Dosen Pengampu :
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 2
DOSEN : Dr. Widyati, M. Clin. Pharm., Apt. .............................................................................................. 3
1. PENGANTAR FARMASI KLINIK DAN PHARMACEUTICAL CARE ...................................... 3
2. PHARMACEUTICAL CARE PADA INFEKSI ............................................................................ 17
4. PHARMACEUTICAL CARE PADA GANGGUAN GINJAL ..................................................... 47
5. PHARMACEUTICAL CARE PADA GANGGUAN HEPAR ...................................................... 55
6. PHARMACEUTICAL CARE PADA STROKE ............................................................................ 64
DOSEN : Dra. Tri Murti Andayani, Sp.FRS., PhD., Apt. .......................................................................... 78
1. PHARMACEUTICAL CARE PADA DIABETES MELITUS ...................................................... 78
2. PHARMACEUTICAL CARE PADA GANGGUAN JANTUNG ................................................. 87
DOSEN : Drs. Budi Raharjo, Sp. FRS., Apt............................................................................................... 95
1. PEMANTAUAN TERAPI OBAT DI RAWAT INAP ................................................................... 95
2. GANGGUAN HEPAR ................................................................................................................. 107
3. GANGGUAN JANTUNG ............................................................................................................ 112
Farmasi klinis adalah disiplin ilmu kesehatan di mana apoteker memberikan perawatan
pasien yang mengoptimalkan terapi obat dan mempromosikan dan pencegahan penyakit.
Farmasi klinik dalam menjalankan praktek kefarmasiannya dalam bentuk
pharmaceutical care
Praktek farmasi klinis menganut filosofi perawatan farmasi; yaitu memadukan orientasi
perawatan dengan pengetahuan terapeutik khusus, pengalaman, dan penilaian untuk
tujuan memastikan hasil pasien yang optimal (ACCP, 2005).
Farmasi klinik :
o Peduli pasien di semua setting perawatan kesehatan
o Menerapkan bukti dan ilmu yang berkembang
o Penerapan prinsip-prinsip hukum, etika, sosial, budaya, dan ekonomi
o Apoteker klinis memikul tanggung jawab dan pertanggungjawaban untuk mencapai
tujuan terapeutik
o Mengelola terapi dalam perawatan pasien langsung
o Terlibat dalam interaksi langsung dengan, dan pengamatan, pasien
o Berlatih baik secara mandiri maupun dalam konsultasi atau kolaborasi dengan
profesional perawatan kesehatan lainnya
1. Pharmaceutical care
o Tugas : Mengelola aktivitas Farklin bentuk praktik pelayanan dan Memunculkan
tanggung jawab Farmasis thd pasien
o Tujuan : untuk mencapai hasil terapi yang khusus dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup Px
o Pelaksanaan :
S O A P
Data yang o Data yang o Proses Berupa 3 hal :
bersumber dari bersumber dari membandingkan o Rekomendasi
keluhan, keluhan, kasus dengan terkait DRP
pengakuan pasien pengakuan literature. Jika o Monitoring
dan tidak bisa pasien dan tidak sesuai maka o Konseling
dikonfirmasi tidak bisa menjadi DRP.
kebenarannya dikonfirmasi
kebenarannya.
o Data obyektif
BUKAN
semua data
Lab atau TTV
yang ada
TETAPI data
yang
mendukung
problem
medik,
monitoring
terapi obat
o Contoh membuat SOAP: Px post op mendapatkan terapi ketorolac sampai H+9, rekomendasi
untuk menghentikan terapi ketorolac. Penggunaan ketorolac yaitu automatic stop order
setelah digunankan selama 5 hari.
DOKTER APOTEKER
S S
O O
A Susp. DHF --------------------------> JADI A Ketorolac melampaui durasi yang
PROBLEM MEDIK direkomendasikan
P P Disarankan stop ketorolac. Disarankan
menambahkan tramadol jika masih nyeri.
Monitoring : hematemesis, nyeri (CPOT untuk
pasien kritis)
Konseling : -
“Jika Anda tidak mendokumentasikan perawatan yang Anda berikan secara komprehensif, maka
Anda tidak memiliki praktik.” (Cipolle RJ, Strand LM, Morley PC, 2004)
Pelaksanaan Pharm Care didokumentasikan dalam rekam medik (rumah sakit) atau dalam
PMR bagi pelaksanaan di komunitas.
Bagi apoteker yang belum mendokumentasikan praktiknya di rumah sakit dalam rekam
medik, maka sebaiknya membuat dokumentasi sendiri yang akan dilaporkan kepada
Komite Farmasi dan Terapi
Dokumentasi berguna selain sebagai wujud praktik farmasi klinik juga memiliki kekuatan
hukum yang sewaktu-waktu dapat dijadikan bukti dalam proses pengadilan.
Bahasa yang tidak menghakimi harus digunakan, dengan hati-hati untuk menghindari
kata-kata yang menyiratkan disalahkan (misalnya, kesalahan, kesalahan, kesalahan, dan
tidak disengaja) atau perawatan di bawah standar (misalnya, buruk, cacat, tidak memadai,
tidak pantas, salah, kurang memadai, buruk, masalah, dan tidak memuaskan).
Dokumentasi oleh apoteker harus memenuhi kriteria yang ditetapkan untuk: keterbacaan,
kejelasan, kurangnya bahasa penghakiman, kelengkapan, penggunaan format standar
yang tepat (mis., SOAP [subyektif, objektif, penilaian,
Penting untuk secara hati-hati menyampaikan rekomendasi yang dikirimkan kepada para dokter
penulis resep sehingga dokter penulis resep tidak merasa bahwa penilaian mereka sedang
diserang atau bahwa dokumentasi apoteker membuat mereka terbuka secara legal. Gunakan
bahasa yang tidak judgement.
1. Tulis interaksi obat yang potensial saja. WARNING OBAT – OBAT DIBAWAH INI
YA !!!
o Fenitoin (mengikuti hukum Michels Menten, kadarnya >50 mikrogram pasien
bisa lgsg koma)
o Warfarin (dapat meningkatkan INR)
o Fluconazole
o Omeprazol
o Rifampisin (Inducer enzim CYP2D6 dan CYP3A4 sehingga bisa menggagalkan
dan mengalahkan terapi lain)
o Makrolida (inhibitor enzim)
o Aminofilin/teofilin
o Terfenadin ( meningkatkan Torsa de point)
o Px hipertiroid dengan terapi PTU dan sukralfat, rekomendasi untuk hentikan sukralfat.
o Px post op mendapatkan terapi ketorolac sampai H+9, rekomendasi untuk
menghentikan terapi ketorolac. Penggunaan ketorolac yaitu automatic stop order
setelah digunankan selama 5 hari.
o Penanda penyakit DHF, NS1 dan immunoglobulin menunjukkan hasil positif
o Pasien selulitis diberikan terapi floxacilin (namun KI pada pasien DM)
Monitoring : temperature
Na , K. GDA, pH
A 1. Hipoalbumin?
2. Gula darah belum terkontrol, cek cairan
infus.
P 1. Disarankan tidak perlu penambahan
albumin parenteral.
Monitoring : GDA
Konseling : -
INFEKSI
3. Jika CAP rajal azitromisin , Jika CAP ICU boleh langsung quinolone
4. Aminoglikosida boleh langsung dipake single agent JIKA ISK nosocomial cystitis.
Hal tersebut dikarenakan penetrasi sangat bagus di ginjal atau saluran kemih 100%
5. Osteomyelitis dapat menggunakan cefazolin, ampisilin-sulbaktam, cefuroxime. Pada
keadaan osteomyelitis vaskularisasi tulang minimal sehingga antibiotic susah untuk
penetrasi
1. Pastikan infeksi
KOMBINASI ANTIBIOTIK
1. sinergi
menggunakan obat dengan situs aksi yang berbeda (obat aktif dinding sel
meningkatkan penetrasi obat yang bekerja intraseluler)
3. infeksi polimikroba
4. terapi awal, terutama pada pasien dengan sistem imun rendah atau sakit parah
kombinasi dosis rendah obat yang aktif melawan organisme (meningitis kriptokokus)
SWITCH ANTIBIOTIK
INFEKSI PNEUMONIA
CAP HAP
CAP adalah pneumonia yang didapat dari rumah (bukan RS, bukan Early onset < 5 hari
Nursing House/Panti Jompo) dengan infiltrat yang tampak dengan Late onset > 5 hari (pasti pseudomonas)
thorax X- ray atau auskultasi
1. Ampisilin-sulbaktam
2. karbapenem
Treatment OUTPATIENT durasi 7-10 hari : Treatment LATE ONSET durasi 7-14 hari, risk
1. Sebelumnya sehat, tidak menggunakan Antibiotik dalam 3 faktor MDR :
bulan terakhir : Makrolida (Azithromycin 1x500mg, kemudian 1. Ceftazidim/cefepim +
1x250mg (4hari) atau 1x500mg (3hari)), Doxycycline aminoglikosida/fluoroquinolon (cipro/levo)
2x100mg 2. Piperacilin-Tazobactam +
2. DM, alkohol, imunocompromised, menggunakan antibiotic aminoglikosida/fluoroquinolon (cipro/levo)
dalam 3 bulan : levofloxacin, amox-clavulanat + makrolida 3. Jika MRSA, tambahkan Vancomycin
3. Dugaan aspirasi : amox-clavulanat, klindamisin
4. MRSA (+) : + vancomycin / linezolid (jika resisten dg * usahakan durasi selama 7-8 hari
vancomycin) * durasi selama 14 hari bila P. aeruginosa (+)
*penundaan antibiotic pad apasien sepsis selama 1 jam akan
↑mortalitas 7%
Treatment INPATIENT durasi 5-10 hari :
1. Sebelumnya sehat, tidak menggunakan Antibiotik dalam 3
bulan terakhir : makrolida/doksisiklin
2. DM, alkohol, imunocompromised, COPD, menggunakan
antibiotic dalam 3 bulan : Makrolida + amox-clavulanat/
ceftriaxone /cefuroxime.
o respiratory fluoroquinolon : levofloxacin, moxifloxacin,
makrolida + amox-clavu/ceftriaxone/cefuroxime
3. Severe pneumonia : respiratory quinolone, makrolida +
ceftriaxone/cefotaxime/ampi-sulbactam
4. ICU (ampi-sulbactam, ceftriaxone/cefotaxime) + respiratory
fluoroquinolon/azitromisin
Definisi : inflamasi akut adri kulit dan leemak subkutan yang ditandai swelling, warmth,
pain, erythema
Bakteri penginfeksi :
o Umum : staphylococcus A, streptococcus P.
o Immunocompramised : E.Coli, P. aeruginosa, Klebsiella P.
o DM : sda + S. Epidermidis, enterococcus faecalis, E.Coli, Klebsiella, Proteus,
Peptococcus sp., Bacteroides sp
Dalam penanganan selulitis, perlu :
1. Cek pasienterlebih dahulu, DM (+/-), jika (+) maka banyak bakteri gram +
2. Jika selulitis komplikasi DM maka akan melemahkan imun pasien
Terapi antibiotic : Cloxacillin, Penicillin, Klindamisin, Eritromisin
Parameter monitoring yang dilihat : kemerahan (-/+). Biasanya difoto dengan
menggunakan kamera dengan pixel yang sama agar perbedaanya terlihat jelas
KEGAGALAN TERAPI
MONITORING
CATATAN PENTING
1. Malignancy demam, tapi belum tentu infeksi. Dikatakan demam jika suhu tubuh
>37,5oC
2. Leukositosis belum tentu infeksi. Pemantauan leukosit dilakukan 3 hari sekali
3. Neutropenia butuh antibiotic jika febris (suhu tubuh >37,5oC)
4. Jika antibiotic empiris sudah menunjukkan perbaikan pada pasien maka tidak usah ganti
ke definitive
5. Urutan kekuatan antibiotic :
piperacilin-
tazobactam
meropenem
6. Jika ada pasien transfer dengan diagnosis HAP, bagaimana penggunaan antibiotiknya ?
max menggunakan meropenem selama 7 hari. Lihat kondisi pasiennya lebih baik
menggunakan antibiotic dibawah meropenem.
7. Beberapa ADR yang sering terjadi :
o Kortikosteroid leukositosis
o Fenitoin menimbulkan demam
8. Prokalsitonin digunakan sebagai penanda spesifik sepsis
9. Ketika ada hasil lab shift to the left maka dibutuhkan differential count test
10. Pasien GBS (Gullaine Bare Syndrome) secara klinis pasien mengeluhkan sesak nafas
namun dalam keadaan segar. Namun sebenarnya, nilai neutrophil segmen nya tinggi yang
menandakan inflamasi sehingga tidak butuh antibiotic
11. Kolonisasi banyak terjadi di saluran nafas dengan bakteri anaerob. Jika kolonisasi >
106 maka termasuk patogen namun butuh cek klinis.
12. Dalam evaluasi terapi antibiotic, dilakukan selama 48 jam – 72 jam :
48 jam terutama sepsis/pasien ICU
72 jam terutama pada pasien ranap
13. Antipiretik tidak perlu diberikan karena akan bias dalam penggunaan antibiotik
14. Ciprofloxacin tidak bisa langsung diganti menjadi levofloxacin karena berisko
mengalami cross resistance antar quinolone.
15. Infeksi pseudomonas jika amikacin 1x1 gagal maka ganti dengan aztreonam
16. Atasi resistensi dengan peningkatan dosis atau kombinasi
2. Adanya penyakit penyerta spt DM, renal failure mempersulit terapi dan memerlukan
kekhususan terapi.
3. Sulit dibedakan antara kolonisasi atau infeksi
SUBJEKTIF
• Nyeri di tempat infeksi
• Badan panas
• Sesak dapat disertai/tidak batuk (Pneumonia, Bronkhitis)
OBJEKTIF
• Inflamasi, Demam, Takikardia
• Tanda peradangan X-Ray, CT-Scan
• Lab: leukositosis, Limfositosis, eosinofilia
ASSESSMENT
• Tinjau efektivitas terapi setelah 48-72 jam
• Bila gagal pertimbangkan ganti A.B, naikkan dosis/tambah interval
• Interpretasikan hasil kultur
• Terapkan A.B hasil kultur bila terapi empirik gagal, namun kalau sudah tepat,
biarkan
1. Kasus selulitis
S -
O -
A Belum diberikan terapi
P Rekomendasi sefalosporin generasi 3
S -
O -
A Belum diberikan terapi
P Rekomendasi
makrolida/doksisiklin/klaritromisin/co-
amox
3. Kasus BPH
Jika case diatas ditambah narasi : hari ke 3 TD 60/40 mmHg (sepsis), maka terapinya
menjadi :
1. Beri vasopressor
2. Pilihan antibiotic sepsis :
Meropenem + moxifloxacin (gram +)
Meropenem + metronidazole ( anaerob)
Meropenem + quinolone (gram -)
jika cipro gagal dalam kasus ini, maka diganti aminoglikosida dengan kombinasi (krn ada
sepsis)
KULTUR BAKTERI
Kultur kuman:
o Sebelum terapi antibiotika
o Evaluasi hasil kultur
o Gram stain
Perkiraan kuman:
o Tempat/sumber infeksi
o Setting : Community vs Hospital acquired
o Data pasien : umur, prior antibiotics, prior culture data
atau subakut
o WBC sering hadir
o Hipertermia atau
hipotermia
o Lebih sering
dikaitkan dengan
pertumbuhan
patogen yang berat
pada pewarnaan
Gram
Jika mo. dikultur dari situs tersebut, Diharapkan bahwa mo akan tumbuh dalam
mereka mungkin bersifat patogen spesimen dari situs yang tidak steril.
Dalam melakukan kultur, pengambilan sampel tidak hanya 1 sisi karena harus
dibandingkan
Contohnya : didaptkan hasil kultur bakteri bulkoderia cepacia (spesies pseudomonas)
membutuhkan terapi levofloxacin 750 mg
Kapan dilakukan re-kultur ? jika setelah hasil kultur pertama keluar lalu diberikan terapi
yang sesuai namun tidak membaik atau gagal maka harus dilakukan kultur ulang
Flora normal tidak bisa untuk uji sensitivitas antibiotic
Kondisi khusus :
1. Terapi antibiotic sudah > 14 hari namun tidak ada perbaikan, maka kemungkinan :
Infeksi bakteri anaerob
2. Dapat dipastikan ada infeksi jamur perlu terapi flukonazol 2x400 mg (hari 1) dan
2x200 mg (hari 2) drip 3 jam untuk mengurangi hepatotoksis
3. Jika pasien resisten pada semua golongan antibiotic STOP antibiotic atau beralih
ke antibiotic konvensional (kloramfenikol/penisilin)
o Treatment outcome :
1. Identifikasi & atasi underlying cause u/ cegah irreversible renal injury
2. Kontrol kebutuhan metabolik, elektrolit dan cairan
o Treatment AKI :
Pencegahan Pharmacological Treatment
• Hidrasi dengan NS/0,5 NS • Terapi cairan
• Ca-antagonis sebelum pemberian • Diuretik untuk mengubah oliguria
nefrotoksik menjadi non-oligurik
• Acetylcistein 2x1200mg 1 day before • Infus dopamin dosis rendah bila
contrast media respons diuretik↓
S
O
A • Investigasi apakah ada obat yang
menyebabkan PGA dari riwayat obat
terkini, bila ada rekomendasikan untuk
menstop terapi obat tersebut.
• Ketahui peresepan obat-obatan yang
berpotensi nefrotoksik. Bila mungkin
hindari obat yg berpotensi nefrotoksik
• Pastikan terapi pengatasan AKI adekuat
• Identifikasi komplikasi yang muncul yang
memerlukan terapi obat.
P • Monitor kadar creatinin, BUN untuk
melihat potensi nefrotoksisitas dari semua
obat yang diresepkan, efektivitas terapi.
• Konseling pasien untuk menghindari obat-
obat yang dapat memperparah fungsi
ginjal.
o Definisi : penurunan fungsi ginjal scr perlahan ditandai BUN, CrCl, gejala
uremia.
o Data kreatinin yang TIDAK dapat dipakai dalam perhitungan klirens yaitu : bila
perbedaan >0,3 dalam ≤ 3 bulan
o Treatment outcome :
1. Perawatan penyebab yang reversible
Faktor-faktor yang bertanggung jawab atas penurunan akut fungsi ginjal
pada CKD: penurunan volume, CHF, obat-obatan nefrotoksik,
radiocontrast
Pengobatan hipovolemia: repletion, ↓dosis diuretik, ↑asupan Na
Pengobatan CKD + CHF: Loop diuretik (menjaga keseimbangan cairan)
Penggunaan obat Nephrotoxic: sesuaikan dosis, hindari
o Perhitungan GFR
o Umum
Problem medik DRP
Anemia, kelainan hematologi Over/low dose, cek apakah perlu
Hipertensi yang tidak terkontrol dg>3 penyesuaian
AHT ADR
Uremia, acidosis Pemilihan obat yang kurang tepat
Hiperuricemia,
Hiperkalemia/Hipokalemia
Gangguan GIT
S
O
A • Tentukan apakah nilai kreatinin saat ini yg
sesungguhnya.
• Estimasi fungsi ginjal: Cockroft-Gault,
klirens kreatinin
• Tinjau perlu-tidaknya penyesuaian dosis.
Sesuaikan dosis khususnya pada Renally
excreted drug/metabolit
• Ketahui metabolisme, aktivitas, DOA, dan
metode ekskresi setiap obat yang
diberikan.
• Pilih obat dg nefrotoksisitas minimal
• Lakukan TDM
• Hindari penggunaan lama
• Awasi obat highly protein bound (ikatan
protein>80%)
• Na & air retensi: cek Na-content
• Awasi tekanan darah & efektivitas
antihipertensi
• Farmakodinamik: awasi obat yg CNS
sensitivity
• Dialisis: sesuaikan dosis obat terdialisis
P • Monitor efektifitas, ADR, toksisitas lebih
ketat
• Lakukan TDM
1. Ny MS, 60 th, BB 55kg. MRS dengan keluhan sesak nafas disertai udema anasarka (seluruh
tubuh), tak nafsu makan. Mengaku memiliki riwayat DM sejak 15 tahun lalu. Hasil
observasi TTV perawat: TD 200/120 mmHg, Temp 38,2oC, RR 26x/menit; Nadi 92x/menit.
Sedangkan hasil lab: WBC 18.000/mm3; Na 128 meq/dl, K 5,9 meq/dL, GDP 200mg/dl,
Urat5,6mg/dl,Cr 7,5 mg/dl, BUN 89 mg/dl, Hb 9g/dl, alb 2,8 mg/dl. Dokter mendiagnosa
sebagai Pneumonia, CKD.Terapi yang diberikan adalah Levofloxacin 1x750mg iv,
Lisinopril 10mg, Amlodipin 10mg, Novorapid 3x10U s.c. Furosemide 1-1-0 ampul.
S Sesak nafas disertai udem anasarka
O TD 200/120 mmHg, Temp 38,2oC, RR
26x/menit; Nadi 92x/menit.
WBC 18.000/mm3; K 5,9 meq/dL; Hb
9g/dl; alb 2,8 mg/dl
A Amlodipin memperparah udem
Dosis furosemide tidak adekuat
Antibiotik diagresifkan (karena pada
CKD+pneumonia+DM, imunitas pasien
rendah)
P Disarankan merubah pemberian furosemide
IV Continuous 10 mg/jam
Monitoring :udem
Albumin; wbc; gula darah;K
Konseling : -
Note:
- Kalau udah ada gangguan konduksi
dijantung perlu kalsium glukonas
injeksi/drip 30-60 menit
2. Ny H, 24th, BB 45kg TB 150cm. PC: lemah, muntah, sesak napas. RP: Hipertensi . RO:
Blopress 8mg. Lab: Cr 14,7mg/dL, BUN 124 mg/dL, SGOT (N), SGPT (N), Na 115meq/L,
K 2,7 meq/L, BSL 90 mg/dL. Dx: CKD, citto HD. Apa rencana farmasis terhadap kasus ini?
3. Tn KL, 48th MRS dengan bengkak seluruh tubuh. Mengaku didiagnosa CKD sejak 4 tahun
lalu, Obat terakhir yang diminum sebelum MRS adalah Lisinopril 1x10mg, Amlodipin
1x10mg, Calsium Karbonat 3x500mg, Vit E 1x1 tab, Dokter mendiagnosa sebagai oedema
anasarka et causa CKD. Hasil obs TTV: TD 150/90 mmHg, Nadi 96x/menit, Temp 38,2oC,
Hasil lab: Cr 4,6mg/dl BUN, 52mg/dl, Wbc 17.000/mm3, Thrombocyt: 70.000, Bagaimana
Pharm Care pada kasus ini
4. Tn U 58 th, 160cm, 65kg, MRS dengan mual muntah disertai nyeri perut kuadran kanan
bawah. Mengaku ada riwayat DM namun hanya minum obat Gliclazide 1-1/2 -0. Hasil
pemeriksaan TTV menyebutkan temperatur 37,7oC, Nadi 85x/menit, RR 18x/menit, TD
170/90mmHg. Hasil pemeriksaan Lab sbb: Cr 5,2mg/dl; BUN 45mg/dl; Leukosit
19.000/mm3, Alb 2,4mg/dl; GDP 198mg/dl, SGOT 25U; SGPT 23U. Terapi yang diberikan
antara lain Ceftriaxon 2x1g, Levemir 10U dan Novorapid 3x12U, Ranitidin 2x1ampul,
ondansetron 3x1 ampul; Candesartan 1 x 1 tab. Hasil USG menunjukkan adanya empyema
di gall bladder. Hari keempat terapi ditambah Metronidazole 3x500 mg. Hari kelima Cr
meningkat hingga 7,2 mg/dl BUN 65 mg/dl dengan TTV: temp 37,2 oC, TD 150/90 mmHg
serta hasil Lab: Leukosit 16.200 mm3, GDP 215mg/dl, GD 2JPP 256mg/dl; SGOT 124 U;
SGPT 330 U. Pasien dikonsulkan untuk mendapat hemodialisis, namun dokter HD menolak.
Hari kesepuluh Cr 10,3 mg/dl BUN 67mg/dl. Hari ketigabelas pasien meninggal dunia
dengan sebelumnya menunjukkan tanda asidosis, Shock. Terangkan Pharm care pada kasus
ini menggunakan pola SOAP. Sebutkan penyebab kegagalan terapi yang mungkin.
Jika psien diare + jaundice maka boleh konsumsi loperamid 3x1 hingga diarenya
berhenti
Alur progresivitas hepar :
Enzim hepar keluar semua dari hepatosit hepatosit kosong maka terbentuk jaringan
parut (jika diambil darah maka akan keluar hasil lab SGOT dan SGPT tinggi)
Pembuluh darah di hepar mengalami tekanan yang tinggi karena adanya jaringan parut
tahanan makin besar ada kompensasi pembesaran pembuluh darah variceal
semakin tinggi tahanan maka semakin tinggi perdarahan (jika pecah diusus menjadi
melena, jika pecah dilambung menjadi hematemesis)
PERUBAHAN FARMAKOKINETIK
PERUBAHAN FARMAKODINAMIK
Karakteristik :
Portal hypertension
Hepatic encephalopathy
1. CIRRHOSIS HEPATIC
a. Karakteristik :
Hilangnya fungsi hepatosit dasar secara progresif
Hilangnya enzim ↓ penanganan obat & racun
Temuan: Jaundis (penyakit kuning), ginekomastia, spider navy, splenomegali,
eritema palmaris.
Manifestasi: Ensefalopati hepatik, koagulopati, hipertensi portal, asites, SBP,
esofageal/ varises gastric, sindrom hepatorenal.
b. Treatment :
Ascites : Koreksi nutritional deficiency (hati-hati dg iron replacement).
Koagulopati : Vit K / transfuse
Imunitas ↓ terapi infeksi agresif, profilaksis
Portal hypertension : (bila+) terapi dengan propranolol
1. Ascites
Ascites terbentuk o/k produksiatau absorpsi dari cairan peritoneum. Hipertensi
portal me tekanan sinusoid berakibat produksi kelenjar limfa
Komplikasi: SBP, GERD, LBP, HRS, mbilical hernia.
Management: bed rest, restriksi Na dan air, stop alkohol, loop diuretik 1 x 40mg
PO, Spironolakton1x100mg
Monitoring: BB 0,5kg/hari tanpa oedema, 1kg/hari bila ada oedema, elektrolit
Konseling: Diuretik diminum pagi hari, hindari NSAID, hati2 penggunaan NS
memperbesar ascites
2. Hepatic Ensefalopati
1. Ny SH, 28 th, 53kg, 161cm Mengeluh panas selama > 2 minggu, batuk selama > 1
bulan. TTV: temp 37, 8°C, BP 110/80 mmHg, lemah. Lab: Widal O 1/320; S 1/200,
leuko (N), LED. Tx: Thiamphenicol selama 10 hari kemudian cravit 4 hari. Pada
hari ke-14 ditemukan tanda KP dari hasil x-ray paru, shg seketika terapi dirubah
menjadi regimen TB. Setelah satu minggu terlihat jaundice disertai mual. Apa rencana
farmasis terhadap kasus ini?
2. Tn HM, 62 th, 58kg, 160cm. MRS dengan gelisah, marah-marah, tidak bisa diajak
komunikasi. Mengaku tidak pernah sakit berat/liver. Pada pemeriksaan dijumpai
jaundice, erytema palmaris. Hasil lab menunjukkan : Albumin 2,7 mg/dL; Na 126
meq/L, K 3,1 meq/L, SGOT 75 mg/dL; SGPT 56 mg/dL.Px didiagnosa CH dg HE.
Rekomendasi terapi apa yang dapat diberikan thd kasus ini?
4. Ny. SM, 58th, 55kg, 153cm. MRS dg keluhan perut membesar disertai mual, kembung,
febris 38 °C, lemah, anoreksia, insomnia. Px mengaku tidak pernah sakit. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai eritema palmaris, spider naevy dan hsl lab menunjukkan
hipoalbuminemia, prolongasi PT 1,8 x normal, SGOT 53 mg/dL, SGPT 49 mg/dL,
leuko (N). Didukung hasil USG, selanjutnya Px didiagnosa CH + susp SBP. Bgmana
rencana pelayanan farmasi?
KEWASPADAAN STROKE
1. Aspirin
Mencegah MI & stroke
Rekaman stroke 50-365 mg / hari, tetapi MI ulang 75-162 mg / hari
Dosis rendah dengan efek samping lebih sedikit,> 1200 mg / d tidak efektif
Lapisan enterik, NSAID dapat mengurangi kemanjuran
Tidak lebih unggul daripada clopidogrel… dengan efek samping yang lebih banyak
pendarahan
Fungsi ginjal
Fungsi endokrin
Elektrolit
Tanda dehidrasi:
Takikardia
Hipotensi
Output urin rendah (kurang dari 0,5ml /
Kg / jam)
Urin pekat berwarna gelap
Mukosa kering
3. Pasien memiliki gagal organ eliminasi seperti GGK, maupun Cirrhosis hepatik (CH) yang
mempersulit penatalaksanaan.
4. Pasien memiliki penyakit penyerta DM yang memerlukan perhatian khusus.
DRP UMUM
MONITORING
KONSELING
1. KASUS B
2.KASUS D
HARI 1
HARI 3
HARI 5
S -
O Na 132 meq/l K 2,9 meq/L
A Indikasi hypokalemia belum teratasi
P Rekomendasi koreksi K dengan pemberian 25
meq/L
HARI 8
S -
O Pasien mengalami penurunan kesadaran (HE)
karena obat primperan, ondansetron,
hypokalemia, dan infeksi yang tidak teratasi
A Hypokalemia dan DILI
P -
Untuk materi kuliah bu tri murti, yg dimasukin dalam modul hanya overview penyakit dan
terapi masing2 kelompok presentasi yaa. Untuk kasusnya bisa lgsg dilihat di PPT masing-
masing kelompok.
(PERKENI, 2015)
AACE, 2019
(Verhulst, MJL., Loos, BG., Gerdes VEA., Teeuw, WJ., Evaluating All
Potential Oral Complications of Diabetes Mellitus, 2019)
ATRIAL FIBRILASI
SYOK KARDIOGENIK
PHARMACEUTICAL CARE
Pemberian terapi obat yang bertanggung jawab untuk tujuan mencapai hasil yang pasti yang
meningkatkan kualitas hidup pasien (Hepler dan Strand 1990)
Suatu praktik di mana praktisi bertanggung jawab atas kebutuhan terapi obat pasien, dan
bertanggung jawab atas komitmen ini (Cipolle, Strand dan Morley 1998)
Monitoring
Efektivitas
Terapi Obat
Monitoring
Toksisitas
Obat
S O A P
Data yang o Data yang o Proses Berupa 3 hal :
bersumber dari bersumber dari membandingkan o Rekomendasi
keluhan, keluhan, kasus dengan terkait DRP
pengakuan pasien pengakuan literature. Jika o Monitoring
dan tidak bisa pasien dan tidak sesuai maka o Konseling
dikonfirmasi tidak bisa menjadi DRP.
kebenarannya dikonfirmasi
kebenarannya.
o Data obyektif
BUKAN
semua data
Lab atau TTV
yang ada
TETAPI data
yang
mendukung
problem
medik,
monitoring
terapi obat
DRP DRP 1-Terdapat penggunaan obat tetapi tidak ada indikasi, Contoh:
Pasien tidak mengeluhkan batuk dapat terapi ambroxol
Pasien sudah tidak ada tanda – tanda perdarahan masih diberikan
terapi asam traneksamat
DRP 2-Terdapat indikasi tetapi tidak ada obat, Contoh :
Tekanan darah pasien tinggi belum ada terapi antihipertensi
DRP 3-Pemilihan obat tidak tepat, contoh :
Pasien masih merasakan nyeri setelah penggunaan ketorolac 4 hari,
kemungkinan membutuhkan terapi golongan opiod
Pasien anak tidak disarankan menggunakan antibiotik levofloxacin,
ciprofloxacin (golongan Quinolon)
Pemberian terapi diazepam akan memperparah encefalopati
Penggunaan antibiotik ceftriaxone pada pasien meningitis dihentikan
14 hari, penggunaan lebih dari 14 hari tetapi tidak ada perbaikan.
DRP 4-Dosis terlalu tinggi, contoh:
Frekuensi pemberian cetirizine berlebih
Dosis ranitidin perlu disesuaikan atau diatur ulang pada clear kreatinin
tinggi. Obat – obat yang memerlukan penyesuai dosis adalah ....
(disebutkan obanya)
DRP 5-Dosis terlalu rendah, contoh:
Dosis pemberian ampicilin terlalu rendah
Frekuensi pemberian ceftriaxone terlalu sedikit
Dosis ranitidin perlu disesuaikan atau diatur ulang pada clear kreatinin
tinggi. Obat – obat yang memerlukan penyesuai dosis adalah ....
(disebutkan obanya)
DRP 6-Interaksi obat, contoh:
Interaksi obat berpotensi yang mempengaruhi keseimbangan elektrolit
Bila jumlah obatnya sedikit dituliskan :
Potensi interaksi obat A dan B menyebabkan ..................
Bila jumlah obatnya banyak hanya dituliskan : terdapat potensial
interaksi obat yang memepengaruhi keseimbangan elektrolit
DRP 7-Potensi Efek Samping Obat, contoh:
ISDN dapat menyebabkan pusing
MST dapat menyebabkan sembelit
Fentanil patch dapat meningkatkan efek sedasi
GCS alat mengukur derajat kesadaran seseorang yg alami cedera otak traumatis, para
dokter dan paramedis menggunakan
E3M3V3 = 9
PENGGUNAAN VASOPRESSOR
Epineprin / Norepineprin TD ↓ HR ↓
Paling poten
Dopamin TD ↓ HR (N)
Dobutamin TD ↓ HR ↑
PARAMETER PERDARAHAN
Hematuria
Melena
Gusi berdarah
OVERVIEW SEPSIS
PERITONITIS
2. GANGGUAN HEPAR
Hepatitis
hbsAg
NOTE :
Sintesis energy itu terjadi di dalam mitokondria di sitoplasma. Pada saat kita makan, terjadi
pemecahan polisakarida oleh enzim amylase dirongga mulut menjadi disakarida kemudian akan
dipecah lagi ke bentuk yang paling sederhana oleh enzim alfa glukosidase. Enzim alfa
glukosidase ini dikeluarkan ketika ada trigger dari amylase. Selanjutnya, polipeptida oleh enzim
tripsin diubah menjadi asam amino lalu masuk ke dalam siklus krebs dalam bentuk asetil ko-A.
dalam siklus krebs, dengan adanya O2 akan menghasilkan energy dalam bentuk ATP. Selain itu,
ada produk samping yang dihasilkan seperti CO2, H2O, dan NH3. NH3 inilah yang akan dibawa
ke ginjal oleh LOLA sbg transport amoniak. Jika tidak ada LOLA maka amoniak bisa bergerak
bebas kemana saja termasuk ke otak yang menyebabkan HE.
4 5
ASCITES
Cerita dari gambar 2 dimulai yaa, alurnya ngikutin poin 1 – 5 pada gambar :
Poin 1
Ketika terjadi penyumbatan di pembuluh darah portal, maka pasien akan mengalami PORTAL
HYPERTENSION. Terapi yang dapat diberikan pada kondisi ini yaitu PROPANOLOL.
Poin 2
Ketika vasodilatasi terjadi, pembuluh darah di esophagus akan mudah pecah sehingga
menyebabkan VARISES ESOFAGUS. Jika darah yang keluar bercampur dengan asam
lambung maka akan menjadi MELENA, namun jika pembuluh darah nya pecah ke atas maka
disebut HEMATEMESIS. Terapi yang dapat diberikan pada kondisi ini yaitu OCREOTID.
Poin 3
Pada ginjal, ada namanya siklus ureum. Jika siklus ureum ini mengalami gangguan maka
menyebabkan NH3 dari usus banyak beredar di dalam darah dan bisa jalan2 ke bagian otak.
Kondisi amoniak yang banyak sampai ke otak akan menyebabkan HEPATIC
ENSEFALOPATI (HE). Terapi yang dapat diberikan pada kondisi ini yaitu COMAFUSIN (L-
ORNITIN-L-ARGININ).
Poin 4
Pada kondisi ini masih berhubungan dg poin 1 ya. Jadi ketika ada sumbatan pembuluh darah
portal, cairan akan banyak terdistribusi/lari ke peritoneum. Kondisi cairan banyak di peritoneum
ini dinamakan ASCITES. Terapi yang dapat diberikan pada kondisi ini yaitu FUROSEMID.
Poin 5
Jika kondisi ascites ini semakin parah dan tidak tertangani maka akan menyebabkan
SPONTANIOUS BACTERIAL PERITONEAL (SBP). Terapi yang dapat diberikan pada
kondisi ini yaitu ANTIBIOTIK SEFOTAKSIM/SEFTRIAKSON.
Poin 6
Protein di usus bisa dimakan oleh e.coli sehingga bakteri dapat menghasilkan amoniak yang
dapat memperparah kondisi HE. Terapi yang dapat diberikan pada kondisi ini yaitu
LAKTULOSA. Terapi laktulosa ini memiliki eso meningkatnya frekuensi BAB sehingga bila
dalam 1 hari pasien BAB frekuensinya sudah 5x/hari maka stop sementara pemberian laktulosa.
3. GANGGUAN JANTUNG
CHRONIC HEART FAILURE (CHF)
C. Klasifikasi CHF
D. Treatment CHF
D. Algoritma STEMI
reseptor di pembuluh
Dihidropiridin
darah
reseptro di pembuluh
darah dan jantung
CCB Diltiazem
pemakaian jangka
panjang bs
menyebabkan toursa
de point
HIPERTENSI EMERGENCY
obat anti aritmia bekerja untuk mengeluarkan Na dan Ca2+ serta memasukkan K atau
mempertahankan K agar tetap didalam sel.