Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan kelompok penyakit jantung yang terutama

disebabkan penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme koroner, atau

kombinasi dari keduanya. Secara statistik, angka kejadian penyakit jantung koroner di dunia

terus meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara berkembang maupun negara maju. Di

Indonesia, penyebab kematian mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskular.

Secara keseluruhan, jumlah kematian akibat PJK di seluruh dunia adalah sekitar 15 juta per

tahun atau 30% dari seluruh kematian dengan berbagai sebab.Manifestasi klinik PJK yang klasik

adalah angina pectoris, aritmia dan infark .

Angina pektoris ialah suatu sindroma klinis di mana didapatkan sakit dada yang timbul pada

waktu melakukan aktivitas karena adanya iskemik miokard.Hal ini menunjukkan bahwa telah

terjadi > 70% penyempitan arteri koronaria.Angina pektoris dapat muncul sebagai angina

pektoris stabil (APS, stable angina), dan keadaan ini bisa berkembang menjadi lebih berat dan

menimbulkan sindroma koroner akut (SKA) atau yang dikenal sebagai serangan jantung

mendadak (heart attack) dan bisa menyebabkan kematian.(American Heart Association

(AHA).Angina biasanya terjadi waktu latihan, stres emosi yang parah, atau setelah makan yang

berat.Selama periode-periode ini, otot jantung menuntut lebih banyak oksigen darah daripada

arteri-arteri yang menyempit dapat berikan. Angina secara khas berlangsung dari 1 sampai 15

menit dan dibebaskan dengan istirahat atau dengan menempatkan tablet nitroglycerin dibawah

lidah. Nitroglycerin mengendurkan pembuluh-pembuluh darah dan menurunkan tekanan


darah.Keduanya istirahat dan nitroglycerin mengurangi permintaan otot jantung untuk oksigen,

jadi membebaskan angina.

Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark

miokardium.Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang

disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis. Aritmia timbul akibat perubahan

elektrofisiologi sel-sel miokardium.Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai

perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel. Gangguan irama

jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan

kecepatan denyut dan konduksi.

Infark miokard akut adalah suatu keadaan di mana terjadi nekrosis otot jantung akibat

ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai oksigen yang terjadi secara mendadak.

Penyebab yang paling sering adalah terjadinya sumbatan koroner sehingga terjadi gangguan

aliran darah.Sumbatan tersebut terjadi karena ruptur plak yang menginduksi terjadinya agregasi

trombosit, pembentukan trombus, dan spasme koroner.Serangan infark miokard biasanya akut,

dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa

penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Bagaimana anatomi fisiologi bagi penyakit angina, aritmia dan infark?

1.2.2 Bagaimana patofisiologi bagi penyakit angina, aritmia dan infark?

1.2.3 Apa pengobatan secara farmakologis bagi penyakit angina, aritmia dan infark dan

efek sampingnya?
1.2.4 Bagaimana mekanisme kerja tiap obat yang digunakan dalam pengobatan penyakit

angina, aritmia dan infark?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Agar mahasiswa mengetahui anatomi fisiologi serta patofisiologi bagi penyakit

angina, aritmia dan infark.

1.3.2 Agar mahasiswa tau dan menguasai jenis obat dan mekanisme kerjanya terhadap

pengobatan penyakit angina, aritmia dan infark.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANTIANGINA

2.1.1 Patofisiologi Angina Pektoris

Iskemia miokard ialah suatu keadaan dimana terjadi ketidak seimbangan antara suplei

oksigen dengan kebutuhan oksigen jantung. Besarnya kebutuhan oksigen jantung ditentukan oleh

frekuensi denyut jantung, tegangan dinding ventrikel kiri (yang merupakan fungsi tekanan darah

sistemik, geometri ventrikel kiri, dll), serta kontraktilitas miokard (yang dipengaruhi oleh

aktifitas adrenoseptor, kanal Ca++ ).Perubahan hemodinamik ini terjadi misalnya dalam keadaan

latihan fisik yang seringkali merupkan factor pencetus timbulnya serangan angina pada pasien

aterosklerosis coroner.Besarnya suplei oksigen ditentukan oleh frekuensi denyut jantung (lama

diastole), kapasitas angkut oksigen oleh sel darah merah dan kelainan pembuluh darah

coroner.Dalam keadaan normal, ekstraksi oksigen oleh otot jantung hampir maksimal (±75%),

sehingga suplai oksigen terutama ditentukan oleh aliran coroner.

Ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen ini diperbaiki dengan cara

meningkatkan suplei (meningkatkan aliran coroner) atau menurunkan kebutuhan oksigen

(menurunkan kerja jantung).

Penyebab umum iskemia jantung ialah aterosklerosis pembuluh darah

epikardial.Gangguan perfusi miokardium pada infusiensi coroner menimbulkan perubahan

biokimia, elektrofisiologi, dan mekanisme jantung.Hipoksemia pada bagian jantung yang

engalami iskemia menyebabkan pergeseran metabolism dari aerob menjadi anaerob, yang
menghasilkan akumulasi asam laktat dan penurunan pH intrasel serta menimbulkan nyeri angina

yang khas.Berkurangnya produksi energy (ATP) menyebabkan penurunan kontraktilitas dan

kemampuan mempertahankan homeostasis intrasel.

Iskemia juga menyababkan perubahan elektrifisiiologi jantung berupa inversi gelombang

T dan perubahan segmen ST (depresi segmen ST pada iskemia subendokard, elepasi pada

iskemia transmural).Dasar kelainan ini adalah terganggunya homeostasis ion intrasel.Bagian

intrasel menjadi lebih positif sehingga terjadi potensial aksi yang amplitudonya lebih kecil,

berkuragnya ecepatan depolarisasi dan konduksi.Ketidakstabilan elektrofisiologi jantung dapat

menyebabkan takikardi atau fibrilasi ventrikel.Aritmia maligna merupakan salah satu penyebab

kematian mendadak pada pasien iskemia jantung.

Daerah miokard yang paling rentan terhadap iskemia adalah subendokard ventrikel kiri.

Hal ini disebabkan karena miosit subendokard merenggang sewaktu diastole dan memendek

sewaktu systole lebih kuat, sehingga kerjanya lebih besar daripada daerah lain. Selain itu

cadangan oksigen dalam daerah subendokard lebih kecil dari pada daerah subepikard, sehingga

daerah subendokard lebih dulu mengalami iskemia dari pada daerah subepikard.Akan tetapi pada

iskemia berat, seluruh tebal miokard dapat terkena sehingga terjadi skemia transmural.

Berkurangnya suplai oksigen pada iskemia jantung menumbulkan gejala angina pectoris

atau tanpa gejala. Gejala klasik angina pectoris ditandai oleh adanya referred pain daerah

dermatom yang dipersarafi oleh sigmen T1-T4 yaitu nyeri subternal menjalar ke lengan kiri

bagian media. Bila iskemia berlangsung lama dan berat maka akan terjadi infark jantung.
2.1.2 Jenis Angina Pektoris

Secara klinis terbagi atas 3 jenis :

a. Angina Stabil kronik

Angina stabil kronik (effort-induced angina) adalah angina yang tidak mengalami

perubahan dalam frekuensi, kuat dan lamanya serangan dalam beberapa bulan

observasi.Walaupun penyebab dasarnya adalah eterosklerosis kroner, nyeri angina tidak

berhubungan dengan luas atau beratnya eterosklerosis.

Angina stabil kronik adalah jenis angina yang paling umum ditemukan dan terjadi setelah

kerja fisik, emosi, atau makan.Angka kematian oleh angina ini adalah sekitar 3-4% setahu.

b. Angina tidak stabil

Ditandai oleh serangan angina berulang dengan frekuensi dan lama serangan angina yang

progresif, serangan infark jantung akut dan kematian mendadak.Serangan angina terjadi baik

sewaktu istirahat maupun kerja fisik.Mekanisme dasar dari angina ini adalah ketidakstabilan

(berupa fissuring, splitting, rupturing) plak aterosklerotik coroner.

c. Angina Varian

Angina varian dikemukakan pertama kali oleh M. Prinzmetal (1959) sebagai suatu

seranganangina yang erjadi saat istirahat yang diikuti oleh elevasi segmen ST pada EKG karena

vasospasme coroner. Perlu ditegaskan bahwa pada pada manusia jenis angina termasuk angina

karena vasospasme coroner, terdapat juga komponen aterosklerosis, walaupun beratnya berbeda

satu sama dengan lainnya.


2.1.3 Golongan Antiangina

Antiangina dikelompokkan menjadi 4 golongan :

1. Golongan Nitrat

Manfaat nitrat organic sebagai antiangina telah dikenal sejak 1867, ketika Brunton

menggunakan amilnitrit untuk mengatasi nyeri angina.Dalam pengalaman penggunaan nitrai

organic, dua masalah utama muncul, yaitu toleransi, dan penurunan tekanan darah secara nyata

sehingga dapat berbahaya pada infark jantung akut (IJA).Akan tetapi nitrat organic masih

merupakan obat yang pentng hingga kini digunakan untuk pengobatan penyakit jantung iskemik,

dan efektivitasnya telah ditunjukan dalam studi klinis menurunkan mortalitas, mengurangi

cedera iskemik dan luas infark dan sebangainya.

 FARMAKODINAMIK

Mekanisme Kerja

Secara in vivo nitrat organic merupakan Pro Drug yaitu menjadi aktif setelah mengalami

metabolism dan mengeluarkan nitrogen monoksida. Biotransformasi nitrat oerganik yang

berlangsung intraseluler ini dipengaruhi oleh adanya reduktase ekstrasel dan reduced tiol

(glutation) intrasel. NO akan membentuk komplek nitrosoheme dengan guanilat siklase dan

menstimulasi enzim ini sehingga kadar cGMP meningkat. Selanjutnya cGMP akan menyebabkan

defosforilasi myosin, sehingga terjadi relaksasi otot polos. Efek vasodilatasi pertama ini bersifat

non-endothelium-dependent.

Mekanisme kedua nitrat organic adalah bersifat endothelium-dependet, dimana akibat

pemberian obat ini akan dilepaskan prostasiklin (PGI2) dari endothelium yang bersifat
vasodilator. Pada keadaan dimana endothelium mengalami kerusakan seperti aterosklerosis dan

iskemia, efek ini hilang.

Atas dasar kedua hal ini maka nitrat organic dapat menimbulkan vasodilatasi dan

mempunyai efek antiagregas trombosit.

 FARMAKOKINETIK

Nitrat organic diabsorpsi dengan baik lewat kulit, mukosa sublingual dan

oral.Metabolism obat ini dilakukan oleh nitrat reduktase dalam hati yang mengubah nitrit organic

larut lemak menjadi metabolit larut air yang tidak aktif atau mempunyai efek vasodilatasi

lemah.Efek lintas pertama dalam hati ini menyebabkan bioavailabilitas nitrat organic oral sangat

kecil (nitro-gliserin dan isosorbid dinitrat < 20%). Oleh karena itu, untuk meningkatkan kadar

obat dalam darah secara cepat, serangan akut angina diatasi dengan preparat sublingual.

Contoh nitrat organic sublingual adalah nitrogliserin dan isosorbid dinitrat. Pada

pemberian sublingual, kadar puncak plasma nitrogliserin tercapai dalam 4 menit, waktu paruh 1-

3 menit,..etabolit dinitratnya yang mempunyai efek vasodilatasi 10 x kurang kuat, mempunyai

waktu paruh kira-kira 40 menit.

Bila digunakan masa kerja yang lebih panjang, maka digunakan nitrat organic oral,

misalnya eritritil, tetranitrat, pentaeritritol tetranitrat, isosorbid dinitrat dan isosorbid

mononitrat.Isosorbid mononitrat kurang mengalami metabolisme lintas pertama di hati dan

mempuyai efek terapeutik yang lebih lama dari pada bentuk nitratnya.
 EFEK SAMPING, PERHATIAN, DAN KONTRAINDIKASI

Efek samping

Efek samping nitrat oganik umumnya berhubungan dengan efek vasodilatasinya.Pada

awal terapi sering ditemukan sakit kepala, flushing karena dilatasi arteri selebral.Sakit kepala

biasanya berkurang setelah beberapa klai pemakaian atau pengurangan dosis

obat.Ketergantungan nitrat organic dapat terjadi, sehingga pada pasien yang mendapat nitrat

organic dosis tinggi dan lama, penghentian obat harus dilakukan secara bertahap. Penghentian

obat secara mendadak dapat menimbulkan gejala rebound angina.

Nitrat organic terutama pentaeritritol tetranitrat dapat menimbulkan rash.Pada pasien

stenosis aorta atau kardiomiopati hipertrofik, nitrat organic dapat menyebabkan penurunan curah

jantung secara hebat dan hipotensi refrakter.Pemberian nitrat organic dikontraindikasikan pada

pasien yang mendapat sildenafil.

 INDIKASI

1. Angina Pektoris

Nitrat organic digunakan untuk pengobatan berbagai jenis angina pectoris.Untuk angina

tidak stabil, nitrat organic memberi efek antiagregasi trombosit sebagai peran terapi dalam

angina tidak stabil.Sejumlah obat digunakan dalam pengobatan angina tidak stabil yaitu aspirin

yang terbukti memperbaiki survival dan heparin yang dapat mengurangi serangan angina serta

mencegah terjadinya infark jantung. Obat lain yang digunakan untuk pengobatan angina tidak

stabil adalah β-bloker dan antagonis Ca2+.


Untuk angina varian, biasanya diperlukan nitrat organic kerja panjang dikombinasi

dengan antagonis Ca++.Antagonis Ca++ dilaporkan mengurangi angka motalitas dan insidens

infark jantung pada angina varian.

2. Gagal Jantung Kongesif

Penggunaan nitrat organic untuk gagal jantung kongesif biasanya dalam bentuk

kombinasi. Kombinasi nitrat organic dan hidralazin memperbaiki survival pasien gagal

jantung.Penggunaan nitrat organic tunggal untuk gagal jantung kongesif mungkin bermanfaat

memperbaiki gejala dan tanda gagal jantung, terutama apabila pasien tersebut juga menderita

penyakit jantung iskemik.

2. Penghambat Adrenoseptor Beta (β- bloker)

β-bloker sangat bermanfaat untuk mengobati angina pectoris stabil kronik. Golongan obat

ini terbukti menurunkan angka mortalitas setelah infark jantung yang mungkin disebabkan

karena efek antiaritmianya. β-bloker menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dengan cara

menurunkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan kontraktilitas. Suplai oksigen

meningkat karena penurunan frekuensi denyut jantung sehingga perfusi coroner membaik saat

diastole.Efek yang kurang menguntungkan β-bloker ialah peningkatan volume diastolic akhir

yang meningkatkan kebutuhan oksigen.

 SIFAT FARMAKOLOGI

β-bloker dibedakan atas beberapa karakteristik seperti jenis subtype reseptor yang

dihambat, kelarutan dalam lemak, metabolism, farmakodinamik, dan adanya aktivitas

simpatomimetik intrinsic.
Walaupun suatu β-bloker diklasifikasikan sebagai kardioselektif, kardioselektivitas ini

relative dan menghilang jika dosis ditinggikan. Sifat larut lemak menentukan tempat metabolism

(hati) dan waktu paruh (memendek).

Penghentian terapi angina dengan β-bloker (terutama dengan waktu paruh pendek) harus

dilakukan secara bertahap untuk mencegah kambuhnya serangan angina.β-bloker yang

mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsic kurang menimbulkan bradikardia atau penekanan

kantraksi jantung, tetapi mungkin sedikit kurang efektif dibandingkan β-bloker tanpa aktivitas

simpatomimetik dalam mencegah serangan angina.

 PENGGUNAAN KLINIS

Angina Stabil Kronik

β-bloker efektif untuk angina stabil kronik, tetapi tidak terbukti mengurangi mortalitas

pada angina tidak stabil. Sebaliknya, untuk angina vasospastik lebih baik menggunakan nitrat

organic dan penghambat kanal Ca++ ;β-bloker dalam ini digunakan sebagai obat tunggal.

Infark Jantung

β-bloker tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsic terbukti mengurangi mortalitas pasien

infark jantung. Obat ini harus diberikan dini dan melanjutkan selama 2-3 tahun.

 EFEK SAMPING

β-bloker menurunkan konduksi dan kantraksi jantung, sehingga dapat terjadi bradikardia

dan blok AV. Efek penurunan frekuensi denyut jantung lebih kecil pada penggunaan β-bloker

dengan aktivitas simpatomimetik intrinsic. Pada pasien dengan gangguan konduksi jantung dapat

digunakan β-bloker ultra-short acting esmolol i.v. β-bloker dapat memperburuk penyakit
Raynaud.Vasokontriksi perifer lebih jarang terjadi pada penggunaan β-bloker kardioselektif.β-

bloker dapat mencetuskan brokospasme pada pasien dengan penyakit paru; β-bloker

kardioselektif agaknya lebih baik untuk pasien ini, tetapi pasien asma biasanya merupakan

kontraindikasi pengunaan β-bloker. β-bloker dapat menurunkan kadar HDL dan meningkatkan

trigliserida; efek ini berkurang pada penggunaan β-bloker dengan aktivitas simpatomimetik

intrinsic. Demikian pula penggunaan β-bloker kardioselektif dapat dipertimbangkan pada pasien

diabetes mellitus dan penyakit Raynaud.

Efek samping lain dari β-bloker adalah lelah, mimpi buruk, dan depresi. Insidens depresi

depresi dikaitkan dengan β-bloker yang lipifilik, tetapi tidak ada bukti klinis untuk ini.Gangguan

system adrenergic oleh β-bloker dapat menyebabkan terjadinya impotensi.

3. Penghambat Kanal Ca++

Penghambat kanal Ca++ yang pertama kali ditemukan adalah verapamil. Penghambatan

kanal Ca++ yang memunyai struktur kimia berbeda satu sama lain, dikenal sebagai derivat :

fenilalkilamin (verapamil), dihidropiridin (nifedipin, nikardipin, amlodipine), benzotiazepin

(diltiazem), difenilpiperazin (sinarizin, flunarizin) dan diarilaminopropilamin eter (bepridil).

Tiga golongan pertama merupakan penghambat kanal Ca++ yang selektif bekerja terhadap kanal

Ca++ (90-100%), sedangkan kelompok lainnya menghambat kanal Ca++ (50-70%) dan kanal Na+.
 FARMAKODINAMIK

Mekanisme Kerja

Pada otot jantung dan otot polos vascular, Ca++ terutama berperan dalam peristiwa

kontraksi. Meningkatnya kadar Ca++ dalam sitosol akan meningkatkan kontraksi. Masuknya Ca++

dari ruang ekstrasel (2mM) ke dalam ruang intrasel dipacu oleh perbedaan kadar :

Kadar Ca++ ekstrasel 10.000 kali lebih tinggi dari pada kadar Ca++ intrasel sewaktu diastole dan

karena ruang intrasel bermuatan negatif.

Secara umum ada 2 jenis kanal Ca++. Pertama voltage-sensitive (VSC) atau potential-

dependent calcium channels (PDC). Kanal Ca++ jenis ini akan membuka bila ada depolarisasi

membrane sel. Kedua, receptor-operated calcium channel (ROC) yang membuka bila suatu

agonis menempati reseptor dalam kompleks system kanal ini. Contoh : hormone, neurohormon

misalnya norepinefrin. Pada peristiwa yang terjadi tanpa depolarisasi membrane ini, terjadi

penglepasan inositol trisfosfat (IP3) dari polifosfoinostida membrane yang berfungsi sebagai

second messenger mencetuskan penglepasan Ca++ dari sarkoplasmik reticulum. Terlepasnya Ca++

dari depot intraseluler akan memacu masuknya Ca++ lebih lanjut dari ruang ekstrasel.

Peningkatan konsentrasi Ca++ dalam sitosol setelah berikatan dengan kalmodulin akan

mengaktivasi myosin light-chain kinase sehingga terjadi fosforilasi myosin dan kontraksi

sarkomer.

Pada otot jantung dan vascular, masuknya Ca++ lewat kanal lambat dan penglepasan Ca++

dari sarkoplasmik reticulum berperan penting dalam kontraksi, sebaliknya otot rangka relative

tidak memerlukan Ca++ ekstrasel karena system sarkoplasmik reticulum yang telah berkembang

baik. Hal ini menjelaskan mengapa kontraksi otot polos dan otot jantung dapat dihambat oeh
penghambat kanal Ca++ , tetapi otot rangka tidak. Atas dasar perbedaan konduktansi dan

sensitivitas, VSC juga dibagi dalam beberapa subtype : L, T, N, P.

Pada jantung dan otot polos jenis yang dominan adalah subtype-L.penghambat kanal

Ca++ mempunyai reseptor pada membrane sel, dimana reseptor dihidropiridin, verapamil, dan

diltiazem berada pada daerah yang berbeda. Penghambat kanal Ca++ menghambat masuknya

Ca++ ke dalam sel, sehingga terjadi relaksasi otot polos vascular, menurunnya kontraksi otot

jantung dan menurunnya kecepatan nodus SA serta konduksi AV. Semua penghambat kanal Ca++

menyebabkan relaksasi otot polos arterial, tetapi efek hambatan ini kurang terhadap pembuluh

darah vena, sehingga kurang mempengaruhi beban preload. Ketiga, penghambat kanal Ca ++

mempunyai efek yang berbeda terhadap fisiologi kanal Ca++. Verapamil dan diltazem terikat

pada protein kanal terutama dalam fase inaktivasi kanal sehingga menunjukan karakteristik

frequency dependent ; hal ini menerangkan efek yang kuat kedua obat ini terhadap sel system

konduksi jantung.

Receptor operated channel (ROC) juga dihambat oleh penghambat kanal Ca++ , tetapi

penghabatan yang terjadi tidak sekuatpada VSC. Penghambatan arus masuk Ca++ dapat diatasi

sebagian oleh peningkatan konsentrasi Ca++ dan obat-obat yang meningkatkan masuknya Ca++

ke dalam sel seperti simpatomimetik dan glikosida jantung.

Penghambatan kanal Ca++ mempunyai 3 efek hemodinamik yang utama yang

berhubungan dengan pengurangan kebutuhan oksigen otot jantung yaitu:

1) Vasodilatasi coroner dan perifer

2) Penurunan kontraktilitas jantung, dan

3) Penurunan automatisitas serta kecepatan konduksi pada nodus SA dan AV.


Penghamatan kanal Ca++ meningkatkan suplei oksigen otot jantung dengan cara :

1. Dilatasi coroner

2. Penurunan tekanan darah dan denyut jantung yang mengakibatkan perfusi

subendokard membaik.

Verapamil mempunyai efek vasodilatasi yang kurang kuat dibandingkan derivate

dihidropirin.Tetapi pada dosis yang menimbulkan vasodilatasi perifer, verapamil menunjukkan

efeklangsung kronotropik, dromotropik dan intropik negatif yang lebih kuat daripada

dihidropiridin.Pemberian verapamil oral menyebabkan penurunan tekanan darah dan resistensi

perifer tanpa perubahan frekuensi denyut jantung yang berarti.

Diltiazem IV menimbulkan penurunan resistensi perifer dan tekanan darah disertai reflex

takikardia dan pengingkatan curah jantung kompensatoir. Tetapi pemberian secara oral

menyebabkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung.Dibandingkam dengan

verapamil efek intropik diltiazem kurang kuat.

 EFEK SAMPING

Efek samping penghambat kanal Ca++ terutama golongan dihidropiridin disebabkan

karena vasodilatasi berlebihan.Gejala yang tampak berupa pusing, sakit kepala, hipotensi, reflex

takikardia, flusing, edema perifer, batuk, edema paru.Efek ini terutama ditemukan pada

penggunaan dihidropiridin.Verapamil lebih sering menimbulkan konstipasi dan hyperplasia

gingiva.Nimodipin pada dosis tinggi dapat manimbukan kejang otot. Dihidropiridin karena efek

hipotensi berat dan penurunan perfusi coroner atau reflex simpatis dapat menimbulkan serangan

angina.
 INDIKASI

1. Angina varian

Penghambatan kanal Ca++ bermanfaat dalam pengobatan angina varian.Ke-3 golongan obat

(nifedipin dan derivatnya, verapamil dan diltiazem) dapat digunakan.

2. Angina stabil kronik

penghambatan kaal Ca++ bermanfaat dalam pengobatan dilatasi coroner dan mengurangi

kebutuhan oksigen karena efek penurunan tekanan denyut jantung. Sejumlah penghambat kanal

Ca++ terutama dihidropiridin dapat memperberat serangan angina (proiskemia). Efek ini kurang

nyata pada penggunaan verapamil dan diltiazem karena efek vasodilatasi perifer dan reflex

takikardia yang lebih kecil. Untuk mengurangi kemungkinan ini dapat diberikan kombinasi

dihidropiridin dengan β-bloker.

3. Angina tidak stabil

Obat yang biasa digunakan untuk pengobatan angina tidak stabil adalah nitrat organic, β-

bloker, heparin, dan aspirin.Penghambat kanal Ca++ dapat digunakan sebagai tambahan, karena

efek relaksasi terhadap vasospasme pembuluh darah pada angina tidak stabil.

4. Penggunaan lain

Penghambat kanal Ca++ bermanfaat untuk pengobatan aritmia (verapamil), hipertensi

(golongan dihidropiridin, diltiazem, verapamil), kardiomiopati hipertrofik, penyakit Raynaud,

spasme serebral (nimodipin) dan lain-lain.


4. Terapi Kombinasi

Pengobatan angina pectoris dapat menggunakan kombinasi beberapa obat, dengan tujuan

meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping.Tetapiperlu diingat bahwa kombinasi

obat terutama 3 obat digunakan sekaligus, dapat menimbulkan bahaya efek samping yang lebih

nyata.

Misalnya kombinasi verapamil dengan β-bloker dapat mencetuskan terjadinya gagal

jantung pada pasien dengan gangguan fungsi sistolik ventrikel, oleh karena efek inotropic negatif

dari kedua obat tersebut. Akan tetapi, β-bloker dapat mengurangi reflex takikardia yang

disebabkan oleh nifedipin, sehingga kombinasi ini dapat meningkatkan efek terapinya.

1. Nitrat organic dan β-bloker

Kombinasi nitrat organic dan β-bloker dapat mengkatkan efektivitas terapi pada angina stabil

kronik.β-bloker menghambat reflex takikardia dan inotropic positif oleh nitrat organic,

sedangkan nitrat organic dapat mengurangi kenaikan volume diastole akhir ventricular kiri akibat

β-bloker dengan cara menimbulkan venous pooling. Ntrat organic juga mengurangi kenaikan

resistensi coroner yang disebabkan oleh β-bloker.

2. Penghambat kanal kalsium dan β-bloker

Bila efek antianginanitrat organic atau β-bloker kurang memadai, maka kadang-kadang

perlu ditambahkan penghambat kanal kalsium, terutama bila terdapat vasospasme

coroner.Sebaliknya refleks takikardia yang terjadi karena penghambatan kanal kalsium (misalnya

nifedipin) dapat dikurangi oleh β-bloker.


3. Penghambat kanal kalsium dan Nitrat organic

Kombinasi penghambat kanal kalsium dan nitrat bersifat aditif, karena penghambat kanal

kalsium mengurangi beban hulu.Pemberian kombinasi obat ini dianjurkan untuk pasien angina

disertai gagal jantung, the sick sinus cyndrome, gangguan konduksi AV, yang tidak tepat untuk

diobati dengan penghambat kanal kalsium dan β-bloker.Efek hemodinamik yang dapat terjadi

akibat kombinasi ini adalah hipotensi berat dan takikardia.

4. Kombinasi penghambat kanal kalsium, β-bloker dan Nitrat organic

Bila serangan angina tidak membaik pada pemberian kombinasi 2 macam antiangina,

maka dapat diberikan kombinasi 3 jenis obat. Tetapi kejadian efek samping akan meningkat

secara bermakna.

2.2 ANTIARITMIA

Aritmia

A. Mekanisme Aritmia

Yang dimaksud dengan aritmia adalah kelainan dalam kecepatan, irama, tempat asal dari

implus, atau gangguan konduksi yang menyebabkan perubahan dalam urutan normal aktivitas

atrium dan ventrikel. Secara klinis, aritma ventrikel dibagi atas yang bernigna, yang dapat

menjadi maligna ( potensial maligna ) dan maligna yang dapat menyebabkan kematian

mendadak. Aritmia tersebut dapat timbul karena kelainan dalam pembentukan implus, konduksi

implus, atau keduanya.


1. Aritmia karena gangguan pembentukan implus

Ada banyak contoh aritmia yang timbul, baik karena peningkatan atau kegagalan

automatisitas normal

a. Automatisitas normal yang berubah

Hanya ada beberapa jenis sel jantung memperlihatkan automatisitas dalam keadaan normal,

yaitu nodus SA, nodus AV dan system His-Purkinje.

 Nodus SA

Pada nodus ini, frekuensi implus dapat diubah oleh aktivitas otonomik atau penyakit

intrinsic. Aktivitas vagal yang meningkat dapat memperlambat atau menghentikan

aktivitas sel pacu dinodus SA dengan cara meningkatkan konduktansi K+ (gK). Arus K+

keluar meningkat, sel pacu mengalami hiperpolarisasi dan memperlambat atau

menghentikan depolarisasi. Peningkatan aktivitas simpatis ke nodus SA meningkatkan

kecepatan depolarisasi fase 4. Penyakit intrinsik dinodus SA diduga menjadi penyebab

aktivitas pacu yang salah pada sindrom sinus sakit.

 Serabut Purkinje

Automatisitas yang menguat pada system His-Purkinje merupakan penyebab aritmia

yang umum pada manusia.Peningkatan aktivitas simpatis dapat menyebabkan

bertambahnya kecepatan depolarisasi spontan.Efek yang bagus terhadap system His-

Purkinje belum diketahui denga baik.Dalam keadaan sakit, automatisitas pada

system His-Purkinje dapat menurun.Pada sindrom sinus sakit aktivitas sel pacu pada

ventrikel dan nodus SA tertekan.


b. Pembentukan Impuls abnormal

Aritmia yang berasal dari sumber implus yang abnormal dapat dibagi dua, yaitu

automatisitas abnormal dan aktivitas terpicu. Yang dimaksud automitisitas abnormal adalah

terjadinya depolarisasi distolik spotan pada nilai Vm yang sangat rendah ( lebih positif ), pada sel

yang dalam keadaan normal mempunyai potensial yang jauh lebih negative. Aktivitas terpicu

adalah pembentukan implus pada fase repolarisasi yang sudah mencapai ambang.Kedua

mekanisme ini sangat berbeda dari mekanisme pembentukan automatisitas normal.Disamping itu

dapat menyebabkan pembentukan implus pada serabut yang biasanya tidak mempunyai fungsi

automatic.

2. Aritmia yang disebabkan kelainan konduksi implus

Aritmia dapat timbul karena munculnya aktivasi berulang yang dimulai oleh suatu

deplarisasi. Aritmia seperti ini yang sering juga dinamai aritmia arus-balik ( re-entrant

arrhythmia ) dapat berkelanjutan, tetapi tidak tercetus sendiri.

Faktor-faktor yang menentukan terjadinya arus-balik adalah :

 Adanya hambatan searah

 Rintangan anatomis atau fungsional

Untuk terjadinya arus-balik biasanya terjadi pada lintasan konduksi yang lambat, tetapi

dapat juga terjadi pada lintasan konduksi yang biasanya cepat seperti serabut Purkinje dalam

keadaan patologi. Demikian pula, walaupun perlambatan konduksi merupakan dasar


patofisiologi arus-balik, parameter lain juga dapat berperan seperti pemendekan potensial aksi

dan refractoriness.

B. Klasifikasi Obat Antiaritmia

Obat antiaritmia dikelompokkan menjadi efek elektrofisiologi dan mekanisme kerjanya.

Akan tetapi haruslah diketahui bahwa obat-obat dalam satu kelas sesungguhnya berbeda, suatu

obat mungkin efektif dan aman bagi pasien tertentu, tetapi yang lain belum tentu.

Sebagian besar informasi yang digunakan untuk mengelompokkan obat antiaritmia berasal

dari hasil kajian pada hewan.Obat-obat yang berada dalam kelas I secara langsung mengubah

arus kation pada membrane, khususnya ion K+ dan Na+. Akan tetapi ada manfaatnya untuk

memilah lebih lanjut kelompok obat ini berdasarkan kesanggupannya dalam menekan Vmax (

dengan cara menekat kanal cepat Na+ ) dan memperlambat repolarisasi membrane.

Kelas II meliputi obat-obat yang terutama mempunyai efek tak langsung terdapat

parameter elektrofisiologi, melalui kesanggupannya dalam menghambat reseptor beta. Obat-obat

yang ada di kelas III adalah yang belum jelas mekanisme kerjanya, tetapi mereka sama-sama

mempunyai kemampuan untuk memperlambat repolarisasi membrane, sedangkan efeknya

terhadap Vmax adalah sedikit. Akhirnya, obat yang ada dikelas IV mempunyai efek depresi

yang relative selektif terjadap kanal Ca++, khususnya jenis L.


Klasifikasi Obatb Antiaritmia Berdasarkan Mekanisme Kerjanya

Kelas Mekanisme Kerja Obat

I Penyakit kanal natrium

a. Depresi sedang fase 0 dan konduksi lambat Kuinidin, prokainamid,

( 2+), memanjangkan repolarisasi disopiramid.

b. Depresi minimal fase 0 dan konduksi lambat Lindokain, meksiletin, fenitoin,

( 0-1 + ) mempersingkat repolarisasi tokainid.

c. Depresi kuat fase 0, konduksi lambat Enkainid, flekainid, indekainid,

( 3+ - 4+ ), efek ringan terhadap repolarisai propafenol.

II Penyekat adrenoseptor beta Propanolol, asebutolol, asmolo

III Memanjangkan repolarisai Amiodaron, bretilium, satalol,

dofetilid, ibutilid.

IV Penyekat kanal Ca++


Verapamil, diltiazem

V Lain-lain Digitalis, adenosine,

magnesium.

C. Pembahasan Obat-Obat

1. Kelas I

a. Kelas IA : Kuinidin, prokainamid, disopiramid.

Obat antiaritmia kelas IA menghambat arus masuk ion Na+, menekan depolarisasi fase 0,

dan memperlambat kecepatan konduksi serabut Purkinje miokard ke tingkat sedang pada nilai

Vmax istirahat normal. Efek ini diperkuat bila membaran sel terdepolarisai, atau bila frekuensi

eksitasi meningkat. Walaupun kuinidin sering dianggap sebagai prototip, prokainamid tidak

mempunyai kemampuan yang sama seperti kuinidin atau disopiramid dalam menyekat reseptor

kolinergik muskarinik atau seperti disopiramid dalam menyekat kanal Ca++.

 Efek elektrofisiologik jantung

Obat antiaritmia kelas IA mempunyai efek yang kuat terhadap hamper semua jenis sel

dijantung. Tergantung pada obatnya, sifat-sifat listrik sel jantung dipengaruhi pula secara tak

langsung oleh perubahan regulasi autonomic yang ditimbulkan oleh obat.


 Efek terhadap system saraf otonom

Efek antikolinergik prokainamid jauh lebih lemah dari pada kuinidin, dan prokainamid tidak

menghambat adrenergik- alfa

Efek antikolinergik disopiramid hanya sepersepuluh atropine.Sifat ini biasanya meniadakan

efek depresi langsung pada sinus dan nodus AV. Obat ini tidak mempunyai khasiat antagonis

adrenergic-α dan β.

 Sediaan, dosis dan cara pemberian

1. Kunidin

Kuinidin hanya tersedia dalam sediaan peroral, walaupun pada keadaan tertentu obat ini

dapat diberikan secara intramuscular atau intravena. Dosisi oral yang biasa adala 200-300 mg

yang diberikan 3 atau 4 kali sehari untuk pasien dengan kontraksi atrium dan ventrikel premature

atau untuk terapi pemeliharan. Dosis yang lebih tinggi atau pemberian yang lebih sering dapat

digunakan secara terbatas untuk pengobatan takikardia ventrikel paroksismal.

2. Prokainamid

Prokainamid hidroklorida ( pronestyl ) tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul ( 250- 500

mg ) dan sebagai tablet lepas lambat ( 250-1.000mg ). Suntikan prokainamid hidroklorida berisi

100 atau 500 mg/ml dan digunakan untuk suntikan intramuscular dan intravena.
3. Disopiramid

Tersedia dalam bentuk tablet 100 atau 150mg basa. Dosis total harian adalah 400-800mg

yang pemberiannya terbagi atas 4 dosis. Penyusaian dosis perlu dilakukan pada gagal ginjal dan

pada pasien ini kadar plasma, efek terapi dan efek toksik perlu dimonitor dengan cermat.

 Absorpsi, distribusi, dan eliminasi

1. Kuinidin

Bila diberikan per oral, kuinidin sulfat diabsorbsi dengan cepat dan kadar puncak dalam

plasma tercapai dalam waktu 60-90 menit. Penyerapan kuinidin glukonat adalah lebih lambat

dan barangkali sempurna, kadar puncak dalam plasma baru tercapai setelah 3-4 jam sesudah

pemberian oral. Walaupun kuinidin dapat diberikan secara intramuscular, obat ini menimbulkan

rasa sakit pada tempat suntikan dan meningkatkan keratin kinase plasma secara nyata.

Sekitar 90% kuinidin terikat pada protein. Obat ini didistribusikan dengan cepat ke

hamper semua jaringan, kecuali otak, dan volume distribusinya (vd) adalah 2-3 liter per

kilogram.

Kuinidin dimetabolisme sebagian besar dihati, metabolitnya dan kira-kira 20% senyawa

asal diekskresikan dalam urin.Waktu paruhnya adalah sekitar 6 jam. Hamper semua metabolit

dalam urin atau cincin kuinolin. Kuinidin difiltrasi diglomeruli dan diekskresi oleh tubuli

proksimal.Karena kunidin adalah basa lemah, reabsorpsinya ditekan dan ekskresinya diperkuat

bila pH urin asam. Bila pH urin ditingkatkan dari 6-7 menjadi 7-8, klirens kuinidin oleh ginjal

berkurang sebanyak 50% dan kadarnya dalam plasma meningkat. Keadaan ini dalam klinik
jarang terjadi, kecuali bila pasien minum natrium bikarbonat atau asetazolamid atau bila ada

asidosis tubuli ginjal.

2. Prokainamid

Prokainamid diabsorpsi dengan cepat dan hamper sempurna setelah pemberian peroral

pada orang normal. Kadar puncak dicapai 45-70 menit setelah minum kapsul, tetapi sedikit lebih

lambat setelah minum tablet. Dalam minggu pertama setelah infark miokard akut, absorpsi oral

mungkin buruk, tercapainya kadar obat mungkin tidak cukup untuk mengontrol aritmia.

Sekitar 20% prokainamid terikat protein dalam plasma.Obat ini dengan cepat didistribusi

keseluruh jaringan tubuh kecuali keotak, dan volume distribusinya adalah sekitar 2 liter per

kilogram.Akan tetapi nilai ini dapat menurun banyak pada pasien gagal jantung atau syok.

Prokainamid dieliminasi melalui ekskresi ginjal dan metabolism dihati.Jalur metabolism

utama adalah melalui N-asetilasi.Oleh enzim N-asetiltransferase yang pada populasi

terdistribusikan secara bimodal.

Sampai sekitar 70% dari dosis prokainamida dieliminasi dalam bentuk yang tak berubah

dalam urin.Prokainamida adalah basa lemah yang mengalami filtrasi, ekskresi dan reabsorbsi

diginjal.Peningkatan pH urin menyebabkan penurunan ekskresi prokainamid.

Bila fungsi intrinsic ginjal mennurun, kadar prokainamid dalam plasma meningkat nyata.

Akan tetapi, bila ureum darah meningkat, fraksi dosis prokainamid yang diekskresi secra utuh

menurun, dan NAPA dapat berakumulasi ketingkat yang berbahaya.


3. Disopiramid

Sekitar 90% dosis oral disopiramid diabsopsi dan sebagian kecil mengalami metabolism

lintas pertama dihati.Kadar puncak dalam plasma tercapai dalam 1-2 jam setelah pemberian

peroral.

Pada kadar terapi yang normal, kira-kira 70% disopiramid terikat pada protein plasma,

fraksi yang terikat berbanding terbalik dengan kadar total dalam plasma. Volume distribusi

disopiramid adalah sekitar 0,6 liter per kilogram, tetapi nilai ini tergantung dosis karena ikatan

proteinnya dapat jenuh.

Sekitar 50% dosis disopiramid diekskresikan oleh ginjal dalam keadaan utuh, 20% dalam

bentuk metabolit dealkilasi dan 10% dalam bentuk lain. Metabolit monodealkilasi mempunyai

efek antiaritmia dan antikolinergiknya yeng lebih lama dari senyawa induk. Waktu paruh

eliminasi adalah 5-7 jam, dan nilai ini memanjang pada gagal ginjal ( dapat mencapai 20 jam

atau lebih ).

 Penggunaan terapi

Obat-obat dalam kelas IA mempunyai spectrum kerja yang luas dan efektif untuk

pengobatan jangka panjang dan jangka pendek aritmia supraventrikel dan ventrikel.

Individualisasi dosis biasanya diperlukan sejak dari permulaan pengobatan, sebab kadar plasma

dan respons antiaritmia berbeda untuk tiap pasien.

Obat kelas IA efektif untuk pengobatan jangka panjang depolarisai prematur ventrikel

(VPD) adalah suatu gangguan ritme yang paling umum.Obat kelas IA tidak digunakan untuk

pengobatan takikardia ventricular menetap dan aritmia yang disebabkan digitalis, karena efeknya
mudah timbul.Takikardia ventricular menetap biasanya diatasi dengan kardioversi dan aritmia

oleh digitais dapat diobati lebih baik dengan obat lain (lidokain, fenitoin, antibody atidigoksin).

 Efek samping

1. Kuinidin

Kira-kira sepertiga pasien yang menerima kuinidin akan mengalami efek samping yang

segera terlihat akan memerlukan penghentian pengobatan. Karena kuinidin mempunyai rasio

terapi yang rendah, maka setiap pasien memerlukan pengawasan yang baik.

Efek toksik kardiovaskular. Bila kadar kuinidin naik melebihi 20mg/ml, kompleks QRS

dan interval Q-Tc akan melebur dengan cepat. Perubahan ini berguna dalam pemantauan terapi

kuinidin. Pada kadar obat yang tinggi, efek toksik terhadap jantung menjadi berat, sehingga

dapat timbul blockade atau henti SA, blockade AV derajat tinggi, aritmia ventrikel atau asistol.

Konduksi implus menjadi sangat diperlambat disemua bagian jantung.Kadang-kadang kunidin

menyebabkan sinkop atau mati mendadak.

2. Prokainamid

Efek toksik kardiovaskular.Bila prokainamid diberikan secara intravena dapat terjadi

hipotensi. Kadar toksik prokainamid dapat menurunkan kerja jantung dan mempermudah

timbulnya hipotensi.

3. Disopiramid

Efek samping disopiramid adalah berupa mulut kering, konstipasi, pengelihatan kabur, dan

hambatan miksi. Disopiramid dapat menyebabkan mual, nyeri abdomen, muntah atau diare.

Tetapi keluhan saluran cerna ini lebih jarang terjadi dibandingkan kuinidin.Obat ini menurunkan
curah jantung dan kinerja ventrikel kiri melaui efek depresi langsung dan kontriksi arleriolar,

sehingga harus dilakukan dengan sangat hati-hati pada pasien dengan bakat gagal jantung. Efek

samping kardiovaskular ini lebih menonjol dari pada obat lain dan kelas IA. Tekanan darah

biasanya meningkat sementara setelah pemberian secara intavena, walaupun curah jantung

menurun, tetapi resistensi perifer meningkat dengan nyata.

 Interaksi obat

Obat yang menginduksi enzim hati, seperti fenobarbital atau fenitoin, dapat memperpendek

lama kerja kuinidin dengan cara mempercepat eliminasi. Bila kuinidin diberikan pada pasien

yang mempunyai kadar digoskin plasma yang stabil, kadar digoskin akan meningkat dua kali

karena klirensnya menurun.

b. Kelas IB : Lindokain, meksiletin, fenitoin, tokainid.

Obat antiaritmia kelas IB ini sedikit sekali mengubah depolarisasi fase 0 dan kecepatan

konduksi diserabut Purkinje bila nilai Vm normal.Akan tetapi efek penekanan obat kelas IB

terhadap parameter ini sangat diperkuat bila membrane terdepolarisasi atau bila frekuensi

eksilasi dinaikkan.Berlawanan dengan obat kelas IA, obat kelas IB mempercepat repolarisasi

membrane. Lidokain merupakan prototip, tetapi obat ini tidak tersedia untuk pemberian oral.

 Efek elektrofisiologi jantung

Dalam kadar terapi, obat kelas IB sangat jarang menekan nodus SA, tetapi penekanan dapat

terjadi pada pasien yang mengidap gangguan sinus. Dalam kadar terapi, obat ini mengurangi

kemiringan depolarisai fase 4 pada serabut purkinje.


 Absorpsi, distribusi, dan eliminasi

1. Lidokain

Walaupun lidokain diserap dengan baik setelah pemberian peroral, obat ini mengalami

metabolism yang ekstensif sewaktu melewati hati, dan hanya sepertiga yang mencapai sirkulasi

sistemik.

Sekitar 70% lidokain dalam plasma terikat protein.Distribusi berjalan cepat, volume ini

menurun pada pasien gagal jantung.Tidak ada lidokain yang diekskresi secara utuh dalam urin.

2. Fenitoin

Absorpsi fenitoin dari saluran cerna berlangsung lambat dan tidak menentu.Absorpsi setelah

penyuntikan intarmuskular juga lambat dan tidak sempurna. Sekitar 90% fenitoin dalam plasma

diikat oleh albumin, fraksi ini berkurang bila ada uremia. Setelah pemberian intravena, fenitoin

disebar dengan cepat kejaringan.Obat ini dieliminasi melaui hidroksilasi dihati dan metabolit

yang terbentuk tidak berkhasiat antiaritmia.Metabolism berlangsung lambat dan tidak

dipengaruhi oleh perubahan aliran darah hati. System enzim yang memetabolisme fenitoin

menjadi jenuh pada rentang kadar terapi. Karenanya, waktu paruh eliminasi adalah tergantung

dosis dan toksisitas dapat muncul secara tak terduga.

3. Tokainid

Tokainid diabsorpsi denga sempurna setelah pemberian peroral, kadar puncak dalam plasma

muncul dalam waktu 1-2 jam, sekitar 40% tokainid diekskresi dalam urin dalm bentuk utuh.

Waktu paruh dalam plasma adalah 11-15 jam, dan nilai ini naik dua kali lipat pada pasien gagal

ginjal atau gagal hati.


 Penggunaan terapi

1. Lidokain hanya digunakan untuk pengobatan aritmia ventrikel, terutama diruang

perawatan intensif. Lidokain efektif terhadap aritmia ventrikel yang disebabkan oleh infark

miokard akut, bedah jantung terbuka dan digitalis.

2. Fenetoin digunakan untuk pengobatan aritmia ventrikel dan atrium yang disebabkan oleh

digitalis. Fenetoin efektif untuk mengatasi aritmis ventrikel yang timbul setelah bedah jantung

terbuka dan infrak miokard. Fenetoin juga efektif untuk mengobati berbagai bentuk aritmia

ventrikel yang timbul akibat intoksikasi digitalis.

 Efek samping

Obat antiaritmia kelas IB mempunyai efek samping jantung yang lebih ringan dari pada kelas

IA atau IC. Efek samping lidokain terhadap jantung sangat sedikit. Efek utamnya adalah teradap

SSP. Efek samping fenitoin yang paling menonjol pada pengobatan aritmia jangka pendek

merupakan gejala SSP yaitu mengantuk, nistagmus, vertigo, ataksia, dan mual. Tokainid dan

meksiletin menyebabkan gejala SSP berupa pusing, ringan kepala dan tremor dan gejala saluran

cerna berupa mual, muntah dan anoreksia.

c. Kelas IC : Enkainid, flekainid, indekainid, propafenol.

Obat kelas IC berafinitas tinggi terhadap kanal Na+ di membrane sel. Obat ini merupakan

antaritmia yang paling poten dalam memperlambat konduksi dan menekan arus masuk Na+

kedalam sel dan kompleks premature ventrikel spontan. Peran obat-obat kelas IC dalam

pengobatan aritmia ventrikel dan supraventrikel sedang diteliti.


 Efek terhadap elektrofisiologi jantung

Obat-obat dalam kelas IC terikat erat dan menyekat kanal Na+.Dengan demikian obat-obat ini

menurunkan Vmax dan lonjakan potensial aksi datrium, ventrikel dan serabut Purkinje,

perlambatan konduksi dibagian jantung ini, paling nyata pada system His-Purkinje, dibandingkan

dengan penghambat kanal Na+ lainnya.

 Absorpsi, distribusi dan eliminasi

1. Flekainid

Diabsorpsi hamper sempurna setelah pemberian per oral dan kadar puncak dalam plasma

muncul dalam waktu 3 jam. Flekainid dimetabolisme oleh hati, sekitar 40% diekskresi dalam

urin dalam bentuk tak berubah, metabolitnya tak berkhasiat antiaritmia.Waktu paruh eliminasi

rata-rata 11 jam.

2. Enkainid

Diabsorpsi hamper sempurna setelah pemberian per oral. Tetapi biovaibilitasnya turun

menjadi 30% melalui metabolism lintas pertama dihati.Kadar puncak dalam plasma tercapai

dalam waktu 30-90 menit.Enkainid dimetabolisme oleh sitokrom P450 hati dan mempunyai

waktu paruh 2-3 jam.

 Efek samping

Semua obat kelas IC menimbulkan efek samping yang sama pada jantung. Efek proaritmia

terjadi pada 8-15% pasien dengan aritmia ventrikel maligna, dianggap jarang terjadi pada pasien

aritmia ventrikel benigna.Akan tetapi, baru-baru ini dilaporkan enkainid dan flekainid

meningkatkan resiko kematian mendadak dan henti jantung pada pasien yang pernah mengalami

intrak miokard dan pasien dengan aritmia ventrikel asimptomatik.


Kelas II beta-bloker : Propanolol, asebutolol, esmolo

1. Absorpsi, distribusi, dan eliminasi

 Propanolol

Pada pemberian per oral, propanolol diabsorpsi sangat baik, tetapi metabolism lintas

pertama menurunkan bioavaibilitasnya menjadi 25%.Waktu paruh eliminasi adalah

sekitar 4 jam. Propanolol dapat ,mengurangi eliminasinya sendiri dengan cara

menurunkan curah jantung dah aliran darah hati, tertama pada pasien gagal jantung

kiri.

 Asebutolol

Asebutolol juga diabsorpsi baik oleh saluran cerna. Bioavaibilitasnya per oral kurang

dari 50%, nilai ini lebih tinggi pada usia lnjutb dan memerlukan peyesuaian dosis.

Waktu paruh eliminasi asebutolol adalah 3 jam dan 8-12 jam untuk diasetolol.

 Esmolol

Esmolo hanya diberikan secara infuse intravena, waktu paruh distribusinya hanya 2

menit. Waktu paruh eleminasi adalah 8 menitb dan metabolitnya tidak aktif.

 Penggunaan terapi

Propanolol terutama digunakan untuk pengobata takiaritmia supraventrikel, yang

meliputi fibrilasi, atrium. Tujuan pengobatan pada jenis aritmia ini adalah untuk

memperlambat denyut ventrikel dan bukannya meniadakan aritmia.


Esmolol diindikasikan untuk mengontrol dengan cepat kecepatan denyut ventrikel

pada pasien dengan fibrilasi dan flutter atrium pasca bedah atau keadaan kedaruratan lain

dimana diperlukan pengendalian dengan obat yang masa kerjanya singkat.

 Efek samping

Pada pasien gagal jantug terdapat aktivitas simpatis tinggi untuk mempertahankan

kontraksi ventrikel. Sebab itu bila pada keadaan ini digunakan beta-bloker sebagai obatb

antiaritmia, akan terjadi hipotensi atau gagal jantung ventrikel kiri. Akan tetapi banyak

pasien gagal jantung yang dapat menerima pengobatan jangka panjang dengan

propanolol bila digunakan bersamaan digitalis, vasodilator atau diuretic.

KELAS III : bretilium , amiodaron dan sotalol.

Obat obatan dalam kelas III ini mempunyai sifat farmakologis yang berlainan, tetapi

sama-sama mempunyai kemampuan memperpanjang lama potensial aksi dan refractoriness

serabut Purkinje dan serabut otot ventrikel. Obat-obat ini menghambat aktifitas sistem saraf

otonom secaranyata.

A. Bretilium

- Absorbsi, distribusi, eliminasi : absorpsi oral bretilium adalah buruk, karena merupakan

amoniumkwartener . Setelah pemberian intramuskular, bretilium dieliminasi hampir semua nya

melalui ginjal tanpa di metabolisme.Waktu paruh adalah sekitar 9 jam dan naik menjadi 15-30

jam pada pasien gagal ginjal.


- Terapi : hanya diindikasikan untuk pengobatan aritmia ventrikel yang mengancam jiwa, yang

gagal diobati dengan obat-obat aritmia lini pertama (first line) seperti lidokain atau prokainamid.

Pemberian bretilium harus dilakukan dalam ruang perawatan intensif. Fibrilasi ventrikel yang

refraktor dan berat memberikan respons sangat baik. Takikardia ventrikel biasanya memberikan

respons setelah beberapa waktu (6jam ataulebih) setelah pemberian satu dosis.

- Efek samping : hipotensi adalah efek samping utama bretilium bila diberikan intravena untuk

pengobatan aritmia akut. Pemberian intravena cepat dapat menimbulkan mual dan muntah.

B. Amiodaron

- Absorbsi, distribusi, eliminasi : amiodaron diabsorpsi secara lambat dan tidak sempurna pada

pemberian per oral; bioavailibitasnya adalah sekitar 30% dan berbeda antar individu. Pada

pemberian peroral, kadar puncak tercapai setelah 5-6 jam. Amiodaron terikat pada jaringan dan

di metabolisme secara lambat di hati. Waktu paruhnya panjang yaitu 25-60 hari. Pada

pengobatan jangka panjang metabolit desetilnya yang aktif berkumulasi dalam plasma melebihi

kadar senyawaan induk.

- Terapi : dapat digunakan untuk fibrilasi artrium berulang dan untuk takikardia ventrkel yang

tak stabil dan berkelanjutan.

- efek samping : sering terjadi dan meingkat secara nyata setelah 1 tahun pengobtan yang dapat

mengenai organ dan menyebabkan kematian. Efek sampingnya diantaranya adalah gangguang

fungsi hati, mikrodeposit kornea, fotosensitivitas pada kulit, bertambahnya berat badan, ddan

gejala hipertiroid.

C. Sotalol
- Absorbsi, distribusi, eliminasi : sotalol diabsorpsi dengan cepat pada pemberian peroeal dan

bioavaibilitasnya hampir 100%. Kadar maksimum plasma dicapai 2-3 jam sesudah pemberian

dan hanya sedikit yang terikat pada protein plasma.Waktu paruhnya adalah sekitar 10-11

jam.Eliminasinya adalah melalui urin dalam bentuk tak berubah sehingga dosisnya perlu di

sesuaikan pada gagal ginjal.

- terapi : sotlaol mungkin merupakan obat yang lebih aman daripada amiodaron dan menjadi obat

pilihan pertama pada aritmia ventrikel yang maligna. Sotalol agaknya efektif untuk pengobtan

takikardia suprventrikel paroksismal dan fibrilasi atrium.

- Efek samping : pengobatan dengan sotlaol dilaporkan dapat menimbulkan gagal jantung,

proaritmia dan bradikardia. Oleh karena itu, dosis sotalol perl diturunkan bila interval Q-Tc

melebihi 0,5 detik.

 Mekanisme kerja

A.) Efek elektrofisiologik jantung

- automatisitas

Efek langsung obat kelas III terhadap automasitas nodus SA dan serta purkinje hanya

sedikit. Pada pemberian parenteral bretilium meningkatkan automatisitas selintas dengan cara

melepaskan norepinefrin dari ujung saraf simpatis. Secara eksperimental efek ini dapat dicegah

dengan mengosongkan cadangan katekolamin dengan reserpin atau dengan beta-

blocker.Amiodaron menurunkan secara nyata automasitis nodus sinatrial dan sistem hispurkinje
melaluimekanisme yang belum diketahui.Sotalol menurunkan automatisitas, karena obat ini

merupak beta-blocker.

- kesigapan dan konduksi

Bretilium dan sotalol tidak mempuyai efek yang nyata terhadap kesigapan membran dan

konduksi serabut purkinje.Amiodaron berikatan dengan kanal Na dalam keadaan inaktif,

menurunkan kesigapan membran dan konduksi diserabut purkinje.Konduksi melalui nodus AV

ditekan secara nyata oleh sotalol dan amiodaron tetapi hanya sedikit oleh bretilium.

- efek terhadap aritmia arus balik

Obat kelas II diduga meniadakan aritmia arus-balik dengan cara memperpanjang masa

refrakter tanpa mempengaruhi penjalaran impuls. Disamping itu bretilium dapat menyebabkan

reolarissi dan peningkatan kecepatan konduksi pada daerah yang terdepolarisasi dengan cara

melepaskan ketokalamin.

- efek elektrokardiografik

Pada kadar terapi, amiodaron dan sotalol menurunkan frekuensi denyut jantung tetapi

bretilium hanya sedikit efeknya. Pada pengobatan jangka lama dengan amiodaron terjadi sinus

bradikardia simptomatik.

B.) Efek terhadap sistem saraf otonom

Sotalol adalah suatu beta-blocker, sedangkan amiodaron mempunyaikhasiat

penghambatan adrenoreseptor-alfa dan beta non kompetitif.Bretilium (seperti guanetidin)

diambil dan dikonsentrasikan kedalam ujung saraf simpatis.Mula-mula bretilium melepaskan

norepinefrin dari ujung saraf simpatis tetapi kemudian mencegah pelepasannya.


C.) Efek hemodinamik

Ketiga obat ini menghambat adrenoreseptor-beta oleh sotalol dapt menurunkan fungsi

jantung pada pasien yang curah jantungnya dipertahankan oleh aktivitas simpatis. Bretilium

dapat meningkatka kontraktilitas miokard pada awal pemberian, tetapi obat ini dapat

meimbulkan efek hipotensi ortostatik.Amiodaron menurunkan kebutuhan oksigen dan

meningkatkan kinerja jantung karena menyebabkan relaksasi otot polos vaskular dan

menurunkan resistensi vaskular sistemik serta koroner.

KELAS IV : antagonis kalsium, verapamil dan diltiazem.

Obat-obat antiaritmia kelas IV adalah penghambat kanal Ca. Efek klinis penting dari

antagonis Ca utuk pengobatan antriaritmia adalah penekanan potensial aksi yang Ca dependent

dan perlambatan konduksi di nodus AV.

mekanisme kerja

A.) Efek elektrofisiologik jantung

- pembentukan impuls : verapamil dan diltiazem memperlambat pembentukan impuls spontan di

nodus SA pada percobaan in vitro. Verapamil menurunkan kecepatan depolarisasi spontan fase 4

diserabut Purkinje dan dapat menghambat delayed afterdepolarization dan triggered activity

yang terlihat pada toksisitas digitalis eksperimental.

- Efek terhadap aritmia arus-balik : efek paling nyata dari verappamil dan diltiazem adala

menurunkan kecepatan konduksi melalui nodus AV dan mempermanjang mas refrakter

fungsional nodus AV. Efek ini di duga merupakan efek langsung dari penyekatan kanal Ca.
Depresi nodus AV menyebabkan penurunann respons ventrikel pada fibrilasi atau flutter atrium

dan menghilangkan takikardia supraventrikel paroksismal.

- efek elektrokardiografik : verapamil dan diltiazem meningkatkan interval P-R pada irama sinus

dan meperlambat kecepatan ventrikel pada fibrilasi atrium.

B.) Efek terhadap sistem saraf otonom

Verapamil dan diltiazem tidak mempunyai efek anti-kolinergik dan penghambatan

adrenoreseptor-beta jantung.Akan tetapi verapamil mempunyai akitivitas penghambatan

adrenoreseptor-alfa.

 Terapi

Verapamil bermanfaat untuk penurunan segera respons ventrikel pada fibrilasi bila

aritmia tidak disertai dengan sindrom Wolff-Parkinson-White.Verapamil dan diltiazem tidak

digunakan pada pengobatan aritmia ventrikel kecuali jika penyebanya adalah spasme arteri

koronaria.Dalam hal ini, penggunaan antagonis Ca tersebut adalah untuk menghilangkan spasme

koroner dan memperbaiki toleransi jaringan ventrikel terhadap iskemia.

 Interaksi obat

Pemberian verapamil bersma beta-blocker atau digitalis secara aditif dapat menimbulkan

bradikardia atau blok AV yang nyata. Interaksi ini terjadi pada nodus SA atau nodus AV.

Disamping itu verapamil dan diltiazem bersama dengan reserpinatau metildopa yang dapat

mendepresi sinus akan memperparah bradikardia sinus.


Kelas V : digitalis, adenosin dan magnesium.

A. Digitalis : memperlihatkan khasiat vagotonik yang menyebabkan penghambatan aliran

kalsium di nodus AV dan aktivasi aliran kalium yang diperantarai oleh asetilkolin di artrium.

Efek elektrofisiologik yang ditimbulkan adalah hiperpolarisasi, peningkatan masa refrakter di

nodus AV. Efeknya terhadap nodus AV ini dimanfaatkan mengakhiri aritmia arus paa nodus AV

dan untuk mengendalikan denyut ventrikel pada fibrilasi atrium yang menyertai parah jantung

dimana pada keadaan ini antagonis kalsium atau penyekat reseptor beta bila diberikan sebagai

obat antiaritmia karena akan memperburuk fungsi jantung.

B. Adenosin : adalah nukleosid yang alamiah terdapat dalam tubuh. Efek adrenosin di perantarai

melalui interaksinya dengan reseptor adenosin yang berpasangan dengan protein-G.Adenosin

mengaktifkan aliran ion kalium yang sensitif asetilkolin di atrium, sinus dan nodus AV yang

menghasilkan pemendekan lama aksi potensial, hiperpolarisasi dan juga perlambatan

automatisitas normal.Adenosin juga menghambat efek elektrofisiologi dari AMP siklik yan

meningkat karena stimulasi simpatis. Efek adenosin ini selanjutnya akan menurunkan aliran ion

kalsium penurunan aliran ion kalsium ini akan memperpanjang massa refrakter nodus AV dan

menghambat timbulnya DAD akibat perangsangan saraf simpatis dan kedua efek adenosin ini

merupakan dasar dari efek antiaritmia adenosin

C. Magnesium : magnesium memperpanjang siklus sinus, memperlambat konduksi intraarterial

dan intravena. Magnesium juga memperpanjang masa refrakter efektif atrium, nodus AV dan

ventrikel. Maginnesium adalah esensial untuk fungsi Na-Ka atpase; defisiensi magneium

mengurangi kesanggupan sel unntuk mempertahankan kadar normal kalium intrasel yang berarti

menimbulkan hhipokalemia yang mana cenderung menghasilkan aritmia.


2.3 ANTIINFARK

Infark

Infark miokard akut didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak

adekuatnya pasokn darah akibat sumbatan akut arteri koroner. Sumbatan ini sebaian besar

disebabkan rupture plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya

thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi dan mikroembolisasi distal. Kadang-kadang

sumbatan ini dapat pula disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli atau vaskulitis.

Infark Miokard Akut adalah oklusi koroner akut disertai iskemia yang berkepanjangan

yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard. Iskemia sendiri

merupakan suatu keadaan transisi dan reversible pada miokard akibat ketidakseimbangan antara

pasokan dan ke butuhan miokard yang menyebabkan hipoksia miokard

Penyebab tersering dari infark miokard (MI) adalah rupturnya plak arterosklerosis pada

arteri coronaria yang disebabkan spasme arteri atau terbentuknya trombus.Intinya infark miokard

akut terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani dengan baik

sehingga menyebabkab kematian sel-sel jantung tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan

gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:

a. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.

Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:

 Faktor pembuluh darah

Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel

jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya:
atherosclerosis, spasme, dan arteritis. Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada

orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya

dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu;

(b) stress emosional atau nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok.

 Faktor Sirkulasi

Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh

sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari faktor pemompaan

dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada

sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun insufisiensi yang terjadi pada

katup-katup jantung (aorta, mitralis, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya

cardiac output (COP). Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi

menyebabkan beberapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk

dalam hal ini otot jantung.

 Faktor darah

Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh.Jika daya angkut

darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan pemompaan jantung

maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya

angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia.

b. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh

Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi diantaranya

dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut

telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin
memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai

oksigen tidak bertambah.

Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen

akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan

lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang

harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang tidak

efektif.

2.3.2 Tanda dan Gejala Infark Miokard Akut

Tanda dan gejala yang timbul pada Infark Mioma akut adalah sebagai berikut.

 Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri,

kebanyakan lamanya 30 menit sampai beberapa jam, sifatnya seperti ditusuk-tusuk,

ditekan, tertindik.

 Takhikardi

 Keringat banyak sekali

 Kadang mual bahkan muntah diakibatkan karena nyeri hebat dan reflek vasosegal yang

disalurkan dari area kerusakan miokard ke trakus gastro intestinal

 Dispnea

 Abnormal pada pemeriksaan EKG

2.3.3 Jenis-jenis infark miokard


a. Miokard infark subendokardial

Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka terhadap iskemia dan

infark.Miokard infark subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatif

menurun dalam waktu lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau

dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia.Derajat nekrosis

dapat bertambah bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat

takikardia atau hipertrofi ventrikel.Walaupun pada mulanya gambaran klinis dapat relatif ringan,

kecenderungan iskemia dan infark lebih jauh merupakan ancaman besar setelah pasien

dipulangkan dari Rumah Sakit.

b. Miokard infark transmural

Pada lebih dari 90% pasien miokard infark transmural berkaitan dengan trombosis

koroner.Trombosis seing terjadi di daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerotik.

Penyebab lain lebih jarang ditemukan. Termasuk disini misalnya perdarahan dalam plaque

aterosklerotik dengan hematom intramural, spasme yang umumnya terjadi di tempat

aterosklerotik yang emboli koroner.Miokard infark dapat terjadi walau pembuluh koroner

normal, tetapi hal ini amat jarang.

2.3.4 Klasifikasi Infark Miokard

Infark dapat di kelompokkan menjadi beberapa kelompok anatomi umum :

 Infark inferior mengenai permukaan diafragma jantung sering disebabkan oleh oklusi

koronaria kanan atau cabang desendensnya.


 Infark dinding lateral mengenai dinding lateral kiri jantung sering disebabkan oleh oklusi

arteri sirkumfekta kiri.

 Infark anterior mengenai permukaan anterior ventrikil kiri biasanya disebabkan oleh

penyumbatan arteri desendens anterior kiri.

 Infark posterior mengenai permukaan posterior jantung biasanya disebabkan oleh

penyumbatan arteri koronaria kanan.

2.3.5 Faktor resiko

Secara garis besar terdapat dua jenis faktor resiko bagi setiap orang untuk terkena infark

miokard akut, yaitu faktor resiko yang bisa dimodifikasi dan faktor resiko yang tidak bisa

dimodifikasi.

a. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

Merupakan faktor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa

dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:

 Merokok

Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis;

peningkatan trombogenesis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu

aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas

pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa

meningkatkan resiko 2-3 kali dibanding yang tidak merokok.

 Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative intraseluler dan penyebab

umum penyakit saluran pernafasan, berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik.

 Hipertensi sistemik.

Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya afterload yang secara tidak langsung

akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi

ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya afterload yang pada akhirnya

meningkatan kebutuhan oksigen jantung.

 Obesitas

Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan

kolesterol darah, DM yang tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.

 Kurang olahraga

Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner,

yaitu sebesar 20-40 %.

 Penyakit Diabetes

Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2- 4 lebih

tinggi dibandingkan orang biasa.Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas

metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan

tingkat adhesi platelet).

b. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi

Merupakan faktor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:

 Usia
Resiko meningkat pada pria diatas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnnya

setelah menopause).

 Jenis Kelamin

Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar

dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen yang bersifat

kardioprotektif pada perempuan.Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat

dan akhirnya setara dengan laki pada wanita setelah masa menopause.

 Riwayat Keluarga

Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun

merupakan faktor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga

menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini.Terdapat bukti bahwa riwayat

positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat.

 RAS

Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi

dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS

apro-karibia.

 Geografi

Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian

Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur

sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.

 Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat,

ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan

antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.

 Kelas sosial

Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih

dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter, pengacara dll).Selain itu

frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini

akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual.

2.3.6 Patofisiologi

Infark miokard umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak

setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Pada sebagian besar

kasus infark terjadi jika plak ateroslerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi dan jika kondisi

lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur

yang mengakibatkan obstruksi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner

cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich

core).

Lokasi dan luasnya infark tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran darah

kolateral.Infark miokard yang mengenai endokardium sampai epikardium disebut infark

transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial. Setelah 20 menit terjadi

sumbatan, infark sudah dapat terjadi pada subendokardium dan bila berlanjut terus rata-rata
dalam 4 jam telah terjaddi infark transmural. Hal ini kadang-kadang belum selesai karena daerah

sekitar infark masih dalam bahaya bila proses iskemia masih berlanjut.

Bila arteri left anterior descending yang oklusi infark mengenai dinding anterior ventrikel

kiri dan bisa mengenai septum. Bila arteri Left circumflex yang oklusi, infark mengenai dinding

lateral atau posterior dari ventrikel kiri. Bila arteri koroner kanan yang oklusi, infark terutama

mengenai dinding inferior dari ventrikel kiri, tetapi bisa juga septum dan ventrikel kanan. Oklusi

arteri koronaria bisa juga tidak sampai menimbulkan infark bila daerah yang diperdarahi arteri

yang oklusi tersebut mendapat pasok oleh kolateral pembuluh arteri lain.

Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama

berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar

dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul

edema pada sel-sel , respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung

dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses

degradasijaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik

relatif tipis.Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut.Lambat laun jaringan ikat

fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif.

Infark miokard jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis

kehilangan daya kontraksi sedangkan otot iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan daya

kontraksi. Secara fungsional infark miokard akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti

pada iskemia : daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang

dinding ventrikel, pengurangan volume sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan


volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel dan peningkatan tekanan akhir diastolik

ventrikel kiri.

2.3.7 Terapi farmakologis

a. Nitrogliserin

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat

diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada nitrogliserin

juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan

meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena

infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan nitrogliserin

intravena.Nitrogliserin intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema

paru.Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau

pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan. Nitrat juga harus dihindari pada pasien

yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena

dapat memicu efek hipotensi nitrat.

b. Morfin

Morfin sangat efektif untuk mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan

dalam tatalaksana nyeri dada pada infark. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat

diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu

diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan

simpatis sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri.
Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan

penambahan cairan iv dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang

menyebabkan bradikardi atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark

posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5 mg IV.

c. Aspirin

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai infark dan efektif pada

spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan

reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di

ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

d. Beta blocker

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain

nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit

sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung <60 menit, tekanan darah sistolik >100

mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas

menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6

jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.

e. Terapi reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi

dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien infark berkembang menjadi pump

failure atau takiaritmia ventrikuler yang maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien
infarkadalah door-to-needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit

atau door-to-balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

f. ACE Inhibitor

ACE Inhibitor menurunkan mortalitas pasca infark dan manfaat terhadap mortalitas

bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta.Mekanisme yang melibatkan

penurunan remodelling ventrikel pasca infark dengan penurunan remodelling ventrikel pasca

infark dengan penurunan risiko gagal jantung.Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada

pasien yang mendapat inhibitor menahun pasca infark. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24

jam pertama pasien infark.


BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Di Indonesia, penyebab kematian mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit

kardiovaskular.Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan kelompok penyakit jantung yang

terutama disebabkan penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme

koroner, atau kombinasi dari keduanya.

Angina pectoris ialah suatu keadaan dimana terjadi ketidak seimbangan antara suplei

oksigen dengan kebutuhan oksigen jantung. Besarnya kebutuhan oksigen jantung ditentukan oleh

frekuensi denyut jantung, tegangan dinding ventrikel kiri (yang merupakan fungsi tekanan darah

sistemik, geometri ventrikel kiri, dll), serta kontraktilitas miokard (yang dipengaruhi oleh

aktifitas adrenoseptor, kanal Ca++ ). Pengobatan untuk penyakit ini dikelompokkan menjadi 4

golongan : golongan nitrat, penghambat adrenoseptor beta (β- bloker), penghambat kanal

kalsium dan nitrat organic, kombinasi penghambat kanal kalsium, β-bloker dan nitrat organic.

Aritmia adalah kelainan dalam kecepatan, irama, tempat asal dari implus, atau gangguan

konduksi yang menyebabkan perubahan dalam urutan normal aktivitas atrium dan ventrikel.

Secara klinis, aritma ventrikel dibagi atas yang bernigna, yang dapat menjadi maligna ( potensial

maligna ) dan maligna yang dapat menyebabkan kematian mendadak.

Infark miokard akut adalah oklusi koroner akut disertai iskemia yang berkepanjangan

yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard.Penyebab
tersering dari infark miokard adalah rupturnya plak arterosklerosis pada arteri coronaria yang

disebabkan spasme arteri atau terbentuknya trombus.

3.2 KRITIK DAN SARAN

Tiada kesempurnaan di dunia ini, kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dari

makalah ini tujuannya hanyalah demi kesempurnaan.Dan semoga makalah yang telah kami

susun bermanfaat bagi kita semua, Amin.


DAFTAR PUSTAKA

Suyatna, F. D. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.

Gilman, dan Goodman. 2010. Manual Farmakologi Dan Terapi. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai