Anda di halaman 1dari 32

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata mempunyai sistem pelindung yang baik seperti rongga orbita,


jaringan lemak retrobular, palpebra serta reflek mengedip. Palpebra merupakan
bagian mata yang melindungi bola mata dari kelebihan sinar dan benda asing yang
dapat membahayakan mata. Ketika kelopak mata berkedip maka akan ada reflek
untuk membersihkan kotoran dari permukaan mata. Kelopak mata juga akan
langsung menutup ketika ada benda yang mengarah ke bola mata sehingga akan
melindungi mata dari trauma. Kelopak mata memiliki kelenjar minyak dan
keringat (Wanzeler, 2015)
Namun seperti bagian tubuh yang lainnya , kelopak mata juga dapat
mengalami kelainan. Terdapat beberapa kelainan pada kelopak mata yang dapat
mengakibatkan gangguan penglihatan dan kosmetik pada individu penderitanya.
Kelainan tersebut bisa berupa kelainan kongenital, penyakit karena inflamasi,
kelainan posisi bulu mata, dan juga tumor maupun akibat trauma.
Kelainan palpebra tersebut harus segera dideteksi dan didiagnosis dengan
tepat agar tidak mengganggu fungsi penglihatan penderita. Selain itu koreksi pada
kelainan palpebra juga perlu dilakukan untuk tujuan komestik. Kelainan palpebra
yang terjadi di Brazil kebanyakan merupakan trikiasis, dilanjutkan dengan ptosis
dan ektropion (Wanzeler,2015).

1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Palpebra

2.1.1. Anatomi

Palpebra adalah jaringan yang mudah bergerak yang terletak di depan bola
mata. Palpebra berfungsi sebagai daun jendela yang melindungi mata dari trauma
dan kelebihan cahaya. Adapun fungsi lainnya yang penting adalah untuk
mengalirkan air mata ke konjungtiva dan kornea yang juga membantu drainage
air mata dengan cara sistem pompa lakrimal. Setiap palpebra dibagi berdasarkan
horizontal sulcus menjadi bagian orbital dan tarsal. Ketika mata terbuka , palpebra
superior melingkupi 1/ 6 bagian kornea dan palpebra inferior menyentuh limbus.
Kedua palpebra bertemu satu sama lain pada bagian medial dan lateral. Tempat
pertemuan antara palpebra superior dan inferior disebut kantus. Medial kantus
terletak 2mm lebih tinggi daripada kantus lateralis. Adapun yang disebut sebagai
celah palpebra yang merupakan ruang elips antara palpebra atas dan palpebra
bagian bawah. Ketika mata terbuka secara vertikal maka ukurannya 10-11 mm
pada bagian tengahnya, sedangkan secara horizontal 28-30 mm. Lebar batasnya
kurang lebih 2 mm dan dibagi menjadi 2 bagian punctum. Bagian medial, lakrimal
berbentuk bulat dan tidak memiliki bulu mata atau kelenjar (Khurana, 2007)

Gambar 2.1 Gross anatomy palpebra (Khurana, 2007)

2
Bagian lateral, area bulu mata terdiri dari batas anterior bulat, batas
posterior yang tajam (letaknya berlawanan dengan bola mata) dan bidang
intermarginal (diantara kedua batas) . Garis abu (tanda yang membatasi kulit
dengan konjungtiva) dibagi menjadi bidang intermarginal dalam bidang anterior
terdiri dari 2-3 baring bulu mata dan bidang posterior yang menjadi tempat
kelenjar meibomian. (Eva-Riordan & Whitcher, 2015).

2.1.2 Struktur Palpebra

Setiap palpebra terdiri dari lapisan berikut :

1. Kulit : merupakan bagian yang elastis dan bagian yang paling tipis
2. Jaringan subkutan areolar : merupakan jaringan yang sangat longgar yang
tidak memiliki lemak. Jaringan ini dapat membesar jika disebabkan oleh
oedema atau darah.
3. Otot lurik : terdiri dari muskulus orbicularis yang berbentuk oval melalui
palpebra. Lapisan ini meliputi 3 bagian yaitu orbital, palpebral, dan
lacrimal. Lapisan ini membantu untuk menutup mata dan diinervasi oleh
cabang zigomaticus nervus facialis. Maka, ketika terdapat paralisis pada
nervus facialis akan terjadi lagoftalmus yang akan menimbulkan
komplikasi keratitis paparan.
Sebagai tambahan , palpebra superior mengandung otot levator palpebra
superior (LPS).
4. Jaringan Submuscular Areolar : merupakan lapisan jaringan ikat longgar.
Persarafan dan pembuluh darah terletak di lapisan ini . Sehingga pada
anestesi palpebra, dilakukan injeksi pada area ini.
5. Lapisan fibrous: merupakan kerangka palpebra yang tersusun atas dua
bagian yaitu : central tarsal plate dan peripheral septum orbitale.
6. Tarsal : terdapat dua lapisan jaringan ikat padat, satu untuk setiap
palpebra , yang memberikan bentuk dan kepadatan dari palpebra. Bagian
atas dan bawah lapisan tarsal menyambung dengan setiap kantus medial
dan lateralis. Dan terikat pada batas orbita melewati ligamen medial dan
lateral. Pada bagian lapisan tarsal terdapat kelenjar meibomian.

3
7. Septum orbitale : merupakan suatu jaringan ikat yang terdiri dari membran
tipis yang terikat di tengah dengan lapisan tarsal dan pada perifer terikat di
periosteum batas orbita. Bagian ini berlubang dan dilewati oleh saraf,
pembuluh darah dan otot levator palpebra superior ( Denniston dan Murray,
2014).

Gambar 2.2 Lapisan Tarsal dan Septum Orbiltale (Khurana, 2007)

8. Lapisan serat otot polos : terdiri dari otot palpebra mueller yang terletak
dalam septum orbitale pada kedua palpebra. Pada palpebra superior
mumcul sebuat serat otot levator palpebra superior dan pada palpebra
inferior merupakan lanjutan dari rectus inferior. Bagian ini disuplai oleh
serat saraf simpatis
9. Konjungtiva : Bagian konjungtiva yang berada pada palpebra disebut
sebagai konjungtiva palpebra. Konjungtiva palpebra tersusun atas tiga
bagian yaitu marginal, tarsal, dan orbital.

4
Gambar 2.3 Struktur Palpebra Superior ( Denniston dan Murray, 2014).

2.1.3 Kelenjar pada Palpebra

1. Kelenjar meibomian . Bagian ini diebut juga sebagai kelenjar tarsal dan
bagian ini terdapat pada bagian stroma lapisan tarsal. Kelenjar ini
berukuran 30-40mm pada palpebra superior dan berukuran 20-130 mm
pada bagian palpebra inferior. Kelenjar ini merupakan modifikasi kelenjar
sebacea. Duktus kelenjar ini terbuka pada tepi palpebra. Sekresi
kelenjarnya dari lapisan berminyak film air mata.
2. Kelenjar zeis. Merupakan kelenjar sebaceous yang menuju folikel bulu
mata.
3. Kelenjar Moll. Merupakan kelenjar keringat yang terletak dekat folikel
rambut. Kelenjarnya menuju folikel rambut atau menuju ke duktus
kelenjar zeis. Kelenjar ini tidak terbuka secara langsung ke permukaan
kulit
4. Kelenjar acessorius lakrimalis wolfring. Merupakan kelenjar yang terletak
di batas bagian atas lapisan tarsal (Mescher, 2012)

5
Gambar 2.4 Kelenjar pada Palpebra (Mescher, 2012).

2.1.4 Suplai Darah

Arteri pada palpebra (medial dan lateral palpebra) membentuk arteri


marginalis yang terletak di bagian submuscular di depan lapisan tarsal, 2 mm dari
tepian palpebra pada masing-masing palpebra. Pada palpebra superior terbentuk di
dekat bagian atas lapisan tarsal. Sedangkan pembuluh darah vena terdiri dari dua
plexus : bagian post tarsal yang menuju vena ophtalmica dan pretarsal menuju ke
vena subkutaneus. Aliran limfatik terdiri dari dua bagian yaitu pre tarsal dan post
tarsal. Aliran limfa yang berasal dari setengah lateral palpebra mengalir menuju ke
preauricular limfa nodi dan yang berasal dari setengah medial palpebra menuju ke
limfa nodi submandibular (Sobotta, 2010).

2.1.5 Persarafan Palpebra

Saraf motorik pada palpebra terdiri dari saraf facialis (mensuplai otot
orbicularis), oculomotor (mensuplai otot levator palpebra superior) dan serat
simpatis (menyuplai otot Mueller). Bagian sensoris berasal dari percabangan
nervus trigeminus (Suharjo, 2007). Cabang nervus fasialis mempersarafi otot-otot
pembentuk raut wajah. Cabang frontal dan zigomatikum dari N VII menginervasi
orbicularis oculi dan otot dahi. Levator palpebra superior dipersarafi oleh cabang
atas N III (AAO, 2011).

2.2 Histologi Palpebra

6
Gambar 2.5 Histologi Palpebra (Eroschenko, 2010)

Lapisan luar kelopak mata terdiri dari kulit tipis. Epidermis terdiri dari
epitel berlapis gepeng dengan papila. Di dermis terdapat folikel rambut dengan
kelenjar sebacea dan kelenjar keringat. Lapisan inferior kelopak mata adalah
membran mukosa yang disebut sebagai konjungtiva palpebra . Pada bagian ini
terletak dekat dengan bola mata. Epitel konjungtiva palpebra adalah epitel berlapis
kolumnar redah dengan sedikt sel goblet. Epitel berlapis gepeng , kulit tipis
berlanjut hingga ke tepi kelopak mata dan kemudian menyatu menjadi epitel
berlapis silindris konjungtiva palpebra (Eroschenko, 2010).
Lamina propria konjungtiva palpebra yang tipis mengandung serat elastik
dan kolagen. Di bawah lamina propria adalah lempeng jaringan ikat kolagenosa
padat yang disebut dengan tarsus, tempat ditemukannya kelenjar sebasea khusus
yang besar yaitu kelenjar tarsal (meibomian) . Asini sekretorik kelenjar tarsal
bermuara ke dalam duktus sentralis yang berjalan sejajar dengan konjungtiva
palpebra dan bermuara di tepi kelopak mata. Ujung bebas kelopak mata terdapat
bulu mata yang berasal dari folikel rambut panjang dan besar. Bulu mata
berhubungan dengan kelenjar sebasea kecil. Di antara folikel-folikel rambut bulu

7
mata terdapat kelenjar keringat (Moll) (glandula sudorifera palpebralis) besar
(Eroschenko, 2010).
Kelopak mata mengandung tiga jenis otot: bagian panpebra otot rangka
yaitu orbikularis okuli, otot rangka siliaris (Riolan) di bagian folikel rambut, bulu
mata dan kelenjar tarsal dan otot polos tarsal superior (Mueller) di kelopak mata
atas. Jaringan ikat kelopak mata terdiri dari sel adiposa, pembuluh darah, jaringan
limfoid (Lang, 2016).

2.3 Fisiologi Sekresi Air Mata

Masing-masing bola mata dilindungi di permukaan anterior oleh kelopak


mata tipis dan rambut halus, bulu mata yang teletak di tepi kelopak mata. Kelopak
mata dan bulu mata melindungi mata dari benda asing dan sinar yang berlebihan.
Di atas masing-masing mata terdapat kelenjar lakrimal (glandula
lakrimalis)sekretorik yang terus menerus menghasilkan air mata. Kedipan
menyebabkan sekresi lakrimal di seluruh permukaan luar bola mata dan
permukaan dalam bola mata. Sekeresi lakrimal mengandung mukus, garam, enzim
antibakterial yang disebut dengan lisozim. Sekresi lakrimal membersihkan ,
melindungi, melembabkan, dan melumasi permukaan mata. Kelenjar tarsal
(Glandula tarsalis) menghasilkan sekresi yang membentuk lapisan berminyak di
permukaan lapisan air mata (tear film). Fungsi ini mencegah penguapan lapisan
air mata yang normal. Kelenjar keringat (Moll) menghasilkan sekresi yang
dialirkan ke folikel bulu mata (Guyton, 2012).

2.4 Kelainan Kongenital pada Palpebra

1. Congenital ptosis merupakan sebuah anomali yang biasa terjadi


2. Congenital coloboma merupakan sebuah kondisi yang jarang terjadi yang
dicirikan dengan full thickness lubang triangular pada jaringan palpebra.
Kelainan ini biasanya terjadi di bagian dekat hidung dan melibatkan

8
palpebra atas. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah dengan
pembedahan plastik rekonstruksi.

Gambar 2.6 Coloboma (Ilyas, 2013)

3. Epichantus merupakan lipatan semisirkular yang melingkupi kantus


medialis. Penyakit ini terjadi secara bilateral dan akan menghilang seiring
berkembangnya hidung.Penatalaksaannya adalah dengan pembedahan
plastik rekonstruksi.
4. Distichiasis merupakan kelainan kongenital yang jarang terjadi, Penyakit
ini merupakan sebuah keadaan kelebihan bulu mata yang akhirnya
menduduki area kelenjar meibomian. Bulu mata tersebut akhirnya dapat
mengganggu pandangan karena mengenai kornea.
5. Cryptothalmos merupakan sebuah kelainan kongenital yang jarang terjadi
yang membuat palpebra gagal berkembang dan kulit langsung menyatu
dari alis menuju ke pipi sehingga menutupi bola mata.

9
Gambar 2.7 Cryptothalmos (Ilyas, 2013)

6. Microblepharon merupakan kelainan dengan ukuran palpebra yang kecil.


Keadaan ini sering dihubungkan dengan microphtalmus dan anophtalmus
(Ganong, 2008).

2.5 Blefaritis

Merupakan peradangan subakut atau peradangan kronis pada tepi palpebra.


Blefaritis disebabkan oleh infeksi dan alergi yang berjalan kronis atau menahun.
Blefaritis alergi dapat disebabkan oleh debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahan
kosmetik. Sedangkan kuman yang dapat menyebabkan blepharitis antara lain
Streptococcus alpha, beta, Pneumococcus, dan Pseudomonas (Ilyas, 2013).
Penyakit ini dibagi menjadi beberapa jenis yaitu :

 Seborrhoeic atau squamous blepharitis


 Staphylococcal atau ulcerative blepharitis
 Mixed staphylococcal dengan seborrhoeic blepharitis
 Posterior blepharitis atau meibomitis
 Parasitic Blepharitis
1. Seborrhoeic atau Squamous Blepharitis

Penyakit ini disebabkan oleh seboroik scalp (ketombe). Faktor metabolik


juga mempengaruhi etiolgi. Pada kelenjar Zeis mensekresikan sekret
abnormal lipid netral sampai asam lemak bebas iritatif yang dihasilkan oleh
Corynebacterium acne (Kanski, 2011).
Gejala yang biasa terjadi adalah pasien mengeluh adanya deposisi zat yang
berwarna putih yang menyebabkan rasa tidak nyaman, iritasi, menyebabkan
mata berair, dan lepasnya bulu mata (Eroschenko, 2010).
Tanda penyakit ini saat dilakukan pemeriksaan adalah adanya akumulasi
dandruff (ketombe) putih seperti sisik yang terlihat di tepi palpebra, diantara
bulu mata. Ketika melepaskan sisik putih tersebut maka akan terjadi
hiperemi. Bulu mata akan mudah lepas. Pada kasus yang sudah lama, maka
tepian palpebra akan menebal (Eroschenko, 2010).

10
Penatalaksanaan secara umum meliputi peningkatan keseimbangan diet
untuk menjaga kesehatan. Penatalaksanaan secara lokal adalah dengan
menghilangkan sisik dari tepian palpebra menggunakan air hangat
ditambahkan dengan 3% soda bikarbonat atau shampoo bayi dan pemberian
teratur salep antibiotik dan steroid pada tepian palpebra (Eroschenko, 2010).

Gambar 2.8 Blepharitis seboroik (Eroschenko, 2010).

2. Ulcerative Blepharitis

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi staphylococcal pada tepian palpebra


biasanya disebabkan oleh jenis kuma yang coagulase positif. Kelainan
biasanya terjadi sejak anak-anak. Konjungtivitis kronis dan dacryocystitis
mungkin menjadi salah satu faktor predisposisi (Eroschenko, 2010).
Gejala yang dirasakan pasien adalah adanya suatu iritasi kronis, gatal,
lakrimasi ringan, bulu mata yang seperti terkena perekat, fotofobia. Symptom
biasanya akan memburuk saat pagi hari (Eroschenko, 2010).
Tanda saat dilakukan pemeriksaan adalah adanya krusta kekuningan
biasanya terlihat pada pangkal bulu mata yang terlihat melekat satu sama lain.
Ulcer kecil, akan mudah berdarah, saat krusta dihilangkan. Di antara krusta ,
anterior tepian palpebra akan terlihat pembuluh darah yang berdilatasi
(Eroschenko, 2010).
Komplikasi dapat terjadi jika kasusnya berjalan kronis yaitu adanya
komplikasi konjungtivitis kronis, madarosis (hilangnya bulu mata), trikiasis,
poliosis (bulu mata yang keabuan), tylosis (penebalan tepian palpebra) dan

11
eversi punctum yang menyebabkan epifora. Eksim pada kulit dan ektropion
akan terjadi akibat lakrimasi yang berkepanjangan (Duncan, 2015).
Penyakit ini harus ditangani dengan tepat untuk menghindari komplikasi.
Krusta harus dihilangkan setelah dikompres dengan air hangat-panas
dicampurkan dengan cairan 3 % soda bicarbonat. Salep antibiotik harus
diaplikasikan pada tepian palpebra, segera setelah proses menghilangkan
krusta, setidaknya dua kali sehari. Antibioti tetes diberikan 3-4 kali dalam
sehari. Hindari mengosok bagian yang sakit dengan jari. Antibiotik oral bisa
diberikan yaitu dengan memberikan eritromisin atau tetrasiklin. Antiinflamasi
oral seperti ibuprofen bisa membantu meredakan inflamasi (Duncan, 2015).

Gambar 2.9 Blepharitis ulcerative (Eroschenko, 2010).

3. Posterior Blepharitis (Meibomitis)

Meibomitis kronis merupakan suatu disfungsi kelenjar meibomian, sering


terlihat pada orang-orang usia pertengahan dengan acne rosacea dan
seborrhoeic dermatitis. Hal tersebut secara umum dicirikan dengan sekresi
cairan berbusa putih pada tepian palpebra dan canthus (meibomian
seborrhoea). Pada eversi pada palpebra, terdapat garis vertikal kekuningan
yang terlihat pada konjungtiva. Pada tepian palpebra, pembukaan kelenjar
meibomian akan menjadi prominen dengan sekresi yang tebal. Meibomitis
akut terjadi seringnya karena infeksi Staphylococcal (Eroschenko, 2010).
Penatalaksanaan yang dapat diberikan salep antibiotik-steroid pada tepian
palpebra. Obat tetes antibiotik harus diteteskan 3-4 kali sehari. Tetrasiklin

12
sistemik untuk 6-12 minggu , dan eritromisin dapat diberikan ketika
tetrasiklin dikontraindikasikan (Duncan, 2015).
4. Blepharitis Parasitic
Blefaritis acrica merujukm pada blefaritis kronis yang dikaitkan dengan
infeksi Demodex folliculor dan Phthiriasis palpebram yang dapat
menyebabkan kutu. Treatment yang diberikan yaitu dengan menghilangkan
parasit secara mekanis dengan forcep disertai dengan pemberian antibiotik
salep pada tepian papebra, menjaga higienitas pasien dan keluarga pasien
(Duncan, 2015).

2.6 Trikiasis
Penyakit ini merupakan keadaan tumbuhnya bulu mata yang menuj ke
dalam mata sehingga mengganggu pandangan. Salahnya arah tumbuhnya bulu
mata diikuti dengan entropion (terlipatnya kelopak mata ke dalam ) yang disebut
dengan pseudotrikiasis (Eroschenko, 2010).
Penyakit ini disebabkan oleh sikatriks trakoma, blefaritis ulseratif,
konjungtivitis membranosa yang sembuh, hordeolum eksterna, trauma mekanik,
luka bakar, scar operasi pada tepian palpebra (Kirkwood, 2014).

Gejala yang ada pada pasien adalah adanya sensasi seperti ada benda asing
di mata dan fotofobia. Terdapat iritasi pada pasien, nyeri pada mata dan lakrimasi.
Tanda yang ditemukan saat pemeriksaan adalah adanya bulu mata yang
tumbuhnya tidak normal (mengarah ke bola mata) . Selain itu terdapat reflek
blefarospasm dan fotofobia ketika kornea mulai terjadi abrasi, terdapat kongesti
konjungtiva (Barton. 2015). Pada pemeriksaan slit lamp akan didapatkan bulu
mata yang arahnya tidak normal yaitu masuk ke dalam bola mata, keratopati
punctata superficial, abrasi kornea, infeksi, vaskularisasi (Kirkwood, 2014).
Komplikasi yang dapat terjadi adalah abrasi kornea, kornea ulserasi, vaskularisasi
kornea (Eroschenko, 2010).

13
Gambar 2.10 Trikiasis (Eroschenko, 2010).

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain :

1. Epilasi (melakukan pencabutan bulu mata secara mekanis dengan forcep)


merupakan sebuah tindakan sementara, karna bulu mata akan tumbuh
dalam 3-4 minggu lagi (Eroschenko, 2010). Metode epilasi merupakan
prosedur yang murah namun tingkat rekurensinya tinggi sekitar 4-6
minggu kemudian akan tumbuh bulu mata baru yang arahnya ke dalam
bola mata. Epilasi lebih baik dilaksanakan dengan menggunakan slit lamp
biomikroskopi , dengan cara mencabut bulu mata menggunakan forcep
sampai ke akarnya (Kirkwood, 2014)
2. Elektrolisis merupakan metode untuk menghilangkan folikel bulu mata
dengan alat elektik. Diberikan anestesi pada daerah palpebra dan diberikan
listrik kekuatan 2 mA selama 10 detik melalui fine needle yang
dimasukkan ke dalam akar bulu mata. Lalu dilakukan teknik epilasi
(Eroschenko, 2010).
3. Cryoepilasi merupakan metode efektif untuk menangani trikiasis. Setelah
diberikan anestesi, cryoprobe (-20C) diaplikasikan selama 20-25 detik
pada tepian palpebra eksternal. Namun sayangnya dapat menyebabkan
depigmentasi pada kulit (Eroschenko, 2010).
4. Laser merupakan metode photoablation yang digunakan untuk
menatalaksana trikiasis minor maupun mayor atau sebagai terapi tambahan
pasca pembedahan trikiasis mayor. Bulu mata dihilangkan dengan
phototermolisis-sebuah proses memberikan cedera termal pada target yang
mengandung molekul penyerap cahaya yang disebut sebagai kromofor.
Pada bulu mata kromofor target utamanya adalah melanin di folikel. Laser
dapat mengandung argon (514 nm), ruby ( 694 nm), alexandrite (755 nm),
diode (810 nm) (Kirkwood, 2014).

14
5. Metode surgical (pembedahan) (Eroschenko, 2010).

2.7 Entropion

Penyakit ini merupakan suatu peyakit dengan keadaan terlipatnya tepian


palpebra. Ada beberapa tipe entropion, berikut tipe entropion antara lain :

1. Congenital entropion merupakan sebuah ksus yang jarang. Biasanya kasus


ini berkaitan dengan mikroftalmus.
2. Cicatrical entropion merupakan kasus yang biasa terjadi pada palpebra
atas. Kasus ini disebabkan karena kontraksi sikatriks pada konjungtiva
palpebra dengan atau tanpa dikaitkan dengan lapisan tarsal. Penyebab
yang paling umum adalah trakoma , konjungtivitis membranosa, trauma
bahan kima, SJS, pemfigus.
3. Spastic entropion terjadi karena spasme otor orbicularis pada pasien yang
mengalami iritasi kornea atau setelah diberi pemerbanan yang terlalu ketat.
Sering terjadi pada orang tua dan terjadi pda palpebra bawah
4. Senile entropion terjadi pada palpebra bawah pasien lanjut usia. Aktor
yang menyebabkan adalah kelemahan fascia kapsulopalpebral , degenerasi
jaringan ikat palpebra, kelemahan bagian horizontal pada palpebra
5. Mechanical entropion sering disebabkan oleh phthisis bulbi ,
enophtalmus , setelah enukleasi atau operasi eviserasi (Eroschenko, 2010).

Gejala yang muncul antara lain bulu mata masuk dan mengenai kornea dan
konjungtiva yang mana serupa dengan trichiasis. Sehingga akan ada sensasi
seperti kelilipan, iritasi, lakrimasi dan fotofobia (Eroschenko, 2010).
Tanda yang ditemukan saat pemeriksaan fisik yaitu palpebra terbalik
menuju ke dalam bola mata. Ada beberapa grade masuknya palpebra (i) hanya
bagian posterior palpebra yag terbalik ke dalam (ii) inter-marginal strip ikut
terbalik ke dalam (iii) semua bagian tepi palpebra menuju ke dalam termasuk
batas anterior tepi palpebra (Vallabhanath, 2000).

15
Gambar 2.11 Entropion (Vallabhanath, 2000)

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain abrasi kornea, kornea ulserasi,
vaskularisasi kornea. Penatalaksanaan yang dapat diberikan antara lain :

1. Congenital entropion membutuhkan operasi bedah plastik rekonstruksi


pada lipatan palpebra
2. Spastic entropion (i) melakukan tatalaksana blepharospasm (ii)
adhessive plester ditarik pada palpebra bawah mungkin dapat membantu
saat fase akut spasme (iii) melakukan injeksi botulinum toksin pada otot
orbicularis bisa membantu saat spasme (iv) operasi pembedahan bisa
dilakukan ketika ketiga metode di atas tidak berhasil
3. Cicatrical entropion ditatalaksana dengan operasi plastik yang
didasarkan pada (i) mengubah arah bulu mata (ii) transplantasi bulu mata
(iii) memperbaiki tarsus yang menyimpang (Eroschenko, 2010).

Addhesive plester dapat diberikan dengan cara mengaplikasikan plester


(misal : Blenderm, Micropore) pada bawah tepian palpebra. Plester tersebut akan
mempertahankan posisi normal palpebra. Plester harus rutin diganti tiap harinya
(Saleh, 2017).

2.8 Ektropion
Penyakit yang ditandai dengan terlipatnya tepian palpebra menuju ke luar .
Terdapat beberapa tipe ektropion antara lain :
1. Senile ectropion merupakan kasus yang biasa terjadi pada palpebra
bawah. Keadaan tersebut disebabkan karena kelemahan jaringan pada
palpebra dan hilangnya tonus pada otot orbicularis.
2. Cicatrical ectropion disebabkan karena adalah bekas luka pada kulit
dan bisa mengenai palpebra. Penyebab yang umum adalah trauma kimia,
ulser kulit dan trauma akibat laserasi

16
3. Paralytic ectropion disebabkan karena paralisis nervus ketujuh. Hal
tersebut banyak terjadi pada palpebra bagian bawah. Hal yang sering
menyebabkan paralisis nervus tujuh adalah Bell’s palsy, trauma kepala,
infeksi telinga tengah.
4. Mechanical ectropion merupakan kondisi dimana palpebra bagian
bawah terlipat keluar (misal : pada tumor atau pada proptosis dan
ditandai dengan kemosis konjungtiva)

5. Spastic ectropion merupakan kejadian langka yang terjadi pada anak-


anak dan dewasa muda ditandai dengan spasme otot orbicularis,
dimana palpebra mendapat sokongan dari bola mata (Eroschenko,
2010).
Gejala yang dapat timbul antara lain epifora yang merupakan tanda
ektropion palpebra bawah. Hal tersebut dikasitkan dengan konjungtivitis kronis :
iritasi, rasa tidak nyaman, fotofobia. Tanda yang ditemukan saat pemeriksaan fisik
antara lain tepian palpebra terlipat keluar. Tergantung pada level keluarnya tepian
palpebra, maka ektropion dibagi menjadi tiga derajat yaitu (i) hanya bagian
punctum yang terbalik (ii) tepian palpebra terbalik dan konjungtiva palpebra
terlihat (iii) tepian palpebra tertarik keluar dan fornix terlihat (Eroschenko, 2010).
Paparan berkepanjangan pada pasien ektropion akan menyebabkan mata
kering dan penebalan konjungtiva serta ulserasi kornea (keratitis paparan).
Eksema dan dermatitis bisa terjadi akibat epifora yang berkepanjangan
(Eroschenko, 2010).

Gambar 2.12 Ektropion Sikatrik

17
Penatalaksanaan yang dapat diberikan antara lain :
1. Senile ectropion. Penatalaksanaan tergantung pada tingkat keparahan,
diikuti dengan tiga jenis operasi yang biasa dilakukan.
(I) Medial konjungtivoplasti . Berguna pada kasus ektropion yag
ringan yang melibatkan area punctum. Operasi terdiri dari
eksisi bagian konjungtiva spindle shape dan jaringan
subkonjungtiva dari bawah area puncta
(II) Horizontal lid shortening dikerjakan dengan cara eksisi full
thickness secara pentagonal pada pasien dengan ektropion
grade moderate
(III) Byron smith’s modified kuhnt-Szymanowski operation.
Dikerjakan pada kasus ektropion yang berat.
2. Paralytic ectropion bisa dikoreksi dengan lateral tarsoplasti atau
operasi sling palpebra, yang mana fascia lata sling dilewatkan pada
lapisan subkutaneus
3. Cicatrical ectropion tergantung pada derajat ektropionnya. Kasus ini
dapat dikoreksi dengan beberapa metode operasi antara lain
V-Y operation, yang dilakukan pada ektropion derajat rendah.
Dilakukan insisi bentuk V, kulit disatukan pada bentuk Y
Z-Plasty dilakukan pada derajat ektropion ringan-sedang
Excision of scar tissue and full thickness skin grafting. Dilakukan pada
ektropion derajat berat. Skin graft diambil dari palpebra atas
dibelakang telinga atau di dalam lengan atas.
4. Mechanical ectropion dikoreksi berdasarkan penyebabnya
5. Spastic ectropion dikoreksi dengan menatalaksana penyebab
blefarospasm nya

2.9 Lagoftalmus
Lagoftalmus adalah penutupan yang tidak lengkap atau rusaknya
kelopak mata. Kata ini berasal dari bahasa Yunani "Lagos," kelinci, dan
"ophthalmos," mata, karena binatang itu dipercaya tidur dengan mata terbuka
(Pereira dan Ana, 2010).

18
Berkedip sangat penting untuk distribusi yang efektif dari air mata di
permukaan mata dan hasil dari aksi dua otot antagonis: otot orbicularis dan levator
palpebra. Kelenjar lakrimal dibentuk oleh tiga lapisan: lipid, berair, dan musin.
Bertanggung jawab atas pelumasan kornea, nutrisi dan transportasi oksigen ke
epitel kornea, eliminasi debris, antibakteri berfungsi karena adanya IgA, lisozim
dan laktoferin, dan menghasilkan permukaan optik yang halus. Ketidakmampuan
untuk berkedip dan secara efektif menutup mata mengarah ke paparan kornea dan
penguapan yang berlebihan pada selaput air mata. Pasien datang dengan sensasi
kekeringan, terbakar, dan kabur penglihatan. Ini dapat menyebabkan keratitis,
infeksi abrasi kornea, vaskularisasi, dan dalam kasus ekstrim mata perforasi,
endophthalmitis, dan kehilangan mata (Pereira dan Ana, 2010).

Gambar 2.13 Lagoftalmus (Pereira dan Ana, 2010).

Klasifikasi :

1. Paralitik Lagoftalmus
Kelumpuhan saraf wajah mempengaruhi 30 hingga 40 orang per 100.000
per tahun di Amerika Serikat. Jumlah yang paling umum adalah Bell's
palsy dan bertanggung jawab atas 80% kasus. Bell's palsy adalah akut,
idiopatik, kelumpuhan saraf wajah unilateral yang dapat spontan membaik
seiring waktu. Penyebabnya tidak diketahui tetapi mungkin dikaitkan
dengan infeksi virus. Pasien bisa juga bermanifestasi dengan sakit telinga,
tuli atau hiperakusis, perubahan rasa, kesemutan atau mati rasa di pipi dan

19
mulut, dan sakit mata. Prognosisnya baik dan fungsi saraf wajah lengkap
pulih pada 84% pasien (Pereira dan Ana, 2010).
2. Sikatrik Lagoftalmus
Terjadi setelah trauma atau pembedahan yang mengakibatkan jaringan
parut kelopak mata yang berlebihan. Kecelakaan kimia, luka bakar,
laserasi, kondisi kulit kronis seperti xeroderma pigmentosum dan bedah
pengangkatan kulit dalam blepharoplasty adalah penyebab umum (Pereira
dan Ana, 2010).
3. Nokturnal Lagoftalmus
Terjadi selama tidur dan dapat menyebabkan paparan yang sama dan
gejala mata kering.Diagnosis bisa jadi menantang karena tidak ada
perubahan pada kelopak mata siang hari dan klinis gambar tumpang tindih
dengan blepharitis. Pasien melaporkan tidak bisa tidurmalam dan
ketidaknyamanan yang ekstrem saat bangun tidur (Pereira dan Ana, 2010).

Penatalaksanaan

Tujuan utama ketika merawat lagoftalmus adalah untuk mencegah paparan


keratitis dan membangun kembali fungsi kelopak mata. Sama pentingnya bagi
pasien untuk mendapatkan kembali penampilan kosmetik (Pereira dan Ana, 2010).

Perawatan klinis diindikasikan pada semua pasien dan harus segera


diinisiasi. Tetes mata pada siang dan salep pada malam hari biasanya sudah cukup
untuk melindungi kornea dari paparan. Penggunaan ruangan yang lembab
mungkin diperlukan. Teknik bedah digunakan untuk mengobati saraf wajah
kelumpuhan dibagi menjadi prosedur dinamis dan statis. Keputusan tentang
metode yang paling tepat untuk rekonstruksi tergantung pada lokasi, luasnya,
derajat dan durasi kelumpuhan, etiologi, pasien usia, kesehatan, dan harapan
(Pereira dan Ana, 2010).

2.10 Eksoftalmus
Eksoftalmus merupakan kondisi yang mana salah satu atau kedua bola
mata menonjol keluar, hal ini dapat disebabkan oleh pembengkakan dari jaringan
halus dalam kantung mata. Eksoftalmus selalu dikaitkan dengan penyakit Grave's,
yang juga mengakibatkan tirotoksikosis (aktivitas berlebihan dari kelenjar tiroid).

20
Penyebab lainnya adalah tumor mata, sebuah aneurisme (penggelembungan
pembuluh arteri) atau inflamasi pada bagian belakang mata (Klingenstein, 2016)

Gambar 2.14 Eksoftalmus (Klingenstein, 2016)


Eksoftalmus menyebabkan pergerakan mata yang terbatas dan
menyebabkan pandangan ganda. Pada beberapa kasus, pembengkakan
menyebabkan terhambatnya aliran darah ke area mata yang dapat menyebabkan
kebutaan Kelopak mata tidak dapat menutup, dan pandangan menjadi kabur
karena kornea yang kering. Berbagai gejala yang ditimbulkan:
 Rasa sakit pada area mata
 Mata yang kering
 Sensitif terhadap cahaya (fotofobia)
 Diplopia (Klingenstein, 2016).
Bila eksoftalmus disebabkan oleh gangguan pada kelenjar tiroid,
walaupun kelenjar tiroid telah disembuhkan, eksoftalmus masih tetap ada.[1] Hal
yang dapat dilakukan adalah perlakuan operasi untuk menurunkan tekanan pada
bola mata dan saraf mata (Klingenstein, 2016).

2.11 Ptosis
Istilah ptosis menunjukkan keadaan abnormal terkulainya kelopak mata
atas yang disebabkan oleh kehilangan parsial atau total fungsi levator. Gambaran
klinis meliputi batasan dalam bidang visual dan ambliopia. Etiopatogenesis ptosis
palpebra bisa neurogenik, miogenik, aponeurotik, atau mekanis, dan bersifat
bawaan atau didapat (Yanoff, 2014)

21
Gambar 2.15 Ptosis (Yanoff, 2014)
Klasifikasi

1. Ptosis Kongenital
- Simple Kongenital Ptosis adalah bentuk yang paling umum, dan bersifat
unilateral dalam 70% kasus dan bilateral (simetris atau asimetris)
dalam 30% kasus. Secara umum bersifat sporadis, tetapi jarang turun
temurun. Dari histologinya, degenerasi otot berkorelasi dengan ptosis.
Umumnya, anak menutupi kondisinya dengan gerakan kepala
kompensasi, seperti dagu elevasi dan kontraksi otot frontalis. Biasanya
tidak ada kelainan lain, ambliopia ditemukan pada sekitar 20% pasien.
Yang terakhir biasanya adalah sekunder dari strabismus konvergen,
astigmatisme, atau anisometropia (Clauser, L. 2016).
- Fibrosis kongenital pada otot ekstraokular adalah bentuk yang langka,
mungkin sporadis atau turun-temurun, dan itu terkait dengan ptosis
palpebral yang disebabkan oleh hampir hilangnya fungsi levator
sepenuhnya. Secara klinis itu ditandai dengan tatapan tetap ke bawah
(Clauser, L. 2016).
- Kelemahan rectus superior. Sekitar 5% dari pasien ini memiliki defisiensi
elevasi mata ipsilateral. Ini disebabkan oleh anomali embriologis yang
mempengaruhi kedua otot levator dan otot rektus superior (Clauser, L.
2016).

2. Ptosis Didapat
- Neurogenik ptosis
Kelumpuhan saraf kranial ketiga yang dapat disebabkan oleh lesi
pembuluh darah, tumor, penyakit radang, degeneratif proses yang
disebabkan oleh neurotoksin, atau oleh trauma. Lesi dapat berupa

22
perifer atau sentral. Topografi diagnosis dibuat berdasarkan gambaran
klinis untuk lesi perifer (pedungular, sinus kavernosa, atau sindrom
apeks orbital). Klinis tanda-tandanya adalah ptosis, eksotropia yang
tidak bersamaan, midriasis, dan kehilangan akomodasi (Clauser, L.
2016).

- Sindrom Claude Bernard-Horner ditandai oleh ptosis, miosis, dan


enoftalmus, dan disebabkan oleh lesi pusat (hipotalamus) atau perifer
(Clauser, L. 2016).
Penatalaksanaan pada ptosis sesuai dilakukan untuk mengkoreksi
penyebab dari ptosis itu sendiri. Teknik bedah untuk koreksi palpebral ptosis
adalah operasi otot levator atau suspensi kelopak mata atas ke otot frontalis
(Clauser, L. 2016).
2.12 Hordeolum dan Kalazion
Hordeolum adalah abses akut di dalam kelenjar kelopak mata, biasanya
berasal dari stafilokokus. Ketika itu melibatkan kelenjar meibomian itu disebut
hordeolum internal, dan ketika itu melibatkan kelenjar Zeis atau Moll itu disebut
hordeolum eksternal. Hordeola dapat dikaitkan dengan diabetes, blepharitis,
dermatitis seboroik, rosacea, dan kadar lipid serum yang tinggi. Perawatan
dilakukan dengan kompres hangat dan pijatan. Hordeolum dengan selulitis
preseptal, tanda-tanda bakteremia, atau kelenjar getah bening preauricular
membutuhkan antibiotik sistemik (misalnya flucloxacillin 250-500 mg empat kali
sehari selama 1 minggu). Selulitis preseptal adalah infeksi pada jaringan subkutan
di anterior septum orbital. Septum orbital adalah selembar jaringan fibrous yang
berasal dari periosteum orbital dan sisipan di jaringan palpebra (McAlinden,
2016).
Kalazion adalah peradangan lipogranulomatosa lokal yang mempengaruhi
kelenjar sebaceous, terutama kelenjar meibom pada kelopak mata. Biasanya
timbul sekunder karena obstruksi saluran kelenjar sebasea yang tidak menular.
Kalazion adalah lesi inflamasi yang paling umum pada kelopak mata. Meskipun
mereka tampaknya mudah didiagnosis secara klinis, Kalazion dapat
mensimulasikan lesi tuomr jinak, lesi premaligna, dan maligna. Penting untuk

23
diingat bahwa beberapa neoplasma ganas, khususnya karsinoma sel sebasea
(SebCC), dapat salah didiagnosis sebagai kalazion (Ilyas, 2007).

Gambar 2.16 Hordeolum(McAlinden, 2016) Gambar 2.17 Kalazion (Ilyas, 2007).

Perbedaan Hordeolum dan Kalazion

24
.Tabel 2.1 Perbedaan Hordeolum dan Kalazion (McAlinden, 2016)

2. Tumor pada Palpebra

25
Rata-rata hampir semua jenis tumor berasal dari kulit, jaringan ikat,
kelenjar, pembuluh darah, nervus, dan otot yang mana semuanya bisa terjadi pada
palpebra. Berikut tumor yang biasa terjadi pada kelopak mata

Klasifikasi :

1. Benign tumor termasuk simple papilloma, naevus, angioma,


haemangioma, neurofibroma, sebaceous adenoma
2. Pre cancerous condition termasuk keratosis, carcinoma in situ dan
xeroderma pigmentosa.
3. Malignant tumor termasuk squamous cel carcinoma, basal cell carcinoma,
malignant melanoma, dan sebaceous gland adenocarcinoma.

Benign Tumor

1. Papilloma

Jenis tumor ini sering terjadi yang mana tumbuh dari permukaan epitel.
Tumor ini memiliki dua bentuk yaitu : squamous papillomas dan seborrhoeic
keratosis (basal cell papillomas, senile verrucae) (Khurana, 2007).

i. Squamous papilloma sering menyerang orang dewasa ,


pertumbuhannya cenderung lambat dan stagnan, tumbuh seperti
raspberry, sering terjadi di tepian palpebra. Treatment yang diberikan
yaitu simple excision.
ii. Seborrhoeic keratosis terjadi pada usia pertengahan dan orang lanjut
usia. Permukaannya rpuh, verrucous, dan pigmented (Khurana, 2007).

2. Xanthelasma

Penyakit ini merupakan bentukan lesi kekuningan yang sering terjadi pada
palpebra atas maupun bawah dekat dengan kantus. Penyakit ini sering terjadi
pada orang usia pertengahan terutama pada wanita. Xanthelasma yaitu adanya
deposit lemak di histiosit pada dermis palpebra. Penyakit ini dikaitkan dengan
diabetes mellitus, kolesterol yang tinggi. Treatment yang diberikan adalah
simple excision untuk indikasi kosmetik, dan rekurensi sering terjadi
(Khurana, 2007).

26
3. Haemangioma

Penyakit ini terjadi dalam tiga bentuk yaitu :

i. Capillary haemangioma merupakan jenis yang biasa terjadi yang


terjadi setelah kelahiran dan pertumbuhannya cepat. Pada beberapa kasus ,
haemangioma dapat hilang pada usia 7 tahun. Bentukannya superficial dan
warnanya cerah seperti strawberry nevs atau berwarna keunguan. Tumor
ini terdiri dari kapiler yang berproliferasi dan sel endotelial (Khurana,
2007).
Treatment yang diberikan antara lain :
 Excision : Dilakukan pada tumor yang kecil
 Intralesional steroid : pada ukuran tumor yang kecil-medium
yaitu dengan memberikan injeksi triamsinolon
 Steroid dosis tinggi: pada tumor yang besar
 Superficial radiotherapy : diberikan pada tumor yang
berukuran besar
ii. Naevus flammeus merupakan penyakit yang menjadi bagian dari
Sturge-Weber syndrome. Penyakit ini merupakan hasil dari dilatasi
vaskular dan tidak tumbuh atau regeresi seperti hemangioma kapiler.
iii. Cavernous haemangiomas biasa terjadi pada 1 dekade kehidupan.
Penyakit ini merupakan hasil dari channel vaskular endotelium yang
besar dan biasanya tidak menunjukkan adanya regresi.
Penatalaksanaan yang diberikan sama dengan hemangioma kapiler
(Khurana, 2007).
4. Neurofibroma
Kelopak mata dan orbita sering terkena penyakit neurofibromatosis.
Tumor ini merupakan tipe yang plexiform (Khurana, 2007).

Tumor Ganas

1. Basal Cell Carcinoma


Merupakan suatu malignansi yang sering terjadi pada palpebra yang mana
sering menyerang orang yang lanjut usia. Penyakit ini sering terjadi pada

27
palpebra bawah (50%) diikudi dengan kantus medialis (25%) , palpebra atas
(10-15%) dan kantus lateralis (5%-10%) (Khurana, 2007).
Penyakit ini biasanya ada dalam empat bentuk yaitu, Nodululcerative
basal cell carcinoma yang sering terjadi. Mulanya tumbuh nodul yang kecil
yang memiliki ulcer pada bagian tengahnya dengan batas bergulung. Tumor
tumbuh dengan cara merusak jaringan lokal seperti ‘tikus’ sehingga ulkusnya
disebut sebagai ulkus rodent. Gambaran klinis lain yang mungkinjuga tampak
adalah : non-ulserasi nodul, sclerotik atau tie morfea dan pigmented basal
cell carcinoma. Secara histologis pada basal cell carcinoma ini akan terjadi
perusakan dermis oleh massa basaloid sel yang ireguler dengan karakteristik
tampilan perifer palisade (Khurana, 2007).
Penatalaksanaan yang diberikan antara lain pembedahan. Pembedahan
dilakukan dengan eksisi tumor beserta 3mm jaringan sehat sekitarnya dengan
repair primer sebagai pilihan. Selain itu juga bisa dilakukan radioterapi dan
cryoterapi pada pasien yang non-operable (Khurana, 2007).

Gambar 2.18 Basal Cell Carcinoma(Khurana, 2007)

2. Squamous Cell Carcinoma


Merupakan jenis malignansi kedua yang sering menyerang palpebra.
Insidensinya 5% lebih rendah daripada basal cell carcinoma. Penyakit ini
biasanya berasal dari tepian palpebra (mucocutaneous junction) pada pasien
yang lanjut usia. Penyakit ini sama-sama bisa terjadi di palpebra bawah
maupun palpebra bagian atas.

28
Ada dua jenis bentukan SCC yang dapat terlihat, yaitu: Bagian tumor yang
mengalami ulserasi dengan indurasi pada tepian tumornya. Selain itu ada
yang jenis poliploid lesi verucous tanpa ulserasi.
Metastasis sering terjadi pada bagian preauricular dan limfa nodi
submandibular.Secara histologis dikarakteristikkan dengan adanya ploliferasi
irregular sel epidermal ke dalam dermis. Pada bentukan yang terdiferensiasi
baik memiliki susunan lingkaran epitel yang tersusun dari keratin pada
tengahnya. Penatalaksanaan yang dapat diberikan yaitu pembedahan dan
radioterapi, cryoterapi (Khurana, 2007).

Gambar 2.19 Squamous Cell Carcinoma(Khurana, 2007)

3. Sebaceous Gland Carcinoma

Malignansi yang jarang terjadi. Tumor ini tumbuh dari kelenjar


meibomian. Secara klinis sering tumbuh diawali nodul(sering misdiagnosis
dengan kalazion). Tumor ini akan tumbuh dngan besar. Penatalaksanaannya
adalah dengan eksisi tumor dan dilakukan rekonstruksi palpebra. Tingkat
rekurensi tinggi (Khurana, 2007).

29
Gambar 2.20 Sebaceous Gland Carcinoma (Khurana, 2007)

4. Malignant Melanoma (melanocarcinoma)

Tumor ini merupakan tumor yang jarang terjadi pada palpebra (kurang dari
1% pada palpebra). Pertumbuhannya dari nevus yang sebelumnya telah ada,
tapi bisa juga tumbuh dari pigmen melanosit pada kulit. Secara klinis terlihat
datar atau agak sedikit menonjol dengan pigmentasi yang bervariasi dan
tepian yang ireguler. Tumor mungkin bisa berdarah dan terdapat ulkus.
Metastasis sering terjadi pada saluran limfa dan pembuluh darah.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan adalah pembedahan karena tumor ini
merupakan jenis tumor yang resisten terhadap radioterapi (Khurana, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophtalmology; Eyelid, Eyelid in Orbit, Eyelids,


and Lacrimal System; Chapter 9, 7th Section ; American Academy of
Ophtalmology. 2011-2012: 134-5 . 146, 192-3.

2. Barton. M, E. Habtamu, EW. Gower. 2015. Intervention for Trachoma


Trichiasis. Cochrane Database of Systematic Reviews.

3. Clauser. L, R. Tieghi, dan M.Gali. 2016. Palpebral Ptosis: Clinical


Classification, Differential Diagnosis, and Surgical Guidelines: An
Overview. Italy: Centre Orbital Pathology and Surgery, Ferara Hospital
and University.

4. Denniston A.K dan Murray P.I. 2014. Oxford Handbook of Ophthalplogy


Third Edition. United Kingdom : Oxford University Press.

30
5. Duncan. K dan Jeng BH. 2015. Medical Mangement of Blepharitis.
Wolters Kluwer Health Inc.

6. Ereschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi DiFiore, EGC: Jakarta

7. Eva-Riordan, P., & Whitcher, J. P. 2015. Vaughan & Asbury


Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.

8. Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

9. Guyton, A. 2012. Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall. Jakarta: EGC.

10. Ilyas S.2007.Ilmu Penyakit Mata.Edisi ketiga. FKUI.Jakarta.

11. Ilyas, S dan SR. Yulianti. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.

12. Kanski, J.J. dan B. Bowling. 2011. Clinical Ophthalmology: A


th
Systematic Approach. 7 edition. Edinburgh: Elsevier

13. Khurana, AK. 2007. Comprehensive Ophtalmology. India : New Age


International (P) Limited Publishers.

14. Kirkwood, BJ. Trichiasis. 2014.Characteristics and Management Options.


The Journal of the American Society of Ophthalmic. Vol 36(2):

15. Klingenstein, A. dan C. Hintschich. 2016. Diagnostic Management of


Exophtalmos. Germany: Augenklinik, Klinikum der Universität München.s

16. Lang, G. K. 2006. Ophthalmology "A Pocket Textbook Atlas" 2nd


Edition. Germany: Thieme.

17. McAlinden. C, M.Gonzales, dan E. Skiadaresi. 2016. Hordeolum: Acute


Abscess within An Eyelid Sebaceous Gland. America: Cleveland Clinic
Journal and Medicine.

18. Mescher, A. L. 2012. Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas Edisi 12.
Jakarta: EGC.

19. Pereira, MVC dan LFG. Ana. 2010. Lagophthalmus. Brazil: Instituto de
Previdência do Servidor do Estado de Minas Gerais (IPSEMG)

31
20. Saleh, Mr George dan Sister Crina Guarino. 2017. Entropion. Diakses 19
Mei 2019 https://www.moorfields.nhs.uk/sites/default/files/Adnexal-
Entropion.pdf

21. Sobotta. 2010. Atlas anatomi manusia.Jakarta:EGC

22. Suharjo, H. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Bagian Ilmu


Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah mada.

23. Vallabhanath, Prashanth, Carter, dan R. Susan. 2000. Ectropion and


Entropion. California: University of California.
24. Wanzeler, AC. Viana, Marjorie, FN., Roberto, LFS., Carlos, RP., Silvana,
AS. 2015. Eyelid Disorder : Frequency of Occurence and Profile of
Carriers in a Brazillian Population Sample. Rev. bras.oftalmol. vol.74 no.4

25. Yanoff, M. 2014. Ophthalmic Diagnosis and Treatment, Third Edition.


Philadelphia: Jaypee Brothers Medical Publisher.

32

Anda mungkin juga menyukai