Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2020


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LASERASI PALPEBRA

OLEH :

Disusun Oleh:
Eka Habina
11120171009

Pembimbing

dr. Hikmah Hiromi, Sp.M, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Eka Habina

NIM : 111 2017 1009

Judul : Laserasi Palpebra

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Agustus 2020

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Hikmah Hiromi, Sp.M, M.Kes

2
BAB I

PENDAHULUAN

Sejumlah mekanisme trauma tumpul dan tajam wajah dapat menyebabkan

laserasi kelopak mata. Trauma masih sering terjadi akibat kecelakaan lalu-lintas,

gigitan binatang, perkelahian dan luka bakar. Banyak mekanisme tumpul dan

penetrasi trauma wajah dapat mengakibatkan hal tersebut, bahkan benda tumpul yang

tampaknya tidak berbahaya di tempat kerja dapat menyebabkan luka kelopak mata.1,2

Laserasi tidak hanya melibatkan kulit, tapi dapat juga mengenai otot palpebra,

margo palpebra dan sistim lakrimal. Laserasi pada bagian medial palpebra dapat

menyebabkan robekan pada kanalis lakrimalis inferior, kanalis lakrimalis superior

dan sakus lakrimalis. Hal ini menimbulkan gangguan sistim eksresi lakrimal yang

meyebabkan epifora, sehingga memungkinkan berkembang-nya abses di dalam sakus

lakrimal dan terjadinya dakriosistitis. Laserasi kelopak membutuhkan teknik jahitan

teliti; serta dapat menyebabkan kehilangan jaringan.1,2

Laserasi palpebra lebih sering ditemui pada pria muda, namun dapat terjadi

pada semua usia. Bahkan pernah ditemukan pada bayi baru lahir setelah operasi sesar.

Dari hasil penelitian di Iran, lokasi yang tersering mengalami laserasi pada kelopak

kanan atas.1

Pemeriksaan diagnostik yang tepat dan secara komperehensif perlu dilakukan

dalam menegakan diagnose. Pada proses pengembalian struktur dan fungsi harus

tetap mengarah pada prinsip-prinsip estetika dasar yang menjadi perhatian utama dari

ahli bedah rekonstruksi. Manajemen yang tepat meliputi: melindungi kornea dan

3
menjaga agar kelopak dapat tertutup dengan tepat, mengeluarkan benda asing,

meminimalkan risiko infeksi, serta mengoptimalkan kosmetik.1,2

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Palpebra dan Apparatus Lacrimalis

Palpebra

Palpebra berkembang dari lipatan kulit yang dapat bergerak oleh karena

adanya otot lurik. Otot-otot tersebut adalah muskulus orbicularis oculi yang

mengelilingi bagian depan mata, dan berfungsi untuk menutup mata. Disamping itu

terdapat juga muskulus levator palpebra yang berlekatan di sepanjang palpebra

superior yang berfungsi untuk membuka. Kontraksi muskulus orbicularis oculi

menyebabkan palpebra menutup mata, dan kontraksi muskulus levator palpebra

menyebabkan elevasi palpebra superior untuk membuka mata.5

Palpebra melindungi bola mata dari kekeringan melalui reflex kedip sekitar

20-30 kali/menit dan menyebarkan air mata di permukaan anterior bola mata. Untuk

menghindari gambar yang buram, palpebra umumnya akan berkedip ketika bola mata

bergerak ke posisi baru untuk memfiksasi gambar.5,6

Palpebra terdiri dari lamella anterior dan posterior (Gambar 1) yang

dipisahkan oleh gray line. Berikut ini merupakan uraian lapisan palpebra.6,7

1. Lamella anterior terdiri dari :

 Kulit yang merupakan lapisan tipis, yang memiliki vaskularisasi yang baik.

 Kelenjar keringat.

5
 Modifikasi kelenjar keringat (glandula ciliaris atau glands of Moll) dan

kelenjar sebaceous (glands of Zeis) di sekitar silia (bulu mata).

 Serat otot lurik muskulus orbicularis oculi, yang secara secara aktif menutup

mata (diinervasi oleh nervus facialis).

 Serat otot lurik muskulus levator palpebra, yang secara secara aktif

membuka mata (diinervasi oleh nervus occulomotorius).

2. Lamella posterior terdiri dari :

 Tarsus merupakan rangka dan memberi bentuk pada palpebra.

 Serat otot polos muskulus levator palpebra yang masuk ke dalam tarsus

(muskulus tarsalis). Muskulus tarsalis diinervasi oleh sistem saraf simpatis

dan mengatur lebar fissura palpebralis. Tonus simpatis yang tinggi

menyebabkan kontraksi muskulus tarsalis dan memperlebar fissura

palpebralis, sebaliknya bila tonus simpatis rendah menyebabkan relaksasi

muskulus tarsalis dan mempersempit fissura palpebralis.

 Konjunctiva palpebralis sangat kuat melekat pada tarsus.

 Kelenjar sebaceous (glandula Meibom), merupakan struktur tubular yang

tersusun vertikal pada tarsus. Kelenjar ini berfungsi untuk memproduksi

lipid yang berfungsi mencegah penguapan air mata.

Silia (bulu mata) mengarah ke depan pada margo palpebralis. Pada palpebra

superior, sekitar 150 silia tersusun dalam tiga sampai empat baris; pada palpebra

inferior, sekitar 75 silia tersusun dalam dua baris. Sama halnya alis, silia mencegah

6
debu dan keringat masuk ke dalam mata. Septum orbitalis terletak di antara tarsus dan

tepi orbita. Terdapat selaput membranosa pada jaringan ikat palpebra yang melekat

pada tepi orbita yang menahan orbital fat.6

Gambar 1. Margo Palpebra Inferior

Fissura palpebralis adalah ruang antara palpebra superior dan inferior. Fissura

palpebralis berbentuk elips ketika mata terbuka. Commisura (canthus) berada di

bagian sudut medial dan lateral di mana palpebra bertemu. Commisura medialis, yang

lebih luas dibanding commisura lateralis, dicirikan dengan bentuk yang lebih kecil,

kemerahan, dan berelevasi disebut sebagai caruncula lacrimalis. Caruncula lacrimalis

berisi kelenjar sebacea dan sudoriferous, yang memproduksi sekresi keputihan, yang

dikenal sebagai “sleep dust” atau kotoran mata yang biasanya terkumpul selama

tidur.5

7
Apparatus Lacrimalis

Apparatus lacrimalis terdiri dari dua bagian, yaitu struktur yang mensekresi

air mata dan struktur yang memfasilitasi drainase air mata.6

Sistem Sekresi Apparatus Lacrimalis

Glandula lacrimalis berukuran sebesar kacang walnut yang terletak di

superotemporal tulang orbita pada fossa lacrimalis os. frontalis, tidak tampak dan

tidak dapat diraba. Glandula lacrimalis yang dapat diraba biasanya tanda perubahan

patologis seperti dacryoadenitis. Tendon muskulus levator palpebra membagi

glandula lacrimalis menjadi pars orbitalis yang lebih besar (dua pertiga) dan pars

palpebralis yang lebih kecil (sepertiga). Beberapa glandula lacrimalis asesorius kecil

(Krause and Wolfring’s glands) berlokasi di fornix superior dan mensekresi air mata

serosa tambahan.6

Glandula lacrimalus menerima rangsangan sensoris melalui nervus lacrimalis.

Inervasi nervus parasimpatis sekretomotorius-nya berasal dari nervus intermedius.

Serabut simpatis-nya berasal dari ganglion simpatis cervicalis superior dan mengikuti

aliran pembuluh darah menuju kelenjar.6

Lapisan air mata (Gambar 2) yang membasahi konjunctiva dan cornea terdiri

dari 3 lapisan, yaitu sebagai berikut.6

1. Lapisan lipid (ketebalan sekitar 0.1µm), terletak paling luar, diproduksi oleh

glandula Meibom, kelenjar sebaceous, dan kelenjar keringat yang berada di

margo palpebralis. Fungsi utama lapisan ini yaitu untuk menstabilkan lapisan air

8
mata. Dengan sifat hidrofobik-nya, lapisan ini mencegah evaporasi terjadi lebih

cepat seperti halnya lapisan lilin.

2. Lapisan aquos (ketebalan sekitar 8µm), terletak di tengah, diproduksi oleh

glandula lacrimalis dan glandula lacrimalis asesorius (Krause and Wolfring’s

glands). Lapisan ini bertugas untuk membersihkan permukaan cornea dan

memudahkan mobilitas konjunctiva palpebralis di atas cornea dan melapisi

permukaan cornea untuk gambaran optik dengan kualitas yang tinggi.

3. Lapisan mucin (ketebalan sekitar 0.8µm), terletak paling dalam, disekresi olah

sel-sel Goblet konjunctiva dan glandula lacrimalis. Sifat hidrofilik yang

dimilikinya berlekatan langsung dengan microvili epitel cornea, yang juga

membantu stabilisasi lapisan air mata. Lapisan ini mencegah lapisan aquos

membentuk lapisan yang tidak rata pada cornea dan memastikan lapisan aquos

membasahi seluruh permukaan cornea dan konjunctiva.

Gambar 2. Sistem Sekresi Apparatus Lacrimalis

9
(dikutip dari kepustakaan 6)

Lysozyme, beta-lysin, lactoferrin, dan gamma globulin (IgA) merupakan

protein spesifik air mata yang memberikan sifat antimikroba pada air mata.6

Sistem Ekskresi Apparatus Lacrimalis

Susunan serabut muskulus orbicularis oculi menyebabkan mata menutup

secara progresif dari lateral ke medial termasuk palpebra yang menutup secara

simultan. Gerakan “windshield wiper” menggerakkan air mata ke medial sepanjang

mata menuju canthus medialis (Gambar 3).6

Gambar 3. Fungsi Kombinasi Muskulus Orbicularis Oculi dengan Apparatus Lacrimalis

(dikutip dari kepustakaan 6)

Punctum lacrimalis superior et inferior mengumpulkan air mata dan

mengalirkannya ke dalam canaliculus lacrimalis superior et inferior kemudian menuju

canaliculus lacrimalis communis lalu ke saccus lacrimalis. Dari saccus lacrimalis, air

mata dialirkan ke ductus nasolacrimalis yang kemudian bermuara di meatus nasi

10
medius di bawah concha nasalis inferior (Gambar 4). Sebuah flap dari membrane

mukosa, valvula Hasner, mencegah reflux retrograde dari isi cavum nasi dan

seringnya imperforate saat lahir, yang menyebabkan terjadinya epiphora.6,7

Gambar 4. Sistem Eksresi Apparatus Lacrimalis

(dikutip dari kepustakaan 7)

B. Epidemiologi

Laserasi palpebra dapat terjadi pada setiap usia dan juga pada bayi baru lahir

setelah proses kelahiran melalui operasi cesarean. Dari sebuah studi di Iran, laki-laki

lebih sering mengalami trauma pada mata akibat benda yang mengenai mata dan

kebanyakan berumur sekitar 29 tahun. Meskipun tidak ada kebutaan yang terjadi

akibat laserasi palpebra, outcome visual berhubungan dengan derajat insidensi trauma

berdasarkan adanya open globe injuries.3,8

11
C. Etiopatogenesis

Trauma palpebra dapat terjadi pada setiap trauma wajah. Berikut merupakan

daftar kondisi yang memerlukan perhatian khusus yaitu: 6

1. Laserasi palpebra dengan keterlibatan margo palpebralis

2. Avulsi palpebra pada canthus medialis disertai avulsi canaliculus lacrimalis.

Laserasi sistem canalicular merupakan hasil dari trauma langsung atau tidak

langsung. Trauma langsung termasuk memisahkan bagian lacrimal dari palpebra

dengan benda, seperti kaca, penggantu baju, pisau, gigitan anjing, cakaran kucing,

kuku jari, atau benda tajam lainnya. Trauma tidak langsung timbul akibat trauma

tumpul pada adnexa oculi dari beberapa mekanisme seperti pukulan pada wajah,

peluru, atau jatuh menimpa benda tumpul.9

Disebabkan karena lokasi yang superficial pada medial palpebra, sistem

canalicular rentan terhadap trauma. Perluasan canaliculus ke medial memotong

lengan posterior ligamentum canthus medialis. Ligamentum ini sering terputus akibat

trauma dan harus diperbaiki untuk mengembalikan posisi anatomis dan fungsi

palpebra.9

Laserasi dan kerusakan canthus medialis (seperti gigitan anjing atau serpihan

kaca) dapat memisahkan ductus lacrimalis. Obliterasi punctum dan canaliculus

lacrimalis biasanya disebabkan oleh luka bakar dan kimia. Trauma pada saccus

lacrimalis atau glandula lacrimalis biasanya terjadi sehubungan dengan trauma

craniofacial yang berat (seperti tendangan kuda atau kecelakaan lalu lintas).

12
Dacryocystitis merupakan sequele yang umum terjadi, yang hanya dapat ditangani

dengan operasi (dacryocystorhinostomy).6

D. Klasifikasi

Berdasarkan mekanisme trauma, trauma okuli dapat diklasifikasikan menjadi

sebagai berikut.6

1. Trauma mekanik

a. Trauma palpebra

b. Trauma pada apparatus lacrimalis

c. Laserasi konjunctiva

d. Benda asing pada cornea dan konjunctiva

e. Erosi cornea

f. Trauma nonpenetrasi (trauma tumpul pada bola mata)

g. Trauma pada lantai orbita (blow-out fracture)

h. Trauma penetrasi (open-globe injury)

i. Penusukan langsung orbita

2. Trauma kimia

3. Trauma fisik

a. Luka bakar

b. Radiasi (sinar terionisasi)

c. Keratoconjunctivitis ultraviolet

4. Trauma okuli indirek, transient traumatic retinal angiopathy (Purtscher

retinopathy)

13
E. Diagnosis

1. Anamnesis

Riwayat penyakit yang harus termasuk di dalamnya yaitu fungsi penglihatan

dan mekanisme trauma. Penting untuk diperhatikan apakah hilangnya fungsi

penglihatan terjadi secara progresif atau tiba-tiba. Benda asing intraocular harus

dicurigai jika ada riwayat menempa, menggerinda, atau ledakan, dan pemeriksaan

radiologis yang sesuai harus dilakukan. Trauma pada anak dengan riwayat yang tidak

sesuai dengan jenis perlukaan mendukung kecurigaan terhadap tindak kekerasan pada

anak.2

2. Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan fisis dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman

penglihatan. Jika hilangnya penglihatan sangat berat, maka diperiksa light projection,

diskriminasi dua titik, dan adanya defek aferen pupil. Pemeriksaan motilitas ocular

dan sensasi kulit periorbital, dan palpasi untuk melihat defek pada sekeliling tulang

orbita. Adanya enophthalmus dapat diperiksa dengan melihat profil cornea dari atas

suprasilia. Jika slit lamp tidak tersedia di ruang gawat darurat, penlight, loupe, atau

direct ophthalmoscope yang diatur pada +10 (black numbers) dapat digunakan untuk

memeriksa perlukaan lainnya pada permukaan tarsus palpebra dan segmen anterior.2

14
Permukaan cornea diperiksa untuk melihat adanya benda asing, luka, dan

abrasi. Konjunctiva bulbaris diinspeksi untuk melihat adanya perdarahan, benda

asing, atau laserasi. Kedalaman dan kejelasan bilik mata depan juga harus

diperhatikan. Ukuran, bentuk, dan reflex cahaya pupil harus dibandingkan antara kiri

dan kanan untuk memastikan jika defek aferen pupil ada pada mata yang mengalami

trauma. Bola mata yang lunak, penglihatan hanya dapat melihat pergerakan tangan

(atau lebih buruk), defek aferen pupil, atau perdarahan vitreus mengindikasikan

adanya ruptur bola mata. Jika bola mata tidak rusak, palpebra, konjunctiva

palpebralis, dan fornix dapat diperiksa lebih mendalam, termasuk inspeksi dengan

eversi palpebra superior. Oftalmoskopi direk dan indirek digunakan untuk melihat

lensa, vitreus, papil N.II, dan retina. Dokumentasi pemeriksaan berguna untuk tujuan

medikolegal pada semua kasus trauma eksternal. Pada semua kasus trauma okuli,

mata yang tidak terluka juga diperiksa dengan cermat,2

Trauma palpebra dapat dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma penetrasi.

Aturan utama dalam manajemen trauma palpebra yaitu sebagai berikut.10

a. Anamnesis yang lengkap

b. Pencatatan fungsi penglihatan tiap mata

c. Evaluasi menyeluruh pada bola mata dan orbita

d. Melakukan pemeriksaan radiologis yang sesuai

e. Memiliki pengetahuan rinci tentang anatomi palpebra dan orbita

f. Memastikan perbaikan primer terbaik yang paling mungkin dilakukan

15
Trauma Tumpul

Ecchymosis dan edema merupakan tanda klinis tersering pada trauma tumpul.

Trauma intraocular harus dievalusi pada pasien melalui pemeriksaan biomikroskopis

dan pemeriksaan fundus. Computed tomography, baik potongan aksial maupun

koronal mungkin diperlukan untuk menilai apakah terdapat fraktur orbita.10

Trauma Penetrasi

Laserasi tanpa Keterlibatan Margo Palpebralis

Laserasi palpebra superficialis hanya melibatkan kulit dan muskulus

orbicularis oculi. Adanya lemak orbita pada luka berarti septum orbita telah

terganggu. Benda asing superficial atau profunda harus dicari dengan teliti sebelum

laserasi palpebra yang lebih dalam diperbaiki.10

Laserasi dengan Keterlibatan Margo Palpebralis

Palpebra yang memiliki banyak vaskularisasi dan textur jaringan yang longgar

menyebabkan perdarahan sedalam-dalamnya ketika mengalami trauma. Tusukan,

terpotong, atau avulsi seluruh palpebra akibat benda tumpul seringnya melibatkan

semua lapisan.6

Trauma dengan Keterlibatan Jaringan Lunak Canthus

Trauma pada canthus medialis atau lateralis biasanya merupakan hasil traksi

horizontal palpebra, yang menyebabkan avulsi palpebra pada titik terlemahnya,

tendon canthus medialis atau lateralis. Anamnesis yang cermat pada riwayat penyakit

pasien seringnya mengonfirmasi bahwa objek atau jari bertautan dengan jaringan

16
lunak palpebra pada bagian tengah palpebra, dilanjutkan dengan traksi horizontal

pada palpebra. Oleh karena itu, laserasi daerah canthus medialis memerlukan evaluasi

terhadap drainase apparatus lacrimalis, yang seringnya menyebabkan avulsi.

Keterlibatan canaliculus biasanya dikonfirmasi dengan inspeksi dan penyelidikan

yang hati-hati. Pemeriksa dapat menilai integritas dan tendon canthus medialis atau

lateralis dengan memegang setiap palpebra dengan toothed forceps dan

menjauhkannya dari luka sementara mempalpasi insersio tendon. Bahkan trauma

canthus medialis yang ringan dapat menyebabkan laserasi canaliculus.10

F. Penatalaksanaan

Pengetahuan yang rinci mengenai anatomi palpebra membantu dokter dalam

memperbaiki trauma penetrasi palpebra dan seringnya mengurangi perlunya

perbaikan sekunder. Secara umum, penanganan laserasi palpebra tergantung pada

kedalaman dan lokasi trauma.10

1. Laserasi tanpa Keterlibatan Margo Palpebralis (Partial-thickness)

Laserasi palpebra superficialis biasanya hanya memerlukan jahitan kulit, sama

halnya dengan laserasi kulit lainnya. Jaringan parut dapat dihindari dengan mengikuti

prinsip dasar plastic repair, yaitu debridement luka konservatif, penggunaan needle

berkaliber kecil, eversi tepi luka, dan pelepasan jahitan dini.

Irigasi yang banyak akan menyingkirkan bahan-bahan terkontaminasi pada

luka. Adanya prolaps lemak orbita pada palpebra superior merupakan indikasi

17
dilakukannya eksplorasi levator. Laserasi pada muskulus levator palpebra atau

aponeurosis-nya harus diperbaiki untuk mengembalikan fungsi levator senormal

mungkin. Lagophthalmus dan tambatan ke rima orbitalis superior umum terjadi bila

septum orbital tidak digabungkan dengan hati-hati pada perbaikan palpebra. Laserasi

septum orbita tidak boleh dijahit. Penutupan yang cermat pada kulit palpebra dan

muskulus orbicularis dilakukan secara adekuat pada seluruh kasus untuk menghindari

pemendekan vertical septum orbita.2,10

2. Laserasi dengan Keterlibatan Margo Palpebralis (Full-thickness)

Perbaikan laserasi margo palpebralis memerlukan penempatan jahitan yang

tepat dan tekanan jahitan yang kritis untuk meminimalisasi takik pada margo

palpebralis atau komplikasi lanjutan seperti cicatricial entropin. Edema palpebra

paling baik ditangani dengan wool pads atau kompres dingin. Berbagai teknik telah

digunakan, tetapi prinsip paling penting yaitu perkiraaan tarsus harus dilakukan

secara hati-hati (Gambar 5).6,10

Gambar 5. Perbaikan Margo Palpebralis

(dikutip dari kepustakaan 10)

18
Penutupan margo palpebralis dapat dilakukan dengan menempatkan 2 atau 3

jahitan untuk menyatukan garis silia, plana glandula Meibom, dan (bisa juga) gray

line. Setiap dokter memiliki perbedaan dalam menentukan apakan tarsus atau margo

palpebralis yang akan dijahit pertama kali. Menempatkan margo palpebralis dan

penutupan tarsus dalam suatu jajaran anatomis yang tepat merupakan tujuan

penanganan, dan berbagai teknik dapat diterima. Untuk menghindari disrupsi epitel

cornea, penjahitan tarsus tidak boleh meluas hingga permukaan konjunctiva.

Penutupan margo palpebralis harus memberikan hasil eversi sedang pada tepi luka.

Salep antibiotik kemudian diberikan pada jaringan palpebra yang telah diperbaiki.2,10

Jika perbaikan primer tidak tercapai dalam 24 jam, edema dapat menunda

penutupan. Luka harus dibersihkan secara mendalam dan diberikan antibiotik. Setelah

edema mereda, perbaikan dapat dilakukan. Debridement harus diminimalkan,

terutama jika kulit tidak lemah.2

Rekonstruksi palpebra dilakukan pada defek yang timbul akibat reseksi tumor,

kelainan kongenital, dan juga defek traumatik. Pilihan prosedur operasi tergantung

pada usia pasien, kondisi palpebra, ukuran dan posisi defek, serta pengalaman dan

preferensi dokter sendiri. Tujuan utama dalam rekonstruksi palpebra yaitu:10

a. Margo palpebralis menjadi stabil

b. Tinggi palpebra yang adekuat

c. Penutupan palpebra yang adekuat

d. Permukaan internal yang halus dan berepitel

19
e. Kepentingan kosmetik maksimal dan simetris

Berikut merupakan panduan prinsip umum pada rekonstruksi palpebra.10

1) Rekonstruksi baik pada lamella anterior maupun lamella posterior palpebra,

tidak keduanya, digunakan graft; salah satu lapisan harus menyediakan suplai

darah (pedicle flap). Graft ditempatkan pada graft yang memiliki angka

kegagalan yang tinggi

2) Maksimalkan tekanan horizontal dan minimalkan tekanan vertical

3) Pasangkan yang sesama jaringan (like tissue to like tissue)

4) Perkecil defek sebanyak mungkin sebelum mengukur graft

5) Gunakan teknik yang paling sederhana

6) Minta bantuan dari ahli subspesialis jika dibutuhkan

3. Defek Palpebra tanpa Keterlibatan Margo Palpebralis

Defek yang tidak melibatkan margo palpebralis dapat diperbaiki dengan

penutupan langsung jika prosedur ini tidak mengubah margo palpebralis. Jika defek

tidak memungkinkan penutupan langsung, transposisi flap kulit dapat dilakukan.

Tekanan penutupan palpebra harus diarahkan ke arah horizontal sehingga deformitas

sekunder dapat dihindari; tekanan secara vertikal dapat menyebabkan retraksi

palpebra atau ectropion. Untuk menghindari tekanan secara vertikal ini diperlukan

penempatan garis insisi berorientasi secara vertial.10

20
Jika defek terlalu besar untuk ditutup secara primer, beberapa teknik

transposisi flap kulit lokal dapat digunakan. Flap yang sering digunakan yaitu bentuk

rectangular, rotasional, dan transposisi. Flap biasanya memberikan hasil jaringan

terbaik yang cocok dan estetik tetapi memerlukan perencanaan untuk meminimalkan

deformitas sekunder. Meskipun prosedur skin graft secara umum mudah dilakukan,

tetapi tekstur, kontur, dan kosmetik akhir dengan flap memberikan hasil yang lebih

baik. Defek palpebra superior pada lamella anterior paling baik diperbaiki dengan

full-thickness skin graft dari palpebra superior kontralateral. Skin graft preaurikular

atau postaurikular dapat digunakan tapi dengan ketebalan yang lebih besar dapat

membatasi mobilitas palpebra superior. Defek palpebra inferio paling baik ditangani

dengan skin graft preaurikular atau postaurikular. Jika kulit tidak tersedia dari

palpebra superior atau area auricular, full -thickness graft dapat diperoleh dari fossa

supraclavicular atau brachium superior bagian medial.10

4. Defek Palpebra dengan Keterlibatan Margo Palpebralis

Defek Palpebra Superior

a. Defek Kecil Palpebra Superior

Defek kecil yang melibatkan margo palpebra superior dapat diperbaiki

dengan penutupan langsung jika teknik ini tidak mengambil tekanan yang terlalu

besar pada luka. Penutupan langsung biasanya dilakukan pada defek yang berukuran

≤ 33% pada margo palpebralis; jika melibatkan area yang lebih besar, graft dari

jaringan yang lebih jauh mungkin diperlukan. Dokter dapat memotong bagian

21
superior tendon canthus lateral untuk memungkinkan mobilisasi medial sekitar 3-5

mm dari margo palpebralis lateral yang tersisa, menghindari ductules lacrimalis pada

sepertiga lateral margo palpebralis. Pengangkatan atau destruksi ductules ini dapat

menyebabkan masalah mata kering. Setelah operasi, palpebra tampak menjadi

tegang dan menonjol karena traksi, tetapi akan relaksasi kembali setelah beberapa

minggu.10

b. Defek Sedang Palpebra Superior

Defek sedang pada margo palpebralis (keterlibatan 33%-50%) dapat

diperbaiki dengan memajukan segmen lateral palpebra. Tendon canthus medialis

diinsisi dan semicircular skin flap dibuat di bawah porsio lateral suprasilia dan

canthus untuk memungkinkan mobilisasi palpebra lebih lanjut.10

c. Defek Besar Palpebra Superior

Defek palpebra superior yang melibatkan >50% margo palpebralis

membutuhkan jaringan yang berdekatan untuk memperbaikinya. Dengan insisi di

bawah tarsus inferior, full-thickness flap palpebra inferior dipindahkan ke defek

palpebra superior melalui flap yang dimajukan dari belakang margo palpebralis

inferior yang tersisa (Cutler-Beard procedure). Akan tetapi, prosedur ini

memberikan hasil yang lebih tebal dan immobile pada palpebra superior. Sebagai

pilihan lainnya, free tarsokonjunctival graft yang diambil dari palpebra superior

kontralateral dapat diposisikan dan ditutup dengan skin-muscle flap jika kulit

palpebra superior tersedia berlebih dan adekuat.10

22
Gambar 6. Langkah Rekonstruksi Defek Palpebra Superior

(dikutip dari kepustakaan 10)

Defek Palpebra Inferior

a. Defek Kecil Palpebra Inferior

Defek kecil palpebra inferior (keterlibatan ≤33%) dapat diperbaiki dengan

penutupan primer. Selain itu, crus inferior tendon canthus lateral dapat dibebaskan

sehingga terdapat tambahan mobilisasi medial sekitar dari margo palpebralis yang

tersisa.10

23
b. Defek Sedang Palpebra Inferior

Semicircular atau rotasional flap, yang telah dideskripsikan pada perbaikan

palpebra superior dapat digunakan untuk rekonstruksi defek sedang pada palpebra

inferior. Flap yang paling sering digunakan pada kasus-kasus seperti ini yaitu

modifikasi Tenzel semicircular rotation flap. Autograft tarsokonjunctival yang

diambil dari dari sisi dalam palpebra superior dapat ditransplantasikan ke defek

palpebra inferior untuk rekonstruksi lamella posterior palpebra. Ketika graft tarsus

diambil, 4-5 mm tinggi tepi tarsus dipreservasi untuk mencegah distorsi pada donor

margo palpebralis. Autograft tarsokonjunctival dapat ditutup dengan skin flap

berbagai tipe. Cheek elevation mungkin diperlukan sehingga traksi vertikal pada

palpebra dan ectropion dapat dihindari. Tarsokonjunctival flap yang diambil dari

palpebra superior dan full-thickness skin graft juga dapat menjadi pilihan

rekonstruksi defek ini.10

c. Defek Besar Palpebra Inferior

Defek yang melibatkan >50% margo palpebra inferior dapat diperbaiki

dengan tarsokonjunctival flap dari palpebra superior ke defek lamella posterior

palpebra inferior. Rekonstruksi lamella anterior kemudian dibuat dengan skin flap

atau, pada kebanyakan kasus, free skin graft diambil dari area preaurikular atau

postaurikular. Modified Hughes procedure menghasilkan adanya jembatan

konjunctiva dari palpebra superior melewati pupil untuk beberapa minggu. Pedikel

konjunctiva yang telah memiliki vaskularisasi kemudian dilepas sesuai waktu yang

telah diperhitungkan. Flap rotasional dari pipi (Mustardé procedure) dapat bekerja

24
dengan baik pada perbaikan defek lamella anterior yang besar, tetapi diperlukan

beberapa pengganti tarsus seperti free tarsokonjunctival autograft, mukosa palatum

durum, atau Hughes flap untuk penggantian lamella posterior. Mustardé flap dan

Tenzel semicircular rotation flap seringkali menimbulkan canthus lateralis

berbentuk bulat. Dokter dapat mengurangi masalah ini dengan membuat insisi yang

sangat tinggi ke arah ujung lateral suprasilia di mana insisi keluar dari commisura

lateralis. Free tarsokonjunctival autograft dari palpebra superior ditutup dengan skin

flap yang memiliki vaskularisasi juga telah digunakan untuk memperbaikin defek

yang besar. Prosedur tipe ini memiliki kelebihan yaitu hanya memerlukan satu tahap

operasi dan bahkan terhindar dari oklusi temporer aksis visual.10

25
Gambar 7. Langkah Rekonstruksi Palpebra Inferior

(dikutip dari kepustakaan 10)

5. Laserasi Apparatus Lacrimalis

Laserasi di dekat canthus medialis sering melibatkan canaliculus. Perbaikan

dini lebih diperlukan karena jaringan menjadi lebih sulit untuk diidentifikasi dan

diperbaiki jika telah edema. Trauma apparatus lacrimalis diperbaiki dengan

menggunakan mikroskop. Stent dari bahan silicon yang berbentuk cincin dimasukkan

ke dalam canaliculus menggunakan alat khusus (Gambar 8). Stent ini kemudian

26
dibiarkan in situ selama 3-4 bulan dan kemudian dibuka. Perbaikan bedah pada

palpebra dan apparatus lacrimalis harus dilakukan oleh ahli mata.2,6

Gambar 8. Penanganan Bedah pada Avulsi Palpebra dan Avulsi Apparatus Lacrimalis

(dikutip dari kepustakaan 6)

G. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi pada laserasi palpebra disebabkan

karena prosedur penutupan luka yang tidak sesuai. Terlalu tegangnya ikatan yang

menghubungkan kedua tepi palpebra yang mengalami laserasi dapat menyebabkan

takik pada palpebra yang kemudian, meskipun jarang, dapat menjadi jalan keluar dan

drainase infeksi pada luka. Setelah proses penyembuhan luka berakhir dengan

27
terbentuknya sikatriks, jika penutupan luka tidak tepat, maka dapat menyebabkan

cicatricial ectropion. Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi yaitu epiphora di mana

terjadi gangguan pada sistem apparatus lacrimalis.3,6,11

Hilangnya stent dapat terjadi pada perbaikan bicanalicular di mana stent

masuk ke ductus nasolacrimalis. Stent juga dapat mengalami prolaps melalui punctum

lacrimalis, yang mengundang perhatian pasien dan anggota keluarga lainnya. Ketika

metode eyed pigtail probe digunakan, jahitan dapat berputa dan menyebabkan iritasi

konjunctiva. Punctum lacrimalis dapat terkikis akibat bahan stent yang digunakan

untuk memperbaiki laserasi. Granuloma pyogenik dapat terbentuk berdekatan dengan

stent. Iritasi hidung dan epistaxis dapat terjadi saat stent melewati hidung. Meskipun

perbaikan dilakukan dengan segera, epiphora chronic tetap dapat timbul. Palpebra

medialis dapat menjadi berselaput disebabkan karena laserasi yang berhadapan.9

Komplikasi lainnya yaitu Lid margin notching, Lagophthalmus, Hypertrophic

scars, Infeksi, Tearing, Ptosis Traumatik.12

H. Prognosis

Dengan pemahaman anatomi palpebra yang baik, manajemen luka yang tepat,

dan perbaikan primer yang teliti, prognosis laserasi palpebra ini baik sekali dalam hal

fungsi dan penampakan. Angka keberhasilan perbaikan canalicular berkisar antara

20-100%. Angka keberhasilan meningkat hingga 86-95% dengan reanastomosis

mikroskopis pada laserasi canaliculus yang berat dengan intubasi silicon pada

apparatus lacrimalis.9,13

28
BAB III

KESIMPULAN

Trauma mata merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan

dewasa muda Trauma oculi dapat dibagi menjadi trauma tajam, trauma tumpul,

trauma kimia, trauma termal, trauma fisik, extra ocular foreign body, dan trauma

tembus berdasarkan mekanisme trauma.Penegakan diagnosis dari trauma oculicukup

dengan mengandalkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang adekuat. Tatalaksana

utama dari kasus Corpus Alienum adalah ekstraksi benda asing untuk menghilangkan

gejala dan mencegah komplikasi. Pemberian terapi medikamentosa yang

dipertimbangkan pasca ekstraksi benda asing adalah Antibiotik sebagai agen

profilaktif infeksi dan analgetik untuk meredakan nyeri pasca tindakan.

DAFTAR PUSTAKA

29
1. Khurana, AK. Comprehensive Ophthalmology, 4th edition. New Delhi: New Age

International (P) Ltd., Publishers; 2007. Chapter 17. Ocular Injuries. p401-2,407.

2. Riordan-Eva, P., Whitcher, JP. editors. Vaughan & Asbury’s General

Ophthalmology, 17th edition. USA: The McGraw Hill Companies; 2007. Chapter

19. Ocular and Orbital Trauma

3. Ing, E. 2012. Eyelid Laceration, [online], Medscape. Dari:[Agustus 2020].

4. Naik, MN., Kelapure, A., Rath, S., Honavar, SG. Management of Canalicular

Lacerations: Epidemiological Aspects and Experience with Mini-Monoka

Monocanalicular Stent. Am J Ophthalmol 2008;Feb;145:375–380.

5. Graaf, Vd. Human Anatomy, 6th edition. USA: The McGraw Hill Companies;

2001. Chapter 15. Sensory Organs. p499-502.

6. Lang, GK. Ophthalmology, A Pocket Textbook Atlas, 2nd edition. New York:

Thieme; 2006. p17-9, 507-9.

7. Sundaram, V., Barsam, A., Alwitry, A., Khaw, PT. Oxford Specialty Training:

Training in Ophthalmology: The Essential Clinical Curriculum. New York:

Oxford University Press Inc.; 2009. Chapter 2. Oculoplastic. p71-3.

8. Tabatabaei, A., Kasaei, A., Nikdel, M., Shoar, S., Esmaeili, S., Mafi, M., et al.

Clinical Characteristics and Causality of Eye Lid Laceration in Iran. Oman

Medical Journal 2013;28(2):97-101.

30
9. Mawn, LA. 2012. Canalicular Lacrimation, [online], Medscape. Dari [Agustus

2020].

10. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course,

Section 7: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. San Fransisco: AAO; 2011.

Chapter 10. Classification and Management of Eyelid Disorders. p1 77-

87.

11. Burroughs, JR., Soparkar, CNS., Patrinely, JR. 7 Tips for Traumatic Eyelid

Lacerations, [online], Review of Ophthalmology. Dari:

http://www.revophth.com/content/d/plastic_pointers/i/1341/c/25686/ [Agustus

2020].

12. Tomy RM. Management of eyelid lacerations. Kerala J Ophthalmol 2018;30:222-

7.

13. Probst, LE., Tsai, JH., Goodman, G., editor. Ophthalmology Cinical and Surgical

Principles. USA: SLACK Incorporated; 2011. Chapter 5. p162-3.

31

Anda mungkin juga menyukai