Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

VAGINOSIS BAKTERIAL

Dokter Pembimbing :
dr. Wijayanti, Sp OG

Disusun Oleh :
Syahdah Iksiroh Al Husnah 22710004

RUMAH SAKIT UMUM DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MOJOKERTO


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

SMF KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

“VAGINOSIS BAKTERIAL ”

Oleh:

Syahdah Iksiroh Al Husnah

22710004

Telah disetujui dan disahkan pada

Hari :

Tanggal :

Mengetahui

Dokter Pembimbing

dr. Wijayanti,Sp.OG

ii
UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan referat ini.
Referat ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian
utama SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan sebagai Dokter Muda di RSU
Dr.Wahidin Sudirohusodo. Penulis menyadari bahwa referat ini bukanlah tujuan akhir dari
belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas.
Terselesaikannya referat ini tentunya tak lepas dari dorongan dan uluran tangan
berbagai pihak. Oleh karena itu, tak salah kiranya bila penulis mengungkapkan rasa terima
kasih dan penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. Suhartati, dr., MS, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya yang telah memberi kesempatan kepada penulis menuntut ilmu di Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
2. dr.Wijayanti, Sp.OG selaku dokter bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
serta sebagai pembimbing referat di RSU dr.Wahidin Sudirohusodo yang telah
memberikan banyak ilmunya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan
tugas ini dengan maksimal.
3. Orang tua penulis serta semua keluarga yang selalu mendukung dan memberikan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan referat ini.
4. Teman-teman pendidikan Dokter Umum angkatan 2022 yang telah banyak membantu
menyelesaikan referat ini.
5. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan referat ini.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah
membantu penulis guna menyelesaikan referat ini dengan melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya.

iii
Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
sebagai masukan yang berharga bagi penulis. Semoga nantinya referat ini bisa memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas dan masyarakat.

Mojokerto, 22 September 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN i
i
UCAPAN TERIMA KASIH.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
BAB II................................................................................................................................................4
2.1 Definisi Vaginosis Bakterial..................................................................................................4
2.2 Epidemiologi..........................................................................................................................4
2.3 Anatomi..................................................................................................................................5
2.4 Etiologi...................................................................................................................................7
2.5 Faktor Risiko..........................................................................................................................9
2.5.1 Usia.......................................................................................................................................10
2.6 Patofisiologi..........................................................................................................................10
2.7 Manifestasi Klinis.................................................................................................................11
2.8 Diagnosis Banding...............................................................................................................12
2.9 Diagnosis..............................................................................................................................12
2.9.2 Gejala dan Tanda..................................................................................................................14
2.9.3 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang..................................................................15
2.10 Tatalaksana...........................................................................................................................17
2.10.1 Medikamentosa................................................................................................................17
2.11 Komplikasi...........................................................................................................................18
2.12 Prognosis..............................................................................................................................19
2.13 Pencegahan...........................................................................................................................19
BAB III RINGKASAN....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................22
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi..............................................................................................5

Gambar 2.2 Clue cell............................................................................................13

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi pada vagina sering dikenal dengan istilah vaginitis, 50-75% wanita

akan mengalami vaginitis, satu kali dalam hidupnya. Penyebab utama vaginitis,

70% diantaranya disebabkan oleh vaginosis bakterial, candidiasis, dan

trikomoniasis dengan presentase 40-50% pasien vaginitis akibat bakteria vaginosis,

20-25% akibat candidiasis vulvovaginitis, dan 15-20% akibat trichomonas

vaginitis. Sedangkan 30% pasien kemungkinan menderita vaginitis akibat atrofi

vagina/vaginitis atrofi, vaginitis inflamasi, servisitis, benda asing, iritasi dan alergi

dan penyakit erosif vagina1,4,6

Vaginitis terjadi pada wanita yang telah memasuki fase pubertas maupun

akan memasuki fase menopause dengan faktor resiko berupa kurangnya higenitas,

hubungan seksual tanpa pengaman dengan banyak pasangan, penyakit menular

seksual, dan lainnya. Gejala dan ciri khas masing-masing tipe vaginitis dapat

dibedakan berdasarkan gambaran discharge yang dihasilkan serta kondisi fisik dari

vagina.1,4

Vaginosis bakterial (VB) adalah penyebab vaginitis paling umum.

Umumnya tidak di anggap sebagai penyakit menular seksual karena pernah

dilaporkan kejadiannya pada perempuan muda dan biarawati yang secara seksual

tidak aktif. Tidak ada penyebab infeksi tunggal tetapi lebih merupakan pergeseran

komposisi flora vagina normal dengan peningkatan bakteri anerobik sampai sepuluh

kali dan kenaikan dalam konsentrasi Gardnerella vaginalis. Dalam waktu yang

bersamaan terjadi penurunan konsentrasi Lactobacillus.5

Penderita VB sering mengalami keluhan-keluhan pada daerah vagina, pada

umumnya berupa sekret vagina yang tipis, homogen, dan berbau tak sedap, pruritus,
dan/atau ketidaknyamanan. Keluhan inilah yang biasanya membawa pasien untuk

memeriksakan diri ke dokter. Namun pada sebagian besar kasus VB ditemukan

tanpa gejala (asimtomatis), sehingga masih banyak wanita penderita VB yang tidak

memeriksakan diri ke dokter.4,11

Bacterial vaginosis (VB) adalah suatu kondisi perubahan ekologi vagina

yang ditandai dengan pergeseran keseimbangan flora normal vagina dimana

dominasi Lactobacillus digantikan oleh bakteri anaerob. Pergantian Lactobacillus

spp. ini menyebabkan penurunan konsentrasi hidrogen peroksidase (H 2O2) yang

umumnya ditandai dengan produksi sekret vagina yang banyak, berwarna abu-abu

hingga kuning, tipis, homogen, berbau amis dan terdapat peningkatan pH.1,5

Bakterial Vaginosis (VB) merupakan penyebab tersering keluhan keputihan

pada wanita usia reproduksi di Indonesia.4,11 Angka kejadian VB pada wanita hamil

berkisar 14-21% di negara Eropa, di Asia dilaporkan 13,6% di Jepang, 15,9% di

Thailand dan 32% di Indonesia. Bacterial vaginosis merupakan kondisi yang umum

dijumpai pada wanita usia reproduktif.1

Faktor risiko utama terjadinya VB adalah wanita dari usia muda, tua

dan tidak mengenal tingkat pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya, meskipun

kasus ini umumnya lebih banyak terjadi dengan tingkat pendidikan, ekonomi, dan

sosial budaya yang lebih rendah yaitu masalah kebersihan diri dari genitalia,

pemakaian alat kontrasepsi hormonal dan IUD.3

Dalam menentukan diagnosis dari vaginitis dapat dilakukan pemeriksaan

penunjang berupa pengukuran pH vagina, kriteria amsel, whiff test, dan mikroskopi

menggunakan KOH dan saline.4,10 Pengobatan vaginitis dapat dilakukan dengan

pemberian obat topical ataupun sistemik sesuai dengan tipe penyebab vaginitis.3
2
Penyakit infeksi vagina ini tidak sampai menyebabkan kematian. Namun

apabila tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan komplikasi berupa radang

panggul, servisitis mukopurulent, selusitis vagina, meningkatkan risiko terkena

penyakit IMS lainnya, termasuk Human immunodeficiency virus (HIV). Jika BV

dialami oleh ibu hamil dapat menyebabkan keguguran, ketuban pecah dini,

kelahiran premature, korioamnionitis, dan infeksi cairan ketuban. Pencegahan

vaginitis dapat dilakukan dengan tindakan menjaga higenitas vagina serta

penggunaan pengaman saat berhubungan seksual.1,5,15

Berdasarkan uraian di atas maka, penulis tertarik untuk membahas mengenai

masalah vaginosis bakterial secara lebih terperinci dan jelas, agar para wanita dapat

mengetahui penyebab keputihan pada vagina berdasarkan gejala yang dialami, serta

dapat mengobatinya dengan mandiri dan tepat.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Vaginosis Bakterial

Vaginosis Bakterial merupakan kondisi ketidakseimbangan dari ekosistem

vagina, yaitu menurunnya jumlah Lactobacillus yang diikuti dengan peningkatan

jumlah Gardnerella vaginalis dan kuman anaerob lainnya. VB biasanya tidak

bergejala, namun ketika menimbulkan gejala biasanya disertai dengan keputihan yang

berbau.6

VB adalah sindrom klinis akibat pergantian Lactobacillus spp. penghasil

hidrogen peroksida dalam vagina normal dengan bakteri anaerob konsentrasi tinggi

(contoh : Bacteroides spp. , Morbiluncus spp.), Gardnerella vaginalis, dan

Mycoplasma hominis. Ada yang menamakan sindrom klinis tersebut dengan

Haemophillus vaginalis vaginitis dan yang lain menamakan vaginitis non spesifik atau

Gardnerella vaginalis vaginitis. Karena penyebab VB adalah bakteri yang merupakan

flora normal vagina, maka VB disebut sebagai salah satu infeksi endogen saluran

reproduksi wanita. Tidak adanya peradangan merupakan dasar untuk istilah “vaginosis”

daripada “vaginitis”.4

2.2 Epidemiologi

Vaginosis bakterial merupakan penyebab tersering keluhan keputihan pada

wanita usia reproduksi sekitar 40-50% dengan 50% diantaranya asimtomatis. Data yang

diambil dari poli kandungan RS dr. Soetomo pada tahun 2010 menunjukkan sebesar

2.046 dari 11.138 pasien yang berobat ke poli kandungan RS dr. Soetomo (18,3%)

berobat dengan keluhan keputihan, di mana 759 pasien (6,8%) merupakan pasien baru

(data poli kandungan RS dr. Soetomo, 2010). Di seluruh dunia, VB umum terjadi pada

4
wanita usia reproduksi dengan prevalensi bervariasi sesuai dengan populasi yang

diteliti.4

Kejadian vaginosis bakterial bervariasi diantara populasi dunia, wanita non-kulit

putih memiliki angka prevalensi lebih tinggi (Afro-Amerika 51%, Mexico-Amerika

32%) daripada wanita berkulit putih (23%).9 Prevalensi VB pada wanita usia 14-54

tahun di Brazil sebesar 30,1% sedangkan prevalensi VB di Nepal sebesar 24,4%.9

Penelitian yang dilakukan Ocviyanti et al (2010) menyatakan bahwa prevalensi di

Indonesia sebesar 30,7%.10 Angka kejadian VB pada wanita hamil berkisar 14-21% di

negara Eropa, di Asia dilaporkan 13,6% di Jepang, 15,9% di Thailand dan 32% di

Indonesia.1

2.3 Anatomi

Vagina merupakan organ genital interna pada wanita yang memiliki panjang

sekitar 7-10 cm. Organ ini berbatasan dengan uretra dan kandung kemih pada bagian

anterior, otot levator ani serta fascia endopelvic pada bagian lateral, dan rectum pada

bagian posterior.16

Vagina dibentuk dari jaringan otot, saluran sempit yang memanjang dari lubang

vagina disebut introitus, ke leher rahim. Secara histologis dinding vagina tersusun atas

3 lapisan yakni lapisan mukosa dengan epitel squamous non keratin, dibawahnya

terdapat lapisan tunika muskularis yang tersusun atas otot lurik dan otot polos, lapisan

terakhir terdapat lapisan adventitia yang kaya akan kolagen dan elastin. Hal ini

memungkinkan vagina berkembang pesat selama berhubungan seksual atau

persalinan.1,13

5
Gambar 2.1 Anatomi (Supermaniam S., 2016)

Vagina merupakan suatu bentukan tabung muculomembranous, yang

memanjang dari bagian servikal uterus sampai ke bagian vestibulum, yaitu celah antara

labia minora ke arah terbukanya vagina dan urethra. Pangkal vagina bagian superior

mengelilingi bagian servikal dari uterus. Bagian dinding anterior dan posterior dari

vagina biasanya berdekatan sehinga tampak menempel, kecuali di ujung akhir vagina

bagian superior yang dipisahkan oleh bagian servikal uterus.16

Vagina memiliki fungsi sebagai berikut:16

a) sebagai saluran ekskresi cairan menstruasi

b) membentuk bagian inferior dari jalan lahir

c) sebagai tempat penis dan proses ejakulasi saat proses hubungan intim

d) berhubungan dengan canalis cervicalis di bagian superior

e) berbatasan dengan vestibulum di bagian inferior

Canalis cervicalis membentang dari isthmus uterus menuju bagian eksternal

uterus. Vagina dalam keadaan normal kolaps, sehingga bagian anterior bersenthugan

dengan bagian posterior, dengan perkecualian pada ujung superior, tempat cervix.16

Vaginal fornix, lekukan di dekat tonjolan cervix dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu anterior, posterior, dan lateral. Bagian posterior vaginal fornix adalah bagian yang

6
paling dalam dan berhubungan erat dengan rectouterine pouch.16

Ada empat otot pada vagina yang berperan sebagai spinchter, yaitu: 16

1) pubovaginalis,

2) external urethral sphincter,

3) urethrovaginal sphincter

4) bulbospongiosus

Batas vagina :16

1) Anterior: fundus vesica urinaria dan urethra.

2) Lateral: levator ani, visceral pelvic fascia, dan ureters.

3) Posterior (inferior sampai superior): anal canal, rectum, dan recto-uterine

pouch

Dalam kondisi normal, pada vagina hidup mikrobiota (mikroorganisme yang

hidup pada organ maupun jaringan tertentu) yang berfungsi untuk melawan invasi dari

patogen asing. Umumnya mikrobiota vagina normal terdiri atas kumpulan

mikroorganisme aerob maupun anaerob. Namun 90% mikrobiota vagina itu tersusun

atas Lactobacilli. Lactobacilli berperan penting dalam melindungi ekosistem vagina

dari serangan patogen melalui produksi lendir dan senyawa antimikroba seperti asam

laktat dan hidrogen peroksida (Graziottin, 2015).6

Asam laktat hasil dari metabolisme glikogen inilah yang kemudian akan

mengatur kadar keseimbangan pH pada vagina agar tetap berada pada rentang normal

yaitu 3,8 – 4,4 (Mendling, 2016). Perubahan yang terjadi pada pH (tingkat keasaman)

vagina dapat disebabkan oleh adanya mikrobiota pathogen yang hidup dan

menginfeksi ekosistem vagina, contohnya adalah Bakterioides spp dan protozoa parasit

T. Vaginalis (O’Hanlon, 2013). Efek infeksi dari patogen tersebut dapat menimbulkan

rasa ketidaknyamanan dan rasa sakit serta gangguan fungsi organ tersebut. Namun

infeksi pada vagina tak hanya disebabkan oleh dua faktor diatas, infeksi juga dapat

7
terjadi akibat jamur ,alergi , dan iritasi. 1,4,6

2.4 Etiologi

Etiologi VB belum sepenuhnya dipahami, salah satu yang dikemukakan adalah

terganggunya keseimbangan ekosistem vagina yang semula didominasi oleh

Lactobacillus digantikan dengan bakteri anaerob konsentrasi tinggi. Ekosistem vagina

normal adalah sangat kompleks. lacobacillus merupakan spesies bakteri yang dominan

(flora normal) pada vagina perempuan vanita subur tapi ada juga bakteri – bakteri lain

yang bakteri aerob dan anaerob. Pada saat bakerial vaginosis muncul, terdapat

pertumbuhan yang berlebihan dari beberapa spesies bakteri yang ditemukan, dimana

dalam dimana dalam keadaan normal ada dalam konsentrasi rendah. 12,14

Diketahui, ada 4 kategori dari bakteri vagina yang berhubungan dengan

vaginosis bakterial yaitu :9,19

a. Gardnerella vaginalis

G.vaginalis berhubungan dengan vaginosis bakterial. Dengan media

kultur yang lebih sensitif G.vaginalis dapat diisolasi dengan konsentrasi yang

tinggi pada perempuan tanpa tanda-tanda infeksi vagina. Dengan media seletif

tanpa G.vaginalis 40-50% pada semua perempuan usia subur. gardnerella

vaginalis diisolasi sekitar 90% pada perempuan dengan vaginosis bakterial. saat

ini dipercaya bahwa G.vaginalis berinteraksi dengan bakteri anaerob dan

M.hominis menyebabkan vaginosis bakterial.

b. Mycoplasma genital

Ditemukan mycoplasma hominis sebanyak 63% pada vaginosis bakterial

dan 10% pada perempuan normal. ditemukan mycoplasma hominis dan

G.vaginalis dalam cairan vagina pada vaginosis bakterial. pertumbuhan

mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrecine, sau dari amin yang

kosentrasinya meningkat pada vaginosis bakterial. Konsentrasi normal bakteri


8
dalam vagina biasanya 105 organisme/ml cairan vagina dan meningkat menjadi

108-9 organisme/ml pada vaginosis bakterial. terjadi peningkatan konsentrasi

G.vaginalis dan bakteri anaerob termasuk bacteroides, peptosterpococcus dan

mobilincus spp sebesar 100- 1000 kali lipat.

c. Bakteri anaerob

Bakteriodes spp (provetella dan prophyromonas) di isolasi sekitar 76%

dan peptococcus (preptostreptococcus) 36% dari penderita vaginosis bakterial

dan pada perempuan normal kedua tipe anaerob secara bermakna lebih jarang

ditemukan. penemuan spesies anaerob dihubungkan secara langsung dengan

penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina. setelah

terapi metronidazol, bacteriodes dan peptostreptococcus tidak ditemukan lagi

dan laktat menjadi asam organik predominan dalam cairan vagina. bakteri

anaerob berinteraksi dengan G.vaginalis menyebabkan vaginosis bakterial.

peneliti lain memperkuat adanya adanya hubungan bakteri anaerob dengan

vaginosis bakterial. menurut pengalaman, bacteriodes spp paling sering

dihubungkan dengan vaginosis bakterial. Mikroorganisme bakterial lainnya

mobiluncus spp, merupakan batang anaerob lengkung ditemukan pada vaginosis

bakterial. dalam vagina, mobiluncus spp, selalu ditemukan dengan organisme

lainnya yang menyebabkan vaginosis bakterial.

2.5 Faktor Risiko

Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan VB, diantaranya ras,

merokok, tingkat pendidikan, penggunaan antiseptik atau sabun pembersih kewanitaan

secara rutin, penggunaan kontrasepsi IUD, dan douching vagina serta kebiasaan

mengganti celana dalam. Wanita berkulit hitam lebih sering terkena VB daripada

wanita berkulit putih. Wanita yang merokok lebih berisiko terkena VB daripada wanita

yang tidak merokok.9,13


9
Tingkat pendidikan dan perilaku menjaga kebersihan (hygine) juga menjadi

faktor risiko terjadinya VB. Wanita yang berpendidikan rendah lebih berisiko terkena

VB daripada wanita yang berpendidikan tinggi. Wanita yang jarang mengganti celana

dalam lebih berisiko terkena VB daripada wanita yang rajin mengganti celana dalam.

Perilaku seksual seperti memiliki banyak pasangan seksual dan memiliki pasangan

seksual wanita juga menjadi faktor risiko VB.14,19

Aktivitas seksual merupakan faktor risiko untuk VB, dan sebagian besar ahli

percaya bahwa VB tidak terjadi pada wanita yang belum pernah melakukan hubungan

vagina, Studi epidemiologi yang sangat mendukung transmisi seksual RV patogen.

Dalam review sistematis dan meta-analisis dari 43 studi observasional, kontak seksual

dengan pasangan pria dan wanita yang baru dan beberapa dikaitkan dengan peningkatan

risiko VB, sementara penggunaan kondom dikaitkan dengan penurunan risiko.4,19

Selain faktor risiko seksual dan infeksi, kebanyakan studi menunjukkan

douching dan merokok merupakan faktor risiko untuk akuisisi VB kalangan wanita

aktif secara seksual Penggunaan kondom dan kontrasepsi yang mengandung estrogen

mungkin menjadi faktor protektif.4

Faktor risiko VB berulang (recurrent) yang ditemukan antara lain pada wanita

yang memulai aktivitas seksualnya sejak umur muda, serta dikaitkan dengan adanya

riwayat menderita VB sebelumnya, hubungan seksual yang rutin selama terapi,

kebiasaan mengganti celana dalam <3x sehari, kebiasaan douching vagina, kebiasaan

menggunakan sabun pemutih area kewanitaan, frekuensi berhubungan seksual 1-2 kali

seminggu, sebagian besar memakai kontrasepsi oral dan sebagian besar memiliki

tingkat stres tinggi.12,17

2.5.1 Usia

Bakterial vaginosis merupakan kondisi yang umum dijumpai pada wanita usia

reproduktif.1 Wanita seksual aktif lebih sering sebagai karier G. vaginalis daripada

10
wanita tanpa pengalaman seksual. Namun demikian 10-31% gadis tanpa pengalaman

seksual pada kultur cairan vaginanya didapatkan G. vaginalis.4 Pada wanita yang

memulai aktivitas seksualnya sejak umur muda lebih berisiko mengalami VB

recurrent / berulang.12

2.6 Patofisiologi

Etiologi VB belum sepenuhnya dipahami, salah satu yang dikemukakan adalah

terganggunya keseimbangan ekosistem vagina yang semula didominasi oleh

Lactobacillus digantikan dengan bakteri anaerob konsentrasi tinggi. Ekosistem dominan

pada vagina normal sangat kompleks. Lactobacillus merupakan spesies bakteri yang

dominan pada vagina wanita usia reproduktif, tetapi ada juga bakteri-bakteri lain yaitu

bakteri aerob dan anaerob. Pada saat VB terjadi, terdapat pertumbuhan yang berlebihan

dari beberapa spesies bakteri yang ditemukan, di mana dalam keadaan normal ada

dalam konsentrasi rendah. Oleh karena itu. VB dikategorikan sebagai salah satu infeksi

endogen saluran reproduksi wanita. Diketahui ada 4 bakteri yang berhubungan dengan

VB, yaitu G. vaginalis, kuman batang gram negatif anaerob, Mycoplasma hominis, dan

Mobiluncus spp.4

Flora normal yang didominasi Lactobacillus memiliki pH rendah <4,5 yang

disebabkan oleh produksi laktat. Pada VB pH biasanya meningkat >4,5 sebagai akibat

dominasi G.vaginalis dan bakteri anaerob. Antara G.vaginalis dan bakteri anaerob bisa

terjadi symbiosis, dimana G.vaginalis menghasilkan asam amino, sedangkan kuman

anaerob mengubah asam amino menjadi senyawa amin sehingga menaikkan pH yang

merupakan tempat yang optimal bagi pertumbuhan G.vaginalis . Metabolisme dari

organisme tersebut menyebabkan produksi amin yang menyebabkan bau amis ikan pada

cairan vagina.4,17

2.7 Manifestasi Klinis

11
Sebanyak 50% penderita tidak merasakan gejala (asimtomatik). Gejala utama

VB adalah keputihan homogen yang abnormal (terutama pasca senggama) dengan bau

tidak sedap, bau akan semakin meningkat setelah berhubungan seksual. 1,12
Cairan

keputihan berada di dinding vagina dan tidak disertai iritasi, nyeri atau eritema. Tak

seperti halnya dengan keputihan vagina normal, keputihan pada VB jumlahnya

bervariasi dan umumnya menghilang sekitar 2 minggu sebelum haid.15,17

Pada pemeriksaan fisik vagina ditemukan cairan homogen yang seperti susu dan

berbau amis. Pasien terkadang juga mengatakan bahwa dirinya memiliki riwayat VB

dalam 3 bulan hingga 1 tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan tingkat kekambuhan

(rekurensi) setelah terapi VB sebesar 50% .5

Beberapa kemungkinan penyebab tingginya tingkat kekambuhan yaitu

kegagalan menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen baik karena resistensi

antibiotik sebagian ataupun seluruhnya, reinokulasi bakteri patogen yang berasal dari

sumber eksogen (dapat melalui hubungan seksual), faktor host yang persisten seperti

vaginal douching atau IUD, dan kegagalan rekolonisasi Lactobacillus pada vagina atau

infeksi dengan bakteri yang menghancurkan Lactobacillus.17

2.8 Diagnosis Banding


 Candidiasis Vulvovagina
 Trichomonas Vaginalis

12
Tabel 2.2 Tanda dan gejala vaginitis (Heather L et al,. 2018)
2.9 Diagnosis
Ada dua gold standar yang digunakan untuk mendiagnosis VB. Metode

diagnostik pertama adalah kriteria Amsel dan yang kedua adalah evaluasi

pewarnaan Nugent. Beberapa metode lainnya juga telah digunakan untuk

mendiagnosis VB. Sebagian VB tidak menunjukkan gejala.1,4

a. Kriteria diagnosis Amsel (terdapat ≥3 dari 4 kriteria)

4 Kriteria Amsel :18

1) Sekret vagina yang kental homogen

2) Identifikasi mikroskopik sel-sel clue pada hapusan sekret vagina (lebih dari

20%)

Sel-sel clue adalah sel-sel epitel vagina dengan kerumunan bakteri menempel

pada membran sel. Tampak juga beberapa sel radang atau laktobasili.

13
Gambar 2.2 Clue cell (Heather L et al,. 2018)

3) pH cairan vagina > 4,5

4) Uji whiff positif yang berarti keluar bau seperti anyir (amis) pada waktu

ditambahkan larutan potasium hidroksida (KOH) 10% sampai 20% pada cairan

vagina.

Vaginosis bakterial didiagnosis dengan melakukan pengecatan gram pada

sampel cairan vagina, interpretasi hasil secara kualitatif menggunakan Kriteria

Nugent. 7 Kriteria Nugent menggunakan skoring 0 – 10 :

 Skor 0 – 3 , diagnosis VB negative

 Skor 4 – 6 , intermediate

 Skor > 7 , diagnosis VB positif

14
Tabel 2.1 Sistem penilaian Skor Nugent

Alternatif diagnosis adalah dengan melakukan pengecatan gram pada

hapusan vagina dengan kriteria Hay/Ison 7.

Kriteria Hay/Ison : (Hay et al., 1994)

 Grade 1 (normal) : predominasi dari morfotipe Lactobacillus

 Grade 2 (intermediate) : Flora campuran dengan sejumlah kecil

Lactobacillus dan Gardnerella dan Mobiluncus

 Grade 3 (vaginosis bakterial) : predominasi dari Gardnerella dan atau

morfotipe Mobiluncus. Lactobacillus minimal atau tak ditemukan

2.9.2 Gejala dan Tanda

Pada anamnesis, keluhan yang sering disampaikan pasien adalah :4

a) keputihan warna kuning kehijauan, gatal, dan berbau

b) keputihan berbau tajam terutama setelah melakukan koitus

c) keputihan berulang.

Ciri-ciri keputihan VB adalah tipis, homogen, warna putih abu abu, dan

berbau amis. Keputihannya bisa banyak sekali dan pada pemeriksaan dengan

spekulum lengket di dinding vagina. Pruritus atau iritasi vulva dan vagina jarang

terjadi.5 Tidak ada disuria, dispareunia, pruritus, rasa terbakar kecuali ada patogen.18

2.9.3 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

1) Kriteria Amsel

Amsel dan kawan-kawan menganjurkan dasar diagnosis VB berdasarkan adanya

15
paling tidak tiga tanda-tanda berikut :4,3,7

a) Sekret wanita berwarna putih homogen

b) pH cairan vagina >4,5

pH diukur dengan menggunakan kertas indikator pH. Sensitivitas untuk

diagnosis VB oleh pH memiliki sensitivitas tinggi, tetapi memiliki spesifisitas

yang rendah. Studi ini mempunyai sensitivitas 98,8% dan spesifisitas 71%.

Tahun 1983, Amsel mengemukakan bahwa hanya 81% dari wanita dengan VB

memiliki pH>4,5. Sedangkan studi yang dilakukan oleh Eschenbach dkk., 97%

dari wanita dengan VB memiliki pH tinggi

c) Adanya bau amis (fishy odor) dari cairan vagina yang ditetesi KOH 10% (Whiff

test)

Peningkatan pH cepat melepaskan amin, misalnya trimetylamine, yang

dilarutkan sebagai asam bila pH rendah. Tes Sniff/Whiff trimetyl amine

dilakukan untuk mendeteksi bau dengan menambahkan satu tetes kalium

hidroksida (KOH) 10-20% pada cairan vagina pada spekulum, atau dengan

menempatkan setetes cairan vagina ke slide mikroskop dan menambahkan satu

tetes kalium hidroksida 10-20% kemudian dibau.

d) Pada pemeriksaan mikroskop dengan smear ditemukan Clue cell

Sebagian kecil dari keputihan ditempatkan pada slide mikroskop dan satu

tetes larutan saline ditambahkan. Spesimen ini kemudian ditutup dengan kaca

penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Jika pasien menderita VB, beberapa

sel epitel ditutupi dengan sejumlah besar Gardnerella vaginalis. Clue cell adalah

sel epitel vagina dengan tepi sel sulit untuk dilihat karena banyak bakteri yang

ditemukan pada permukaan sel. Sel petunjuk adalah salah satu kriteria klinis yang

diperkenalkan oleh Gardner dan Duke. Sel-sel ini adalah petunjuk untuk

diagnosis.

16
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada semua pasien baru VB dan

ditemukan clue cells yang merupakan sel skuamosa epitel vagina yang dipenuhi

oleh bakteri vagina. Batas dinding sel menjadi tidak jelas akibat penempelan oleh

bakteribakteri bentuk batang atau kokus misalnya Gardnerella, Mobiluncus, dan

bakteri lainnya. Lactobacillus dapat juga menempel pada sel epitel vagina

walaupun jarang dengan konsentrasi yang tinggi sehingga menyerupai clue cells.

Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas 60% dan spesitifitas 98%.17

2) Pewarnaan Gram

Pewarnaaan Gram adalah metode klasik dalam mikrobiologi untuk

mengategorikan morfologi bakteri. Morfologi bakteri diklasifikasikan sebagai Gram

positif atau Gram negatif tergantung pada kemampuan dinding sel bakteri untuk

diwarnai. Kemampuan sel untuk menerima pewarnaan tergantung pada kadar

lipopolisakarida (LPS) dalam sel. Sel-sel yang mempertahankan pewarna utama

adalah Gram positif, dan sel-sel yang tidak menyerap warna adalah Gram negatif.

Terdapat juga Gram variabel.

Bakteri Gram variabel mengandung LPS dalam jumlah rendah atau LPS

ditutupi oleh molekul lain dalam dinding sel yang mengharnbat kemampuan pewarna

untuk menembus molekul LPS. Morfologi Gardnerella adalah bakteri pendek Gram

negatif atau Gram variabel, sedangkan morfologi Lactobacillus adalah batang Gram

positif. Slide dapat diperiksa beberapa kali oleh penilai yang sama atau oleh penilai

yang berbeda

3) Klasifikasi Nugent

Nugent dkk. tahun 1991 mergembangkan sistem penilaian yang lebih objektif

untuk mendiagnosis VB berdasarkan tipe morfologi. Saat ini, skor Nugent adalah

metode yang paling sering digunakan untuk mendeteksi VB dan dianggap sebagai

standar emas pemeriksaan VB. Skor Nugent digunakan bersama dengan pewarnaan

17
Gram. Penilaian VB dibagi dalam skor 0-4. Kehadiran lebih dari 30 Lactobacillus per

lapangan pandang ditetapkan sebagai skor 0, sedangkan tidak adanya Lactobacillus

ditetapkan sebagai skor 4. Skor 0-3 dianggap normal, skor 4-6 diklasifikasikan

sebagai menengah, dan skor 7-10 konsisten dengan VB.

4) Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR adalah pemeriksaan yang didasarkan pada kuantifikasi molekular dari

G. vaginalis dan Atopobium vaginae. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi bila dibandingkan dengan tes klinis standar yang digunakan

selama ini mahal

2.10 Tatalaksana

2.10.1 Medikamentosa

Vaginosis bakterial merupakan awal dari infeksi intrauterin, apabila tidak

dilakukan manajemen yang adekuat akan terjadi penyebaran ke desidua, amnion dan

infeksi sistemik fetal. 7

1. Terapi antibiotik : 4,19

a. Metronidazol

Metronidazol dapat diberikan dosis tunggal 2 g, atau regimen 5-7 hari

atau selama 14 hari secara oral maupun vaginal. Secara oral diberikan dengan

dosis 2x500 mg, dan secara vaginal diberikan 1 tab vaginal 1 kali per hari.

Pada wanita hamil diberikan 200-250 mg, 3x sehari selama 7 hari per oral

atau 500 mg tablet vagina sekali sehari.

b. Klindamisin

Klindamisin dapat diberikan secara minum ataupun melalui vagina

dengan dosis 2x300 mg tablet minum, 1x tablet vagina 100 mg selama 7 hari

atau krim vagina 5 g 1x sehari. Efektivitas penyembuhan untuk vaginosis

18
bakterial Klindamisin sama dengan Metronidazol dengan angka kesembuhan

94%. Klindamisin aman diberikan pada wanita hamil.

c. Tinidazole

Tinidazole dapat diberikan secara oral dengan dosis 1-2 g perhari

selama 5 hari. Efektivitas untuk penyembuhan VB hampir sama

dibandingkan dengan metronidazole maupun klindamisin.

2. Terapi Nonantibiotik : 20

Probiotik

Probiotik dapat diberikan peroral maupun pervaginam untuk memperbaiki

flora vagina tanpa efek samping. Kandungan probiotik ini antara lain L

rhamnosus GR-1, L. rhamnosus Lcr 35, L. uteri RC-14, L. crispatus CTV-05, L.

rhamnosus L60, dan L. fermentum L23. 20

2.11 Komplikasi

Dampak dari VB selama masa kehamilan dapat memberikan komplikasi

yang serius khususnya pada kehamilan, diantaranya adalah persalinan preterm

(premature / umur kehamilan kurang dari 37 minggu) dan bayi dengan berat lahir

rendah (BBLR), infeksi korion dan amnion, serta infeksi cairan amnion. VB juga

dapat meningkatkan resiko penyakit inflamasi pelvis (radang panggul/PID) dan

kejadian infeksi pasca persalinan caesarean. 1,5,15

Selain resiko pada wanita hamil, VB juga memberikan dampak juga pada

wanita yang tidak hamil. peningkatan resiko terinfeksi Human immunodeficiency

virus (HIV) maupun infeksi penyakit kelamin lainnya, VB lebih sering dijumpai

pada pemakai AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) dibanding kontrasepsi lain

dan meningkatkan risiko penyaki menular seksual . Pada ibu hamil dengan VB

meningkatkan infeksi klamidia dua kali lipat (19,5% vs 8,2%) dan gonorea enam

19
kali lipat (3,2% vs 0,5%).5 Sedangkan wanita hamil dengan VB lebih sering

mempunyai bayi yang lahir prematur atau dengan berat lahir rendah (berat lahir

rendah kurang dari 5,5 pon).1,15

2.12 Prognosis

Prognosis pada penyakit vaginitis ini umumnya baik dan hampir semua

dapat disembuhkan, namun yang patut diwaspadai adalah VB yang berulang atau

recurrent karena dapat menyebabkan komplikasi. 1,20

Vaginosis Bakterial memang tidak sampai menimbulkan kematian, namun

apabila seorang wanita mengalami vaginitis dapat mengakibatkan hilangnya rasa

percaya diri, terbatasnya fungsi seksual, bahkan depresi yang efeknya akan sangat

berpengaruh pada aktivitas sosial individu tersebut.2

Angka kekambuhan VB Jangka panjang setelah terapi Metronidazole oral

selama 12 bulan adalah 58%.8

2.13 Pencegahan

Pengetahuan tentang vaginosis bakterial harus disebarluaskan kepada

kalangan wanita. Wanita Usia Subur yang menggunakan IUD disarankan untuk

melakukan pemeriksaan secara rutin sehingga dapat mencegah terjadinya vaginosis

bakterial. Wanita usia subur disarankan mengganti celana dalam minimal 3 kali

sehari, menggunakan celana dalam dari kain katun yang tidak ketat, melepas celana

dalam sebelum tidur.

20
BAB III
RINGKASAN

a) Vaginosis Bakterial merupakan kondisi ketidakseimbangan dari ekosistem vagina, yaitu

menurunnya jumlah Lactobacillus yang diikuti dengan peningkatan jumlah Gardnerella

vaginalis dan kuman anaerob lainnya.

b) Vaginosis Bakterial (VB) merupakan penyebab tersering keluhan keputihan pada wanita

usia reproduksi di Indonesia dengan angka kejadian yang masih tinggi. Vaginosis sering

terjadi pada wanita usia reproduktif

c) Etiologi VB belum sepenuhnya dipahami, salah satu yang dikemukakan adalah

terganggunya keseimbangan ekosistem vagina yang semula didominasi oleh Lactobacillus

digantikan dengan bakteri anaerob konsentrasi tinggi.

d) Menentukan diagnosis Vaginosis Bakterial dapat dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan dilanjutkan pemeriksaan penunjang menggunakan kriteria Amsel, ataupun kriteria

Nugent

e) Gejala klinis VB adalah keputihan tipis, homogen, warna putih abu abu, dan berbau

amis, jumlahnya bisa sangat banyak , Pruritus atau iritasi vulva dan vagina jarang

terjadi kecuali ada patogen.

f) Terapi medikamentosa pada Vaginosis Bakterial yaitu dengan pemberian metronidazole

500 mg per-oral diberikan 2 kali sehari selama 7 hari atau klindamisin 300 mg per-oral

diberikan 2 kali sehari selama 7 hari. Terapi topikal dengan klindamisin vaginal tidak

direkomendasikan untuk vaginosis bakterial pada kehamilan. Pemeriksaan ulang harus

dilakukan 1 bulan setelah pengobatan untuk memastikan kesembuhan pasien.

g) Komplikasi VB pada kehamilan yaitu persalinan preterm (premature / umur kehamilan kurang dari

37 minggu) dan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR), infeksi korion dan amnion, serta infeksi

cairan amnion, meningkatkan resiko penyakit inflamasi pelvis (radang panggul/PID) dan kejadian

21
infeksi pasca persalinan caesarean, sedangkan komplikasi pada wanita yang tidak hamil meliputi

peningkatan resiko terinfeksi HIV maupun infeksi penyakit kelamin lainnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Utami Luh Putu Prihandini,Wahyuni Ni Putu Dewi Sri. (2021). Infeksi pada Vagina
(Vaginitis). Ganesha Medicina Journal . Vol. 1 No.1
2. Raphaelidis, L. (2015). Uncommon Vaginitis Cases: Expect the Unexpected. The
Journal for Nurse Practitioners, Hal 135–138 : Vol. 11 No. 1
3. Martasaphira Vina, dkk. (2019). Pengaruh Penambahan Probiotik terhadap Efek
Antimikroba Terapi Vaginosis Bakterial dengan Metronidazole Tablet . Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya . Vol.8 No.1
4. Akbar, M. I. A., Tjokroprawiro, B. A dan Hendy Hendarto. (2020) . Seri Buku Ajar
Obstetri dan Ginekologi: Ginekologi Praktis Komprehensif. Airlangga University Press.
Surabaya.
5. Prawirohardjo, Sarwono. (2018). Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo . Hal. 222
6. Rosita. (2021). Faktor Determinan Kejadian Bacterial Vaginosis (Vb) Di Kabupaten
Bandung. Jurnal Sehat Masada. Vol.15 No.1
7. Hepta Lidia et al. (2015). Hubungan antara Vaginosis Bakterial dan Persalinan Preterm.
Jurnal Kesehatan Reproduksi. Hal. 61-70 : Vol. 2 No. 2
8. Mitavania R.A., Denas A. (2020). Perbandingan Angka Kekambuhan Bacterial
Vaginosis Antara Terapi Metronidazole Tunggal Dengan Kombinasi Metronidazole
Dan Probiotik: Metaanalisis. Medical and Health Science Journal. Vol.4 No.1
9. Ranjit et al,. (2018). Prevalence of Bacterial Vaginosis and Its Association with Risk
Factors among Nonpregnant Women: A Hospital Based Study. International Journal of
Microbiology
10. Ocviyanti, D., Y. Rosana., S. Olivia. dan F. Darmawan. (2010). Risk Factors for
Bacterials Vaginosis among Indonesian Women. Medical Journal Indonesia. 19(2):
130-135.
11. Indriyana S.P, et al,. (2016) . Hubungan Antara Terjadinya Bakterial Vaginosis Dengan
Penggunaan Kontrasepsi Hormonal. Jurnal Kedokteran Diponegoro. Vol.5 No.4
12. Amal Ichlasul. (2020). Uji Bakteriologis Dan Faktor Risiko Pada Penderita Bacterial
Vaginosis Berulang (Recurrent) Di Puskesmas Tanggul. Jember
13. Bautista et al,. (2016). Bacterial vaginosis: a synthesis of the literature on etiology,
prevalence, risk factors, and relationship with chlamydia and gonorrhea infections.
Military Medical Research. Vol.3 No.4

23
14. Bitew et al,. (2017). Prevalence of Bacterial Vaginosis and Associated Risk Factors
among Women Complaining of Genital Tract Infection. International Journal of
Microbiology
15. Hasriati. (2017). Hubungan Antara Bakterial Vaginosis Dengan Kejadian Persalinan
Preterm. Makassar
16. Supermaniam Sevellaraja. (2016). Laparoscopic surgery in Gynecology and Common
Diseases in Women. Malaysia. Hal. 35-37
17. Karim Abdul, Barakbah Jusuf. (2016). Studi Retrospektif : Vaginosis Bakterial. Berkala
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and Venereology.
Vol.28 No.3
18. Mary et al,. (2022). Evaluation and Management of Vaginitis. Mayo Clinic
Proceedings. Hal. 347-358. Vol. 97, No. 2
19. Heather L et al,. (2018). Vaginitis: Diagnosis and Treatment. American Family Physician.
Vol. 97 No. 5
20. Astiti Ni Komang Erny. (2019). Probiotik Sebagai Terapi Komplementer Bakterial
Vaginosis Dalam Kehamilan. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan.
Vol. 9 No.1

24

Anda mungkin juga menyukai