Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Influenza atau biasa disebut "flu", merupakan penyakit tertua dan paling
sering didapat pada manusia. Influenza juga merupakan salah satu penyakit
yang mematikan. Penyakit influenza pertama kali diperkenalkan oleh
Hipocrates pada 412 sebelum Masehi. Pandemi pertama yang terdokumentasi
dengan baik muncul pada 1580, dimana muncul dari Asia dan meyebar ke
Eropa melalui Africa.
Penyakit tersebut hingga saat ini masih mempengaruhi sebagian besar
populasi manusia setiap tahun. Virus influenza mudah bermutasi dengan cepat,
bahkan seringkali memproduksi strain baru di mana manusia tidak mempunyai
imunitas terhadapnya. Ketika keadaan ini terjadi, mortalitas influenza
berkembang sangat cepat. Di Amerika Serikat epidemi influenza yang biasanya
muncul setiap tahun pada musim dingin atau salju menyebabkan rata-rata
hampir 20.000 kematian. Sedangkan di Indonesia atau di negara-negara tropis
pada umumnya kejadian wabah influenza dapat terjadi sepanjang tahun dan
puncaknya akan terjadi pada bulan Juli.
Karena sifat-sifat materi genetiknya, virus influenza dapat mengalami
evolusi dan adaptasi yang cepat, dapat melewati barier spesies dan
menyebabkan pandemic pada manusia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari influenza?
2. Bagaimana epidemiologi dari influenza?
3. Apa saja klasifikasi dari influenza?
4. Bagaimana etiologi dari influenza?
5. Bagaimana patofisiologi dari influenza?
6. Apa manisfestasi klinis dari influenza?

1
7. Bagaimana penatalaksanaan terapi influenza?
8. Bagaimana pencegahan influenza?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari influenza
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari influenza
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari influenza
4. Untuk mengetahui etiologi dari influenza
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari influenza
6. Untuk mengetahui manisfestasi klinis dari influenza
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan terapi influenza
8. Untuk mengetahui pencegahan influenza

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Influenza adalah sebuah Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang disebabkan


karena infeksi virus Influenza. Penyakit ini mempengaruhi saluran pernapasan
atas dan bawah. (Fauci et al., 2008).

Influenza merupakan infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus


influenza, dan menyebar dengan mudah dari orang ke orang. Virus ini beredar di
seluruh dunia dan dapat mempengaruhi orang tanpa memandang usia dan jenis
kelamin. Flu sendiri merupakan suatu penyakit yang self-limiting, dimana bila
tidak terjadi komplikasi dengan penyakit lain, maka setelah 4-7 hari penyakit
akan sembuh sendiri. Daya tahan tubuh seseorang akan sangat berpengaruh
terhadap berat ringannya penyakit tersebut. Daya tahan tubuh dipengaruhi oleh
pola hidup seseorang.

Secara umum, gejala klinis serangan virus itu adalah gejala seperti flu pada
umumnya, yaitu demam, sakit tenggorokan, batuk, ber-ingus, nyeri otot, sakit
kepala, lemas, dan dalam waktu singkat dapat menjadi lebih berat dengan
terjadinya peradangan di paru-paru (pneumonia), dan apabila tidak dilakukan
tatalaksana dengan baik dapat menyebabkan kematian.
Penyakit influenza disebabkan oleh Myxovirus influenza. Virus ini
menyerang saluran pernapasan dan bisa mengakibatkan peradangan. Terdapat
tiga jenis virus utama yang dinamai virus influenza A, B, dan C.

2.2 Epidemiologi

Risiko komplikasi, kesakitan, dan kematian influenza lebih tinggi pada


individu di atas 65 tahun, anak-anak usia muda, dan individu dengan penyakit-

3
penyakit tertentu. Pada anak-anak usia 0-4 tahun, yang berisiko tinggi komplikasi
angka morbiditasnya adalah 500/100.000 dan yang tidak berisiko tinggi adalah
100/100.000 populasi. Pada epidemi influenza 1969-1970 hingga 1994-1995,
diperkirakan jumlah penderita influenza yang masuk rumah sakit 16.000 sampai
220.000/epidemik. Kematian influenza dapat terjadi karena pneumonia dan juga
eksaserbasi kardiopulmoner serta penyakit kronis lainnya. Penelitian di Amerika
dari 19 musim influenza diperkirakan kematian yang berkaitan influenza kurang
lebih 30 hingga lebih dari 150 kematian / 100.000 penderita dengan usia > 65
tahun. Lebih dari 90% kematian yang disebabkan oleh pneumonia dan influenza
terjadi pada penderita usia lanjut.
Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan
demikian Indonesia merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong,
Thailand, Vietnam dan Kamboja yang terkena flu burung pada manusia. Hingga
5 Agustus 2005, WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada manusia yang
terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR.
Di Indonesia wabah flu burung yang menyerang pada hewan saat ini sangat
serius, dan telah menyebar ke 23 provinsi, meliputi 151 kabupaten/kota.
Penyebaran Flu Burung yang semakin meluas wilayahnya disebabkan oleh tidak
terkontrolnya pergerakan unggas yang terinfeksi Flu Burung, produk hasil
unggas dan limbahnya, tenaga kerja, serta kendaraan pengangkut dari wilayah
terinfeksi ke wilayah yang masih bebas, serta rendahnya kapasitas kelembagaan
kesehatan hewan dan tenaga kesehatan hewan yang terlatih. (Depkes RI, 2007)

2.3 Etiologi

Influenza tipe A menginfeksi manusia dan hewan, influenza tipe B hanya


menginfeksi manusia, sedangkan influenza tipe C menginfeksi manusia dan
babi (Harimoto & Kawaoka 2001 : 130-131).

4
Influenza dapat ditularkan dari orang ke orang melalui droplet pernapasan
orang yang terinfeksi, seperti saat seseorang bersin atau batuk. Penularan juga
dapat terjadi bila seseorang menyentuh benda yang terkontaminasi sekret
pernapasan dan menyentuh membran mukus orang tersebut. (Dipiro, 2008)

Virus influenza A inang umunmnya adalah unggas akuatik. Virus ini


dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang
berdampak besar pada peternakan unggas atau menimbulkan suatu wabah
influenza manusia. Virus A merupakan patogen manusia yang paling virulen di
antara ketiga tipe infleuenza dan menimbulkan penyakit paling berat, yang paling
terkenal di Indonesia adalah flu babi (H1N1) dan flu burung (H5N1). (Spickler,
2009).
Virus influenza B hampir hanya menyerang manusia dan lebih jarang
dibandingkan virus influenza A. karena tidak mengalami keragaman antigenik,
beberapa tingkat kekebalan diperoleh pada usia muda, tapi system kekebalan ini
tidak permanen karena adanya kemungkinan mutasi virus.
Virus influenza C menginfeksi manusia, anjing dan babi, kadangkala
menyebabkan penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C jarang
terjadi dibanding jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan.

2.4 Patofisiologi

Penularan penyakit influenza dapat melalui dua cara, yaitu :


1. Penularan pernafasan
Ketika seorang penderita influenza batuk, bersin, atau berbicara, virus
influenza akan dikeluarkan dan menyebar ke udara. Akibatnya, orang
yang sehat dapat tertular virus dengan cara mengirup udara yang
tercemar oleh virus influenza. Pada rute penularan udara, ukuran droplet
yang cukup kecil untuk dihirup berdiameter 0,5 sampai 5 μm dan inhalasi
satu droplet mungkin cukup untuk menimbulkan infeksi.

5
2. Penularan Kontak
Jika orang yang sehat secara tidak sengaja bersentuhan dengan orang
yang terinfeksi seperti berjabat tangan, menyentuh benda-benda yang
tercemar virus kemudian menyentuh hidung atau mulutnya, maka virus
akan masuk ke saluran napas orang sehat tersebut.
Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan sifat mutagenik yang
mana virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang terarolisis dari orang-
orang yang terinfeksi. Virus ini menumpuk dan menembus permukaan mukosa
sel pada saluran nafas bagian atas, menghasilkan sel lisis dan kerusakan
epithelium silia. Neuramidase mengurangi sifat kental mukosa sehingga
memudahkan penyebaran eksudat yang mengandung virus pada saluran nafas
bagian bawah. Di suatu peradangan dan nekrosis bronchiolar dan epithelium
alveolar mengisi alveoli dan exudat yang berisi leukosit, erithrosit dan
membran hyaline.
Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium secara
perlahan mulai setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai suatu maximum
kedalam 9 sampai 15 hari, pada saat produksi mukus dan celia mulai tampak.
Hemaglutinin dan neuraminidase merupakan hal yang penting dalam
virulensi, dan merupakan target untuk menetralisir antibodi acuired immunity
ke Influenza. Hemaglutinin mengikat pada sel epitel respirasi sehingga mampu
menginfeksi sel. Neuraminidase memotong ikatan yang menahan virion baru
pada permukaan dinding sel menyebabkan penyebaran sel.
Tingkat keparahan infeksi ditentukan oleh keseimbangan antara replikasi
virus dengan respon imun inang. Infeksi yang parah diduga merupakan hasil
kekurangan mekanisme pertahanan tubuh yang kurang untuk menghambat
replikasi, dan overproduksi cytokines menyebabkan kerusakan jaringan pada
inang (Dipiro, 2008)

6
2.5 penatalaksanan terapi umum

1. Terapi Nonfarmakologi
Influenza termasuk dalam self limiting desease, yaitu penyakit yang
dapat diatasi oleh sistem imun tubuh.Oleh karena itu pasien yang menderita
Influenza harus istirahat/tidur yang cukup dan tak banyak beraktivitas serta
tetap berada di rumah untuk mencegah penyebaran. Minum air yang banyak
juga diperlukan. Untuk membantu meredakan gejala batuk dan gangguan
tenggorokan dapat menggunakan lozenges, teh hangat atau sup. (Dipiro,
2008)
Orang yang menderita flu disarankan banyak beristirahat, meminum
banyak cairan, dan bila perlu mengkonsumsi obat-obatan untuk meredakan
gejala yang mengganggu.

7
Tindakan yang dianjurkan untuk meringankan gejala flu tanpa
pengobatan meliputi antara lain :
a. Beristirahat 2-3 hari, mengurangi kegiatan fisik berlebihan.
b. Meningkatkan gizi makanan. Makanan dengan kalori dan protein yang
tinggi akan menambah daya tahan tahan tubuh. Makan buah-buahan
segar yang banyak mengandung vitamin.
c. Banyak minum air mineral, dan mengonsumsi buah akan mengurangi
rasa kering di tenggorokan, mengencerkan dahak dan membantu
menurunkan demam.(BPOM, 2006)
2. Terapi Farmakologi

8
a. Antipiretik dan Analgesik
Obat yang dapat digunakan untuk mengatasi keluhan demam yaitu:
Parasetamol/Asetaminofen atau ibuprofen untuk menurunkan demam
serta mengurangi rasa sakit dan Asetosal (Aspirin) untuk mengurangi rasa
sakit, menurunkan demam, antiradang.
b. Antitusif/ekspektoran
Antitusif atau obat penekan batuk yang umumnya digunakan adalah
dekstrometorfan HBr (DMP HBr) penekan batuk cukup kuat kecuali
untuk batuk akut yang berat. Serta Difenhidramin HCl untuk penekan
batuk dan mempunyai efek antihistamin (antialergi).
c. Antihistamin.
Antihistamin dibagi menjadi 2 golongan, yaitu antihistamin 1(AH1)
dan antihistamin 2(AH2). AH1 mencegah kontraksi otot polos bronkus
dan menghambat vasodilatasi yang diinduksi oleh histamin dan
peningkatan permeabilitas kapiler dengan cara memblok reseptor H1
yang berada di otot polos bronkus dan usus sehingga AH1 berguna untuk
mengobati alergi. AH1 generasi 1 (klorfeniramin, siproheptadin,
dimenhidrinat, prometazin, dan lain-lain) cukup larut dalam lemak
sehingga dapat menembus sawar darah otak, dan menyebabkan sedasi.
Efek sedatif bisa menguntungkan pada pasien yang sulit tidur karena
gejala alergi. Sedangkan AH generasi 2 (astemizol, feksofenadin, dan
loratadin) kurang dapat larut dalam lemak sehingga tidak dapat
menembus sawar darah otak dan tidak menyebabkan sedasi.
d. Dekongestan Oral.
Dekongestan merupakan zat simpatomimetik yang bekerja pada
reseptor adrenergik pada mukosa hidung yang dapat menyebabkan
vasokontriksi, memperbaiki mukosa yang membengkak, dan
memperbaiki ventilasi. Dekongestan bekerja dengan baik dalam
kombinasi dengan antihistamin jika kongesti hidung menjadi salah satu
gambaran klinik. Obat dekongestan oral antara lain: Fenilpropanolamin,

9
Fenilefrin, Pseudoefedrin dan Efedrin. Obat tersebut pada umumnya
merupakan salah satu komponen dalam obat flu.

10
2.6 Klasifikasi

Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Heamglutinin (H) dan Neuramidase (N).
Pada manusia terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, dan
H7N7.Pada hewan H1 – H5 dan N1 – N98. Strain yang sangat virulen/ganas dan
menyebabkan Avian Influenza adalah dari subtipe A H5N1. (Depkes, 2006)
2.6.1 Influenza A

2.6.1.1 Definisi

Influenza merupakan infeksi saluran napas atas yang disebabkan oleh virus dan
dapat timbul pada semua tingkat usia. Influenza adalah penyakit menular yang
menyerang saluran napas, dan sering menjadi wabah yang diperoleh dari menghirup
virus influenza. Penyebab penyakit ini adalah Virus Influsenza tipe A, B, dan C.
Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu, merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh virus RNA dari famili Orthomyxoviridae (virus influenza), yang
menyerang unggasdan mamalia.Influenza merupakan penyakit yang dapat menjalar
dengan cepat di lingkungan masyarakat.

Influenza adalah penyakit virus yang terkait dengan angka kematian tinggi dan
tingkat rawat inap yang tinggi di antara orang yang berusia lebih muda dari 65 tahun.
Epidemi influenza musiman menghasilkan 25 juta hingga 50 juta kasus influenza,

11
200.000 rawat inap, dan lebih dari 30.000 kematian setiap tahun di Amerika Serikat.
Secara keseluruhan, lebih banyak orang meninggal karena influenza daripada
penyakit yang bisa dicegah oleh vaksin lainnya.

2.6.1.2 Epidemiologi

Influenza merupakan penyakit epidemik yang sangat infeksius dan sering terjadi.
Penyakit ini disebabkan oleh kelompok miksovirus dan terjadi dalam dua bentuk
utama yaitu influenza A dan influenza B. Influenza A menyebabkan epidemi yang
menyebar diseluruh dunia secara periodik (setiap 1-3 tahun) dan pandemi yang tidak
dapat diprediksi (setiap 1-2 dekade). Virus influenza A juga menginfeksi banyak
hewan lainnya (termasuk burung, babi, dan kuda) dan menunjukkan variasi antigenik
yang jauh lebih besar daripada influenza B. Imfluenza C jarang terdapat dan
menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas.

 Empat pandemi influenza A telah dicatat (tahun 1918, 1957, 1968, dan
1977); pandemi yang pertama membunuh 200.000 orang di Inggris dan
Wales, dan 20 juta di seluruh dunia.
 Terdapat insidensi influenza yang lebih tinggi pada bulan-bulan musim
dingin, dengan puncak epidemi pada bulan Desember/Januari. Akan tetapi
insidensi nya memuncak pada waktu yang berbeda dalam musim dingin
yang berbeda.
 Terjadinya infeksi subklinis, dan masa inkubasi yang pendek, mempermudah
penyebaran penyakit yang cepat.
 Cara penularan adalah melalui infeksi droplet dan melalui tangan serta
barang-barang yang baru terkontaminasi.
 Mortilitas tertinggi adalah pada orang berusia lanjut.
 Angka serangan secara keseluruhan adalah 10-20% pada epidemi.
 Influenza B menyebabkan infeksi sporadik dan epidemi lokal kira-kira setiap
tahun kedua. Penyakit ini biasanya ringan dan khususnya mengenai anak-
anak.

12
 Masa inkubasi adalah 1-3 hari (berkisar 12 jam sampai 5 hari).

2.6.1.3 Etiologi

Infeksi influenza dapat terjadi kapan saja sepanjang tahun dengan tingkat
penyakit tertinggi terkait influenza selama bulan-bulan musim dingin. Tingkat infeksi
tertinggi terjadi pada anak-anak, tetapi tingkat tertinggi penyakit berat, rawat inap,
dan kematian terjadi di antara mereka yang berusia lebih tua dari 65 tahun, anak-anak
muda (<2 tahun), dan mereka yang memiliki kondisi medis yang mendasari, termasuk
kehamilan dan gangguan cardio pulmonary, yang meningkatkan risiko komplikasi
dari influenza.

Dikenal tiga jenis influenza musiman (seasonal) yakni A, B dan Tipe C. Di antara
banyak subtipe virus influenza A, saat ini subtipe influenza A (H1N1) dan A (H3N2)
adalah yang banyak beredar di antara manusia. Virus influenza bersirkulasi di setiap
bagian dunia. Kasus flu akibat virus tipe C terjadi lebih jarang dari A dan B. Itulah
sebabnya hanya virus influenza A dan B termasuk dalam vaksin influenza musiman.
(WHO, 2009).

Virus influenza A inang alamiahnya adalah unggas akuatik. Virus ini dapat
ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak besar
pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu wabah influenza manusia.
Virus A merupakan patogen manusia yang paling virulen di antara ketiga tipe
infleuenza dan menimbulkan penyakit paling berat, yang paling terkenal di Indonesia
adalah flu babi (H1N1) dan flu burung (H5N1) (Spickler, 2009).

Virus influenza B hampir secara ekslusif hanya menyerang manusia dan lebih
jarang dibandingkan virus influenza A. karena tidak mengalami keragaman antigenik,
beberapa tingkat kekebalan diperoleh pada usia muda, tapi sistem kekebalan ini tidak
permanen karena adanya kemungkinan mutasi virus. (Spickler, 2009).

Influenza dapat ditularkan dari orang ke orang melalui droplet pernapasan orang
yang terinfeksi, seperti saat seseorang bersin atau batuk.Penularan juga dapat terjadi

13
bilaseseorang menyentuh benda yang terkontaminasi sekret pernapasan dan
menyentuh membran mukus orang tersebut. (Dipiro, 2008)

Influenza musiman menyebar dengan mudah. Saat seseorang yang terinfeksi


batuk, tetesan yang terinfeksi masuk ke udara dan orang lain bisa tertular. Mekanisme
ini dikenal sebagai air borne transmission.Virus juga dapat menyebar oleh tangan
yang terinfeksi virus.Untuk mencegah penularan, orang harus menutup mulut dan
hidung mereka dengan tisu ketika batuk, dan mencuci tangan mereka secara teratur
(WHO, 2009).

2.6.1.4 Patofisiologi

Rute penularan influenza adalah dari orang ke orang melalui inhalasi droplet
pernafasan, yang dapat terjadi bila orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Penularan
juga dapat terjadi jika seseorang menyentuh benda yang terkontaminasi dengan
sekresi pernapasan dan kemudian menyentuh selaput lendir mereka. Masa inkubasi
untuk influenza berkisar antara 1 - 7 hari, dengan rata-rata inkubasi 2 hari. Penularan
dapat terjadi selama orang yang terinfeksi mengeluarkan virus dari saluran
pernapasan. Orang dewasa dianggap menular dalam satu hari sebelum hingga 7 hari
setelah onset penyakit. Anak-anak, terutama anak-anak yang lebih muda, mungkin
berpotensi menular untuk waktu yang lebih lama (> 10 hari). Pelepasan virus dapat
bertahan selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan pada orang-orang yang
imunodefisiensi.

Influenza A mempunyai kemampuan untuk menghasilkan varian antigenetik baru


pada interval yang tidak teratur. Virus memiliki dua antigen permukaan, yaitu
hemaglutin (antigen H) dan neuraminidase (antigen N). Virus dapat mengalami
perubahan, dan ini merupakan dasar klasifikasi bersama dengan lokasi dan tahun
isolasi (misalnya A/USSR/77H1N1). Imunitas berkembang secara spesifik terhadap
antigen H dan N; perubahan pada salah satu antigen akan menyebabkan hilangnya
imunitas sebelumnya. Perubahan besar (pergantian antigen, antigenic shift)
menyebabkan pandemi dan disebabkan oleh penataasn ulang genetik antara manusia

14
dan reservoir hewan serta timbulnya antigen H atau N (atau keduanya) yang baru.
Perubahan kecil (penghanyutan antigen, antigenic drift) menyebabkan epidemi dan
disebabkan oleh akumulasi mutasi titik acak pada RNA dan perubahan kecil
selanjutnya pada antigen H dan/atau N. Variasi antigenik terjadi lebih jarang daripada
influenza B. Saat ini terdapat tiga subtipe influenza A: H1N1, H1N2, dan H3N2.
Virus bersifat sitopatik terhadap saluran pernapasan.

Klasifikasi Influenza A
Klasifikasi kasus influenza A terbagi menjadi :
1. Kasus konform (confirmed)
Jika kasus ditemukan dengan gejala influenza dengan pemeriksaan laboratorium
ditemukan virus influenza A.
2. Kasus Probable
Jika ditemukan kasus dengan gejala klinis influenza dan secara epidemiologi ada
hubungan dengan kasus konform tetapi tidak dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
3. Kasus Suspected Kasus dengan gejala klinis tetapi tidak dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
2.6.1.5 Manifestasi Klinik

Penyakit terjadi secara mendadak dengan manifestasi demam, kaku otot, nyeri
kepala, mata nyeri, mialgia, nyeri tenggorok, dan batuk kering. Sebagian besar gejala
menghilang setelah 2-5 hari, namun batuk dan malaise dapat menetap selama 1-2
minggu. Pemeriksaan fisik hanya menunjukkan pireksia dan kemerahan pada wajah.
Pada kasus epidemik, serangan ringan dengan demam yang berlangsung sebentar dan
gejala yang kurang jelas sering terjadi.

2.6.1.6 Diagnosa

a) Tes Laboratorik

15
Pemeriksaan laboratorik umum menunjukkan leukopenia, sebagian
limfopenia, trombositopenia ringan sampai sedang, dan sedikit peningkatan
aminotransferase.Kadang dijumpai hyperglikemia dan kreatinin meningkat.
Kriteria pengambilan spesimen ialah diagnosis suspek AI (H5N1) dapat
ditegakkan, spesimen yang diperlukan untuk mengenali virus influenza A H5N1
diambil pada hari ke 2–14 setelah timbul gejala. Spesimen dapat berupa: usap
orofaring dan nasal, bilasan nasofaring (untuk anak usia 2 tahun atau kurang), aspirat
spesimen sputum, cairan pleura,bilasan trakeal, dan bilasan bronkoalveolus. Alat usap
yang digunakan sebaiknya terbuat dari dacron/ rayon steril bertangkai plastik, jangan
menggunakan kapas yang mengandung kalsium alginat atau tangkai kayu karena
mungkin mengandung bahan yang dapat menghambat pertumbuhan virus tertentu.
Pengambilan spesimen yang sahih apabila epitel terambil saat dihapus. Bahan
dimasukkan ke dalam tabung cryotube (tabung tahan suhu beku) yang berisi 2 ml
media transport virus yang mengandung Hank’s BSS dan antibiotika penstrep 1000
ug/UI/ml. Penyimpanan spesimen kurang dari 2 hari dapat disimpan pada suhu 4° C,
penundaan lebih lama sebaiknya disimpan dalam suhu -70° C. spesimen serum dapat
disimpan pada suhu 4° C selama 4 hari dan penyimpanan lebih lama sebaiknya
disimpan pada suhu -20° C. Spesimen diambil secara berturut-turut hari ke-1, ke-2,
dan ke-3 setelah penderita dinyatakan suspek AI (H5N1) spesimen perlu diambil lagi
setiap 2–4 hari selama penderita dirawat, hingga pemeriksaan Reverse
transcriptasepolymerase chain reaction (RT-PCR) sebanyak 3 kali berturut-turut
negatif. Bahan pemeriksaan lain berupa serum yang diambil dalam fase akut (2–3 hari
setelah timbul gejala) dan konvalesen (10–14 hari setelah pengambilan darah yang
pertama).2,3,8,14,16 Pemeriksaan untuk diagnosis virus influenza A dibagi menjadi 4
kategori yaitu rapid antigen detection (IFA, enzyme immuno assay/EIA), kultur virus,
PCR-RT dan deteksi antibodi spesifik (Hemagglutination inhibition/ HAI,
Hemagglutination/HA, uji netralisasi, enzyme immuno assay/EIA).

b) Menemukan Antigen Virus Influenza

16
Tes ini bertujuan untuk menemukan virus influenza intraselular di spesimen
penderita.Hasil dapat diketahui dalam waktu 15–30 menit, metode yang digunakan
antara lain IFA, EIA.
a. Menemukan antigen virus metode IFA (indirect fluorescent)
WHO Influenza Reagent kit yang terdiri atas antibodi monoklonal spesifik
influenza tipe A/ H5N1, antibodi monoklonal spesifik influenza tipe A dan
influenza tipe B, antibodi monoklonal spesifik influenza A/H1 dan A/H3. Di
samping itu terdapat bahan lain berupa anti-mouse Ig G FITC (fluorescein
isothiocyanate conjugated), slide mikroskop, cover glass, aseton, mikroskop
imunofluoresen, mountant. Prosedur: bahan sel epitel saluran pernapasan dicuci
sehingga mukus bersih menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan <500 g,
fiksasi, dan diwarnai dengan antibodi monoklonal spesifik influenza A,
penambahan anti mouse IgG FITC setelah pencucian dan ikatan kompleks antigen
dan antibodi mengalami fluoresensi. Sel epitel saluran pernapasan yang terinfeksi
labil dan mudah rusak.Penyimpanan spesimen dalam suhu dingin menggunakan es
selama pemrosesan. Interpretasi hasil: hasil positif jika dijumpai fluoresensi hijau
keunguan di inti dan atau sitoplasma satu atau lebih sel utuh. Hasil tes yang positif
perlu dilanjutkan dengan tes guna menentukan subtipe influenza A dengan
antibodi monoklonal yang lebih spesifik.
b. Menemukan antigen metode EIA
Ada 5 macam pemeriksaan antigen virus metode EIA yang sudah tersedia secara
komersial.Sensitivitas tes ini bergantung pada kualitas sampel atau isolat, kualitas
spesifisitas reagen dan kemampuan personel laboratorium.

17
c) Kultur / Isolasi Virus
Isolasi virus ialah teknik sensitiv memisahkan virus AI sebagai uji baku emas
untuk mendiagnosis infeksi virus influenza. Keuntungan lain dapat digunakan
identifikasi dan penentuan antigen dan karakteristik gen.

Prosedur: mengembangbiakkan sel MDCK dalam media eagle’s minimum


essential medium (EMEM) atau earle’s balance salt solution (EBSS), inokulasi
spesimen yaitu swab atau aspirat dimasukkan ke dalam media MDCK, dan memanen
sel yang terinfeksi jika sudah terdapat tanda cytopathic effect (CPE), deteksi virus
menggunakan IFA, atau supernatan kultur untuk tes HA dan HAI.

Interpretasi hasil: pemeriksaan selesai dalam 3 hari. Pengenceran tertinggi


virus yang masih menyebabkan hemaglutinasi dinyatakan sebagaititrasi HA
akhir.HAI akhir merupakan pengenceran akhir antisera yang menghambat

18
hemaglutinasi. Isolat diidentifikasi sebagai influenza A/H5 bila titer 4× lipat atau
lebih besar dari titer antiserum yang lain.

d) Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)


Teknik ini digunakan untuk menemukan genome virus influenza. Kebanyakan
genom virus adalah single stranded RNA (ribonucleicacid), dan kopi/ tiruan deoxy-
ribonucleicacid (cDNA) harus disintesis dulu menggunakan RT polymerase. Dalam
tes ini diperlukan oligonucleotide primers A/H5 dan N1 yang sudah tersedia secara
komersial (Hexaplex assay, prodesse.Inc).Beberapa penelitian menunjukkan
sensitivitas dan spesifisitas 95–100% dan 93–98%.Tes ini tampaknya lebih tersedia
secara luas guna mendiagnosis virus influenza.

Prosedur RT-PCR:
1. Tahap ekstraksi RNA: 140ul spesimen ditambah QIAamp viral RNA,
menggunakan random hexamers (konsentrasi akhir 2,5 uM). Penambahan reverse
transcriptase, kemudian diperam (inkubasi) 10 menit pada suhu ruangan lalu 42°
C selama 15 menit.Reaksi dihentikan dengan pemanasan 95° C selama 5 menit
lalu didinginkan dengan es. Dalam proses ini didapatkan cDNA yang akan
diperbanyak sebagai template (cetakan) pada proses penggandaan atau
amplifikasi selanjutnya.
2. Tahap amplifikasi DNA: persiapan PCR master mixture diperlukan reagen 10×
bufer PCRsebanyak 5 ul, ekstra MgCl2 (25 mM) konsentrasi akhir 2 mM
sebanyak 1 ul, dNTP (2,5 mM each) sebanyak 4 ul, forward primer (5uM)
sebanyak 5 ul, reverse primer (5 uM) sebanyak 5 ul, air 25 ul, enzim
polimerase/taq polymerase (5 U/ul) sebanyak 0,25 ul. Primer dan enzym
polimerase tersedia berlebihan, maka produk siklus pertama dapat berfungsi
sebagai cetakan untuk siklus berikutnya, begitu seterusnya. Kemudian
dimasukkan 45 ul master mix ke dalam tiap tabung PCR 0,2 ml, tiap tabung
ditambahkan 5 ul cDNA. Pengaturan kondisi PCR selanjutnya dalam 40 siklus
dengan kondisi 94° C 3 menit; suhu 94° C selama 30 detik (denaturasi yaitu

19
pemisahan untai DNA), 45° C 30 detik (annealing yaitu penempelan primer
dengan untai DNA), 72° C 1 menit; 72° C 7 menit (extension yaitu sintesis materi
DNA baru) dan proses ini menggunakan alat thermocycler (Amershan Pharmacia
Biotech System).
3. Tahap analisa produk PCR: hasil amplifikasi DNA yang berupa jutaan DNA dapat
diperlihatkan di elektroforesis agarose gel 1,5–2% menggunakan pewarnaan
ethidium bromide, diamati secara penglihatan tanda berat molekul dan pita PCR
di bawah sinar UV.

Interpretasi hasil: pemeriksaan selesai dalam waktu 4 jam. Hasil tampak


sebagai pita DNA dengan panjang base pair (bp) tertentu yang telah diketahui.
Ukuran produk PCR yang diharapkan untuk influenza A/H5 adalah 358 bp dan untuk
N1 adalah 615 bp. DEPKES RI menyarankan penggunaan 3 macam genom primer
guna meningkatkan spesifisitas pemeriksaan RT-PCR.

20
e) Menemukan Antibodi Spesifik
Tes cepat virus (rapid viral test) ini digunakan untuk menemukan antibodi
spesifik influenza, diantaranya: HAI, complement fixation (CF), enzyme
immunoassay (ELISA guna mendeteksi Ig M anti A/H5N1), deteksi fluorescent
antibody dan tes netralisasi. Adanya antibodi influenza di bahan spesimen tunggal
tidak mengukuhkan adanya infeksi baru. Tes ini membutuhkan sampel serum akut
dan penyembuhan, peningkatan titer sebesar 4× atau lebih dapat mendiagnosis
influenza A. Tes serologis yang umum dipakai adalah HI, HI lebih sensitif daripada
CF. Tes ini menunjukkan keterbatasan sensitivitas ketika terjadi wabah di Hongkong
199720 dan tes penetral yang lebih sensitif guna menemukan antibodi influenza
dalam serum manusia.

Tes mikronetralisasi lebih disarankan, tetapi karena membutuhkan virus


hidup, maka penggunaan tes ini terbatas di laboratorium berfasilitas biosafety level
3.Tes ini memberikan informasi tepat sebab ada kemampuan antibodi untuk
menetralkan infeksi virus spesifik.Prinsip pemeriksaan dengan CF untuk mengetahui
adanya antibodi dalam serum penderita yang dapat mengikat komplemen sehingga
hemolisis eritrosit tidak terjadi.Titer yang diambil ialah hasil pengenceran serum
tertinggi yang tidak menyebabkan hemolisis.Prinsip pemeriksaan deteksi fluorescent
antibody adalah pewarna fluoresen seperti fluorescein dan rhodamine yang dapat
berikatan secara dengan molekul antibodi dan dapat dilihat dengan mikroskop
fluoresen.Bila hasil tes positif dan terutama disertai gejala infeksi influenza A H5N1,
maka antivirus dapat diberikan.Tetapi menunda pemberian antivirus bila hasil negatif.

Tes laboratorik lain, jika terdapat peningkatan aspartate aminotransferase


(AST), alanin aminotrasferase (ALT), peningkatan serum kreatinin > 1,5 mg/dl,
gangguan di sumsum tulang yang ditandai penurunan lekosit, trombosit dan eritrosit,
limfopenia < 1500 sel/mm3, Gambaran radiologis paru dapat berupa normal,
interstitial infiltrates, lobar infiltrates, dan diffuse bilateral infiltrates pada acute
respiratory distress syndrome (ARDS). Adanya bakteri dan polymorphonuclear

21
(PMN) pada pengecatan sputum, peningkatan jumlah sel darah putih lebih dari
15000/mm3 dengan atau tanpa left shift, mungkin menunjukkan tanda infeksi bakteri
sekunder atau pneumonia (Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan
Haemophilus influenza). Pemeriksaan biopsi jaringan paru penderita memberi
gambaran berupa pembentukan membran hialin dan pendarahan sepanjang ruang
alveolar, infiltrasi limfosit pada daerah intertisial, pembentukan fibroblas.Semua hasil
pemeriksaan untuk influenza A (H5N1) harus dikonfirmasi oleh WHO collaborating
centre untuk influenza atau laboratorium rujukan yang direkomendasikan oleh WHO.

2.6.1.7 Penatalaksanaan Terapi


Tujuan terapi
Empat tujuan utama terapi influenza adalah sebagai berikut:
1. Mengontrol gejala
2. Mencegah komplikasi
3. Penurunan pekerjaan dan / atau ketidakhadiran di sekolah
4. Cegah penyebaran infeksi

22
Di era kesiapsiagaan menghadapi pandemi dan meningkatnya resistensi,
sejak dini dan
diagnosis pasti influenza sangat penting. Antiviral yang tersedia saat ini obat-obatan
paling efektif jika dimulai dalam waktu 48 jam sejak timbulnya penyakit Agen
tambahan, seperti asetaminofen untuk demam atau antihistamin untuk rhinitis, dapat
digunakan bersamaan dengan obat antivirus.
Terapi non famakologi
 tidur dan perawatan yang cukup
 aktivitas dikurangi . Mereka harus tinggal di rumah dari tempat kerja dan /
atau sekolah
memesan untuk beristirahat dan mencegah penyebaran infeksi. Asupan cairan yang
tepat
harus dipertahankan.
 Obat batuk / tenggorokan, teh hangat, atau sup dapat membantu
dengan kontrol gejala (batuk, sakit tenggorokan).

Terapi farmakologi
 Dua kelas obat antivirus yang tersedia untuk pengobatan influenza adalah
sama dengan yang tersedia untuk profilaksis dan termasuk adamantanes,
amantadine dan rimantadine, dan inhibitor neuraminidase, oseltamivir dan
zanamivir. Karena perlawanan luas terhadap adamantane di antara virus
influenza A di Amerika Serikat adalah amantadine dan rimantadin tidak
direkomendasikan untuk pengobatan influenza sampai kerentanan dapat
terjadi dibangun kembali.
 Oseltamivir dan zanamivir adalah inhibitor neuraminidase yang memiliki
aktivitas terhadap virus influenza A dan influenza B. Saat diberikan dalam
waktu 48 jam sejak timbulnya penyakit, oseltamivir dan zanamivir
mungkin mengurangi durasi penyakit sekitar 1 hari dibandingkan dengan
plasebo.

23
 Oseltamivir disetujui untuk pengobatan pada mereka yang lebih tua dari
usia 1 tahun, sementara zanamivir disetujui untuk pengobatan pada
mereka yang lebih tua dari usia 7 tahun. Dosis yang dianjurkan bervariasi
berdasarkan agen dan usia (lihat Tabel), dan durasi pengobatan yang
disarankan untuk kedua agen adalah 5 hari.

2.6.1.8 Penanganan dan pencegahan


 Cara terbaik untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas terkait
influenza adalah untuk mencegah infeksi melalui vaksinasi. Infeksi
yang sesuai langkah-langkah kontrol, seperti kebersihan tangan,
etiket pernapasan dasar (tutupi batuk Anda, buang tisu), dan hindari
kontak juga penting dalam mencegah penyebaran influenza.
 Vaksinasi tahunan direkomendasikan bagi mereka yang berisiko
tinggi untuk mengalami komplikasi dan penyakit parah, seperti:
o Anak-anak berusia antara 6 dan 59 bulan.
o Wanita hamil.

24
o Orang yang lebih tua dari usia 50 tahun.
o Anak-anak berusia antara 6 bulan dan 18 tahun yang
menerima jangka panjang terapi aspirin, menempatkan
mereka pada risiko untuk sindrom Reye berikut influensa.
o Orang-orang dari segala usia dengan gangguan paru atau
kardiovaskular kronis,termasuk asma tetapi tidak termasuk
hipertensi.
o Orang-orang dari segala usia yang membutuhkan tindak
lanjut medis rutin atau rawat inap di tahun sebelumnya
karena penyakit metabolik kronis,termasuk diabetes,
disfungsi ginjal, hemoglobinopati, atau defisiensi imun,
termasuk imunosupresi akibat obat dan virus human
immunodeficiency.
o Orang-orang dari segala usia yang memiliki kondisi apa pun
yang dapat membahayakan pernapasan berfungsi atau
meningkatkan risiko aspirasi (mis., disfungsi kognitif, cedera
tulang belakang, atau epilepsi).
o Penghuni fasilitas perawatan jangka panjang.
 Vaksinasi juga direkomendasikan bagi mereka yang hidup dengan
dan / atau merawat orang-orang yang berisiko tinggi, termasuk
kontak rumah tangga dan perawatan kesehatan pekerja.
o Waktu ideal untuk vaksinasi adalah selama Oktober atau
November untuk memungkinkan untuk pengembangan dan
pemeliharaan kekebalan selama puncak musim influenza.
o Dua vaksin yang saat ini tersedia untuk pencegahan
influenza adalah vaksin trivalent influenza (TIV) dan
influenza yang dilemahkan langsung vaksin (LAIV). Strain
spesifik termasuk dalam vaksin setiap tahun perubahan
berdasarkan pada penyimpangan antigenik.

25
2.6.2 Flu babi (H1N1)
2.6.2.1 Definisi
Swine influenza swine (flu, hog flu, pig flu) atau influensa babi adalah
penyakit saluran pernafasan akut pada babi yang disebabkan oleh virus influenza tipe
A.Penyakit ini dengan sangat cepat menyebar ke dalam kelompok ternak dalam
waktu 1 minggu, umumnya penyakit ini dapat sembuh dengan cepat kecuali bila
terjadi komplikasi dengan bronchopneumonia, akan berakibat pada kematian (Fenner
et al., 1987).

Penyakit virus influenza babi pertama dikenal sejak tahun 1918, pada saat itu
didunia sedang terdapat wabah penyakit influenza secara pandemik pada manusia
yang menelan korban sekitar 21 juta orang meninggal dunia (Hampson, 1996).

Pada awal tahun 1976 di Amerika Serikat terjadi suatu peristiwa yang sangat
menarik yaitu ditemukannya virus influensa babi yang dapat diisolasi dari manusia,
selanjutnya dapat terungkap bahwa apabila manusia berhubungan dengan babi sakit,
maka akan dapat menjadi terinfeksi dan menderita penyakit pernafasan akut (O’Brian
et al., 1977; Rota et al., 1989). Penyakit yang disebabkan oleh virus klasik influenza
babi serotipe H1N1 merupakan penyakit pernafasan pada babi yang sangat signifikan
di Amerika utara, hampir seluruh Eropa dan Asia bagian barat, wabah umumnya
terjadi pada musim gugur atau musim dingin. Penyakit tersebut secara klinis tidak
terdeteksi di Inggris hingga tahun 1986.Sementara itu, di Australia belum pernah
dilaporkan adanya penyakit baik secara klinis maupun serologis.Dalam waktu 60
tahunan influenza babi tidak berubah secara signifikan di alam (Easterday, 1986).
Karena penyakit pernafasan babi selain disebabkan oleh virus influenza A juga
disebabkan oleh agen lainnya maka istilah influenza babi diubah menjadi Enzootic
pneumonia.

26
2.6.2.2 Epidemiologi
Manusia dapat terkena penyakit influenza secara klinis dan menularkannya pada
babi.Kasus infeksi sudah dilaporkan pada pekerja di kandang babi di Eropa dan di
Amerika.Beberapa kasus infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal
manusia.Penyakit pada manusia umumnya terjadi pada kondisi musim
dingin.Transmisi kepada babi yang dikandangkan atau hampir diruangan terbuka
dapat melalui udara seperti pada kejadian di Perancis dan beberapa wabah penyakit di
Inggris.Babi sebagai karier penyakit klasik di Denmark, Jepang, Italy dan
kemungkinan Inggris telah dilaporkan.
Penyakit influenza babi di Indonesia belum pernah dilaporkan, namun demikian
dengan sudah ditemukannya penyakit babi seperti hog cholera yang belum pernah
ada sebelumnya dan sangat merugikan, perlu dilakukan suatu survei untuk dapat
membuktikan ada atau tidaknya penyakit influenza babi di Indonesia. Mengingat
kejadian pertama influensa pada itik di Indonesia sudah dilaporkan (Ronohardjo,
1983) maka untuk meyakinkan ada atau tidaknya influenza babi di Indonesia harus
diadakan suatu penelitian pendahuluan seperti survei lapangan.Adanya penyakit
influenza babi di negara yang berdekatan dengan Indonesia dan juga banyaknya
impor babi bibit dari negara yang berasal dari negara yang sudah banyak kejadian
influenza babi, tidak tertutup kemungkinan adanya penularan penyakit dari negara
tersebut ke Indonesia seperti penyakit PRRS.Pada penelitian yang dilakukan di
Balitvet dan telah dilaporkan sudah dicoba untuk mengisolasi virus swine influenza
sebagai penyebab pneumonia pada babi, tetapi masih belum berhasil
mengidentifikasi, sehingga penelitian tersebut masih perlu dilanjutkan (Komunikasi
pribadi).

2.6.2.3 Etiologi
Penyebab influenza yang ditemukan pada babi, bersamaan dengan penyakit yang
langsung menyerang manusia. Pertama kali, virus influenza babi diisolasi tahun 1930,
sudah banyak aspek dari penyakit tersebut yang diungkapkan, antara lain meliputi
tanda klinis, lesi, imunitas, transmisi, adaptasi virus terhadap hewan percobaan dan

27
hubungan antigenik dengan virus influensa lainnya serta kejadian penyakit di alam.
Penyebab penyakit saluran pernafasan pada babi adalah virus influenza tipe A yang
termasuk Famili Orthomyxoviridae. Virus ini erat kaitannya dengan penyebab swine
influenza, equine influenza dan avian influenza (fowl plaque) (Palse and Young,
1992).
Selain influenza A, terdapat influensa B dan C yang juga sudah dapat diisolasi
dari babi. Sedangkan 2 tipe virus influenza pada manusia adalah tipe A dan B. Kedua
tipe ini diketahui sangat progresif dalam perubahan antigenik yang sangat dramatik
sekali (antigenik shift). Pergeseran antigenik tersebut sangat berhubungan dengan
sifat penularan secara pandemik dan keganasan penyakit.Hal ini dapat terjadi seperti
adanya genetik reassortment antara bangsa burung dan manusia.
Ketiga tipe virus tersebut mempunyai RNA dengan sumbu protein dan permukaan
virionnya diselubungi oleh semacam paku yang mengandung antigen haemagglutinin
(H) dan enzim neuraminidase (N).Peranan haemagglutinin adalah sebagai alat
melekat virion pada sel dan menyebabkan terjadinya aglutinasi sel darah merah,
sedangkan enzim neurominidase bertanggung jawab terhadap elusi, terlepasnya virus
dari sel darah merah dan juga mempunyai peranan dalam melepaskan virus dari sel
yang terinfeksi. Antibodi terhadap haemaglutinin berperan dalam mencegah infeksi
ulang oleh virus yang mengandung haemaglutinin yang sama. Antibodi juga
terbentuk terhadap antigen neurominidase, tetapi tidak berperan dalam pencegahan
infeksi.

2.6.2.4 Manifestasi klinik


Pada kejadian wabah penyakit, masa inkubasi sering berkisar antara 1-2 hari
(Taylor, 1989), tetapi bisa 2-7 hari dengan rata-rata 4 hari (Blood dan Radostits,
1989). Penyakit ini menyebar sangat cepat hampir 100% babi yang rentan terkena,
dan ditandai dengan apatis, sangat lemah, enggan bergerak atau bangun karena
gangguan kekakuan otot dan nyeri otot, eritema pada kulit, anoreksia, demam sampai
41,80C. Batuk sangat sering terjadi apabila penyakit cukup hebat, dibarengi dengan
muntah eksudat lendir, bersin, dispnu diikuti kemerahan pada mata dan terlihat

28
adanya cairan mata.Biasanya sembuh secara tiba-tiba pada hari ke 5-7 setelah gejala
klinis.Terjadi tingkat kematian tinggi pada anak-anak babi yang dilahirkan dari induk
babi yang tidak kebal dan terinfeksi pada waktu beberapa hari setelah
dilahirkan.Tingkat kematian pada babi tua umumnya rendah, apabila tidak diikuti
dengan komplikasi.Total kematian babi sangat rendah, biasanya kurang dari
1%.Bergantung pada infeksi yang mengikutinya, kematian dapat mencapai 1-4%
(Anon, 1991).
Beberapa babi akan terlihat depresi dan terhambat pertumbuhannya. Anak-anak
babi yang lahir dari induk yang terinfeksi pada saat bunting, akan terkena penyakit
pada umur 2-5 hari setelah dilahirkan, sedangkan induk tetap memperlihatkan gejala
klinis yang parah. Pada beberapa kelompok babi terinfeksi bisa bersifat subklinis dan
hanya dapat dideteksi dengan sero konversi. Wabah penyakit mungkin akan berhenti
pada saat tertentu atau juga dapat berlanjut sampai selama 7 bulan. Wabah penyakit
yang bersifat atipikal hanya ditemukan pada beberapa hewan yang mempunyai
manifestasi akut. Influensa juga akan menyebabkan abortus pada umur 3 hari sampai
3 minggu kebuntingan apabila babi terkena infeksi pada pertengahan kebuntingan
kedua. Derajat konsepsi sampai dengan melahirkan selama tejadi wabah penyakit
akan menurun sampai 50% dan jumlah anak yang dilahirkan pun menurun.

2.6.2.5 Patofisiologi
Pada penyakit influenza babi klasik, virus masuk melalui saluran pernafasan
atas kemungkinan lewat udara. Virus menempel pada trachea dan bronchi dan
berkembang secara cepat yaitu dari 2 jam dalam sel epithel bronchial hingga 24 jam
pos infeksi. Hampir seluruh sel terinfeksi virus dan menimbulkan eksudat pada
bronchiol.Infeksi dengan cepat menghilang pada hari ke 9 (Anon, 1991). Lesi akibat
infeksi sekunder dapat terjadi pada paruparu karena aliran eksudat yang berlebihan
dari bronkhi. Lesi ini akan hilang secara cepat tanpa meninggalkan adanya kerusakan.
Kontradiksi ini berbeda dengan lesi pneumonia enzootica babi yang dapat bertahan
lama.Pneumonia sekunder biasanya karena serbuan Pasteurella multocida, terjadi
pada beberapa kasus dan merupakan penyebab kematian. (Blood and Radostits, 1989)

29
2.6.2.6 Diagnosa
Diagnosis sementara terhadap penyakit influenza babi didasarkan pada gejala
klinis dan perubahan patologi.Diagnosis laboratorium dapat berdasarkan isolasi virus
pada alantois telur ayam berembrio dan dilihat hemaglutinasi pada cairan
alantois.Spesimen yang paling baik untuk isolasi virus pada influenza babi adalah
cairan hidung yang diambil sedini mungkin atau organ paru yang diperoleh dari
bedah bangkai (Fenner et al., 1987) dan tonsils (Sanford et al., 1989).
Mendiagnosis influenza babi dengan metoda imunohistokimia sudah dilaporkan
Haines et al., (1993) dengan menggunakan antibodi poliklonal kemudian Vincent et
al., (1997) menggunakan antibodi monoklonal. Kualitas pengujian dengan antibodi
monoklonal tersebut lebih konsisten, karena latar belakang pewarnaan yang rendah
dan tidak terbatasnya penyediaan antibibodi. Pada kasus penyakit influensa babi yang
khronis, diagnosis dapat dilakukan secara serologi dengan memperlihatkan
peningkatan antibodi pada serum ganda (paired sera) yang diambil dengan selang
waktu 3-4 minggu. Untuk memeriksa antibodi terhadap virus influensa dapat
digunakan uji haemagglutination inhibition (HI) (Blood dan Radostits, 1989),
Immunodifusi single radial dan virus netralisasi.Kenaikan titer 4x lipatnya sudah
dianggap adanya infeksi.Pada uji serologis digunakan kedua antigen H1N1 dan H3N2
(Olsen et al., 2002).
Pada suatu percobaan, strain H1N1 (A/Swine/England/195852/92) yang diisolasi
dari babi pada saat terjadi kasus wabah, dicoba disuntikkan pada babi SPF umur 6
minggu, hasil menunjukkan bahwa diantara 1 dan 4 hari setelah inokulasi terlihat
adanya pireksia, batuk, bersin, anoreksia. Sero konversi dapat dideteksi 7 hari setelah
infeksi. Virus dapat diisolasi dari swab hidung dan jaringan sampai 4 hari setelah
infeksi tetapi tidak dari feses. Virus hanya dapat diisolasi dari serum yang diambil
pada hari pertama setelah infeksi. Perubahan patologi pneumonia intersisial dapat
dilihat sampai 21 hari setelah infeksi, lesi bronchi dan bronchus sampai 7 hari setelah
infeksi dan limfoglandula mengalami hemoragik. Seperti juga yang ditulis Brown et
al., (1993) bahwa sampel untuk isolasi virus dapat berasal dari swab hidung/ tonsil,

30
trachea dan paru-paru yang diambil 2-5 hari dari sejak munculnya gejala klinis.
Semua sampel disimpan dalam media transpor. Selain isolasi virus, diagnosis juga
dapat dilakukan dengan mendeteksi antigen dengan uji fluorescent antibody
technique (FAT) pada sampel paru-paru, tetapi mempunyai kekurangan oleh karena
lesi akibat virus sangat menyebar sehingga lesi dapat mendapatkan hasil sampel yang
negatif dan sampel harus benar-benar segar dengan sedikit perubahan otolisis serta
FA slide tidak dapat disimpan lama, warna akan pudar sehingga ditawarkan, metode
deteksi swine influenza virus (SIV) pada jaringan yang difiksasi dengan metode
imunohistokimia yang menggunakan antibodi monoklonal.

2.6.2.7 Cara penularan


Virus influenza diduga ditularkan dari orang ke orang melalui batuk ataubersin
dari orang yang menderita influenza. Kadang-kadang orang dapatterinfeksi dengan
tidak sengaja menyentuh sesuatu yang sudah terkena virus (misalnya ketika seseorang
berjabat tangan dengan orang lain dankemudian mereka secara tidak sengaja
menyentuh mulut atau hidung merekasendiri). Kebanyakan orang dewasa yang sehat
mungkin dapat menularkaninfluenza ke orang lain mulai 1 hari sebelum gejala
berkembang dan sampai 5-7hari setelah menjadi sakit. Ini berarti bahwa mereka dapat
menyebarkan flu keorang lain sebelum mereka tahu bahwa mereka sedang sakit, dan
ketika sakit. (Anonim, 2007)
Transmisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya di traktus
respiratorius.Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) yang membawa
virus tersebut masuk ke dalam saluran napas.Penularan dari virus influenza secara
umum dapat terjadi melalui inhalasi, kontak langsung taupun kontak tidak langsung.
Pada dosis infeksi 10 virus/droplet 50 % orang-orang yang terserang dosis ini akan
menderita influenza. (Depkes, 2007)
Attack Rate (AR) selama terjadinya wabah berkisar antara 10 % sampai 20 %
pada masyarakat umum dan pada populasi tertentu AR sampai 50 % seperti di
sekolah atau perumahan perawat. Di daerah tropis wabah sering terjadi pada musim
hujan, namun KLB atau kasus sporadic dapat terjadi setiap bulan. (Fisher,1974)

31
2.6.2.8 Penatalaksanaan terapi
Tujuan terapi Influenza adalah mengendalikan gejala, mencegah komplikasi,
mengurangi penurunan absen kerja atau sekolah, dan mencegah penyebaran infeksi.

A. Terapi Non Farmakologi


Influenza termasuk dalam self limiting desease, yaitu penyakit yang dapat diatasi oleh
sistem imun tubuh.Oleh karena itu pasien yang menderita Influenza harus
istirahat/tidur yang cukup dan tak banyak beraktivitas serta tetap berada di rumah
untuk mencegah penyebaran. Minum air yang banyak juga diperlukan. Untuk
membantu meredakan gejala batuk dan gangguan tenggorokan dapat menggunakan
lozenges, teh hangat atau sup. (Dipiro, 2008)

B. Terapi Farmakologi
a. Terapi Farmakologi untuk Influenza Kronis
1. Amantadine dan Rimantadine
Amantadine dan Rimantadine merupakan golongan adamantanes yang
memiliki aktivitas hanya terhadap virus Influenza tipe A H1N1
musiman.Mekanismenya adalah memblok kanal ion M2, yang spesifik
terhadap Virus Influenza A, dan menghambat viral uncoating.
Dosis Amantadine pengobatan: DEWASA dan ANAK>10 tahun 100 mg
sehari selama 4-5hari. (Martin, 2009)
Dosis Rimantadine: DEWASA 200 mg sehari dalam dosis terbagi,
GERIATRI 100 mg sehari. (Sweetman, 2009) Efek samping obat yang
sering ditimbulkan: mual, muntah, nyeri perut, diare, dan pusing.
Pemakaian perlu diperhatikan.
2. Oseltamivir dan Zanamivir
Oseltamivir dan Zanamivir merupakan golongan inhibitor neuraminidase
yang memiliki aktivitas terhadap virus Influenza A dan B. Tanpa

32
neuraminidase, pelepasan virus dari sel yang terinfeksi tak dapat terjadi
sehingga dapat mencegah penyebarannya.
Dosis Oseltamivir pengobatan: DEWASA dan ANAK > 13 tahun, 75 mg
tiap 12 jam selama 5 hari. ANAK < 1 tahun 2mg/kg BB sehari 2 kali
selama 5 hari. ANAK 1-13 tahun, BB<15kg 30 mg tiap 12 jam, BB 15-
23kg 45 mg tiap 12 jam, BB 23-40kg 60 mg tiap 12 jam, BB>40kg sama
dengan dosis dewasa. (Martin, 2009)
Dosis Zanamivir pengobatan: DEWASA dan ANAK>5 tahun 10 mg
sehari 2 kali selama 5 hari. (Martin, 2009) Efek samping obat yang sering
ditimbulkan: mual, muntah, nyeri perut, diare, dan sakit kepala.
Pemakaian perlu diperhatikan.

b. Terapi Farmakologi untuk pengobatan gejala


1. Antipiretik dan Analgesik
Obat yang dapat digunakan untuk mengatasi keluhan demam yaitu:
Parasetamol/Asetaminofen atau ibuprofen untuk menurunkan demam serta
mengurangi rasa sakit dan Asetosal (Aspirin) untuk mengurangi rasa sakit,
menurunkan demam, antiradang.
2. Antitusif/ekspektoran
Antitusif atau obat penekan batuk yang umumnya digunakan adalah
dekstrometorfan HBr (DMP HBr) penekan batuk cukup kuat kecuali
untuk batuk akut yang berat.Serta Difenhidramin HCl untuk penekan
batuk dan mempunyai efek antihistamin (antialergi).
3. Antihistamin
Antihistamin dibagi menjadi 2 golongan, yaitu antihistamin 1(AH1) dan
antihistamin 2(AH2). AH1 mencegah kontraksi otot polos bronkus dan
menghambat vasodilatasi yang diinduksi oleh histamin dan peningkatan
permeabilitas kapiler dengan cara memblok reseptor H1 yang berada di
otot polos bronkus dan usus sehingga AH1 berguna untuk mengobati
alergi. AH1 generasi 1 (klorfeniramin, siproheptadin, dimenhidrinat,

33
prometazin, dan lain-lain) cukuplarut dalam lemak sehingga dapat
menembus sawar darah otak, dan menyebabkan sedasi.Efek sedatif bisa
menguntungkan pada pasien yang sulit tidur karena gejala
alergi.Sedangkan AH generasi 2 (astemizol, feksofenadin, dan loratadin)
kurang dapat larut dalam lemak sehingga tidak dapat menembus sawar
darah otak dan tidak menyebabkan sedasi.
4. Dekongestan Oral
Dekongestan merupakan zat simpatomimetik yang bekerja pada reseptor
adrenergik pada mukosa hidung yang dapat menyebabkan vasokontriksi,
memperbaiki mukosa yang membengkak, dan memperbaiki
ventilasi.Dekongestan bekerja dengan baik dalam kombinasi dengan
antihistamin jika kongesti hidung menjadi salah satu gambaran klinik.
Obat dekongestan oral antara lain: Fenilpropanolamin, Fenilefrin,
Pseudoefedrin dan Efedrin. Obat tersebut pada umumnya merupakan salah
satu komponen dalam obat flu.

34
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Influenza adalah sebuah Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang
disebabkan karena infeksi virus Influenza. Penyakit influenza
disebabkan oleh Myxovirus influenza. Virus ini menyerang saluran
pernapasan dan bisa mengakibatkan peradangan. Terdapat tiga
 Menurut (Gitawati Retno, 2014), dalam jurnalnya disebutkan
bahwa gejala influensa adalah sebagai berikut : Batuk, Hidung
berair (rhinorrhoea), Hidung tersumbat, Tenggorokan sakit, Sakit
kepala, Demam ringan, Nyeri otot dan badan lemah (fatigue).
 Hemaglutinin dan neuraminidase merupakan hal yang penting
dalam virulensi, dan merupakan target untuk menetralisir antibodi
acuired immunity ke Influenza. Hemaglutinin mengikat pada sel
epitel respirasi sehingga mampu menginfeksi sel.
 Penatalaksanaan terapi influenza: analgesic antipiretik,
dekongestan oral, antitusif/ekspektoran, da anti histamine.

35
DAFTAR PUSTAKA

Abelson, B., 2009, Flu Shots, Antibiotics, & Your Immune System.

Dipiro, Joseph T et all. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th edition,


The McGraw-Hill Companies. 2008

Dipiro.JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, New York

Depkes RI. (2007). Profil Kesehatan 2007. Departemen Kesehtan RI .

Fauci et al. Severe Sepsis and Septic Shock. Harison’s: Principles of Internal
Medicine 17th Ed. USA: The McGraw Hill Companies; 2008. Ebook version

Harimoto, T. and Kwaoka, Y., 2001. Pandemic Threat Posed by Avian Influenza A
viruses. Clinical Microbiological Review.

36

Anda mungkin juga menyukai