Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Desember 2018


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

PTOSIS

OLEH :

Nurul Hildayanti Ilyas , S.Ked

10542051413

PEMBIMBING:

dr. Miftahul Akhyar Latief, Ph.D, M.Kes, Sp. M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Nurul Hildayanti Ilyas S.Ked

NIM : 10542051413

Judul Referat : Ptosis

Telah menyelesaikan Referat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Desember 2018

Pembimbing,

(dr. Miftahul Akhyar Latief, Ph.D, M.Kes, Sp. M)

2
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas

rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga Referat dengan judul

“Ptosis” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa tercurah kepada

baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang memberikan pedoman

hidup yang sesungguhnya.

Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing

dr. Miftahul Akhyar Latief, Ph.D, M.Kes, Sp. M yang telah memberikan petunjuk,

arahan dan nasehat yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan

selesainya laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan

kekurangan dalam penyusunan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya.

Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi

penyempurnaan laporan kasus ini.

Demikian, semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan

penulis secara khususnya.

Billahi Fi Sabilill Haq Fastabiqul Khaerat

Wassalamu Alaikum WR.WB.

Makassar, Desember 2018

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Kelopak mata yang disebut juga palpebra merupakan lipatan kulit yang

terdapat dua buah untuk tiap mata. Ia dapat digerakkan untuk menutup mata,

dengan ini melindungi bola mata terhadap trauma dari luar yang bersifat fisik atau

kimiawi serta membantu membasahi kornea dengan air mata pada saat berkedip.

Dalam keadaan terbuka, kelopak mata memberi jalan masuk sinar ke dalam bola

mata yang dibutuhkan untuk penglihatan. Membuka dan menutupnya kelopak

mata dilaksanakan oleh otot-otot tertentu dengan persarafannya masing-masing.1

Ptosis adalah keadaan jatuhnya palpebral superior dalam keadaan terbuka.

Dapat unilateral maupun bilateral. Sampai saat ini insidensi ptosis belum pernah

dilaporkan. Ptosis kongenital dapat mengenai seluruh ras, angka kejadian ptosis

sama antara pria dan wanita. Klasifikasi ptosis adalah kongenital, dan ptosis yang

didapat disebabkan oleh involusi, miogenik, neurogenic, traumatic, serta mekanik.

Ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palebra, lumpuhnya

saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat jaringan

penyokong bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke

belakang atau enoftalmus. Pengobatan apabila ptosis ringan, tidak didapati

kelainan kosmetik dan tidak terdapat kelainan visus, lebih baik dibiarkan saja.

Pada ptosis kongenital, dilakukan pembedahan (memperpendek) otot levator yang

lemah serta apponeurosisnya atau menggantungkan palpebral pada otot frontal.1

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI PALPEBRA

1. Struktur Palpebra

Palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri dari kulit, otot, dan jaringan

fibrosa, yang berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan.

Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat

menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip melindungi

kornea dan konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis

mata; palpebra inferior menyatu dengan pipi.

Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke

dalam terdapat lapis kulit, lapis otot rangka (orbikularis okuli), jaringan

areolar, jaringan fibrosa (tarsus), dan lapis membran mukosa (konjungtiva

palpebra).2

Struktur palpebra :2

1. Lapisan Kulit

Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis,

longgar, dan elastis, dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.

2. Musculus Orbikularis Okuli.2

Fungsi otot ini adalah untuk menutup palpebra. Serat ottnya mengelilingi

fissura palpebra secara konsentris dan meluas sedikit melewati tepian

orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang

terdapat di dalam palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal; bagian diatas

5
septum orbitae adalah bagian praseptal. Segmen luar palpebra disebut

bagian orbita. Orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus facialis.2

3. Jaringan Areolar

Terdapat di bawah musculus orbikularis okuli, berhubungan dengan lapis

subaponeurotik dari kulit kepala.2

4. Tarsus

Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapi jaringan fibrosa

padat yang disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas

jaringan penyokong kelopak mata dengan kelenjar Meibom (40 buah di

kelopak atas dan 20 buah di kelopak bawah). Sudut lateral dan medial

serta juluran tarsus tertambat pada tepi orbita dengan adanya ligament

palpebral lateralis dan medialis. Lempeng tarsus superior dan inferior

juga tertambat pada tepi atas dan bawah orbita dan fasia yang tipis dan

padat. Fasia tipis ini membentuk septum orbitale.2

5. Konjungtiva Palpebra

Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva

palpebra, yang melekat erat pada tarsus. Insisi bedah melalui garis kelabu

tepian palpebral menjadi lamella anterior kulit dan musculus orbicularis

oculi serta lamella posterior lempeng tarsal dan konjungtiva palpebral.2

6
Gambar 1. Anatomi Palpebra.3

2. Tepian Palpebra

Panjang palpebra adalah 25-30mm dan lebarnya 2mm. Tepian

ini dipisahkan oleh garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian

anterior dan posterior.2

a. Tepian anterior

Tepian anterior terdiri dari bulu mata, glandula Zeiss dan

Moll. Glandula Zeiss adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil yang

bermuara dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.glandula Moll

adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu

baris dekat bulu mata.

7
b. Tepian posterior

Tepian posterior berkontak dengan bola mata, dan

sepanjang tepian ini terdapat muara-muara kecil dari kelenjar

sebasea yang telah dimodifikasi (glandula Meibom atau tarsal).

c. Punktum lakrimal

Terletak pada ujung medial dari tepian posterior palpebra.

Punktum inu terfungsi menghantarkan air mata ke bawah melalui

kanalikulus terkait ke sakus lakrimalis.

Gambar 2. Struktur luar palpebral.4

3. Fissura Palebra

Fisura palpebrae adalah ruang elips diantara kedua palpebra

yang terbuka. Fisura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis.

Kanthus lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepian lateral orbita dan

membentuk sudut tajam. Kanthus medialis lebih elips dari kanthus

lateralis dan mengelilingi lakus lakrimalis. Lakus lakrimalis terdiri atas

dua buah struktur yaitu karunkula lakrimalis, peninggian kekuningan

dari modifikasi kulit yang mengandung modifikasi kelenjar keringat

8
dan kelenjar sebasea sebesar-besar yang bermuara ke dalam folikel

yang mengandung rmbut-rambut halus dan plica seminularis.2

Gambar 3. Fissura Palperbra.3

4. Septum Orbitale

Septum orbitale adalah fascia di belakang bagian muskularis

orbikularis yang terletak di antara tepian orbita dan tarsus dan berfungsi

sebagai sawar antara palpebra orbita. Septum orbitale superius menyatu

dengan tendo dari levator palpebra superior dan tarsus superior; septum

orbilae inferius menyatu dengan tarsus inferior.2

5. Refraktor Palpebra

Refraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Di palpebra

superior, bagian otot rangka adalah levator palpebra superior, yang

berasal dari apeks orbita dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi

sebuah aponeurosis dan bagian yang lebih dalam yang mengandung

serat-serat otot polos dari muskulus Muller (tarsalis superior). Di

palpebra inferior, refraktor utama adalah muskulus rektus inferior, yang

menulurkan jaringan fibrosa untuk membungkus muskulus obliqus

inferior dan berinsersio ke dalam batas bawah tarsus inferior dan

9
orbikularis okuli. Otot polos dari refraktor palpebrae disarafi oleh

nervus simpatis. Levator dan muskulus rektus inferior dipasok oleh

nervus okulomotoris. Pembuluh darah yang memperdarahi palpebrae

adalah a. Palpebra. Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan

dari ramus frontal nervus V, sedang kelopak mata bawah oleh cabang

kedua nervus V (n. Trigeminus).5

Pada kelopak terdapat bagaian-bagian :

1. Kelenjar

a. Kelenjar sebasea

b. Kelenjar Moll atau kelenjar keringat

c. Kelenjar Zeiss pada pangkal rambut, berhubungan dengan folikel

rambut dan menghasilkan sebum

d. Kelenjar Meibom (kelenjar tarsalis).

Terdapat di dalam tarsus. Kelenjar ini menghasilkan sebum (minyak).

Gambar 4. Kelenjar pada kelopak mata.4

10
2. Otot-otot palpebra

a. M. Orbikularis Okuli

Berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak

di bawah kuit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat

otot orbikularis okuli disebut sebagai M. Rioland. M. Orbikularis

berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N.fasialis.

b. M. Levator Palpebra

Berorigo pada anulus foramen orbbita dan berinsersi pada tarsus

atas dengan sebagian menembus M.orbikularis okuli menuju kulit

kelopak bagian tengah. Otot ini dipersarafi oleh N. III yang

berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.

3. Gerakan palpebra

1. Menutup

Kontraksi M. Orbikularis Okuli (N. VII) dan relaksasi M.Levator

Palpebra Superior. M, Rioland menahan bagian belakang

palpebra terhadap dorongan bola mata.

2. Membuka

Kontraksi M. Levator palpebra superior (N.III). M. Muller

mempertahankan mata agar tetap terbuka.5

11
Gambar 5. Potongan Sagital Palpebra.4

B. DEFINISI

Ptosis biasa juga disebut blefraroptosis merupakan keadaan jatuhnya

kelopak mata (Drooping eye lid ), dimana kelopak mata atas tidak dapat

diangkat atau terbuka sehingga celah kelopak mata menjadi lebih kecil

dibandingkan dengan keadaan normal.5 Normalnya fissura palpebra memiliki

lebar 9 mm. Posisi normal palpebra superior adalah ditengah-tengah antara

limbus superior dan tepian atas pupil. Ini dapat bervariasi 2 mm jika kedua

palpebra simetris.2

B. Etiologi

Ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palebra,

lumpuhnya saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat

12
jaringan penyokong bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata

tertarik ke belakang atau enoftalmus. Penyebab ptosis adalah miogenik,

aponeurotik, neurogenik, mekanikal, dan traumatik. Ptosis juga dapat terjadi

pada miastenia gravis pada satu mata atau kedua mata.5,6

C. Epidemiologi

Sampai saat ini insidensi ptosis belum pernah dilaporkan. Ptosis

kongenital dapat mengenai seluruh ras, angka kejadian ptosis sama antara

pria dan wanita. Ptosis kongenital biasanya tampak segera setelah lahir

maupun pada tahun pertama kelahiran. Frekuensi ptosis kongenital di

Amerika Serikat belum dilaporkan secara resmi. Namun, pada sekitar 70%

dari kasus yang diketahui, ptosis kongenital mempengaruhi hanya satu

mata.3 Ptosis yang didapat (acquired) dapat terjadi pada setiap kelompok

usia, tetapi biasanya ditemukan pada usia dewasa tua.6

D. Klasifikasi

Secara garis besar ptosis dapat dibedakan atas 2, yaitu :

A. Kongenital

Sebagian besar kasus ptosis kongenital akibat gangguan pembentukan

jaringan muskulus levator (myogenic etiology).2

Dapat terjadi dalam bentuk:

1. Unilateral : kegagalan perkembangan dan innervasi abnormal otot

levator palpebra. Bila cukup berat dapat menyebabkan ambliopia

dan harus segera ditangani dengan pembedahan. Dapat

menyertai Marcus Gunn syndrome (kelainan nervus III dan nervus

13
V), dimana kontraksi m.levator palpebra terjadi bila rahang

membuka ke samping pada sisi yang berlawanan.

Gambar 6. Ptosis Kongenital.3

2. Bilateral : infantile myastenia gravis atau anak dari ibu yang

menderita Myastenia gravis.

3. Ptosis yang menyertai Sturge Weber, von Recklinghausen syndrome

dan alkohol fetal syndrome.3

B. Didapat (Acquired)

Ptosis didapat terjadi akibat penurunan regangan atau disinsersi

aponeurosis levator (aponeurotic abnormality). Dapat terjadi pada

keadaan:3

1. Terkait dengan penyakit muskular, kelainan neurologis, faktor

mekanik. Pada beberapa kasus memerlukan penanganan secepatnya.

2. Myastenia Gravis

3. Botulinism

14
4. Paralisis n. III akibat trauma, tumor, degenerative CNS disease, lesi

vaskular.

5. Distrofi miotonik.

6. Tumor, trauma, jaringan sikatrik pada palpebra.

7. Horner’s Syndrom (ptosis, miosis dan dishidrosis ipsilateral).3

Kelainan perkembangan levator · Simplek


· Kelemahan rektus superior
Ptosis miogenik lain · Sindrom blepharophimosis
Ophtalmoplegia eksternal progresif menahun
· Sindrom okulofaringeal
· Distrofi muskular progresif
· Miastenia Gravis
Fibrosis kongenital dari muskulus ekstraokuler
Ptosis aponeurotik Ptosis senilis
Ptosis herediter berkembang-lambat
Stres atau trauma pada aponeurosis levator
Setelah operasi katrak
Setelah trauma lokal lain
Blefarokalasis
Berhubungan dengan kehamilan
Berhubungan dengan penyakit graves

Ptosis neurogenik · Lesi nervus okulomotor


· Sindrom Horner
· Migrain Ofthalmoplegi
· Multipel Sklerosis
· Sindrom Marcuss Gunn
Ptosis misdireksi nervus III
· Pasca trauma oftalmoplegi
Ptosis mekanik

Terlihat seperti ptosis · Akibat hipotropia


· Akibat dermatochalasis
Akibat berkurangnya jaringan penyokong
posterior kelopak mata
Tabel. 1 Klasifikasi Ptosis Beard.2

15
Klasifikasi penting agar pengobatan memadai. Skema beard menggolongkan

ptosis menurut ertiologinya.

A. Kelainan Perkembangan Levator

Ptosis akibat perkembangan levator dulu digolongkan sebagai ptosis

kongenital sejati adalah akibta distrofi setemoat pada otot levator yang

mempengaruhi kontraksi dan relaksasi serat-serat otot tersebut. Ptosis berada

pada posisi memandang primer, terdapat pengurangan gerak palpebral saat

pasien memandang keatas gangguan penutupan saat melihat kebawah.

Kelainan perkembangan levator harus dibedakan dari bentuk ptosis yang lain,

hal ini tidak selalu didapat dari anamnesis. Ptosis neurogenic dan miogenik

lain bisa ditemukan sejak lahir. Penerapan prinsip-prinsip bedah yang

ditujukan bagi kelainan perkembangan levator pada pasien dengan kedua jenis

ptosis tersebut akan menghasilkan koreksi yang berlebihan.2

B. Ptosis Miogenik

Ptosis ini jarang ditemukan, merupakan akibat dari kelainan muskuler

lokal atau menyeluruh, seperti distrofi muskuler, eksternal oftalmoplegia

progresif kronik, miastenia grafis, atau distrofi okulofaringeal.2

 Distrofi muskuler

Ditemukan ptosis dan kelemahan muka. Gejala lainnya adalah katarak,

5
kelainan pupil, botak frontal, atrofi testes dan diabetes.

 Oftalmoplegia eksternal menahun progresif

Adalah penyakit neuromuskuler herediter progresif lambat, yang mulai

dipertengahan kehidupan. Semua otot ekstra okuler termasuk levator dan

16
otot-otot ekspresi muka berangsur-angsur terkena. Biasanya bersifat

bilateral, simetris dan progresif ptosis. Namun reaksi pupil dan akomodasi

normal. Untuk dapat mengangkat palpebra biasanya pasien menggunakan

M. Frontalis. Pada Sindroms Kearns Sayre ophtalmoplegia disertai retinitis

pigmentosa dan blok jantung.2

 Myasthenia gravis

Suatu gangguan neuro muskular yang diduga disebabakan oleh adanya

antibodi terhadap reseptor asetilkolin pada neuro muskular jungtion.

Merupakan myogenik ptosis yang bilateral dan asimetris. Ptosis yang

terjadi sering bersamaan dengan diplopia . Muskulus orbikularis okuli juga

sering terkena. Kedut palpebra Cogan kadang-kadang ada – saat

menggerakkan mata dari pandangan ke bawah ke posisi primer, palpebra

superior berkedut ke atas.7

C. Ptosis Aponeurotik

Akibat kelemahan, perlepasan, atau disinsersi aponeurosis levator dari

kedudukan noramal. Umumnya terdapat cukup sisa perlekatan ke tarsus yang

dapat mengangkat palpebra saat melihat keatas. Tetap tersisanya perlekatan

aponeurosis levator ke kulit dan muskulus orbikularis menghasilkan lipatan

palpebra yang sangat tinggi, dapat pula terjadi penipisan palpebra dimana

bayangan iris tampak terbayang melalui kulit palpebra superior. Mekanisme

ptosis pada operasi mata, blepharochalasis, kehamilan dan penyakit Grave

umumnya akibat kerusakan pada aponeurosis.2

17
D. Ptosis Neurogenik

Disebabkan karena putusnya hubungan persarafan normal yang paling sering

terjadi akibat sekunder dari kelumpuhan nervus kranial III didapat, sindrom

horner atau miastenia grafis didapat.2

 Sindrom Marcus Gunn

Pada sindrom Marcus Gunn (“fenomena berkedip-rahang”), mata

membuka saat mandibula dibuka atau menyimpang ke sisi berlawanan.

Muskulus levator yang mengalami ptosis disarafi oleh cabang-cabang

motorik nervus trigeminus dan nervus okulomotorius.8

Gambar 7. Marcus Gunn Jaw-Winking Syndrom.8

 Sindroma Horner

Blepharoptosis yang terjadi adalah akibat berkurangnya inervasi simpatis

ke otot – otot muller palpebra superior yang terkadang juga diikuti pada

palpebra inferior yang jika kedua palpebra mengalami ptosis akan

18
beradampak berkurangnya lebar vertikal fisura palpebra yang sering

disalah diagnosis dengan enophthalmos.5

Penyebab sindrom horner adalah fraktur vertebra servikalis, tabes dorsalis,

siringomelia . tumor corda servikal. Paralisis otot Muller hampir selalu

berkaitan dengan sindroma Horner dan biasanya didapat. Jarang ada ptosis

di bawah 2 mm, dan ambliopia tidak pernah terjadi.8

E. Ptosis Mekanis

Ptosis mekanikal biasanya terjadi akibat neoplasma yang mendorong palpebra

superior ke inferior, hal ini dapat disebabkan oleh kelainan kongenital seperti

neuroma fleksiform, hemangioma, atau oleh neoplasma didapat seperti

khalazion besar, basal sel atau squamous sel karsinoma. Edema setelah operasi

atau trauma dapat menyebabkan ptosis mekanikal sementara.2

F. Ptosis Traumatik

Ptosis Traumatik terjadi akibat trauma tajam dan tumpul pada muskulus atau

aponeurosis levator. Seperti pada laserasi palpebra superior dan prosedur

bedah saraf orbital. Pada kasus ptosis traumatic penderita harus diobservasi

selama 6 bulan sebelum melakukan koreksi ptosis karena kadang-kadang

dapat sembuh spontan.2

G. Pseudoptosis

Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pseudoptosis, termasuk

hipertropia, enoftalmos, mikroftalmos, anofthalmos, ptisis bulbi, defek sulkus

superior akibat trauma, atau kasus lainnya.1

19
E. Patofisiologi

Kelopak mata diangkat oleh kontraksi m. levator superioris palpebrae.

Dalam kebanyakan kasus ptosis kongenital, sebuah hasil kelopak mata

droopy dari disgenesis miogenik lokal. Daripada serat otot normal,

jaringan berserat dan lemak yang hadir di dalam otot, mengurangi

kemampuan m. levator untuk kontraksi dan relaksasi. Oleh karena itu,

kondisi ini biasa disebut ptosis kongenital myogenic. Ptosis kongenital

juga dapat terjadi ketika inervasi untuk m. levator terganggu melalui

disfungsi neurologis atau neuromuscular junction.2

F. Gambaran Klinis

Pasien ptosis sering datang dengan keluhan utama jatuhnya kelopak

mata atas dengan atau tanpa riwayat trauma lahir, paralisis n. III, Horner’s

Syndrom ataupun penyakit sistemik lainnya. Keluhan tersebut biasanya

disertai dengan ambliopia sekunder.8

Pada orang dewasa akan disertai dengan berkurangnya lapang pandang

karena mata bagian atas tertutup oleh palpebra superior. Pada kasus lain,

beberapa orang (utamanya pada anak-anak) keadaan ini akan dikompensasi

dengan cara memiringkan kepalanya ke belakang (hiperekstensi) sebagai

usaha untuk dapat melihat dibalik palpebra superior yang menghalangi

pandangannya. Biasanya penderita juga mengatasinya dengan menaikkan

alis mata (mengerutkan dahi). Ini biasanya terjadi pada ptosis bilateral. Jika

satu pupil tertutup seluruhnya, dapat terjadi ambliopia.8

20
Ptosis yang disebabkan distrofi otot berlangsung secara perlahan-lahan

tapi progresif yang akhirnya menjadi komplit. Ptosis pada myasthenia gravis

onsetnya perlahan-lahan, timbulnya khas yaitu pada malam hari disertai

kelelahan, dan bertambah berat sepanjang malam. Kemudian menjadi

permanen. Ptosis bilateral pada orang muda merupakan tanda awal

myasthenia gravis.

Pada ptosis kongenital seringkali gejala muncul sejak penderita lahir,

namun kadang pula manifestasi klinik ptosis baru muncul pada tahun

pertama kehidupan. Kebanyakan kasus ptosis kongenital diakibatkan oleh

suatu disgenesis miogenic lokal. Bila dibandingkan dengan otot yang

normal, terdapat serat dan jaringan adipose di dalam otot, sehingga akan

mengurangi kemampuan otot levator untuk berkontraksi dan relaksasi.

Kondisi ini disebut sebagai miogenic ptosis kongenital.3

Symptom/ gejala ptosis:

 Jatuhnya / menutupnya kelopak mata atas yang tidak normal.

 Kesulitan membuka mata secara normal.

 Peningkatan produksi air mata.

 Adanya gangguan penglihatan.

 Iritasi pada mata karena kornea terus tertekan kelopak mata.

 Pada anak akan terlihat guliran kepala ke arah belakang untuk

mengangkat kelopak mata agar dapat melihat jelas.

21
G. Pemeriksan

 Pemeriksaan Oftalmologi

Secara fisik, ukuran bukaan kelopak mata pada ptosis lebih kecil dibanding

mata normal. Ptosis biasanya mengindikasikan lemahnya fungsi dari otot

levator palpebra superior (otot kelopak mata atas). Rata – rata lebar fisura

palpebra/celah kelopak mata pada posisi tengah adalah berkisar 9 mm,

panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Rata – rata diameter kornea secara

horizontal adalah 12 mm, tetapi vertikal adalah 11 mm. Bila tidak ada

deviasi vertikal maka refleks cahaya pada kornea berada 5,5 mm dari batas

limbus atas dan bawah. Batas kelopak mata atas biasanya menutupi 1.5 mm

kornea bagian atas, sehingga batas kelopak mata atas di posisi tengah

seharusnya 4 mm diatas reflek cahaya pada kornea.8

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut meliputi:

1. Palpebra Fissure Height

Jarak antara margo palpebra superior dan inferior pada posisi penglihatan

primer.8

Gambar 8. Palpebra Fissure Height.8

22
2. Margin-Reflex Distance

Jarak antara tengah refleks cahaya pupil dan margin kelopak mata atas

dengan pada posisi primer. Hasil pengukuran 4 - 5 mm dianggap

normal.8

Gambar 8. Margin Reflex Distance

3. Upper Lid Crease (lipatan palpebral atas)

Jarak antar lipatan kulit palpebra superior dengan margin palpebra.

Akibat insersi jaringan muskulus levator ke dalam kulit sehingga

membentuk lid-crease. Disinsersi aponeurosis levator membentuk lid-

crease pada posisi tinggi, ganda, dan asimetris. Lid-crease biasanya

tinggi pada pasien ptosis involusional. Pada ptosis kongenital biasanya

samar-samar atau tidak ada. Ciri khas lid-crease orang Asia biasanya

rendah dan tidak jelas walaupun tidak ada ptosis.9

Gambar 9. Upper Lid Crease

23
4. Levator Function

Penderita diminta melihat ke bawah maksimal, pemeriksa memegang

penggaris dan menempatkan titik nol pada margo palpebra superior, juga

pemeriksa menekan otot frontal agar otot frontal tidak ikut mengangkat

kelopak, lalu penderita diminta melihat ke atas maksimal dan dilihat margo

palpebra superior ada pada titik berapa. Aksi levator normal 14-16 mm.10

Gambar 10. Levator Function

5. Bells Phenomenon

Penderita disuruh menutup atau memejamkan mata dengan kuat, pemeriksa

membuka kelopak mata atas, kalau bola mata bergulir ke atas berarti Bells

Phenomenon (+).8

Gambar 11. Bells Phenomenon

24
Pemeriksaan Oftalmologi Lainnya:

 Tajam penglihatan dan kelainan refraksi kedua mata

 Posisi kepala, elevasi dagu, posisi alis mata, dan aksi alis saat

berusaha melihat ke atas.

 Lagoftalmus (penutupan kelopak mata yang tidak sempurna)

 Tes Schimer

 Sensibilitas kornea

 Gerakan bola mata

Pemeriksaan Tambahan:

 Pemeriksaan lapangan pandang

 Pemeriksaan farmakologi: kokain topical, tes tensilon.

H. Pengobatan

Penting untuk menyingkirkan penyebab dasar yang terapinya dapat

menyelesaikan masalah (misal myasthenia gravis). Apabila ptosisnya

ringan, tidak didapati kelainan kosmetik dan tidak terdapat kelainan visual

seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih baik

dibiarkan saja dan tetap diobservasi.2

Pada ptosis kongenital, dilakukan pembedahan (memperpendek)

otot levator yang lemah serta aponeurosisnya atau menggantungkan

palpebra pada otot frontal. Pada anak-anak dengan ptosis tidak

memerlukan pembedahan secepatnya namun perlu tetap diobservasi

secara periodik untuk mencegah terjadinya ambliopia. Bila telah terjadinya

25
ambliopia, pembedahan dapat direncanakan secepatnya. Namun jika hanya

untuk memperbaiki kosmetik akibat ptosis pada anak, maka pembedahan

dapat ditunda hingga anak berumur 3-4 tahun.2

Pada ptosis yang didapat, dilakukan koreksi penyebab. Jika koreksi

penyebab tidak mungkin, maka kelopak mata diperpendek menurut arah

vertikalnya (jika fungsi levator baik) atau diikatkan ke frontal (jika fungsi

levator buruk).2

Indikasi pembedahan: 5

1. Fungsional

Gangguan axis penglihatan. Ambliopia dan stabismus dapat menyertai

ptosis pada anak-anak.

2. Kosmetik

Tujuan operasi adalah simetris, dan simetris dalam semua posisi

pandangan hanya mungkin jika fungsi levator tidak terganggu.

Kontra Indikasi pembedahan:


1. Kelainan permukaan kornea

2. Bells Phenomenon negatif

3. Paralisa nervus okulomotoris

4. Myasthenia gravis

Pembedahan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan cukup

dengan anestesi lokal. Pada ptosis ringan, jaringan kelopak mata yang

dibuang jumlahnya sedikit. Prinsip dasar pembedahan ptosis yaitu

memendekkan otot levator palpebra atau menghubungkan kelopak mata

26
atas dengan otot alis mata. Koreksi ptosis pada umumnya dilaksanakan

hanya setelah ditemukan penyebab dari kondisi tersebut. Dan perlu diingat

bahwa pembedahan memiliki banyak resiko dan perlu untuk didiskusikan

sebelumnya dengan ahli bedah yang akan menangani pasien tersebut.

Jenis pembedahan antara lain:

1. Reeksisi Levator Eksternal

2. Frontalis sling

3. Prosedur Fasenella-Stevat

I. Prognosis

Prognosis tergantung pada tingkat ptosisnya dan etiologinya.

 Ptosis kongenital tipe mild dan moderate dapat mengalami perbaikan

seiring dengan waktu tanpa komplikasi yang berat.

 Ptosis yang menyebabkan ambliopia membutuhkan terapi “Patching”.

Ini dilakukan setelah operasi ptosis.

 Ptosis kongenital yang menyebabkan hambatan penglihatan sebaiknya

segera ditangani dengan pembedahan.10

27
BAB III

KESIMPULAN

Diagnosis ptosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

oftalmologi yang tepat. Anamnesis pada pasien ptosis meliputi identitas; onset

ptosis; faktor yang mengurangi atau pemicu; riwayat keluarga; sejak pertama

muncul apakah meningkat, berkurang atau konstan; hubungannya dengan gerakan

rahang, gerakan mata yang abnormal, postur kepala yang abnormal; riwayat

trauma atau pembedahan sebelumnya dan foto lama dari wajah dan mata pasien

dapat dijadikan dokumentasi untuk melihat perubahan pada mata. Pemeriksaan

oftalmologi pada ptosis meliputi pengukuran palpebra fissure height, margin-

reflex distance, upper lid crease, levator function, Bells phenomenon dll.

Penatalaksanaan ptosis tergantung dari etiologi dan derajatnya. Menurut

etiologinya, pada ptosis kongenital (myogenic etiology) dilakukan pembedahan

(memperpendek) otot levator yang lemah serta aponeurosisnya atau

menggantungkan palpebra pada otot frontal. Jenis operasi untuk ptosis kongenital

adalah reseksi levator eksternal. Pada ptosis yang didapat (aponeurotic etiology),

misalnya pada myastenia gravis dilakukan koreksi penyebab. Jika koreksi

penyebab tidak mungkin, maka kelopak mata diperpendek menurut arah

vertikalnya (jika fungsi levator baik) atau diikatkan ke frontal (jika fungsi levator

buruk). Prosedur Fasenella-Servat lebih sering digunakan untk kasus ptosis yang

didapat.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan DOkter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk


Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2: Sagung Seto. 2006.

2. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Cetakan I, Widya Medika,


Jakarta, 2000.

3. Lang, GK. Ophthalmology, A Pocket Textbook Atlas, 2nd edition. New


York: Thieme; 2006.

4. A Play, David, H Krachmer, Jay. Primary Care Ophtalmology, Second


Edition. St. Louis, United States.2005.

5. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Balai Penerbit FK UI,
Jakarta. 2004.

6. Cohen, Adam. Ptosis, Adult. Available at


http://www.tsbvi.edu/Education/anomalies/ ptosis_adult.htm. diakses
tanggal 04 desember 2018.

7. American Academy of Ophthalmology: Orbit, Eyelids, and Lacrimal


System in Basic and Clinical Science Course, Section 7, 2008.

8. Kansky J.J, Clinical Ophtalmology A Systemic Approach, fifth edition,


Oxford, 2005.

9. K Dadapeer, Clinical Methods in Ophtalmology: Second Edition, The


Health Sciences Publisher.2015.

10. Khurana AK. Comprehensive Opthalmology. 6th Edition. New York:


Thieme: 2015.

29

Anda mungkin juga menyukai