KATARAK
Disusun oleh :
Nurafni Irani
03101900014
Pembimbing :
Judul Referat:
KATARAK
Disusun oleh:
Nurafni Irani
031019000019
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Novi Anita, Sp.M selaku dokter pembimbing
Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUD Budhi Asih
i
KATA PENGANTAR
Puji beserta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberi berbagai kenikmatan, khususnya nikmat sehat sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan referat ini yang berjudul “Katarak”. Tujuan penulisan
referat ini adalah untuk mememnuhi tugas kepaniteraan klinik stase Ilmu Kesehatan
Mata RSUD Budhi Asih periode 23 Mei – 24 Juni 2022
Dalam menyelesaikan tinjuan pustaka ini penulis mendapat bantuan serta
bimbingan, terutama dr. Novi Anita, Sp.M selaku pembimbing untuk itu penulis
ingin mengucapkan terima kasih karena telah meluangkan waktu dan bimbingannya
sehingga referat ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih memiliki kekurangan,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar referat
ini dapat menjadi lebih baik. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat untuk
mendapat ilmu pengetahuan bagi pembacanya, khususnya rekan rekan kedokteran
dan tenaga medis lain serta seluruh masyarakat umum.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................6
2.1.2 Fisiologi...........................................................................................................9
2.1.3 Histologi........................................................................................................10
2.2 Katarak.....................................................................................................................17
2.2.1 Definisi..........................................................................................................17
2.2.2 Epidemiologi.................................................................................................17
2.2.4 Patofisiologi...................................................................................................19
iii
2.3 Diagnosis......................................................................................................................30
2.3.1 Anamnesis...........................................................................................................30
2.4 Tatalaksana.................................................................................................................32
2.4.4 Fakoemulsifikasi..................................................................................................41
2.5 Komplikasi..................................................................................................................46
2.6 Prognosis......................................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................49
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Katarak merupakan kelainan lensa mata yang keruh di dalam bola mata. Katarak
terjadi akibat kekeruhan pada lensa mata yang mengakibatkan tergantungnya cahaya
masuk ke dalam bola mata, sehingga penglihatan menjadi kabur dan lama kelamaan
dapat menyebabkan kebutaan. 1
Menurut World Health Organization (WHO)
mengestimasikan jumlah orang dengan gangguan pengelihatan di seluruh dunia pada
tahun 2018 adalah 1,3 milyar orang. Katarak merupakan penyebab gangguan
pengelihatan terbanyak kedua di seluruh dunia (33%) setelah gangguan refraksi yang
tidak terkoreksi (42%). Namun, katarak menepati posisi pertama sebagai penyebab
kebutaan di dunia dengan prevalensi 51% (WHO, 2014).2 Katarak atau kekeruhan
lensa mata merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia maupun
dunia. Perkiraan insiden katarak adalah 0,1% per tahun atau setiap tahun di antara
1.000 orang terdapat seorang pendertia baru katarak. Penduduk Indonesia juga
memeliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan
penduduk subtropis sekitar 16-22% penderita katarak yang dioperasi di bawah 55
tahun.2
World Health Organization (WHO) pada tahun 1972 mendefinisikan kebutaan
sebagai tajam penglihatan di bawah 3/60. Buta menurut kategori WHO adalah
sebagai berikut :
Kategori 1 : rabun atau penglihatan dengan visus <6/18
Kategori 3 : buta
Kategori 4 : buta
5
penyakit katarak, bahkan sebagian menganggap sekedar hanya mengalami rabun
jauh atau rabun dekat. Biasanya penderita berusaha untuk mengatasi keluhan rabun
ini dengan menggunakan kacamata. Padahal tidak mungkin terdapat ukuran
kacamata yang cocok, karena keluhan penglihatan buram bukan disebabkan oleh
rabun jauh atau rabun dekat tetapi karena penyakit katarak. Jika hal ini dibiarkan
dalam waktu yang lama, penderita katarak yang tidak menyadari penyakit yang
dialami ini akan mengalami kesulitan lebih lama.3
Terdapat empat jenis penyakit katarak, yaitu katarak juvenile yang merupakan jenis
katarak perkembangan atau pertumbuhan dan mirip dengan jenis katarak
kongenital/cacat bawaan, katarak degeneratif (senilis) yang disebabkan proses
penuaan, katarak traumatik yang disebabkan trauma atau cedera yang pernah
dialami, dan katarak subkapsularis posterior yang disebabkan komplikasi penyakit
tertentu, penggunaan steroid dalam jangka panjang atau penggunaan ramuan
penyegar yang tidak terdaftar. Katarak pada seseorang sebagian besar dianggap
sebagai penyakit multifaktorial. Kebanyak berkembang dengan etiologi spesifik dan
dapat didiagnosis.3,4
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lensa
Mata
2.1.1 Anatomi
Lensa adalah struktur melengkung pada mata yang membelokkan cahayan dan
memfokuskannya ke retina untuk membantu melihat gambar dengan jelas. Lensa
berbentuk seperti piring bening dibelakang iris, fleksinel dan berubah bentuk untuk
membantu melihat objek pada jarak yang bervariasi. Lensa adalah lapisan mata yang
bening dan bikonveks yang sebagian besar terdiri dari protein sebanyak 60%. Empat
struktur membentuk lensa yaitu kapsul, epitelium, kortex dan nukleus.5 kapsula lensa
merupakan membran elastis, tipis dan transparan, terbentuk dari lamina basal yang
tebal dan berasal dari epitel lensa. Fungsi utama kapsul lensa adalah memberi bentuk
pada lensa sebagai respon terhadap tarikan serat zonuler selama akomodasi. Epitel
lensa terletak di bagian anterior lensa sampai ekuator antara kapsul lensa dan serat
lensa. Epitel lensa berperan dalam proses metabolisme aktif dan dapat melakukan
semua aktifitas sel normal, termasuk biosintesa DNA, RNA, protein dan lipid. Epitel
lensa juga dapat menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel
epitel akan bermigrasi menuju bagian posterior lensa dan berdiferensiasi menjadi
serat di ekuator lensa. Lapisan terluar dari serat adalah lapisan paling baru dan
membentuk bagian korteks lensa.6
Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensamemiliki
dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Permukaanposterior lebih
cembung daripada permukaan anterior. Radius kurvatura anterior10 mm dan radius
kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa adalah 9-10 mm danketebalan lensa adalah
3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat usia lanjut. Berat lensa135 mg pada usia 0-9
tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun. Lensa terletak di bilik posterior bola
mata, di antara permukaan posterioriris dan badan vitreus pada lengkungan
berbentuk cawan badan vitreus yang disebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan
iris membentuk diafragma optikalyang memisahkan bilik anterior dan posterior bola
mata (Lang, 2000). Lensa tidakmemiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan
ikat. Lensa dipertahankan ditempatnya oleh seratzonula yang berada di antara lensa
dan badan siliar. Seratzonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya
7
fibrilin yangmengelilingi lensa secara sirkular. Lensa mata yang normal adalah
jernih, transparan, dan avaskular serta merupakan salah satu media refraksi yang
berfungsi memfokuskan cahaya agar membentuk bayangan yang tajam pada retina.
8
2.1.2 Fisiologi Lensa
Fisiologi lensa sangat berkaitan dengan ultrastrukturnya. Kapsul lensa merupakan
barier pertama proses difusi ke dalam maupun ke luar lensa. Sel epitel lensa
berdekatan dengan kapsul lensa dan seperti sel epitel yang lain membran sel bagian
lateral tidak saling berlekatan namun saling berhubungan melalui gap junction
sehingga memungkinkan pertukaran dan transport ion serta metabolit dengan berat
molekul rendah antar sel molekul yaang berdekatan. Jalur utama pertukaran
metabolit antara sel epitel lensa dan sel serat lensa juga melalui gap junction dan
melalui proses endositotik. Lensa mengatur osmolaritasnya dengan jalan memompa
secara aktif ion sodium. Chloride dan air akan dialirkan masuk secara pasif. Lensa
secara aktif memompa keluar ion natrium dan kalsium. Potasium secara aktif
dipompa oleh epitel masuk kedalam lensa. Setelah melewati epitel lensa potasium
akan tersebar sampai ke kapsul posterior dan akan meninggalkan kapsul posterior
melalui difusi sederhana. Model inilah yang mempertahankan konsentrasi gradien di
dalam lensa mata. Sel epitel lensa merupakan kontrol terbesar transport dan difusi
dari lensa mata.
Bagian terdalam dari nukleus yang menyerupai lensa sampai dengan 3 bulan
masa gestasi. Nukleus Embriotik terdiri dari serabut lensa primer yang
terbentuk dari elongasi sel dinding posterios dari vesikel lensa.
b) Nukleus Fetal
d) Nuk2leus Dewasa
e. Zonula Zinii
Lensa difikasi oleh serabut zonula yang berasal dari lamina basalis epitel non
pigmen korpus siliaris pars plikata. Zonula melekat pada kapsul anterior dan
posterior lensa menuju ekuator. Masing – masing serabut zonula terdiri dari
serabut kolagen multiple yang menyatu dengan kapsul lensa. Serta zonula serupa
dengan myobifril serat elastis. Sistem ini penting untuk proses akomodasi, yang
11
dapat memfokuskan objek pada dekat dan jauh dengan mengubah kecembungan
lensa.13
12
2.1.4 Metabolisme Lensa
1. Metabolisme Karbohidrat
Glukosa masuk ke lensa ke dalam bentuk glukosa-6-fosfat (G6P) dengan enzim
heksokinase. Reaksi ini 70-100 kali lebih lambat dibandingkan enzim glikolisis
lainya. Proses metabolik terjadi setelah G6P terbentuk melalui glikolisis anaerob
dan Hexose Monophosphate (HMP) shunt.14,15
Jalur metabolisme glukosa yang lebih aktif adalah glikolisis anaerob namun
proses ini membutuhkan banyak energi. Glikolisis anaerob dianggap kurang
efisien dibandingkan dengan glikolisis aerob karena hanya menghasilkan 2 ATP
sedangkan jalur glikolisis aerob menghasilkan 36 ATP dari setiap molekul
glukosa yang dimetabolisme. Lensa memiliki kadar oksigen yang rendah sehingga
hanya 8 3% glukosa yang dihasilkan dari siklus Krebs, namun dapat mencakup
25% dari total ATP yang dibutuhkan lensa.15, 16
Jalur lain yang menggunakan G6P adalah HMP shunt atau jalur pentosa fosfat.
Hanya 5% dari glukosa lensa yang dimetabolisme. Jalur ini dipicu oleh
peningkatan kadar glukosa. Glukosa yang tidak diubah menjadi G6P masuk ke
jalur sorbitol melalui enzim aldosa reduktase. Enzim ini memiliki afinitas rendah
terhadap glukosa sehingga hanya 4% glukosa yang diubah menjadi sorbitol.15,16
Peningkatan kadar glukosa lensa akan lebih mengaktifkan jalur sorbitol
dibandingkan jalur glikolisis. Akumulasi sorbitol akan terjadi sebelum perubahan
menjadi fruktosa. Keadaan ini ditambah dengan permeabilitas lensa yang rendah
terhadap sorbitol sehingga terjadi retensi sorbitol pada lensa. Akumulasi
Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADP) akan menstimulasi HMP
shunt sehingga fruktosa ikut meningkat. Peningkatan sorbitol dan fruktosa akan
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sehingga kadar glukosa meningkat,
menyebabkan pembengkakan pada lensa, gangguan struktur sitoskeletal dan
kekeruhan lensa.15
2. Metabolisme protein dan Lipid
Protein lensa tidak mengalami regenerasi namun mengalami modifikasi. Proses
ini membuat protein akan berakumulasi di dalam lensa. Kristalin lensa merupakan
struktur larut air namun setelah mengalami proses post-translation, struktur ikatan
protein akan berubah menjadi tidak larut air dan menyebabkan agregasi protein.
Protein lensa juga mengalami proses truncation oleh protease. Protease akan
memecah polipeptida menjadi potongan kecil sehingga menyebabkan degradasi 9
protein. Sintesis protein dan lipid terjadi pada epitel dan korteks perifer. Kadar
13
lipid pada membran sel lensa tinggi terdiri dari sfingomyelin, kolesterol dan asam
lemak jenuh berfungsi untuk menjaga integritas jalur intrasel. Kadar
fosfatidilinositol yang tinggi juga ditemukan di dalam lensa berfungsi untuk
mediasi reseptor dari sel lensa sehingga responsif terhadap hormon dan
katekolamin.14,15
3. Kerusakan Oksidatif
Radikal bebas dapat merusak serat lensa dengan cara mengoksidasi serat lensa
dan menyerang protein dan membran lipid di korteks lensa. Radikal bebas dapat
dihasilkan melalui aktifitas metabolic oleh mitokondira dan faktor dari eksternal
seperti radiasi. Lensa memiliki enzim yang berfungsi melindungi dari radikal
bebas yaitu superoksida dismutase dan glutation peroksidase. Superoksida
dismutase berfungsi untuk meningkatkan penghancuran oksigen karena oksigen di
dalam mata dapat menyebabkan kekeruhan nukleus lensa. Glutation peroksidase
berfungsi untuk mengumpukan radikal bebas dan memberikan proteksi dengan
mencegah oksidasi dari komponen sitoplasma lensa. Sel serat epitel dan
superfisial lensa dapat mensintesis glutation dan dapat diangkut ke dalam lensa
dari akuos humor. Sedangkan Sel serat yang berada di nukleus lensa tidak dapat
melakukan sintesis sehingga glutation reduktase didapatkan dengan proses difusi
dari sel serat superfisial.17,18
4. Keseimbangan Air dan Kalium Lensa
Lensa memiliki komposisi air sebesar 66% dan protein sebesar 33% namun
proporsi ini dapat berubah dengan pertambahan usia. Volume lensa terdiri dari air
yaitu sebanyak 5% yang terletak di ruang ekstraselular. Mekanisme keseimbangan
air dan elektrolit mempengaruhi transparansi lensa. Transparansi lensa juga sangat
dipengaruhi oleh struktur dan komponen makromolekul di dalam lensa serta
keseimbangan hidrasi lensa. Lensa berada dalam keadaan relatif dehidrasi dan
memiliki jumlah kalium dan asam amino yang tinggi dibandingkan akuos humor
dan vitreus. Keseimbangan kation di dalam dan luar sel berpengaruh terhadap
permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa natrium kalium yang
terletak di membran sel dari epitel dan serat lensa. Pompa natrium kalium
berfungsi untuk mengeluarkan natrium dan memasukkan kalium. Mekanisme ini
dipengaruhi oleh pemecahan ATP yang diregulasi oleh enzim Na+/K+ ATPase.
Inhibisi dari enzim Na+/K+ ATPase akan mengurangi keseimbangan kation dan
meningkatkan jumlah air di dalam lensa. 14,15
14
Kombinasi transpor aktif dan permeabilitas membran disebut dengan pump-leak
system dari lensa. Kalium dan molekul lain seperti asam amino akan ditranspor ke
dalam lensa melalui bagian anterior dari epitel lalu berdifusi keluar dikarenakan
perbedaan konsentrasi melalui bagian belakang lensa. Natrium akan masuk
melalui belakang lensa mengikuti perbedaan konsentrasi dan bertukar dengan
kalium. Aktivitas Na+/K+ ATPase banyak ditemukan di epitel lensa dan
permukaan sel serat kortikal superfisial. Lokasi primer bagi aktif transpor di lensa
terdapat pada epitel lensa12,14,15
15
Sekitar 75persen dari peningkatan ketebalan lensa disebabkan oleh gerakan
permukaan lensaanterior ke anterior dan sekitar 25 persen dari peningkatan
ketebalan lensa disebabkanoleh pergerakan posterior permukaan lensa
posterior. Upaya akomodatif yang terhentiakan membuat otot siliaris
relaksasi dan elastisitas insersi posterior pada koroidmenarik otot siliaris
kembali ke konfigurasi awal saat tidak terakomodir. Gerakankeluar dari
puncak badan siliaris meningkatkan lagi ketegangan pada serat
zonularanterior di ekuator lensa untuk menarik kapsul lensa menjadi bentuk
yang pipih dan tidak terakomodir.
16
2.2 Katarak
2.2.1 Definisi20
Katarak adalah kekeruhan atau kekeruhan lensa yang mengganggu atau
menghalangi penglihatan. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat
terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat
terjadi karena trauma, inflamasi atau penyakit lainnya. Ini biasa terjadi pada orang
lebih tua dan merupakan penyebab utama kebutaan. Operasi pengangkatan lensa
dan implantasi lensa biasanya mengebalikan penglihatan yang baik.
2.2.2 Epidemiologi21,22
Di Indonesia, tingkat kebutaan pada anak masih belum diketahui jelas karena
masih minimnya penelitian. Muhit, dkk. melaporkan bahwa dari 195 anak usia 0 –
15 tahun yang diperiksa di Sumba dan Yogyakarta, didapatkan 113 anak
mengalami kebutaan/ gangguan penglihatan berat; penyebab terbanyak kebutaan
tersebut karena masalah pada lensa (35,31%). Penelitian tersebut juga
memperkirakan prevalensi katarak sebesar 0,07 per 1000 anak di Sumba, dan 0,05
per 1000 anak di Yogyakarta.10 Penelitian lain berupa studi retrospektif (periode
Januari 2017 – Desember 2019) oleh Eriskan di Rumah Sakit Mata Cicendo
Bandung melaporkan 224 kasus katarak, di mana 94,64% katarak kongenital dan
5,36% katarak developmental.
Menurut WHO (World Health Organization), katarak senilis lebih banyak terjadi
pada usia di atas 50 tahun. Sebagian besar katarak diakibatkan oleh proses
penuaan dan bila berlanjut akan menyebabkan kebutaan. Sekitar 47,8% kasus
kebutaan di dunia disebabkan oleh katarak. Penyakit Katarak merupakan prioritas
pertama dari lima prioritas vision 2020 – The Right to Sight untuk menghilangkan
angka kebutaan pada tahun 2020. Berbagai studi cross sectional melaporkan
prevalensi katarak pada individu berusia 65 – 74 tahun adalah sebanyak 50%,
prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun. The Beaver
Dam Eye Study juga melaporkan bahwa sekitar 38,8% lakilaki dan 45,9%
perempuan yang berumur lebih dari 74 tahun menderita katarak. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa katarak senilis dipercepat oleh beberapa faktor,
antara lain diabetes, hipertensi, usia lebih tua, ras, merokok, penggunaan alkohol
dan rendah status sosial ekonomi, cedera mata, dan paparan ultraviolet.
17
2.2.3 Faktor Risiko4,23,24
1. Usia
Katarak terkait usia didefinisikan sebagai katarak yang terjadi pada orang berusia
>50 tahun, tidak terkait dengan trauma mekanis, kimia, atau radiasi yang diketahui.
Ini menjadi semakin parah dan sering terjadi pada orang tua dengan kebutaan 48%.
Kerusakan dan agregasi protein, kerusakan membran sel serat, defisiensi
glutathione, kerusakan oksidatif, peningkatan kalsium, migrasi sel epitel lensa yang
abnormal adalah beberapa mekanisme spesifik yang bertanggung jawab untuk
katarak senilis.
2. Jenis Kelamin
Wanita memiliki insiden dan risiko yang lebih tinggi untuk sebagian besar jenis
katarak daipada pria, mungkin karena kurangnya esterogen pada tahun-tahun pasca
menopause. Sebuah studi eksperimental menyarankan efek perlindungan dari
pengobatan estradol atau estrone terhadap mata katarak hingga 25%.
3. Diabets Melitus
Hiperglikemia tercermin dalam kadar glukosa yang tinggi dalam aqueous humor
yang berdifusi kedalam lensa. Disini glukosa dimetabolisme menjadi sorbitol, yang
terakumulasi dalam lensa, mengakibatkan overhidrasi osmotik sekunder. Daram
derajat ringan ini dapat mempengatuhi indeks bias lensa dengan akibat fluktuasi
refraksi sejalan dengan kadar glukosa plasma, hiperglikemia yang mengakibatkan
miopia dan sebaliknya. Vakuola cairan kortikal berkembang dan kemudian
berkembang menjadi kekeruhan.24
4. Hipertensi
Pada pasien hipertensi terjadi peningkatan stress oksidatif. Stress oksidatif adalah
suatu keadaan ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan. Apabila
ketersediaan antioksidan tidak mampu menetralisir radikal bebas, akan timbul
stress oksidatif yang berujung pada kerusakan membran sel, lisosom, mitokondria,
DNA, maupun serabut lensa. Stress oksidatif diyakini merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam terjadinya katarak. Lensa mata sangan sensitif terhadapa
stress oksidatif, hasil akumulasinya menyebabkan gangguan etabolisme lensa,
agregasi protein lensa, peningkatan protein tidak larut air, sehingga menyebabkan
gangguan stransparansi lensa dan terjadi katarak.22,23
18
5. Riwayat Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penting terhadap peningkatan kejadian
katarak presenil. Rokok berperan dalam pembentukan katarak melalui dua cara
yaitu, pertama paparan asap rokok yang berasal dari tembakau dapat merusak
membran sel dan serat yang ada pada mata. Kedua yaitu, dapat menginduksi stress
oksidatif dan dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, menyebabkan
penumpukan molekul berpigmen yang mneyebabkan terjadinya kekeruhan. Risiko
terjadinya katarak pada orang yang mempuanyai kebiasaan merokok sebesar 6 kali
dibandingkan yang tidak merokok.1,25
6. Paparan Sinar UV
Sinar ultraviolet dari matahari diserap oleh protein lensa terutama asam amino
aromatic, yaitu tirptofan, fenil-alamin dan tirosin sehingga menimbulkan reaksi dan
menghasilkan fragmen molekul yang disebut radikal bebas atau spesies oksigen
yang bersifat sangat reaktif. Selanjutnya radikal bebas ini akan menimbulkan reaksi
patologis dalam jaringan lensa dan senyawa toksis lainnya, sehingga terjadi reaksi
oksidatif pada gugus sulfhidril protein. Reaksi oksidatif akan mengganggu struktur
protein lensa sehingga cross link antar dan intra ptrotein dan menambah jumlah
high molekul weight protein sehingga terjadi agregasi protein, yang selanjutnya
menyebabkan kekeruhan lensa yang disebut katarak. Sehingga sinar ultraviolet dari
matahari dapat mempercepat kekeruhan pada lensa mata, seseorang dengan
aktivitas sehari-hari sering terpapar sinar ultraviolet meningkatkan faktor risiko
katarak. Efek dari terpapar sinar matahari secara terus menerus dalam waktu yang
lama akan menyebabkan keruhnya lensa mata, hal ini dapat menyebabkan katarak.1
2.2.4 Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan siliar
ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakam pasien
yang menderita katarak.26
19
Terdapat dua teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu:27
1. Teori hidrasi : terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa
yang berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan
dari lensa. Air yang banyak akan menimbulkan bertambahnya tekanan
osmotik yang menyebabkan kekeruhan lensa.
2. Teori sklerosis : lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabut
kolagen terus bertambah sehingga pemadatan serabut kolagen di tengah.
Makin lama serabut tersebut semaki bertambah banyak sehingga terjadilah
sklerosis nukleus lensa.
20
Gambar 9. Perbandingan gambaran normal dan katarak
Katarak biasanya terbentuk secara perlahan sehingga terkadang gejala yang timbul
tidak dirasakan oleh penderitanya. Gejala yang sering dikeluhakan oleh penderita
katarak antara lain6,23:
1) Penurunan tajam penglihatan secara perlahan (progresif). Penurunan tajam
akibat katarak senilis memiliki beberapa ciri khas yaitu tidak nyeri dan
menurun secara perlahan dan progresif. Pasien dengan kekeruhan lensa yang
terletak di bagian sentral akan mengalami penurunan tajam penglihatan yang
lebih cepat jika dibandingkan denga pasien yang mengalami kekeruhan lensa di
bagian perifer. Selain itu pada pasien dengan kekeruhan lensa di bagian perifer
akan merasa penglihatannya lebih baik saat cahaya terang dimana pupil akan
berkontraksi. Semakin keruh lensa maka tajam penglihatan akan semakin
berkurang hingga sampai kepada persepsi cahaya dan proyeksi sinar yang
akurat.
2) Sensasi silau (glare). Sensasi silau merupakan salah satu gejala yang pertama
kali dirasakan mengganggu oleh pasien. Opasitas lensa mengakibatkan rasa
silau karena cahaya dibiaskan akibat perubahan indeks refraksi lensa.,
keparahan sensasi silau dapat berbeda pada tiap pasien akibat perbedaan lokasi
dan luas kekeruhan lensa.
3) Penurunan sensitivitas kontras. Pasien mengeluhkan sulitnya melihat benda di
21
luar ruangan pada cahaya terang atau sulit saat melihat cahaya langsung dari
lampu kendaraan.
4) Melihat halo berwarna sekitar sinar. Hal ini dapat terjadi akibat adanya agregasi
air di lensa yang menyebabkan terjadinya pembiasan cahaya putih menjadi
spektrum warna.
5) Diplopia monokular, penglihatan ganda umumnya terjadi dikarenakan adanya
perbedaan indeks refraksi antara satu bagian lensa yang mengalami kekeruhan
dengan bagian lensa lainnya.
6) Sukar melihat di malam hari atau penerangan redup.
2.2.6 Klasifikasi berdasarkan Usia
a. Katarak Kongenital17
Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan, sepertiga berkaitan dengan
penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. Separuh katarak kongenital disertai
anomali mata lainnya, seperti PHPV (Primary Hyperplastic Posterior Vitreous),
aniridia, koloboma, mikroftalmos, dan buftalmos (pada glaukoma infantil).
Katarak polar anterior kongenital berukuran kecil dengan kekeruhan lensa aksial
seringkali bilateral, biasanya berbatas tegas dan stasioner. Katarak posterior
muncul sebagai opasitas lensa discoid yang khas terletak di posterior, berdekatan
dengan kapsul posterior.
A B
Gambar 10. Katarak A. Pola Anterior, B. Pola Posterior
22
b. Katarak Juvenil
Katarak juvenil adalah katarak yang lunak dan terdapat pada orang muda, yang
mulai terbentuknya pada usia lebih dari 1 tahun dan kurang dari 50
tahun.Biasanya katarak juvenil merupakan bagian dari suatu gejala penyakit
keturunan lain. Pembedahan dilakukan bila kataraknya diperkirakan akan
menimbulkan ambliopia. Tindakan untuk memperbaiki tajam penglihatan ialah
pembedahan. Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan seduah mengganggu
pekerjaan sehari-hari. Hasil tindakan pembedahan sangat bergantung pada usia
penderita, bentuk katarak apakah mengenai seluruh lensa atau sebagian lensa
apakah disertai kelainan lain pada saat timbulnya katarak, makin lama lensa
menutupi media penglihatan menambah kemungkinan ambliopia.21
c. Katarak Presenil
Katarak presenil didefinisikan sebagai kekeruhan lensa dan atau kapsulanya
sebelum usia 40 tahun ketika semua penyebab katarak yang diketahui telah
disingkirkan.18 Katarak presinile mungkin memiliki penyebab herediter, atau
dapat terjadi akibat trauma atau kelainan kromosom, endokrin, metabolik, atau
sistemik. Namun presinile tidak diketahui penyebabnya. Katarak presenili dapat
bersifat sporadis atau familial. Di antara fenotipe katarak non-sindrom yang
diturunkan, katarak yang mempengaruhi nukleus lensa sering terjadi sedangkan
katarak yang terbatas pada korteks lensa jarang terjadi. Struktur epitel lensa pada
katarak presenil kortikal idiopatik.18
Dengan pemeriksaan klinis sebelum dilakukan operasi katarak, perubahan
subkapsular pada opasitas terlihat baik pada bagian anterior lensa maupun pada
bagian subkapsular posterior. Umumnya pada setiap kerusakan lensa dan fungsi
transpornya, air secara pasif memasuki lensa. Epitel lensa memainkan peran kunci
dalam menjaga kadar elektrolit dan air dalam lensa, yang diperlakukan untuk
transparansi lensa. Karena itu, masuknya air melalui epitel lensa yang rusak dapat
mewakili mekanisme perkembangan katarak presenile dan mungkin menunjukan
mekanisme umum perkembangan katarak, yang melibatkan mekanisme air. Epitel
lensa anterior pada katarak presenil diamati dalam satu penelitian dimana struktur
abnormalitas diamati pada presenil dibandingkan dengan pasien katarak terkait
usia.19
d. Katarak Senilis
23
Katarak Senilis Merupakan tipe katarak didapat yang timbulnya karena proses
degeneratif dan umum terjadi pada pasien usia diatas 50 tahun. Pada usia 70
tahun, lebih dari 90% individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai
kedua mata dengan salah satu mata terkena lebih dulu.
24
Gambar 12. Katarak kortikal
3. Katarak subskapsuler28
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior. Pemeriksaannya
menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan seperti plak di korteks
subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau, penglihatan buruk pada tempat
terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu daripada penglihatan jauh.
25
Gambar 14. Katarak Insipiens
2. Imatur
Pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan visus mulai menurun
menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah akibatnya iris terdorong dan
bilik mata depan menjadi dangkal, sudut bilik mata sempit, dan sering terjadi
glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test positif
26
Gambar 17. Katarak Hipermatur
2.2.9 Klasifikasi Katarak Berdasarkan Etiologi
a. Katarak Primer
Katarak primer merupakan katarak yang terjadi karena proses penuaan atau
degenerasi, bukan karena penyebab yang lain, seperti penyakit sistemik atau
metabolik, traumatik, toksik, radiasi dan kelainan kongenital.
b. Katarak Sekunder
1) Katarak Metabolik
Katarak metabolik atau disebut juga katarak akibat penyakit sistemik, terjadi
bilateral karena berbagai gangguan sistemik salah satunya adalah katarak
akibat diabetes melitus. Pada keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan
kadar glukosa dalam humor akuous yang akan berdifusi ke dalam lensa.
Pada keadaan hiperglikemi terjadi sorbitol dan fruktosa berakumulasi di
dalam lensa, sehingga mengakibatkan lensa menjadi keruh. Kekeruhan
pada nuklear merupakan hal yang sering terjadi dan berkembang dengan
sangat cepat.23
27
2) Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada
lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Katarak traumatika merupakan
kejadian paling sering pada usia muda dan terjadi unilateral. Katarak dapat
terjadi setelah terkena trauma tusuk ke dalam mata dan sulit untuk dikeluarkan,
hal ini akan menyebabkan kerusakan pada kapsul lensa. Apabila terdapat
kerusakan pada lensa, bagian dalam lensa akan mengalami pembengkakan
bersama dengan air sehingga akan menyebabkan denaturasi protein. Kerusakan
pada lensa tanpa disertai adanya ruptur akan mengakibatkan kerusakan pada
bagian subkapsular dan menghasilkan katarak dengan bentuk seperti “star-
shaped”.24,25,26
3) Katarak Komplikata
28
Katarak ini bersifat reversibel dan dapat hilang bila tekanan bola mata sudah
terkontrol.
Ablasio dan miopia tinggi juga dapat menimbulkan katarak komplikata. Pada
katarak komplikata yang mengenai satu mata dilakukan tindakan bedah bila
kekeruhannya sudah mengenai seluruh bagian lensa atau bila penderita
memerlukan penglihatan binokular atau kosmetik.25,27
4) Katarak Toksik
Katarak toksik atau disebut juga katarak terinduksi obat, seperti obat amiodaron,
busulfan, klorpromazine, kortikosteroid sistemik ataupun topikal yang diberikan
dalam waktu lama seperti dexametasone, dan echothiophate. Obat-obat tersebut
dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.23,25
29
2.3 Diagnosis
2.3.1 Anamnesis
Katarak didiagnosa melalio anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang lengkap. Keluhan yang membawa pasien datang antara lain
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan penglihatan yang progresif atau
berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan
pinhole
2. Penglihatan silau
Tingkat kesilauan berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan
latar belakang yang terang hingga merasa silau disiang hari atau merasa silau
terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip
pada malam hari. Keluhan ini sering kali muncul pada pendeerita katarak kortikal
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui
perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan
ditempat
4. Miopiasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,
biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Setelah sekian
waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa, rasa nyaman berangsur
menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear.
Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan
anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi
dengan ekstrasi katarak.
5. distorsi
Katarak dapat mmenimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul
atau bergelombang
6. halo
penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat
disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan hao pada
glaukoma
30
7. diplopia monokuler
gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang
keruh, menimbulkan diplopia monokular, yang dibedakan degan diplopia biokular
dengan cover test dan pin hole
8. perubahan persepsi warna
perubahan warna inti nukleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi
warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan
dibanding warna sebenarnya.
9. Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada
apang pandangnya. Dibedakan dengan keluha pada retina atau beda vitreous yang
sering bergerak-gerak.15,16,17
2.3.2 Pemeriksaan Fisik
Shadow Test adalah bayangan iris pada lensa yang keruh sebagian.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyinaran miring (45o dari poros mata)
dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa
yang keruh (iris shadow). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya
imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak
matur
c. Slit lamp
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa
tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik
mata depan. Pemeriksaan slitlamp dilakukan untuk menentukan stadium pada
katarak senilis, selain itu juga diperlukan untuk menentukan letak kekeruhan
lensa apakah di bagian nuklear, kortikal atau subkapsular.
31
lensa apakah di bagian nuklear, kortikal atau subkapsular.
d. Pemeriksaan oftalmoskop
2.4 Tatalaksana
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Beberapa
penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat pertumbuhan
katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak.
Indikasi penatalaksanaan bedah pada katarak mencakup indikasi visus, medis, dan
kosmetik
1. Indikasi visus : merupakan indikasi paling sring. Indikasi ini berbeda pad
tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak
terhadap aktivitas sehari-hari
2. Insikasi medis : pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan
pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi
katarak seperti glaukoma imbas lensa, endoftalmitis fakoanafilatik, dan
kelainan pada retina misalnya retinopati diabetik atau ablasio retina
1) Tekanan darah tinggi dan tidak terjadi penurunan tekanan darah dengan
32
pemberian obat anti hipertensi sebelum operasi
2) Tekanan intraokular yang tinggi
3) Infeksi mata
33
2.4.1 Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara
keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana dan hampir dapat dikerjakan
pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa kekurangan EKIK, seperti besarnya
ukuran irisan yang mengakibatkan penyembuhan luka yang lama, menginduksi
astigmatisma pasca operasi, cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina.1,9
Meskipun sudah banyak ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk kasuskasus
subluksasi lensa, lensa sangat padat, dan eksfoliasi lensa. Kontraindikasi absolut
EKIK adalah katarak pada anak-anak, katarak pada dewasa muda, dan ruptur kapsul
traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif meliputi miopia tinggi, sindrom Marfan,
katarak Morgagni, dan adanya vitreus di kamera okuli anterior.17
Tahap-tahap EKIK
3. Letakan plastic drape pada bagian kulit dan sekitar kelopak mata, spekulum
dipasang untuk menjaga kelopak mata tetap terbuka
34
Partial thickness groove pada limbus dari pukul 10-2
Iridektomi
Penjahitan 5-7
35
Gambar 22. Teknik EKIK
EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa
melalui lubang di kapsul anterior. EKEK meninggalkan kantong kapsul (capsular
bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa intraokuler (LIO). Teknik ini
mempunyai banyak kelebihan seperti trauma irisan yang lebih kecil sehingga luka
lebih stabil dan aman, menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan
luka lebih cepat. Pada EKEK, kapsul posterior yang intak mengurangi risiko CME,
ablasio retina, edema kornea, serta mencegah penempelan vitreus ke iris, LIO, atau
kornea.28
36
Partial thickness groove pada limbus dari
pukul 10-2
Penjahitan 3-5
37
Gambar 24. Teknik EKEK
T
abel 3. Kelebihan dan kekurangan EKEK17
Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan irisan
sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini dinamai
SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih cepat dan
risiko astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKEK konvensional. SICS dapat
mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di
negara berkembang karena tidak membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang
mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus yang
padat. Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak
38
subkapsuler posterior, dan awal katarak kortikal.28
Indikasi SICS adalah katarak matur, katarak padat dengan adanya kelemahan zonula
dan untuk menghindari edema kornea atau kelemahan zonula lebih lanjut.
1) Anestesi topikal dan lokal sub konjungtiva dengan lidokain 2%.
3) Letakan plastic drape pada bagian kulit dan sekitar kelopak mata, speculum
dipasang untuk menjaga kelopak mata tetap terbuka
Conjungtival Flap
Insisi sklera
Insisi kornea
Kapsulotomi
39
Hidrodireksi
Pengeluaran Nukleus
Aspirasi Korteks
Pemasangan IOL
2.4.4 Fakoemulsifikasi
40
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik untuk memecah
nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks lensa diaspirasi melalui
insisi yang sangat kecil. Dengan demikian, fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan
seperti penyembuhan luka yang cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak
menimbulkan astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga dapat
mengontrol kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai efek pelindung
terhadap tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis
ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju.28
Tahap – tahap Fakoemulsifikasi :
41
Emulsifikasi nucleus. Nukleus dibagi menjadi 4 kuadran dan di aspirasi setiap
kuadran
Pemasangan IOL
Aspirasi Korteks
42
Tabel 6. Perbandingan Teknik Operasi EKIK, EKEK, SICS dan Faekoemulsifikasi
IOL anterior diletakkan secara keseluruhan di depan iris ditopang oleh sudut bilik
anterior, lensa di masukkan setelah ekstraksi katarak intrakapsular atau
ekstrakapsular. Haptik harus bersandar sedikit pada sudut bilik tanpa menyempitkan
iris atau mendorong bilik anterior akibat fiksasi yang tidak stabil. Pada IOL anterior
bisa mengunakan angle supported iris anterior chamber IOL maupun iris claw
anterior chamber IOL. Penempatan IOL anterior mempunyai beberapa persyaratan
seperti bilik mata depan yang cukup dalam, iris dalam kondisi baik, jumlah sel
endotel lebih dari 1000/mm2. Tetapi tingginya insiden pseudophakic bullous
keratopathy, kerusakan atau fibrosis struktur sudut bilik mata depan pada IOL
anterior, menyebabkan IOL posterior menjadi pilihan utama. Salah satu jenis angle
supported iris anterior chamber IOL yang umum digunakan adalah Kelman
Multiflex, karena mempunyai loop yang lebih fleksibel dan ujung yang lebih tumpul
sehingga tidak melukai jaringan sekitar. Indikasi penggunaan AC IOL antara lain
ekstraksi katarak ekstrakapsular dengan komplikasi intraoperatif, ekstraksi katarak
intracapsular dan implantasi sekunder.
IOL posterior
Sampai sejauh ini IOL posterior yang paling umum digunakan setelah prosedur
ekstrakapsular dengan kapsul posterior yang utuh. Pada IOL posterior, optik
dan haptik penopang diletakkan di bilik iris. Lensa ditopang oleh loop yang
ditempatkan didalam kantong kapsular (capsular bag). Terdapat tiga jenis PC
IOL yang tersedia yaitu :
- IOL rigid. IOL rigid modern seluruhnya terbuat dari PMMA.
- Foldable IOL, untuk ditanamkan melalui insisi kecil (3,2 mm) setelah
fakoemulsifikasi yang terbuat dari silikon, akrilik, hidrogel dan Kolamer.
- Rollable IOL adalah IOL yang sangat tipis. Lensa ini ditanamkan melalui
insisi mikro (1mm) setelah teknik fakonit dan terbuat dari hidrogel.
Saat ini, PC IOL merupakan IOL yang paling banyak digunakan dan
umumnya digunakan setelah ECCE, biasanya dengan fakoemulsifikasi.
Bentuk PC IOL yang umum di gunakan adalah C – loops yang dimodifikasi.
44
Gambar 27. Jenis – jenis lensa intraocular
45
2.4.6 Evaluasi dan Edukasi Pasca Operasi Katarak
a. Pasien kontrol pertama pada minggu ke 1, kontrol II minggu ke-2, kontrol III
minggu ke-4, kontrol IV minggu ke-6
b. Dilakukan pemeriksaan:
3) Pengukuran kacamata
2.5 Komplikasi
Preoperatif
Intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama
insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membran Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
Postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris,
keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial
Postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis,
Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder
merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.
Katarak sekunder dapat terjadi akibat adanya residual lensa yang opak dan terjadi
proliferatif dari lensa hyalin. Terapi pada pasien ini adalah dengan menggunakan
YAG laser capsulotomy. Indikasi dalam melakukan laser ini hampir sama dengan
indikasi pada operasi katarak pada umumnya yaitu :
o Gangguan penglihatan yang mengganggu aktivitas seharian.
o Penglihatan ganda.
47
2.6 Prognosis
Studi terbaru mengungkapkan bahwa dalam sebagian besar kasus, prognosisnya
sangat baik setelah operasi hampir 70 hingga 80%. Kebanyakan pasien menunjukkan
hasil yang sangat baik setelah operasi jika mereka secara ketat dan patuh mengikuti
instruksi pasca operasi dan pengobatan yang disarankan oleh dokter
mata.Pemeriksaan mata rutin dianjurkan, yang akan mendeteksi perkembangan
katarak di mata lainnya. Banyak pasien dengan IOL monofokal mungkin
memerlukan kacamatarefraktif untuk mencapai ketajaman visual terbaik mereka
setelah operasi pengangkatan katarak. Kekeruhan bertahap dari kapsul posterior
dapat berkembang pada sejumlah besar pasien yang dapat mempengaruhi
penglihatan pasien (katarak sekunder).
48
BAB III
KESIMPULAN
Katarak merupakan penyakit pada mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa mata
sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata. Katarak penyebab
signifikan kebutaan di seluruh dunia. Sekitar 90% kebutaan akibat katarak ditemukan
di daerah berkembang. Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut akibat proses
degenerasi, namun katarak juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik, pemakaian
obat-obatan terutama steroid, trauma, radiasi dan inflamasi. Katarak juga bisa terjadi
pada bayi akibat adanya infeksi intrauteri pada masa kehamilan. Berdasarkan usia,
katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak kongenital, katarak juvenil, dan
katarak senilis. Terdapat tiga jenis katarak berdasarkan morfologinya yaitu katarak
nuklearis, kotrikal dan subscapular. Berdasarkan maturitasnya, katarak dibagi
menjadi 4 stadium yaitu insipien, immature, matur, hipermatur. Berdasarkan
etiologinya dibagi menjadi katarak primer dan sekunder. Penegakan diagnosis
katarak dapat ditegakan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Penderita katarak biasanya akan datang dengan keluhan utama
penglihatan kabur atau penurunan tajam penglihatan yang dapat terjadi secara
bertahap, unilateral atau bilateral. Pasien juga akan merasakan pandangan yang
berkabut atau seperti tertutup asap. Penggunaan vitamin C dan E dapat
memperlambat pertumbuhan katarak dan pengunaan obat tetes mata
Nasetylcarnosine menunjukan kekeruhan lensa berkurang. Tindakan pembedahan
dapat mengembalikan penglihatan dengan sangat efektif dan pada katarak senilis
dapat memperbaiki ketajaman penglihatan lebih dari 90% kasus.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Sari AD, Masriadi, Arman. Faktor Risiko Kejadian Katarak Pada Pasien Pria
Usia 40-55 Tahun Di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan. Window of Helath:
Jurnal Kesehatan.2018;1(2)
2. Detty AU, Artini I, Yulian VR. Karakteristik Faktor Risiko Penderita Katarak.
JIKSH. 2021;10(1):p12-5
3. Raenida R, Zukhri Z. Sistem Pakar Diagnosis Dini Penyakit Katarak
Menggunakan Metode Rule Based Reasoning. Seminar Nasional Informatika
Medis.2019.
4. Gupta VB, Rajagopala M, Ravishankar B. Etioophatogenesis of Cataract: An
Appraisal. Indian J Ophtalmol.2014;62(2):p103-10
5. Zimlich R. The Anatomy of the Lens. Medical Reviewed. 2022
6. Khurana KA. Diseases of the Conjunctiva. In:, Khurana KA, editors.
Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age International. 2015
7. Eva PR, Vaughan JJA. Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology. Mc
Graw Hill.2017
8. Lukitasari A. Lensa Mata. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2010;10(3)
9. Khurana KA. Diseases of the Conjunctiva. In:, Khurana KA, editors.
Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age International. 2015
10. Awh C, Wilson MW. Basic Histology of the Eye and Accessory Structures.
American Academy of Ophtalmology.2021
11. Beebe DC. The lens. Dalam : Levin L, Nilsson S, Hoeve J, Wu S, penyunting.
Adler’s Physiology Of The Eye. Edisi ke-11. London : Elsevier Inc . 2011
12. Forrester JV, Dick AD, McMenamin PG, Roberts F, Pearlman E. Biochemistry
and cell biology. Dalam : The eye : basic sciences in practice. Edisi ke-4. London
: Elsevier. 2016
13. Mescher AL. Histologi Dasar Junquiera. Teks dan Atlas. 12th ed.
Jakarta:ECG.2011
14. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Biochemsitry and physiology. Dalam :
Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA, penyunting. Basic and clinical courses: lens
and cataract. Edisi 2018. San Fransisco : American Academy of
Ophthalomology. 2016 : hlm 27–9
50
15. Forrester JV, Dick AD, McMenamin PG, Roberts F, Pearlman E. Biochemistry
and cell biology. Dalam : The eye : basic sciences in practice. Edisi ke-4. London
: Elsevier . 2016 : hlm. 228–54
16. Beebe DC. The lens. Dalam : Levin L, Nilsson S, Hoeve J, Wu S, penyunting.
Adler’s Physiology Of The Eye. Edisi ke-11. London : Elsevier Inc . 2011. hlm
131–146
17. Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta: Departemen
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2012. 18
51
29. Das GK, et all. Presenile cataract and its Risk Factors: A Case Control Study. J
Family Med Prim Care.2019;8(6):p2120-3
30. Andjelic S, Draslar K, Hvala A, Hawlina M. Structural Characteristics of the
Lens in Presinile Cataract. Front Med.2012;8
52
53
54