Anda di halaman 1dari 9

1.

Thrombosis Cerebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedem dan kongesti
di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral tanda dan
gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan alirn darah serebral
c. Arteritis (radang pada arteri)
Transient Ischemic Attack (TIA) yang serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA
adalah serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak
fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi
biasanya dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75% pasien
1. Hubungan antara Hipertensi dan Kejadian Stroke
Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko stroke yang paling penting. Tekanan darah normal

pada usia lebih dari 18 tahun adalah 120/80. Pre-hipertensi jika tekanan darah lebih dari

120/80, dan tekanan darah tinggi atau hipertensi jika tekanan darah 140/90 atau lebih. Orang

yang bertekanan darah tinggi memiliki risiko setengah atau lebih dari masa hidupnya untuk

terkena stroke dibanding orang bertekanan darah normal. Tekanan darah tinggi menyebabkan

stress pada dinding pembuluh darah. Hal tersebut dapat merusak dinding pembuluh darah,

sehingga bila kolesterol atau substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akan

menghambat aliran darah otak, yang akhirnya dapat menyebabkan stroke. Selain itu,

peningkatan stress juga dapat melemahkan dinding pembuluh darah sehingga memudahkan

pecahnya pembuluh darah yang dapat menyebabkan perdarahan otak (PERDOSSI, 2011).

Tekanan darah tinggi mencetus timbulnya plak aterosklerotik di arteri serebral dan arteriol

yang dapat menyebabkan oklusi arteri dan cedera iskemik.(Yu et al., 2011). Tekanan darah

tinggi dapat mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah arteri yang mengakibatkan

penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga dapat mempercepat proses aterosklerosis

melalui efek penekanan pada sel endotel/lapisan dalam dinding arteri yang berakibat

pembentukan plak pembuluh darah semakin cepat. Semakin tinggi tekanan darah pasien

kemungkinan stroke akan semakin besar. Jika serangan stroke terjadi berkali-kali, maka

kemungkinan untuk sembuh dan bertahan hidup akan semakin kecil. (Junaidi, 2011).

Tekanan darah tinggi dapat memicu keadaan aterosklerosis yang dapat

mendorong Low Density Lipoprotein (LDL) kolestrol untuk lebih mudah masuk dalam

pembuluh darah dan menurunkan elastisitas pembuluh darah tersebut.(Yueniwati, 2014).

Dampak yang ditimbulkan oleh dengan adanya plak di dalam pembuluh darah akan
menyebabkan peningkatan risiko tersumbatnya pembuluh darah otak. Sehingga, jika plak

terlepas akan menyebabkan peningkatan risiko tersumbatnya pembuluh darah otak. Jika ini

terjadi maka akan menyebabkan timbulnya stroke non hemoragik.(Laily, 2017)

Tekanan darah menahun mempengaruhi autoregulasi aliran darah otak


(ADO) dan aliran darah otak regional (ADOR). Kemampuan intrinsik pembuluh
darah otak agar ADO tetap walaupun ada perubahan dari tekanan perfusi otak
dinamakan autoregulasi ADO (Mansjoer, 2000).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit utama di dunia, mengenai hampir
50 juta orang di Amerika Serikat dan hampir 1 milliar orang diseluruh dunia.
Hipertensi merupakan penyebab lazim dari stroke, 60% dari penderita
hipertensi yang tidak terobati dapat menimbulkan stroke. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila
pembuluh darah otak pecah maka akan timbul perdarahan otak, dan apabila
pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-
sel otak akan mengalami kematian. Dari berbagai penelitian diperoleh bukti yang
jelas bahwa pengendalian hipertensi, baik yang diastolik, sistolik maupun
keduanya, menurunkan angka kejadian stroke. Pengendalian hipertensi tidak cukup
dengan minum obat secara teratur; faktor- faktor lainnya yang sekiranya berkaitan
dengan hipertensi harus diperhatikan pula. Penurunan berat badan yang berlebihan,
pencegahan minum obat-obat yang dapat menaikkan tekanan darah, diet rendah
garam, dan olah raga secara
teratur akan menambah tingkat keberhasilan pengendalian hipertensi (Gofir, 2009).
Seseorang disebut mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya > 140/90
mmHg atau > 135/85 mgHg pada individu yang mengalami gagal jantung,
insufisiensi ginjal, atau diabetes mellitus. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke
dan penyakit jantung koroner yang paling konsisten dan penting. Hipertensi
meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor risiko lain
(Price, 2005).
Hipertensi kronis dan tidak terkendali akan memacu kekakuan dinding
pembuluh darah kecil yang dikenal dengan mikroangiopati. Hipertensi juga akan
memacu munculnya timbunan plak (plak atherosklerotik) pada pembuluh darah
besar. Timbunan plak akan menyempitkan lumen/diameter pembuluh darah. Plak
yang tidak stabil akan mudah ruptur/pecah dan terlepas. Plak yang terlepas
meningkatkan risiko tersumbatnya pembuluh darah otak yang lebih kecil. Bila ini
terjadi, timbulnya gejala stroke (Pinzon dkk, 2010).
Kebanyakan kasus stroke disebabkan oleh plak arteriosklerotik yang terjadi
pada satu atau lebih arteri yang memberi makanan ke otak. Plak biasanya
mengaktifkan mekanisme pembekuan darah, dan menghasilkan bekuan untuk
membentuk dan menghambat arteri, dengan demikian menyebabkan hilangnya
fungsi otak secara akut pada area yang terlokalisasi. Sekitar seperempat penderita
yang mengalami stroke, penyebabnya adalah tekanan darah tinggi yang membuat
salah satu pembuluh darah pecah; terjadi perdarahan, yang mengkompresi jaringan
otak setempat. Efek neurologis dari
stroke ditentukan oleh area otak yang terpengaruh. Salah satu tipe stroke yang paling
umum adalah terjadinya penghambatan pada salah satu arteri serebralis medialis
yang mensuplai bagian tengah salah satu hemisfer otak. Sebagai contoh; jika arteri
serebralis medialis dihambat pada sisi kiri otak, maka orang tersebut hampir secara
total cenderung menjadi gila karena hilangnya fungsi area pemahaman bicara
Wernicke; dia juga tidak mampu untuk mengucapkan kata-kata karena hilangnya
area motorik broca untuk pembentukan kata-kata. Selain itu, hilangnya fungsi area
pengatur saraf motorik lainnya pada hemisfer kiri dapat menimbulkan paralisis
spastik pada semua atau sebagian besar otot- otot dari sisi tubuh yang berlawanan
(Guyton, 1997).
Dari penyelidikan epidemiologis dan klinis menunjukkan bahwa terdapat
berbagai keadaan yang mempunyai hubungan dengan terjadinya gangguan
perdaran darah otak. Keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk
mendapatkan gangguan peredaran darah otak. Dengan mengetahui bahwa
hipertensi merupakan faktor risiko.

Beberapa faktor resiko kardiovaskular dan kombinasinya dengan morfologi dan trombogenesis
telah diteliti diantaranya :
A. Merokok
Merokok dan paparan terhadap nikotin dapat berpengaruh terhadap fungsi trombosit namun
terdapat faktor perancu antara lain usia, jenis kelamin, durasi merokok dan faktor resiko lainnya
1. Merokok

Merokok berisiko 2 kali lipat untuk terkena stroke jika dibandingkan dengan

yang bukan perokok. Merokok mengurangi jumlah oksigen dalam darah,

sehingga jantung bekerja lebih keras dan memudahkan terbentuknya bekuan

darah. Merokok juga meningkatkan terbentuknya plak di arteri yang

menghambat aliran darah otak, sehingga menyebabkan stroke. Merokok

terbukti menjadi faktor risiko penyakit vaskuler dan stroke yang diakibatkan

pembentukan aterosklerosis dan berujung pada pemanjangan waktu inflamasi

endotel (PERDOSSI, 2011).

B. Hipertensi
Perjalanan hipertensi ditandai dengan aktivasi trombosit terutama akibat efek simpatis dan sistem
renin angiotensin, shear stress, peningkatan produksi ROS, gangguan regulasi kalsium, disfungsi
endotel dan penurunan bioavaibilitas NO.
C. Diabetes
Gangguan endotel dan fungsi trombosit ditambah dengan efek injuri hiperlipidemia terhadap
dinding sel pembuluh darah memicu vaskulopati dan trombosis. Beberapa faktor yang berperan
terhadap aktivasi trombosit dan pelepasan agen proinflamasi dan protrombotik pada diabetes
antara lain inflamasi sistemik, stres oksidatif, gangguan metabolisme kalsium, penurunan
bioavaibilitas NO dan peningkatan fosforilasi protein seluler. Trombosit pasien diabetes
hiperaktif, hiposensitif terhadap efek antiagregasi prostasiklin dan NO dan memproduksi lebih
banyak tromboxane A2 sehingga menghambat efek antiplatelet aspirin dan clopidogrel.

Diabetes Mellitus (DM)

Penderita DM mempunyai risiko terkena stroke 2 kali lebih besar. Seseorang


yang menderita DM harus mengendalikan kadar gula darahnya secara baik

agar selalu terkontrok dan stabil. Dengan melaksanakan program

pengendalian DM secara teratur antara lain dengan merencanakan pola

makan yang baik, berolahraga, serta pengobatan yang tepat dan akurat maka

penyakit DM dapat ditanggulangi dengan baik. Dengan demikian bagi

penderita DM, risiko terkena serangan stroke dapat diminimalkan

(PERDOSSI, 2011).

D. Dislipidemia dan Obesitas


Hiperkolesterolemia merupakan faktor resiko vaskular yang berinterksi dengan agen inflamasi
dan protrombotik dan menghasilkan aterogenesis. Dislipidemia memicu pelepasan ligand CD40,
IL-1β, platelet factor 4 dan kemokin lainnya dari trombosit. Over produksi sitokin trombosit ini
akan memobilisasi progenitor trombosit dari sumsum tulang dan menyebabkan trombositosis.
o Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah
yang dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang tinggi
menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak.
o Trombositemia meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan
terbentuknya trombus. Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya
hipoglikemia dan hiperglikemia dimana dapat dijumpai gejala neurologis.
o Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi gangguan natrium, kalium,
kalsium, fosfat dan magnesium yang semuanya dapat menyebabkan depresi
susunan saraf pusat.
o Analisis gas darah perlu dilakukan untuk mendeteksi penyebab metabolik,
hipoksia dan hiperkapnia.
o Profil lipid dan enzim jantung untuk menilai faktor resiko stroke.
o PT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring terapi.
o Sedangkan D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis.

Anda mungkin juga menyukai