Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

Bell’s Palsy
Pembimbing : dr. Estu Nila Widuri, Sp. N

Oleh :
Sofi Ofiana (22710109)
Syahdah Iksiroh Al Husnah(22710004)

RUMAH SAKIT UMUM DR. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2023
Pendahuluan
Hipotesis penyebabnya iskemik, vaskular,
Bell’s palsy merupakan kelemahan atau virus, herediter, dan imunologi.
kelumpuhan saraf fasialis perifer, Terapi untuk meningkatkan fungsi saraf wajah
bersifat akut, dan penyebabnya belum dan proses penyembuhan dengan kortikosteroid
diketahui secara pasti (idiopatik) dan antiviral, latihan fasial, elektrostimulasi,
fisioterapi dan operasi dekompresi

Sekitar 80-90% pasien dengan Bell’s palsy


sembuh total dalam 6 bulan, pada 50-60% kasus
ciri khas kelemahan wajah membaik dalam 3 minggu, 10% mengalami
sesisi/unilateral yang terjadi tiba-tiba dan asimetri muskulus fasialis persisten, dan 5%
cepat, sering dalam beberapa jam mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus
dapat rekuren
ANATOMI &
FISIOLOGI N. VII
ANATOMI
Otot Wajah
No Inervasi Otot Wajah Fungsi Persarafan
1 M.Frontalis Mengangkat alis N. Temporalis
2 M.Corrugator supercili Menurunkan dan mendekatkan kedua N. Zigomatikum dan
pangkal alis N.Temporalis
3 M.Procerus Mengerutkan kulit antara kedua alis N. Zigomatikum,
N. Temporalis,
N. Buccal
4 M. Orbicularis Oculli Menutup kelopak mata N. Fasialis, N.Temporalis,
N. Zigomatikus
5 M. Nasalis Mengembangkan cuping hidung N. Fasialis
6 M. Depresor anguli oris Menarik sudut mulut ke bawah N. Fasialis

7 M. Zigomaticum mayor Tersenyum (menarik sudut mulut ke N. Fasialis


dan M. Zigomatikum minor atas dan lateral)
8 M. Orbicularis oris Bersiul N. Fasialis
N. Zigomatikum
9 M. Buccinator Meniup sambil menutup mulut, N. Fasialis,
kompresi pipi N. Zigomatikum,
N. Mandibular,
N. Buccal
10 M. Mentalis Memanyunkan bibir bawah, N. Fasialis dan
Mengangkat dagu N. Buccal
11 M. Platysma Bibir bawah dan sudut mulut ke bawah N. Fasialis
Nervus Facialis (N. VII)

Nervus Intermedius
Serabut motorik
(sensorik)

Otot- otot
Serabut viseral aferen Serabut parasimpatik ekspresi
wajah

Pengecapan 2/3 lidah mukosa faring, rongga hidung, sinus


anterior, dasar mulut, paranasalis, lakrimal, kelenjar liur
dan palatum molle (sublingual dan submandibular)
Definisi
Bell’s Palsy

• kelumpuhan akut nervus


fasialis perifer
• penyebab idiopatik
• tipe Lower Motorik Neuron
(LMN)
LMN & UMN Facial Palsy
Etiologi
Etiologi idiopatik (hipotesa polineuritis
akibat virus HSV-1/HZV), autoimun,
inflamasi atau iskemik

• proses intrakranial (tumor, radang, pendarahan dll)


• proses di leher yang menekan daerah prosesus
stilomastoideus
• infeksi lain (otitis media, herpes zoster dll)

• anomali kongenital (sindroma Moebius)


• trauma lahir (fraktur tengkorak, pendarahan intrakanial, dll ) atau
didapat trauma
• penyakit tulang tengkorak (osteomyelitis)
Epidemiologi
Insiden Bell’s palsy : 40-70% dari
semua kelumpuhan saraf fasialis
perifer akut

Prevalensi : 10–40 orang per 100.000


populasi per tahun dan meningkat sesuai
pertambahan umur

Insiden meningkat pada penderita diabetes dan wanita


hamil
Sekitar 4-8% pasien : riwayat anggota keluarga dengan
Bell’s Palsy
Faktor Risiko
Wanita hamil, terutama saat
trimester ketiga dan awal
postpartum : risiko bell’s palsy
sampai 3 kali lipat
Riwayat keluarga bell’s
palsy
Diabetes melitus,
usia tua, hipotiroid,
obesitas dan
hipertensi
Klasifikasi berdasarkan lamanya Bell’s
Palsy
Fase akut (0-3 minggu)
Inflamasi saraf fasialis berasal dari ganglion
genikulatum, biasanya akibat infeksi virus Herpes
Simpleks (HSV). Inflamasi ini dapat meluas ke bagian
proximal dan distal serta dapat menyebabkan edema
saraf. menyebabkan atrofi dan fibrosis saraf.

Fase sub akut (4-9 minggu)


Inflamasi dan edema saraf fasialis mulai
berkurang.

Fase kronik (> 10 minggu)


Edema pada saraf menghilang, tetapi pada beberapa individu dengan
infeksi berat, inflamasi pada saraf tetap ada sehingga dapat
menyebabkan atrofi dan fibrosis saraf
Patofisiologi
N. Facialis melewati tulang temporalis (canalis
facialis).
Teori umum : edema dan iskemia menyebaban
kompresi N.VII dalam kanal ini, tetapi penyebab
edema iskemia belum pasti
Labyrinthine segment merupakan bagian tersempit :
sering terkompresi. Jejas diduga dekat dengan ganglion
geniculatum.
- lesi yang lebih proksimal dari ganglion ini, gejala
disertai kelainan gustatorik (gangguan pengecapan 2/3
anterior lidah dan produksi air liur) dan gangguan
lakrimasi.
- lesi diantara ganglion geniculata dan proksimal chorda
tympani, gejala sama namun tanpa gangguan
lakrimasi.
- Lesi di foramen stylomastoideus : gangguan motorik
Anamnesis
Timbul mendadak, dalam 48 jam biasanya Lakrimasi meningkat
komplit (epifora) yang diikuti
Terjadi penurunan produksi air
mata : mata kering (60%)
Unilateral Perubahan pengecapan (2/3
Wajah anterior lidah menurun) 30-
50%
merot Hyperacusis (60%) :
Tidak dapat menutup
gangguan pendengaran yang
mata
terlalu peka terhadap suara
Penglihatan atau kebisingan
kabur Nyeri tajam pada
telinga dan mastoid
(60%)
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : kerutan dahi menghilang, alis turun, lagoftalmus, lipatan nasolabial hilang,
sudut mulut turun
• Paralisis N.VII perifer
• Pemeriksaan neurologi lain dbn

- Mengangkat alis dan


mengerutkan dahi
- Memejamkan mata
- Menyeringai (menunjukkan gigi
geligi)
- Mencucu bibir
Derajat Karakteristik
I (Normal) Tidak ada kelainan

II (Disfungsi ringan) Inspeksi


- Tampak kelemahan otot wajah ringan dengan inspeksi seksama
- Dapat ditemukan sinkinesia
- Tampak simetris dan tonus tampak normal saat istirahat
Gerakan otot wajah
- M. Frontalis: fungsi moderat-baik
- M. Orbikularis okuli: kelopak mata menutup baik dengan usaha minimal
- M. Orbikularis oris: asimetri ringan
III (Disfungsi sedang) Inspeksi
- Tampak asimetri namun tidak memberi kesan jelek pada penampilan
- Tampak sinkinesis, kontraktur, atau hemifasial spasme yang jelas namun tidak berat
- Tampak tonus normal saat istirahat
Derajat Kelumpuhan N. Gerakan otot wajah
- M. Frontalis: gerakan berkurang
Facialis - M. Orbikularis okuli: kelopak mata dapat menutup dengan baik dengan usaha yang
(Grading House- -
kuat
M. Orbikularis oris: asimetri ringan dengan usaha maksimal
Brackmann)
IV (Disfungsi sedang- Inspeksi
berat) - Tampak asimetri yang jelas dan memberi kesan buruk pada penampilan)
- Tampak tonus normal saat istirahat
Gerakan otot wajah
- M. Frontalis: tidak ada Gerakan
- M. Orbikularis okuli kelopak mata menutup tidak sempurna
- M. Orbikularis oris asimetri dengan usaha maksimal

V (Disfungsi berat) Inspeksi


- Saat istirahat tampak asimetri
Gerakan otot wajah
- M. Frontalis tidak ada gerakan
- M. Orbikularis okuli : kelopak mata menutup tidak sempurna

VI (Paralisis total) Tidak ada gerakan sama sekali


Pemeriksaan Penunjang
1. EMG (Elektromyography) dan Nerve
conduction velocity (NCV)
• bila 1 minggu parese N.VII tetap tidak membaik
• hasil pemeriksaan EMG : menurunnya amplitudo dan
pemanjangan latensi distal serabut saraf yang
mempersarafi wajah
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
• Bila gejala klinis progresif lebih dari 2-3
minggu; atau tidak ada perbaikan dalam 6
minggu)
• MRI : pembengkakan dan peningkatan yang
merata dari saraf facialis dan ganglion
genikulatum
• MRI : adanya pembengkakan saraf facialis
akibat schwannoma, hemangioma, atau
meningioma.
Diagnosis banding
Sentral Stroke

Tumor

Ramsay hunt syndrome

Lymes disease

Perifer Otitis media

Guillain-Barre syndrome

Tumor
PENATALAKSANAAN
Steroid :
Prednison 60 mg/hari atau 1 mg/kgBB (6 hari pertama) →
tappering off 10 mg/hari (4 hari selanjutnya) : 1 tablet
Prednison 5 mg, maka butuh 12 tablet
• Hari ke 1 sampai 7 → 3 x 4 tablet
• Hari ke 8 → 3 x 3 tablet
• Hari ke 9 → 3 x 2 tablet
• Hari ke 10 → 3 x 1 tablet
Antivirus :
Acyclovir
• HSV (herpes simplex) → 5 x 400 mg/hari
(10 hari)
• HZV (herpes zoster) → 5 x 800 mg/hari
(10 hari)

Artificial tears (pagi sampai siang)


Non-Medikamentosa

1. Fisioterapi sinar infra red pada sisi yang


lumpuh dengan jarak 60 cm selama 10 menit (5
hari setelah onset)
2. Masase wajah
3. Menggunakan penutup mata saat tidur malam
hari
Komplikasi

1. Sinkinesis otonom (crocodile tears) →


ketika mengunyah atau tersenyum, akan
mengeluarkan air mata ipsilateral
2. Sinkinesis motorik (jaw-winking) →
ketika membuka rahang, akan
menutupnya kelopak mata ipsilateral
3. Post paralytic hemifacial spasm →
seluruh sebelah wajahnya kontraksi
penuh (harus di operasi)
4. Epifora → air mata keluar terus
Prognosis
Dubia ad bonam
• 80-90% sembuh dalam 6-12 minggu tanpa ada kecacatan
• Usia >60 tahun 40% sembuh total, berisiko tinggi ada
gejala sisa
• Usia <30 tahun 10-15% bisa sembuh total, atau masih
ada gejala sisa
• Jika 4 bulan tidak sembuh, ada gejala sisa
Gejala sisa : sinkinesis, crocodile tears, kadang spasme
hemifacial
• Bell’s palsy rekuren 7% pasien dengan insidensi yang
sama pada ipsilateral maupun kontralateral
Kesimpulan
Bell’s Palsy merupakan suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer tipe
LMN yang tidak diketahui sebabnya tetapi ada empat teori yang dihubungkan
dengan etiologi yaitu teori iskemik vaskuler, teori infeksi virus, teori herediter
dan teori imunologi. Diagnosis bell’palsy berdasarkan anamnesis, pemerisaan
fisik neurologis sedangkan pemeriksaan penunjang tidak ada yang spesifik
untuk Bell’s palsy, tetapi dapat berguna untuk mengidentifikasi atau
menyingkirkan penyakit lain. Manajemen terapi yang digunakan yaitu dengan
kortikosteroid, antiviral, artificial tears, latihan fasial, dan fisioterapi.
Komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit ini yaitu sinkinesis otonom, motoric,
hemifacial spasm, epifora. Prognosis dari penyakit ini umumnya baik.
Terima Kasih
DAFTAR PUSTAKA
1. Somasundara, D., Sullivan, F. dan Cheesbrough, G. F. Management of Bell’s palsy Aetiology. Jurnal of Australian. 2017; 40(3):
1–9.
2. Zandian, A., et all. The neurologist’s dilemma: A comprehensive clinical review of Bell’s palsy, with emphasis on current
management trends. Medical Science Monitor. 2014;20:83–90.
3. Zhang, C. Y., et al. Evaluation on curative effects of combined acupuncture plus physical therapy for treating idiopathic
facial paralysis: A protocol for a systematic review and meta-analysis. Medicine. 2020; 99(46): e23121. doi:
10.1097/MD.0000000000023121.
4. Yuwono E., et all. Bell’s palsy: Anatomi hingga Tatalaksana. Majalah Kedokteran UKI 2016 Vol XXXII No.1
5. Mujaddidah N. Tinjauan anatomi klinik dan manajemen bell’s palsy. Qanun Medika. 2017. vol.1 no.2.
6. Adam O.M. Bell’s palsy. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. 2019;8(1) : 137-149.
7. Setiarini R. Bell’s palsy: suatu tinjauan pustaka. Jurnal Kedokteran. 2021;p-ISSN 2460-9749. Vol. 06 No. 02.
8. Zhao, Y., et all. Advances in diagnosis and nonsurgical treatment of Bell’s palsy. Journal of Otology. Elsevier Ltd. 2015;
10(1): 7–12. doi: 10.1016/j.joto.2015.02.003.
9. Madhok, V.B., et al. Corticosteroids for Bell’s palsy (idiopathic facial paralysis) (Review) summary of findings for the
main comparison. Cochrane Database of Systematic Reviews. 2016; (7): 1–43. doi: 25

Anda mungkin juga menyukai