STEMI
DEFINISI
STEMI adalah singkatan dari ST segment elevation myocardial infarction. Kata “myocardial
infarction” dalam STEMI berarti “kematian sel otot jantung”. Sementara “ST segment” adalah
pola yang muncul pada elektrokardiogram, alat yang merekam detak jantung seseorang. STEMI
adalah keadaan yang mengancam kehidupan dengan tanda nyeri dada yang khas dikaitkan
dengan gambaran EKG berupa elevasi ST dan terjadi pembentukan jaringan nekrosis otot yang
permanen karena otot jantung kehilangan suplai oksigen yang disebabkan oleh adanya trombosis
akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.. Ketika STEMI terjadi, pembuluh arteri
koroner benar-benar tersumbat dan otot jantung tidak mendapat suplai darah.
ETIOLOGI
Stemi terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat padalokasi injuri vascular, dimana
injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2013).
Intinya STEMI terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertanggani
dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung tersebut.
Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah coroner
menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak ateroskelotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri coroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
thrombus arteri coroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vascular, dimana injury ini
dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian
besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika
kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi
rupture yang mengakibatkan oklusi arteri coroner, penelitian histologis menunjukan plak coroner
cenderung mengalami rupture jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan 4 inti kaya lipid (lipid
rich cor).
1. Morfin
Morfin merupakan analgetik narkotik dan anxiolitik poten yang memiliki efek
hemodinamik. Obat ini ditujukan untuk pasien dengan penyakit angina yang berkaitan
dengan infark miokardium akut. Morfin dapat menghilangkan sakit, memperlebar
pembuluh vena, dan mengurangi beban jantung (Muttaqin, 2009). Morfin cocok
diberikan pada pasien infark miokard karenan manifestasinya yang dapat menyebabkan
nyeri dada hebat. Efek samping seperti menekan pernapasan dan batuk, bronkokonstriksi.
Antagonis narkotik naloxone digunakan sebagai antidotum, diberikan ketika terjadi
overdosis terhadap morfin dengan depresi pernafasan atau sirkulasi (Tjay dan Rahardja,
2007). Pasien diberikan morfin 2-4 mg IV setiap 5-15 menit sesuai kebutuhan nyeri
(Boateng, 2013).
2. Nitrat
Nitrat efektif dalam pengobatan iskemia, gagal jantung, dan hipertensi partial dalam
IMA. Pada pedoman ACC/AHA merekomendasikan pemberian intravena awal untuk
pasien IMA. Efek samping dari obat yang utama adalah hipotensi dan sakit kepala.
Hipotensi bisa terjadi dalam beberapa menit setelah pemberian sublingual atau 1-2 jam
pemberian oral (Chandrasekar. & Willbert, 2011). Nitrat diberikan untuk mengatasi rasa
sakit atau nyeri. Nitrat sublingual atau intravena harus diberikan jika tekanan darah
sistolik ≥120 mmHg. Jika tekanan darah sitolik ≥100 mmHg tapi kurang dari 120 mmHg,
nitrat harus diberikan hati-hati (Daga et al., 2011). Terdapat dua macam nitrat
berdasarkan lama aksinya, yaitu nitrat aksi pendek dan nitrat aksi panjang. Nitrat aksi
pendek (Nitroglycerin) biasa digunakan untuk serangan angina akut, dapat berupa
sublingual tablet atau semprot. Nitrat aksi panjang (isosorbid mononitrat dan dinitrat)
tidak hanya 28 menghilangkan nyeri angina akut tetapi juga bermanfaat dalam serangan
angina yang kambuh, yang mana berupa tablet oral (Chandrasekar. dan Willbert, 2011).
3. Antiplatelet
Antiplatet dapat menghambat agregasi trombosit, menurunkan pembentukan atau kerja
sinyal kimiawi yang dapat merangsang agregasi trombosit. Rasio antara manfaat dan
risiko yang menguntungkan, dan biaya rendah, aspirin dosis rendah menjadi pilihan
dalam kebanyakan kasus dan clopidogrel dapat dipertimbangan pada beberapa pasien.
Penggunaan antiplatelet dapat dikaitkan dengan risiko perdarahan (Harvey dan Champe,
2016).
4. Aspirin
Aspirin bertindak dalam menghambat irreversible dari platelet siklooksigenase-1 (COX-
1) dan produksi tromboksan. Efek sampingnya adalah gastrointestinal dan dapat
meningkat jika dalam dosis tinggi (Montalescot et al., 2013).
5. Ticlopidine dan Clopidogrel
Obat ini menghambat pengikatan ADP dengan reseptornya pada trombosit secara
ireversibel sehingga menghambat pengaktifan reseptor GP IIb/IIIa yang diperlukan
trombosit untuk berikatan dengan fibrinogen satu sama lain. Ticlodipine berfungsi untuk
mencegah serangan iskemik sementara dan stroke pada pasien dengan kejadian trombotik
sebelumnya. Namun, obat ini memiliki efek samping hemtologis yang tinggi. Clopidogrel
dapat mencegah aterosklerotik pasca-infark miokardium baru, stroke, atau penyakit arteri
perifer. Selain itu, clopidogrel digunakan untuk mencegah kejadian trombotik akibat
intervensi koroner perkutan (Harvey dan Champe, 2016)