroke.
o hipoglikemia meniru gejala stroke.
Fluid balance dan hidrasi  Mengapa keseimbangan cairan? :
Fungsi jantung

MFK UGM 2019 Page 71


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

Fungsi ginjal
Fungsi endokrin
Elektrolit
 Tanda dehidrasi:
Takikardia
Hipotensi
Output urin rendah (kurang dari 0,5ml /
Kg / jam)
Urin pekat berwarna gelap
Mukosa kering

3. Pasien memiliki gagal organ eliminasi seperti GGK, maupun Cirrhosis hepatik (CH) yang
mempersulit penatalaksanaan.
4. Pasien memiliki penyakit penyerta DM yang memerlukan perhatian khusus.

DRP UMUM

Pemilihan antiplatelet • Digunakan pada stroke iskemik


kurang tepat • Agen: aspirin, ticlopidin, clopidogrel, dipiridamol,
aspirin+dipiridamol, aspirin+clopidogrel, cilostazol
• Awasi gastric bleeding khususnya pada masa akut, pasien dengan
CH, pasien dg riwayat gastric ulcer.
Pemilihan antihipertensi • Penurunan tekanan darah lebih jauh akan berguna terhadap
kurang tepat outcome stroke namun harus dilaksanakan secara perlahan-lahan
sehingga tidak mengganggu perfusi darah ke otak.
• Farmakoterapi yang dipilih adalah diuretik, ACE inhibitor, Ca
antagonis golongan dihydropiridin (Nifedipin, Nimodipin,
nicardipin), diltiazem.

Pemilihan antibiotika • Bakteri Patogen: Acinetobacter sp, Staphylococcus sp,

MFK UGM 2019 Page 72


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

pada pasien dengan Klebsiella, Pseudomonas


infeksi nosokomial • Pilih antibiotika yang tersensitif di RS untuk atasi INOS.
menjadi penting karena • Untuk klebsiella, pseudomonas: AB+ aminoglikosida
terkait pula dengan • AB: Cefalosporin Gen III, IV, Carbapenem, Fluoro Quinolon
progress neurologinya. generasi terbaru
• Aminoglikosida: amikasin, tobramycin, kanamicin, dibekacin

Pemilihan antikejang • Agen: Benzodiazepin, Carbamazepin, Phenytoin,Luminal


perlu hati-hati baik • ADR: semua antikejang memberikan ADR ke liver hanya
karena insiden berbeda frekuensi kejadian dan jenis gangguan livernya kecuali
peningkatan Luminal
SGOT/SGPT menjadi • Jaundice: Diazepam, CBZ
lebih mudah juga pada • Peningkatan SGOT/SGPT: CBZ, Phenytoin
pasien dengan CH. • Hepatitis: CBZ
• Strategi:Pilih yg less hepatotoxic pada CH, awasi
SGOT/SGPT/Bil, bila terjadi peningkatan stop terapi.
Waspada ADR
khususnya terhadap
fungsi ginjal maupun
liver.
Di RSAL : interaksi obat
39,4% (Jane, 2007)

MFK UGM 2019 Page 73


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MONITORING

KONSELING

MFK UGM 2019 Page 74


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

STUDI KASUS STROKE

1. KASUS B

S Mengerang kesakitan pada kepala, mual


muntah yang profus
O Hemipalgia sinistra disertai afasia
GDA 295 mg/dl ; Alb 2,9 mg/dl
Dx : stroke emboli dg hiperglikemia dan CH
CT Scan : stroke emboli yg luas di hemisfer
kanan
A 1. Terapi insulin tidak adekuat
P 1. Rekomendasi pemberian insulin rapid 3
x6U
2. Monitoring resiko bleeding dg melihat
tanda2nya

2.KASUS D

MFK UGM 2019 Page 75


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

HARI 1

S Sesak, mual, nyeri epigastrik, melena,


RPD : hepatitis B sejak 6 bulan yg lalu
O K 2,7 meq/L ; Na 119 meq, Alb 2,9 SGOT
128; SGPT 42; WBC 26.200
Dx HCC-SBP
A 1. Indikasi melena belum diberikan terapi
2. Indikasi infeksi belum diberikan terapi
P 1. Rekomendasi pemberian okreotid jika
massive, propranolol 2x 10 mg, dan
comafusin
2. Rekomendasi pemberian sefalosporin
generasi iii

HARI 3

S Mual sudah berkurang, nyeri epigastrik meluas


O -

MFK UGM 2019 Page 76


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

A 1. Terapi primperan tidak diperlukan


2. MST memperburuk kondisi HCC karena di
metabolism di liver
P 1. Rekomendasi stop terapi primperan
2. Rekomendasi stop pemberian MST dan
diganti durogesik patch

HARI 5

S -
O Na 132 meq/l K 2,9 meq/L
A Indikasi hypokalemia belum teratasi
P Rekomendasi koreksi K dengan pemberian 25
meq/L

HARI 8

S -
O Pasien mengalami penurunan kesadaran (HE)
karena obat primperan, ondansetron,
hypokalemia, dan infeksi yang tidak teratasi
A Hypokalemia dan DILI
P -

MFK UGM 2019 Page 77


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

DOSEN : Dra. Tri Murti Andayani, Sp.FRS., PhD., Apt.

Untuk materi kuliah bu tri murti, yg dimasukin dalam modul hanya overview penyakit dan
terapi masing2 kelompok presentasi yaa. Untuk kasusnya bisa lgsg dilihat di PPT masing-
masing kelompok.

1. PHARMACEUTICAL CARE PADA DIABETES MELITUS


Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. (Perkeni, 2015).

(PERKENI, 2015)

MFK UGM 2019 Page 78


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 79


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 80


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 81


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 82


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 83


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 84


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

AACE, 2019

MFK UGM 2019 Page 85


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

(Verhulst, MJL., Loos, BG., Gerdes VEA., Teeuw, WJ., Evaluating All
Potential Oral Complications of Diabetes Mellitus, 2019)

MFK UGM 2019 Page 86


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

2. PHARMACEUTICAL CARE PADA GANGGUAN JANTUNG

ATRIAL FIBRILASI

MFK UGM 2019 Page 87


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 88


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 89


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 90


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 91


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

SYOK KARDIOGENIK

MFK UGM 2019 Page 92


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 93


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 94


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

DOSEN : Drs. Budi Raharjo, Sp. FRS., Apt.

1. PEMANTAUAN TERAPI OBAT DI RAWAT INAP

PHARMACEUTICAL CARE

Pemberian terapi obat yang bertanggung jawab untuk tujuan mencapai hasil yang pasti yang
meningkatkan kualitas hidup pasien (Hepler dan Strand 1990)

Suatu praktik di mana praktisi bertanggung jawab atas kebutuhan terapi obat pasien, dan
bertanggung jawab atas komitmen ini (Cipolle, Strand dan Morley 1998)

FILOSOFI ASUHAN FARMASI

1. Mengenali kebutuhan sosial pasien;

2. Melakukan pendekatan yg berpusat pada pasien;

3. MENGASUH pasien merupakan modus operandi;

4. Mengemban tanggungjawab khusus utk:

 Identifikasi DRP (Drug Related Problem)

 Atasi DRP yg telah terjadi

 Cegah DRP yg potensial akan terjadi

DTP (1998) DRP (1990)


1.Need Additional Drugs 1. Untreated Indication
2.Unnecessary Drugs 2. Improper Drug Selection
3.Wrong Drugs 3. Sub Therapeutical Dose
4.Dosage Too Low 4. Overdosage
5.Adverse Drug Reaction 5. Not Rechieving Drugs
6. Dosage Too High 6. Adverse Drug Reaction
7. Not Following Instructions 7. Drug Interaction
8. Drug Use Withhout Indication

MFK UGM 2019 Page 95


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MONITORING TERAPI OBAT

Monitoring a. Kondisi Klinik Pasien


Keadaan i. Keadaan saat datang:
Umum  Tenang/Gelisah/Kesakitan/Sesak Nafas/Anemis/Lemah
(KU) Pasien ii. Kesadaran:
 Compos mentis/Somnolen/Apatis/Sopor/Coma/Mati
iii. Kesadaran saat Cedera Kepala  GCS=EoMoVo
iv. Nyeri, Mual-Muntah, dll
b. Tanda-tanda Vital Pasien:
i. Tekanan Darah/Nadi/Suhu Badan/Respirasi
c. Pemeriksaan Laboratorium:
i. Monitoring Parameter Penyakit & Efek Terapi
ii. Monitoring Efek Toksis Obat

MFK UGM 2019 Page 96


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

Monitoring
Efektivitas
Terapi Obat

Monitoring • Obat dengan indeks terapetik sempit (digoxin, phenytoin,


Farmakokin carbamazepin, asam valproat, antibiotika gentamisin, amfotericin,
etika Klinik tacrolimus)
• TDM = Therapeutic Drug Monitoring
• Kendala:
– Biaya Mahal
– Fasilitas (tidak semua RS ada lab. TDM)
• Peran Farmasis:
– Menetapkan jadwal sampling
– Interpretasi data terkait dosis vs respon
– Adjusment dosis

Monitoring MONITOR REAKSI OBAT YG MERUGIKAN (ROM):


Adverse • Reaksi Tipe A: Respon obat yang merupakan peningkatan efek
Drug farmakologi obat (toksisitas), atau peningkatan efek sekunder obat
Reaction (efek samping). Biasanya tergantung dosis.
• Reaksi Tipe B: Respon obat yang tidak berkaitan dengan efek
farmakologi, biasanya melalui mekanisme immunologi atau
farmakogenetik. Biasanya merupakan reaksi alergi/hipersensitif
MONITOR INTERAKSI OBAT
• Perubahan sifat farmakodinamika maupun farmakokinetika suatu obat
yang disebabkan oleh pemakaian dua obat atau lebih secara

MFK UGM 2019 Page 97


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

bersamaan, karena faktor diet, atau karena kebiasaan (merokok,


alkohol, dll)
• Precipitant Drug: Obat yang mempengaruhi
• Object Drug: Obat yang dipengaruhi
• Pada interaksi yg melalui enzim cytochrome P-450, Object drug
disebut sebagai Substrat dan Precipitant disebut Inhibitor/Induktor
enzim Cytochrome P-450

Monitoring
Toksisitas
Obat

CARA PENULISAN SOAP DI CPPT

S O A P
Data yang o Data yang o Proses Berupa 3 hal :
bersumber dari bersumber dari membandingkan o Rekomendasi
keluhan, keluhan, kasus dengan terkait DRP
pengakuan pasien pengakuan literature. Jika o Monitoring
dan tidak bisa pasien dan tidak sesuai maka o Konseling
dikonfirmasi tidak bisa menjadi DRP.
kebenarannya dikonfirmasi
kebenarannya.
o Data obyektif
BUKAN
semua data
Lab atau TTV
yang ada
TETAPI data
yang

MFK UGM 2019 Page 98


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

mendukung
problem
medik,
monitoring
terapi obat

DRP DRP 1-Terdapat penggunaan obat tetapi tidak ada indikasi, Contoh:
Pasien tidak mengeluhkan batuk dapat terapi ambroxol
Pasien sudah tidak ada tanda – tanda perdarahan masih diberikan
terapi asam traneksamat
DRP 2-Terdapat indikasi tetapi tidak ada obat, Contoh :
Tekanan darah pasien tinggi belum ada terapi antihipertensi
DRP 3-Pemilihan obat tidak tepat, contoh :
Pasien masih merasakan nyeri setelah penggunaan ketorolac 4 hari,
kemungkinan membutuhkan terapi golongan opiod
Pasien anak tidak disarankan menggunakan antibiotik levofloxacin,
ciprofloxacin (golongan Quinolon)
Pemberian terapi diazepam akan memperparah encefalopati
Penggunaan antibiotik ceftriaxone pada pasien meningitis dihentikan
14 hari, penggunaan lebih dari 14 hari tetapi tidak ada perbaikan.
DRP 4-Dosis terlalu tinggi, contoh:
Frekuensi pemberian cetirizine berlebih
Dosis ranitidin perlu disesuaikan atau diatur ulang pada clear kreatinin
tinggi. Obat – obat yang memerlukan penyesuai dosis adalah ....
(disebutkan obanya)
DRP 5-Dosis terlalu rendah, contoh:
Dosis pemberian ampicilin terlalu rendah
Frekuensi pemberian ceftriaxone terlalu sedikit
Dosis ranitidin perlu disesuaikan atau diatur ulang pada clear kreatinin
tinggi. Obat – obat yang memerlukan penyesuai dosis adalah ....
(disebutkan obanya)
DRP 6-Interaksi obat, contoh:
Interaksi obat berpotensi yang mempengaruhi keseimbangan elektrolit
Bila jumlah obatnya sedikit dituliskan :
Potensi interaksi obat A dan B menyebabkan ..................
Bila jumlah obatnya banyak hanya dituliskan : terdapat potensial
interaksi obat yang memepengaruhi keseimbangan elektrolit
DRP 7-Potensi Efek Samping Obat, contoh:
ISDN dapat menyebabkan pusing
MST dapat menyebabkan sembelit
Fentanil patch dapat meningkatkan efek sedasi

MFK UGM 2019 Page 99


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

GLASGLOW COMA SCALE (GCS)

 GCS  alat mengukur derajat kesadaran seseorang yg alami cedera otak traumatis, para
dokter dan paramedis menggunakan

 Skor GCS Total (E + M + V) = 3 s/d 15.

MFK UGM 2019 Page 100


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Penulisan di rekam medik:

E3M3V3 = 9

PENGGUNAAN VASOPRESSOR

Epineprin / Norepineprin TD ↓ HR ↓
 Paling poten
Dopamin TD ↓ HR (N)
Dobutamin TD ↓ HR ↑

PARAMETER PERDARAHAN

Dalam melihat tanda-tanda perdarahan, ada 3 hal yang perlu diamati :

 Hematuria
 Melena
 Gusi berdarah

MFK UGM 2019 Page 101


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

DRP YANG SERING TERJADI DI BANGSAL BEDAH

 Antibiotik profilaksis bedah : kadar antibiotic sangat tinggi thd MIC,


penggunaannya ± 3 jam (terkait t1/2 obat) pasca luka ditutup.
 Keberhasilan penggunaan analgetik

PERHITUNGAN ADJUSTMENT DOSIS PADA PASIEN GANGGUAN


GINJAL

MFK UGM 2019 Page 102


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 103


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 104


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

OVERVIEW SEPSIS

 SIRS  Terjadi karena proses katabolisme tinggi  sehingga menyebabkan asidosis 


Septichemia
 Treatment yang diberikan :
1. Oksigenasi 02  sungkup balon
2. Antibiotik yang adekuat
3. Nutrisi  Asam amino rantai panjang (BCAA yang isinya isoleusin, lisisn, valin)

MFK UGM 2019 Page 105


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

PERITONITIS

 Gejala peritonitis : ascites, WBC ↑, suhu ↑

MFK UGM 2019 Page 106


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

2. GANGGUAN HEPAR

SKEMA GANGGUAN HEPAR

Hepar Hepatitis HbsAg

Hepatitis

hepatoma sirosis hepatik


(susah sembuh) (hepar mjd keras
dan hitam)

MFK UGM 2019 Page 107


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

hbsAg

non reaktif reaktif

non virus + virus

perlu rekonsiliasi test HBV/HCV


riwayat penggunaan
obat DILI

NOTE :

1. HAV dan HCV  manifestasi kliniknya pasien jaundice


2. HCV  kronis. biasanya pada pasien rajal butuh perawatan selama 18 bulan
3. Pada pasien sirosis hepatics biasanya nilai SGOT dan SGPT nya sudah turun. Jika masih
tinggi maka kemungkinan pasien masih mengalami hepatitis.. bukan sirosis hepatic

MFK UGM 2019 Page 108


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

PERJALANAN GANGGUAN HEPAR BY PAK BUDI RAHARJO

Guys.. aku jelasin gambarnya jadi 2 part ya biar ga bingung 

Cerita dari gambar 1 seperti ini :

Sintesis energy itu terjadi di dalam mitokondria di sitoplasma. Pada saat kita makan, terjadi
pemecahan polisakarida oleh enzim amylase dirongga mulut menjadi disakarida kemudian akan

MFK UGM 2019 Page 109


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

dipecah lagi ke bentuk yang paling sederhana oleh enzim alfa glukosidase. Enzim alfa
glukosidase ini dikeluarkan ketika ada trigger dari amylase. Selanjutnya, polipeptida oleh enzim
tripsin diubah menjadi asam amino lalu masuk ke dalam siklus krebs dalam bentuk asetil ko-A.
dalam siklus krebs, dengan adanya O2 akan menghasilkan energy dalam bentuk ATP. Selain itu,
ada produk samping yang dihasilkan seperti CO2, H2O, dan NH3. NH3 inilah yang akan dibawa
ke ginjal oleh LOLA sbg transport amoniak. Jika tidak ada LOLA maka amoniak bisa bergerak
bebas kemana saja termasuk ke otak yang menyebabkan HE.

4 5
ASCITES

Cerita dari gambar 2 dimulai yaa, alurnya ngikutin poin 1 – 5 pada gambar :

Poin 1

Ketika terjadi penyumbatan di pembuluh darah portal, maka pasien akan mengalami PORTAL
HYPERTENSION. Terapi yang dapat diberikan pada kondisi ini yaitu PROPANOLOL.

Poin 2

Ketika vasodilatasi terjadi, pembuluh darah di esophagus akan mudah pecah sehingga
menyebabkan VARISES ESOFAGUS. Jika darah yang keluar bercampur dengan asam

MFK UGM 2019 Page 110


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

lambung maka akan menjadi MELENA, namun jika pembuluh darah nya pecah ke atas maka
disebut HEMATEMESIS. Terapi yang dapat diberikan pada kondisi ini yaitu OCREOTID.

Poin 3

Pada ginjal, ada namanya siklus ureum. Jika siklus ureum ini mengalami gangguan maka
menyebabkan NH3 dari usus banyak beredar di dalam darah dan bisa jalan2 ke bagian otak.
Kondisi amoniak yang banyak sampai ke otak akan menyebabkan HEPATIC
ENSEFALOPATI (HE). Terapi yang dapat diberikan pada kondisi ini yaitu COMAFUSIN (L-
ORNITIN-L-ARGININ).

Poin 4

Pada kondisi ini masih berhubungan dg poin 1 ya. Jadi ketika ada sumbatan pembuluh darah
portal, cairan akan banyak terdistribusi/lari ke peritoneum. Kondisi cairan banyak di peritoneum
ini dinamakan ASCITES. Terapi yang dapat diberikan pada kondisi ini yaitu FUROSEMID.

Poin 5

Jika kondisi ascites ini semakin parah dan tidak tertangani maka akan menyebabkan
SPONTANIOUS BACTERIAL PERITONEAL (SBP). Terapi yang dapat diberikan pada
kondisi ini yaitu ANTIBIOTIK SEFOTAKSIM/SEFTRIAKSON.

Poin 6

Protein di usus bisa dimakan oleh e.coli sehingga bakteri dapat menghasilkan amoniak yang
dapat memperparah kondisi HE. Terapi yang dapat diberikan pada kondisi ini yaitu
LAKTULOSA. Terapi laktulosa ini memiliki eso meningkatnya frekuensi BAB sehingga bila
dalam 1 hari pasien BAB frekuensinya sudah 5x/hari maka stop sementara pemberian laktulosa.

MFK UGM 2019 Page 111


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

3. GANGGUAN JANTUNG
CHRONIC HEART FAILURE (CHF)

A. Gejala klinis : Takhikardia, Sesak Nafas, Penurunan Toleransi Gerak, Oedema


Perifer dan Oedema Paru, Cardiomegali  Foto Thorax

MFK UGM 2019 Page 112


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

B. Konfirmasi Heart Failure

C. Klasifikasi CHF

MFK UGM 2019 Page 113


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

D. Treatment CHF

MFK UGM 2019 Page 114


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

E. Fungsi masing2 obat CHF

MFK UGM 2019 Page 115


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 116


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS)

 Penyebab paling sering dari ACS yaitu aterosklerosis dan thrombosis


 Perbedaan ACS :
Stable ACS  no rupture
Unstable ACS  ada rupture dan butuh thrombosis
 Perbedaan UAP dan STEMI/NSTEMI :
UAP  nutup dikit
NSTEMI  nutup sebagian
STEMI  nutup seluruhnya

MFK UGM 2019 Page 117


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

A. Tanda dan gejala ACS

MFK UGM 2019 Page 118


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

B. Inisial terapi UAP/NSTEMI/STEMI

C. Algoritma UAP dan NSTEMI

MFK UGM 2019 Page 119


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

D. Algoritma STEMI

MFK UGM 2019 Page 120


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

E. NOTE DARI PAK BUDI

reseptor di pembuluh
Dihidropiridin
darah

reseptro di pembuluh
darah dan jantung

CCB Diltiazem
pemakaian jangka
panjang bs
menyebabkan toursa
de point

Verapamil reseptor di jantung

MFK UGM 2019 Page 121


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

 Terkait interaksi obat :


Clopidogrel dan Omeprazol  solusi Ticagrelor – Omeprazol atau Clopidogrel –
Ranitidin
Clopidogrel dan statin  solusi : Ticagrelor - Statin

MFK UGM 2019 Page 122


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

HIPERTENSI EMERGENCY

 Hipertensi emergensi ketika tekanan sistol >180-220 mmHg


 Gunakan antihipertensi golongan dihidropiridin
 Selain itu boleh menggunakan kaptopril SL dengan pemberian ulang dengan jeda
antar pemberian ½-1 jam
 Penurunan tekanan darah yang diperbolehkan yaitu 25-30% dari tekanan darah
semula

ARITMIA

 Penjelasan gambar peka rangsang otot :


Obat2 antiaritmia diharapkan bekerja untuk mengembalikan ion2 pada tempatnya. Jika Na dan
Ca2+ masuk sel maka akan terjadi kontraksi yang mempengaruhi denyut jantung. Sehingga obat-

MFK UGM 2019 Page 123


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

obat anti aritmia bekerja untuk mengeluarkan Na dan Ca2+ serta memasukkan K atau
mempertahankan K agar tetap didalam sel.

MFK UGM 2019 Page 124


MODUL STUDI KASUS MFK 2019 2020

MFK UGM 2019 Page 125

Anda mungkin juga menyukai