Imaniyah Husni
201520401011167
Pembimbing :
dr. Basuki Rokhmad, Sp.M
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
i
LAPORAN KASUS
Pembimbing
Mengetahui
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Strabismus sering disebut crossed-eyes atau wall eyes adalah suatu kondisi
dimana mata tidak selaras satu sama lain. Ketidaksejajaran tersebut dapat terjadi
di segala arah- kedalam, keluar, atas, bawah atau torsional. Meskipun penyebab
pasti tidak selalu dapat ditentukan dengan pasti wajar, strabismus biasanya
disebabkan bias, sensorik atau organik, anatomi atau motorik, atau penyebab
inervasi.
Pada miopi mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang
miopia hanya sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehigga menimbulkan
kelemahan konvergensi dan timbullah kelainan eksotropia untuk penglihatan
1
dekat sedang untuk penglihatan jauh normal. Tetapi pada keadaan yang lebih
lanjut, timbul juga eksotropia pada jarak jauh. Bila penyebabnya divergens yang
berlebihan yang biasanya merupakan kelainan primer mulai tampak sebagai
eksotropia untuk jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi
melemah, sehingga menjadi kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun
dekat.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Otot-otot pergerakan bola mata (otot ekstraokular) terdiri atas 6 otot yaitu 4
otot muskulus rektus dan 2 obliqus
Keempat otot rektus mempunyai origo pada anulus Zinn yang mengelilingi
nervus optikus di apkes posterior orbita. Mereka dinamakan sesuai dengan
insersionya dalam sklera diantaranya rektus medialis, rektus lateral, rektus inferior
serta rektus superior.
Rektus medial mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dua
saraf optik yang sering memberikan rasa sakit pada pergerakkan mata bila
terdapat neuritis retrobulbar dan berinsersi 5mm di belakang limbus. Rektus
medius merupakan otot mata yang paling tebal dengan tendon terpendek. Otot ini
menggerakan mata untuk adduksi (gerakan primer)
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn diatas dan dibawah
foramen optik. Rektus lateral dipersarafi oleh N.VI dengan pekerjaan
menggerakkan mata terutama abduksi.
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik
inferior dengan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang
pada persilangan dengan oblik inferior diikat oleh ligamen Lockwood. Rektus
inferior dipersarafi oleh n.III. Fungsi menggerakkan mata diantaranya depresi
(gerak primer), eksoklotorsi (gerak sekunder), aduksi (gerak sekunder)
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita
superior beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada
pergerakkan bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm
3
di belakang limbus dan dipersarafi cabang superior n.III. Fungsinya
menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral yaitu aduksi,
teturama bila tidak melihat ke lateral serta insiklotorsi.
Kedua otot ini terutama berfungsi untuk mengendalikan gerak torsional dan
sedikit mengatur gerak bola mata keatas dan kebawah diantaranya yaitu muskulus
obliqus superior dan obliqus inferior.
Obliquus inferior mempunyai origo pada fosa lakrimal tulang lakrimal dan
berinsersi pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf
okulomotor dan bekerja untuk menggerakkan bola mata ke atas, abduksi dan
eksiklotorsi.
4
Gambar 2.1 Otot Intraokuler
2.1.3 Fasia
5
Tabel 2.2 Otot-otot pasangan searah dalam posisi menatap
2.1.4 Persarafan
6
2.1.5 Vaskularisasi
7
Syarat terjadi penglihatan binokuler normal, Pertama tajam penglihatan
pada kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya tidak terlalu berbeda dan
tidak dapat aniseikonia. Kedua, otot-otot penggerak kedua bola mata seluruhnya
dapat bekerja sama dengan baik, yakni dapat menggulirkan kedua bola mata
sehingga kedua sumbu penglihatan menuju pada benda yang menjadi pusat
perhatiannya. Ketiga susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup mendusi dua
bayangan yang datang dari kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.
Fungsi penglihatan pada bayi baru lahir belum normal, visus hanya dapat
membedakan terang dan gelap saja. Visus ikut berkembang dengan perkembangan
umur. Pada usia 5-6 tahuan, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang pesat
mulai saat kelahiran sampai tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali
refraksi/kekeruhan media/kelainan retina maka visus tetap sampai hari tua. Tajam
penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal sehingga mampu
membedakan bentuk benda, warna, dan intensitas cahaya.
Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata
yang tidak dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya. Hal ini menyebabkan
terjadinya gangguan keseimbangan gerakan mata, sehingga sumbu penglihatan
akan menyilang mata menjadi strabismus.
8
faal masing-masing mata harus baik, seluruh otot-otot luar kedua mata dapat
bekerja sama dengan baik dan susunan saraf pusat yang baik.
Fusi dibagi menjadi dua macam yaitu fusi sensorik dan fusi motorik. Fusi
sensorik adalah kemapuan seseorang menyatukan dua bayangan retina mata kanan
dan kiri yang sesuai baik di fovea maupun diluar fovea, menjadi satu bayangan
yang tunggal, sedangkan gerakan reflek dari kedua mata untuk mendapatkan
kedudukan binokuler yang tepar sehingga fusi sensoris dapat dipertahankan
disebut fusi motorik. Fusi motorik hnya dimiliki oleh retina perifer.
2.2.3 Fusi
9
merupakan kemampuan otak untuk membuat satu bayangan gambar yang berasal
dari kedua mata serta fusi akan hilang bila penglihatan satu mata tidak ada.
Bila terjadi hal diatasa maka akan terdapat bayangan tunggal binokular,
sedang bila slah satu faktor diatas tidak terjadi maka akan terjadi penglihatan
binokulear yang tidak tunggal.
Penglihatan tunggal dengan kedua mata ini dapat terjadi pada semua
bayangan di kedua macula dan luar macula sehingga terjadi penglihatan sentral
dan perifer bersama-sama. Penglihatan dengan kedua mata untuk daerah sentral
selalu disertau dengan penglihatan tunggal daerah perifer.
2. 3.1 Riwayat
10
dipastikan bahwa mata dapat mengikuti satu sasaran yang bergerak. Sasaran harus
berukuran sekecil sesuai dengan tingkat dengan usia, perhatian dan tingkat
kewaspadaan anak. Fiksasi dikatakan normal apabila fiksasi tersebut bersifat
sentral (foveal) dan dipertahankan terus sementara mata mengikuti objek yang
bergerak.
Pada anak strabismus yang belum bisa bicara, pengutamaan fiksasi pada
satu mata menunjukkan dugaan adanya ambliopia di mata sebelahnya. Pada anak
yang belum bisa bicara dengan penjajaran motorik yang baik, perbedaan
ketajamaan yang ringan mungkin sulit dideteksi berdasarkan perilaku mengikuti.
Uji tutup terdiri tes 4 bagian diantaranya (1) uji tutup, (2) uji membuka
penutup (3) uji tutup bergantian, dan (4) uji tutup bergantian plus prisma.
Uji tutup, sewaktu pemeriksa mengamati satu mata didepan mata yang lain
ditaruh penutup untuk menghlangi pandanganya pada sasaran. Apabila mata yang
diamati bergerak untuk melakukan fiksasi, mata tersebut sebelumnya tidak
melakukan fiksasi pada sasaran, terdapat deviasi yang bermanifestasi
(strabismus). Arah gerakan memperlihatkan arah penyimpangan (misalnya, jika
mata yang diamati bergerak keluar untuk melakukan fiksasi, terdapat esotropia).
Uji membuka penutup, sewaktu penutup diangkat setelah uji tutup dilakukan
pengamatan pada mata yang sebelumnya tetutup tersebut. Apabila posisi mata
11
tersebut berubah terjadi interupsi penglihtn binokuler yang menyebabkan
berdeviasi dan terdapat heteroforia. Arah gerakan korektif memperlihatkan jenis
heteroforianya. Uji tutup/membuka penutup dilakukan pada setiap mata.
Uji tutup bergantian plus prisma, untuk mengukur deviasi secara kuantitatif,
diletakkan prisma dengan kekuatan yang semakin meningkat di depan satu mata
sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji tutup bergantian. Contohnya,
untuk mengukur eso diviasi penuh, penutup di pindah-pindah sambil diletakkan
prisma dengan kekuatan base-out yang semakin tinggi didepan satu mata sampai
gerakan refiksasi horizontal mata yang berdeviasi tersebut di netralisasi. Deviasi
yang lebih besar mungkin memerlukan 2 prisma yang diletakkan di depan kedua
mata, tetapi primsa-prisma itu tidak boleh ditumpuk pada arah yang sama di
depan satu mata.
12
kerjasama dan keutuhan penglihatan kedua mata dalam keadaan tertentu. Penentu
klinis posisi mata yang tidak memerlukan pengamatan sensorik pasien dianggap
kurang akurat, walaupun kadang-kadangme masih bermanfaat. Dua metode yang
sering digunakan tergantung pada pengamatan posisi refleksi cahaya pada kornea.
Hasil dari kedua metode tersebut harus dimodifikasi dengan mempertimbangkan
sudut Kappa. Terdapat dua metode yaitu metode Hirschberg dan Metode refleks
prisma.
Dengan satu mata tertutup, mata yang lain mengikuti sasaran yang bergerak
dalam semua arah pandangan. Setiap pengurangan gerakan rotasi mengisyaratkan
keterbatasan dalam bidang kerja otot yang bersangkutan, keterbatasan disebabkan
oleh kelemahan kontraksi atau kegagalan reaksasi otot antagonis.
13
otot-otot obliquus dikatakan berkerja berlebihan (overacting) atau kurang bekerja
atau (underacting) dalam kaitanya dengan otot rectus pasangannya. Fiksasi dalam
bidang kerja suatu otot yang paresis menimbulkan overacting otot pasanganya,
karena diperlukan persarafan yang lebih besar untuk kontraksi otot yang
underacting. Sebaliknya, fiksasi dengan mata yang normal akan menyebabkan
otot yang paresis kurang bekerja.
2.3.6.1 Konvergensi
14
yakni sasaran yang memiliki kontur atau huruf yang dapat dipisahkan sehingga
akomodasi terangsang. Hasilnya sering dinyatakan sebagai dioptri prisma
konvergensi per dioptri akomodasi. Rasio AC/A berguna sebagai alat riset atau
klinis yang meneliti dan memastikan hubungan keduanya lebih jauh. Sejauh ini,
rasio tersebut telah banyak membantu kita memahami dan sekaligus mengoreksi
esotropia akomodatif, terutama dalam penggunaan kacamata bifocal dan miotik.
2.3.6.2 Divergensi
15
korespondenya terbuat sedemikian rupa sehingga apabila tedapat steropsis pasien
akan melihat suatu bentuk 3 dimensi.
2.4 Definisi
16
esotropia pada beberapa kasus mungkin terdapat unsur herediter. Eksoforia dan
eksotropia (yang dianggap sebagai sebuah entitas deviasi divergen) sering
diwariskan sebagai ciri autosomal dominan, salah satu atau kedua orang tua dari
seorang anak eksotropia mungkin memperlihatkan eksitropua atau eksoforia
derajat tinggi.
2.6 Etiologi
2.7 Klasifikasi
2.7.2.Eksotropia konstan
17
Eksotropia konstan lebih jarang dibandingkan eksotropia intermiten.
Kelainan ini dapat dijumpai sejak lahir atau muncul belakangan sewaktu
eksotropia intermiten berkembang menjadi eksotropia konstan. Derajat eksotropia
konstan dapat bervariasi. Lamanya penyakit atau adanya penurunan penglihatan
pada satu mata dapat menjadikan deviasi semakin besar. Aduksi mungkin terbatas
dan mungkin juga dijumpai hipertropia
2.8 Pemeriksaan
2.9 Terapi
Terapi medis, terapi non bedah sebagian besar terbatas pada koreksi refraksi
dan terapi ambliopia. Apabila rasio AC/A tinggi, pemakaian lensa minum dapat
menunda tindakan bedah untuk sementara waktu. Kadang-kadang latihan
konvergensi atau antisupresi dapat memberikan keuntungan sementara
18
Terapi bedah, sebagian besar pasien eksotropia intermiten memerlukan
tindakan bedah bola kontrol terhadap fusinya memburuk. Tindakan bedah dapat
juga menghilangkan diplopia atau gejala astenopia lainnya. Pilihan prosedur
tergantung pada pengukuran deviasi. Dianjurkan resesi otot rektus lateralis
bilateral bila deviasi lebih besar pda penglihatan juah. Apabila deviasi lebih besar
pada penglihatan dekat, sebaiknya dilakukan reseksi otot medialis dan resesi
rektus lateralis ipsilateral. Mungkin diperlukan tindakan bedah pada satu atau
bahkan dua otot horizontal lainnya untuk deviasi yang sangat besar (> 50 PD)
Bila pasien menderita miopia maka harus duberu kacamata yang lebih besar
ukurannya dari seharusnya untuk merangsang akaaomodasai konvergensi
19
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Sdri. D
Alamat : Kediri
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP
3.2 Anamnesis
Hari/Tanggal periksa : Jumat, 30 Desember 2016
Tempat : Poli Mata RSUD Gambiran Kediri
Keluhan Utama : Penglihatan mata kanan kabur
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan yang
dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu, pasien merasakan
penglihatan mata kanan sedikit kabur tidak disertai mata merah dan tidak
merasakan gatal, merasakan sedikit kemeng (nyeri) pada mata kanan, tidak
merasakan silau bila mata kanan terkena cahaya (fotofobia). Pasien tidak
mengeluhkan melihat bayangan menjadi double. Tidak ada keluhan lain
yang dirasakan pasien. Pasien juga tidak mengeluhkan apapun pada mata
kiri.
Riwayat Penyakit Dahulu
20
Pasien sebelumnya tidak sakit seperti ini sebelumnya. Selain itu,
sebelumnya pasien juga belum pernah menggunakan kacamata.
Riwayat Alergi:
Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi obat dan makanan
Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama. Orang tua
pasien menggunakan kacamata namun pasien tidak mengetahui sejak kapan
dan tidak mengetahui ukuran kacamata orang tua.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit reguler
RR : 22x/menit
Suhu : 36,5oC
Status Kranialis : N II/III ODS pupil bulat isokor 3 mm / 3 mm, Refleks
cahaya +/+, ODS lapang pandang normal, N III, IV, VI normal, N V dan
VII normal
Status Lokalis
Pemeriksaan Segmen Anterior
Pemeriksaan
OD OS
Mata
1/60 Visus 6/6
0
S-10,0 C-1,50 x 0
Koreksi Tidak dilakukan
(visus 3/60)
Simetris, dbn Suprasilia Simetris, dbn
Odem (-), Hiperemia Palpebra Superior Odem (-), Hiperemia
(-), Benjolan (-) dan Inferior (-), Benjolan (-)
Hiperemi(-), Konjungtiva Hiperemi(-),
21
Benjolan(-) Palpebra Superior Benjolan(-)
dan Inferior
PCI/CI (-) Konjungtiva Bulbi PCI/CI (-)
Jernih, kelengkungan Jernih, kelengkungan
Kornea
dbn dbn
Jernih, kedalaman
COA Jernih, kedalaman dbn
dbn
Warna coklat, bentuk Warna coklat, bentuk
Iris
kripte, iris shadow (-) kripte, iris shadow (-)
Bulat, sentral, 2mm Pupil Bulat, sentral, 2mm
Jernih Lensa Jernih
Pemeriksaan TIO
Digitalis : dbn
22
3.5 Penatalaksanaan
Pemberian kacamata
OD OS
180o 0o 180o 0o
Pro : Sdri. D
Umur : 15 tahun
3.6 Prognosis
Dubia at malam
3.7 Edukasi
Menjelaskan tentang diagnosis penyakit yang dialami pasien
23
BAB 4
PEMBAHASAAN
kanan yang dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu, pasien merasakan
penglihatan mata kanan sedikit kabur tidak disertai mata merah dan tidak
merasakan gatal, merasakan sedikit kemeng (nyeri) pada mata kanan, tidak
merasakan silau bila mata kanan terkena cahaya (fotofobia). Eksotropia tidak
Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya sebab baru merasakan
keluhan pada penglihatannya sejak bulan yang lalu. Riwayat alergi makanan/obat
dengan tekanan darah tinggi sebesar 120/80 mmHg dan denyut nadi teratur
sebesar 88x/menit. Status kranialis dalam batas normal. Status lokalis didapatkan
visus mata kanan menurun sebesar 1/60 yang artinya orang normal dapat
menghitung jari pada jarak 60 m sedangkan pasien hanya menghitung jari pada
lensa S 10,00 dan C 1,50 dengan axis 0 pada visus 3/60 derajat yang artinya
orang normal menghitung jari pada pada jarak 60 m sedangkan pasien hanya
dapat menghitung jari pada jari 3 m, lalu dilakukan pinhole lagi tetapi pinhole
tetap.
dan konjungtiva palpebra tidak ada tanda radang, konjungtiva dalam batas normal.
Bilik mata depan (COA) jernih dan iris coklat bentuk kripte. Pada pemeriksaan
24
pupil dan hasil pemeriksaan lensa jernih yang berarti tidak terjadi gangguan
metabolisme lensa yang dapat menyebabkan terjadinya katarak. Titik jatuh cahaya
pada okuli dextra jatuh pada bagian tengah mata sedangkan pada okuli sinistra
titik cahaya jatuh ditengah mata. Tes tutup tidak memberikan gambaran yang
khas.
diagnosis klinis yang dapat diambil adalah eksotropia okuli dextra, anisometropia
dan ambliopia. Ketiga hal tersebut saling berhubungan. Pada pasien diduga
gejala berupa pandangan kabur pada 3 bulan ini, kelainan refraksi pada kedua
mata pasien memiliki perbedaan yang signifikan, dimana perbedaan dioptri kedua
Ilyas 2012 menjelaskan bahwa orang miopia mudah terjadi eksoforia karena
menjadi lebih lemah dibanding seharusnya. Selain itu juling lama dapat
tidak sejajar sehingga hanya satu mata yang diarahkan pada benda yang dilihat.
sering ditemukan pada esoforia. Ambliopia juga dapat terjadi akibat kelainan
refraksi antara kedua mata yang beda jauh (ansiometropia), terjadi akibat
perbedaan refrakasi kedua mata terlalu besar atau lebih dari 2,5 dioptri,
25
Terapi yang diberikan yaitu terapi medis nonbedah yaitu pada koreksi
refraksi dan terapi ambliopia. Pemakaian lensa minus dapat menunda tindakan
bedah untuk sementara waktu. Hal ini sesuai dengan Ilyas 2012 menjelaskan
bahwa terapi eksotropia ditujukan pada kesehatan secara umum. Bila ada kelainan
refraksi harus diberi koreksi. Bila mungkin diberi latihan ortopik. Bila tidak
berhasil diberikan prisma base in yang kekuatannya dibagi dua sama besar untuk
masing-masing mata, kiri dan kanan. Namun pada pasien hanya diberikan koreksi
pemeriksaan refraksi secara objektif disertai penutupan mata yang baik. Pada
pasien ini tidak dilakukan penutupan mata namun hanya diberikan kacamata.
26
DAFTAR PUSTAKA
Heath. 2010. Optometric Clinical Practice Guideline Care Of The Patient With
http://www.emediine.medscape.com/article/11990041-1
Ilyas, S.Rahayu. 2012. Ilmu Penyakit Mata edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Riordan. 2012. Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum edisi 17. Penerbit Buku
Kedokteran :EGC.
27