Anda di halaman 1dari 68

BASIC SCIENCE & FARMAKOLOGI

SPECIAL SENSORY SYSTEM

Editor:

Tasha Anindya Syafa 1810211068

Penulis:

 BASIC SCIENCE
1. Sapphira Mazaya Salsabila 1810211048
2. Abimanyu Putera Yudha 1810211054
3. Elvina Damayanti 1810211096
4. Aprilikka Early Putrinda 1810211100

 FARMAKOLOGI
1. Gefbar Faikar Aqbil 1810211057
2. Rachma Hermawan 1810211059
3. Az-Zahra Fathiya I.H. 1810211112
BASIC SCIENCE
MATA

A. DEFINISI
Mata adalah indera penglihatan yang berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya dan
mengubahnya menjadi impuls elektrokimia pada sel saraf.

B. EMBRIOLOGI MATA
Mata berkembang dari tiga lapisan embrional primitif. Dari ektoderm permukaan,
yang mempunyai derivat antara lain crista neuralis; ectoderm neural; mesoderm.
Endoderm tidak ikut dalam pembentukan mata. Mesenkim, yang berasal dari mesoderm
dan crista neuralis, adalah istilah untuk jaringan ikat embrional.
1. KOMPONEN LAPISAN EMBRIONAL
 Ektoderm Permukaan
Membentuk lensa, kelenjar lakrimal, epitel kornea, konjungtiva, dan kelenjar-
kelenjar adneksa serta epidermis palpebral
 Crista Neuralis
Membentuk keratosit kornea, endotel kornea dan anyaman trabekula, stroma
iris dan koroid, musculus siliaris, fibroblas sklera, vitreus, dan meninges nervus
opticus.
Juga terlibat dalam pembentukan tulang dan tulang rawan orbita, jaringan ikat
dan saraf orbita, otot-otot ekstraokular, dan lapisan-lapisan subepidermal palpebra.
 Ektoderm Neural
Menghasilkan vesikel optik dan cawan optik sehingga membentuk retina dan
epitel berpigmen retina (lapisan pigmen retina) dan tidak berpigmen (epitel siliaris,
epitel posterior, musculus dilator dan spchinter pupillae pada iris, dan serat-serat
nervus opticus dan glia).
 Mesoderm
Berkontribusi membentuk vitreus, otot-otot palpebral dan ekstraokular, serta
endotel vascular orbita dan ocular.

2. TAHAPAN EMBRIOLOGI
 Tahap Vesikel Optik
o Lempeng embrional  sulcus neuralis menebal membentuk tuba neuralis
(minggu ke 2)  tenggelam ke dalam mesoderm di bawahnya dan melepaskan
diri dari epitel permukaan  sulcus opticus terbentuk saat plica neuralis mulai
menutup (minggu ke 3)  Ektoderm neural tumbuh keluar dan kea rah ectoderm
permukaan di kedua sisi membentuk vesikel optik yang bulat (minggu ke 4)
o Vesikel optic akan berhubungan dengan otak-depan melalui tangkai optik. Pada
tahap ini akan terjadi pula penebalan ectoderm permukaan (lempeng lensa) yang
berhadapan dengan ujung-ujung vesikel optic

 Tahap Cawan Optik


o Vesikel optik berinvaginasi  cawan optik (dinding luar vesikel mendekati
dinding dalamnya)  invaginasi permukaan ventral tangkai optic dan invaginasi
vesikel optic  fissure opticum  tepian cawan optic kemudian tumbuh
mengelilingi fisura opticum  setelah invaginasi selesai, fissure opticum
menyempit dan menutup dan menyisakan lubang permanen kecil yang akan diisi
oleh arteri
o Pada saat yang sama terjadi proses embriologi dari lempeng lensa: lempeng lensa
berinvaginasi  membentuk cawan  membentuk bola lensa (vesikel lensa) 
setelah 6 minggu, vesikel lensa memisahkan diri dari ectoderm permukaan dan
terletak bebas di tepian cawan optic
C. ANATOMI MATA
1. Palpebra
 Anatomi Palpebra
Palpebra merupakan pelindung bola mata bagian anterior yang secara
anatomis, superior dan inferior mempunyai beberapa perbedaan. Lapisan-lapisan
penyusun palpebral dari anterior ke posterior adalah kulit, otot protraktor (lamella
anterior), septum orbita (lamella media), tarsus dan konjungtiva (lamella posterior).

 Struktur Palpebra
o Lapisan Kulit: merupakan kulit paling tipis dan bersifat “mobile” atau mudah
digerakkan, dengan sedikit folikel rambut, kelenjar sebasea tanpa lemak
subkutan
o Otot Protaktor: dikenal juga dengan M. Orbicularis Oculii dan berfungsi
untuk menutup palpebral. Otot ini dibedakan atas 3 bagian, yaitu M.
Orbicularis Pretarsal, Preseptal, dan Orbital. Otot ini mengelilingi palpebral
dan dipersarafi oleh cabang N. Facialis (N VII)
o Septum Orbita: merupakan jaringan fibrosa tipis yang berasal dari arkus
marginalis di rima orbita. Di palpebral superior, septum orbita berjalan ke
inferior kemudian akan bersatu dengan aponeurosis levator kurang lebih 2-5
mm di atas tarsus palpebral superior. Di palpebral inferior, septum bersatu
dengan ligamentum kapsulopalpebra untuk kemudian bersama-sama melekat
pada tepi bawah tarsus palpebra inferior.
o Lemak Orbita: bagian orbita yang tidak diisi oleh bola mata atau adneksa.
Merupakan “surgical landmark” untuk operasi/rekonstruksi palpebra. Lemak
orbita di superior terdiri dari 2 lobus, dan inferior 3 lobus.
o Otot retraktor: otot-ototnya terdiri dari M. Levator Palpebra dan M. Muller
untuk palpebra superior berfungsi untuk mengangkat palpebral superior
dipersarafi oleh N. Okulomotorius (N. III); serta Ligamentum
Kapsulopalpebra dan M. Tarsalis Inferior untuk palpebral inferior.
o Tarsus dan Konjungtiva: Tarsus merupakan jaringan fibrosa padat yang
memberi bentuk pada palpebral, dan mengandung sebanyak 30 kelenjar
meibom. Tinggi tarsus superior 9-10 mm dan inferior 4-5 mm.
Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang transparan dan sangat tipis,
terdiri dari konjungtiva palpebral, konjungtiva forniks, dan konjungtiva bulbi.

 Vaskularisasi dan Saluran Limfe


Vaskularisasi berasal dari dua sumber utama yaitu Arteri Karotis Interna dan
Arteri Karotis Eksterna. Arteri Karotis Interna memberikan vaskularisasi melalui
Arteri Oftalmlka dan cabang-cabangnya (Arteri Supraorbitalis dan Arteri
Lakrimalis) sedangkan pada Arteri Karotis Eksterna melalui arteri wajah (Arteri
Angularis dan Arteri Temporalis). Untuk vena dibagi menjadi dua aliran yaitu,
pretarsal dan post-tarsal
2. Orbita/ Rongga Mata
Rongga orbita secara skematis digambarkan sebagai piramida dengan empat
dinding yang mengerucut kearah posterior dengan dasar menghadap ke arah anterior.
Rongga yang berisi bulbus oculi, nervus opticus, musculi extraoculare, apparatus
lacrimalis, jaringan lemak, facia, dan pembuluh darah. Tulang-tulang penyusun rongga
orbita, ada tujuh tulang:
1. Os. Maksila
2. Os. Zygomaticum
3. Os. Frontale
4. Os. Ethmoidale
5. Os. Lacrimale
6. Os. Sphneoidale
7. Os. Palatinum

3. Konjungtiva
 Lapisan membran mukosa tipis dan transparan
 Kaya akan suplai pendarahan, yang berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis dan terdapat anyaman limfatik yang mempunyai peran penting dalam
mediasi sistem kekebalan aktif dan pasif
 Memiliki fungsi: salah satu bagian dari system kekebalan, menjadi barrier untuk
infeksi eksogen, mensekresi dan mengabsorbsi obat-obat mata topical, elektrolit, air,
musin, ke dan dari lapisan air mata

 Anatomi Konjungtiva
o Konjungtiva Palpebra: dimulai dari mucocutaneous junction dan melapisi
bagian dalam kelopak mata
o Konjungtiva Forniks superior dan inferior: merupakan peralihan antara
konjungtiva palpebralis dan konjungtiva bulbaris
o Konjungtiva Bulbi: yang melapisi dan melekat erat pada permukaan
anterior sklera

 Histologi Konjungtiva
o Epitel konjungtiva dan sel goblet: epitel konjungtiva adalah epitel berlapis
silindris nonkeratin dengan ketebalan yang bervariasi. Epitel konjungtiva
palpebralis tersusun lebih kuboid, forniks lebih kolumnar dan bulbaris terdiri
dari 6-9 epitel skuamos kompleks nonkeratin yang ireguler. Epitel-epitel sel
superfisial mengandung sel goblet yang berfungsi mensekresi mukus (untuk
disperse lapisan air mata prakornea secara merata)
o Lamina/Substasia propria: merupakan lapisan yang terdiri dari jaringan ikat yang
kaya akan pembuluh darah, persarafan, kelenjar, sel polimorfonuklear, maktofag
dan sel mast.

4. Bulbus Oculi
 Bulbus oculi merupakan struktur yang berbentuk hampir bulat dengan diameter
anteroposterior sekitar 24,2 mm dan memiliki banyak lapisan.Bulbus oculi dibagi
menjadi 3 bagian:
1) Bagian depan
o Sklera
Merupakan bagian putih pembungkus luar bola mata yang opak, kuat tetapi
elastis, dan melapisi bola mata dimulai dari kornea anterior sampai durameter
nervus opticus posterior. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah
lapisan tipis jaringan elastic halus, episklera, yang mengandung banyak
pembuluh darah yang mendarahi sklera. Komposisi sklera didominasi oleh
kolagen dan sejumlah fibril elastin dan avascular. Fungsi sklera adalah
memberikan perlindungan terhadap isi dalam bola mata, menstabilkan tekanan
intraocular, sebagai tempat insersi otot bola mata.
o Kornea
Merupakan jaringan transparan (karena avascular). Kornea juga merupakan
organ refraksi kuat yang membelokkan sinar masuk ke dalam mata, indeks
refraksi 1.376 dan memiliki kekuatan dioptric terbesar yaitu +42,25 D karena
terletak paling depan. Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-
pembuluh darah limbus (regenerasi epitel kornea), humor aqueos, dan air mata.
Untuk kornea superfisial mendapatkan sebagian besar oksigen dari atmosfer.
Terdapat 5 lapisan kornea: Lapisan epitel (skuamosa bertingkat tak
berkeratin), lapisan membran Bowman (hasil kondensasi kolagen tipe 1 dan 3
yang cukup resisten terhadap infeksi dan cedera) , lapisan stroma (lapisan
paling tebal), lapisan membran Descement (hampir mirip dengan membrane
Bowman tetapi memiliki daya regenerasi seumur hidup) dan lapisan endotel
(berfungsi sebagai barrier terhadap cairan humor aqueous dan sebagai pompa
metabolik yang tersebar di seluruh permukaan kornea untuk memasukkan
nutrisi).
o Pupil
Rongga diantara iris tempat cahaya masuk. Memiliki refleks yang bergantung
dengan besar-kecil intensitas cahaya. Besar kecil ukuran pupil diatur oleh M.
Sphincter dan Dilator.
o Iris
Merupakan permukaan pipih dengan aperture bulat yang terletak di tengah,
pupil. Terletak bersambungan dengan bagian anterior lensa memisahkan bilik
mata depan dan bilik mata belakang, yang masing-masing berisi aqueous humor.
Di dalam stroma iris terdapat:
1. Spchinter pupillae: kontriksi/memperkecil celah pupil
2. Dilator pupillae: dilatasi/memperbesar celah pupil
Pembuluh darah merupakan penyusun utama stroma iris melalui circulus
major iris. Sedangkan, persarafan iris melalui serabut-serabut dalam nervi
ciliares.
Fungsi utama Iris untuk mengendalikan cahaya yang masuk ke dalam mata.
Ukuran pupil bergantung pada keseimbangan antara kontriksi akibat aktivitas
parasimpatis yang dihantarkan melalui N. Kranialis III dan dilatasi oleh
aktivitas simpatis.
o COA (Camera Oculii Anterior)
Ruang yang berada di antara kornea dan iris yang berisi cairan bernama
aqueous humor. Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan kornea perifer
dan pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe,
anyaman trabekula dan taji sklera.
o Aqueous Humor
Cairan yang diproduksi oleh processus ciliare. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil masuk ke bilik mata depan, kemudia ke
perifer menuju sudut bilik mata depan lalu kanal schlemm.

2) Bagian Tengah
o Badan Siliaris
Menjembatani kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior, dan berjalan
dari taji sklera sampai ke ora serrata. Terdiri atas zona anterior yang berombak-
ombak, pars plicata, dan zona posterior yang datar, pars plana. Berfungsi sebagai
pembentuk aqueous humor bersama dengan processus siliaris.
Pars plicata akan membentuk suatu tonjolan yang bernama processus ciliaris
dan juga terbentuk dari kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vorticosa.
Terdapat 2 lapisan epitel siliaris: satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam
yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior; dan satu lapisan berpigmen
di sebelah luar, yang merupakan perluasan lapisan epitel pigmen retina.
Pembuluh darah: berasal dari circulus arteriosus major iris. Persarafannya
berasal dari saraf-saraf siliaris

o Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avascular, tak berwarna, dan hampir
transparan sempurna. Lensa digantung oleh ligamentum suspensorium di
belakang iris yang tersusun atas banyak fibril berasal dari permukaan corpus
siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor dan di sebelah posteriornya
terdapat vitreus humor.
Struktur lensa terdiri dari kapsul yang tipis, transparan, dikelilingi oleh
membran hyaline yang lebih tebal pada permukaan anterior. Lensa disokong
oleh serabut zonular berasal dari lamina nonpigmen epitelium pars plana dan
pars plicata. Zonular ini termasuk ke dalam lensa di regio aquator. Nukleus pada
bagian sentralnya terdiri dari serabut-serabut lensa yang muda. Komposisi lensa
terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit mineral.
o Ligamentum Suspensorium
Mengubah tegangan pada kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai
berbagai focus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh
dalam lapangan pandang.

3) Bagian Belakang
o Koroid
Koroid tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid besar, sedang, dan kecil
yang memberikan nutrisi ke epitel pigmen retina dan separuh bagian luar lapisan
sensoris retina. Rata-rata tebal koroid adalah 0,25 mm di bagian posterior dan
semakin tipis (0,1 mm) di anterior.
Secara histologis terdiri dari 4 lapisan: lamina fusca (lamina suprakoroid),
stroma, lapisan koriokapilaris, dan lamina basalis koroid (membrane Bruch)
Koroid melekat erat pada sklera di sekitar saraf optic pada tempat masuk arteri
siliaris posterior serta pada tempat keluarnya vena vortikosae, dan terdiri dari 3
lapis pembuluh darah:
1. Lapisan paling dalam, lapisan koriokapilaris, yang terdiri dari kapiler
besar berfenestra
2. Lapisan tengah (Sattler), terdiri atas pembuluh darah kecil
3. Lapisan luar (Haller), terletak dekat dengan sklera, memiliki pembuluh
darah besar tanpa katup.
o Retina
Merupakan lembaran transparan yang melapisi permukaan dalam 2/3 – 3/4
bagian posterior bola mata, kecuali pada area diskus optic. Lapisan retina meluas
ke anterior bola mata dan berakhir secara sirkumferensial 360o di ora serrata.
Retina beserta pembuluh darah retina (dan diskus optic) membentuk fundus
okuli, yaitu bagian dalam bola mata yang terlihat melalui pemeriksaan
oftalmoskopi. Pada pemeriksaan fundus atau oftalmoskopi, retina normal akan
terlihat cerah dan berwarna jingga, karena di balik retina yang transparan
terdapat latar belakang pigmen melanin dari lapisan epitel pigmen retina dan
koroid.
Retina terdiri atas 10 lapisan, Lapisan paling dalam beraposisi dengan vitreus,
sedangkan lapisan paling luar yaitu epitel pigmen retina, melekat kuat pada
koroid.
10 Lapisan retina pada potongan lintang dari luar ke dalam:
1. Epitel Pigmen Retina (RPE) dan Lamina Basal
Lapisan paling luar dari retina yang bersinggungan dengan lapisan koroid
2. Segmen Dalam (IS) dan Segmen Luar (OS) sel-sel fotoreseptor
3. Membran limitans eksterna (ELM)
Membran ini memisahkan segmen dalam fotoreseptor dengan nukleusnya
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor (ONL)
Lapisan ini terdiri atas badan sel dari sel-sel batang dan kerucut retina.
5. Lapisan Fleksiform Luar (OPL)
Lapisan ini terdiri dari akson sel kerucut dan batang, dendrit sel horizontal,
dan dendrit sel bipolar
6. Lapisan inti dalam (INL)
Lapisan ini terdiri dari nuclei dari sel horizontal, sel bipolar dan sel amakrin.
Lapisan ini lebih tebal pada area sentral dari retina dibandingkan area
perifer. Pada lapisan ini ditemukan juga sel penunjang Muller
7. Lapisan Pleksiform Dalam IPL
Lapisan ini terdiri dari sinap-sinap (sambungan) antara dendrit dari sel
ganglion dan sel amakrin dan sel bipolar dari akson.
8. Lapisan sel ganglion (GCL)
Lapisan ini terdiri dari nukeli sel ganglion, dan juga mengandung
fotoreseptor non-batang dan non-kerucut, yaitu sel ganglion fotosensitif
yang berperan penting dalam respon refleks pada cahaya terang siang hari
9. Lapisan Serabut Saraf (NFL)
Lapisan ini terdiri dari akson dari sel ganglion yang bersatu menuju ke
nervus optikus
10. Membran Limitan Interna (ILM)
Merupakan perbatasan antara retina dan badan vitreus
o Badan Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avascular yang membentuk
dua pertiga volume dan berat mata. Vitreus mengandung air sekitar 99%. Sisa
1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk
dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak
air.
o Macula
Di tengah-tengah retina posterior terdapat macula lutea, yang hanya
mengandung fotoreseptor kerucut.
o Diskus Optikus
Adalah tempat nervus opticus keluar dari retina. Tempat ini lebih terang
dibanding daerah retina di sekelilingnya dan cabang-cabang arteria centralis
retinae menyebar dari titik ini keluar untuk menyuplai retina. Karena tidak ada
sel reseptor yang sensitif cahaya dalam discus nervi optici, struktur ini disebut
juga bintik buta pada retina.
o Nervus Optikus
Serabut nervus opticus terdiri atas sekitar satu juta akson yang berasal dari sel-
sel ganglion retina. Delapan puluh persen nervus opticus terdiri atas serat-serat
visual yang bersinaps dalam korpus genikulatum lateral, pada neuron-neuron
yang aksonnya berakhir dalam korteks visual primer lobus oksipital. Dua puluh
persennya bersifat pupilar dan memintas korpus genikulatum dalam
perjalanannya ke area pretectalis. Karena sel-sel ganglion retina dan aksonnya
merupakan bagian dari susunan saraf pusat, mereka tidak dapat beregenerasi bila
terpotong

4) Adneksa
o Alis Mata
Adalah lipatan penebalan kulit yang ditutupi rambut. Lipatan kulit tersebut
ditunjang oleh serat-serat otot di bawahnya. Glabela adalah prominentia tanpa
rambut di antara alis.
o Kelopak Mata/Palpebra
o Apparatus Lakrimalis
Kompleks lakrimalis terdiri atas kelenjar lakrimal, kelenjar lakrimal
aksesorius, kanalikuli, saccus lacrimalis, dan ductus nasolacrimalis
5) Otot-otot ekstraokular
Untuk mengatur gerakan bola mata di dalam orbita
- M. rectus superior (N. occulomotorius [III])
- M. rectus inferior (N. occulomotorius [III])
- M. rectus medial (N. occulomotorius [III])
- M. rectus lateral (N. abducens [VI])
- M. oblique superior (N. trochlearis [IV])
- M. oblique inferior (N. occulomotorius [III])
6) Pembuluh darah para orbita

D. HISTOLOGI MATA
1. Tunika Fibrosa
Terdiri dari sklera (bagian belakang) dan kornea (bagian depan) serta tersusun atas
jaringan ikat kolagen kuat. Otot-otot ekstraokular dikaitkan pada bagian sklera. Sklera
berubah menjadi kornea yang transparan, avascular dan terutama terdiri dari kolagen.
2. Tunika Vaskulosa
Terdiri dari koroid, korpus siliaris dan iris. Lapisan tersebut kaya pembuluh darah
(cabang-cabang A.siliaris) dan berpigmen banyak. Terdiri dari otot-otot intraocular
yang involunter.
3. Tunika Nervosa
Terdiri dari fotoreseptor, dimana terdapat retina. Lapisan ini terdiri dari dua bagian. Di
posterior dan lateral adalah pars optica retinae, yang sensitive terhadap cahaya, dan di
anterior adalah bagian nonvisual, yang menutupi permukaan internal corpus siliaris
dan iris. Pertemuan antara bagian-bagian ini berupa garis yang tidak teratur (ora
serrata).

E. FISIOLOGI MATA
1. Mekanisme Proteksi Mata
 Bagian posterior mata dilindungi oleh Os. Orbita
 Bagian anterior mata dilindungi oleh tiga komponen utama:
1. Kelopak Mata (Palpebra) sebagai perlindungan eksternal bagian mata anterior
dari segala gangguan lingkungan. Terdapat otot-otot protactor dan retractor
2. Bulu Mata yang bersifat protektif yang menangkap kotoran halus di udara
seperti debu sebelum masuk ke dalam mata
3. Kelenjar Lakrimal yang berfungsi sebagai penghasil cairan serosa yang
mengandung enzim lisozim yang mematikan mikroorganisme saat masuk ke
dalam mata

2. Regulasi Aqueous Humor


Cairan aqueous membawa nutrien bagi kornea dan lensa yang avascular.
1) Cairan aqueous dihasilkan dengan kecepatan sekitar 5 mL/hari oleh suatu
jaringan kapiler di dalam badan siliaris
2) Cairan akan menuju Camera Oculi Posterior (COP)
3) Menuju COP melewati Pupil
4) Masuk ke trabecular meshwork yang memiliki tiga lapisan yaitu corneoscleral,
uveal, dan juxtacanalicular
5) Menuju vena episklera dan masuk ke darah
3. Mekanisme Akomodasi
 Akomodasi adalah kemampuan untuk menyesuaikan lensa agar dapat melihat
lebih dekat dengan cara memfokuskan bayangan tepat di retina. Kekuatan
akomodasi lensa sesuai dengan bentuk dari lensa, yang diatur oleh otot-otot
siliaris.
 Otot siliaris berelaksasi (saraf simpatis)
Otot siliaris berelaksasi  ligamentum suspensorium (zonula zinii) tegang 
menarik lensa  bentuk lensa menjadi lebih gepeng  kekuatan refraksi minimal
 Otot siliaris berkontraksi (saraf parasimpatis)
Otot siliaris berkontraksi garis tengah otot ini berkurang dan tegangan di
ligamentum suspensorium mengendur  sewaktu lensa kurang mendapat tarikan
dari ligamentum suspensorium  lensa mengambil bentuk yang lebih bulat
(sferis) karena elastisitasnya.

4. Pengaturan Diameter Pupil


 Pengaturan diameter pupil dilakukan oleh saraf otonom
 Tidak semua cahaya dapat masuk mencapai fotoreseptor karena adanya iris
 Ketika mata disinari oleh cahaya, pupil akan mengalami kontriksi, reaksi ini
dinamakan refleks cahaya pupil
 Otot-Otot Konstriktor (Parasimpatis)
Cahaya terang  M. Spinchter pupillae kontraksi  Pupil menjadi lebih kecil
diameternya (miosis)
 Otot-otot Dilator (Simpatis)
Cahaya gelap  M. Dillator Pupillae kontraksi  pupil menjadi lebih besar
diamaternya (midriasis)
5. Fototransduksi
 Proses pengubahan rangsangan cahaya menjadi sinyal listrik yang akan ditersukan
ke sistem saraf pusat
 Terjadi melalui aktivasi fotopigmen yang terdapat pada fotoreseptor oleh cahaya
 Proses transduksi:
1) Pada keadaan gelap, retinal dalam bentuk 11- cis retinal akan berikatan
dengan opsin. Pada saat ini pula, kanal natrium 3 yang berupa chemically-
gated Na channel berikatan dengan siklik GMP (cGMP) di dalam sel
sehingga kanal tersebut terbuka. Tidak adanya cahaya mengakibatkan jumlah
cGMP meningkat karena cahaya dapat mengurai cGMP.
2) Akibat pembukaan kanal, banyak ion natrium masuk, menyebabkan
depolarisasi. Depolarisasi ini diteruskan sehingga mengakibatkan pembukaan
kanal di sinaps terminal.
3) Efek akhir dari pembukaan kanal ini adakah pelepasan glutamat yang
merupakan neurotransmitter penginhibisi
4) Apabila terdapat cahaya, konformasi retinal akan berubah menjadi 11-trans-
retinal
5) Retinal tidak lagi menempel dengan opsin
6) Reaksi ini mengakibatkan aktivasi enzim fosfodiesterase untuk degradasi
cGMP, dan akhirnya penutupan kanal natrium
7) Penutupan kanal natrium menyebabkan hiperpolarisasi dan penurunan
pelepasan glutamate
8) Sel fotoreseptor berhubungan dengan dua sel bipolar, on-center dan off-
center. Glutamat akan memberikan efek depolarisasi maupun hiperpolarisasi
yang bergantung pada daerah reseptif mana yang dirangsang. Pada keadaan
terang, proses hiperpolarisasi akan terjadi pada sel off-center dan depolarisasi
akan terjadi pada on-center. Sedangkan pada keadaan gelap, proses
hiperpolarisasi akan terjadi pada on-center dan proses depolarisasi akan
terjadi pada sel off-center.
9) Pada keadaan gelap hiperpolarisasi on-center tidak akan menimbulkan
adanya potensial aksi di ganglion dan depolarisasi pada off-center akan
menimbulkan potensial aksi di sel ganglion. Pada keadaan terang,
hiperpolarisasi di off-center tidak akan menimbulkan potensial aksi di
ganglion dan depolarisasi on-center akan menimbulkan potensial aksi di on-
center.
10) Terjadi perambatan korteks penglihatan
11) Medan reseptif fotoreseptor akan merasakan sesuai rangsangan cahaya
(gelap/terang)

6. Adaptasi Gelap Terang


 Terdapat lebih banyak sel batang daripada sel kerucut pada retina, perbandingan
20:1
 Sel batang lebih peka terhadap cahaya, sedangkan sel kerucut hanya teraktivasi
jika terdapat cahaya
 Apabila seseorang berpindah dari tempat gelap ke tempat yang terang, sensitivitas
visualnya akan menurun karena rhodopsin lambat dalam regenerasi
 Hal sebaliknya terjadi ketika seseorang berpindah dari tempat yang terang ke
gelap, di mana sistem visual berangsur-angsur meningkatkan sensitivitasnya.
7. Jaras Penglihatan
1) Cahaya masuk melalui media refraksi yaitu kornea kemudia menuju pupil
kemudian menuju ke media refraksi lensa yang akomodasinya diatur
berdasarkan jarak benda agar jatuh tepat di retina
2) Cahaya jatuh pada retina tepatnya di fovea centralis dan macula dimana
bayang merupakan paling jelas
3) Selanjutnya akan masuk ke nervus opticus, tetapi sebelum memasukinya,
sinyal diproses terlebih dahulu melalui berbagai neuron yang terdapat pada
lapisan retina (sel horizontal, sel bipolar, dan sel amakrin).
4) Setelah melalui nervus opticus, sinyal kemudian sebagian bersilang di kiasma
optikum dan melanjutkan ke traktur optikus
5) Neuron kemudia berterminasi di nucleus geniculatum dari thalamus, lalu
bersinaos dengan optic radiations
6) Setelah itu akan divisualkan oleh lobus occipital korteks serebrii (area 17) yang
memiliki 3 sistem yaitu mencerna bentuk objek, system untuk mencerna warna
objek

REFERENSI
 Sherwood’s Introduction to Human Physocolofy 8th Ed
 Ilmu Penyakit Mata UI Edisi Kelima
 Vaughan & Ashbury Oftamologi Umum Edisi 17
BASIC SCIENCE
TELINGA

A. DEFINISI
Telinga merupakan organ pada manusia yang berfungsi sebagai fungsi pendengaran
dan pengatur keseimbangan.

B. ANATOMI TELINGA
Telinga memiliki tiga bagian utama yaitu :
1. Auris eksterna atau telingan luar
2. Auris media atau telinga tengah
3. Auris interna atau telinga dalam
1. AURIS EKSTERNA
Merupakan bagian telinga yang terletak paling luar dan terdiri atas pinna auricular,
meatus akustikus externus, dan membran tympani.
 Pinna Auricula
Merupakan lempeng tidak teratur berbentuk corong yang tersusun atas tulang rawan
yang tertutup kulit. Pinna auricular terletak di sisi regio capitis dan berfungsi dalam
mengumpulkan dan menangkap suara.
Musculi Inervasi Vaskularisasi
 M. intrisnik yang  Bagian superfisial  A. Carotis externa yang
berjalan di antara dipersarafi oleh N. menyuplai A.
cartilage auricular dan Auricularis magnus, N. auricularis posterior
berfungsi mengubah Occipitalis minor, dan N.  A. Temporalis
bentuk auricular. Terdiri auriculotemporalis superficial yang
atas M. Tragicus, M. (cabang N. Mandibularis menyuplai cabang A.
Antitragicus, M. Helicis [V3]) auricularis anterior
mayor, M. Helicis minor,  Bagian lebih dalam
M. Oblicus auricular, dipersarafi oleh N. Vagus
dan M. Tranversus [X] dan N. Facialis [VII]
auriculae
 M. ekstrinsik yang
berjalan dari cranium
dan berfungsi
memposisikan auricular.
Terdiri atas M.
auriculares anterior,
posterior, dan superior.

 Meatus akustikus externus


Merupakan saluran yang menghubungkan
pinna auricular dengan membran tympani dan
berfungsi dalam menyalurkan gelombang
suara dan melindungi bagian dalam telinga
dengan rambut penyaring dan sekret tertentu,
salah satunya yaitu serumen (earwax) yang
diproduksi oleh kelenjar keringat yang telah
dimodifikasi. 1/3 proksimal saluran tersebut dibentuk oleh tulang rawan dan 2/3
distal dibentuk oleh tulang dari Os. Temporal dan tertutup oleh kulit.

Vaskularisasi Inervasi
A. tubarius  Sensorium utama : N.
auriculotemporalis dan cabang N.
Vagus [X]
 Sensorium kecil : cabang N. Facialis
[VII]
 Membran tympani
Berfungsi dalam menangkap gelombang suara dan menggetarkan Ossicula Auditus
(tulang pendengaran) serta sebagai pemisah Meatus akustikus externus dan
Auricularis media.
Pada anteroinferior membran tympani terdapat refleksi cahaya terang yang di sebut
conus cahaya dan dapat dilihat dengan otoskop.

Vaskularisasi Inervasi
A. Tympanica posterior & anterior  Sensorium kulit / permukaan luar : N.
auriculotemporalis, cabang N. Facialis
[VII], dan N. Glossopharyngeus [IX]
 Sensorium membran mukosa : N.
Glossopharyngeus [IX]

2. AURIS MEDIA
Auris Media merupakan bagian telinga berupa ruangan yang dilapisi membran
mukosa di dalam Os. Temporal dan dibatasi oleh membran tympani dan dinding
auris interna. Ruangan auris media terbagi menjadi dua, yaitu :
 Reccesus epitympanicus, yang terletak di superior
 Cavitas tympanica, yang terletak di sebelah membran tympani dan berisi Ossicula
auditus (Malleus, Incus, dan Stapes) serta menghubungkan tuba auditiva (saluran
eustachius)
1) Ossicula auditus
- Malleus, melekat pada membran
tympani dan bersendi dengan incus
- Incus, dilekatkan oleh ligamentum
pada dinding auris media dan
bersendi dengan malleus dan stapes
- Stapes, melekat pada fenestra
vestibuli dan bersendi dengan incus

Musculi Fungsi Inervasi


M. tensor tympani Menarik manubrium mallei ke Cabang N. Mandibularis
medial sehingga membran tympani [V3]
menegang
M. Stapedius Menarik stapes ke posterior untuk Cabang N. Facialis [VII]
mencegah getaran berlebih

2) Tuba auditiva
Merupakan penghubung antara auris media dengan nasofaring dan
menyamakan tekanan pada kedua sisi membran tympani.

Vaskularisasi Inervasi
A. Pharyngea ascenden N. tympanicus (cabang N.
A. Maxillaris Glossopharyngeus [IX])

3. AURIS INTERNA
Auris Interna merupakan bagian telinga yang berfungsi dalam mengubah pesan suara
menjadi impuls saraf dan mengatur keseimbangan. Auris Interna tersusun atas labirin
osseus dan labirin membranaceus.

Komponen labirin Struktur


Komponen labirin
membranaceus dengan
osseus (mengandung Fungsi
(mengandung reseptor
perilimfe)
endolimfe) sensoris
Vestibulum Dua sakus (Utrikulus & Makula Mendeteksi
sakulus) gerakan linear
dan posisi statis
kepala
Tiga Kanalis Tiga Ductus Krista ampularis Mendeteksi
semisirkularis (anterior, semisirkularis (anterior, gerakan rotasi
posterior, dan lateral) posterior, dan lateral) kepala
Koklea (terdiri atas skala Duktus koklear (skala Badan corti Mengubah
vestibuli & skala media) suara menjadi
timpani), memiliki : impuls syaraf
 Fenestra vestibuli
(menghubungkan
stapes)
 Fenestra cochlea
(meredakan tekanan
di koklea, di bawah
Fenestra vestibuli)
 Helikotrema
(pertemuan skala
vestibuli & skala
timpani)

Vaskularisasi Inervasi
Labirin osseus  A. tympanica anterior, A. N. Vestibulocochlearis [VIII] dapat
sytolomastoidea, A. meningea media dibagi menjadi :
Labirin membranaceus  A. labyrinthi  N. Vestibularis untuk keseimbangan
 N. Cochlearis untuk pendengaran

C. EMBRIOLOGI TELINGA
1. Auris eksterna
 Pinna Auricular  dibentuk dari enam tonjolan mesenkim (auricular hillocks) di
sepanjang arkus faring pertama dan kedua yang kemudian akan menyatu
 Meatus Akustikus Externus  dibentuk dari bagian dorsal celah faring pertama
 Membran Tympani  dibentuk dari lapisan ectoderm meatus akustikus, lapisan
endoderm cavitas tympanica, dan lapisan intermediate jaringan ikat. Pada bulan ke-
3, sel epitel pada ujung dalam meatus akustikus berproliferasi membentuk
sumbatan. Pada bulan ke-7, sumbatan luruh dan membentuk membran tympani
2. Auris media
 Cavitas tympanica dan tuba auditiva  dibentuk dari lapisan endoderm pada
kantung faring pertama. Bagian distal meluas membentuk cavitas tympanica dan
bagian lateral tetap menyempit membentuk tuba auditiva
 Ossicula auditus  malleus dan incus dibentuk dari kartilago arkus faring
pertama, sedangkan incus dibentuk dari kartilago arkus faring kedua

3. Auris interna
 Berasal dari vesikula auditus yang berkembang pada minggu ke-4 dari lapisan
ectoderm dan membentuk dua komponen, ventral dan dorsal
 Komponen ventral membentuk sakulus dan koklea
 Komponen dorsal membentuk utrikulus dan kanalis semisirkularis

D. HISTOLOGI
1. AURIS EKSTERNA

Bagian Penyusun
Pinna auricular Terdiri atas tulang rawan elastin yang terbungkus oleh
lapisan kulit
Meatus akustikus externus Dilapisi oleh epitel berlapis gepeng yang memiliki folikel
rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar seruminosa
(modifikasi kelenjar apokrin). Kelenjar seruminosa dapat
menghasilkan serum yang dapat berfungsi sebagai protektif
dan antimikroba.
Dindingnya ditunjang oleh 1/3 tulang rawan dan 2/3 tulang
dari Os. Temporal.
Membran Tympani Lembaran tipis yang terdiri atas jaringan ikat fibroelastis
yang dilapisi epidermis dan di dalamnya terdapat epitel
kuboid selapis mukosa

2. AURIS MEDIA

Bagian Penyusun
Ossicula auditiva Tulang sejati yang diartikulasi oleh sendi synovial
(malleus, incus, stapes) Diinsersi oleh M. tensor tympani dan M. Stapedius yang
berfungsi membatasi gerak tulang melindungi fenestra
vestibuli dan telinga dari suara yang terlalu keras
Tuba auditiva Epitel bertingkat silindris bersilia
Dinding auris media Epitel selapis kuboid

3. AURIS INTERNA
- Perilimfe  merupakan cairan pada labirin osseus yang berisi cairan mirip ekstrasel
- Endolimfe  merupakan cairan pada labirin membranacues yang berisi cairan
mirip intrasel dan mengandung banyak K+ dan sedikit Na+
- Seluruh labirin osseus dilapisi oleh periosteum dan di dalamnya terdapat labirin
membranaceus

1) Vestibulum (Utrikulus & sakulus)


 Utrikulus dan sakulus terletak di
dalam vestibulum
 Utrikulus dan sakulus saling
terhubung dan dilapisi epitel selapis
gepeng
 Di dalamnya terdapat dinding makula
yang terdiri atas sel penyokong dan sel rambut (mekanoreseptor) yang
memiliki stereosilia yang kaku dan kinosilia yang halus dan saling dihubungkan
oleh serabut tip link
 Di atas dinding makula ada lapisan otolith yang terdiri atas lapisan gelatin,
CaCO3, dan otolit

2) Kanalis dan Ductus Semisirkularis


 Duktus semisirkularis terletak di dalam kanalis semirkularis
 Tiap ujung duktus semisirkularis
mempunyai ampula yang di dalamnya
melebar dan memiliki sel penyokong dan
sel rambut yang sama seperti pada
dinding makula yang disebut krista
ampularis
 Di atas krista ampularis ada lapisan
kupula yang terdiri atas lapisan gelatin dan CaCO3 yang berbentuk seperti kubah
3) Duktus Koklearis
 Di dalam koklea terdapat ruangan yang disebut skala vestibuli (di atas) dan skala
timpani (di bawah), keduanya mengandung perilimfe
 Di antara skala vestibuli dan skala timpani terdapat ruangan yang disebut Duktus
koklearis atau skala media dan mengandung endolimfe
 Antara skala media dan skala timpani terdapat struktur berupa bada corti yang di
dalamnya terdapat sel penyokong dan sel rambut (terdapat stereosilia) yang
terdiri atas sel rambut luar dan sel rambut dalam
 Antara skala vestibuli dan skala media terdapat pemisah berupa membran
reissner
 Antara skala timpani dan badan corti terdapat pemisah berupa membran basilar
 Antara skala media dan badan corti terdapat pemisah berupa membran tektoria
yang juga menempelnya stereosilia

E. FISIOLOGI
1. Fisiologi Pendengaran
1) Pinna auricular mengumpulkan dan memusatkan gelombang suara agar masuk
ke dalam Meatus akustikus externus.
2) Gelombang suara menggetarkan membran tympani dan kemudian
menggetarkan Ossicus auditiva (malleus, incus dan stapes)
3) Ossicus auditiva kemudian akan mengubah getaran suara di udara menjadi
getaran di cairan dengan menggetarkan fenestra vestibule
4) Ossicus auditiva juga membuat tekanan pada getaran menjadi lebih kuat karena
adanya perbedaan luas permukaan pada membran tympani yang besar dengan
stapes yang lebih kecil
5) Fenestra vestibuli yang bergetar kemudian akan membuat cairan perilimfe
pada skala vestibuli bergetar ke depan
6) Getaran tersebut berangsur akan berpindah dari skala vestibuli ke skala timpani
melewati skala media dan membran basilar sehingga mengakibatkan membran
basilar melengkung
7) Ketika membran basilar melengkung ke atas, stereosilia yang paling tinggi dan
melekat di membran tektoria akan menarik serabut tip link dan membuatnya
menegang
8) Serabut tip link yang menegang akan membuka kanal – kanal ion
9) Ion K+ dalam jumlah besar di endolimfe kemudian masuk dan membuat sel
rambut depolarisasi
10) Depolarisasi membuat kanal Ca+ terbuka sehingga ion masuk dan
neurotransmitter keluar
11) Neurotransmitter kemudian akan menyebabkan potensial aksi di neuron –
neuron afferen dan menimbulkan impuls
12) Impuls kemudian dibawa oleh N. Cochlearis menuju medulla oblongata, dan
kemudian di kirim ke lobus temporalis di otak untuk diinterpretasi

2. Fisiologi Keseimbangan
 Deteksi gerakan vertical dan horizontal (sakulus dan utrikulus)
1) Ketika terdapatkan gerakan elevasi atau depresi yang melibatkan kepala,
misalkan dimiringkan ke bawah, membran otolith akan ikut terdorong ke
bawah karena pengaruh gravitasi
2) Ketika dimiringkan ke depan atau belakang, Sakulus yang akan menimbulkan
impuls
3) Ketika dimiringkan ke kanan atau kiri, utrikulus yang akan menimbulkan
impuls
4) Ketika membran otolith terdorong, kinosilia yang sifatnya halus akan ikut
terdorong dan menarik serabut tip link pada stereosilia yang sifatnya lebih kaku
dan membuatnya menegang
5) Serabut tip link yang menegang akan membuka kanal – kanal ion
6) Ion K+ dalam jumlah besar di endolimfe kemudian masuk dan membuat sel
rambut depolarisasi
7) Depolarisasi membuat kanal Ca+ terbuka sehingga ion masuk dan
neurotransmitter keluar
8) Neurotransmitter kemudian akan menyebabkan potensial aksi di neuron –
neuron afferen dan menimbulkan impuls
9) Impuls kemudian dibawa oleh N. Vestibularis menuju medulla oblongata, dan
kemudian di kirim ke cerebellum (otak kecil) untuk diinterpretasi

 Deteksi gerakan rotasi (kanalis semisirkularis)


1) Ketika terdapat gerakan rotasi yang melibatkan kepala, misalkan menengok ke
kanan, kanalis semisirkularis juga akan bergerak searah gerakan kepala
2) Akan tetapi endolimfe yang tidak melekat pada kanalis semisirkularis akan
mengalami inersia (kecenderungan benda untuk mempertahankan posisinya)
sehingga endolimfe bergerak ke arah berlawanan dan menekuk kupula ke arah
kiri
3) Namun ketika kepala terus berputar dengan kecepatan tetap, endolimfe
kemudian akan mengikuti searah gerakan kepala dan menekuk kupula ke
kanan
4) Ketika kupula kanan tertekuk, kinosilia yang sifatnya halus akan ikut
terdorong dan menarik serabut tip link pada stereosilia yang sifatnya lebih
kaku dan membuatnya menegang
5) tip link yang menegang akan membuka kanal – kanal ion
6) Ion K+ dalam jumlah besar di endolimfe kemudian masuk dan membuat sel
rambut depolarisasi
7) Depolarisasi membuat kanal Ca+ terbuka sehingga ion masuk dan
neurotransmitter keluar
8) kemudian akan menyebabkan potensial aksi di neuron – neuron afferen dan
menimbulkan impuls
9) Impuls kemudian dibawa oleh N. Vestibularis menuju medulla oblongata, dan
kemudian di kirim ke cerebellum (otak kecil) untuk diinterpretasi
BASIC SCIENCE
HIDUNG
A. DEFINISI
Hidung adalah struktur khusus pada wajah yang berperan sebagai organ penghidu dan
sebagai alat pernapasan.

B. EMBRIOLOGI HIDUNG
Minggu ke-4

Terbentuk tonjolan wajah dari jaringan mesenkim (lapisan ektoderm) membentuk


prominensia frontalis dan menebal sisi kanan dan kirinya menjadi plakoda nasalis
(olfaktorius)

Minggu ke-5

Plakoda nasalis berinvaginasi menjadi fovea nasalis

Minggu ke-6

Rongga hidung primitif dipisahkan dari rongga mulut melalui membrana oronasalis

Minggu ke-7

Rongga hidung primitif yang terhubung dengan rongga mulut

Minggu ke-9

Pemisahan rongga mulut dan hidung definitif melalui palatum primer dan sekunder.

Terbentuk koana definitif yang terletak di taut rongga mulut dan faring serta
terbentuknya konka
C. ANATOMI HIDUNG
1. Nasus eksternus
Dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit
 Tulang: os nasal, prosesus frontalis os maksila, dan prosesus nasalis os frontal
 Tulang rawan: sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago
nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor), dan tepi anterior kartilago septum

2. Batas-batas cavitas nasi


 Sinistra dan dextra: Septum nasi
 Inferior: cavitas oris  palatum durum
 Superior: cavitas cranii  os frontal, os ethmoidale, os sphenoidale
 Lateral: Orbita dan sinus maxillaris
 Nares anterior: lubang masuk cavum nasi bagian depan
 Nares posterior (koana): lubang belakang yang menghubungkan cavum nasi
dengan nasofaring

3. Regio nasi
 Vestibulum nasi
Perluasan kecil ruangan tepat di bagian
dalam nares yang dibatasi oleh kulit,
berisi folikel rambut dan adneksa kulit
lainnya
 Respiratoria
Bagian penghidu, punya banyak suplai
neurovaskular dan dibatasi oleh epitel
respiratorik
 Olfaktoria
Kecil, berada di apex tiap cavitas nasi.
dibatasi oleh epitel olfaktorius yang berisi reseptor olfaktorium

4. Dinding penyusun nasi


1) Dinding lateral
 Konka
- Konka inferior : terbesar, letaknya paling bawah. Melekat pada os maksila dan
labirin etmoid
- Konka media: lebih kecil, di tengah. Bagian dari labirin etmoid
- Konka superior: lebih kecil lagi, di atas. Bagian dari labirin etmoid
- Konka suprema: terkecil, namun jarang ditemukan. Bagian dari labirin etmoid
 Meatus
- Meatus inferior: diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding
lateral rongga hidung. Terdapat muara duktus nasolakrimalis
- Meatus medius: diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung.
Terdapat muara sinus frontal, sinus maksila, dan sinus etmoid anterior
- Meatus superior: diantara konka superior dan konka media. Terdapat muara
sinus sfenoid
 Kompleks osteomeatal (KOM)
Sebagai kompleks tempat muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal
dan sinus etmoid anterior. Dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea.
Struktur yang membentuk KOM:
- Prosesus unsinatus
- Infundibulum etmoid
- Hiatus semilunaris
- Bula etmoid
- Agger nasi
- Resesus frontal

2) Dinding medial
Cavum nasi sinistra dan
dekstra dipisahkan oleh
septum nasi. Septum nasi
dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan, dimana pada
tulang dilapisi periosteum
dan pada tulang rawan
dilapisi perikondrium.
Diluarnya dilapisi mukosa
hidung

 Tulang: lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila,


krista nasalis os palatina
 Tulang rawan: kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela

3) Dinding superior
 Atau atap hidung, sangat sempit, dibentuk oleh lamina kribriformis yang
memisahkan rongga terngkorak dari tulang hidung
 Lamina kribriformis (kribrosa=saringan) berlubang-lubang tempat masuknya
serabut serabut saraf olfaktorius. Juga merupakan lempeng tulang yang berasal
dari os etmoid
 Bagian posterior atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid

4) Dinding inferior
Dasar cavitas nasi yang dibentuk oleh os maksila dan os palatum.

5. Vaskularisasi
Jalan masuk pembuluh darah dan syaraf:
• Lamina cribrosa
• Foramen sphenopalatinum
• Foramen kecil pada dinding lateral
• Canalis incisivus
Arcus Aorta

truncus
brachiocephalicus

A. facialis
A. carotis interna A. carotis eksterna

arteria
ramus
labialis
lateralis nasi
superior
A. oftalmika A.A.maksilaris
maksilaris

di anterior di tepi nasus


arteria septi nasi eksternus
arteria
palatina
arteria arteria sphenopalatina
mayor
ethmoidalis ethmoidalis
anterior posterior di dinding di anterior
lateral cavitas septum nasi
nasi dan dan dasar nasi
di atas dinding bagian
di bagian posterior
medial dan
superior
lateral bagian
anterior
posterior

ARTERI

- Arteri sphenopalatina, pembuluh darah terbesar yang menyuplai cavitas nasi


menuju dinding lateral
- Arteri palatina major, dari cavitas oris inferior melalui canalis incisivus ke anterior
dari dasar cavitas nasi. Menyuplai dinding medial regio anterior
- Arteri labialis superior dan ramus lateralis nasi , berasal dari arteria facialis

A. Labialis Superior suplai labium dan bercabang, suplai nasus dan cavitas nasi

A. Ramus Lateralis nasisuplai darah nasus eksternus

 Arteria ethmoidalis anterior dan posterior, dari arteri ophthalmica yang berasal
dari cavitas cranii.

A. ethmoidalis posterior berjalan turun melalui lamina cribrosa, mempunyai


cabang ke bagian atas dinding medial dan lateral

A. ethmoidalis anterior berjalan ke depan, dengan nervus ethmoidalis anterior.


 Pleksus kiesselbach (little’s area)
Letaknya superficial, mudah cedera oleh trauma (rentan terjadi epistaksis anterior)
Tersusun dari A. palatina major, A. sphenopalatina, A. labialis superior, A. ethmoidalis
anterior
 Woodruff’s area
Letaknya di belakang sering terjadi epistaksis posterior. Tersusun dari A.
sphenopalatina, dan A. ethmoidalis posterior

DRAINASE VENA

Vena yang mengaliri cavitas nasi secara umum mengikuti arterinya

 Arteri maksilaris bermuara ke dalam plexus venosus pterygoideus di dalam fossa


infratemporalis
 Vena dari anterior cavitas nasi bergabung dengan vea facialis

6. Inervasi

 Nervus olfaktorius (N I)
untuk penghidu
 Nervus trigeminus (N V)
- Cabang I (N. Ophthalmicus):

o n. Ethmoidalis anterior bercabang ke dinding lateral dan medial 

o permukaan bawah os nasale  cartilago lateralis  berakhir di ramus nasalis


eksternus
o Menyuplai kulit sekitar nares, vestibulum nasi, dan puncak nasus eksternus.
Juga pada cellulae ethmoidalis

- Cabang II (N. Maksilaris)

o Rami/nervi nasalis posterior superior lateralis suplai concha media

o Rami/nervi nasalis posterior inferior lateralisconcha inferior dan dasar nasi

o Nervus nasopalatinus  suplai mukosa oris

D. HISTOLOGI
1. Kulit Luar Hidung
Tersusun atas lapisan sel epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, terdapat
rambut halus, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
2. Cavitas Nasi
 Vestibulum
Tersusun atas epitel respiratorik (epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet).
Kulit hidung memasuki nares yang berlanjut ke dalam vestibulum dan memiliki
kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan vibrisa (rambut hidung)

EPITEL RESPIRATORIK
Penyusun:
1) Sel silindris bersilia
Pada setiap sel memiliki +- 300 silia pada permukaan apikalnya
2) Sel goblet mukosa
Terisi di bagian apikal dengan granula glikoprotein musin
3) Sel sikat (brush cells)
Tipe sel silindris yang jarang ditemukan. Permukaan apikal kecil, memiliki
banyak mikrovili pendek dan tumpul
4) Sel granul kecil
Sulit ditemukan pada sediaan. Memiliki granul padat berdiameter 100-300 nm
5) Sel basal
Bulat kecil pada membran basal tetapi tidak meluas sampai permukaan lumen
epitel.
 Fossa Nasal
Dari dinding lateral, terdapat 3 tonjolan concha. Concha media dan inferior dilapisi
oleh epitel respiratorik; concha superior ditutupi epitel penghidu khusus (epitel
olfaktorius)

EPITEL OLFAKTORIUS
Penyusun:

- Di dalam epitel olfaktorius terdapat kemoreseptor olfaktorius yang terletak di


regio khusus pada membran mukosa concha superior yang terletak diatap rongga
hidung

- Epitel penyusun: epitel bertingkat silindris

- Fungsi: untuk merasakan bau

Terdiri atas 3 lapisan:

1) Sel basal (B)


Kecil, sferis (kerucut) dan membentuk suatu
lapisan di lamina basal
2) Sel penyokong (S)
- Berbentuk kolumnar dengan apex
silindris dan dasar yang lebih sempit
- Terdapat mikrovili (C) di permukaan
bebasnya
- Memiliki banyak kanal ion untuk
memelihara lingkungan mikro yang
kondusif untuk fungsi penghidu dan
sekresi mukus (M)
3) Neuron olfaktorius
- Neuron olfaktori bipolar (ON) yang berada di seluruh epitel ini
- Terletak diantara sel penyokong dan sel basal
- Di lapisan ini terdapat kemoreseptor membran yang berespon thd zat pembau
dengan menimbulkan potensial aksi

E. FISIOLOGI
1. Mekanisme Penghidu
Berbeda dari sel kerucut pada mata, pada hidung mengandung 5 juta reseptor olfaktorius
dengan 1000 tipe berbeda. Setiap reseptor berespon terhadap satu komponen suatu bau,
bukan terhadap molekul odoran keseluruhan.
Syarat Menghidu:
- Suatu bahan harus cukup mudah menguap sehingga sebagian molekulnya dapat
masuk ke hidung melalui udara inspirasi
- Cukup larut air sehingga dapat masuk ke lapisan mukus yang menutupi mukosa
olfaktorius
- Sedikit larut dalam lemak karena diduga bagian pada silium itu sendiri merupakan
penghalang yang lemah terhadap bau yang tidak larut dalam lemak
udara masuk ke
mukus dan vibrisae
udara disertai rongga hidung;
pada vestibulum partikel odoran
odoran masuk konka inferior,
menyaring partikel menyebar di dalam
melalui nares dan media, dan superior
yang masuk mukus
vestibulum untuk dihangatkan
bersama udara
dan dilembabkan

difusi ke mukosa memicu kaskade


dideteksi oleh satu mengaktifkan
olfaktorius dan reaksi dependen-
dari ribuan reseptor protein G (second
berikatan dengan cAMP (ATP
dan berikatan messenger)
silia menjadi cAMP)

kanal ion Na+


peningkatan terbentuk potensial
terbuka dan Na+ terjadi depolarisasi
potensial listrik aksi di serat aferen
masuk

serat aferen
berjalan melewati bersinaps di bulbus diteruskan dan impuls diteruskan
lempeng olfaktorius, berakhir di sel ke traktus
krimbiformis tepatnya di mitral olfaktorius
glomerulus

Dari traktus olfaktorius, impuls akan diteruskan melalui dua jalur:

1) Sistem limbik: respon perilaku terhadap bau (menahan nafas, menjilat bibir, salivasi,
orientasi arah)
2) Talamus ke korteks serebri: kesadaran akan sensasi untuk menganalisis bau

Meskipun sistem olfaktorius sensitif dan memiliki kemampuan diskriminasi tinggi,


sistem ini juga cepat beradaptasi. Sensitivitas
terhadap bau cepat berkurang setelah periode
pajanan yang singkat terhadap bau tersebut
meski sumber bau masih ada.

Di mukosa penghidu terdapat enzim


“pemakan bau” yang membersihkan molekul-
molekul odoran sehingga tidak terus menerus
merangsang reseptor penghidu. Secara kimiawi
sangat mirip dengan enzim detoksifikasi pada
hati.
2. Mekanisme Pernapasan
Setelah udara memasuki rongga hidung, udara akan diteruskan ke nasofaring melalui
koana.

REFERENSI

 Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
 Mescher, A.L. 2013. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. United States: Mc Graw-
Hill Education Lange
 Drake, dkk. 2014. Gray’s Basic Anatomy International Edition. Canada: Elsevier
 Sherwood, Lauralee. 2013. Introduction to Human Physiology 8th edition. China:
Brooks/Cole cengage learning
BASIC SCIENCE

SINUS PARANASALIS

A. DEFINISI
Rongga-rongga udara yang dilapisi mukosa pada tulang-tulang tengkorak dan
berhubungan dengan rongga hidung; meliputi sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus
maxillares, sinus sphenoidales.

B. EMBRIOLOGI
- Berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung
- Dimulai dari fetus 3-4 bulan (kecuali sinus frontal dan sphenoidal)
- Sinus maxilla dan ethmoid sudah ada sejak lahir
- Sinus frontal berkembang dari sinus ethmoid anterior pada anak usia +- 8th
- Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai dari usia 8-10th dari bagian posterosuperior
rongga hidung

C. ANATOMI
1. Sinus Maxilla
6) Sinus paranasal terbesar
7) Volume: ketika bayi 6-8 ml, dewasa 15 ml
8) Bentuk seperti piramida/segitiga/ceret
9) Batas:
o Anterior: permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina
o Posterior: permukaan infra-temporal maksila
o Medial: dinding lateral rongga hidung
o Superior: dasar orbita
o Inferior: prosesus alveolaris dan 7palatum
- Perlu diperhatikan:
Dasar sinus sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, premolar dan molar,
sehingga infeksi gigi mudah naik ke atas dan menyebabkan sinusitis
- Ostium atau lubang keluar sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus,
sehingga drainase hanya tergantung gerak silia
- Vaskularisasi: A. Maksila interna, A. sphenopalatina, A. Palatina major, A.
Alveolaris anterior-posterior
- Inervasi: Nervus alveolares anterior superior

2. Sinus Frontalis
- Terletak di os frontal
- Terbentuk sejak fetus bulan keempat
- Berkembang di usia 8-20 tahun
- Kanan kiri biasanya tidak simetris. Bentuk tidak beraturan, bersekat, dan berlekuk-
lekuk (bila terjadi sinus, sekat tidak terlihat di rontgen)
- Ukuran: tinggi 2,8cm; lebar 2,4 cm; dalam 2 cm
- Batas: dipisahkan oleh orbita dan fossa serebri anterior
- Berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal yang berhubungan
dengan infundibulum etmoid
- Vaskularisasi: A. ethmoidalis anterior
- Inervasi: Nervus ethmoidalis anterior

3. Sinus Ethmoid
- Ukuran: anterior ke posterior 4-5 cm; T: 2,4 cm; l anterior 0,5 cm; l posterior 1,5 cm
- Bentuk seperti piramid dengan dasaranya di bagian posterior. Berongga-rongga,
terdiri dari sel-sel menyerupai sarang tawon di dalam massa bagian lateral os
ethmoid terletak antara konka media dan dinding medial orbita
- Sinus ethmoid anterior bermuara di meatus medius, selnya kecil-kecil dan banyak.
Letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media
dengan dinding lateral (lamina basalis)
- Sinus ethmoid posterior bermuara di meatus superior, selnya lebih besar dan sedikit
jumlahnya. Terletak di posterior dari lamina basalis.
- Batas:
o Anterior: resesus frontal dan infundibulum
o Superior: fovea ethmoidalis dan lamina cribrosa
o Lateral: lamina papirasea dan rongga orbital
o Posterior: sinus sphenoid
- Vaskularisasi: a. Ethmoidalis
- Inervasi: nervus ethmoidalis posterior cabang nervus ophthalmica

4. Sinus Sphenoid
- Terletak dalam os sfenoid dan di belakang sinus ethmoid posterior
- Dibagi oleg sekat septum intersfenoid
- Ukuran: tinggi 2 cm; dalam 2,3 cm; 1,7 cm
- Volume 5 - 7,5 ml
- Batas:
o Superior: fossa serebri media dan kelenjar hipofisis
o Inferior: atap nasofaring
o Lateral: sinus kavernosus dan arteri karotis interna
o Posterior: fossa serebri posterior di daerah pons
- Vaskularisasi: arteri ethmoidalis posterior
- Inervasi: nervus ethmoidalis posterior cabang nervus ophthalmica

5. Sistem Mukosiliar
- Terdapat mukosa bersilia dan palut (selimut) lendir di atasnya. Silia bergerak teratur
mengalirkan lendir menuju ostium atau jalan keluarnya dengan pola tertentu:
- Lendir dari kelompok sinus anterior (maksila, frontal, etmoid anterior) bergabung di
infundibulum etmoid kemudian dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba
eustachius
- Lendir dari kelompok sinus posterior (sfenoid dan etmoid posterior) bergabung di
resesus sfenoetmoidalis kemudian dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara
tuba. Sehingga, pada sinusitis didapati post nasal drip

D. HISTOLOGI
 Dilapisi epitel respiratorik yang lebih tipis dengan sel goblet
 Lamina propia (jaringan ikat yang melapisi membran mukosa di bawah epitel dan
membran basal) nya mengandung sedikit kelenjar kecil dan menyatu dengan
periosteum di bawahnya

E. FUNGSI
 Pengatur kondisi udara (ruang tambahan untuk memanaskan dan melembapkan udara
yang masuk)
 Penahan suhu: menahan panas untuk melindungi orbita dan fossa serebri
 Membantu keseimbangan kepala: mengurangi berat tulang muka
 Membantu resonansi suara: rongga sinus mempengaruhi kualitas suara
 Peredam perubahan tekanan udara: misal ketika bersin dan membuang ingus
 Membantu produksi mucus: mucus yang dihasilkan keluar melalui meatus medius
REFERENSI
 Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
 Mescher, A.L. 2013. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. United States: Mc Graw-
Hill Education Lange
BASIC SCIENCE
FARING

A. DEFINISI
Faring adalah suatu ruang di mana tempat jalur pernapasan dan jalur pencernaan bertemu.

B. ANATOMI

1. Nasofaring
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah palatum
mole, ke depan adalah rongga hidung (koana) sedangkan ke belakang adalah vertebra
servikal. Di dalam submucosa atap terdapat kumpulan jaringan limfoid yang disebut
tonsilla pharyngea. Terdapat saluran penghubung nasofaring dengan telinga bagian
tengah, yaitu Tuba Eustachius.
2. Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya
adalah tepi atas epiglotis, batas kedepan adalah rongga mulut sedangkan batas
kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah
dinding posterior faring, tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan
posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.
3. Laringofaring
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior ialah
laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra servikal. Struktur
pertama yang tampak di bawah lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua
cengkungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum
glosoepiglotika lateral pada tiap sisi.
Valekula disebut juga “kantong pil” (pill pockets) sebab pada beberapa orang, kadang-
kadang bila menelan pil akan tersangkut di situ. Di bawah valekula terdapat epiglotis.
Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan pada perkembangannya akan lebih melebar,
meskipun kadang – kadang bentuk infantile (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa.
Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya.
Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus
makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esophagus

4. Otot-otot faring
 Otot-otot yang tersusun sirkular: M. konstriktor pharingis superior, media, inferior
yang dipersarafi N. Vagus [X]
 Otot-otot yang tersusun longitudinal: M. Stylopharyngeus dan M.
Salphingopharyngeus

5. Vaskularisasi
Faring mendapat aliran darah utama dari cabang A. karotis eksterna (cabang faring
ascenden dan cabang fausial), serta dari cabang A. Maksila interna, yaitu cabang arteri
palatine superior.

C. EMBRIOLOGI FARING
Pada dasarnya, perkembangan lengkung faring manusia terjadi bersamaan dengan
perkembangan sistem pencernaan. Secara embriologis, perkembangannya dimulai pada
minggu ke-4 pada masa janin, sebagai salah satu cikal bakal sistem pencernaan.
Embriologi dari kepala diawali dari perkembangan mesenkim. Mesenkim
untuk membentuk regio kepala berasal dari mesoderm paraksisal dan mesoderm
lempeng lateral, krista neuralis, dan regio ektoderm yang menebal dan dikenal sebagai
plakoda ektoderm. Mesoderm paraksisal (somit dan somitomer) membentuk dasar
tengkorak dan sebagian regio oksipital, semua otot volunter regio kraniofasial, dermis
dan jaringan ikat bagian dorsal kepala serta meningen sebelah kaudal dari
prosensefalon.
 Mesoderm lempeng lateral membentuk kartilago laring serta jaringan ikat
didaerah ini.
 Sel krista neuralis berasal dari neuro ektoderm regio otak depan, tengah dan
belakang akan bermigrasi ke ventral ke arkus faring dan ke rostral ke daerah
wajah. Sel ini membentuk struktur tulang arkus faring dan wajah
bagiantengah serta jaringan lain di daerah ini yaitu kartilago, tulang, dentin,
tedon,dermis, pia, arakhnoid, neuron sensorik, dan stroma kelenjar.
 Sel plakoda ektoderm bersama dengan sel krista neuralis akan
membentukneuron ganglion sensorik saraf kranial V, VII, IX dan X.

Gambaran paling khas dari pembentukan kepala dan leher dihasilkan oleh arkus faring
atau brankial faring (pharyngeaal arch). Arkus-arkus ini muncul pada minggu ke-4
hingga ke-5 perkembangan dan ikut berperan dalam menghasilkan penampilan
luar embrio. Pada awalnya arkus ini terdiri dari jaringan mesenkim yang dipisahkan oleh
celah yang dikenal dengan celah faring (pharyngealcleft/groove). Secara bersamaan,
terbentuknya arkus dan celah juga diiringi dengan pembentukan kantong faring
(pharyngeal pouch). Kantong ini menembus mesenkim tetapi tidak membentuk hubungan
terbuka dengan celah faring.

Arkus faring tidak hanya membentuk leher, tetai juga berperan penting
dalampembentukan wajah. Pada akhir minggu ke-4, bagian tengah wajah dibentuk oleh
stomodeum dikelilingi oleh pasangan arkus pertama faring. Ketika embrio berusia 6
minggu, dikenali adanya 5 tonjolan mesenkim :

1) Prominensia mandibularis
2) Kaudal dari stomodeum
3) Prominensia maksilaris
4) Lateral dari stomodeum
5) Prominensia frontonasalis

Pembentukan wajah kemudian dilengkapi oleh pembentukan


prominensianasalis. Diferensiasi struktur yang berasal dari kantong, celah, dan arkus
bergantungpada interaksi epitel-mesenkim.

D. HISTOLOGI
Epitel yang melapisi faring adalah epitel respiratorik, yaitu epitel bertingkat silindris
bersilia dengan sel goblet

E. FUNGSI
 Saluran bagi udara yang masuk dalam mekanisme bernapas
 Saluran bagi bolus dan minuman yang masuk setelah ditelan
 Tempat resonansi suara
BASIC SCIENCE
TONSIL

A. DEFINISI
Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfoid di dinding faring. Kebanyakan orang
memiliki 5 tonsil, satu tonsil faringeal (kadang disebut adenoid) terletak pada dinding
superior nasofaring; dua tonsil palatine yang terletak di kanan dan kiri pada posterior
dan inferior dari cavum oris; dan sepasang tonsil lingual terletak didalam epitel mukosa
yang menutupi bagian dasar lidah.

B. EMBRIOLOGI TONSIL
Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong faringeal
kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya
tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial
kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan
kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga, tonsil secara
gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.

C. ANATOMI TONSIL

1. Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-
masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil
tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai
fosa supratonsilar.
2. Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.
3. Tonsil Faringeal
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang
sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur
seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya.
Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal
sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding
belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding
atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba
eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid
akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi
4. Fossa Tonsil
Fossa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot
palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding
luarnya adalah otot konstriktor faring superior (Shnayder, Y, 2008). Berlawanan dengan
dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu
nervus glosofaringeal (Wiatrak BJ, 2005).
5. Sistem Pembuluh Limfe Tonsil
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal
profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M. Sternokleidomastoideus,
selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya
mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen
tidak ada.
6. Vaskularisasi
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu
1) Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan
arteri palatina asenden
2) Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden
3) Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal
4) Arteri faringeal asenden.
7. Persarafan
Tonsil disarafi oleh nervus trigeminus dan glossofaringeus. Nervus trigeminus
mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion sfenopalatina
yaitu nervus palatine. Sedangkan nervus glossofaringeus selain mempersarafi bagian
tonsil, juga dapat mempersarafi lidah bagian belakang dan dinding faring.

D. HISTOLOGI TONSIL
Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau
trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel
germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan
interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai stadium).

E. FISIOLOGI TONSIL
Dalam keadaan normal tonsil membantu mencegah terjadinya infeksi. Tonsil
bertindak seperti filter untuk memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh
melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem imun untuk memproduksi
antibodi untuk melawan infeksi. Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda
asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu
melindungi tubuh, maka akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu
tonsillitis. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun.
FARMAKOLOGI I
MATA

CASE 1 A (KATARAK)

Bedah Katarak:

1. EKEK/ECCE (Ekstrasi Katarak Ekstra Kapsular)


Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
korteks lensa dapat keluar (teknik ini meninggalkan lensa posterior sebagai tempat
peletakkan lensa intraokular) melalui robekan tersebut, kemudian dikeluarkan melalui
insisi 9-10 mm, lensa intraokular (IOL) diletakkan pada kapsul posterior yang telah
ditinggalkan.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan katarak imatur, kelainan endotel,
keratoplasti, implantasi lensa intraokular posterior, kemungkinan dilakukan bedah
glaukoma, dan sitoid makular edema.

2. EKIK/ICCE (Ekstraksi Katarak Intra Kapsular)


Pembedahan de ngan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul (pasien sudah
pasti afakia akibat tidak dapat dilakukan pemasangan lensa tanam). Oleh karena pasien
mengalami afakia, pasien memerlukan pemakaian kacamata dengan kekuatan S +10
Dioptri yang menyerupai kekuatan lensa asli manusia. Pembedahan EKIK Dapat
dilakukan pada Zonula Zinnii yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus.
Pada EKIK tidak akan terjadi katarak sekunder, dilakukan dengan menggunakan
mikroskop dan pemakaian alat khusus. EKIK tidak boleh dilakukan pada pasien kurang
dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular.
Terdapat beberapa kekurangan EKIK, seperti besarnya ukuran irisan yang
mengakibatkan penyembuhan luka yang lama, menginduksi astigmatisma pasca operasi,
cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina.

3. Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menggunakan ultrasonic probe dengan frekuensi tinggi untuk
menghancurkan nucleus, kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm dan kemudian
dimasukkan IOL yang dapat dilipat. Jika menggunakan IOL yang kaku, insisi dapat
dilebarkan menjadi 5 mm.
Tujuan dari teknik operasi ini adalah agar penderita katarak dapat memperoleh tajam
penglihatan terbaik tanpa koreksi dengan cara membuat sayatan sekecil mungkin untuk
mengurangi induksi astigmatisme pasca operasi, komplikasi pasca bedah minimal karena
dilakukan insisi luka yang kecil.
Kelemahan fakoemulsifikasi diantaranya mesin yang mahal, learning curve lebih
lama, dan biaya pembedahan yang tinggi

CASE 1 B (MIOPI)

1. Kacamata
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan diberikan kacamata lensa sferis
negative mulai dari ukuran terkecil yang memberikan ketajaman penglihatam
maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan S-3.0 memberikan tajam
penglihatan 6/6, dan demikian juga diberi S-3.25 tajam penglihatan juga 6/6, maka
sebaiknya diberi lensa koreksi -3.0 (ukuran terkcil) untuk memberikan istirahat pada
mata.
2. LASIK
Kemudian, pasien dapat dirujuk ke dokter spesialis mata jika pasien menginginkan
operasi LASIK.

CASE 2 (KONJUNGTIVITIS BAKTERI)

1. Antibiotik Topikal
Dosis : 2 tetes, 3-4x/hari
 Polimiksin B
Polimiksin B merupakan antimikroba golongan polimiksin yang bekerja dengan
mengikat membran lipopolisakarida pada bakteri serta mengganggu fungsi
pengaturan osmosis oleh membran sitoplasma kuman. Resistensi terhadap antibiotik ini
jarang terjadi.
 Trimethoprim
Trimethoprim menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba yang
memperantarai reduksi dihidrofolat menjadi tetrafolat. Tetrafolat sangat penting untuk
reaksi pemindahan satu atom C pada pembentukan purin dan asam amino, sehingga
sintesis DNA bakteri terganggu.
 Neomisin (0,3-0,5%)
Neomisin merupakan antimikroba golongan aminoglikosida yang bekerja dengan cara
masuk berdifusi melalui kanal air pada membrane luar bakteri, kemudian berikatan
dengan ribososm 30s dan menghambat sintesis protein. Obat ini bersifat bakterisidal
cepat dengan mempengaruhi penghambatan sintesis protein dan menyebabkan salah baca
dalam translasi mRNA.

2. Larutan Saline

Terbuat dari 0,9% NaCl dan 100 mL aquades, larutan saline digunakan untuk
membersihkan sekret pada mata dengan larutan isotonik. Digunakan 2-3 tetes.

CASE 3 (GLAUKOMA)

!!! Prinsip: Menurunkan sekresi Aqueous Humor sehingga terjadi penurunan TIO serta
mempercepat aliran keluar Aqueous Humor (Drainase) !!!

1. Pilokarpin 2%

Dosis : larutan 0,5-6% diteteskan 4x/hari

Pilokarpin merupakan obat golongan parasimtominetik atau obat yang akan menimbulkan
efek mirip dengan rangsangan saraf parasimpatik. Bekerja pada reseptor muskarinik
(M3) yang terdapat pada M. Spchinter iris, kemudian otot tersebut berkontraksi dan
menyebabkan miosis pupil. Efek dari miosis pupil, yaitu iris akan menjauh dari sudut
bilik mata depan dan aliran trabecular menjadi lebih lancar.

2. Asetazolamid

Dosis : umumnya 4 x 125-250 mg/hari

Dewasa : 5-15 mg/KgBB/hari

Anak : 12-25 mg/kg/BB/hari

Asetazolamid, suatu penghambat karbonik anhydrase (enzim yang diproduksi oleh badan
siliaris) yang mampu menekan sekresi ion Na+ (yang akan diikuti oleh air) sehingga akan
terjadi penurunan produksi aqueous humor dengan meningkatkan risiko hypokalemia.

3. Aspar K
Aspar K merupakan obat yang mengandung kalium l-aspatate, secara umum obat ini
bertujuan untuk membantu meningkatkan kadar ion kalium. Aspar K biasa digunakan
untuk mengatasi efek samping asetazolamid

4. Asam Mefenamat

Dosis : 2-3x/hari 250-500 mg

Asam Mefenamat (NSAID) digunakan sebagai analgesik & anti-inflamasi. Asam


mefenamat terikat dengan kuat pada protein plasma, karenanya interaksi terhadap obat
antikoagulan harus diperhatikan.

5. Timolol maleat 0,5%

Dosis : 1 tetes/hari

Timolol maleat merupakan obat yang bertujuan untuk menurunkan tekanan intra ocular
(TIO) pada pasien glaukoma. Obat ini tergolong ke dalam beta blocker yang bekerja
dengan cara menekan secara langsung pada epitel siliaris untuk memblok transport aktif
atau ultrafiltrasi sehingga menurunkan produksi aqueous humor.

FARMAKOLOGI II

TELINGA

CASE 4 (OTITIS EKSTERNA SIRKUMSKRIPTA)

Terapi bergantung pada keadaan furunkel

1) Bila sudah menjadi abses:


 Aspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya.
 Lokal diberikan dalam bentuk salep, seperti polymixin B atau bacitracin, atau
antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alkohol)
2) Bila dinding furunkel tebal:
 Insisi dilanjutkan pemasangan salir (drain) untuk mengalirkan nanahnya.
Prinsip terapi yang ditangkap oleh penulis adalah dengan mengeluarkan pus
karena furunkel berkembang pada suatu daerah membranokartilaginea di mana
hanya ada sedikit ruang untuk ekspansi sehingga menjadi sangat nyeri. Dengan kata
lain, nyeri dapat cukup hebat karena terbatasnya ruangan untuk perluasan edema
pada daerah anatomi ini. Pengeluaran pus diharapkan dapat meredakan nyeri
tersebut.
Biasanya tidak perlu diberikan antibiotik secara sistemik,hanya diberikan obat
sistomatik seperti analgetik dan obat penenang.

Tabel 4-1. Obat-obatan Topikal untuk Terapi Otitis Eksterna

Berikut farmakologi obat-obatan yang diberikan pada penyakit otitis eksterna sirkumskripta

1. Antibiotik Topikal
 Polimiksin B
- Obat ini aktif terhadap berbagai kuman Gram-negatif, khususnya P. aeruginosa.
- Bakterisid.
- Obat tetes telinga mengandung 20.000 unit polimiksin B/mL.
- Mekanisme kerja: merusak membran sel kuman sehingga beberapa zat intraseluler
yang penting lolos keluar dan menyebabkan kematian sel. Obat ini juga mengikat
dan menonaktifkan endotoksin.
 Basitrasin
- Bersifat bakterisid terhadap kuman Gram-positif
- Mekanisme kerja: Menghambat pembentukan dinding sel dengan mengganggu
defosforilasi dalam siklus lipid carrier
- 500 unit basitrasin/g dalam bentuk salep (biasanya dikombinasikan dengan
polimiksin atau neomisin)
- Obat ini hanya digunakan secara topikal karena pada pemberian sistemik bersifat
nefrotoksik.
 Kloramfenikol
- Bentuk Sediaan: Obat tetes telinga 1-5%
- Mekanisme kerja: obat terikat pada ribosom subunit 50s dan menghambat enzim
peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis
protein kuman.
- Umumnya bersifat bakteriostatik.
- Kontraindikasi: neonatus, gangguan hati, serta hipersensitifitas terhadap obat
tersebut.
- Sebaiknya hanya digunakan untuk menobati demam tifoid dan meningtidis oleh H.
influenze. Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan kloramfenikol bila masih ada
antimikroba lain yang lebih aman dan efektif.

2. NSAID (Analgesik Pereda nyeri)


 Asam Mefenamat
- Hambat COX-nonselektif
- Semua obat NSAID bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Diberikan
bila perlu
- Mekanisme Kerja: Menghambat enzim COX sehingga konversi asam arakhidonat
menjad PGG2 terganggu
- Efek samping: dispepsia, diare sampai diare berdarah serta gejala iritasi mukosa
lambung lainnya, eritema kulit, dan bronkokonstriksi
 Ibuprofen
- Hambat COX-nonselektif
- Bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat.
- Mekanisme kerja: Menghambat enzim COX sehingga konversi asam arakhidonat
menjad PGG2 tergangg
- Dosis sebagai analgesik 4x400 mg sehari, tetapi sebaiknya dosis optimal pada tiap
orang ditentukan secara individu.
- Kontraindikasi: ibu hamil dan menyusui.

3. Antiseptik
Adalah zat yang digunakan untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan
mikroorganisme, biasanya merupakan sediaan yang digunakan pada jaringan hidup.
Pengobatan antiseptik dengan asam asetat 2-5% dalam alkohol 2% digunakan selama 2
hari.

FARMAKOLOGI III

HIDUNG

CASE 5 A (RHINITIS ALERGIKA)

1. Konservatif
- Mencegah pajanan terhadap alergen
- Jaga kebersihan dengan salin pencuci nasal (larutan NaCl isotonik)
2. Medikamentosa
Tata Laksana Contoh Obat Keterangan Contoh Gambar
Antihistamin Oral  cetrizine (10  terapi lini I
agonis Histamin H- mg po 1x/hari)  sebagai inhibitor
 fexofenadine kompetitif pada
(120mg reseptor H-1 sel
1x/hari) target. *)
 loratadine (10
*)
kerja histamin pd
mg po 1x/hari)
reseptor H-1: m' ↑
nya tahanan jalan
napas hidung,
menyebabkan
bersin, gatal, dan
rinore.
Dekongestan  pseudoefedrin  dibatasi <5 hari,
Intranasal  oksimetazolin U
/ mencegah R.
0,05% medikamentosa
 fenilepinefrin  diberikan jika
terjadi obstruksi
nasal.
 Hemostatik
Lokal | Vaso-
U
kontiktor: /
menghentikan
perdarahan
kapiler suatu
permukaan

Kortikosteroid **)
 beclomethason Untuk mengurangi
Intransal e 168-336 jumlah sel mastosit
μg/hari pada mukosa
 budesonide 252 hidung, mencegah
μg/hari pengeluaran protein
 fluticasone sitotoksik dari
100-200 μg/hari eosinofil,
 momethasone mengurangi aktifitas

furoate 100-200 limfosit, dan

**) μg/hari mencegah bocornya


imunosupresif &
plasma → epitel
menurunkan
hidung tidak
pelepasan mediator
hiperresponsif
terhadap
rangsangan
alergen.

3. Operatif
Tindakan konkotomi parsial, konkoplasti atau multiple outfractured,inferior turbinoplasty
perlu dipikirkan bila konka inferiorhipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan
cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
4. Imunoterapi
- Dilakukan pada alergi inhalan berat & sudah
berlangsung lama.
- Prosedur ini berupa penyuntikkan alergen
penyebab secara bertahap dengan dosis yang
makin meningkat guna menginduksi toleransi
pada penderita alergen.
- Tujuannya adalah pembentukkan IgG blocking
antibody dan penurunan IgE.
- Injeksi subkutan periodik atau dapat berupa
preparat sublingual

CASE 5 B (EPISTAKSIS ANTERIOR EC. RHINOSINUSITIS


MAKSILARIS DEKSTRA AKUT )

I. EPISTAKSIS
Posisi pasien:
 Duduk, jika keadaan lemah sebaiknya setengah duduk atau berbaring dengan kepala
ditinggikan. Biarkan darah keluar dari hidung agar dapat dimonitor.
 Untuk anak, posisinya duduk dipangku, kepala dipegangi, sementara badan dan tangan
dipeluk.

ALGORITMA PENANGANAN EPISTAKSIS


1. Penatalaksanaan Epistaksis Anterior
1) Bila tidak berhenti dengan sendirinya, dapat dicoba dengan
menekan hidung dari luar selama 10-15 menit. [Metode
Trotter]
2) Bila perdarahan masih berlangsung, pasang tampon
adrenalin. Tampon adrenalin dibuat dengan kassa steril yang
direndam epinefrin 0,5% 1:10.000 + pantokain atau lidokain
2%. Masukan tampon ke dalam kavum nasi sebanyak 1-2 buah
W
biarkan selama 10-15 menit. [Tampon anterior sementara /
vasokontriktor]
3) Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan
dikaustik dengan AgNO3 25-30% + antibiotik
4) Bila perdarahan masih berlangsung, pasang tampon anterior
sebanyak 2-4 buah dengan pelumas (agar tidak mengiritasi
kavum nasi) vaselin atau salep antibiotik (U/ mencegah infeksi)
selama 2x24 jam sembari melakukan pemeriksaan penunjang
untuk mencari penyebab epistaksis. Setelah 2 hari, tampon dikeluarkan untuk mencegah
infeksi hidung. Bila perdarahan belum berhenti, pasang tampon baru.

2. Edukasi Pasien
 Cara memijat hidung yang benar
 Hindari makan makanan yang merangsang bersin (pedas, lada)
 Makan lembut dan dingin
 Bersin dengan mulut terbuka
 Istirahat dengan kepala elevasi
 Jangan buang ingus
 Hindari aktivitas berat
 Tidak boleh mengejan: jika BAB sulit, makan makanan engandung serat
 Hindari faktor resiko, seperti makanan tinggi natrium dan sering mengorek-ngorek
hidung.

3. Upaya Preventif
 Hidung tetap lembab: salep AB/vaselin
 Kuku tetap pendek
 Hentikan rokok
 Kebiasaan buka mulut jika bersin
 Stop obat antikoagulan
 Atasi reaksi inflamasi lokal, alergi

II. RHINOSINUSITIS MAKSILARIS DEKSTRA AKUT

Prinsip penatalaksanaan Rhinosinusitis

 mengatasi infeksi,
 mengurangi edema,
 memperbaiki drainase,
 mencegah komplikasi, serta
 mencegah perubahan akut menjadi kronis.
ALGORITMA PENANGANAN RINOSINUSITIS AKUT

MEDIKAMENTOSA
Gejala <5 hari atau Gejala menetap atau memburuk setelah 5 hari
membaik setelahnya Gejala Sedang Gejala Buruk
1. Dekongestan 1. Steroid Topikal 1. Steroid Topikal
U
- Oral: / meredakan gejala akut.
pseudoefedrin & fenilefrin

atau 2. Antibiotik
- Lini I:
- Topikal: amoksisilin 3x500 mg PO
pseudoefedrin HCl [menghambat pembentukan
mukopeptida yang
2. Kompres hangat pada diperlukan untuk sintesis
wajah dan analgetik (aspirin dinding sel mikroba] atau
dan asetaminofen) contrimoxazol [menghambat
U
/ meringankan gejala. enzim metabolisme asam
folat pada bakteri; bakterisida
+ bakteriostatik]

- Lini II:
Amoksisili-klavulanat 3 x
625 mg PO atau sefalosporin
[menghambat sintesis
dinding sel baktei].

Referensi

 Basic & Clinical Pharmacology 14th Edition.


 Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Kepala & Leher, Edisi 7, FKUI
 Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6, Adam Boies Highler, FKUI
 Farmakologi dan Terapi Edisi 6, FKUI.
 Kapita Selekta Kedokteran Vol. 2, Edisi IV, Media Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai