A. ANGINA
Angina pektokris merupakan kondisi yang paling lazim terjadi dengan
melibatkan iskemia jaringan yang memerlukan penggunaan obat vasodilator.
Angina ( rasa nyeri) disebabkan oleh akumulasi metabolit di dalam otot bergaris;
angina pektoris merupakan rasa nyeri pada dada parah yang terjadi ketika aliran
darah koroner tidak memadai untuk untuk memasok oksigen yang dibutukan
jantung. Hal seperti ini kadang disebabkan pasokan oksigen sementara darah otot
jantung
tidak
cukup,
biasanya
diakibatkan
penyempitan
arteri
karena
arterioklerosis. Nyeri sering timbul saat beban kerja jantung meningkat, misalnya
saat berolahraga, dan kemudian hilang saat beristirahat. Pemicu lain angina adalah
stres, cuaca dingin, atau setelah makan berat. Serangan angina biasanya diawali
dengan rasa berat, nyeri menekan di belakang tulang dada. Ini dapat menyebar ke
tenggorokan atas dan rahang bawah, dan ke bawah menuju lengan, khususnya
lengan kiri. Nyeri biasanya reda dalam 10-15 menit. Penderita angina biasanya
minum obat pereda nyeri yang menyebabkan arteri koroner melebar (dilatasi).
Otot jantung rusak saat angina, daerah otot jantung yang terletak setelah
arteri yang menyempit menderita kekurangan oksigen. Setelah serangan, otot
pulih kembali.
Kenapa terjadi angina?
Arterioklerosis pada arteri koroner menyebabkan penyempitan pembuluh
darah dan penurunan aliran darah. Saat aktivitas berat, jantung berdenyut lebih
cepat dan kebutuhan oksigen otot meningkat. Namun darah tambahan tidak dapat
melalui arteri yang menyempit dan otot lalu kram.
(Steven Parker, 2007)
Pada angina klasik, ketidakseimbangan terjadi ketika kebutuhan oksigen
miokardium meningkat, seperti dalam latihan, sedangkan aliran darah koroner
tidak ikut meningkat secara proporsional. Iskemia yang terjadi menyebabkan
nyeri. Oleh karena itu, angina klasik merupakan angina pada saat melakukan
suatu usaha/ aktifitas (angina
mungkin tidak disertai dengan rasa nyeri, sehingga disebut iskemia tenang atau
ambulatorpada angina varian, pengiriman oksigen menurun sebagai akibat dari
vasospasme koroner yang reversibel.
Berkurangnya suplai oksigen pada iskemia jantung menimbulkan gejalah
angina pektoris atau tanpa gejalah (silent). Gejalah klasik angina pektoris ditandai
oleh adanya reffered pain daerah dermatom yang dipersarafi oleh segmen T1-T4,
yaitu nyeri substernal menjalar kelengan kiri bagian medial. Bila iskemia
berlangsung lama dan berat, maka akan terjadi infarj jantung.
Menurut teori, ketidakseimbangan antara pengiriman dan kebutuhan
oksigen miokardium dapat dikoreksi dengan meningkatkan pengiriman (dengan
meningkatkan aliran darah koroner) atau menurunkan kebutuhan oksigen (dengan
menurunkan kerja jantung). Kedua tindakan tersebut digunakan dalam praktik
klinik. Didalam angina effort, tujuan penurunan kebutuhan tidak mudah dilakukan
dengan menggunakan cara farmakologis. Terapi medis tradisional mencapai
tujuan tersebut dengan penggunaan nitrate organik-vasodilator kuat dan beberapa
golongan obat lain, yang dapat menurunkan kerja jantung peningkatan pengiriman
melalui peningkatan aliran koroner sulit dilakukan dengan cara farmakologis bila
aliran dibatasi oleh plak (plaque) ateromatuss tetap. Dalam keadaan demikian,
tindakan invasif (coronary bypass graft atau angioplasti) mungkin diperlukan jika
penurunan kebutuhan oksigen tidak dapat mengendalikan gejala. Pada angina
varian, sebaliknya spasme pembuluh darah koroner dapat diperbaiki dengan
nitrate atau penyakay kanal kalsium. Perlu beberapa obatyang bermanfaat pada
angina (misalnya, propanolol) bukanlah suatu vasodilator.
Apabila terjadi perubahan karakter, frekuensi, durasi, dan faktor pemicu
pada pasien dengan angina stabil dan apabila terdapat episode angina dalam
keadaan rihat, di dalam hal tersebut dikatakan terjadi angina tak stabil. Kondisi
tersebut disebabkan oleh episode peningkatan tonus arteri koroner epikardium
atau bekuan kecil keping darah yang terjadi di sekitar suatu plak aterosklerotik.
Pada sebagian besar kasus, pembentukan trombus nonoklusif lebih pada situs
suatu plak yang retak atau terluka merupakan mekanisme untuk menurunkan
aliran. Perjalanan penyakit dan prognosis angina tak stabil biasanya baervariasi,
tetapi gangguan tersebut diduga berhubungan dengan peningkatan risiko infarktus
miokardium, baik yang bersifat fatal atau tidak fatal.
(Bertram G. Katzung ,2001)
Secara klinis angina pektoris ada 3 yaitu:
1. Angina stabil kronik (effort-induced angina) adalah angina yang tidak
mengalami perubahan dalam frekuensi, kuat dan lamanya serangan dalam
beberapa
bulan
observasi.
Walaupun
penyebab
dasarnya
adalah
kerja
fisik.
Mekanisme
dasar
dari
angina
ini
adalah
cGMP
Dengan demikian , dapat terjadi paparan yang tidak sengaja pada sejumlah
besar ion nitrite dan dapat menyebabkan keracunan yang serius. Salah satu
aplikasi terapeutik dari efek toksik nitrate telah diketahui. Keracunan cynide
yang terjadi merupakan hasil dari gabungan besi sitokrom dengan ion CN ;
jadi pemberian natrium nitrate (NaNO2) segerah setelah terpapar cyanide
aakn menyebabkan sitokrom aktif kembali. Cyanmethemoglobin yang
diproduksi dapat didetoksifikasi lebih lanjut dengan pemberian natrium
thiosulfate (Na2S2O3) intavena; menghasilkan ion thiocynate (SCN ), ion
yang kurang beracun yang mudah dikeluarkan. Methemoglobimia, jika
berlebihan, dapat diobati dengan memberikan methylene biru secara
intravena.
(Bertram G. Katzung ,2001)
2. PENGHAMBAT KANAL KALSIUM
Mekanisme Kerja
Pada otot jantung dan oto polos vaskular, kalsium terutama berperan
dalam peristiwa kontraksi. Meningkatnya kadar kalsium dalam sitosol akan
meningkatkan kontraksi. Masuknya kalsium dari ruang ekstrasel (2mM) ke dalam
ruang intrasel dipacu oleh perbedaan kadar: kadar kalsium ekstrasel 10.000 kali
lebih tinggi dari pada kadar kalsium intrasel sewaktu diastol dan karena ruang
intrasel bermuatan negatif. Pada otot jangtung mamalia, masuknya
kalsium
calcium channel (ROC) yang membuka bila suatu agonis menempati reseptor
dalam kompleks sistem kanal ini. Contohnya:hormon, neurohormon, misalnya
norepinefrin.
Selain kanal kalsium di atas, pengaturan kontraksi otot polos vaskular dan
miokard, oleh kalsium juga dilakukan melalui agonist-induced contraction. Pada
peristiwa yang terjadi tanpa depolarisasi membran ini, terjadi penglepasan inositol
Trisfosfat (IP3) dari polifosfoinostida membran yang berfungsi sebagai second
messenger mencetuskan penglepasan kalsium dari sarkoplasmik reticulum.
Terlepasnya kalsium dari depot intraseluler akan memacu masuknya kalsium lebih
lanjut dari ruang ekstrasel. Peningkatan konsentrasi kalsium dalam sitosol- setelah
berikatan dengan kalmodulin akan mengaktivasi myosin light-chain kinase
sehingga terjadi fosforilasi miosin dan konraksi sarkomer.
Pada otot jantung dan vaskular, masuknya kalsium lewat kanal lambat dan
penglepasan kalsium
sistem
vaskular
dapat
muka, karena perbedaan relatif efek otot polos versus efek jantung. Kanal natrium
jantung disekat oleh bepridil tetapi agak kurang efektif dari pada kanal kalsium.
Penyakat tersebut terhadap kanal natrium bersifat sedang dengan verapmil
dan masih kurang mencolok dengan diltiazem. Ia dapat diabaikan dengan
nifedipine dan dihydropyridine lainnya. Verapamil dan diltiazemberinteraksi
secara kinetis dengan reseptor kanal kalsium dengan cara yang berbeda dari pada
kelompok dihydropyridine; mereka menyakat takikardi dalam sel yang
bergantung pada kalsium, misalnya nodus atrioventrikuler, secara lebih selektif
dari pada kelompok dihydropyridine. Di dalam pihak, dihydropyridine diduga
dapat menyakat kanal kalsium otot polos pada konsentrasi di bawah yang
diperlukan bagi efek yang bermakna pada jantung dibandingkan verapamil dan
diltiazem. Akan tetapi secara klinis, dihydropyridine dengan masa kerja singkat,
nifedipine diduga mempunyai efek inotropik negatif yang bermakna. Bepridil juga
memiliki efek penyakat kanal kalium yang bermakna di dalam jantung. Keadaan
tersebut menyebabkan perpanjangan repolarisasi jantung dan risiko induksi
aritmia yang nyata.
Otot rangka tidak terdepresi oleh penyakat kanal kalsium karena ia
menggunakan
tumpukan
(pool)
kalsium
intraseluler
untuk
membantu
karena
(nifedipin)
3. ADRENOSEPTOR-BETA
Meskipun mereka bukan vasodilator, obat penyakat adrenoseptor- sangat
berguna dalam penatalaksanaan angina pektoris. Efek yang menguntungkan dari
agen penyakat- terutama terkait dengan efek hemodinamikanya- menurunkan
kecepatan jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas- yang menurunkan kebutuhan
oksigen pada miokardium pada waktu rihat dan selama latihan. Kecepatan jantung
yang lebih rendah juga dihubungkan dengan peningkatan waktu perfusi diastolik
yang diduga dapat meningkatkan perfusi miokardium. Telah dikemukakan bahwa
agen penyakat dapat menyebabkan redistribusi aliran darah koroner yang
menguntungkan ke miokardium iskemik yang berdasarkan pada efek yang
berbeda terhadap tahanan vaskular koroner dalam segmen miokardium yang
relatif iskemik dan noniskemik. Akan tetapi, penurunan kecepatan jantung dan
tekanan darah serta sebagai konsekuensinya penurunan penggunaan oksigen pada
miokardium diduga merupakan mekanisme terpenting untuk meredahkan angina
dan peningkatan toleransi latihan. Penyakat diduga juga berguna dalam
mengobati iskemia diam atau ambulatori. Karena tidak menyebabkan rasa sakit,
B. HIPOLIPIDEMIK
Lipoprotein adalah alat transport serum untuk lipid dan trigliserida. Ada
enam kelompok lipoprotein, yang berbeda dalam hal kandungan lipid dan protein,
fungsi transport dan mekanisme penghantaran lemak. Lipoprotein ini dinamakan
menurut ukuran dan berat jenisnya. Kilomikron dan sisa kilomikron membawa
lipid yang diabsorbsi melaluai usus (jalur eksogen). Empat lipoprotein lain
membentuk jalur transpor endogen yang menghantarkan kolestrol dan trigliserida
yang disekresi oleh hati. Empat lipoprotein dari jalur endogen adalah lipoprotein
densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas sedang (IDL), lipoprotein
densitas rendah (HDL).
Peningkatan kadar lipoprotein berperan pada pembentukan plak-plak
aterosklerosis dan pada beberapa kasus pankreatitis. Sumbatan pembuluh darah
oleh plak-plak aterosklerosis menyebabkan infak jaringan (mis. Stroke, infark
miokard), yang seringkali fatal. Penurunan kadar lipoprotein serum secara
farmakologik menekan perkembangan aterosklerosis.
Hiperlipidemia sering dibagi menjadi hiperlipidemia primer (genetik) dan
hiperlipidemia sekunder. Hiperlipidemia sekunder adalah sisa dari gangguan
metabolik, sirosis bilier atau hipotiroidisme. Kemungkinan lain, hiperlipidemia
sekunder dapat disebabkan oleh konsumen alkohol atau kontrasepsi oral oleh
pasien yang secara genetik mempunyai predisposisi hipertrigliseridemia.
Strategi pengobatan difokuskan pertama yang diet dan koreksi penyakit
metabolit yang mendasarinya. Diet yang rendah kolestrol dan lemak jenuh hewan
menurunkan kadar lipoprotein pada hampir semua pasien. Selain itu, pasien yang
Jenis poligemik lebih banyak ditemukan dari pada monogenik, tetapi jenis
monogenik mempunyai kadar kolesterol yang lebih tinggi. Menggambarkan
pembagian hiperlipidemia primer dan kemungkinan pemilihan obat.
Individu dengan hiperlipoproteinemia primer juga mungkin menderita
hiperlipidemia sekunder yang menimbulkan perubahan gambaran lipidnya.
Hiperlipoproteinemia sekunder berhubungan dengan diabetes melitus yang tidak
terkontrol, minum alkohol, hipotiroidisme, penyakit obstruksi hati, sindrom
nefrotik, uremia, penyakit penimbunan glikogen atau disproteinemia (mieloma
multipe, makroglubulinemia, lupus eritematosus). Keberhasilan pengobatan
penyakit dasar biasanya memperbaiki hiperlipoproteinemia. Hiperlipoproteinemia
sekunder juga dapat disebabkan oleh pemberian kortikosteroid, estrogen,
androgen, diuretik atau penghambat adrenoseptor beta.
Disamping menyebabkan aterosklerosis, hiperlipoproteinemia mungkin
menimbulkan xantoma pada kulit dan tendo. Hiperlipoproteinemia mungkin
mencetuskan serangan nyeri perut yang berhubungan dengan pankrealitis dan
hepatosplenomegali.
Pengetahuan mengenai kadar kolesterol dan trigliserida dapat digunakan
untuk menduga jenis lipoprotein mana yang meningkat, sehingga bermanfaat
dalam menegakkan diagnosis genetik. Jika kadar kolesterol meningkat sedangkan
trigliserida normal, maka hal ini hampir selalu disebabkan oleh kenaikan kadar
LDL dan merupakan hiperlipoproteinemia poligenik. Jika ditemukan peningkatan
kadar trigliserida (200-800 mg/dL) dengan kadar kolesterol normal, maka hal ini
hampir selalu menunjukkan adanya kenaikan VLDL. Peningkatan kadar
trigliserida di atas 1000 mg/dL biasanya menunjukkan adanya kilomikron dengan
atau tanpa kenaikan VLDL.
Perbedaaan antara hipertrigliserida primer dengan sekunder sulit
dilakukan, karena adanya beberapa faktor ikutan. Kenaikan moderat kolesterol
dan trigliserida menunjukkan adanya kenaikan LDL dan VLDL; hal ini biasanya
ditemukan pada hiperlipoproteinemia familial atau adanya disbetalipoproteinemia
familial.
Klasifikasi
hiperlipoproteinemia
yang
dikenal
adalah
klasifikasi
steroid yang bersifat asam dalam tunja meningkat. Penurunan kadar asam empedu
ini oleh pemberian resin akan menyebabkan meningkatnya produksi asam empedu
yang berasal dari kolestrol. Karena sirkulasi enterohepatik dihambat oleh resin
maka kolestrol yang diabsorpsi lewat saluran cerna akan terhambat dan keluar
bersama tinja. Kedua hal ini akan menyebabkan penurunan kolestrol dalam hati.
Selanjutnya penurunan kadar kolestrol dalam hati akan menyebabkan
terjadinya 2 hal: pertama, meningkatnya jumlah reseptor LDL sehingga
katabolisme LDL meningkat dan meningkatnya aktivitas HMG CoA reduktase.
Peningkatan aktifitas HMG CoA akan mengurangi efek penurunan kolestrol oleh
resin. Dari sini tampak pula bahwa efek resin tergantung dari kemampuan sel hati
dalam meningkatkan jumlah reseptor LDL fungsional sehingga tidak efektif untuk
pasien dengan hiperkolesterolemia familial homozigot dimana reseptor LDL
fungsional tidak ada. Efek resin akan meningkat bila diberikan bersama
penghambat HMG CoA reduktase. Peningkatan produksi asam empedu akan
diikuti oleh meningkatnya sintesis trigliserida dalam hati.
Penurunan kolestrol LDL oleh resin bersifat dose-dependent. Pemberian
kolestiramin pada dosis 8-12 gram atau kolestipol pada dosis 10-15 gram dapat
menurunkan LDL sebesar 12-18%. Dosis maksimal (kolestiramin 24 gram atau
kolestipol 30 gram) menurunkan LDL hingga 25%, tetapi efek samping saluran
cerna menjadi lebih nyata dan umumnya tidak dapat ditoleransi pasien.
Diperlukan waktu 1-2 minggu untuk mencapai efek penurun LDL maksimal. Pada
pasien dengan kadar trigliserida normal, dapat terjadi peninggian sementara
trigliserida, lalu kembali ke kadar sebelumnya. Kadar HDL meningkatkan 4-5%.
Pemberian statin atau niasin bersama resin akan menurunkan LDL hingga 4060%.
Colesevelam adalah preparat resin terbaru yang dapat menurunkan LDL
sebesar 18% pada dosis maksimal. Tetapi keamanan dan efektivitasnya belum
dipelajari pada anak dan wanita hamil.
Kolestiramin dilaporkan mengurangi risiko penyakit jantung koroner
(Lipid Research Clinics 1984), dimana kejadian penyakit jantung koroner fatal
dan non fatal berkurang sebanyak 19%.
3. PENGHAMBAT HMG CoA REDUKTASE
Statin bekerja dengan cara menghambat sintesis kolestrol dalam hati,
dengan menghambat enzim HMG CoA reduktase. Akibat penurunan sintesis
kolestrol ini, maka SREBP yang terdapat pada membran dipeceh oleh protease,
lalu diangkut ke nukleus. Faktor-faktor transkripsi kemudian akan berikatan
dengan gen reseptor LDL, sehingga terjadi peningkatan sintesis reseptor LDL.
Peningkatan jumlah reseptor LDL pada membran sel hepatosit akan menurunkan
kadar kolestrol darah lebih besar lagi. Selain LDL, VLDL, dan IDL juga menurun,
sedangkan HDL meningkat.
Statin menurunkan kejadian penyakit jantung koroner fatal dan non fatal,
stroke dan angka mortalitas totalnya
(Scandinavian Simvastatin Survival Study Group, 1994; The Longterm
Intervention With Pravastatin In Ischemic Disease (LIPID) Study Group, 1998).
4. ASAM NIKOTINAT
Untuk mendapatkan efek hipolipidemik, asam nikotinat harus diberikan dalam
dosis yang lebih besar dari pada yang diperlukan untuk efeknya sebagai vitamin.
Pada jaringan lemak, asam nikotinat menghambat hidrolisis trigliserida oleh
hormone-sensitive lipase, sehingga mengurangi transport asam lemak bebas ke
hati dan mengurangi sintesis trigliserida hati. Penurunan sintesis trigliserida ini
akan menyebabkan berkurangnya produksi VLDL sehingga kadar LDL menurun.
Selain itu asam nikotinat juga meningkatkan aktivitas LPL yang akan menurun
kan kadar kilomikron dan trigliserida VLDL. Kadar HDL meningkat sedikit
sampai sedang karena menurunnya katabolisme Apo AI oleh mekanisme yang
belum diketahui. Obat ini tidak mempengaruhi katabolisme VLDL, sintesis
kolestrol total atau ekskresi asam empedu.
Asam nikotinat merupakan hipolipidemik yang paling efektif dalam
meningkatkan HDL (30-40%). Obat ini menurunkan trigliserida sebaik fibrat (3545%) dan menurunkan LDL (20-30%). Kadar Lp(a) menurun hingga 40%. Obatobat lain yang juga menurunkan Lp(a) adalah estrogen dan neomisin.
(Elysabeth, 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Elysabeth Farmakologi dan terapi edisi V, Balai Penerbit FKUI, jakarta; 2007