Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

EKSOTROPIA DENGAN AMBLIOPIA

Imaniyah Husni
201520401011167

Pembimbing :
dr. Basuki Rokhmad, Sp.M

SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUD GAMBIRAN KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2017

i
LAPORAN KASUS

Telah Disetujui Untuk Memenuhi Persyaratan

Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Malang

Pembimbing

Dr. Basuki Rokhmad, Sp.M

Mengetahui

Ketua SMF Ilmu Penyakit Mata

RSUD Gambiran Kediri

Dr. Basuki Rokhmad, Sp.M

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......... i


LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS .... ii
DAFTAR ISI . iii
BAB 1 PENDAHULUAN .. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .. 3
2.1 Anatomi Pergerakan bola mata.... 3
2.2 Fisiologi Pergerakan bola mata ........................................... 7
2.3 Pemeriksaan Mata .............................................................. 10
2.4 Definisi .. 16
2.5 Bentuk-bentuk eksotropia 17
2.6 Etiologi .. 17
2.7 Klasifikasi . 17
2.8 Pemeriksaan ..................... 18
2.9 Terapi ............. 18
BAB 3 LAPORAN KASUS .... 20
3.1 Identitas .. 20
3.2 Anamnesis . 20
3.3 Pemeriksaan Fisik ... 21
3.4 Diagnosis Klinis .... 22
3.5 Penatalaksanaan 23
3.6 Prognosis...... 23
3.7 Edukasi ........ 23
BAB 4 PEMBAHASAN ....... 24
DAFTAR PUSTAKA ... 26

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

Strabismus sering disebut crossed-eyes atau wall eyes adalah suatu kondisi
dimana mata tidak selaras satu sama lain. Ketidaksejajaran tersebut dapat terjadi
di segala arah- kedalam, keluar, atas, bawah atau torsional. Meskipun penyebab
pasti tidak selalu dapat ditentukan dengan pasti wajar, strabismus biasanya
disebabkan bias, sensorik atau organik, anatomi atau motorik, atau penyebab
inervasi.

Untuk beberapa individu, strabismus dapat menyebabkan kehilangan


penglihatan permanen. Strabismus dijumpai pada sekitar 3% anak. Anak-anak
dengan strabismus sering berkembang menjadi ambliopia (mata malas) dan
gangguan presepsi stereopsis binokuler. Identifikasi awal dan pengobatan anak
strabismus dapat mencegah ambliopia.

Seorang mahasiswa dengan strabismus intermiten mungkin menghindari


membaca, sehingga prestasi akademik menjadi buruk. Seorang karyawan dengan
strabismus intermiten mungkin menderita kelelahan dan sakit kepala, sehingga
produktivitasnya berkurang. Strabismus mungkin berdampak pada kosmetik
sehingga tidak menyenangkan dan memiliki dampak psikologis yang signifikan
yang diwujudkan sebagai rendah diri, terutama pada pasien yang pekerjaannya
melibatkan kontak mata.

Strabismus divergens non paralitik akomodatif (eksotropia konkomitan


akomodatif). Dimana ditemukan posisi bola mata berdeviasi kearah temporal.
Sering juga didapat, bila satu mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang
lain penglihatannya tetap baik, sehingga rangsangan untuk konvergensi tak ada,
maka mata yang sakit berdeviasi keluar.

Pada miopi mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang
miopia hanya sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehigga menimbulkan
kelemahan konvergensi dan timbullah kelainan eksotropia untuk penglihatan

1
dekat sedang untuk penglihatan jauh normal. Tetapi pada keadaan yang lebih
lanjut, timbul juga eksotropia pada jarak jauh. Bila penyebabnya divergens yang
berlebihan yang biasanya merupakan kelainan primer mulai tampak sebagai
eksotropia untuk jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi
melemah, sehingga menjadi kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun
dekat.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi pergerakan bola mata

Otot-otot pergerakan bola mata (otot ekstraokular) terdiri atas 6 otot yaitu 4
otot muskulus rektus dan 2 obliqus

2.1.1. Otot-otot rektus

Keempat otot rektus mempunyai origo pada anulus Zinn yang mengelilingi
nervus optikus di apkes posterior orbita. Mereka dinamakan sesuai dengan
insersionya dalam sklera diantaranya rektus medialis, rektus lateral, rektus inferior
serta rektus superior.

Rektus medial mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dua
saraf optik yang sering memberikan rasa sakit pada pergerakkan mata bila
terdapat neuritis retrobulbar dan berinsersi 5mm di belakang limbus. Rektus
medius merupakan otot mata yang paling tebal dengan tendon terpendek. Otot ini
menggerakan mata untuk adduksi (gerakan primer)

Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn diatas dan dibawah
foramen optik. Rektus lateral dipersarafi oleh N.VI dengan pekerjaan
menggerakkan mata terutama abduksi.

Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik
inferior dengan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang
pada persilangan dengan oblik inferior diikat oleh ligamen Lockwood. Rektus
inferior dipersarafi oleh n.III. Fungsi menggerakkan mata diantaranya depresi
(gerak primer), eksoklotorsi (gerak sekunder), aduksi (gerak sekunder)

Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita
superior beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada
pergerakkan bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm

3
di belakang limbus dan dipersarafi cabang superior n.III. Fungsinya
menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral yaitu aduksi,
teturama bila tidak melihat ke lateral serta insiklotorsi.

2.1.2. Otot-otot obliqus

Kedua otot ini terutama berfungsi untuk mengendalikan gerak torsional dan
sedikit mengatur gerak bola mata keatas dan kebawah diantaranya yaitu muskulus
obliqus superior dan obliqus inferior.

Muskulus obliqus superior adalah otot mata terpanjang dan tertipis.


Origonya terletak diatas dan medial foramen opticum dan menutupi sebagian
origo muskulus levator palpebrae superioris dan berinsersi pada sklera dibagian
temporal belakang bola mata. Obliqus superior dipersarafi saraf ke IV atau saraf
troklear yang keluar dari bagian dorsal susunan saraf pusat. Otot ini mempunyai
aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan kerja utama terjadi bila
sumbu aksi dan sumbu pengihatan searah atau mata melihat ke arah nasal. Otot ini
berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi (primer) terutama bila mata
melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi. Otot oblik superior merupakan otot
penggerak mata yang terpanjang dan tertipis

Obliquus inferior mempunyai origo pada fosa lakrimal tulang lakrimal dan
berinsersi pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf
okulomotor dan bekerja untuk menggerakkan bola mata ke atas, abduksi dan
eksiklotorsi.

4
Gambar 2.1 Otot Intraokuler

2.1.3 Fasia

Semua otot ekstraokular dibungkus oleh fasia. Didekat titik-titik insersio


otot-otot ini, fasia bergabung dengan otot tenon. Kondensasi fasia dengan struktur
orbita didekatnya (ligamen check) berperan sebagai origo fungsional otot-otot
ekstraokular.

Tabel 2.1 Fungsi otot mata

Otot Kerja primer Kerja sekunder


Muskulus rektus lateralis (LP) Abduksi -
Muskulus rektus medialis Aduksi -
Muskulus rektus superior (SR) Elevasi Aduksi, intorsi
Muskulus rektus inferior (IR) Depresi Aduksi, ekstorsi
Muskulus obliqus superior Intorsi Depresi, abduksi
Muskulus obliqus inferior (IO) ekstorsi Elevasi, abduksi

5
Tabel 2.2 Otot-otot pasangan searah dalam posisi menatap

Jurusan penglihatan Mata kanan Mata kiri


cardinal
1. Ke atas kanan m. rektus superior m. obliqus inferior
2. Ke kanan m. rektus lateralis m. rektus medialis
3. Ke kanan bawah m. rektus inferior m. obliqus superior
4. Ke bawah kiri m. obliqus superior m. rektus inferior
5. Ke kiri m. rektus medialis m. rektus lateralis
6. Ke atas kiri m. obliqus inferior m. rektus superior

Gambar 2.2 Otot pergerakan bola mata

2.1.4 Persarafan

Nervus okulomotorius (n.III) mempersarafi muskulus rektus medialis,


rektus inferior, rektus superior dan obliquus inferior. Nervus abducens (n.VI)
mempersarafi muskulus rektus lateralis. Nervus troklearis (n.IV) mempersarafi
muskulus obliquus superior.

6
2.1.5 Vaskularisasi

Pasokan darah ke otot ektraokuler berasal dari cabang-cabang muskuler


arteri oftalmika. Muskulus rektus lateralis dan obliquus inferior berturut-turut juga
di perdarahi oleh cabang arteri-lakrimalis dan arteri infraorbitalis.

Gambar 2.3 Persarafan pada mata

2.2 Fisiologi pergerakan bola mata

2.2.1 Fungsi otot pergerakan bola mata

Normalnya mata mempunyai pengihatan binokuler yaitu setiap saat


terbentuk bayangan tunggal dari kedua bayangan yang diterima oleh kedua mata
sehingga terhadi fusi dipusat penglihatan. Hal tersebut dapat terjadi karena
dipertahankan oleh otot penggerakan bola mata agar selalu bergerak secara
teratur, gerakan otot yang satu akan mendapatkan keseimbangan gerak dari otot
yang lainnya sehingga bayangan benda yang jadi perhatian selalu jatuh tepat
dikedua fovea sentralis.

7
Syarat terjadi penglihatan binokuler normal, Pertama tajam penglihatan
pada kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya tidak terlalu berbeda dan
tidak dapat aniseikonia. Kedua, otot-otot penggerak kedua bola mata seluruhnya
dapat bekerja sama dengan baik, yakni dapat menggulirkan kedua bola mata
sehingga kedua sumbu penglihatan menuju pada benda yang menjadi pusat
perhatiannya. Ketiga susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup mendusi dua
bayangan yang datang dari kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.

Fungsi penglihatan pada bayi baru lahir belum normal, visus hanya dapat
membedakan terang dan gelap saja. Visus ikut berkembang dengan perkembangan
umur. Pada usia 5-6 tahuan, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang pesat
mulai saat kelahiran sampai tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali
refraksi/kekeruhan media/kelainan retina maka visus tetap sampai hari tua. Tajam
penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal sehingga mampu
membedakan bentuk benda, warna, dan intensitas cahaya.

Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan


binokularitasnya. Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi ke 6
pasangan otot penggerakan bola mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya
sanggup menfusi dua gambar yang diterima oleh retina mata kanan dan kiri maka
ada kesempatan untuk membangun penglihatan binokular tunggal stereoskopik.

Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata
yang tidak dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya. Hal ini menyebabkan
terjadinya gangguan keseimbangan gerakan mata, sehingga sumbu penglihatan
akan menyilang mata menjadi strabismus.

2.2.2 Penglihatan Binokuler

Pengukuran fungsi penglihatan penting sebab dapat membantu menentukan


penglihatan binokuler sejak awal. Kelainan tajam penglihatan dapat
mempengaruhi penglihatan binokuler. Adanya perbedaan tajam penglihatan antara
mata kanan dan kiri lebih sensitif mempengruhi penglihtan binokuler. Untuk
tercapainya penglihatan tunggal diperlukan tiga syarat yang harus dipenuhi yaitu

8
faal masing-masing mata harus baik, seluruh otot-otot luar kedua mata dapat
bekerja sama dengan baik dan susunan saraf pusat yang baik.

Penglihatan binokuler adalah penglihatan mempergunakan kedua mata


secara serentak disertai koordinasi tingkat tinggi sedemikian rupa sehingga
menghasilkan sensasi penglihatan tunggal. Worth (1901) membagi penglihatan
binokuler menjadi 3 tingkat yaitu persepsi simultan, fusi, dan penglihatan
stereoskopis.

Persepsi stimultan adalah kemampuan untuk melihat secara serentak dua


bayangan yang terbentuk pada masing-masing mata.

Fusi dibagi menjadi dua macam yaitu fusi sensorik dan fusi motorik. Fusi
sensorik adalah kemapuan seseorang menyatukan dua bayangan retina mata kanan
dan kiri yang sesuai baik di fovea maupun diluar fovea, menjadi satu bayangan
yang tunggal, sedangkan gerakan reflek dari kedua mata untuk mendapatkan
kedudukan binokuler yang tepar sehingga fusi sensoris dapat dipertahankan
disebut fusi motorik. Fusi motorik hnya dimiliki oleh retina perifer.

Penglihatan stereoskopik adalah pengaturan relatif dari persepsi kedalaman


obyek visual, normal 60 detik busur atau lebih kecil

2.2.3 Fusi

Fusi adalah pertumbuhan bayangan menjadi satu atau persatuan , peleburan,


dan penggabungan di orak yang berasal dari 2 bayangan mata sehingga secara
mental berdasarkan kemampuan otak didapatkan suatu penglihatan tunggal, yang
bersal dari sensai (penghayatan) masing-masing mata.

Kesan penglihatan tunggal ini mempunyai sifat ketajaman bentuk, warna


dan cahaya sedangkan ukuran dimensinya hanyalah panjang lebar. Untuk
menghindari agar tidak terjadi bayangan yang berasal dari titik yang tidak sefaal.
Maka terjadi pergerakan refleks vergen (konvergen dan divergen). Dimana fusi

9
merupakan kemampuan otak untuk membuat satu bayangan gambar yang berasal
dari kedua mata serta fusi akan hilang bila penglihatan satu mata tidak ada.

Diperlukan beberapa syarat agar penglihatan binokuler menjadi sensasi


tunggal, yaitu Pertama, bayangan benda yang jatuh pada kedua fovea sama dalam
semua gradasi. Kedua, bayangan benda selalu terletak pada kedua fovea sentral.
Ketiga, bayangan yang diteruskan ke dalam susunan saraf pusar dapat
menimbulkan kedua bayangan menjadai bayangan tunggal.

Bila terjadi hal diatasa maka akan terdapat bayangan tunggal binokular,
sedang bila slah satu faktor diatas tidak terjadi maka akan terjadi penglihatan
binokulear yang tidak tunggal.

Penglihatan tunggal dengan kedua mata ini dapat terjadi pada semua
bayangan di kedua macula dan luar macula sehingga terjadi penglihatan sentral
dan perifer bersama-sama. Penglihatan dengan kedua mata untuk daerah sentral
selalu disertau dengan penglihatan tunggal daerah perifer.

2.3 Pemeriksaan Mata

2. 3.1 Riwayat

Diperlukan anamnesis yang cermat yaitu mengenai riwayat keluarga,


strabismus dan ambliopia sering ditemukan dalam hubungan keluarga.Usia onset,
merupakan faktor penting untuk prognosi jangka panjang. Semakin dini onset
strabismus semakin buruk prognosis fungsi penglihatan. Jenis onset, awitan dapat
perlahan, mendadak, intermitten. Fiksasi, salah satu mata mungkin terus-menerus
menyimpang atau mungkin terlihat fiksasi yang berpindah-pindah

2. 3.2 Tajam penglihatan

Ketajaman penglihatan harus dievaluasi sekalipun hanya dapat dilakukan


perkiraan kasar atau perbandingan dua mata. Masing-masing mata dievaluasi
sendiri karena pemeriksaan binokuler tidak akan dapat memperlihatkan gangguan
penglihatan pada salah satu mata. Untuk pasien anak kecil mungkin hanya dapat

10
dipastikan bahwa mata dapat mengikuti satu sasaran yang bergerak. Sasaran harus
berukuran sekecil sesuai dengan tingkat dengan usia, perhatian dan tingkat
kewaspadaan anak. Fiksasi dikatakan normal apabila fiksasi tersebut bersifat
sentral (foveal) dan dipertahankan terus sementara mata mengikuti objek yang
bergerak.

Pada anak strabismus yang belum bisa bicara, pengutamaan fiksasi pada
satu mata menunjukkan dugaan adanya ambliopia di mata sebelahnya. Pada anak
yang belum bisa bicara dengan penjajaran motorik yang baik, perbedaan
ketajamaan yang ringan mungkin sulit dideteksi berdasarkan perilaku mengikuti.

Pada usia 2,5-3 tahun, dapat dilakukan uji ketajaman penglihatan


menggunakan gambar Allen. Pada usia 4 tahun, banyak anak dapat memahami
permainan E jungkir balik Snellen atau uji pengenalan HOTV. Uji HOTV lebih
umum dipilih. Pada anak-anak kecil, uji permainan E jungkir balik mudah
keliru akibat terbalik-balik. Pada usia 5 atau 6 tahun , sebagian besar anak dapat
menjalani uji ketajaman penglihatan Snellen.

2.3.3 Penentuan Sudut Strabismus

2.3.3.1Uji tutup dan prisma

Uji tutup terdiri tes 4 bagian diantaranya (1) uji tutup, (2) uji membuka
penutup (3) uji tutup bergantian, dan (4) uji tutup bergantian plus prisma.

Uji tutup, sewaktu pemeriksa mengamati satu mata didepan mata yang lain
ditaruh penutup untuk menghlangi pandanganya pada sasaran. Apabila mata yang
diamati bergerak untuk melakukan fiksasi, mata tersebut sebelumnya tidak
melakukan fiksasi pada sasaran, terdapat deviasi yang bermanifestasi
(strabismus). Arah gerakan memperlihatkan arah penyimpangan (misalnya, jika
mata yang diamati bergerak keluar untuk melakukan fiksasi, terdapat esotropia).

Uji membuka penutup, sewaktu penutup diangkat setelah uji tutup dilakukan
pengamatan pada mata yang sebelumnya tetutup tersebut. Apabila posisi mata

11
tersebut berubah terjadi interupsi penglihtn binokuler yang menyebabkan
berdeviasi dan terdapat heteroforia. Arah gerakan korektif memperlihatkan jenis
heteroforianya. Uji tutup/membuka penutup dilakukan pada setiap mata.

Uji tutup bergantian, penutup ditaruh bergantuan di depan mata yang


pertama kemudian ditaruh di mata yang lain, uji ini memperlihatkan deviasi total
(heterotropia ditambah heteroforia bila ada juga). Penutup harus dipindahkan
dengan cepat dari satu mata ke mata yang lain untuk mencegah refuse heteroforia

Uji tutup bergantian plus prisma, untuk mengukur deviasi secara kuantitatif,
diletakkan prisma dengan kekuatan yang semakin meningkat di depan satu mata
sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji tutup bergantian. Contohnya,
untuk mengukur eso diviasi penuh, penutup di pindah-pindah sambil diletakkan
prisma dengan kekuatan base-out yang semakin tinggi didepan satu mata sampai
gerakan refiksasi horizontal mata yang berdeviasi tersebut di netralisasi. Deviasi
yang lebih besar mungkin memerlukan 2 prisma yang diletakkan di depan kedua
mata, tetapi primsa-prisma itu tidak boleh ditumpuk pada arah yang sama di
depan satu mata.

Gambar 2.4 Uji Tutup

2.3.3.2 Uji objektif

Pengukuran dengan prisma dan penutup bersifat objektif karena tidak


memerlukan laporan pengamatan sensorik dari pasien. Namun, diperlukan

12
kerjasama dan keutuhan penglihatan kedua mata dalam keadaan tertentu. Penentu
klinis posisi mata yang tidak memerlukan pengamatan sensorik pasien dianggap
kurang akurat, walaupun kadang-kadangme masih bermanfaat. Dua metode yang
sering digunakan tergantung pada pengamatan posisi refleksi cahaya pada kornea.
Hasil dari kedua metode tersebut harus dimodifikasi dengan mempertimbangkan
sudut Kappa. Terdapat dua metode yaitu metode Hirschberg dan Metode refleks
prisma.

Metode Hirschberg, pasien melakuakn fiksasi terhadap suatu cahaya


berjarak sekitar 33 cm. Pada mata yang berdeviasi akan terlihat desentrasi
pantulan cahaya. Dengan mempertimbangkan 18 PD untuk setiap milimeter
desentrasi, dapat dibuat perkiraan sudut deviasinya.

Metode refleks prisma (uji krimsky reverse), pasien melakukan fiksasi


terhadap suatu cahaya. Sebuah prisma ditempatkan didepan mata yang dipilih, dan
kekuatan prisma yang diperlukan untuk refleks cahaya terletak di tengah kornea
mata yang strabismus menentukan ukuran sudut deviasinya.

2.3.4 Duksi (Rotasi Monocular)

Dengan satu mata tertutup, mata yang lain mengikuti sasaran yang bergerak
dalam semua arah pandangan. Setiap pengurangan gerakan rotasi mengisyaratkan
keterbatasan dalam bidang kerja otot yang bersangkutan, keterbatasan disebabkan
oleh kelemahan kontraksi atau kegagalan reaksasi otot antagonis.

2.3.5 Versi (Gerakan Mata Konjugat)

Hukum hering mengatakan bahwa otot-otot pasangan searah (yoke muscle)


menerima stimulasi setara pada setiap gerakan mata konjugat, versi diperiksa
dengan meminta mata pasien mengikuti sumber cahaya disembilan posisi
diagnostik: primer (lurus kedepan); sekunder (kanan, kiri, atas dan bawah), dan
tersier (atas dan kanan, bawah dan kanan, atas dan kiri, bawah dan kiri).
Perbedaan gerakan rotasi salah satu mata terhadap mata yang lain dicatat sebagai
suatu overaction atau underaction. Berdasarkan perjanjian, pada posisi tersier

13
otot-otot obliquus dikatakan berkerja berlebihan (overacting) atau kurang bekerja
atau (underacting) dalam kaitanya dengan otot rectus pasangannya. Fiksasi dalam
bidang kerja suatu otot yang paresis menimbulkan overacting otot pasanganya,
karena diperlukan persarafan yang lebih besar untuk kontraksi otot yang
underacting. Sebaliknya, fiksasi dengan mata yang normal akan menyebabkan
otot yang paresis kurang bekerja.

2.3.6 Gerakan Disjungtif

2.3.6.1 Konvergensi

Sewaktu mengikuti sebuah benda yang bergerak mendekat, kedua mata


harus berputar kedalam untuk mempertahankan kesejajaran sumbu penlihatan
dengan obyek yang bersangkutan. Otot-otot rektus medialis berkontaksi dan otot-
otot rektus lateralis berelaksasi dibawah pengaruh stimulasi dan inhibisi saraf.

Konvergensi adalah suatu proses aktif dengan komponen volunter dan


involunter yang kuat. Salah satu pertimbangan penting dalam mengevaluasi otot-
otot ekstraokuler pada strabismus adalah konvergensi.

Untuk memeriksa konvergensi, sebuah obyek kecil atau sumber cahaya


secara perlahan dibawa mendekat kejembatan hidung. Perhatian pasien ditujukan
kepada benda tersebut dengan mengatakan usahakan sekuat mungkin jangan
sampai bayangan terlihat ganda. Dalam keadaan normal, konvergensi dapat
diperhatikan sampai benda terletak dekat dengan jembatan hidung. Nilai numerik
konvergensi yang sebenarnya dapat ditentuntukan dengan mengukur jarak dari
jembatan hidung (dalam cm) pada saat mata kalah (yakni saat mata nondominan
bergerak lateral sehingga konvergensi tidak lagi dapat dipertahankan) / titik ini
disebut titik dekat konvergensi dan nilai sampai 5 cm dianggap masih dalam batas
normal.

Rasio konvergensi akomodatif terhadap akomodasi adalah suatu cara untuk


mengukur hubungan antara konvergensi dan akomodasi (rasio AC/A).
konvergensi akomodatif terjadi sewaktu mata memandang suatu sasaran akomatif,

14
yakni sasaran yang memiliki kontur atau huruf yang dapat dipisahkan sehingga
akomodasi terangsang. Hasilnya sering dinyatakan sebagai dioptri prisma
konvergensi per dioptri akomodasi. Rasio AC/A berguna sebagai alat riset atau
klinis yang meneliti dan memastikan hubungan keduanya lebih jauh. Sejauh ini,
rasio tersebut telah banyak membantu kita memahami dan sekaligus mengoreksi
esotropia akomodatif, terutama dalam penggunaan kacamata bifocal dan miotik.

Gambar 2.5 Konvergensi

2.3.6.2 Divergensi

Elektromiografi telah memastikan bahwa divergensi adalah suatu proses


aktif , bukan semata-mata relaksasi konvergensi. Secara klinis, fungsi ini jarang
diperiksa kecuali dalam meneliti amplitudo fusi

2.3.7 Pemeriksaan Sensorik

Pemeriksaan tersebut meliputi yaitu steropsis, supresi dan potensi fusi.


Pemeriksaan stereopsis, banyak pemeriksaan steropsis dilakukan dengan sasaran
dan kaca terpolarisasi memisahkan rangsangan. Satu mata melihat sasaran melalui
lensa yang terpolarisasi horizontal dan satunya melalui lensa yang terpolarisasi
vertikal. Sasaran yang dilihat secara monokular memilik petunjuk-petunjuk
kedalaman yang hampir tidak terlihat. Sterogram titik acak (random dot
stereogram) tidak memiliki petunjuk kedalaman monocular. Masing-masing mata
melihat suatu bidang titik-titik acak, tetapi korelasi setiap titik dengan titik

15
korespondenya terbuat sedemikian rupa sehingga apabila tedapat steropsis pasien
akan melihat suatu bentuk 3 dimensi.

Pemeriksaan supresi, adanya supresi mudah diketahui dengan uji empat-


titik worth (worth four dot test). Di depan salah satu mata pasien ditaruh kaca
yang berisi sebuah lensa merah, sedangkan di mata yang lain lensa hijau. Pasien
diperlihatkan sebuah senter yang berisi bintik-bintik merah, hijau dan putih.
Bintik-bintik warna tersebut adalah penanda persepsi yang melalui setiap mata;
bintik putih yang memiliki potensi terlihat oleh kedua mata, dapat menandakan
adanya diplopia. Jarak antara titik-titik dan jarak cahaya yang dipegang
menentukan ukuran daerah retina yang diperiksa. Daerah fovea dapat diperiksa
pada jarak jauh, daerah perifer pada jarak dekat.

Potensial fusi, pada orang dengan deviasi yang bermanifestasi, status


potensial fusi penglihatan binocular dapat ditentukan dengan uji filter merah.
Sebuah filter merah diletakkan di depan salah satu mata. Pasien diminta melihat
ke suatu sasaran cahaya fiksasi yang terletak jauh atau dekat. Terlihat sebuah
cahaya putih dan merah. Di depan satu atau kedua mata diletakkan sebuah prisma
supaya dapat membawa dua bayangan menjadi satu. Apabila terdapat potensial
fusi, kedua bayangan akan menyatu dan terlihat sebagai sebuah cahaya tunggal
berwarna merah muda. Apabila tidak terdapat potensial fusi, pasien akan tetap
melihat satu cahaya merah dan satu cahaya putih.

2.4 Definisi

Eksotropia adalah penyimpangan sumbu penglihatan yang dimana salah


satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya
menyimpang pada bidang horizontal ke arah lateral.

Eksotropia lebih jarang dijumpai dibandingkan esotropia, terutama pada


masa bayi dan anak. Insidensinya meningkat secara bertahap seiring dengan usia.
Tidak jarang bahwa suatu tendensi strabismus divergen berawal dari suatu
eksoforia yang menetap apabila tidak dilakukan terapi. Kasus-kasus lain berawal
sebagai eksotropia intermiten atau konstan dan tetap stasioner. Seperti halnya

16
esotropia pada beberapa kasus mungkin terdapat unsur herediter. Eksoforia dan
eksotropia (yang dianggap sebagai sebuah entitas deviasi divergen) sering
diwariskan sebagai ciri autosomal dominan, salah satu atau kedua orang tua dari
seorang anak eksotropia mungkin memperlihatkan eksitropua atau eksoforia
derajat tinggi.

2.5 Bentuk-bentuk eksotropia

Eksotropia dibagi dalam dua bentuk yaitu eksotropia konkimitan dan


eksotropia nonkomitan. Eksotropia konkomitan yaitu bila sudut penyimpangan
sama besarnya pada senua arah pandangan. Sedangkan eksotropia nonkomitan
yaitu bila besarnya sudut penyimpangan bebeda-beda pada arah pandangan yang
berbeda-beda. Untuk selanjutnya yang dimaksud dengan eksotropia adalah hanya
yang nonkomitan

2.6 Etiologi

Penyebab eksotropia dapat dibagi menjadi 3, diantarany herediter, inervasi


dan anatomi. Herediter, unsur herediter sangat besar yaitu trait autosomal
dominan. Inervasi, tetapi tidak terdapat abnormalitas yang berarti dalam bidang
sensorimotor. Anatomi, kelainan rongga orbita misalnya penyakit Crouzon

2.7 Klasifikasi

2.7.1 Eksotropia intermitan

Eksotropia intermiten merupakan penyebab lebih dari separuh kasus


eksotropia. Dari anamnesis sering diketahui bahwa kelainan tersebut memburuk
secara progresif. Suatu tanda khas adalah penutupan satu mata dalam cahaya
terang. Eksotropia manifes pertama-tama terlihat pada fiksasi jauh. Pada pasien
biasanya melakukan fusi pada penglihatan dekat, mengatasi eksoforia bersudut
besar atau kecil.

2.7.2.Eksotropia konstan

17
Eksotropia konstan lebih jarang dibandingkan eksotropia intermiten.
Kelainan ini dapat dijumpai sejak lahir atau muncul belakangan sewaktu
eksotropia intermiten berkembang menjadi eksotropia konstan. Derajat eksotropia
konstan dapat bervariasi. Lamanya penyakit atau adanya penurunan penglihatan
pada satu mata dapat menjadikan deviasi semakin besar. Aduksi mungkin terbatas
dan mungkin juga dijumpai hipertropia

2.8 Pemeriksaan

Terdapat beberapa perbedaan dari hasil pemeriksaan pada eksotropia


intermiten dan eksotropia konstan. Perbedaan tersebut pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Pemeriksaan eksotropia

2.9 Terapi

2.9.1 Eksotropia intermiten

Terapi medis, terapi non bedah sebagian besar terbatas pada koreksi refraksi
dan terapi ambliopia. Apabila rasio AC/A tinggi, pemakaian lensa minum dapat
menunda tindakan bedah untuk sementara waktu. Kadang-kadang latihan
konvergensi atau antisupresi dapat memberikan keuntungan sementara

18
Terapi bedah, sebagian besar pasien eksotropia intermiten memerlukan
tindakan bedah bola kontrol terhadap fusinya memburuk. Tindakan bedah dapat
juga menghilangkan diplopia atau gejala astenopia lainnya. Pilihan prosedur
tergantung pada pengukuran deviasi. Dianjurkan resesi otot rektus lateralis
bilateral bila deviasi lebih besar pda penglihatan juah. Apabila deviasi lebih besar
pada penglihatan dekat, sebaiknya dilakukan reseksi otot medialis dan resesi
rektus lateralis ipsilateral. Mungkin diperlukan tindakan bedah pada satu atau
bahkan dua otot horizontal lainnya untuk deviasi yang sangat besar (> 50 PD)

2.9.2 Terapi Eksotropia Konstan

Hampir selalu diindikasikan tindakan bedah. Pilihan dan jumlah tindakan


seperti yang dijelaskan untuk eksotropia intermiten. Overcorrection ringan pada
orang dewasa dapat menyebabkan diplopia. Sebagian pasien dapat menyesuaikan
diri dengan hal ini, terutama bila mereka telah diberitahu mengenai kemungkinan
ini sebelumnya.

Apabila salah satu mata mengalami penurunan penglihatan, prognosis untuk


mempertahankan posisi yang stabil kurang baik, dengan kemungkinan yang besar
akan kambuhnya eksotropia setelah pembedahan.

Pengobatan dengan koreksi refraksi pada eksotropia merupakan hal yang


penting dan harus dilakukan dengan hati-hati. Bil psien eksotropia dengan
hipermetropia maka harus diberi kacamata dengan ukuran yang kurang dari
seharusnya untuk merangsang akomodasi dan konvergensi.

Bila pasien menderita miopia maka harus duberu kacamata yang lebih besar
ukurannya dari seharusnya untuk merangsang akaaomodasai konvergensi

Namun pada dasarnya pengobatan ialah operasai. Harus dipertimbangkan


sebelumnya hal-hal sebagai berikut besarnya sudut deviasi, perbandingan
pengukuran deviasi untuk jauh dan dekat, operasi pada eksotropia tergantung pada
jenis eksotropianya (biasanya dilakukan resensi otot rektus lateral dan reseksi otot
rektus medial mata yang sama pada yang berdeviasi).

19
BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama : Sdri. D

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia :15 tahun

Alamat : Kediri

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SMP

Status : Belum Menikah

3.2 Anamnesis
Hari/Tanggal periksa : Jumat, 30 Desember 2016
Tempat : Poli Mata RSUD Gambiran Kediri
Keluhan Utama : Penglihatan mata kanan kabur
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan yang
dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu, pasien merasakan
penglihatan mata kanan sedikit kabur tidak disertai mata merah dan tidak
merasakan gatal, merasakan sedikit kemeng (nyeri) pada mata kanan, tidak
merasakan silau bila mata kanan terkena cahaya (fotofobia). Pasien tidak
mengeluhkan melihat bayangan menjadi double. Tidak ada keluhan lain
yang dirasakan pasien. Pasien juga tidak mengeluhkan apapun pada mata
kiri.
Riwayat Penyakit Dahulu

20
Pasien sebelumnya tidak sakit seperti ini sebelumnya. Selain itu,
sebelumnya pasien juga belum pernah menggunakan kacamata.
Riwayat Alergi:
Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi obat dan makanan
Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama. Orang tua
pasien menggunakan kacamata namun pasien tidak mengetahui sejak kapan
dan tidak mengetahui ukuran kacamata orang tua.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit reguler
RR : 22x/menit
Suhu : 36,5oC
Status Kranialis : N II/III ODS pupil bulat isokor 3 mm / 3 mm, Refleks
cahaya +/+, ODS lapang pandang normal, N III, IV, VI normal, N V dan
VII normal
Status Lokalis
Pemeriksaan Segmen Anterior

Pemeriksaan
OD OS
Mata
1/60 Visus 6/6
0
S-10,0 C-1,50 x 0
Koreksi Tidak dilakukan
(visus 3/60)
Simetris, dbn Suprasilia Simetris, dbn
Odem (-), Hiperemia Palpebra Superior Odem (-), Hiperemia
(-), Benjolan (-) dan Inferior (-), Benjolan (-)
Hiperemi(-), Konjungtiva Hiperemi(-),

21
Benjolan(-) Palpebra Superior Benjolan(-)
dan Inferior
PCI/CI (-) Konjungtiva Bulbi PCI/CI (-)
Jernih, kelengkungan Jernih, kelengkungan
Kornea
dbn dbn
Jernih, kedalaman
COA Jernih, kedalaman dbn
dbn
Warna coklat, bentuk Warna coklat, bentuk
Iris
kripte, iris shadow (-) kripte, iris shadow (-)
Bulat, sentral, 2mm Pupil Bulat, sentral, 2mm
Jernih Lensa Jernih

Pemeriksaan Segmen Posterior

Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan TIO

Digitalis : dbn

Tonometer Shciotz : tidak dapat dilakukan

3.4 Diagnosis Klinis


Eksotropia okuli dextra
Ambliopia

22
3.5 Penatalaksanaan
Pemberian kacamata

RESEP KACA MATA

Kediri, 30 Desember 2016


Kacamata : BACA .
JALAN

OD OS

180o 0o 180o 0o

Spheris Cylinder Axis Spheris Cylinder Axis


-10,00 -1,50 00 - - -

Tambahan Baca ODS : -

Pro : Sdri. D
Umur : 15 tahun

3.6 Prognosis
Dubia at malam

3.7 Edukasi
Menjelaskan tentang diagnosis penyakit yang dialami pasien

Menjelaskan tentang rencana terapi dan efek samping bagi pasien

Menggunakan kacamata secara teratur

23
BAB 4

PEMBAHASAAN

Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan data penglihatan kabur pada mata

kanan yang dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu, pasien merasakan

penglihatan mata kanan sedikit kabur tidak disertai mata merah dan tidak

merasakan gatal, merasakan sedikit kemeng (nyeri) pada mata kanan, tidak

merasakan silau bila mata kanan terkena cahaya (fotofobia). Eksotropia tidak

memberikan keluhan yang khas namun beberapa pasien dapat mengeluhkan

penglihatannya berkurang secara progresif.

Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya sebab baru merasakan

keluhan pada penglihatannya sejak bulan yang lalu. Riwayat alergi makanan/obat

juga disangkal. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan status generalis

dengan tekanan darah tinggi sebesar 120/80 mmHg dan denyut nadi teratur

sebesar 88x/menit. Status kranialis dalam batas normal. Status lokalis didapatkan

visus mata kanan menurun sebesar 1/60 yang artinya orang normal dapat

menghitung jari pada jarak 60 m sedangkan pasien hanya menghitung jari pada

jarak 1 m. Setelah dilakukan uji pinhole didapatkan pinhole maju menggunakan

lensa S 10,00 dan C 1,50 dengan axis 0 pada visus 3/60 derajat yang artinya

orang normal menghitung jari pada pada jarak 60 m sedangkan pasien hanya

dapat menghitung jari pada jari 3 m, lalu dilakukan pinhole lagi tetapi pinhole

tetap.

Hasil pemeriksaan segmen anterior mata didapatkan suprasilia, palpebra,

dan konjungtiva palpebra tidak ada tanda radang, konjungtiva dalam batas normal.

Bilik mata depan (COA) jernih dan iris coklat bentuk kripte. Pada pemeriksaan

24
pupil dan hasil pemeriksaan lensa jernih yang berarti tidak terjadi gangguan

metabolisme lensa yang dapat menyebabkan terjadinya katarak. Titik jatuh cahaya

pada okuli dextra jatuh pada bagian tengah mata sedangkan pada okuli sinistra

titik cahaya jatuh ditengah mata. Tes tutup tidak memberikan gambaran yang

khas.

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik/oftalmologi di atas,

diagnosis klinis yang dapat diambil adalah eksotropia okuli dextra, anisometropia

dan ambliopia. Ketiga hal tersebut saling berhubungan. Pada pasien diduga

awalnya mengalami kelainan refraksi namun baru disadari ketika memberikan

gejala berupa pandangan kabur pada 3 bulan ini, kelainan refraksi pada kedua

mata pasien memiliki perbedaan yang signifikan, dimana perbedaan dioptri kedua

mata sangat signifikan.

Ilyas 2012 menjelaskan bahwa orang miopia mudah terjadi eksoforia karena

otot pada mata jarang berakomodasi akibatnya otot-otot untuk berkonvergensi

menjadi lebih lemah dibanding seharusnya. Selain itu juling lama dapat

menyebabkan ambliopia (ambliopia strabismik) dimana kedudukan bola mata

tidak sejajar sehingga hanya satu mata yang diarahkan pada benda yang dilihat.

Namun ambliopia strabismik jarang ditemukan pada mata dengan eksoforia,

sering ditemukan pada esoforia. Ambliopia juga dapat terjadi akibat kelainan

refraksi antara kedua mata yang beda jauh (ansiometropia), terjadi akibat

perbedaan refrakasi kedua mata terlalu besar atau lebih dari 2,5 dioptri,

mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan binokuler tunggal, demikian pula

terjadi pada unilateral astigmatisme sehingga bayangan menjadi kabur.

25
Terapi yang diberikan yaitu terapi medis nonbedah yaitu pada koreksi

refraksi dan terapi ambliopia. Pemakaian lensa minus dapat menunda tindakan

bedah untuk sementara waktu. Hal ini sesuai dengan Ilyas 2012 menjelaskan

bahwa terapi eksotropia ditujukan pada kesehatan secara umum. Bila ada kelainan

refraksi harus diberi koreksi. Bila mungkin diberi latihan ortopik. Bila tidak

berhasil diberikan prisma base in yang kekuatannya dibagi dua sama besar untuk

masing-masing mata, kiri dan kanan. Namun pada pasien hanya diberikan koreksi

kacamata. Ilyas 2012 juga menambahkan bahwa pengobatan pasien dengan

koreksi refraksi pada eksotropia harus dilakuakan secara hati-hati.

Pengobatan pada ambliopia strabismik ialah dengan menutup mata yang

sehat, sedangkan pada ambliopia anisometropik yaitu memberikan kacamata hasil

pemeriksaan refraksi secara objektif disertai penutupan mata yang baik. Pada

pasien ini tidak dilakukan penutupan mata namun hanya diberikan kacamata.

26
DAFTAR PUSTAKA

Heath. 2010. Optometric Clinical Practice Guideline Care Of The Patient With

Strabismus: Esotropia And Exotropia. American Optometric Association.

http://www.emediine.medscape.com/article/11990041-1

Ilyas, S.Rahayu. 2012. Ilmu Penyakit Mata edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Riordan. 2012. Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum edisi 17. Penerbit Buku

Kedokteran :EGC.

27

Anda mungkin juga menyukai