Anda di halaman 1dari 126

RESUME SKENARIO 1 BLOK 15

Disusun Oleh :
Tutorial B

Gilang Vigorous Akbar Eka Candy 122010101058


Raditya Rangga P 122010101033
Okta Eka Suryani 132010101017
Azmi Falah 132010101027
Dara Karisma Ulia Wardani 132010101032
Kunti Mardiyana 132010101033
Rovian Cahya P. 132010101049
Alief Ilman Zaelany 132010101054
Fath Arina F. 132010101064
Tristira Urvina 132010101067
Tawang Handayani 132010101068
Kiky Martha Ariesaka 132010101080
Annisa Rachmawati 132010101084
Talitha Yuni Amalia 132010101087
Faizah Giftari Fitriana 132010101089
Adina Pupita Dewi Korima 132010101097

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
LEARNING OBJECTIVE
1. Anatomi Mata
2. Histologi Mata
3. Fisiologi Mata
4. Patologi Mata
a. Katarak
b. Aphakia
c. Pseudoaphakia
d. Lens dislocation
e. Hypermetropia
f. Myopia
g. Astigmatisma
h. Presbyopia
i. Anisometropia
j. Amblyopia
k. Diplopia
l. Supresion
m. Night blindness
n. Scotoma
o. Hemainopia, bitempporal and homonymous
p. Loss of vision and blindness
q. Retinal detachment
r. Retina, vessel occlusion or bleeding
s. Degeneration of macula, age depended
t. Diabetic retinopathy
u. Hipertensive retinopathy
v. Chorioretinitis
w. Vitreous haemmorhage
x. Optic disc cupping
y. Papiloedema
z. Optic atrophy
aa. Optic neuropathy
bb. Optic neuritis
5. Farmakologi

2
1. ANATOMI MATA

PALPEBRA
Kelopak mata atau palpebra memiliki fungsi untuk melindungi bola mata serta mengeluarkan kresi
kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak merupakan alat menutup
mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinardan pengeringan
bola mata.
Pada kelopak mata terdapat bagian-bagian :
Kelenjar : kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat, kelenjar zeis pada
pangkal rambut dan kelenjar Meibom pada tarsus.
Otot: M. Orbikuklaris okuli, M. Rioland, M. Levator Palpebra.
Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di
dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.
Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosiss beraal dari rima orbita yang merupakan
pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
Pembuluh darah yang memvaskularisasi adalah a. palpebbra
Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari N. V, sedang kelopak bawah oleh
cabang ke II saraf ke V.
SISTEM LAKRIMAL/APPARATUS LAKRIMAL
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi mulai
pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus
inferior.
Sistem lakrimal terdiri dari 2 bagian :
1. Sistem produksi Glandula lakrimal terletak temporo antero superior rongga orbita.
2. Sistem ekskresi yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal
dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak di bagian depan rongga orbita. Air mata dari
duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.

3
Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membaran yang menuupi sclera dan kelopak mata bagian belakang.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
1. Konjungtiva tarsal yang menutupitarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
2. Konjungtiva bulbi menutupi sclera dan mudah digerakkan dari skelra di bawahnya.
3. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan pertemuan dari
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya
sehingga bola mata mudah bergerak.

Anatomi Bola Mata


Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior 24 mm. Bola mata di bagian depan
(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2
kelengkungan yan berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata.
Merupakan bagian terluar setelah kornea. Kelengkungan kornea lebih besar disbanding sclera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vascular. Jaringan sclera dan uvea dibaasi oleh ruang
yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut
perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk dalam bola
mata. Otot dilator dipersarafi oleh simpatis, sedangkan sfingter iris dan otot siliar dipersarafi
oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk
kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik
mata (akuos humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di
batas kornea dan sclera.
3. Retina merupakan lapis ketiga bola mata yang terletak paling dalam dan mempunyai
susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan membrane neurosensoris yang akan merubah
sinar menjadi rangsangan pada saraf optic.
4
Otot Penggerak Bola Mata

2. HISTOLOGI MATA
Setiap mata tediri atas 3 lapis konsentris :
- Lapisan luar terdiri atas sklera dan kornea
- Lapisan tengah (lapisan vascular atau traktus uveal) terdiri atas koroid, korpus siliar, dan iris
- Lapisan dalam (jaringan saraf) terdiri atas retina

5
SKLERA
Sklera menyusun 5/6 posterior mata yang opak dan berwarna putih. Sklera terdiri atas jaringan
ikat padat yang liat, terutama terdiri atas berkas kolagen pipih yang berjalinan namun tetap
paralel terhadap organ, cukup banyak substansi dasar, dan beberapa fibroblas. Sklera relatif
avaskular.
Permukaan luar sklera (episklera) dihubungkan oleh sebuah sistem longgar serat-serat kolagen
halus yang disebut simpai Tenon. Di antara sklera dan simpai Tenon terdapat ruang Tenon,
ruang longgar inilah yang memungkinkan bola mata dapat bergerak memutar ke segala arah.
Pada bagian posterior bola mata, sklera bagian luar bersambungan dengan duramater dan
arakhnoid, sedangkan sklera bagian dalam berhubungan dengan piamater.
Pada bagian posterior, sklera dilalui oleh sabut-sabut saraf retina yang akan
meninggalkan bola mata menjadi saraf optik (n. Opticus), sehingga sklera menjadi tipis, sabut-
sabut sarafnya bersilangan sehingga terbentuk lubang-lubang seperti saringan yang dilalui
sabut-sabut saraf retina. Lapisan ini disebut lamina kribrosa.
Pada limbus, permukaan dalamnya menonjol disebut taji sklera/ scleral spoor, berjalan
tepat pada sudut kamera okuli anterior sebagai pinggiran yang sirkuler.
Pada lekukan anterior dari taji sklera, terdapat jaringan ikat kendor dan didapatkan:
ligamentum pectinatum, yaitu pita-pita jaringan ikat padat, antara kamera mata anterior dan
kanal Schlemm. Pada irisan meridional, berbentuk segitiga.
ruang antar iridokorneal (spatia anguli iridis dr Fontana), yaitu celah2 diantara
ligamentum pectinatum, dilapisi endotel, dan mempunyai hubungan dengan kamera okuli
anterior
sinus venosus sklera (kanal Schlem), yaitu saluran berbentuk lingkaran yang dilapisi
endotel, terletak pada dasar taji sklera.

6
7
KORNEA
Seperenam bagian anterior mata tidak berwarna dan transparan. Potongan melintang kornea
menunjukkan bahwa kornea tesusun atas 5 lapisan, yaitu : epitel, membran Bowman, stroma,
membran Descement, dan endotel.
Epitel
Epitel kornea berlapis pipih tanpa lapisan tanduk dan tersusun atas 5-6 lapisan sel. Pada bagian
basal epitel ini banyak gambaran mitosis yang menggambar-kan kemampuan regenerasi yang
hebat dari kornea. Masa pergantian sel-sel ini +7 hari. Sel-sel permukaan korena
menampakkan mikrovili yang terjulur ke dalam ruang yang diisi lapisan tipis air mata pra-
kornea, yaitu lapisan pelindung yang terdiri atas lipid dan glikoprotein setebal lebih kurang 7
m. Kornea memiliki suplai saraf sensoris yang paling banyak di antara jaringan mata.
Membran Bowman
Lapisan homogen yang terletak di bawah epitel kornea. Tebalnya 7-12 m. Membran ini tersusun
atas serat-serat kolagen yang bersilangan secara acak dan pemadatan substansi interselular
namun tanpa sel. Membran ini sangat membantu stabilitas dan kekuatan kornea.
Stroma
Terdiri atas banyak lapisan berkas kolagen paralel yang saling menyilang tegak lurus
Membran Descement
Struktur homogen setebal 5-10 m, terdiri atas filamen kolagen halus yang tersusun berupa jalinan
3 dimensi.
Endotel
Terdiri dari epitel selapis pipih. Sel-sel ini memiliki organel khusus yang secara aktif mentranspor
dan membuat protein untuk sekresi, yang mungkin berhubungan dengan pembuatan dan
pemeliharaan membran Descement. Endotel dan epitel kornea berfungsi untuk
mempertahankan kejernihan kornea.
Batas korena-sklera adalah limbus, suatu peralihan dari berkas-berkas kolagen bening (kornea)
menjadi srat-serat buram putih (sklera). Daerah ini sangat vaskular. Di daerah limbus dalam
(lapisan stroma) saluran-saluran tak teratur berlapiskan endotel (jalinan trabekula) menyatu
membentuk kanalis Schlemm yang berfungsi untuk meresorbsi aquous humor. Kanalis
Schlemm ini terhubung ke sistem vena.

8
LAPISAN TENGAH = UVEA
KOROID
Lapisan yang sangat vaskular, di antara pembuluh darahnya terdapat jaringan ikat longgar
dengan banyak fibroblas, makrofag, limfositsel sel mast, sel plasma, serat kolagen, dan serat
elastin. Juga terdapat melanosit yang memberi lapisan ini warna hitam yang khas.
Terdiri dari 3 lapisan, yaitu:
1. Lamina suprakoroid (epikoroid)
membran tipis terdiri dari jaringan ikat halus, tersusun atas sabut-sabut elastis & sel-sel
kromatofor (sel-sel besar, bercabang-cabang dan terdapat melanin).
2. Lapisan vaskuler
Terdiri dari jaringan ikat kendor, terdiri atas 2 lapis:
- stratum koriovaskuler
merupakan lapisan bagian luar .
terdapat pembuluh darah arteri & vena besar dan sel-sel berpigmen
- stratum koriokapiler
merupakan lapisan bagian dalam
terdapat anyaman kapiler halus yang berfungsi untuk memberi nutrisi pada lapisan retina luar

9
KORPUS SILIARIS
Korpus siliaris merupakan perluasan koroid ke anterior setinggi lensa dan merupakan cincin
tebal yang utuh pada permukaan dalam sklera. Struktur histologis korpus siliaris pada
dasarnya adalah jaringan ikat longgar dengan banyak serat elastin, pembuluh darah, dan
melanosit, yang mengelilingi muskulus siliaris.
Pd irisan longitudinal terpotong melintang & berbentuk segitiga dg basis mengarah ke kamera
okuli anterior sedang apex ke arah posterior koroid.
Stroma terdiri dari jaringan ikat kendor, sangat vaskuler dan mengandung sel-sel
pigmen, seperti pada lapisan koroid.
Pada permukaan dalam, mulai ora serata, lapisan retina melanjutkan diri sebagai lapisan
berpigmen tipis tanpa elemen saraf.
Terdapat tonjolan-tonjolan yang disebut processus siliaris. Processus siliaris dilapisi
oleh 2 lapisan sel-sel kolumnar, lapisan sel-sel epitel bagian dalam tampak terang sedang
bagian luar gelap karena mengandung melanin.
Massa utama korpus siliaris adalah m. siliaris yang tersusun kendor dalam lempengan-
lempengan berkas otot. Pada irisan melalui m. siliaris akan tampak sebagai massa berbentuk
segitiga.

10
IRIS
Merupakan lanjutan lapisan koroid dan membentuk diafragma terhadap lensa dengan
pupil di tengah.
Dengan adanya lensa, bagian tengah iris terdorong ke anterior.
Ruangan di anterior lensa yg berisi humor akuous, dg adanya iris dibagi mjd 2, yaitu:
- Camera oculi anterior / kamar mata anterior
- Camera oculi posterior / kamar mata poserior
Stroma terdiri dari jaringan ikat kendor halus, sangat vaskuler dan mengandung banyak
sel pigmen (kromatofor).
Permukaan iris bagian anterior dilapisi sel-sel endotel pipih yang bersambungan dengan
endotel Descemet dari kornea, sedang permukaan bagian posterior dilapisi 2 lapis sel epitel
lanjutan retina pars iridika.
Terdapat 2 kelompok otot polos, yaitu:
- Muskulus sphincter pupil
arah sirkuler, letak di dekat tepi pupil
- Muskulus dilatator pupil
arah radial, letak di luar m. sphincter pupil.
Sabut-sabut otot iris berasal dari sel-sel sebelah anterior lapisan epitel berpigmen, dan
disebut sel mioepitel.
Sabut-sabut saraf tersebar diantara otot-otot polos iris.

11
Iris merupakan bagian mata berpigmen dan dapat dilihat langsung dari kornea.
Banyaknya pigmen pada iris ikut menentukan warna mata.
Warna mata ditentukan: pigmen melanin sel-sel epitel permukaan posterior iris dan
tebal tipisnya stroma iris.
- Bila stroma iris tipis, melanin pigmen permukaan posterior tampak dari luar berwarna biru.
- Bila stroma lebih padat, warna yang tampak dari luar abu-abu/kehijauan.
- Bila pigmen , baik pada kromatofor di dalam stroma maupun epitel pada permukaan
posterior iris berwarna coklat.
- Pd albino, pigmen sangat jarang, dan warna merah dari darah pembuluh-pembuluh darah
bergabung dg jaringan tdk berwarna memberi warna kemerah2an pd iris.

12
RETINA
Retina merupakan lapisan terdalam bola mata. Terdiri atas bagian posterior yang fotosensitif
(disebut juga retina pars optika), dan bagian anterior yang tidak fotosensitif.

Retina pars iridika dan retina pars siliaris


Mulai ora serata (batas antara retina pars siliaris dan retina pars optika) ke anterior.
Epitelnya tetap sbg 2 lapis sel, tdd epitel berpigmen tanpa elemen2 saraf.
Retina pars iridika melapisi permuk. posterior iris, tdd 2 lapis sel kubis yg merupakan
epitel berpigmen.
Retina pars siliaris melapisi permuk. posterior korpus siliaris & prosessus siliaris, tdd 2
lapis sel kubis: bag. dalam jernih & luar berpigmen

Ora
serata

13
Retina pars optika
Mulai ora serata ke posterior, lapisan ini menerima dan meneruskan rangsangan cahaya.
Sel-sel bagian eksterna menjadi lapisan epitel berpigmen istimewa
Sel-sel bagian interna menjadi lapisan multiselluler yang mengandung sel-sel yang peka
terhadap sinar atau elemen saraf.

Terdiri atas 10 lapisan, dr luar ke dalam yaitu:


- Lapisan epitel berpigmen
- Lapisan kerucut dan batang
- Lamina limitan eksterna
- Stratum nuklear eksterna
- Stratum pleksiform eksterna
- Stratum nukllear interna
- Stratum pleksiform interna
- Lapisan sel-sel ganglion
- Lapisan sabut-sabut saraf
- Lamina limitan interna

14
Lapisan epitel berpigmen
Tdd sel2 epitel kubis, duduk pd lamina vitrea.
Permuk. luar rata, sedang permuk. dalam terdapat tonjolan2 sitopl. halus disela2 prosesus luar
sel2 kerucut & batang.
Sel2 epitel ini mengandung pigmen fusin, mempunyai sifat2 lain dr pigmen melanin.
Pada penyinaran kuat, pigmen fusin akan mengisi tonjolan sitopl. sel2 epitel berpigmen,
sedang pd keadaan gelap pigmen akan ditarik kembali ke badan sel.
Lap. ini melekat erat pd lap. koroid dibanding pd lap. saraf retina. Hal ini krn pd pertumbuhan
embriologi mata, kedua lap. tsb dipisahkan oleh celah yg memisahkan bag. interna & eksterna
piala optik.
Pada keadaan trauma mata tertentu, lapisan epitel berpigmen dari retina akan mudah terlepas
dari retina yang berasal dari lapisan dalam, dan kondisi ini disebut ablasio retina (terlepasnya
retina).
Lapisan kerucut dan batang
Tdd dendrit sel2 kerucut & batang yg disebut prosesus luar yg menembus & melekat pd
lamina limitans eksterna.
Lap. ini avaskuler, nutrisi diperoleh dr difusi lap. koriokapiler.
Lamina limitan eksterna
Merup. membran yg berbentuk saringan
Dibentuk oleh juluran sitoplasma sel2 neuroglia yg disebut sabut2 penyangga dari Muller.
Tiap2 lubang dilalui oleh 1 processus luar sel kerucut atau batang.
Stratum nuklear eksterna
Lap. yg dibentuk oleh gabungan rapat inti sel2 kerucut & batang. Inti sel2 kerucut terletak
tepat dibawah lamina limitan eksterna & tersusun pd 1 deretan, sedang inti sel2 batang terletak
pd jarak yg berbeda2 dr lamina limitan eksterna shg tampak spt beberapa deretan.
Inti sel batang lebih kecil & gelap dibanding inti sel kerucut.
Stratum pleksiform eksterna
Akson2 sel kerucut & batang mengadakan sinaps dg dendrit sel2 bipoler.
Stratum nuklear interna
Tdd inti sel2 bipoler & inti sel2 neuroglia yg membentuk sabut2 penyangga dari Muller. Sel2
neuroglia ini memp. sitopl. lebih banyak & terletak pd lap. luar.
Pembuluh2 darah lap. dalam retina meluas ke arah luar sejauh lap. ini.
Stratum pleksiform interna
Akson2 sel bipolar mengadakan sinaps dg dendrit sel ganglion

15
Lapisan sel2 ganglion
Terdapat sel2 neuroglia & sel ganglion, yaitu sel2 besar yg menyerupai sel ganglion tetapi
tidak membentuk ganglion.
Terdapat pembuluh2 darah retina.
Lapisan sabut-sabut saraf
Tdd akson2 sel ganglion. Setelah mencapai bag. terdalam retina, akan membelok dg sudut
tegak lurus & berjalan sejajar permuk. dalam retina ke arah saraf optik keluar meninggalkan
bola mata.
Sabut2 sarafnya tidak mempunyai selubung mielin & selubung Schwan shg tetap transparan,
dapat ditembus cahaya.
Pd lap. ini juga didapatkan pemb. darah, & juluran sitopl. sel2 neuroglia yg berbentuk spt
laba2 & merup.cabang2 bag. dalam sabut2 Muller.
Lamina limitan interna
Merup. lap. homogen, halus, tersusun atas sabut2 Muller dari neuroglia.
terdiri atas 3 sel utama:
- lapisan luar sel-sel fotosensitif, yaitu batang (rods) dan kerucut (cones)
- lapisan tengah neuron bipolar, menghubungkan batang dan kerucut dengan sel-sel ganglion
- lapisan dalam sel-sel ganglion yang berhubungan dengan sel-sel bipolar melalui dendritnya
dan mengirim akson ke SSP. Akson-akson ini berkumpul pada papila optikus membentuk
nervus optikus.
Sel batang
Adalah sel halus dan langsing (50 x 3 m), mengandung pigmen yang disebut ungu visual atau
rhodopsin yang memutih oleh cahaya yang mengawali rangsangan visual. Retina manusai
memiliki +120 juta sel batang. Mereka sangat sensitif terhadap cahaya dan berperan sebagai
reseptor pada intensitas cahaya yang rendah seperti waktu senja atau malam hari.
Sel kerucut
Merupakan neuron panjang (60 x 1,5 m). Strukturnya mirip sel batang. Retina manusia
diperkirakan mempunyai 6 juta sel kerucut. Sekurang-kurangnya terdapat 3 jenis sel kerucut
fungsional yang masing-masing mengandung fotopigmen iodopsin dalam jumlah yang
bervariasi. Sensitivitas maksimum setiap jenis kerucut berturut-turut terdapat pada daerah
merah, hijau, atau biru pada spektrum cahaya yang terlihat (visible spectrum). Kerucut hanya
peka terhadap cahaya dengan intensitas tinggi dan menghasilkan gambar yang lebih terang
daripada batang.
Makula Lutea dan Fovea Sentralis
Pada makula lutea & fovea sentralis, susunan retina berubah.

16
Di dekat kutub posterior bola mata terdapat daerah dr retina yg diberi nama makula lutea atau
bintik kuning krn mengandung banyak pigmen kuning di hampir semua lap.nya, yg tebalnya
(kecuali pd fovea) akan bertambah dg berkumpulnya sel2 ganglion & sel2 bipolar di dalam
stratum nuklear interna.
Pd bag.tengahnya, terdapat lekukan yg disbt fovea centralis, dg sel2 batang yg berkurang &
hanya terdapat sel2 kerucut & epitel berpigmen shg tebal lap. retina sangat berkurang. Merup.
pusat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan yg terbesar & bersifat avaskular.

Papil saraf optik / papilla nervi optici / bllind spot / bintik buta / optic disc
Bentukan bulat dimana sabut2 saraf retina bergabung meninggalkan bola mata. Pd daerah ini
tidak terdapat reseptor, shg disebut bintik buta.
Pd tempat ini tidak terdapat lap. retina.
Pd pemeriksaan dg oftalmoskop, tampak daerah berbentuk lingkaran berwarna putih
kepucatan.
Sebelum sabut2 saraf ini keluar melalui lamina kribrosa dr sklera, papil saraf optik membentuk
lekukan yg disebut excavatio papil saraf optik di mana di bag. tengahnya berjalan 2 arteri
sentralis (sup. & inf.) & 2 vena sentralis (sup. & inf.)

17
ISI BOLA MATA
HUMOR AKUEUS
Produksi, sirkulasi & absorpsi.
Merup. cairan jernih spt air tdd bahan dg susunan spt serum darah.
Produksi humor akueus oleh kapiler2 pd prosesus siliaris kamera okuli posterior kamera
okuli anterior sudut dari iris masuk ruang antar iridokorneal (Fontana) diabsorpsi ke
dalam sinus venosus sklera (Schlem) sistem venous.
Tekanan intraokuler mata diatur oleh sirkulasi humor akueus.
Produksi atau aliran terganggu tekanan intraokuler gg penglihatan, nyeri
(glaukoma).

LENSA
Asal: ektoderm
A-vaskuler.
Bentuk bikonveks: permukaan posterior lebih cembung dari permukaan anterior.
Lensa terdiri dari lamina bersabut dengan susunan sangat kompleks, sabut-sabutnya
berbentuk prisma panjang yang dihubungkan suatu bahan semen sehingga menyusun suatu
medium transparan.
Sabut-sabut lensa tersusun dari sel epitel berproliferasi dan diferensiasi memproduksi
sabut2 lensa baru.
Lensa mata diliputi selaput elastis homogen tebal dari bahan-bahan interselluler.
Permukaan anteriornya dilapisi epitel selapis sel kubis.
Pada bagian anterior dan posterior selaput lensa melekat suatu membran yg ke arah luar
membentuk membran tipis (zonula zinii) yg berinsersi pada korpus siliaris.

18
Pada akomodasi penglihatan jarak dekat, otot-otot siliaris akan berkontraksi korpus
siliaris bergerak ke muka ligamen suspensorium lensa mjd kendor lekungan lensa
sebelah anterior akan bertambah cembung (krn elastisitas lensa).
Usia , elastisitas lensa mata sulit berakomodasi terhadap objek dekat, disbt
presbiopia dapat diatasi dg lensa konvek.
Pd katarak, tjd kekeruhan a lensa. Penyebab:
- pigmen coklat yg menumpuk dalam sabut
- lensa lensa kurang transparan & keruh.
- radiasi sinar UV
- kadar gula darah

19
Zonula
Zinii

Lensa
kristalin

KORPUS VITREUM
Merupakan massa transparan yang gelatinous dari bahan-bahan interselluler amorf.
Dibatasi oleh lamina limitan interna retina, lensa, serta bagian posterior dr zonula zinii.
Bagian perifer lebih padat:
- meneruskan sinar
- ke arah anterior mempertahankan lensa pada tempatnya
- ke arah posterior mempertahankan lapisan dalam retina terhadap lap. luar berpigmen.
Bila humor vitreus keluar (pada trauma atau operasi) kedua lapisan terakhir retina
akan terpisah.

STRUKTUR TAMBAHAN DARI MATA


KELOPAK MATA (PALPEBRA)
Bag. luar diliputi kulit, bag. dalam oleh konjungtiva palpebra.
Kulit yg meliputi bag. luar kelopak mata tdd kulit tipis dg propria papil kecil. Kelenjar lemak
(+), rambut (+). Pd bag. tepi kelopak mata: folikel2 rambut (+) (bulu mata).
Diantara folikel2 rambut bulu mata: kelenjar keringat (+), besar & bergelung disbt kelenjar
dari Moll, & kelenjar lemak besar disbt kelenjar dari Zeis.
Konjungtiva palpebra adalah mukosa tipis transparan yang meliputi kelopak mata bag. dalam,
sedang yg meliputi putih mata disbt konjungtiva bola mata.
Peralihan konjungtiva palpebra ke konjungtiva bola mata diberi nama: forniks.
Epitel yg melapisi konjungtiva adalah epitel berlapis silindris.

20
Ke arah tepi kelopak mata epitelnya berubah menjadi epitel berlapis pipih dari kulit. Dekat
limbus, epitel konjungtiva bola mata akan menjadi epitel berlapis pipih bersambungan dg
epitel kornea.
Lap. tengah kelopak mata: bag. posterior tdd jar. ikat yg mengandung tarsus dg kelenjar tarsal
(Meibom), pd bag. anterior: m. orbikularis.
Tarsus adalah suatu lempengan jar. ikat padat yg memberi bentuk kelopak mata.
Kelenjar2 tarsal (Meibom) merup. kelenjar lemak yang terdiri dari alveol yang besar-besar,
dengan saluran keluar panjang & bermuara pd tepi kelopak mata (di belakang bulu mata):
sekresinya yg berminyak menyebabkan kedua kelopak mata tidak melekat satu sama lain.
Konjungtiva melekat erat pada permuk. dalam lempengan tarsus.
Di atas lempengan tarsus didapatkan kelenjar2 kecil yg bermuara pd konjungtiva. Pada
kelopak mata bawah, lempengan tarsusnya lebih kecil sedang strukturnya serupa dengan
kelopak mata atas.
Beberapa otot bergaris melekat pd tarsus & terdapat pd bag anterior.

ALAT LAKRIMAL
Terdiri atas kelenjar lakrimal, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.

21
Kelenjar lakrimal adalah kelenjar penghasil air mata yang terlaetak di bagian anterior superior
temporal dari orbita. Ia terdiri atas sejumlah lobus kelenjar terpisah dengan 6-12 duktus
ekskretorius yang menghubungkan kelenjar dengan forniks konjungtiva superior. Sel
mioepitel yang berkembang baik memeluk bagian sekresi kelenjar ini. Sekret kelenjar ini
mengalir menuruni konjungtiva bulbi dan palpebra, membasahi permukaan struktur-struktur
ini. Ia mengalir ke dalam kanalikuli lakrimalis melalui pungtum lakrimalis, lubang-lubang
bulat bergaris tengah 0,5 mm pada aspek medial tepian kelopak atas dan bawah. Kanalikuli
yang bergaris tengah sekitar 1 mm, panjang 8 mm bergabung membentuk kanalikulis
komunis tepat sebelum membuka ke dalam sakus lakrimalis. Kanalikuli dilapisi oleh epitel
selapis pipih tebal
Sakus lakrimalis adalah bagian melebar dari sistem saluran air mata yang terletak dalam fossa
lakrimalis tulang. Duktus nasolakrimalis adalah lanjutan ke bawah dari duktus nasolakrimalis.
Ia membuka ke dalam meatus nasal inferior. Sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis
dilapisi epitel berlapis silindris bersilia.

3. FISIOLOGI MATA
Refraksi Mata
Cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari paket-paket
individual energyseperti partikel yang disebut foton yang berjalan menurut cara-cara
gelombang.Fotoreseptor dimatahanya terhadap panjang gelombang antara 400-700
nm.Cahaya tampak ini hanya merupakan sebagian kecil dari spectrum magnetic total.Selain
memiliki panjang gelombang yang berbeda, cahaya juga bervariasi dalam intensitas,yaitu
amplitudo atau tinggi gelombang. Gelombang cahaya mengalami divergensi (memancar ke
luar) ke semua arah dari tiap titik sumber cahaya. Gerakan ke depan suatu gelombang cahaya
dalam arah tertentu dikenal dengan berkas cahaya. Berkas-berkas cahaya divergenyang
mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk difokuskan kembali ke sebuah titik
peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya
Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium
dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda. Cahaya
bergerak lebih cepatmelalui udara daripada melalui media transparan lainnya misalnya : kaca,
air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya
tersebut melambat (sebaliknya jugaberlaku).Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika
mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus.
Dua faktor penting dalam retraksi: densitas komparatif antara 2 media (semakin besar
perbedaan densitas,semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di
medium kedua(semakin besar sudut,semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling
22
penting dalam kemampuan retraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea,struktur
pertama yang dilalui cahaya sewaktumasuk mata,yang melengkung berperan besar dalam
reftraktif total karena perbedaan densitaspertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada
perbedaan densitas antara lensa dan cairan yangmengelilinginya.Kemampuan refraksi kornea
seseorang tetap konstan karena kelengkungan korneatidak pernah berubah.Sebaliknya
kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai
keperluan untuk melihat dekat/jauh.Struktur-struktur refraksi pada mata harusmembawa
bayangan cahaya terfokus diretina agara penglihatan jelas.Apabila bayangan sudah terfokus
sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina ,bayangan
tersebuttampak kabur.Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen
sewaktu mencapaimata daripada berkas-berkas dari sumber jauh.Berkas dari sumber cahaya
yang terletak lebih dari 6meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata.Untuk kekuatan
refraktif mata tertentu, sumbercahaya dekat memerlukan jarak yang lebih besar di belakang
lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh,karena berkas dari sumber
cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata.
Daya Akomodasi

adalah kemampuan lensa untuk mencembung dan memipih.

Pembelokan cahaya benda jauh dan benda dekat berbeda, semakan dekat dengan mata benda
akan semakin divergen sehingga mata harus lebih ekstra melengkung (refraksi) untuk
memfokuskan tepat di retina. Benda yang jaraknya jauh (>6 meter) di anggap sejajar dengan
mata jadi akan mengurangi kerja refraksi mata. Perlu diingat bahwa kornea tidak seperti lensa
yang dapat menambah/ mengurangi kelengkungannya sehingga organ refrakter yang dapat
diatur hanya lensa mata.

23
Otot yang mengatur fungsi akomodasi lensa, yaitu otot siliaris yang merupakan bagian dari
korpus siliar.Otot ini melingkari lensa melalui ligamentum suspensorium. Ketika otot siliaris
melemas berarti ligamentum suspensorium akan menegang sehingga menarik ujung ujung
lensa, terbentukkan lensa yang gepeng dengan kekuatan refraksi minimal. Ketika otot siliaris
kontraksi terjadi hal sebaliknya.Rangsangan saraf simpatis menyebabkan otot siliar relaksasi
dan sebaliknya parasimpatis menyebabkan kontraksi otot siliar sehingga berguna untuk
penglihatan dekat.
Lensa adalah struktur elastik terdiri dari serat serat transparan yang dapat menjadi opak/
keruh.Seumur hidup hanya sel yang ada di bagian tepi luar lensa yang akan mengalami
penggantian (regenerasi) sehingga sel yang ada dibagian tengah lensa adalah sel sel yang
sudah tua dan jauh dari sumber nutrisi (aquous humor) sehingga pada orang pada usia 45
keatas sering mengalami gangguan akomodasi lensa/ presbiopi.
Gangguan penglihatan umum:
- Miopi/ penglihatan dekat: melihat dekat lebih jelas dibanding melihat jauh karena bola mata
terlalu panjang atau lensa yang terlalu kuat sehingga penglihatan jauh jatuh di depan retina,
penglihatan dekat di fokuskan ke retina tanpa akomodasi.Karena terlalu melengkung sehingga
harus di koreksi dengan kacamata yang dapat membuat berkas cahaya lebih divergen, yaitu
lensa konkaf.
- Hipermetropi / penglihatan jauh : merupakan kebalikan dari miopi dan di koreksi dengan
kacamata berlensa konveks, pada usia tua akan di persulit dengan presbiopi.
Anak-anak dapat memfokuskan pada benda sedekat 8cm, tetapi refleks akomodasi menurun saat
umur lebih dari 10 tahun. Saat umur 40 tahun, akomodasi berkurang setengahnya, dan saat
umue 60, banyak orang kehilangan refleks tersebut dengan total karena lensa telah kehilangan
fleksibilitasnya dan terus dalam bentuk pipih. Inilah yang membuat anak-anak lebih sering
membaca buku dengan jarak yang sangat dekat dan orang tua membaca dengan jarak
jauh.Hilangnya akomodasi (presbiopi) merupakan alasan utama kebanyakan orang mulai
menggunakan kacamata baca saat umur 40 tahun.

24
Neurofisiologi Penglihatan Sentral

Dari nervus optikus menyebrang di kiasma optikum dan bergabung dengan serabut-serabut dari
bagian temporal retina menjadi traktus optikus (dari 1 mata medial kontralateral dan 1 mata
lateral ipsilateral) bersinaps di nukleus genikulatum lateralis dorsalis diteruskan menjadi
radiasi optikus menuju korteks penglihatan primer (di fissura kalkarina lobus oksipital)
Selain itu, sinyal dari traktus optikus juga dijalarkan ke beberapa tempat
a. Ke nukleus suprakiasmatik di hipotalamus untuk irama sirkadian tubuh terhadapa
perubahan siang dan malam
b. Ke nuklei pratektalis di otak tengah untuk memfokuskan ke objek penting dan
mengaktifkan reflek pupil
c. Ke kolikulus superior untuk mengatur pergerakan arah kedua mata yang cepat
Ke nukleus genikulatum lateralis ventralis untuk sikap tubuh

Radius optikus terbagi menjadi 2 bagian


1. Lapisan magnoseluler yang bersifat buta warna dan sifat penjalarannya cepat, menerima sinyal
dari sel ganglion retina tipe Y
2. Lapisan parvoseluler yang menjalarkan warna, menerima sinyal dari sel ganglion retina tipe X

25
Dari korteks penglihatan primer di ujung lobus oksipital menuju korteks penglihatan sekunder
di analisis
Analisisnya terbagi menjadi 2 bagian
1. Analisis posisi 3 dimensi
2. Analisis rincian penglihatan dan warna

Sistem Lakrimasi
1) Aparatus Lakrimalis
Aparatus lakrimalis dibagi menjadi dua bagian yaitu sistem sekresi dan sistem ekskresi air
mata.

2) Sistem Sekresi Air Mata


Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi basal air mata
perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung menurun seiring dengan
pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang
terletak di fossa lakrimalis pada kuadran temporal di atas orbita. Kelenjar yang berbentuk
seperti buah kenari ini terletak didalam palpebra superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh kornu
lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang
lebih kecil. Setiap lobus memiliki saluran pembuangannya tersendiri yang terdiri dari tiga
sampai dua belas duktus yang bermuara di forniks konjungtiva superior. Sekresi dari kelenjar
ini dapat dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir berlimpah
melewati tepian palpebra (epiphora). Persarafan pada kelenjar utama berasal nukleus
lakrimalis pons melalui nervus intermedius dan menempuh jalur kompleks dari cabang

26
maksilaris nervus trigeminus. Kelenjar lakrimal tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari
massa utama, mempunya peranan penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan
kelenjar utama yang menghasilkan cairan serosa namun tidak memiliki sistem saluran.
Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama forniks superior. Sel goblet
uniseluler yang tersebar di konjungtiva menghasilkan glikoprotein dalam bentuk musin.
Modifikasi kelenjar sebasea Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi substansi lipid pada
air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film
prekorneal

3) Sistem Ekskresi Air Mata


Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting mulai di lateral,
menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam sistem
ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali mengedip, muskulus orbicularis okuli akan
menekan ampula sehingga memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air
mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya hanya sedikit
yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan masuk ke
punkta sebagian karena hisapan kapiler.
Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang mengelilingi ampula
mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan, palpebra ditarik ke arah krista
lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya
kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan
air mata ke dalam sakus, yang kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis karena
pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-
lipatan mirip-katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata dan
udara.Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah katup Hasner di ujung distal
duktus nasolakrimalis (Sullivan, 1996).Berikut adalah ilustrasi dari sistem ekskresi air mata
yang berhubungan dengan fungsi gabungan dari muskulus orbikularis okuli dan sistem
lakrimal inferior.

4. PATOLOGI MATA
a. KATARAK
Katarak merupakan penyebab terbanyak kebutaan di dunia. Proses terjadinya katarak sangat
berhubungan dengan faktor usia. Meningkatnya usia harapan hidup juga berperan
dalam hal meningkatnya penderita buta katarak.
DEFINISI
27
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi
dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi berkaitan dengan proses penuaan.
PATOFISIOLOGI
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan
yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan.
Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus.
Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna,
Nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar
daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu
teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam
lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun
kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal.
Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki
dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal,
karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan
penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya
katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obatobatan, alkohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitaminn antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama
GEJALA KLINIS
Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan dijumpai pada
pemeriksaan mata rutin. Gejala katarak yang sering dikeluhkan adalah :
1. Silau

28
Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi keparahannya mulai
dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang hingga
silau pada saat siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau kondisi
serupa di malam hari. Keluhan ini khususnya dijumpai pada tipe katarak
posterior subkapsular. Pemeriksaan silau (test glare) dilakukan untuk
mengetahui derajat gangguan penglihatan yang disebabkan oleh sumber
cahaya yang diletakkan di dalam lapang pandangan pasien.
2. Diplopia monokular atau polypia
Terkadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan dalam nukleus lensa,
menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa. Daerah ini dapat
dilihat dengan refleks merah retinoskopi atau oftalmoskopi direk. Tipe
katarak ini kadang-kadang menyebabkan diplopia monokular atau polypia.
3. Halo
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar putih
menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam
lensa.
4. Distorsi
Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang, sering dijumpai
pada stadium awal katarak.
5. Penurunan Tajam Penglihatan
Katarak menyebabkan penurunan penglihatan progresif tanpa rasa nyeri.
Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya langsung tepat
sasaran, dan pasien menceritakan kepada dokter mata, aktivitas apa saja yang
terganggu. Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari adanya gangguan
penglihatan setelah dilakukan pemeriksaan. Setiap tipe katarak biasanya
mempunyai gejala gangguan penglihatan yang berbeda-beda, tergantung pada
cahaya, ukuran pupil dan derajat miopia. Setelah didapat riwayat penyakit,
maka pasien harus dilakukan pemeriksaan penglihatan lengkap, dimulai
dengan refraksi. Perkembangan katarak nuclear sklerotik dapat meningkatkan
dioptri lensa, sehingga terjadi miopia ringan hingga sedang.
6. Sensitivitas Kontras
Sensitivitas kontras mengukur kemampuan pasien untuk mendeteksi variasi
tersamar dalam bayangan dengan menggunakan benda yang bervariasi dalam
hal kontras, luminance, dan frekuensi spasial. Sensitivitas kontrak dapat
menunjukkan penurunan fungsi penglihatan yang tidak terdeteksi dengan

29
Snellen. Namun, hal tersebut bukanlah indicator spesifik hilangnya tajam
penglihatan oleh karena katarak.
7. Myopic Shift
Perkembangan katarak dapat terjadi peningkatan dioptri kekuatan lensa, yang
umumnya menyebabkan miopia ringan atau sedang. Umumnya, pematangan
katarak nuklear ditandai dengan kembalinya penglihatan dekat oleh karena
meningkatnya miopia akibat peningkatan kekuatan refraktif lensa nuklear
sklerotik, sehingga kacamata baca atau bifokal tidak diperlukan lagi.
Perubahan ini disebut second sight. Namun, seiring dengan perubahan kualitas
optikal lensa, keuntungan tersebut akhirnya hilang juga.
Tiga tipe utama katarak senilis, adalah :
Katarak Nuklear
Beberapa derajat nuklear skeloris dan penguningan dikatakan normal pada
pasien dewasa setelah melewati usia menengah. Secara umum, kondisi ini
hanya sedikit menganggu fungsi penglihatan. Sklerosis dan penguningan
dalam jumlah yang berlebihan disebut katarak nuklear, yang menyebabkan
kekeruhan sentral. Tingkatan sklerosis, penguningan dan kekeruhan
dievaluasi dengan slit-lamp secara oblik, dan pemeriksaan reflex merah
dengan pupil dilatasi. Bila sudah lanjut, nukleus berwarna coklat (katarak
brunescent) dan konsistensinya keras.
Katarak Kortikal
Perubahan komposisi ion pada korteks lensa dan perubahan hidrasi pada
serabut lensa menyebabkan kekeruhan kortikal. Gejala katarak kortikal
yang sering dijumpai adalah silau, akibat sumber cahaya fokal, sepeti
lampu mobil. Monokular diplopia bisa juga dijumpai. Tanda pertama
pembentukan katarak kortikal terlihat dengan slitlamp sebagai vakuola dan
celah air (water clefts) di korteks anterior atau posterior.
Katarak Posterior Subkapsular
Katarak posterior subkapsular (posterior subcapsular cataract = PSCs) sering
dijumpai pada pasien yang lebih muda daripada katarak nuclear atau
kortikal. PSCs berlokasi di lapisan kortikal posterior dan biasanya aksial.
Indikasi pertama pembentukan PSC adalah kilauan warna yang samar
(subtle iridescent sheen) pada lapisan kortikal posterior yang terlihat
dengan slitlamp. Pasien sering mengeluhkan silau dan penglihatan jelek
pada kondisi cahaya terang karena PSC menutupi pupil ketika miosis
akibat cahaya terang, akomodasi, atau miotikum. Penglihatan dekat lebih
30
jelek daripada penglihatan jauh. Beberapa pasien juga mengalami
monokular diplopia.
TATALAKSANA
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperti
glaukoma dan uveitis. Dalam bedah katarak, lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa)
dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular yang jarang
lagi dilakukan saat ini adalah mengangkat lensa in toto, yakni didalam kapsulnya
melaui insisi limbus superior 140-1600. Pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan
insisi limbus superior, bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus
diekstraksi dan korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa
aspirasi sehingga menyisakan kapsul posterior. Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi
dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang
menggunakan getaran- getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks
melalui insisi lumbus yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka
pasca operasi.
Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak senilis yang padat dan keuntungan insisi lumbus
yang kecil agak berkurang jika dimasukkan lensa intraokuler. Pada beberapa tahun
silam, operasi katarak ekstrakapsular telah menggantikan prosedur intrakapsular
sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan utamanya adalah bahwa apabila
kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa intra okuler ke dalam
kamera posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti abasio retina dan edema
makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh. Jika digunakan teknik insisi kecil,
masa penyembuhan pasca operasi biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat
jalan pada hari operasi itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati- hati dan
menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan.
Matanya dapat dibalut selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman,
balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi dengan
kacamata. Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama
beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi,
tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa intraokuler sambil
menantikan kacamata permanen.

b. APHAKIA
Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata
tersebut menjadi hipermetropia tinggi.1
31
Penelitian di Swedia pada tahun 1997-2001 menyebutkan bahwa satu dari dua ratus
operasi katarak adalah afakia. Alasan paling sering terjadinya afakia yang tidak direncanakan
adalah adanya masalah kapsul ketika operasi dan prolaps vitreous.2 Penyebab paling sering
afakia adalah operasi pengangkatan lensa.3
Gejala yang dikeluhkan pasien afakia adalah tajam penglihatan menurun. Sedangkan
pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan visus 1/60 atau lebih rendah jika afakia tidak ada
komplikasi, limbal scar yang dapat ditemukan pada afakia akibat pembedahan, pasien
mengalami penurunan tajam penglihatan(biasanya hiperopia yang sangat tinggi) yang dapat
dikoreksi dengan lensa positif, bilik mata depan dalam, iris tremulans, jet black pupil, test
bayangan purkinje hanya memperlihatkan 2 bayangan (normalnya 4 bayangan), pemeriksaan
fundus memperlihatkan diskus kecil hipermetropi, retinoscopy memperlihatkan hipermetropi
tinggi, biasanya terlihat bekas operasi, jika sudah mengalami komplikasi dapat ditemukan
edema kornea, peningkatan TIO, iritis, kerusakan iris, CME(cystoid macular edema).4,5
Afakia dapat dikoreksi menggunakan lensa kontak, kacamata, atau operasi. Kaca
mata afakia hanya dapat digunakan jika kondisinya afakia bilateral, jika hanya satu mata
maka akan terjadi perbedaan ukuran bayangan pada kedua mata (aniseikonia). Jika pasien
tidak dapat memakai lensa kontak atau kaca mata, maka dipertimbangkan penanaman lensa
intraokuler(pseudofakia). Dan diperlukan tatalaksana untuk komplikasi.3

c. PSEUDOAPHAKIA
Pseudophakia adalah penanaman lensa intraokuler (IOL) untuk menggantikan lensa asli
yang telah mengalami defek anatomis atau fisiologis di dalam bola mata.
Objektif :menggantikan fungsi lensa kristalin asli ii)mengembalikan ketajaman visus kepada
keadaan sebelum terjadi penyakitnya

d. LENS DISLOCATION
Definisi
Kesalan posisi lens mata karena putusnya zonula zinn yang mengakibatkan kedudukan
lensa terganggu
Etiologi
Trauma tumpul pada lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa.
Klasifikasi
Subluksasi Lensa
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian Zonulla Zinn sehingga lensa
berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien
menderita kelainan pada Zonulla Zinn yang rapuh (Sindrom Marphan).
32
Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa akan
memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada
Zonulla tidak ada maka lensa yang elastic akan menjadi cembung dan mata akan
menjadi lebih miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung akan mendorong iris
ke depan sehingga sudut bilik mata depan tertutup. Bila sudut mata menjadi sempit
pada mata akan mudah terjadi glaucoma sekunder.
Subluksasi dapat mengakibatkan glaucoma sekunder dimana terjadi penutupan sudut
bilik mata oleh lensa yang mencembung. Bila tidak terjadi penyulit, subluksasi
lensa seperti glaucoma atau uveitis maka tidak dilakukan pengeluaran lensa dan
diberi kacamata koreksi yang sesuai.
Luksasi Lensa Anterior
Bila seluruh Zonulla Zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat
masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan
ini maka akan terjadi gangguan penglihatan keluar cairan bilik mata sehingga akan
timbul galukoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya.
Pasien akan mengeluh penglihatan penglihatan menurun mendadak disertai dengan
rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan bleforospasme. Terdapat
injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di bilik mata depan. Iris terdorong ke
belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.
Pada luksasi anterior sebaiknya pasien secepatnya dikirim pada dokter mata untuk
dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolamida untuk
menurunkan tekanan bola matanya.
Luksasi lensa posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat
putusnya Zonulla Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa jatuh ke dalam badan
kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli.
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapangan pandangannya akibat lensa
mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atu
afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa + 12.0 dioptropi untuk jauh, bilik
mata depan dalam dan iris tremulans.
Lensa yang terlalu lama berada pada polus posterior dapat menimbulkan penyulit
akibat degenerasi lensa, berupa glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik. Bila
luksasi telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya dilakukan ekstraksi
lensa.

33
e. HYPERMETROPIA
Definisi
Hiperopia (hipermetropia, penglihatan jauh/farsighteness) adalah keadaan mata yang tidak
berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina. Hipermetropi merupakan gangguan
kekuatan pembiasan sehingga titik fokusnya terletak dibelakang retina.
Hipermetropi dapat dibagi menjadi :
a) Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif
maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas:
Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan
memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.
Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan
akomodasi ataupun kacamata positif.
b) Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia diimbangi seluruhnya
dengan akomodasi.
c) Hipermetropia total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan
sikloplegia.
Etiologi
Hipermetropi dapat disebabkan karena axial, kurvatur, indeks, posisi dan karena tidak adanya
lensa.
1) Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata
pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
2) Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan
difokuskan di belakang retina.
3) Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik
mata, misalnya pada usia lanjut lensa mempunyai indeks refraksi yang berkurang. Hal ini juga
dapat terjadi pada penderita diabetes.
4) Positional hypermetropia sebagai akibat ditempatkannya lensa kristalina lebih ke posterior
Tidak adanya lensa kristal baik kongenital maupun didapat (operasi pengangkatan lensa atau
dislokasi posterior) mengarah ke aphakia - suatu kondisi hypermetropia tinggi.
Patomekanisme
Diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura kornea dan lensa yang lebih
lemah, dan perubahan indeks refraktif menyebabkan sinar sejajar yang datang dari objek
terletak jauh tak terhingga di biaskan di belakang retina.
Gejala klinis
A. Gejala

34
a. Asimtomatik. Sejumlah kecil kesalahan bias pada pasien muda biasanya dikoreksi oleh upaya
akomodatif tanpa menghasilkan apapun gejala.
b. Penderita hipermetropia sukar untuk melihat dekat dan tidak sukar melihat jauh
c. Gejala astenopia seperti kelelahan mata, nyeri kepala bagian frontal atau fronto-temporal,
fotofobia ringan. Gejala astenopia ini terutama terkait dengan pekerjaan yang mebutuhkan
penglihatan dekat.
d. Penglihatan kabur dengan gejala astenopia. Ketika hipermetropi tidak dapat dikoreksi
sepenuhnya oleh upaya akomodatif, maka pasien mengeluh penglihatan kabur untuk melihat
jarak dekat dan berhubungan dengan gejala astenopia karena usaha akomodatif yang terus
menerus.
B. Tanda
a. Ukuran bola mata mungkin tampak kecil secara keseluruhan.
b. Kornea mungkin sedikit lebih kecil dari normal.
c. Ruang anterior relatif dangkal.

Diagnosis klinis dan pemeriksaan penunjang


a) Refraksi Subyektif
Dalam hal ini penderita aktif menyatakan lebih tegas atau lebih kabur huruf-huruf pada kartu uji
snellen, baik secara coba-coba atau pengabutan

b) Refraksi Obyektif
1. Pemeriksaan fundus memperlihatkan optik disk yang kecil yang mungkin terlihat lebih
banyak vaskular dengan margin yang tidak jelas dan bahkan mungkin mensimulasikan
papillitis (meskipun tidak ada pembengkakan disk, karena itu disebut pseudopapillitis).
Retina secara keseluruhan tampak bersinar lebih dari refleksi cahaya.
2. A-scan ultrasonografi (biometri) dapat memperlihatkan panjang antero-posterior bola
mata yang pendek.
Penatalaksanaan
A. Koreksi Refraksi
1. Kacamata
Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah sistem pembiasan dalam mata.
Pada hipermetropia diperlukan lensa cembung atau konveks untuk mematahkan sinar lebih
kuat ke dalam lensa. Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia
manifes dimana tanpa siklopegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang
memberiakan tajam penglihatan normal.

35
Pada pasien di mana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya
dilakukan dengan memberikan siklopegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan
melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi kacamatanya dengan
mata yang istirahat.
2. Lensa kontak
Untuk : Anisometropia, Hipermetropia tinggi. Lensa kontak dapat mengurangi masalah dalam
hal koreksi visus penderita hipermetropia akan tetapi perlu diperhatikan kebersihan dan
ketelitian pemakaiannya. Selain itu, perlu diperhatikan juga masalah lama pemakaian,
infeksi, dan alergi terhadap bahan yang dipakai.
B. Tindakan Operatif
3. Operasi
Pada umumnya operasi pada hipermetropi tidak efektif seperti pada miopia. Prosedur yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1. Holmium laser thermoplasty telah digunakan untuk hipermetropi derajat rendah.
2. HyperopicPRKmenggunakanexcimer laserjugatelah dicoba. Efekregresidan
penyembuhanepitel yang lamaadalahmasalah utama yang dihadapi.
3. HyperopicLASIKefektifdalam mengoreksi hipermetropisampai 4D.

f. MYOPIA
Definisi
Merupakan suatu kelainan refraksi pada mata dimana sinar sejajar yang masuk ke dalam mata
jatuh tepat di depan retina pada mata yang sedang istirahat (tanpa akomodasi). Etiologi
Penyebab bisa disebabkan dengan adanya daya refraksi yang terlalu kuat, sumbu bola mata terlalu
panjang, juga bisa disebabkan karena adanya alergi, gangguan endokrin, serta bisa juga
dikarenakan genetik dari orang tua.
Klasifikasi
Berdasarkan jenis kelainan
Miopia aksial pada segmen antero-posterior bola mata lebih panjang dari
normal, merupakan miopia yang paling sering terjadi.
Miopia kurvatura terjadi peningkatan kurvatura pada kornea atau lensa.
Miopia indeks terjadi peningkatan indeks bias pada cairan mata.
Berdasarkan perjalanan penyakit
Miopia stationer menetap setelah dewasa.
Miopia progresif terus berkembang setelah dewasa akibat bertambah
panjangnya diameter bola mata.

36
Miopia maligna lebih berat dibanding progresif, dimana bisa
menyebabkan ablasia retina dan kebutaan.
Berdasarkan berat penyakit
Miopia ringan 1-3 dioptri.
Miopia sedang 3-6 dioptri.
Miopia berat lebih dari 6 dioptri.
Patofisiologi
Fokus sistem optik mata depan retina tanpa koreksi melihat ke objek yang jauh sinar
divergen yang masuk mencapai retina menyebabkan bayangan kabur.
Manifestasi klinis
Gejala yang biasa timbul pada miopia adalah sakit kepala, rabun jauh (jelas ketika melihat objek
yang dekat dan menjadi kabur ketika melihat objek yang jauh), kecenderungan menyipitkan
mata saat melihat objek yang jauh untuk bisa mendapatkan efek phinole (lubang kecil).
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis. Kemudian bisa dilakukan
pemeriksaan refraksi subjektif (menggunakan kartu snellen) dan objektif.
Penatalakasanaan
Tujuan utama adalah membuat sinar yang masuk itu menjadi tepat di retina. Ada 2 cara:
Cara optik
Kaca mata menggunakan lensa konkaf/cekung/negatif yang sifatnya
menyebar cahaya fokus bayangan dapat dimundurkan tepat di retina.
Lensa kontak dipermukaan deppan kornea dimana salah satu sifat khas
lensa adalah menghilangkan hampir semua pembiasan di segmen anterior
kornea.
Cara operasi pada kornea
Radikal keratotomi, dengan laser, keratomileusis,dan epiropati.

Prognosis
Pada miopia ringan dan sedang memiliki prognosis yang baik jika dengan penggunaan kaca mata
yang sesuai. Sedangkan pada miopia progresif memiliki prognosis yag buruk terutama bila
disertai perubahan koroid dan viterus. Sedangkan pada miopia maligna itu memiliki prognosis
yang sangat buruk.

37
g. ASTIGMATISMA
Definisi
Astigmatisme adalah cacat mata dengan gejala jika melihat sebuah titik (bintik cahaya) akan
terlihat garis terang menyebar. Hal ini terjadi karena lensa mata (kornea) tidak
mempunyai permukaan yang bulat benar. Kelainan kornea ini mengakibatkan pembiasan
sinar pada satu meridian berlainan dengan meridian lain. Mata astigmat dapat ditolong
dengan kacamata berlensa silindrik negative, yang berfungsi melemahkan pembiasan
terkuat pada satu meridian, atau dapat juga dengan lensa silindris positif untuk
memperkuat pembiasan terlemah pada satu meridian
Mata astigmat atau mata silindris adalah suatu keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam
mata tidak terpusat pada satu titik saja tetapi sinar tersebut tersebar menjadi sebuah garis.
Astigmatisma merupakan kelainan pembiasan mata yang menyebabkan bayangan
penglihatan pada satu bidang fokus pada jarak yang berbeda dari bidang sudut. Pada
astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan ke retina di dua garis titik api yang saling
tegak lurus.

Etiologi
Astigmatisma terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea.Bayi yang
baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam
perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut astigmatisme with the rule
(astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal
bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari
kelengkungan kornea di bidang horizontal.

38
Astigmatisme juga sering disebabkan oleh adanya selaput bening yang tidak teratur
dan lengkung kornea yang terlalu besar pada salah satu bidangnya. Permukaan
lensa yang berbentuk bulat telur pada sisi datangnya cahaya, merupakan contoh
dari lensa astigmatis.
Selain itu daya akomodasi mata tidak dapat mengkompensasi kelainan astigmatisma
karena pada akomodasi, lengkung lensa mata tidak berubah sama kuatnya di
semua bidang. Dengan kata lain, kedua bidang memerlukan koreksi
derajat akomodasi yang berbeda, sehingga tidak dapat dikoreksi pada saat
bersamaan tanpa dibantu kacamata. Adapaun bentuk-bentuk astigmat adalah
sebagai berikut:
1.Astigmat Reguler yaitu astigmat yang memperlihatkan kekuatan pembiasan
bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian
meridian berikutnya.
2. Astigmat ireguler : astigmat yang terjadi tidak mempunyai dua meridian
yang saling tegak lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan
kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler.
Astigmatisma ireguler terjadi akibat infeksi kornea,trauma dan distrofi atau akibat
selaput bening.
Patofisiologi
Mata seseorang secara alami berbentuk bulat. Dalam keadaan normal, ketika cahaya
memasuki mata, itu dibiaskan merata, menciptakan pandangan yang jelas objek.
Astigmatisma terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea.Bayi yang
baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam
perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut astigmatisme with the rule
(astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal
bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari
kelengkungan kornea di bidang horizontal. Mata seseorang dengan Silindris
berbentuk lebih mirip sepak bola atau bagian belakang sendok.. Untuk orang ini,
ketika cahaya memasuki mata itu dibiaskan lebih dalam satu arah daripada yang
lain, sehingga hanya bagian dari obyek yang akan fokus pada satu waktu.. Objek
pada jarak pun dapat muncul buram dan bergelombang.
Pada kelainan mata astigmatisma, bola mata berbentuk ellips atau lonjong, seperti
bola rugby, sehingga sinar yang masuk ke dalam mata tidak akan bertemu di satu
titik retina. Sinar akan dibiaskan tersebar di retina. Hal ini akan menyebabkan
pandangan menjadi kabur, tidak jelas, berbayang, baik pada saat untuk melihat
jarak jauh maupun dekat.
39
Manifestasi klinis
Gangguan penglihatan/ketajaman penglihatan
Ketegangan pada mata
Kelelahan pada mata
Pandangan berbayang serta kabur
Mata berair
Fotofobia
Komplikasi
Myopia ( Rabun jauh )
Hypermetropia ( Rabun dekat )
Diagnosa
Refraksi Subjektif
1. Trial and Error
2. Pemeriksaan Fogging Technique dengan grafik Astigmatisme
3. Cross Cylinder Technique
Refraksi Objektif
1. Retinoskopi
2. Refraktometri
3. Topografi kornea
4. Keratometri
Tatalaksana
1.Kaca Mata (silindris +/-)
2.Lensa Kontak (silindris +/-)
3.LASEK
4.Astigmatisme Keratotomy

h. PRESBYOPIA
Definisi
Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan fleksibilitasnya sehingga
membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk
gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai
dengan makin meningkatnya umur.
Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini bukan merupakan
penyakit dan tidak dapat dicegah. Presbiopi atau mata tua yang disebabkan karena daya
akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baik akibatnya lensa mata tidak dapat
menmfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga mata tidak bisa melihat
40
yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin
berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.
Daya akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk mencembung dan memipih
(Wikipedia, 2012). Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah umur itu, umumnya
seseorang akan membutuhkan kaca mata baca untuk mengkoreksi presbiopinya.
Epidemiologi
Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang tinggi.
Karena presbiopi berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan langsung dengan
orang-orang lanjut usia dalam populasinya.
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopi karena onsetnya yang lambat,
tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopi terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun.
Studi di Amerika pada tahun 1955 menunjukkan 106 juta orang di Amerika mempunyai
kelainan presbiopi.

Faktor resiko utama bagi presbiopi adalah usia, walaupun kondisi lain seperti trauma,
penyakit sistemik, penyakit kardiovaskular, dan efek samping obat juga bisa
menyebabkan presbiopi dini.
Etiologi
a) Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut
b) Kelemahan otot-otot akomodasi
c) Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat kekakuan
(sklerosis) lensa
Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata
karenaadanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul
sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih
keras (sklerosis)dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian
kemampuan melihat dekat makin berkurang.
Klasifikasi
a. Presbiopi Insipien tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa didapati
pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila
dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca
b. Presbiopi Fungsional Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan
didapatkan kelainan ketika diperiksa
c. Presbiopi Absolut Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana
proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali
41
d. Presbiopi Prematur Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya
berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan
e. Presbiopi Nokturnal Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap
disebabkan oleh peningkatan diameter pupil
Gejala
Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus / kecil
Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa juga
disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama
Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca atau menegakkan punggungnya
karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa (titik dekat mata makin
menjauh)
Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari
Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca
Terganggu secara emosional dan fisik
Sulit membedakan warna
Diagnosis Presbiopi
1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopi
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopi dengan
menggunakan Snellen Chart
b. Refraksi Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien
diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat
terkecil yang bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar
20/30.
c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk
pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg,
amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis
d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk
mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia.
e. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi,
penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh
tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan
adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect
diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior

42
Penatalaksanaan Presbiopi
Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi adalah untuk
mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek
yang dekat
Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai
usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca
tulisan pada kartu Jaeger 20/30
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak
melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan yang
dibaca terletak pada titik fokus lensa +3.00 D
Usia Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan
(tahun
)
40 +1.00 D
45 +1.50 D
50 +2.00 D
55 +2.50 D
60 +3.00 D
Selain kaca mata untuk kelainan presbiopi saja, ada beberapa jenis lensa lain
yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada
bersamaan dengan presbiopia. Ini termasuk:
a. Bifokal untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif
b. Trifokal untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh.
Bisa yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif
c. Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat.
Bagian bawah adalah untuj membaca. Sulit dipasang dan kurang
memuaskan hasil koreksinya
d. Monovision kontak lensa kontak untuk melihat jauh di mata
dominan, dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-
dominan. Mata yang dominan umumnya adalah mata yang digunakan
untuk fokus pada kamera untuk mengambil foto
e. Monovision modified lensa kontak bifokal pada mata non-
dominan, dan lensa kontak untuk melihat jauh pada mata dominan.

43
Kedua mata digunakan untuk melihat jauh dan satu mata digunakan
untuk membaca.
Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan
keratektomi fotorefraktif

i. ANISOMETROPIA
Definisi
Isometropia merupakan keadaan dimana kedua mata memiliki kekuatan refraksi yang sama.
Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan, yaitusuatu keadaan dimana
kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi. Anisometropria dengan perbedaan antara
kedua mata lebih dari atau sama dengan 2,5 dioptri akan menyebabkan perbedaan bayangan
sebesar 5% atau lebih. Perbedaan bayangan antara kedua mata sebesar 5% atau lebih pada
umumnya akan menimbulkan gejala aniseikonia.
Etiologi
1. Kongenital dan anisometropiakarenapertumbuhan, yaitumuncul disebabkan oleh perbedaan
pertumbuhan dari kedua bola mata
2. Anisometropia didapat, yaitumungkin disebabkan oleh aphakia uniokular setelah
pengangkatan lensa pada katarak atau disebabkan oleh implantasi lensa intra okulerdengan
kekuatan yang salah
Anisometropia dapat terjadi apabila:
2. mata yang satu hipermetropia sedangkan yang lain miopia (antimetropia)
3. mata yang satu hipermetropiaatau miopiaatauastagmatisma sedangkan yang lain emetropia
4. mata yang satu hipermetropia dan yang lain jugahipermetropia, dengan derajatrefraksiyang
tidak sama
5. mata yang satu miopiadan yang lain juga miopia dengan derajatrefraksiyang tidak sama
6. mata yang satu astigmatisma danyang lain jugaastigmatisma dengan derajat yang tidak sama

Klasifikasi Anisometropia
1. Simple anisometropia: dimanarefraksisatu mata adalah normal (emetropia) dan mata yang
lainnya miopia (simple miopia anisometropia) atau hipermetropia (simple miopia
anisometropia).
2. Coumpound anisometropia: dimana pada kedua mata hipermetropia (coumpound
hipermetropic anisometropia) atau miopia (coumpound miopia anisometropia), tetapi sebelah
mata memiliki gangguan refraksi lebih tinggi dari pada mata yang satunya lagi.
3. Mixed anisometropia: dimana satu mata adalah miopia dan yang satu lagi hipermetropia, ini
juga disebut antimetropia.
44
4. Simple astigmmatic anisometropia: dimana satu mata normal dan yang lainnya baik simple
miopia atau hipermetropi astigamatisma.
5. Coumpound astigmatismatic anisometropia: dimana kedua mata merupakan astigmatism
tetapi berbeda derajatnya.

Sloane membagianisometropiamenjadi 3 tingkat yaitu


1. anisometropiakecil, bedarefraksilebihkecildari 1,5 D
2. anisometropiasedang, bedarefraksiantara 1,5-2,5 D
3. anisometropiabesar, bedarefraksilebihbesardari 2,5 D

Gejala Anisometropia
Gejala anisometropia sangat bervariasi. Menurut Friedenwald gejala anisometropia muncul apabila
terdapat perbedaan bayangan yang diterima pada kedua retina (aniseikonia). Gejala anisometropia
pada umumnya sakit kepala, pada kedua mata merasa tidak enak, panas, tegang. Gejala yang
spesifik pada anisometropiayaitupusing, mual-mual, kadang-kadang melihat ganda, kesulitan
memperkirakan jarak suatu benda, melihat lantai yang bergelombang.

Kelainan Klinik akibat Anisometropia


1) akibat perbedaan visus
adanya perbedaan visus kedua mata berakibat gangguan fusi, sehingga orang tersebut akan
menggunakan mata yang lebih baik, sedangkan mata yang kurang visusnya akan disupresi.
Apabila keadaan ini dibiarkan maka akan dapat terjadi strabismus, dan apabila terjadi pada
anak-anak yang masih mengalami perkembangan visus binokular, dapat mengakibatkan
ambliopia.
2) akibat perbedaan bayangan
perbedaan bayangan meliputi perbedaan ukuran dan bentuk. Adanya perbedaan bayangan
disebut aniseikonia. Pada aniseikonia selalu terjadi gangguan penglihatan binokular.
Gangguan penglihatan binokular ini diakibatkan oleh ketidaksamaan rangsangan untuk
penglihatan stereoskopik.
Secara klinik praktis aniseikonia yang terjadi akibat anisometropia dapat diketahui dari kelainan
Diagnosis Anisometropia
Diagnosis anisometropiadapatdibuatsetelahpemeriksaanretinoskopipadapasien yang penglihatannya
berkurang.Padapemeriksaanretinoskopidinilairefleks fundus
dandenganinibisadiketahuiapakahseseorangmenderitahipermetropia,
miopiaatauastigmatisma.Kemudianbaruditentukanberapakahperbedaankekuatanrefraksiantaraked
ua bola matadanditentukanbesarkecilnyaderajatanisometropia
45
Penatalaksanaa
Anisometropiamerupakansalah satu gangguan penglihatan, yaitusuatu keadaan dimana kedua mata
terdapat perbedaan kekuatan refraksi,
sehinggapenatalaksanaananisometropiaadalahmemperbaikikekuatanrefraksikeduamata.Adapunbe
berapapenatalaksananbaikmenggunakanalatmaupuntindakan, yaitu:
1. Kacamata. Kacamatakoreksibisamentoleransisampaimaksimumperbedaanrefraksikeduamata
4D. lebihdari 4D koreksidenganmenggunakankacamatadapatmenyebabkanmunculnya
diplopia.
2. Lensakontak. Lensakontakdisarankanuntukdigunakanuntukanisometropia yang
tingkatnyalebihberat.
3. Kacamataaniseikonia. Hasilkliniknyaseringmengecewakan.
4. Modalitaslainnyadaripengobatan, termasukdiantaranya:
a) Implantasilensaintraokuleruntukaphakiauniokuler
b) Refractive cornea surgery untukmiopia unilateral yang tinggi, astigmata,
danhipermetropia
c) Pengangkatandarilensakristaljernihuntukmiopia unilateral yang sangattinggi
(operasifucala)
Komplikas
Komplikasipertama yang munculakibatanisometropiaadalah diplopia, ambliopiadan strabismus
sebagaikompensasimataterhadapperbedaankekuatanrefraksikeduamatadan yang paling
ditakutiadalahkebutaanmonokular.

j. AMBLYOPIA
Definisi
Berkurangnya penglihatan yang terjadi karena otak mengabaikan gambar yang diterima
dari mata. Kehilangan penglihatan mungkin tak dapat dipulihkan jika tidak didiagnosa
dan diobati sebelum berumur 8 tahun.
Etiologi
Kurangnya rangsang untuk meningkatkan perkembangan penglihatan.
Kausa ekstraneural yang menyebabkan turunnya tajam penglihatan (ex:
katarak, astigmatism, strabismus, atau kelainan refraksi yang tidak dikoreksi)
mekanismenya adalah memicu penurunan fungsi visual pada orang yang
sensitif.
Anisometropia, juling, oklusi, katarak, dan kekeruhan media penglihatan
lainnya.
Patofisiologi
46
Saluran visual seorang anak sepenuhnya tidak berkembang sewaktu lahir. Sistem
penglihatan dan otak perlu dirangsang dengan jelas, focus, diluruskan dengan
semestinya, penumpukkan gambar dari kedua mata untuk dapat berkembang dengan
semestinya. Perkembangan ini terjadi sebagian besar terjadi pada usia 3 tahun pertama
tetapi tidak sempurna hingga usia sekitar 8 tahun.
Jika otak tidak mendapat rangsangan visual dengan semestinya dari mata selama periode
perkembangan, otak belajar untuk mengabaikan (menahan) gambar dari mata,
menyebabkan kehilangan penglihatan.
Manifestasi Klinis
Terdapat beberapa tanda pada mata dengan ambliopia, yaitu:
- Berkurangnya penglihatan 1 mata
- Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding.
- Hilangnya sensitivitas kontras
- Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik
- Adanya anisokoria
- Tidak mempengaruhi penglihatan warna
- Biasanya daya akomodasi menurun
Diagnosis
Uji Crowding Phenoma
Dengan membaca huruf pada kartu Snellen yang dibuka satu persatu huruf atau dengan kata
lain diisolasi, kemudian dilanjutkan dengan membaca sebaris huruf yang sama.
Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf yang diisolasi ke huruf dalam satu baris
fenomena crowding ambliopia +.
Uji Densiti Filter Netral
Prinsipnya, mata yang ambliopia secara fisiologik berada dalam keadaan beradaptasi gelap,
sehingga jika pada mata ambliopia dilakukan uji penglihatan dengan intensitas sinar
yang diturunkan (memakai filter densiti netral) maka tidak akan terjadi penurunan
tajam penglihatan.
Uji Worths Four Dot
Uji untuk melihat penglihatan binocular, adanya fusi, korespondensi retina abnormal,
supresi pada satu mata, dan juling.
Penderita dipakaikan kacamata dengan filter merah di mata kanan dan filter biru di mata kiri
dan melihat pada objek 4 titik dimana 1 berwarna merah, 2 hijau, dan 1 putih.

k. DIPLOPIA
Definisi
47
Diplopia atau penglihatan ganda adalah keluhan berupa melihat dua gambaran dari satu
objek
Pembagian Diplopia
Diplopia Monokuler
Diplopia monokuler adalah penglihatan ganda yang timbul pada mata yang sakit saat
mata yang lain ditutup. Diplopia monokuler merupakan keluhan yang dapat
diberikan oleh penderita dan sebaiknya diperhatikan adalah adanya kelainan
refraksi. Bila terjadi gangguan pembiasan sinar pada mata, maka berkas sinar tidak
homogen sampai di makula yang akan menyebabkan keluhan ini.
Kelainan di luar bola mata yang dapat menyebabkan diplopia monokuler adalah bila
melihat melalui tepi kaca mata, koreksi astigmatisme tinggi yang tidak sempurna,
sedang kelainan optik di dalam mata yang memberikan keluhan diplopia
monokuler adalah miopia tinggi, astimatireguler, dislokasi lensa, udara atau benda
transparan dalam mata, spasme ireguler dari badan silier dan megalokornea,
makulopatia, ablasi retina, iridodialis, ireguler tear film, dan katarak.

Diplopia Binokuler
Diplopia binokuler adalah penglihatan ganda terjadi bila melihat dengan kedua mata
dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Pada esotropia atau satu mata
bergulir ke dalam maka bayangan di retina terletak sebelah nasal makula dan
benda seakan-akan terletak sebelah lateral mata tersebut sehingga pada esotropia
atau strabismus konvergen didapatkan diplopia tidak bersilang (uncrossed) atau
homonimus. Sedang pada eksotropia atau strabismus divergen sebaliknya diplopia
bersilang (crossed) atau heteronimus.
Penyebab diplopia binokuler dapat terjadi karena miastenia gravis, parese atau
paralisis otot penggerak mata ekstraokuler. Saraf kranial III yang mengenai satu
otot kemungkinan adalah lesi nuklear
Mekanisme Diplopia
Dua mekanisme utama diplopia adalah misalignment okuler dan aberasi okuler (misal defek
kornea, iris, lensa, atau retina). Kunci paling penting untuk mengidentifikasi
mekanisme diplopia adalah dengan menentukan termasuk diplopia monokuler atau
diplopia binokuler. Misalignment okuler pada pasien dengan penglihatan binokuler
yang normal akan menimbulkan diplopia binokuler. Misalignment okuler menyebabkan
terganggunya kapasitas fusional sistem binokuler. Koordinasi neuromuskuler yang
normal tidak dapat menjaga korespondensi visual objek pada retina kedua mata.

48
Dengan kata lain, sebuah objek yang sedang dilihat tidak jatuh pada fovea kedua retina,
maka objek akan tampak pada dua tempat spasial berbeda dan diplopia pun terjadi.
Pada hampir semua keadaan, diplopia monokuler disebabkan oleh aberasi lokal pada
kornea, iris, lensa, atau yang jarang yaitu retina. Diplopia monokuler tidak pernah
disebabkan oleh misalignment okuler.
Terakhir, diplopia yang terjadi tanpa penyebab patologis, biasa disebut diplopia fungsional/
fisiologis. Pasien dengan diplopia fungsional juga sering mengeluhkan berbagai gejala
somatik atau neurologis.
Anamnesis
Anamnesis yang lengkap dan menyeluruh merupakan evaluasi yang paling berguna dalam
menangani pasien dengan diplopia. Setiap upaya dibuat untuk menyakinkan apakah
diplopia yang terjadi adalah diplopia monokuler atau binokuler karena akan sangat
menentukan mekanisme terjadi dan penyebabnya. Pada pasien dengan diplopia
binokuler, pemeriksa dapat mengevaluasi kelainan-kelainan yang dapat menimbulkan
misalignment okuler baik karena proses neurologis maupun karena penyakit orbita.
Sedangkan pada pasien dengan diplopia monokuler, pemeriksa dapat memfokuskan
pada kelainan di mata
Tiga gejala yang penting harus diketahui dengan jelas:
Apakah menutup salah satu mata membuat diplopia hilang? Jika seorang pasien
ragu apakah ia mengalami diplopia monokuler atau binokuler, pasien disuruh
melihat sebuah objek yang ada di ruang pemeriksaan yang tampak ganda dan
menentukan apakah penglihatan ganda menetap jika mata kanan ditutup atau
menetap jika mata kiri yang ditutup. Namun, perlu diingat bahwa diplopia
monokuler dapat terjadi pada kedua mata secara simultan (disebut diplopia
monokuler bilateral).
Apakah deviasi sama pada semua arah gaze (pandangan) atau oleh penekukan dan
pemutaran kepala dalam berbagai posisi? Hal ini menentukan deviasi komitan,
dengan tanpa perbedaan dalam pemisahan objek-objek pada semua arah gaze. Jika
taraf deviasi berubah (dan mungkin hilang pada arah tertentu) maka deviasinya
inkomitan dan diperkirakan ada masalah inervasi, paling mungkin adalah parese
otot.
Apakah objek kedua terlihat horizontal (bersisian) atau vertikal (atas dan bawah)?
Diplopia obliks (terpisah secara horizontal dan vertikal) dapat dipertimbangkan
sebagai manifestasi diplopia vertikal.
Dalam anamnesis juga perlu memasukkan elemen-elemen yang dapat membantu
melokalisasikan sumber masalah. Seperti biasa pemeriksa harus mengumpulkan
49
informasi mengenai onset, durasi, frekuensi, gejala-gejala yang berhubungan, dan
faktor yang menimbulkan atau menghilangkan keluhan. Pasien harus ditanya dengan
spefisik mengenai penurunan visus, trauma, strabismus masa kanak-kanak, ambliopia,
dan pembedahan mata atau strabismus sebelumnya. Yang juga penting adalah
meninjau seluruh sistem neurologis dan oftalmis.
Pemeriksaan Diplopia Monokuler
Untuk menentukan penyebab okuler spesifik dari diplopia monokuler perlu dilakukan
pemeriksaan oftalmologik lengkap termasuk pemeriksaan slit lamp. Jika keahlian atau
perlengkapan inadekuat, konsultasi oftalmologik harus dilakukan untuk refraksi dan
pemeriksaan kornea, iris, lensa, media okuler, dan retina untuk setiap pasien yang
mengeluh diplopia monokuler. Jika pinhole mengoreksi diplopia, maka penyebabnya
mungkin melibatkan kornea atau lensa. Kelainan macula retina tidak akan membaik
dengan pinhole. Amsler chart dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit
macula yang harus diverifikasi dengan oftalmoskopi direk

Pemeriksaan Diplopia Binokuler


Pemeriksaan pasien dengan misalignment okuler tidak hanya mencakup pemeriksaan
pergerakan mata. Pemeriksa harus mengukur atau memperhatikan misalignment okuler
dari berbagai arah gaze, pembengkakan periorbital, abnormalitas orbital seperti
eksoftalmus/ proptosis atau enoftalmus, injeksi konjungtiva atau sklera, posisi
palpebra, dan kelemahan otot-otot ekstraokuler atau otot levator palpebra. Pemeriksaan
neurologis lengkap perlu dilakukan. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan:
Pemeriksaan Bola Mata, Orbita, dan Kelopak Mata
Pemeriksaan Pergerakan Otot Ekstraokuler
Pemeriksaan Neuromuscular Junction
Pemeriksaan Saraf Kranial III, IV, dan VI
Pemeriksaan batang otak
Pemeriksaan jalur supranuklear
Lain-lain
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diplopia bergantung pada penyebab diplopia itu sendiri. Pada kasus
diplopia monokuler dilakukan koreksi refraksi. Untuk kelainan orbita pemeriksaan CT
scan dan MRI adalah suatu indikasi. Pada kasus-kasus kronik, diplopia binokuler, MRI
adalah suatu indikasi kecuali jika etiologi sudah jelas. Pembedahan atau pemberian
obat-obatan atau penggunaan lensa prisma dapat mengurangi gejala diplopia bila
etiologinya telah ditemukan dan keadaan umum telah baik.
50
Klinis
- Menutup satu mata: menutup mata sering diperlukan, karena pasien harus terus
beraktivitas sambil menunggu intervensi
- Lensa oklusif stick-on dapat dipakaikan ke kacamata untuk meminimalkan
handicap pada penggunaan tutup mata, sambil mengaburkan satu mata untuk
meminimalkan penglihatan ganda yang mengganggu.
- Prisma Fresnel: prisma ini dapat melekat ke kacamata. Meski prisma ini hanya
cocok untuk deviasi stabil yang ada di semua arah gaze, prisma ini mengaburkan
gambar dari mata itu dan berfungsi dalam banyak hal seperti lensa oklusif.
- Pengobatan miastenia gravis: mestinon atau agen antikolinergik kerja lama, serta
kortikosteroid.
Pembedahan
- Pembedahan strabismus kadang-kadang diperlukan. Resesi/ reseksi khas jarang
diindikasikan karena satu otot yang sering lemah permanen, dan pembedahan
standar apapun akan kehilangan efek pada akhirnya. Pengecualian pada fraktur
blow out saat dilakukan pelepasan pada penjepitan jaringan lunak dari fraktur di
dasar orbita dapat sangat efektif.
- Pembedahan transposisi (pembedahan Hummelsheim). Dengan paralisis permanen
otot rectus lateral, mengatasi kerja otot rectus medial yang tidak dilawan, mungkin
dilakukan dengan membagi otot rectus superior dan inferior dan dengan
memasukkan setengah lateral dari kedua otot itu ke insersio otot rectus lateral. Jika
tidak, resesi otot rectus medial yang tercapai hanya dalam waktu sementara.
Meskipun dapat melihat tunggal pada pandangan lurus, diplopia tetap ada dengan
pandangan ke otot yang paralisis
- Paralisis otot obliks superior Knapp
Dengan kelemahan permanen otot obliks superior, mungkin dapat dilakukan
pelemahan otot yoke mata yang lain (otot rectus superior) juga yang merupakan
antagonis direk (otot obliks inferior) pada mata yang sama, bersama-sama dengan
pemendekan otot yang terkena, dapat meminimalkan deviasi
- Kemodenervasi
Membantu mencegah kontraktur di mata dengan paresis otot ekstraokuler, khususnya
saat kembalinya fungsi diharapkan. Injeksi multipel selama beberapa bulan dengan
toxin botulinum ke otot rectus medial mengurangi kontraktur karena kelemahan
otot rectus lateral akibat paralisis saraf VI. Efeknya lebih permanen dibanding
dengan yang diharapkan, otot yang tidak disuntik malah membantu pemendekan
dan kontraktur.
51
Komplikasi
Pada bayi dan balita, diplopia dapat menyebabkan supresi atau ambliopia

l. SUPRESION
Merupakan keadaan mata dimana tidak dapat berfungsi dengan sempurna. Biasanya ini
terjadi apabila tahap penglihatan tidak sama antara dua mata. Mata yang lebih lemah
tahap penglihatannya menjadi mata malas, karena secaralangsung hanya menggunakan
mata yang baik saja dan akhirnya mata yang malas tersebut tidak dapat bergerak atau
tidak berfungsi.
Penyebab ketidak seimbangan
Katarak
Ptosis
Juling
Terapi:
Oklusi mata yang baik
Terapi penglihatan

m. NIGHT BLINDNESS
Definisi
Rabun senja, yang sering disebut juga sebagai rabun ayam atau Nyctalopia, merupakan
kelainan pada mata yang terjadi akibat kekurangan vitamin A.Kurangnya kadarenergy
protein, kekurangan zinc, efek obat pencahar, mutasi genetic, dan konsumsi alcohol
berlebihan juga memperparah keadaan penderita rabun senja. Rabun senja disebabkan oleh
rusaknya sel retina yang semestinya bekerja pada lingkungan minim cahaya. Pada penderita
rabun senja, sel pada retina dapat menjadi rusak karena kekurangan vitamin A, namun dapat
pula diakibatkan oleh mata minus, katarak, retinis pigmentosa, obat-obatan, atau bawaan
sejak lahir. Maka, dapat dikatakan bahwa rabun senja merupakan suatu gejala klinis tahap
awal akibat kekurangan vitamin A.

Pada sel batang di retina mata terdapat rhodopsin atau visual purple (pigmen ungu) yang
mengandung vitamin A yang terikat pada protein. Pada mata normal, apabila menerima
cahaya, rodopsin akan terkonversi menjadi visual yellow dan kemudian menjadi visual
white. Konversi ini membutuhkan vitamin A. Regenerasi visual purple hanya akan terjadi
apabila tersedia vitamin A yang cukup. Tanpa regenerasi, maka pengelihatan mata pada
cahaya remang akan terganggu. Oleh karena itu, apabila kekurangan vitamin A, maka mata
akan sulit melihat ketika berada di lingkungan kurang cahaya.
52
Pada sistim pengelihatan, ada tiga macam pengelihatan, yakni pengelihatan photopic,
pengelihatan mesopic, dan pengelihatan scotopic.Pengelihatan photopic adalah pengelihatan
pada kondisi lingkungan yang banyak cahaya sehingga sel kerucut bekerja maksimal.Tiga
jenis sel kerucut, yakni hijau, biru, dan merah, bekerja menghasilkan persepsi warna di tempat
terang.Pengelihatan mesopic adalah ketika sel batang dan sel kerucut bekerja secara
bersamaan untuk menghasilkan persepsi warna. Pada keadaan ini, lingkungan tetap memiliki
kadar cahaya namun kurang, seperti pada saat matahari akan terbenam. Sedangkan
pengelihatan scotopic adalah pada saat lingkungan benar-benar kurang cahaya, seperti pada
saat malam hari ketika hanya disinari oleh bulan.Pada keadaan ini, hanya sel batang yang
bekerja dan tidak ada lagi warna yang dapat dilihat.

53
Penderita rabun senja memiliki kesulitan untuk melihat pada saat hari sudah senja (keadaan
penglihatan mesopic) dan di lingkungan yang kurang cahaya (keadaan penglihatan scotopic).
Rabun senja bisa jadi merupakan sebuah gejala yang menandakan bahwa seseorang terjangkit
suatu kelainan mata, misalnya retinis pigmentosa.
Gejala
Ada beberapa gejala yang muncul pada penderita Nyctalopia atau rabun senja, yaitu
sulit melihat pada tempat dengan cahaya minimal,
kesulitan melihat saat mengemudi di sore hari,
selain itu, perasaan bahwa mata memerlukan waktu yang lebih lama untuk penyesuaian
terhadap perubahan dari terang ke gelap juga dapat merupakan gejala rabun senja.

Klasifikasi
Kekurangan vitamin A menujukkan gejala-gejala klinis yang bertahap.Berikut klasifikasi
kekurangan vitamin A menurut WHO/USAID UNICEF/HKI/IVACG, 1996.

1. XN
Rabun senja (hemeralopia, nyctalopia) termasuk dalam klasifikasi XN.Pada keadaan ringan, sel
batang retina sulit beradaptasi pada lingkungan dengan keadaan kurang cahaya sehingga
kemampuan penglihatan menurun pada kondisi ini.

2. XIA
Xerosis konjungtiva merupakan tahap lanjut
defisiensi vitamin A setelah rabun senja.Selaput lendir
bola mata tampak kurang mengkilat atau tampak kering,
berkeriput, dan berpigmentasi serta permukaan tampak
kasar dan kusam.

3. XIB
Kelanjutan dari XIA (xerosis konjungtiva)
yang ditambah dengan munculnya bercak bitot,
yaitu bercak putih yang tampak seperti busa sabun
atau keju yang biasanya terdapat di daerah celah
mata sisi luar.Bercak ini merupakan penumpukan
keratin dan sel epitel.Mata yg normal biasanya

54
mengeluarkan mukus yaitu cairan lemak kental yg dikeluarkan sel epitel mukosa untuk
mencegah infeksi. Bila kekurangan vitamin A, sel epitel akan mengeluarkan keratin (protein
yg tidak larut dalam air) dan bukan mukus. Bila sel epitel mengeluarkan keratin, sel membran
akan kering dan mengeras yg disebut keratinisasi. Keadaan bisa berlanjut menyebabkan
penyakit xeroftalmia bila tidak diobati mata akan buta.
4. X2
Kekeringan pada konjungtiva yang berlanjut
hingga kornea, disebut dengan xerosis
kornea.Kornea tampak kering dengan permukaan
yang tampak kasar.

5. X3A
Keratomalasia atau ulserasi kornea dengan lebar
kurang dari 1/3 permukaan kornea dimana kornea
melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.Pada
tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea
pecah).Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir
dengan perforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan
dapat membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan.

6. X3B
Sama seperti X3A (Keratomalasia atau ulserasi
kornea), namun lebar infeksinya lebih dari 1/3
permukaan kornea.

7. XS
Xeroftalmia scar merupakan sikatriks (jaringan
parut) kornea. Kornea mata tampak menjadi putih atau
bola mata tampak mengecil. Apabila luka pada kornea
telah sembuh, maka akan meninggalkan bekas berupa
sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta dan
55
apabila ingin disembuhkan maka kornea harus dicangkok atau diganti yang baru.
8. XF

fun
d
u XF
s

Xeroftalmia fundus merupakan keadaan dimana terjadi kelainan pada fundus (permukaan dalam
mata yang terdiri dari retina, makula, fovea, blind spot/optic disc dan posterior pole).Fundus
tampak seperti cendol.Ditandai pula dengan adanya noda-noda putih yang menyebar di
seluruh fundus.Selain itu, terdapat luka pada retina (seperti bintik putih), dengan terjadi
penyempitan luas pandang.

Perlu diketahui bahwa penderita pada tahap XN, XIA, XIB, dan X2 biasanya masih dapat
disembuhkan dengan pengobatan yang baik. Kondisi X2 merupakan tahap yang sudah cukup
gawat dan harus segera diobati apabila penderita masih menginginkan matanya kembali
normal karena apabila dibiarkan, maka kelainan akan dengan cepat berlanjut ke tahap
X3.Tahap X3A dan X3B juga masih dapat diobati namun meninggalkan cacat dan bahkan
dapat menyebabkan kebutaan total apabila kelainan pada kornea cukup luas sehingga
menutupi seluruh bagian kornea. Sedangkan pada tahap XS, penderita sudah tidak dapat
disembuhkan.Namun untuk XF, penderita dapat disembuhkan apabila dilakukan pengobatan
yang teratur dengan terapi vitamin A selama 2-4 bulan.
Diagnosis
Mendeteksi rabun senja dapat dilakukan dengan banyak cara. Cara yang dilakukan untuk
mendiagnosis rabun senja dikelompokkan menjadi dua, yaitu anamnesis dan pemeriksaan
secara biofisik.
Anamnesis merupakan diagnosis awal terhadap suatu penyakit.Sedangkan pemeriksaan biofisik
terdiri dari Tes adaptasi gelap secara sederhana, tes adaptasi gelap dengan adaptometri gelap,
dan pemeriksaan mata dengan Electroretinography.

56
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang biasanya dilakukan pertama kali pada penderita dengan
menanyakan riwayat penderita tentang keluhan penyakitnya saat ini dan penyakitnya pada
masa lampau.
Pertanyaan yang diberikan mengenai:
Identitas diri dan identitas orangtua (apabila penderitanya adalah anak-anak)
Keluhan pada penglihatannya (penglihatan pada suasana bayak cahaya atau kurang
cahaya)
Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya, (apakah pernah menderita diabetes,
campak, penyakit infeksi, gangguan pada hati, dll)
Riwayat pola makan (apakah mengkonsumsi makanan bervitamin A atau tidak)

Pemeriksaan secara Biofisik


a. Tes Adaptasi Gelap sederhana
Tes adaptasi gelap sederhana dilakukan dengan merancang sebuah ruangan dengan suasana gelap
(kurang cahaya). Dapat dilakukan beberapa cara untuk mendiagnosa seseorag menderita
rabun senja atau tidak. Salah satu cara yang sederhana adalah dengan memerintahakan orang
yang akan diperiksa tersebut untuk melakukan sesuatu, misalnya mengambil barang
berbentuk segitiga. Orang yang penglihatan skotopikya normal masih dapat membedakan
bentuk karena masih dapat melihat dalam keadaan kurang cahaya setelah beradaptasi
beberapa waktu. Sedangkan orang yang menderita rabun senja sudah tidak dapat lagi
membedakan bentuk, karena penglihatannya akan hitam dan gelap sama sekali.

b. Tes Adaptasi Gelap dengan menggunakan alat Adaptometri Gelap


Adaptometri gelap adalah suatu alat yang dikembangkan untuk mengetahui kadar vitamin A tanpa
mengambil sampel darah menggunakan suntikan. Mengingat bahayanya suntuikan apabila
tidak digunakan dalam keadaan steril.

Pemeriksaan kekurangan vitamin A dengan adaptometri gelap menggunakan alat iluminator yang
dibuat di Laboratorium Fisika Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Iluminator
terdiri dari dua lampu LED (light emitting diode) yang digunakan untuk pemeriksaan.Lampu
pertama memancarkan cahaya kuning-hijau dengan panjang gelombang 572
nanometer.Lampu itu memiliki spesifi kasi 22 tingkatan rentang intensitas cahaya mulai dari -
1,208 sampai dengan 1,286 log candela per meter persegi (log cd/m2).Sedangkan lampu
kedua memancarkan cahaya kuning-merah dengan panjang gelombang 626

57
nanometer.Sebelum pemeriksaan, pasien menjalani binocular partial bleach, cahaya terang
ditimpakan pada mata dengan menggunakan blitz kamera.
Selanjutnya, pasien akan diminta untuk beradaptasi dengan kondisi gelap selama 10 menit di
suatu ruangan yang telah dibuat gelap. Jendela-jendela yang ada di ruangan itu ditutup dengan
menggunakan kain hitam.Derajat gelap yang dijadikan patokan berdasarkan kondisi
seseorang yang berada di dalam ruang gelap tersebut tidak dapat melihat huruf berukuran
tinggi 10 sentimeter dan tebal 1,5 sentimeter dengan tinta hitam pada kertas putih.
Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan meletakkan lampu kuning-hijau dengan wadah
berbentuk corong di hadapan mata kiri.Bentuk corong tersebut dirancang sedemikian rupa
sehingga dapat menutup mata kiri.Sedangkan lampu kuning merah diarahkan dari sisi
temporal atau samping mata kanan untuk memberikan iluminasi (datangnya cahaya ke suatu
objek) yang mempermudah pengamatan respons pupil mata kanan.
Pengamatan mata sebelah kanan itu dilakukan dengan bantuan lup 2,5 kali pembesaran. Saat
pemeriksaan, perhatian sub jek diarahkan pada suatu objek berluminasi yang diletakkan pada
jarak enam meter.Pada mata kiri diberikan stimulus cahaya kuninghijau selama satu detik
mulai dari intensitas terkecil.
Intensitas stimulus dinaikkan bertahap mulai dari intensitas cahaya paling rendah dengan selang
interval 10 detik hingga pupil (mata sebelahnya) memberikan respons mengecil yang dapat
dilihat dengan jelas oleh pemeriksa.Pada dua pengujian berturut-turut, hasil yang didapat
dicatat pada formulir data subjek.Skor pemeriksaan adaptasi gelap kurang dari -1,11 log cd/
m2, dianggap sebagai bukti adanya defisiensi vitamin A.

c. Pemeriksaan dengan Electroretinography (ERG)


Electroretinography adalah alat yang digunakan untuk mengukur respons elektrik dari
fotoreseptor cahaya di mata, yaitu sel batang dan sel kerucut di retina. Mata pasien akan
dibuka dengan sebuah retraktor setelah mata dibuat mati rasa dengan ditetesi cairan.
Elektroda akan ditempatkan pada setiap mata dan elektroda tersebut akan mengukur aktivitas
listrik ke retina sebagai respons terhadap cahaya. Petugas pemeriksa akan mengukur hasilnya
saat berada di keadaan terang dan dalam keadaan gelap.
Diagnosis Banding (Differensial Diagnosis)
Rabun senja memiliki kesamaan gejala dengan suatu penyakit, yaitu Retinitis Pigmentosa.
Namun, penyakit ini memiliki perbedaan yang cukup mendalam dengan penyakit rabun senja.
Berikut adalah penjelasan tentang retinitis pigmentosa.
Retinitis Pigmentosa adalah suatu kemunduran yang progresif pada retina yang mempengaruhi
penglihatan pada malam hari dan penglihatan tepi dan pada akhirnya bisa menyebabkan
kebutaan. Retinitis pigmentosa dengan tanda karekteristik degenerasi sel epitel retina
58
terutama sel batang dan atrofi saraf optik, menyebar tanpa gejala peradangan. Merupakan
kelainan yang berjalan progresif dan bermula sejak masa kanak- kanak.
Penyebab :
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi. Beberapa bentuk
penyakit ini diturunkan secara dominan, hanya memerlukan 1 gen dari salah satu orang tua;
resesif atau bentuk yang lainnya diturunkan melalui kromosom X, hanya memerlukan 1 gen
dari ibu. Penyakit ini terutama menyerang sel batang retina yang berfungsi mengontrol
penglihatan pada malam hari. Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam
hari) secara bertahap mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau
penglihatan pada malam hari menurun. Lama-lama terjadi kehilangan fungsi penglihatan tepi
yang progresif dan bisa menyebabkan kebutaan. Pada stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi
penglihatan sentral.

Gejala Klinis :
Gejala awal sering muncul pada masa kanak-kanak tetapi masalah penglihatan yangparah
biasanya tidak berkembang sampai dewasa awal.
Retina mempunyai bercak dan pita halus yang berwarna hitam.
Penurunan penglihatan pada malam hari atau cahaya rendah
Mengenai kedua mata dan progresif
Lapangan penglihatan sempit

Penyebab
Penyebab utama rabun senja adalah Kekurangan Vitamin A (KVA).Mengapa KVA dapat
menyebabkan rabun senja? Pada kondisi normal, pigmen sensitif cahaya memicu impuls saraf ke
otak. Rhodopsin, fotopigmen yang juga disebut pigmen ungu, disintesa oleh sel batang dan
bertanggung jawab pada pencitraan pada suasana urang cahaya (penglihatan skotopik). Dengan
kata lain, sintesa rhodopsin tergantung pada keberadaan vitamin A.

Adaptasi dalam gelap (daerah yang kurang cahaya) yang penuh membutuhkan waktu 20-30 menit. Sel
kerucut, yang mengadaptasi gelap, dalam 5-7 menit, bertanggung jawab pada warna dan
kecerahan serta pencitraan baca, tetapi tidak pernah menjadi cukup sensitif pada tingkat level
yang rendah dari iluminasi untuk menyediakan penglihatan skotopik. Penglihatan skotopik dalam
keadaan normal dapat membuat seseorang melihat saat fajar, senja, atau pada saat cahaya remang-
remang.
Namun, terdapat beberapa factor yang menyebabkan kekurangan vitamin A, antara lain :
1. Kekurangan energi protein (KEP).
59
2. Kekurangan zinc (Zn).
3. Keabnormalan hereditas (mutasi genetic).
4. Konsumsi alkohol berlebihan, yang mengganggu fungsi hepar/hati.
5. Efek Obat Pencahar

Patofisiologi Rabun Senja


Patofisiologi kebutaan senja sangat kompleks, dan tergantung pada proses penyakit yang
mendasarinya. Mutasi gen warisan menghasilkan versi abnormal atau bahkan tidak ada protein
esensial untuk fungsi fotoreseptor.

Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak, diuraikan oleh enzim pankreas dan diserap di
bagian proksimal usus kecil. Kondisi yang mempengaruhi fungsi pankreas, seperti cystic fibrosis
dan pankreatitis kronis, atau kondisi lain yang mengarah pada pengurangan kemampuan
menyerap vitamin A, seperti operasi lambung atau Crohn disease, dapat menyebabkan defisiensi
vitamin A sehingga nutrisi untuk rhodopsin (suatu zat peka cahaya; tersusun atas protein dan
vitamin A) pada sel batang tidak tercukupi. Rhodopsin akan terurai jika ada cahaya dan berperan
dalam penglihatan di tempat gelap. Vitamin A (retinol) diperlukan oleh fotoreseptor untuk
memproduksi protein esensial yang terlibat dalam siklus fototransduksi.Ketika kekurangan
protein ini, disfungsi fotoreseptor dapat menyebabkan gejala rabun senja/kebutaan
malam/nyctalopia.

Rabun senja disebabkan oleh gangguan dari sel-sel di retina yang bertanggung jawab untuk
penglihatan dalam cahaya redup. Hal ini memiliki banyak penyebab, termasuk:
Miopi (rabun jauh)
Obat-obatan glaukoma yang bekerja dengan konstriksi (mengecilkan) pupil
Katarak, membuat area berkabut pada lensa mata
Bentuk dari degenerasi retina seperti Retinitis pigmentosa
Kekurangan vitamin A, yang dapat mengakibatkan kelainan pada retina dan membuat
mata menjadi kering
Cacat bawaan lahir

Pengobatan
Pengobatan rabun senja tergantung pada penyebabnya.
Jika karena katarak ---> maka katarak sebaiknya dioperasi.
Jika karena kekurangan vitamin A ---> maka harus diberikan vitamin A dalam jumlah
yang cukup, baik berupa suplemen maupun dari makanan sehari-hari.
60
Menginjeksikan vitamin A secara intramuscular sebanyak 55 mg retinol palmitat (100.000 IU).
Jika secara parenteral tidak tersedia, dapat diberikan sebanyak 110 mg retinol palmitat
(200.000 IU) dalam air atau minyak, melalui mulut.
Dosis sebaiknya berkurang setengah dari jumlah yang seharusnya pada anak berusia kurang dari
satu tahun. Sebaiknya pengobatan dilakukan selama 2-6 bulan.

Anjuran Gizi
Tujuan pada diet untuk penderita rabun senja adalah memberikan makanan yang cukup sesuai
kebutuhan untuk mencapai status gizi normal dan memberikan makanan sumber vitamin A
untuk mengoreksi kurang vitamin A.
Menurut hasil temuan para ahli di bawah koordinasi WHO (tahun 2000) dan pertemuan-
pertemuan yang dikoorinasi oleh IVACG (International Vitamin A Consultative Group),
anjuran pemberian vitamin A adalah sebagai berikut :
1. Bayi 0 hingga 6 bulan adalah sebanyak 3 x 50.000 IU.
2. Bayi 6 hingga 11 bulan adalah sebanyak 100.000 IU (kapsul biru).
3. Bayi 12 hingga 59 bulan adalah sebanyak 200.000 IU (kapsul merah)
4. Ibu masa nifas adalah sebesar 400.000 IU (2X 200.000 IU pada hari yang berbeda).
5. Ibu setelah masa nifas (ada juga kemungkinan sebagian hamil) adalah sebesar 10.000 IU/
hari atau 25.000 IU/ minggu (Hutahuruk 2009).

n. Scotoma
Terdiri atas 2 jenis, skotoma sentralis dan skotoma perifer.
1. Skotoma Sentralis
- Etiologi
Ada 2 penyebab tersering skotoma sentralis, yaitu :
a. Degenerasi makula atrofi.
b. Eksudatif (hemoragik) yang terkait usia.
Penyebab lain dari skotoma sentralis adalah cedera makula, degenerasi makula miopik, penyakit
saraf optikus dan gangguan makula kongenital.
- Gejala Klinis
Gambaran klinis dari skotoma sentralis,terkait pada stadium perjalan penyakitnya
Stadium awal :
1. Pasien dengan skotoma sentralis sering mengeluhkan penglihatan sentral kabur
dan terdistorsi,tetapi penglihatan perifer jelas kecuali apabila juga terjadi
katarak.
61
2. Kesulitan membaca serta mengenali wajah
3. Persepsi kontras biasanya tidak terganggu
Stadium Disiformis
Terdapat skotoma padat adalah tanda khusus dari stadium ini
Stadium Lanjut
Walaupun telah terdapat gejala gejala diatas,namun pada stadium lanjut,penderita masih
memiliki kemampuan berpegian relatif normal.
- Pemeriksaan Penunjang
Untuk memriksa fungsi penglihatan, digunakan ketajaman penglihatan Snellen, Amsler grid dan
sensitivitas kontras apabila terdapat penurunan kontras pada pemriksaan, mengisyaratkan
perlunya pembesaran yang lebih kuat daripada yang diperkirakan dari pemriksaan ketajaman
penglihatan Snellen.
- Terapi
Pasien dapat menggunakan posisi kepala yang eksentris untuk menempatklan
bayangan didaerah retina yang sehat. Tekhnik ini dapat didemonstrasikan ke pasien
sewaktu pemeriksaan ketajaman penglihatan atau pada Amsler grid.
Lensa pembesar pasien dapat menggunakan beberapa jenis lensa untuk
bermacam-macam aktivitas, misalnya kacamata untuk membaca, kaca pembesar
untuk berbelanja.
2. Skotoma Perifer
Walaupun penglihatan sentral berguna untuk ketelitian, namun penglihatan perifer juga penting
untuk mengetahui lokasi diri dalam ruangan, untuk berpegian secara aman, dan untuk
kewaspadaan.
- Etiologi
Penyebab terjadinya skotoma perifer adalah penyakit yang menyebabkan penurunan
lapangangan pandang perifer,misalnya :
Galukoma stadium akhir.
Retinitis pigmentosa.
Penyakit retina perifer lainnya.
Penyakit vascular serebral.
- Gejala Klinis
Penurunan alapangn pandang perifer, namun pada penyakit retinitis pigmentosa
tahap lanjut,pasien masih mampu membaca huruf berukuran kecil tetapi
memerlukan bantuan untuk berjalan-jalan.
Fotofobia

62
- Terapi
a) Fotofobia pada pasien dapat diatasi dengan lensa kuning gading, yang dapat
menahan sinar ultraviolet dan sinar tampak yang kurang dari 527 nm,
b) Apabila terjadi penurunan persepsi kontras akibat katarak, maka kombinasi uji
sensitivitas kontras dan kilau mungkin dapat menunjukan saat yang tepat untuk
bedah katarak.
c) Penggunaan kaca pembesar dan closed circuit television digunakan apabila lapangan
pandang sentral kurang dari 7 derajat. Penggunaan ini dipilih karena mudah diatur
sendiri oleh pasien.
d) Penanaman lensa intraokular dikamera anterior untuk pasien-pasien yang menjalani
ekstraksi katarak penting untuk mempertahankan ukuran bayangan normal.

o. HEMAINOPIA, BITEMPPORAL AND HOMONYMOUS


Hemianopia adalah defek penglihatan atau kebutaan pada separuh lapang pandang pada
satu atau kedua mata. Pada penglihatan hemianopsia bitemporal terjadi kehilangan pada
sebagian luar (temporal atau lateral) dari kedua lapang pandang kanan dan kiri. Informasi
dari lapang pandang temporal yang jatuh pada retina (medial) nasal. Retina nasal
bertanggung jawab untuk membawa informasi melalui syaraf optik, dan melintasi ke sisi
lain di kiasma optikum. Ketika ada kompresi pada kiasma optikum dorongan visual dari
kedua retina nasal yang terkena, menyebabkan ketidakmampuan untuk melihat sisi
temporal, atau perifer. Fenomena ini dikenal sebagai hemianopsia bitemporal. Mengetahui
aliran jaras penglihatan melalui saluran optik sangat penting dalam memahami hemianopsia
bitemporal.
Hemianopia bitemporal merupakan salah satu gejala dari sindrom kiasma optik.
Penyebab yang paling umum dari sindrom kiasma optik adalah adenoma pituitari,
meningioma suprasellar, kraniofaringioma, dan aneurisma yang berasal dari arteri karotis
internal.

Etipatogenesis
Hemianopsia bitemporal paling sering terjadi sebagai akibat dari tumor yang terletak di
kiasma optikum. Karena struktur yang berdekatan adalah kelenjar hipofisis, beberapa tumor
umum yang menyebabkan kompresi adalah adenoma hipofisis dan kraniofaringioma. Juga
etiologi neoplastik lainnya yang relatif umum adalah meningioma. Etiologi yang berasal dari
vaskular adalah aneurisma arteri karotis interna, arteri serebral anterior, dan arteri
komunikans arterior yang menyebabkan kompresi vaskular pada kiasma optikum.

63
Secara umum, lesi pada kiasma optikum menyebabkan defek lapangan pandang
hemianopia bitemporal. Pada awalnya, defek ini biasanya tidak lengkap dan sering asimetrik.
Namun, seiring dengan berjalannya penyakit, hemianopia bitemporal menjadi komplit,
lapangan pandang nasal inferior dan superior kemudian terkena, dan ketajaman penglihatan
sentral akan berkurang.
Lesi pada kiasma menyebabkan terjadinya pemisahan antara serat retina nasal dan
temporal di kiasma. Terjadinya kehilangan lapangan pandang pada akibat lesi pada kiasma
dan retrokiasma yang menyebabkan gangguan di sepanjang garis sejajar meridian vertikal.
Pada umumnya gangguan pada kiasma dikenal dengan istilah bitemporal hemianopia.

64
Berikut ini adalah klasifikasi defek lapangan pandang brdasarkan letak lsi pada kiasma :
a. Sudut anterior kiasma
Lesi yang mencederai 1 saraf optik di bagian kiasma, menyebabkan terjadinya sindrom kiasma
anterior. Penurunan ketajaman visual dan hilangnya penglihatan sentral pada 1 mata akan
mengakibatkan kelainan superotemporal pada mata yang berlawanan sebagai akibat dari
kerusakan 1 saraf optik ditambah dengan terjadinya kompresi awal di kiasma optik (sindrom
junctional; pada persimpangan saraf optik dan kiasma). Berdasarkan klinisnya dikenal sebagai
sindrom WIlbrad Knee ( terdapat serat yang bersilangan ke dalam saraf optik kontralateral)
yang tidak pasti. Dalam kasus yang jarang terjadi, adanya massa dapat menekan kiasma (di
bagian nasal) serat saraf optik intrakranial pada kiasma anterior yang menyebabkan
hemianopia sementara yang pada garis tengah vertikal tanpa melibatkan lapangan
penglihatan mata sebelahnya.
b. Badan kiasma
Lesi yang mencederai badan kiasma akan menyebabkan hemianopia bitemporal relatif atau
absolut. Ketajaman visual mungkin tidak akan terpengaruh.
c. Sudut posterior kiasma
Lesi pada kiasma bagian belakang dapat menekan serat yang menyilang di daerah makula,
mengakibatkan hemianopia bitemporal pusat melibatkan garis meridian vertikal

Berikut ini penyebab dari lesi pada kiasma optikum :


1. Tumor hipofifis
Lobus anterior kelenjar hipofisis adalah lokasi awal tumor hipofisis, yang bermanifestasi dalam
bentuk penglihatan, kelumpuhan nervus kranialis termasuk kelumpuhan otot ekstraokular, dan sebuah
massa lesi pada CT Scan atau MRI, yang berasal sella hipofisis dan meluas ke regio suprasela dan /
atau parasella.
Pemeriksaan penglihatan, khususnya dokumentasi lapangan pandang, serta pemeriksaan endokrin,
penting dalam penentuan tatalaksana tumor ini. Prolaktinoma umumnya diterapi awal secara medis
dengan agonis dopamine, seperti cabergoline, bromocriptine, atau pergolide. Makroadenoma hipofifis
lain umumnya menjalani hipofisektomi transfenoid. Radioterapi dapat diberikan sebagai adjuvant
pembedahan atau pada penyakit kembuhan. Ketajaman penglihatan dan lapangan pandang dapat pulih
secara dramatis setelah tekanan pada kiasma dihilangkan. Gambaran awal caput nervi optik tidak
memperkirakan hasil akhir penglihatan, tetapi atrofik optik merupakan tanda prognosis yang buruk.
2. Kraniofaringioma
Kraniofaringioma adalah sekelompok tumor yang jarang ditemukan dan berasal dari sisa epitel
kantung Rathke (80% dari populasi normal yang memiliki sisa tersebut) dan khasnya mulai
menimbulkan gejala antara usia 10 sampai 25 tahun, walaupun terkadang baru terjadi saat usia 60 atau
65
70an. Tumor tumor ini biasanya terletak suprasella, tetapi kadang kadang juga dapat terdapat di
intersella. Gejala dan tanda bervariasi sesuai usia pasien dan letak pasti serta kecepatan pertumbuhan
tumor. Bila tumor terletak di suprasella akan tampak jelas defek lapangan pandang traktus atau
kiasma yang asimetrik. Papiledema lebih sering dibandingkan pada tumor hipofisis. Pada tumor yang
telah ada sejak bayi, dapat dijumpai hipoplasia nervus optikus. Dapat timbul defisiensi hipofisis, dan
keterlibatan hipotalamus dapat menyebabkan pertumbuhan terhenti. Klasifikasi bagian bagian tumor
menimbulkan gambaran radiologik yang khas, terutama pada anak anak.
3. Meningioma suprasela
Meningioma suprasela berasal dari meningens yang menutupi tuberculum sellae dan planum
sfenoidale, pasien lebih banyak pada wanita. Tampilan yang ada sering kali berupa hilangnya
penglihatan akibat terkenanya kiasma optikum dan nervus optikus. Diagnosis biasanya dimungkinkan
dengan adanya gambaran neuroimaging.
4. Glioma nervus optikus & kiasmatik
Glioma jaras penglihatan anterior lebih sering berasal dari nervus optikus tetapi terkadang dapat juga
dari kiasma optikum tetapi jarang dijumpai., biasanya berupa kelainan indolen pada anak anak,
terutama berkaitan dengan neurofibromatosis. Sekitar 70% kasus muncul sebelum usia 7 tahun
dengan penurunan penglihatan, proptosis, strabismus atau nistagmus. Kadang kadang munculnya
mendadak dengan penurunan penglihatan secara cepat. Mungkin terdapat edema diskus optikus, tetapi
lebih sering atrofi optik. Defek lapangan pandang memperlihatkan suatu sindrom nervus optikus atau
kiasmatik. Neuroimaging dapat memperlihatkan pembesaran nervus optikus atau suatu massa di
daerah kiasma optikum dan hipotalamus.
Glioma maligna jaras penglihatan anterior adalah penyakit pada pria usia tua yang jarang ditemukan.
Penyakit ini berkembang dengan cepat menuju kebutaan bilateral dan kematian akibat invasi dasar
otak. Tidak ada terapi yang efektif pada kasus ini.
5. Aneurisma
6. Tumor ventrikel III
Hemianopia bitemporal dapat terjadi akibat penonjolan dari dasar ventrikel III pada pasien
dengan

66
2.5 Patofisiologi

Diagnosis
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan Lapang Pandangan
a. Uji Konfrontasi
Mata pasien dan mata kanan pemeriksa dibebat. Penderita diperiksa dengan duduk
berhadapan terhadap pemeriksa pada jarak kira-kira 1 meter. Mata kanan pasien dengan mata kiri
pemeriksa saling berhadapan. Sebuah benda dengan jarak yang sama digeser perlahan-lahan dari
perifer lapang pandangan ke tengah. Bila pasien sudah melihtanya ia diminta memberi tahu. Pada
67
keadaan ini bila pasien melihta pada saat yang bersamaan dengan pemeriksa berarti lapang
pandangan pasien adalah normal. Syarat pada pemeriksaan ini adalah lapang pandangan pemeriksa
adalah normal.
b. Kampimeter dan Perimeter
Keduanya merupakan alat pengukur atau pemetaan lapang pandangan terutama daerah
sentral atau parasentral. Lapang pandangan, bagian ruangan yang terlihat oleh satu mata dalam
sikap diam memandang lurus ke depan. Pemeriksaan lapang pandangan diperlukan untuk
mengetahui adanya penyakit-penyakit tertentu ataupun untuk menilai progresifitas penyakit
tertentu. Lapang pandangan normal adalah 90 derajat temporal, 50 derajat atas, 50 derajat nasal,
dan 65 derajat ke bawah.
1) Kampimeter
Alat pengukur atau pemetaan lapang pandangan terutama daerah sentral atau parasentral.
Disebut juga sebagai uji tangent screen. Pertama-tama, pasien duduk 2 meter dari layar tagent
screen Bjerrum (suatu tabir kain berwarna hitam) dengan fiksasi satu mata pada titik tengahnya.
Objek digeser perlahan-lahan dari tepi ke arah titik tengah. Dicari batas-batas pada seluruh
lapangan pada saat mmana benda mulai terlihat. Pada akhirnya didapatkan pemetaan lapang
pandangan pasien. Dengan ini dapat ditemukan defek lapang pandangan dan adanya skotoma.
2) Perimeter
Perimeter berbentuk setengah bola dengan jari-jari 30 cm, dan pada pusat parabola ini mata
penderita diletakkan untuk diperiksa. Mata berfiksasi pada bagian sentral parabola perimeter.
Objek digeser perlahan-lahan dari tepi ke arah titik tengah. Dicari batas-batas pada seluruh lapang
pandangan pada saaat mana benda mulai terlihat.
Dikenal perimeter kinetik dan statik. Pada perimeter kinetik (perimeter isoptik dan
topografik), pemeriksaan dilakukan dengan objek digerakkan dari daerah tidak terlihat menjadi
terlihat oleh pasien. Pada perimeter statik (perimeter profil dan perimeter curve differensial
threshold), pemeriksaa dilakukan dengan tia\dak menggerakkan objek akan tetapi dengan
menaikkan intensitas objek sehingga terlihat oleh pasien.

68
2.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana dari hemianopia bitemporal dilakukan dengan menyingkirkan atau
mengatasi penyebab lesi pada kiasma optikum.
Untuk kraniofaringioma, tatalaksana terdiri atas pengangkatan secara bedah selengkap
mungkin pada tindakan pertama karena operasi ulang cenderung mengenai hipotalamus, dan
prognosis pasien menjadi kurang baik. Sering digunakan radioterapi adjuvant, terutama bila
pengangkatan secara bedah tidak sempurna.
Pada meningioma suprasela, terapi terdiri atas pengangkatan secara bedah, sering
dikombinasikan dengan radioterapi adjuvant bila eksisinya tidak sempurna atau bila gambaran
histopatologinya menunjukan suatu tumor yang agresif.
Pada glioma nervus optikus & kiasmatik, terapi tergantung pada letak tumor dan
perjalanan klinisnya. Radiasi dapat diberikan selama fase pertumbuhan cepat pada tumor, dan
kadang kadang dilakukan reseksi nervus optikus bila tumor nervus optikus mulai meluas
secara agresif ke dalam intrakranial menuju kiasma.

p. LOSS OF VISION AND BLINDNESS


Kebutaan merupakan kondisi dimana seseorang mengalami gangguan pada indra
pengelihatannya, hal ini bisa meliputi dua hal yaitu berkurangnya ketajaman mata atau tidak
dapat meihat objek di sekelilingnya sama sekali. Meskipun pada akhirnya istilah kebutaan

69
sering digunakan untuk kondisi dimana mata sudah tidak dapat berfungsi lagi baik tanpa atau
dengan kacamata.
Buta menurut WHO yaitu visus dengan koreksi terbaik pada mata yang lebih baik
adalah 3/60 atau kurang Jika dilihat dari definisi di atas, kebutaan memiliki dua jenis yaitu
kebutaan parsial dan kebutaan lengkap atau complete blindness. Kebutaan parsial adalah
kondisi dimana mata mengalami penurunan fungsi. Sedangkan complete blindness digunakan
untuk mata yang sama sekali tidak berfungsi.
Buta menurut kategori WHO adalah sebagai berikut :
- Kategori 1 : rabun atau penglihatan < 6/18
- Kategori 2 : rabun, tajam penglihatan < 6/60
- Kategori 3 : buta
- Tajam penglihatan < 3/60
- Lapang pandangan < 10 derajat
- Kategori 4 : buta
- Tajam penglihatan < 1/60
- Lapang pandangan < 5 derajat
- Kategori 5 : buta dan tidak ada persepsi sinar.
PENYEBAB
Banyak hal yang dapat memicu terjadinya gangguan pada mata yang cenderung
mengarah pada kebutaan pada manusia, berikut beberapa diantaranya:
a) Penyakit diabetes
Diabetes memang bisa menyebabkan kebutaan padan kondisi terparah komplikasinya
pada mata. Komplikasi diabetes ini disebut retinopati diabetik. Retinopati terjadi pada pasien
yang telah menderita diabetes selama setidaknya lima tahun. Gangguan pembuluh darah di
belakang mata bisa menyebabkan kebocoran protein dan darah di retina.
Penyakit dalam pembuluh darah juga menyebabkan ternetuknya aneurisme kecil
(mikroaneurisma), dan pembuluh darah baru menjadi rapuh (neovaskularisasi). Pendarahan
spontan drai pembuluh darah baru dan rapuh ini dapat menyebabkan jaringan parut pada retina
sehingga mengganggu penglihatan. Kebocoran atau pendarahan ini dapat menyebabkan kerusakan
permanen pada retina dan terjadi kehilangan penglihatan permanen.
Katarak dan glukoma juga umum diantara penderita diabetes. Darah yang mengandung
gula berkonsentrasu tinggi membuat lensa mata menyusut dan membengkak. Akibatnya,
penglihatan kabur sangat umum terjadi pada penderita diabetes dengan kadar gula darah kurang
terkontrol. Pasien biasanya dianjurkan mendapatkan resep kacamata baru sampai gula darah
mereka dikendalikan

70
PENATALAKSANAAN
Kebutaan adalah suatu hal yang tidak dapat diperbaiki secara medis, namun terdapat
2 tipe alat bantu yang memperbaiki penglihatan untuk dapat melakukan pekerjaan yaitu
optikal dan nonoptikal.
1. Alat optik, seperti lensa atau gabungan lensa untuk membuat pembesaran seperti :
Lensa kontak, untuk gangguan penglihatan akibat kornea yang ireguler.
Lensa kontak teleskopik, sistem lensa kontak dapat diubah menjadi sistem teleskopik (sistem
lensa kontak teleskopik).
Lensa kontak dengan lubang kecil (pinhole), berguna pada ieregular, kekeruhan pada kornea,
pupil yang melebar terus (iridiolegia), pupil distrosi, koloboma iris, dan aniridia.
Kacamata pembesar, biasanya kekuatan lensa konveks-konveks atau plano konveks yang
berkekuatan +4 -+20.00
Loupe, loupe memakai lensa sferis
Lensa pembesar binocular
Kacamata berlubang kecil, memperbaiki penglihatan pada mata dengan fungsi mecula masih
baik
Pembesaran sistem jauh dengan sistem optik
Kacamata teleskopik, bentuk kombinasi lensa konveks dan lensa konkaf yang terpisah akan
terjadi penyebaran sinar, sehingga terjadi memperbesar penglihatan.
Sclip on, lensa yang dijepitkan atau clip on merupakan kacamata teleskopik atau pin hole
yang dijepit pada kacamata biasa.
2. Pembesaran melihat dekat dengan sistem nonoptik
Mendekatkan mata
Huruf diperbesar
Sistem Proyeksi
Closed-circuid televisi (CCTV), memperbayangan pada layar Televisi
Alat penolong lain
Membaca dan steno dengan huruf Braile.
Teknik nonoptik yang paling sederhana adalah dengan mendekatkan benda yang akan dilihat.
Meletakkan dekat sekali (1 meter) pada layar Televisi, tidak akan merusak mata.
Penerangan yang benar adalah perlu pada penglihatan lemah (low vision). Pada keadaan ini
sinar dengan intensitas tinggi dengan tangan yang dapat diatur den berguna. Lensa obsertif
berguna untuk mengurangi silau

71
q. RETINAL DETACHMENT
Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni lapisan fotoreseptor
dan jaringan bagian dalam, dari epitel pigmen retina di bawahnya. Terdapat tiga jenis utama:
ablasi regmatogenosa, ablasi traksional, dan ablasi eksudatif (serosa atau hemoragik).
a) Ablasio Retina Regmatogenosa
Merupakan bentuk tersering dari ablasio retina. Ablasio retina regmatogenosa terjadi akibat
adanya robekan di retina sehingga cairan vitreus masuk ke belakang antara sel epitel pigmen
retina dengan retina sensorik. Terjadi pendorongan retina oleh cairan vitreus yang masuk melalui
robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas
dari lapisan epitel pigmen. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau disertai
oleh pelepasan vitreus posterior dan berhubungan dengan myopia tinggi, afakia, degenerasi
lattice, dan trauma mata.

Gambar 3. Robekan pada retina yang menyebabkan ablasio retina regmatogenosa

Gambar 4. Gambaran funduskopi pada ablasio retina regmatogenosa


b) Ablasio Retina Akibat Traksi
Ablasio retina ini terjadi akibat adanya perlengketan antara vitreus dengan retina. Pelengketan
tersebut menyebabkan penarikan retina sensorik sehingga terlepas dari lapisan epitel pigmen
retina di bawahnya. Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering pada retiopati diabetik

72
proliferatif. Kelainan ini juga dapat menyertai vitreoretinopati proliferatif, retinopati prematuritas,
atau trauma mata.
Dibandingkan dengan ablasio retina regmatogenosa, ablasio retina akibat traksi memiliki
permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih terlokalisasi, biasanya tidak meluas ke ora
serrata. Traksi fokal dari membran-membran selular dapat menyebabkan robekan retina dan
menimbulkan kombinasi ablatsio retina regmatogenosa-traksioanal. Traksi vitreoretina meningkat
dengan bertambahnya usia, semakin menyusutnya vitreus gel, semakin sering juga menyebabkan
ablasio retina posterior pada kira-kira dua pertiga orang yang berumur lebih dari 70 tahun.

Gambar 5. Gambaran funduskopi ablasio retina traksioanal


c) Ablasio Retina Exudative (Serosa dan Hemoragik)
Ablasio retina serosa dan hemoragik dapat terjadi walaupun tidak terdapat pemutusan retina atau
traksi vitreoretina. Ablasi ini adalah hasil dari penimbunan cairan di bawah retina sensorik
terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit-penyakit
degeneratif, inflamasi, dan infeksi, serta neovaskularisasi subretina akibat bermacam-macam hal
mungkin berkaitan dengan ablasio retina jenis ini. Ablasi jenis ini juga dapat menyertai penyakit
peradangan dan penyakit vascular sistemik, atau tumor intraocular.

Gambar 6. Gambaran funduskopi ablasio retina exudative


Diagnosis
Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan
pemeriksaan penunjang.
a) Anamnesis gejala yang sering dikeluhkan penderia adalah:
73
Floaters (terlihat benda melayang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh
adanya darah, pigmen retina yang terlepas atau degenerasi vitreus itu sendiri, kadang-
kadang penderita merasa ada tabir atau bayangan yang datang dari perifer (biasanya dari
sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak bersama-sama dengan
gerakan mata dan menjadi lebih nyata. Pada stadium awal, penglihatannya membaik di
malam hari, dan memburuk di siang hari, terutama sesudah stres fisik (membungkuk,
mengangkat) atau mengendarai mobil di jalanan yang bergelombang.
Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya disekitarnya, yang umumnya
terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.
Keadaan ini disebabkan oleh tarikan pada retina misalnya pada vitreoretinopati
proliferative, dan bisa terjadi pada orang normal jika terjadi cedera tumpul pada mata.
Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup
tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi
penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.
Selain gejala-gejala tersebut di atas, dalam anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat
trauma, riwayat pembedahan sebelumnya (seperti: ekstraksi katarak, pengangkatan benda
asing intraokular, dsb), riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus,
dan retinopati diabetik), riwayat keluarga dengan penyakit mata, serta penyakit sistemik
yang berhubungan dengan ablasio retina.
b) Pemeriksaan oftalmologi
Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya macula
lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau kekeruhan vitreus yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila macula lutea ikut
terangkat.
Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan
dapat terlihat skotoma relative sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan
pandang dapat terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.
Pemeriksaan funduskopi yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina
dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini retina yang
mengalami ablasi tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi
gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina,
didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata berggerak. Pembuluh darah retina
yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok, dan membengkok di tepi
ablasio. Pada retina yang mengalami ablasio terlihat lipatan-lipatan halus. Suatu robekan
pada retina terlihat agak merah karena terdapat pembuluh darah koroid di bawahnya.

74
Gambar 7. Gambaran funduskopi pada ablasio retina
Robekan pada retina secara umum memiliki lima bentuk, yaitu:
U-tears, (gambar 8.a) terdapat flap di bagian apex yang tertarik ke anterior. Robekan
ini sebenarnya terdiri dari dua robekan yang bertemu di apex.
Incomplete U-tears, dapat berbentuk linier (gambar 8.b), L-shaped (gambar 8.c).
Operculated tears, (gambar 8.d) dimana katup (flap) sepenuhnya tertarik.
Dialysis, (gambar 8.e) merupakan robekan yang mengelilingi ora serrata.

d.
Operculate
Gambar 8. Morfologi robekan retina
Robekan retina dapat juga dibedakan berdasarkan lokasinya, yaitu:
Oral, dimana robekan terdapat di vitreus base
Post-oral, dimana robekan terdapat di antara vitreus base dan equator
75
Equatorial, dimana robekan terdapat pada atau dekat dengan garis equator
Post-equatorial, dimana robekan terapat di belakang garis equator
Macular, dimana robekan terdapat di daerah macula lutea.

c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta, antara
lain glaucoma, diabetes mellitus, maupun kelianan darah
Pemeriksaan ultrasonografi yaitu ocular B-scan ultrasonografi juga digunakan untuk
mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti
proliferative vitreoretinopati, benda asing intraocular. Pemeriksaan ini sangat membantu
apabila terjadi kekeruhan pada vitreus sehingga sulit untuk melakukan pemeriksaan
funduskopi. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang
menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.

Gambar 9. Gambaran ultrasonografi ablasio retina


Penatalaksanaan
Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memperbaiki semua robekan retina;
digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina
sensorik sehingga mencegah influx cairan lebih lanjut ke dalam ruang subretina, mengalirkan
cairan subretina ke dalam dan ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina.

a) Retinopeksi Pneumatik
Pada retinopeksi pneumatik, udara atau gas yang dapat memuai disuntikkan ke dalam
vitreus untuk mempertahankan retina pada posisinya, sementara untuk menutup robekan
retina secara permanen dapat direkatkan dengan laser atau krioterapi.
Teknik ini memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah dibandingkan cara lain dan
hanya digunakan pada robekan retina tunggal kecil yang mudah dicapai, cairan subretina yang
minimal, dan tidak adanya traksi vitreoretina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung
gas, cairan subretina akan menghilang 1-2 hari.

76
Gambar 10. Prosedur penyuntikan gas pada pneumatic retinopexy

b) Scleral Buckling
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama bila
tanpa disertai komplikasi lain. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi
dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari bahan silikon. Sabuk diletakkan
mengelilingi sklera lalu dijahit untuk mempertahankan posisinya sehingga terjadi tekanan dari
luar. Pemasangan sclera buckling ini diharapkan dapat dengan lembut menekan sclera dari
luar ke retina. Sementara robekan di retina dapat direkatkan dengan laser atau krioprobe dan
juga untuk menghindari masuknya kembali cairan vitreus ke rongga retina.
Angka keberhasilannya adalah 92-94% pada kasus-kasus tertentu yang sesuai.
Kompliksinya antara lain perubahan kelainan refraksi, diplopia akibat fibrosis atau
terganggunya otot-otot ekstraokular oleh eksplan, ekstruksi eksplan, dan kemungkinan
peningkatan resiko vitreoretinaproliferatif.

Gambar 11. Prosedur pemasangan sclera buckling

77
c) Vitrektomi Pars Plana
Vitrektomi pars plana memungkinkan pengangkatan unsur penyebab traksi diikuti dengan
penyingkiran membran-membran fibrotik. Vitrektomi dilakukan dengan membuat insisi kecil
pada bola mata kemudian memasukkan instrument melalui pars plana. Dibawah mikroskop,
badan vitreus dan semua komponen penarikan epiretina dan subretina dikeluarkan.
Vitrektomi pars plana memungkinkan pelepasan traksi vitreoretina, drainase internal
cairan subretina jika diperlukan dengan penyuntikan perfluorocarbon atau cairan berat, dan
penyuntikan udara atau gas yang dapat memuai untuk mempertahankan retina pada posisinya,
atau penyuntikan dengan minyak jika dibutuhkan tamponade retina yang lebih lama.
Teknik ini digunakan bila terdapat robekan retina multipel, di superior, atau di posterior;
bila visualisasi retina terhalang, misalnya oleh perdarahan viterus; dan bila ada
vitreoretinopati proliferative yang bermakna. Mungkin diperlukan pengaturan posisi pasien
pascaoperasi.

Gambar 12. Prosedur vitrektomi pars plana


Komplikasi
Komplilasi pasca operasi dapat berupa rasa tidak nyaman pada mata, mata berair, bengkak,
dan gatal. Namun gejala-gejala ini biasanya dapat diobati dengan obat tetes mata. Pandangan
kabur dapat terus berlanjut hingga berbulan-bulan, dan pengukuran kaca mata yang baru
dibutuhkan terutama diakibatkan oleh pemasangan scleral buckle yang dapat merubah bentuk
bola mata. Pemasangan scleral buckle juga dapat menyebabkan diplopia karena
mempengaruhi otot yang mengontrol gerakan bola mata. Komplikasi lain meliputi
peningkatan tekanan pada mata (glaucoma), perdarahan vitreus, perdarahan di retina atau di
belakang retina, katarak ataupun ptosis. Infeksi juga dapat terjadi pada sclera buckle atau
bahkan meluas ke dalam bola mata (endophtalmitis).

78
Prognosis
Pembedahan pada ablasio retina sukses pada sekitar 80% pasien yang menjalani satu
prosedur. Dan lebih dari 90% retinanya melekat kembali dengan sukses pada pasien yang
mengalami operasi tambahan.
Bila retina berhasil direkatkan kembali mata akan mendapatkan kembali sebagian fungsi
penglihatan dan kebutaan total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan dapat dipulihkan
dalam jangka sekitar enam bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada sejumlah faktor. Bila
macula ikut mengalami ablasi, penglihatan sentral jarang sekali yang kembali menjadi normal.
Korpus vitreum yang terus menyusut dan munculnya pertumbuhan jaringan di permukaan
retina menyebabkan tidak semua retina yang terlepas dapat direkatkan kembali. Bila retina tidak dapat
direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun penglihatannya dan akhirnya menjadi buta
Bisa juga terjadi robekan, lubang, dan tarikan baru yang mengarah pada ablasio retina
kembali. Menurut study jangka panjang, menunjukkan bahwa meskipun sudah diberikan pencegahan
terhadap robekan atau lubang pada retina, sekitar 5-9% pasien dapat mengalami ablasio retina. Walau
bagaimana pun pembedahan pada ablasio retina sudah membuat langkah yg besar dalam 20 tahun
belakangan dengan mengembalikan penglihatan yang sangat berguna bagi ribuan orang.

r. RETINA, VESSEL OCCLUSION OR BLEEDING

Oklusi Arteri Centalis Retina


Etiologi dan Patogenesis
Penyumbatan arteri retina sentral dapat disebabkan oleh radang arteri, trombus dan
embolus pada arteri, spasme pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant cell
artritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, nsifilis dan trauma.
Tempat tersumbatnya arteri retina sentral biasanya di daerah lamina kribosa. Emboli
merupakan penyebab penyumbatan arteri retina yang tersering. Emboli dapat berasal dari
perkapuran yang berasal dari penyakit emboli jantung. Nodus-nodus reuma, carotid plaque
atau emboli endokarditis.
Penyebab spasme pembuluh lainnya antara lain pada migren, keracunan alkohol,
tembakau, kina atau timah hitam. Perlambatan aliran pembuluh darah retina terjadi pada
peninggian tekanan intraokular, stenosis aorta atau arteri karotis. Kelainan ini biasanya
mengenai satu mata dan terutama mengenai arteri pada daerah masuknya lamina kribosa.
Oklusi arteri retina sentral biasanya terdapat pada usia tua atau usia pertengahan.
Oklusi arteri retina sentral dan cabang biasanya berasal dari emboli, terdapat 3 tipe emboli:
1. Emboli fibrin-platelet biasanya berasal dari penyakit arteri karotis
2. Emboli kolesterol biasanya berasal dari penyakit arteri karotis
79
3. Emboli kalsifikasi dari penyakit jantung.
Anamnesis
Pasien mengeluhkan kehilangan mendadak seluruh atau sebagian pengelihatan tanpa
rasa nyeri. Emboli fibrin-platelet menyebabkan kehilangan pengelihatan yang mengambang
ketika emboli berjalan pada sirkulasi retina (amaurosis fugax). Hal ini dapat berlangsung
selama beberapa menit dan kemudian menghilang. Emboli kolesterol dan kalsifikasi dapat
menyebabkan obstruksi permanen tanpa perbaikan pengelihatan (juga terlihat pada pembuluh
darah retina pada individu asimptomatik). Obstruksi arteri retina sentral seringkali disebabkan
oleh emboli, meski bila terletak jauh di bawah percabangan arteri di belakang papil saraf
optik, tidak dapat dilihat.
Pada pasien muda, kehilangan pengelihatan sementara dapat disebabkan oleh
migren.
Pemeriksaan Fisik
Kadang, serangkaian emboli platelet putih dapat dilihat berjalan dengan cepat
melalui satu pembuluh darah; lebih sering emboli kolesterol berwarna kuning cerah
didapatkan mengoklusi titik percabangan arteri. Reaksi pupil menjadi melemahdengan pupil
anisokoria. Pada pemeriksaan funduskopivterdapat bentuk gambaran sosis pada arteri retina
akibat pengisian arteri yang tidak merata. Retina yang terkena secara akut akan tampak pucat
setelah beberapa jam, keruh keabu-abuan akibat edema lapisan dalam retina dan lapisan sel
ganglion, sementara fovea berwarna merah (cherry red spot) karena tidak adanya lapisan
ganglion di makula, sehingga makula mempertahankan warna aslinya. Setelah beberapa
minggu, lempeng menjadi pucat (atrofik) dan arteriol mengalami penebalan. Kondisi ini
kadang juga dapat disebabkan oleh vaskulitis, seperti arteritis sel raksasa.
Pemeriksaan Penunjang
Pasien membutuhkan pemeriksaan vaskular yang teliti karena penyakit pada mata
dapat merefleksikan penyakit vaskular sistemik. Pencarian penyakit arteri karotis harus
dilakukan dengan menilai kekuatan pulsasi arteri karotis dan mendengarkan bruit. Penyakit
jantung iskemik, klaudikasio perifer, dan hipertensi mungkin ditemukan.
Endarterektomi karotis dapat diindikasikan untuk mencegah kemungkinan emboli
serebral jika terdapat stenosis arteri karotis yang lebih besar dari 75%. Ultrasonografi Doppler
memungkinkan pencitraan non invasif pada arteri karotis dan vertebralis untuk mendeteksi
stenosis ini.
Terapi
Terapi akut oklusi arteri sentral dan cabang ditujukan pada arteriol yang berdilatasi sehingga
memungkinkan emboli berjalan ke arah distal. Hasilnya biasanya meskipun patut dicoba jika

80
pasien datanga dalam 24 jam setelah onset obstruksi. Mpasien dirujuk ke unit mata sementara
hal-hal berikut dapat dicoba:
Menurunkan tekanan intraokluar dengan asetazolamid intravena
Pemijatan mata
Parasintesis (satu jarum dimasukkan ke dalam bilik mata anterior untuk mengeluarkan
akueous sehingga tekanan intraokular turun dengan cepat)
Membuat pasien bernapas ke dalam kantung kertas yang dengan kuat diletakkan di sekitar
mulut dan hidung untuk mendapatkan efek vasodilatasi dari peningkatan kadar
karbondioksida.
Prognosis
Pemulihan pengelihatan sempurna terjadi pada amaurosis fugax, namun oklusi arteri
yang lebih lama menyebabkan kehilangan pengelihatan berat yang tidak dapat pulih.

Oklusi Vena Centralis Retina


Etiologi dan Patogenesis
Oklusi vena retina adalah penyumbatan vena retina yang mengakibatkan gangguan
perdarahan di dalam bola mata.
Biasanya penyumbatan terletak di mana saja pada retina, akan tetapi lebih sering
terletak di depan lamina kribosa. Penyumbatan vena retina dapat terjadi pada suatu cabang
kecil ataupun pembuluh vena utama (vena retina central), sehingga daerah yang terlibat
menimbulkan gejala sesuai dengan daerah yang dipengaruhi. Suatu penyumbatan cabang vena
retina lebih sering terdapat di daerah temporal atas atau temporal bawah.
Penyumbatan vena retina sentral mudah terjadi pada pasien dengan glaukoma,
diabetes melitus, hipertensi, kelainan darah, arteriosklerosis, papiledema, retinopati radiasi
dan penyakit pembuluh darah. Trombosit dapat terjadi akibat endoflebitis.
Sebab-sebab terjadinya penyumbatan vena retina sentral ialah:
Akibat kompreis dari luar terhadap vena tersebut seperti terdapat pada proses arteriosklerosis
atau jaringan pada lamina kribosa.
Akibat penyakit pada pembuluh darah vena seperti fibrosklerosis atau endoflebitis.
Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang terdapat pada
kelainan viskositas darah, siksrasia darah atau spasme arteri retina yang berhubungan.
Biasanya kelainan ini mengenai usia pertengahan.
Penyulit oklusi vena retina sentral berupa perdarahan masif ke dalam retina terutama pada
lapis serabut saraf retina dan tanda iskemia retina. Pada penyumbatan vena retina sentral perdarahan
juga dapat terjadi di depan papila dan ini dapat memasuki badan kaca menjadi perdarahan badan kaca.
Oklusi vena retina sentral dapat menimbulkan terjadinya pembuluh darah baru yang dapat ditemukan
81
di sekitar papil, iris dan di retina (rubeosis iridis). Rubeosis iridis dapat mengakibatkan terjadinya
glauokoma sekunder, dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder, dan hal ini
terjadi dalam waktu 1-3 bulan.
Penyulit yang dapat terjadi adalah glaukoma hemoragik atau neovaskular.
Anamnesis
Pasien mengeluhkan kehilangan pengelihatan parsial (sentral atau perifer) atau
seluruhnya mendadak meski onsetnya dapat kurang akut daripada onset oklusi arteri.
Pengelihatan dapat memburuk sampai hanya tinggal persepsi cahaya. Tajam pengelihatan
sental terganggu bila perdarahan mengenai daerah makula lutea. Tidak terdpat rasa sakit dan
mengenai satu mata.
Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis sangat berbeda dengan tanda oklusi arteri. Pada pemeriksaan
funduskopi pasien dengan oklusi vena sentral akan terlihat vena yang berkelok-kelok, edema
makula dan retina, perdarahan berupa titik terutama bila terdapat penyumbatan vena yang
tidak sempurna.
Pada retina terdapat edema retina dan makula, dan bercak-bercak (eksudat) cotton
wool appearance yang terdapat di antara bercak-bercak perdarahan. Papil edema dengan
pulsasi vena menghilang karena penyumbatan biasanya terletak pada lamina kribosa.
Terdapat papil yang merah dan menonjol (edema) disertai pulsasi vena yang menghilang.
Kadang-kadang dijumpai edema papil tanpa disertai perdarahan di tempat yang jauh (perifer)
dan ini merupaka gejala awal penyumbatan di tempat yang sentral. Penciutan lapang pandang
atau suatu skotoma sentral dan defek ireguler.
Pemeriksaan Penunjang
Dengan angiografi fluoresein dapat ditentukan beberapa hal seperti letak
penyumbatan, penyumbatan total atau sebagian, dan ada atau tidaknya neovaskularisasi.
Pemeriksaan lain yaitu pemeriksaan hematologi untuk menyingkirkan peningkatan
viskositas darah. Oklusi vena retina sentral juga dikaitkan dengan peningkatan tekanan
intraokluar, diabetes dan hipertensi. Sehingga perlu pemantauan terhadap indikator-indikator
tersebut.
Terapi
Terapi laser retina dilakukan bila retina mengalami iskemia untuk mencegah
perkembangan pembuluh darah baru pada retina dan iris. Terapi laser dapat memperbaiki
pengelihatan pada beberapa pasien dengan oklusi vena retina cabang dengan mengurangi
edema makular.

82
Prognosis
Penglihatan biasanya sangat berkurang pada oklusi vena sentral, dan sering pada
oklusi vena cabang, dan biasanya tidak membaik. Keadaan pasien yang berusia lebih muda
dapat lebih baik, dan mungkin terdapat perbaikan pengelihatan

s. DEGENERATION OF MACULA, AGE DEPENDED


Degenerasi makula adalah kerusakan Macula. Sedangkan Makula itu sendiri adalah
suatu daerah yang sangat kecil di pusat retina yang berfungsi untuk membaca serta melihat
obyek-obyek secara detil. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang
terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut.
Ada beberapa jenis Degenerasi Macula, diantaranya adalah Degenerasi Makula
Involusi, Degenerasi Makula Eksudatif, Degenerasi Makula Juvenilis. Dari ketiga jenis
Degenerasi Macula tersebut, yang paling sering ditemukan adalah Degenerasi Makula
Involusi.
Degenerasi Makula Involusi adalah degenerasi Makula yang berkaitan dengan
proses penuaan dimana jaringan macula mulai menipis dan berkurang fungsinya. Biasanya
Degenerasi Makula jenis ini menyerang orang yang telah lanjut usia atau orang yang telah
berusia 50 tahun ke atas.
Selanjutnya adalah Degenerasi Macula Eksudatif. Degenerasi Macula Eksudatif
adalah Macula yang dilindungi oleh jaringan tipis yang memisahkannya dari pembuluh-
pembuluh darah sangat halus. Kadang-kadang pembuluh darah ini pecah atau bocor dan
menimbulkan jaringan parut dan diikuti terbentuknya pembuluh-pembuluh darah abnormal.
Apabila pembuluh darah abnormal yang rapuh ini pecah atau bocor lagi, maka darah atau
cairan yang merembes akan menimbulkan jaringan parut lebih banyak lagi. Penglihatan
menjadi kabur dan mengalami distorsi, sedangkan jaringan parut yang tebal akan lebih
menghalangi bagian pusat penglihatan.
Sedangkan Degenerasi Makula Juvenilis adalah Degenerasi Makula yang mungkin
sudah terjadi pada usia remaja dan tidak berkaitan dengan proses penuaan. Penyebabnya
adalah genetik atau keturunan. Kadang-kadang bisa diakibatkan oleh trauma, infeksi atau
radang yang merusak jaringan makula yang lembut.
Menurut para penderita Degenerasi Macula, gejala-gejala awal yang dirasakan
adalah distorsi penglihatan, obyek-obyek terlihat salah ukuran atau bentuk, garis-garis lurus
mengalami distorsi (membengkok) terutama dibagian pusat penglihatan, kehilangan
kemampuan membedakan warna dengan jelas, ada daerah kosong atau gelap di pusat
penglihatan, kesulitan membaca, kata-kata terlihat kabur atau berbayang, secara tiba-tiba
ataupun secara perlahan akan terjadi kehilangan fungsi penglihatan tanpa rasa nyeri.
83
Walaupun secara awam, gejala-gejala degenerasi macula sulit dideteksi. Ada
beberapa cara untuk mengetahui fungsi macula, yaitu tutup kedua mata secara bergantian dan
arahkan pengelihatan ke titik tengah gambar. Mata normal akan menunjukkan semua garis
terlihat nyata dan tidak bergelombang. Sedangkan mata yang makulanya mulai mengalami
gangguan bila melihat gambar dibagian tengah agak bergelombang. Dan mata yang sudah
mengalami gangguan bila melihat gambar ini, di bagian tengah tampak kabur, kotak di bagian
pinggir jelas dan tidak bergelombang.
Degenerasi macula dapat disebabkan oleh beberapa factor dan dapat diperberat oleh
beberapa factor resiko, diantaranya umur, genetic, rokok, warna kulit, riwayat keluarga,
obesitas, sinar ultraviolet, hipertensi dan diabetes.
Faktor resiko yang paling berperan pada terjadinya degenerasi makula adalah umur.
Meskipun degenerasi makula dapat terjadi pada orang muda, penelitian menunjukkan bahwa
umur di atas 60 tahun beresiko lebih besar terjadi di banding dengan orang muda. 2% saja
yang dapat menderita Degenerasi Makula pada orang muda, tapi resiko ini meningkat 30%
pada orang yang berusia di atas 70 tahun.
Genetik, penyebab kerusakan makula adalah CFH, gen yang telah bermutasi atau
faktor komplemen H yang dapat dibawa oleh para keturunan penderita penyakit ini. CFH
terkait dengan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang meregulasi peradangan.
Ras kulit putih (kaukasia) adalah sangat rentan terjadinya Degenerasi Makula di
banding dengan orang Afrika atau yang berkulit hitam.
Riwayat keluarga, resiko seumur hidup terhadap pertumbuhan Degenerasi Makula
adalah 50% pada orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga penderita dengan
Degenerasi Makula, dan hanya 12 % pada mereka yang tidak memiliki hubungan dengan
Degenerasi Makula.
Hipertensi dan diabetes. Degenerasi Makula menyerang para penderita penyakit
diabetes, atau tekanan darah tinggi gara-gara mudah pecahnya pembuluh-pembuluh darah
kecil (trombosis) sekitar retina. Trombosis mudah terjadi akibat penggumpalan sel-sel darah
merah dan penebalan pembuluh darah halus.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
Degenerasi Makula diantaranya makanan dengan gizi yang seimbang termasuk sayuran hijau
dan mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral yang cukup, mengenakan kaca mata yang
dapat melindungi mata dari sinar ultra violet, berolah raga secara teratur, menurunkan tingkat
lemak dan kolesterol, berhenti merokok.
Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengobati kelainan ini khususnya pada
jenis Involusi. Tapi pada jenis Degenerasi Makula Eksudatif yang belum lanjut bisa dicoba
dengan pembedahan oftalmologi dengan sinar laser untuk menghambat perluasan degenerasi.
84
Berkas cahaya laser yang terfokus digunakan untuk menutup membran yang bocor serta
menghancurkan pembuluh darah baru yang abnormal. Dengan tindakan ini diharapkan
kemunduran fungsi penglihatan akibat pembentukan parut yang progresif dapat dihambat.
Sekarang, di AS sedang dicoba pembedahan makula untuk memperbaiki kebocoran. Tapi
keberhasilannya masih belum maksimal.
Bagi mereka yang tidak bisa dikoreksi, jalan satu-satunya adalah menggunakan alat
bantu optik khusus untuk membantu penglihatan penderita yang tersisa sehingga tetap mampu
melakukan kegiatan sehari-hari. Alat bantu itu adalah alat optik daya penglihatan rendah (low
vision) yang menggunakan lensa atau kombinasi lensa yang mampu membesarkan benda
yang dilihat. Dengan kacamata biasa, lensa kontak ataupun lensa cangkok intraokular
(ditanamkan pada penderita katarak) penglihatan penderita Degenerasi Makula tetap tidak
terbantu. Tidak satu pun alat bantu optik di atas dapat membantu penglihatan untuk segala
macam gangguan. Alat optik bagi penderita penyakit mata glaukoma (tekanan bola mata
terlalu tinggi) atau kelainan pada daerah perifer mata, tentu lain dengan alat optik penderita
Degenerasi Makula. Alat optik mana yang paling tepat tentu saja dokter ahli mata yang
menentukan.
Ada lima macam alat optik untuk membantu penderita daya penglihatan rendah.
Salah satunya adalah kacamata pembesar. Kacamata pembesar lebih kuat daripada kacamata
biasa serta membantu penderita melakukan kegiatan yang berdekatan dengan mata seperti
membaca, menulis, dll. Sementara kacamata ini dikenakan, penderita harus memegang materi
yang dibaca dari jarak sangat dekat agar benda atau tulisan lebih terfokus. Awalnya mungkin
akan terasa janggal, tapi kemudian akan terbiasa. Alat ini dirancang untuk melihat pekerjaan
yang berdekatan dengan mata. Materi yang akan dibaca dapat dipegang bebas oleh tangan.
Bingkainya ada yang penuh, ada yang setengah.
Selain kacamata pembesar ada alat optic lain yang dapat membantu pengelihatan
penderita Degenerasi Makula yaitu kaca pembesar. Kaca pembesar juga dibagi menjadi dua
yaitu kaca pembesar tangan dan kaca pembesar berdiri. Kaca pembesar tangan adalah berupa
alat bantu paling umum. Dengan menggunakan kaca pembesar tangan ini, materi bacaan
dapat diletakkan pada jarak normal. Sedangkan Kaca pembesar berdiri adalah alat bantu ini
diberdirikan di atas materi bacaan atau menyentuh langsung materi bacaan. Tidak seperti kaca
pembesar tangan, kaca ini tidak dapat difokuskan secara tetap pada materi bacaan. Namun
alat bantu ini bisa digunakan sekaligus bersama-sama kacamata bifokus bagian bawah.
Namun beberapa jenis memiliki self contained light source (sumber pencahayaan sendiri).
Selain ketiga alat optic tadi, masih ada dua alat optic lagi yang dapat membantu
pengelihatan para penderita yaitu teleskop dan televise sirkuit dekat. Teleskop adalah alat ini
hanya digunakan untuk membesarkan benda dari jarak jauh, misalnya untuk melihat tanda-
85
tanda di jalanan. Mungkin lebih berguna bagi penderita daya penglihatan rendah yang lensa
minusnya atau kelainan rabun jauhnya sudah parah. Namun teleskop, dengan beberapa
modifikasi, ada yang bisa dipasang pada kacamata. Sedangkan Televisi sirkuit dekat adalah
alat bantu ini digunakan untuk menulis dan membaca. Ia memproduksi gambar materi bacaan
yang dibesarkan lewat layar televisi. Gambar yang dibesarkan dan kontras gambar dapat
diatur. Penggunaannya tepat bagi yang memiliki daya penglihatan sangat rendah, tapi masih
ingin mampu membaca. Lagi pula alat ini lebih mudah digunakan dan tidak melelahkan.
Selain alat-alat bantu optik tadi, penderita daya penglihatan rendah juga bisa
menggunakan alat bantu non-optik. Misalnya, tulisan pada buku, majalah atau koran yang
dibesarkan, serta angka-angka pada pesawat telepon, jam dinding atau jam tangan yang
dibesarkan. Komputer atau mesin khusus yang dapat "berbicara". Penderita daya penglihatan
rendah juga memerlukan penerangan cahaya yang cukup kuat. Lampu dengan leher yang
dapat diatur posisi serta pencahayaannya akan sangat membantu.
Bagi mereka yang telah berusia 50 plus atau salah satu anggota keluarganya ada
yang terkena Degenerasi Makula sebaiknya secara berkala memeriksakan mata ke dokter
mata agar gejala dini dapat segera ditanggulangi. Sebaiknya tidak menunggu sampai
terlambat

t. DIABETIC RETINOPATHY
Retinopati diabetika adalah proses degenerasi akibat hipoksia di retina karena
penyakit diabetes mellitus. Diagnosis retinopati diabetika ditegakkan secara klinis jika dengan
pemeriksaan angiografi flurosensi fundus sudah didapatkan mikroaneurisma atau perdarahan
pada retina di satu mata, baik dengan atau tanpa eksudat lunak ataupun keras, abnormalitas
mikrovaskular intra retina atau hal-hal lain yang telah diketahui sebagai penyebab perubahan-
perubahan tersebut
Etiologi
Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak terkontrol dan diderita
lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi
retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak. Sedangkan
mikroaneurisma dapat menimbulkan perdarahan.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
1. Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri.
2. Adanya komposisi darah abnormal.
3. Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombi.
4. Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnya
terjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasi
86
dinding haemorhagic dengan udem perikapiler.
5. Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan
jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruang vitreoretinal
yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi.
6. Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksia relatif di
retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
7. Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal.
8. Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes.

Patofisiologi
Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati, sebagai akibat dari gangguan
metabolik, yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemi. Peningkatan gula darah sampai ketinggia
tertentu, mengakibatkan keracunan sel-sel tubuh, terutama darah dan dinding pembuluh
darah, yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan ireversibel dari
molekul glukose dengan protein badan, yang disebut glikosilase dari protein.
Dalam keadaan normal glikosilase ini hanya sekitar 4-9%, sedang pada penderita
diabetes mencapai 20%. Glikosilase ini dapat mengenai isi dan dinding pembuluh darah, yang
secara keseluruhan dapat menyebabkan meningkatnya viskositas darah, gangguan aliran
darah, yang dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil, kemudian disusul dengan gangguan
pada daerah sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksi jaringan yang diurusnya. Kelainan-
kelainan ini didapatkan juga di dalam pembuluh-pembuluh darah retina yang dapat diamati
dengan melakukan :

1. Fundus fluorescein angiography.


2. Pemotretan dengan memakai film berwarna.
3. Oftalmoskop langsung dan tak langsung.
4. Biomikroskop (slitlamp) dengan lensa kontak dari Goldman.
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya menebal dan
mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini menetap untuk waktu yang
lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka akan
menonjol membentuk mikroaneurisma. Mula-mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler
vena sekitar makula, yang tampak sebagai titik-titik merah pada oftalmoskopi. Adanya 1-2
mikroaneurisma sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati diabetika.
Klasifikasi
Menurut perjalanannya, retinopati diabetika dibagi menjadi retinopati diabetika type

87
background (non proliferatif) dan retinopati diabetika type proliferatif. (Greenspen & Baxter,
1994 Daniel W. Foster, 2000)
Retinopati diabetika non proliferative
Retinopati diabetika non proliferatif merupakan stadium awal dari keterlibatan retina akibat
diabetes mellitus yang ditandai dengan adanya microaneurisma, hemoragi dan eksudat dalam
retina. Dalam stadium ini terjadi kebocoran protein, lipid atau sel-sel darah merah dari
pembuluh-pembuluh kapiler retina ke retina. Bila proses ini sampai terjadi di makula yaitu
bagian yang memiliki konsentrasi tinggi sel-sel penglihatan maka akan menimbulkan
gangguan pada ketajaman penglihatan. Retinopati diabetika non proliferatif terdiri atas :
Retinopati diabetika background
Retinopati diabetika dasar merupakan refleksi klinis hiperpermeabilitas serta inkompetasi
dinding-dinding pembuluh darah. Pada kapiler terbentuk tonjolan kecil bulat-bulat dinamakan
pembuluh darah. Pada kapiler terbentuk tonjolan kecil bulat dinamakan mikroaneurisma,
sedang vena retina mengalami pelebaran. Pada retina terjadi perdarahan dengan bentuk nyala
api (flame hemorages) dan bentuk bercak (blot hemorrhages) (Vaughan & Ashbury, 1995).
Kapiler yang bocor mengakibatkan sembab retina terutama di makula, sehingga retina
menebal dan terlihat berawan. Walaupun cairan serosa terserap, masih ada presipitat lipid
kekuningan dalam bentuk eksudat keras (hard eksudat). Jika fovea menjadi sembab atau
iskhemis atau terdapat eksudat keras maka tajam penglihatan sentral akan menurun sampai
derajat tertentu. Pada tahap ini umumnya tidak progresif (Vaughan & Ashbury, 1995).
Retinopati diabetika preproliferatif
Dengan bertambahnya progresifitas sumbatan mikro vaskular maka gejala iskemia
melebihi gambaran retinopati diabetika dasar. Perubahannya yang khas adalah adanya
sejumlah bercak mirip kapas (multiple cotton wool spots) atau yang sering disebut sebagai
eksudat lunak atau soft eksudate yang merupakan mikro infark lapisan serabut saraf.
Gejala yang lain adalah kelainan vena seperti ikalan (loops) segmentasi vena (boxcar
phenomenon) dan kelainan mikrovaskular intraretina, yaitu pelebaran alur kapiler yang tidak
teratur dan hubungan pendek antara pembuluh darah (shunt) intra retina. Pada angiografi
fluoresin dengan jelas terlihat adanya bagian yang iskhemis, non perfusi kapiler dan defek
pengisian kapiler (Vaughan & Ashbury, 1995).
Perkembangan retinopati diabetika non proliferatif adalah sebagai berikut :
b.1. Kelainan mula-mula adalah rusaknya barier (sawar) darah retina (sel endotel kapiler
retina dan sel epitel pigmen). Kebocoran ini akibat kenaikan kadar gula darah. Secara
histologis terjadi penebalan membrana basalis kapiler dan hilangnya perisit (dalam keadaan
normal satu endotel ada satu perisit).
b.2. Terjadinya microaneurisma, dimulai sebagai dilatasi kapiler pada daerah yang kehilangan
88
perisit dengandinding tipis, mula-mula pada sisi vena kemudian juga pada sisi arteri.
b.3. Selanjutnya endotel mengalami proliferasi sehingga terjadi akumulasi material pada
membrana basalis sekitar microaneurisma.
b.4. Meskipun membrana basalis tebal, tetapi karena permeabel terhadap air dan molekul
besar, maka terjadi timbunan air lipid pada retina. Apabila kerusakan barier ringan akan
terjadi timbunan cairan pada retina terutama makula (bintik kuning) dengan demikian terjadi
penurunan visus dan kelainan persepsi warna.
b.5. Terjadi pula dilatasi vena, yang kadang-kadang ireguler.
b.6. Apabila dinding kapiler lemah, maka akan dan menyebabkan perdarahan intra retina.
Perdarahan bisa berbentuk apabila letaknya dalam, atau berbentuk seperti nyala (frame
shaped) apabila letaknya superfisial atau perdarahan subhyaloid apabila terletak antara retina
dan badan kaca.
b.7. Selain terjadi perubahan retina vaskular seperti yang disebutkan di atas juga terjadi
abnormalitas koriokapilaris yang berupa penebalan membrana basalis.

Gejala klinik
- Makula udema
- Mikroaneurisma
- Penimbunan air dan lipid
- Hemorhage intra retinal
- Daerah hipoksia atau iskemia
- Eksudat lunak

2. Retinopati diabetika proliferative


Iskemia retina yang progresif merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang
rapuh sehingga dapat mengakibatkan kebocoran serum dan protein dalam jumlah yang
banyak. Biasanya terdapat di permukaan papil optik di tepi posterior daerah non perfusi. Pada
iris juga bisa terjadi neovascularisasi disebut rubeosis. Pembuluh darah baru berproliferasi di
permukaan posterior badan kaca (corpus vitreum) dan terangkat bila badan kaca bergoyang
sehingga terlepas dan mengakibatkan hilangnya daya penglihatan mendadak.
Retinopati diabetika proliferatif terbagi dalam 3 stadium :
Stadium 1 : Aktif : Disebut stadium florid, basah, kongestif dekompensata lesi intra retina
menonjol, perdarahan retina, eksudat lunak, neovaskularisasi progresif cepat, proliferasi
fibrosa belum ada atau minimal, dapat terjadi perdarahan vitreus, permukaan belakang vitreus
masih melekat pada retina bisa progresif atau menjadi type stabil.
Stadium 2 : Stabil : Disebut stadium kering atau quiescent, lesi intra retina minimal
89
neovaskularisasi dengan atau tanpa proliferasi fibrosa, bisa progresif lambat atau regresi
lambat.
Stadium 3 : Regresi : Disebut juga stadium burned out, lesi intra retina berupa perdarahan,
eksudat atau hilang, neovaskularisasi regresi, yang menonjol adalah jaringan fibrosa.
Gejala klinik :
- Makula udema
- Eksudat
- Viterus hemorhage (perdarahan vitreus)
- Neovasculatisasi
- Ablasi retina
- Jaringan ikat vitreo retinal
- Perdarahan di subhyaloid

Pemeriksaan Penunjang
Semua penderita diabetes mellitus yang sudah ditegakkan diagnosanya segera
dikonsulkan ke dokter spesialis mata untuk diperiksa retinanya. Jika didapatkan gambaran
retinopati diabetika segera lakukan pemeriksaan di bawah ini :
Angiografi Fluoresein
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan sirkulasi darah retina serta penyakit-penyakit
yang mengenai retina dan khoroid. Pemeriksaan ini akan menunjukkan aliran darah yang khas
dalam pembuluh darah saat cairan fluoresein yang disuntikkan intra vena mencapai sirkulasi
darah di retina dan khoroid. Angiografi fluoresein akan merekam gambaran rinci yang halus
dari fundus pada bagian yang berukuran lebih kecil dari kemampuan daya pisah (minimum
separable) penglihatan mata masih dapat diperiksa dengan pembesaran rekaman angiografi
fluoresein (Michaelson, 1980). Gambaran retinopati diabetika dengan angiografi fluoresein :
a. Retinopati Background, bentuk juvenil
Disini ditemukan proliferasi dan hipertrofi venula retina disertai pembentukan rete mirabile,
pelebaran cabang-cabang vena berbentuk kantong dan aneurisma kapiler. Terdapat area
iskhemik terbatas (Hollwich, 1993).
b. Retinopati Background, bentuk senil
Perdarahan superfisial bentuk nyala api dan perdarahan dalam bentuk bintik-bintik. Endapan
lemak pada polus posterior, kadang tersusun dalam bentuk rangkaian bunga (retinopati
circinata), biasanya pembuluh darah retina beraneka ragam dan dindingnya terlihat menebal
(sklerosis).
Pada retinopati background terlihat mikroaneurisma, perdarahan bentuk bintik-bintik dan
bercak, eksudat keras berwarna kuning yang terdiri atas protein dan lipid yang terdapat di
90
lapisan pleksiform luar yang dikemudian hari juga terjadi makulopati. Jika pasien mengidap
hipertensi kardiovaskular, bercak yang mirip kapas timbulnya akan lebih awal (Hollwich,
1993).
c. Retinopati proliferatif
Pada stadium ini terdapat pembentukan pembuluh darah baru yang mengakibatkan
neovaskularisasi yang tumbuh menonjol di depan retina terutama pada permukaan belakang
badan kaca yang mengalami ablasi (Hollwich, 1993).

2. Elektroretinografi
Pada pemeriksaan ini dilakukan perekaman kegiatan listrik retina yang sangat berguna untuk
memperoleh gambaran yang tepat mengenai fungsi retina yang masih tersisia.

Pengobatan
Therapi retinopati diabetik adalah fotokoagulasi. Therapi ini menurunkan insidensi
perdarahan dan pembentukan parut dan selalu merupakan indikasi jika terjadi pembentukan
pembuluh darah baru. Juga berguna dalam therapi mikroaneurisma, perdarahan dan edem
makuler bahkan jika tahap proliferatif belum mulai. Fotokoagulasi panretina sering digunakan
untuk mengurangi kebutuhan oksigen retina dengan harapan stimulasi untuk neovaskularisasi
akan berkurang. Dengan tehnik ini beberapa ribu lesi terjadi selama 2 minggu. Komplikasi
fotokoagulasi masih dapat diterima. Sebagian kehilangan penglihatan perifer tidak dapat
dihindari dengan pembakaran luas. Tehnik pembedahan lainnya, vitrektomi, pars plana,
digunakan untuk terapi perdarahan vitreus dan pelepasan retina yang tidak teratasi.
Komplikasi pasca operasi lebih sering dibandingkan pada fotokoagulasi dan termasuk
robekan retina, pelepasan retina, katarak, perdarahan vitreus berulang, glaukoma, infeksi, dan
kehilangan mata. Ada harapan bahawa inhibisi angiogenesis oleh obat seperti beta-
siklodekstrin tetradekasulfat yang menyerupai heparin analog dalam percobaan dapat
mencegah retinopati proliferatif. Semua pasien dengan retinopati diabetik harus dipantau oleh
ahli mata (Daniel W. Foster, 2000)

u. HIPERTENSIVE RETINOPATHY
Retinopati hipertensif adalah kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat
tekanan darah tinggi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina
berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina,
edema dan perdarahan retina.

91
Etiologi

Penyebab terjadi retinopati hipertensi adalah akibat tekanan darah tinggi. Kelainan
pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh
darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah.

Pada gangguan pembuluh darah, seperti spasme dan arteriosclerosis, faktor-faktor


yang berperan terjadinya arteriosclerosis ini adalah hiperlipidemia dan obesitas. Faktor-faktor
ini nanti akan muncul pada dekade kedua, berupa guratan-guratan lemak di pembuluh-
pembuluh darah besar dan kemudian berkembang menjadi suatu plak fibrosa pada dekade
ketiga, sehingga mengakibatkan hilangnya elastisitas pembuluh darah dan terjadi
pengurangan diameter pembuluh darah akibat tertimbunnya plak tersebut ( arteriosclerosis ).
Keadaan ini akan menimbulkan peningkatan tahanan aliran darah ( hipertensi ). Pada retina,
juga akan terjadi peningkatan tekanan darah pada arteriole-arteriole di retina ( retinopati
hipertensi ).

Klasifikasi

Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh
Keith et al. Sejak itu, timbul bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem klasifikasi
yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini dalam praktek sehari-hari.
Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi
berdasarkan derajat keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang disepakati
digunakan dalam praktek sehari-hari.
Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939) :
Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina; hipertensi
ringan, asimptomatis
Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa
gejala dari hipertensi
Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan darah
terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala, vertigo,
kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi ginjal
Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot;
peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala,
asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan,
kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi dan
stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi

92
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi retinopati hipertensi tergantung
dari berat ringan nya tanda - tanda yang kelihatan pada retina.3,9
Retinopati Deskripsi Asosiasisistemik
Mild Satu atau lebih dari tanda Asosiasi ringan dengan penyakit
berikut : stroke, penyakit jantung koroner
Penyempitan arteioler dan mortalitas kardiovaskuler
menyeluruh atau fokal, AV
nicking, dinding arterioler
lebih padat (silver-wire)
Moderate Retinopati mild dengan satu Asosiasi berat dengan penyakit
atau lebih tanda berikut : stroke, gagal jantung, disfungsi
Perdarahan retina (blot, dot renal dan mortalitas
atau flame-shape), kardiovaskuler
microaneurysme, cotton-
wool, hard exudates
Accelerated Tanda-tandaretinopati Asosiasi berat dengan mortalitas dan
moderate dengan edema gagal ginjal
papil :
dapatdisertaidengankebutaan

Gambar 3.Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal
arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper
wiring pada arterioles (panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan 3)

Gambar 4.Moderate Hypertensive Retinopathy.AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot
(panahhitam) (A).Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah
putih) (B). (dikutipdari kepustakaan 3)

93
Gambar 5.Multipel cotton wool spot (panahputih) danperdarahan retina (panahhitam)
danpapiledema. (dikutipdarikepustakaan 3)

Patogenesis

Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori
bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada
tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangny aelastisitas
pembuluh darah.
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arterioles dari mekanisme
autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi
akan kelihatan penyempitan arterioles retina secara generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan
intima pembuluh darah, hyperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Pada tahap
ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan
arteri-vena yang dikenal sebagai arteriovenous nicking. Terjadi juga perubahan pada refleks
cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang
dikenal sebagai copper wiring.
Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan kerusakan
pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan
iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran
mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal
sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya
meripakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat.
Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap hipertensi saja,
karena ia juga dapat terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain.
Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sequential. Contohnya perubahan tekanan darah
94
yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami
perubahan-perubahan lain terlebih dulu.
Pada dinding arteriol yang terinfiltrasi lemak dan kolesterol akan menyebabkan
pembuluh darah menjadi sklerotik sehingga pembuluh darah secara bertahap kehilangan
transparansinya, pembuluh darah tampak lebih lebar daripada normalnya dan refleksi cahaya
yang tipis menjadi lebih lebar. Produk-produk lemak kuning keabu-abuan di dinding
pembuluh darah bercampur dengan warna darah sehingga menimbulkan gambaran khas
kawat tembaga (copper wire). Sklerosis berlanjut menyebabkan refleksi cahaya dinding
pembuluh darah mirip dengan kawat perak (silver wire). Dapat terjadi sumbatan suatu
cabang arteriol. Oklusi arteri primer atau sekunder akibat aterosklerosis yang mengakibatkan
oklusi vena dapat menyebabkan perdarahan retina.

Manifestasi klinis
Perubahan pembuluh darah retina yang disebabkan oleh hipertensi kronik biasanya
asimtomatik. Kadang-kadang pasien dengan hipertensi maligna mengalami gangguan
penglihatan akut, tetapi kemungkinan disebabkan oleh edeme diskus optikus.
1. Penyempitan ( spasme ) pembuluh darah tampak sebagai :
Pembuluh darah ( terutama arteriole retina ) yang berwarna lebih pucat
Kalliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler ( karena spasme lokal)
Percabangan arteriol yang tajam
2. Bila kelainan yang terjadi adalah sklerosis dapat tampak sebagai :
Reflex copper wire
Reflex silver wire
Sheating
3. Pembuluh darah yang irregular
4. Terdapat fenomena crossing sebagai berikut :
Elevasi : pengangkatan vena oleh arteri yang berada dibawahnya
Deviasi : penggeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena tersebut
dengan sudut persilangan yang lebih kecil
Kompresi : penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena.

Gambaran fundus pada retinopati hipertensi juga ditentukan oleh derajat peningkatan
tekanan darah dan keadaan arteriol retina. Pada pasien muda : retinopati ekstensif dengan
perdarahan, infark retina ( cotton wool patches), infark koroid ( elschnig patches), kadang
ablasio retina, dan edema berat pada discus optic adalah gambaran yang menonjol dan dapat
disertai dengan eksudat keras berbentuk macular star. Penglihatan mungkin terganggu dan
95
bias makin memburuk bila tekanan darah diturunkan terlalu cepat. Sebaliknya pada pasien
usia lanjut yang arteriosklerotik tidak dapat berespons seperti pada pasien muda, dan
pembuluh-pembuluh darah mereka terlindung oleh arteriosklerosis. Karena itu pasien lansia
jarang meemperlihatkan gambaran retinopati hipertensif yang jelas.

Diagnosis Banding
- Retinopati diabetic : perdarahan umumnya blot dan dot, mikroaneurisma
Adanya mikroaneurisma : pelebaran pembuluh darah vena, yang pada pemeriksaan funduskopi
akan terlihat berupa titik merah kecil dekat pembuluh darah terutama di polus posterior.
Ditemukan pada pasien Diabetes Mellitus.
- Penyakit kolagen vascular :gambaran cotton wool multiple
- Anemia : predominan perdarahan tanpa perubahan arteri bermakna
- Retinopati radiasi : dapat terlihat mirip dengan retinopati hipertensi. Ada riwayat radiasi di
daerah kepala, dapat muncul kapan saja tapi biasanya setelah 4 tahun
- Centrol retina vein occlusion (CRVO) atau branch retinal vein occlusion (BRVO) :
unilateral, perdarahan multiple, dilatasi vena tanpa penyempitan arteri. Dapat merupakan
akibat hipertensi.

Tatalaksana

Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus
akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah
terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati
lagi. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda
retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak
jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap
struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan
dinding arteri retina sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apa pun terhadap
pembuluh darah retina. Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien
dinasehati untuk menurunkan berat badan jika sudah melewati standar berat badan ideal
seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake
lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu
dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur.

96
Dokter atau petugas kesehatan harus tetap meneruskan pengobatan pada pasien
hipertensi walaupun tanpa tanda-tanda retinopati. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar
dibawah, evaluasi dan management pada pasien dengan hipertensi harus diutamakan supaya
tidak terjadi komplikasi ke target organ yang lain.
- Terapi kausa ( hipertensi)
Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding arteri retina
sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apa pun terhadap pembuluh darah retina.
Prinsip penatalaksanaan menurunkan tekanan darah untuk meminimalkan kerusakan target organ.
Hindari penurunan terlalu tajam (dapat menyebabkan iskemia). Dapat memperlambat
perubahan pada retina, tapi penyempitan arteriol dan crossing arteri-vena sudah menjadi
permanen.
- Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan
berat badan jika sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi makanan
dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat
menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan pasien
memerlukan kegiatan olahraga yang teratur.

Skema 1. Evaluasi dan managemen retinopati hipertensi 3

97
v. CHORIORETINITIS
Korioretinitis adalah proses inflamasi yang melibatkan saluran uveal mata. Peradangan biasanya
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau protozoa bawaan pada neonatus.Toksoplasma kongenital
dan cytomegalovirus (CMV) adalah etiologi yang paling umum. Korioretinitis adalah inflamasi yang
mengenai koroid dan retina, tetapi proses peradangan koroidnya lebih menonjol daripada peradangan
pada retina.
Inflamasi pada traktus uvea posterior umumnya disebut sebagai koroiditis. Tetapi karena retina selalu
terkena bila terjadi inflamasi traktus uvea posterior, maka seringkali disebut dengan korioretinitis atau
retinokoroiditis.2

Gambar 2.3 Uveitis anterior dan Uveitis Posterior

Epidemiologi
Angka kejadian korioretinitis lebih banyak ditemukan di Eropa daripada di Amerika Serikat. Angka
kejadian korioretinitis di Amerika Serikat kira-kira 400 4000 kasus pertahun, sedangkan di negara-
negara Eropa (Perancis, Jerman dan Denmark) lebih banyak. Salah satu parasit penyebab
korioretinitis terbanyak pada anak-anak di Amerika Serikat adalah Toxocara canis, karena anak
anak di Amerika Serikat lebih banyak memelihara hewan peliharaan. Korioretinitis bisa menyebabkan
kehilangan penglihatan partial ataupun total bila tidak berespon baik terhadap pengobatan.
Menurut Greydanus dkk, angka kejadian korioretinitis adalah 64 per 100.000 populasi di
Amerika.Tetapi angka kejadian tersebut tidak dibedakan antara penderita anak anak dan
dewasa.Menurut Kimura et al, ditemukan 29 kasus korioretinitis pada anak anak di bawah 16 tahun,
yaitu sejumlah 3,6% dari total kasus uveitis yang ditemukan.

98
Etiologi
Korioretinitis dapat disebabkan karena infeksi dan non infeksi. Penyebab infeksi biasanya
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, fungi, dan parasit. Sedangkan noninfeksi biasanya
disebabkan karena penyakit autoimun dan keganasan.
Penyebab infeksi virus tersering adalah CMV (cytomegalovirus), herpes simpleks, herpes
zoster, rubella, HIV dan virus epstein barr. Infeksi bakteri tersering adalah Mycobacterium
tuberculosis dan Yersinia enterolitica. Penyebab infeksi fungi tersering adalah Candidia,
Histoplasma, Cryptococcus spesies. Penyebab infeksi parasit tersering adalah Toxoplasma,
toxocara, cysticercus, dan onchoherca.
Sedangkan penyebab noninfeksi adalah penyakit autoimun dan keganasan misalnya melanoma
maligna dan leukemia.

Patofisiologi
Korioretinitis dapat terjadi akibat infeksi bakteri ataupun reaksi radang lainnya. Proses inflamasi ini
akan menyebabkan perubahan kondisi di struktur uvea itu sendiri. Bila peradangan korioretinitis
terjadi di bagian perifer, maka tidak akan mengganggu pada tajam penglihatan. Tajam penglihatan
pada keadaan inihanya terjadi pada akibat penyerbukan sel radang ke dalam badan kaca atau media
penglihatan. Makin tebal kekeruhan, akan mengakibatkan bertambah beratnya penurunan ketajaman
penglihatan. Radang infeksi ini biasanya disebabkan infeksi yang meluas, seperti tuberkulosis dan
infeksi fokal lainnya.
Bila peradangan mengenai daerah makula lutea, maka penglihatan akan cepat menurun tanpa terlihat
tanda kelainan dari luar. Biasanya radang sentral ini disebabkan karena infeksi kongenital akibat
toxoplasmosis. Akibat terbentuknya jaringan fibroblast, akan terbentuk jaringan organisasi yang
merusak seluruh susunan jaringan koroid dan retina. Jaringan fibrosis ini akan berwarna pucat putih.
Warna putih ini juga terjadi akibat sklera terlihat melalui koroid yang menipis. Biasanya bersama-
sama dengan keadaan ini terjadi pergeseran pigmen koroid.

Manifestasi Klinis
Gejala dari penyakit ini adalah :
a. Penurunan penglihatan
Penurunan ketajaman penglihatan dapat terjadi pada semua jenis uveitis posterior, tetapi terutama
dijumpai pada kondisi kondisi dengan lesi di makula atau ablasio retina.
b. Injeksi mata
Kemerahan mata jarang terjadi pada uveitis yang terbatas di segmen posterior, tetapi dapat terlihat
pada uveitis difus.
c. Nyeri
99
Rasa nyeri kurang khas pada uveitis yang terbatas di segmen posterior.
d. Floaters
Yaitu seperti melihat sesuatu di penglihatan seperti bintik bintik hitam.
e. Skotoma
Yaitu gangguan penglihatan sentral (bulatan hitam atau gelap di sentral) sebagai akibat dari lesi yang
mengenai makula
f. Fotopsia
Yaitu melihat kilatan cahaya akibat lesi di retina.
g. Metamorphosia
Yaitu melihat benda yang bentuknya bergelombang sehingga berbeda dengan bentuk aslinya sebagai
akibat dari lesi yang berada di makula.
h. Niktalopia
Yaitu berkurangnya kemampuan melihat pada tempat dengan cahaya yang kurang, misalnya pada malam
hari atau tempat yang redup, namun masih baik apabila cahaya masih cukup, misalnya siang hari.
Tanda klinis harus dilihat di korpus vitreus dan segmen posterior atau fundus okuli
menggunakan oftalmoskop mulai dari sentral ke perifer. Berikut ini adalah tanda klinisnya :
a. Koroiditis
Koroiditis dapat fokal, multifokal atau geografis. Koroiditis aktif ditandai dengan adanya lesi berupa
infiltrat atau nodul yang bulat berwarna kekuningan di fundus okuli.

b. Retinitis
Retinitis dapat terjadi fokal (soliter) atau multifokal berupa suatu lesi di retina. Lesi aktif ditandai dengan
kekeruhan atau infiltrat di retina yang berwarna keputihan dengan batas tidak jelas akibat adanya
edema di sekeliling lesi tersebut. Setelah membaik, batas lesi menjadi jelas.6

Gambar 2.4 Korioretinitis dengan etiologi infeksi Toxocara

100
c. Vaskulitis
Vaskulitis dapat terjadi primer atau sekunder akibat retinitis. Ditandai dengan adanya inflammatory
sheating dari arteri dan vena. Pada umumnya sering terjadi pada vena (periphlebitis), namun kadang
kadang dapat mengenai arteri (periarteritis).

Gambar 2.5 Korioretinitis dengan etiologi infeksi Toxoplasmosis

Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk korioretinitis mencakup pemeriksaan darah rutin (eritrosit,
leukosit, dan trombosit) yang berguna untuk mengetahui adanya infeksi bila kadar leukosit
meningkat. Test fungsi hati (alanine aminotransferase, gamma glutamyltransferase, alkaline
phospatase, bilirubin total, bilirubin indirect, bilirubin direct, albumin dan PTT, APTT)
digunakan untuk mengetahui adanya infeksi, bila terdapat infeksi maka tes fungsi hati
abnormal, tes fungsi ginjal (BUN dan creatinin) digunakan untuk mendeteksi adanya
hematuria atau casts.
j. Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan titer immunoglobulin spesifik dan kultur. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
menentukan kausa dari penyebab korioretinitis ini. Pemeriksaan titer immunoglobulin
digunakan bila curiga etiologinya parasit dan virus. Sedangkan kultur digunakan bila curiga
etiologinya bakteri.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan korioretinitis didasarkan pada etiologi korioretinitis. Tujuan pengobatannya untuk
mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut terutama pada bayi dan anak-anak. Penatalaksanaan

101
korioretinitis memerlukan pertimbangan jangka pendek dan jangka panjang untuk menjaga kualitas
hidup pasien.
Bila penyebab korioretinitis adalah virus, diberikan pengobatan antivirus. Drug of choice bila
penyebabnya virus (cytomegalovirus) adalah ganciclovir, valganciclovir, foscarnet, dan cidofovir.
Fomivirsen intravitreal juga digunakan untuk mengobati pasien korioretinitis dengan etiologi virus
dengan Acquired Immunodeficiency Syndrome ( AIDS ).1
Bila penyebabnya adalah bakteri, pengobatan antibiotik alternatif meliputi atovaquone dengan dosis 40
mg/kg/hari (kontraindikasi untuk anak anak), azithromycin dengan dosis 5 mg / kg / hari dan
trimethoprim-sulfametoksazol 40 mg / kg / hari / sulfametoksazol, dan 8 mg / kg / hari /
trimethoprim).1 Bila bakteri penyebabnya adalah M. Tuberculosis, maka diberikan obat penyakit TBC,
yaitu Rifampisin dengan dosis 10 20 mg/kg/hari, Isoniazid dengan dosis 10 30 mg/kg/hari,
Pyrazinamide dengan dosis 30 mg/kg/hari dan Etambutol 15 mg/kg/hari. Penggunaan golongan
aminoglikosida dan quinolon digunakan bila bakteri sudah resisten.
Bila penyebabnya adalah infeksi candida spesies, pengobatan yang digunakan adalah fluconazole
dengan dosis 6-12 mg per kg / hari dan amphotericin B dengan dosis 0.75-1 mg per kg / hari.
Sedangkan bila penyebabnya adalah infeksi histoplasmosis yaitu Ampothericin B dengan dosis 0.75-1
mg per kg / hari. Bila penyebabnya infeksi Cryptococcus spesies drug of choice adalah Ampothericin
B 0.75-1 mg per kg / hari.
Bila penyebabnya adalah Toxoplasmosis dan lesi tersebut mengancam penglihatan diterapi selama 5-6
minggu dengan triple therapy yaitu pyrimethamine, sulfadiazin, dan asam folat. Bila lesi
ekstramakular yang kecil dapat diamati tanpa pengobatan. Lesi yang mengalami reaktivasi akan
menghilang namun dibutuhkan terapi bila makula atau saraf optik terancam atau terdapat respon
inflamasi yang sangat berat. Pemberian prednison dalam dosis rendah 0,5-1 mg / kg/hari selama 3-6
minggu dapat digunakan untuk mengurangi peradangan saraf optik atau makula dan dapat dimulai
pada hari ke 3 dari terapi antibiotik. Kortikosteroid tidak boleh digunakan tanpa bersamaan dengan
pengobatan antibiotik atau pada pasien immunocompromised karena menyebabkan risiko eksaserbasi
penyakit. Asam folat melindungi dari penurunan trombosit dan sel sel darah putih yang disebabkan
oleh pirimetamin. Bactrim telah terbukti setara dengan triple therapy dalam pengobatan
toksoplasmosis okular dan mungkin lebih baik ditoleransi. Klindamisin dan azythromycin juga dapat
dianggap sebagai terapi alternatif. Pasien AIDS memerlukan pengobatan pemeliharaan jangka
panjang.7 Alternatif lain pengobatan toksoplasmosis okular, yaitu diberikan clindamycin, 300 mg
empat kali sehari, ditambah trisulfapyrimidine, 0,5-1 g empat kali sehari. Clindamycin menimbulkan
kolitis pseudomembranosa pada 10-15% pasien. Antibiotik lain yang juga efektif untuk
toksoplasmosis okular, antara lain: spiramycin dan minocycline. Neovaskularisasi subretina dapat
diatasi dengan fotokoagulasi laser argon atau terapi fotodinamik dengan verteporfin.

102
Tabel 2.1 Terapi Standar untuk Toksoplasmosis Okular: Obat dan Dosis
Pyrimethamine 75- 100 mg dosis awal (2 hari)
25-50 mg per hari sampai lesi sembuh (biasanya 4- 6
minggu)
Sulfadiazine 2.0-4.0 g dosis awal (2 hari)
0.5-1.0 g qid sampai lesi sembuh (biasanya 4- 6 minggu)

Asam Folat 5 mg 3 kali seminggu selama terapi pyrimethamine

Prednisone 0.5-1 mg/kg per hari selama 3-6 minggu (dimulai pada
hari ketiga)
Tapper off sesuai respon klinis; hindari penggunaan pada
pasien immunocompromised; hitung sel darah putih
dan platelet setiap minggu.
(AAO, 2012).
Pada anak-anak, jika tidak diobati 85 % dari anak-anak dengan gejala subklinis akan menunjukkan
tanda-tanda gangguan tumbuh kembang. Transmisi dan tingkat keparahan infeksi pada anak dapat
diantisipasi dengan memberikan perawatan kepada ibu selama hamil. Pengobatan pada anak-anak
dengan infeksi kongenital dapat mengubah perjalanan penyakit, meskipun kekambuhan dari
korioretinitis masih bisa terjadi pada anak-anak yang diobati.8

Komplikasi
Glaukoma sekunder dapat terjadi. Pembengkakan (edema) di daerah pusat retina (makula) bersamaan
dengan perdarahan retina dapat menyebabkan kerusakan retina. Virus yang mungkin menjadi sumber
penyakit yang mungkin menjadi resisten terhadap obat antivirus. Sementara kortikosteroid mungkin
diperlukan untuk menekan mata dan respon inflamasi dan melindungi penglihatan, tetapi obat ini juga
dapat menyebabkan wabah tertentu yang dapat mengakibatkan korioretinitis infeksi.

Prognosis
Kerusakan permanen dapat terjadi secara signifikan jika rekurensi terus menerus. Korioretinitis juga
menyebabkan kebutaan.

103
w. VITREOUS HAEMMORHAGE
Perdarahan vitreus merupakan penyebab kedua kekeruhan media setelah katarak
Menurut penyebabnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: karena proses degenerasi,
peradangan, perdarahan dan neoplasma. Kekeruhan karena proses degenerasi biasanya
ditemukan antara lain pada miopia tinggi, keadaan senil, degenerasi vitreoretina.
Insidens perdarahan vitreus terjadi 7:100.000 kasus, yang menjadikannya salah satu
penyebab penurunan penglihatan paling umum dari akut atau subakut. Meskipun diagnosis
perdarahan vitreus umumnya langsung, manajemen ditentukan oleh etiologi yang mendasari.
Korpus vitreus dibatasi di bagian posterolateral oleh membran limitans internal retina,
bagian anterolateral oleh epitel nonpigmen dari badan siliar, dan anterior oleh serat zonular
lensa dan kapsul lensa posterior. Ruang retrolental dari erggelet dan kanal petit adalah ruang
yang terletak antara membran anterior hialoid, kapsul lensa posterior, dan bagian
orbikuloposterokapsular dari serat zonular. Ligamentum Hialoideokapsular memisahkan
bagian tersebut dari satu sama lain.
Kavitas pada vitreus dapat dievaluasi dari adanya kekeruhan dari cairan vitreus
(sineresis),sel merah yang menumpuk (perdarahan), inflamasi (uveitis), infeksi
(endoftalmitis), atau karena asteroid hialoids.
Cloquet kanal dan bursa premakularis adalah ruang berisi cairan di dalam vitreus
yang menyebabkan darah dapat masuk selama perdarahan vitreus. Anterior ruang akous untuk
vitreus terbentuk disebut kanal Hannover. Ruang ini terletak di antara bagian-bagian
orbikuloanterokapsular dan posterokapsular dari serat zonular.
Pada tanggal 20 April 1970, pertama kali Machemer melakukan pars plana vitrektomi
untuk perdarahan vitreus. Sebelum pars plana vitrektomi, penghapusan perdarahan vitreus
telah dicoba dengan pemotongan vitreus gel melalui celah pupil menggunakan selulosa spons
dan gunting melalui sayatan korneoskleral, yang disebut open sky vitrektomi yang diciptakan
oleh Kasner. prosedur ini sering tidak berhasil, dan pasien sering mengalami penurunan
permanen dalam penglihatan.

Perdarahan vitreus adalah ekstravasasi darah ke salah satu dari beberapa ruang
potensial yang terbentuk di dalam dan di sekitar korpus vitreus. Kondisi ini dapat diakibatkan
langsung oleh robekan retina atau neovaskularisasi retina, atau dapat berhubungan dengan
perdarahan dari pembuluh darah yang sudah ada sebelumnya.(2,8)
Perdarahan vitreus dapat terjadi akibat dari retinitis proliferans, oklusi vena sentral,
oklusi vena cabang, ablasio retina, kolaps posterior vitreus akut tanpa harus ada robekan.
Perdarahan tersebut terletak pada belakang gel vitreus atau dengan sineretic kavitas.

104
Etiologi
Etiologi terjadinya perdarahan vitreus menjadi tiga kategori utama yaitu:
1. Pembuluh darah retina abnormal
Pembuluh darah retina abnormal biasanya akibat iskemia pada penyakit seperti
diabetik retinopati, sickle cell retinopati, oklusi vena retina, retinopati prematuritas atau
sindrom iskemik okular. Retina mengalami pasokan oksigen yang tidak memadai,
Vascular Endotel Growth Factor (VEGF) dan faktor kemotaktik lainnya menginduksi
neovaskularisasi. Pembuluh darah baru ini terbentuk karena kurangnya endotel tight
junction yang merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan spontan. Selain itu,
komponen berserat yang sering menempatkan tekanan tambahan pada pembuluh darah
yang sudah rapuh serta traksi vitreus normal dengan gerakan mata dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh tersebut.
2. Pecahnya pembuluh darah normal
Pecahnya pembuluh darah normal dapat diakibatkan kekuatan mekanik yang tinggi.
Selama PVD, traksi vitreus pada pembuluh darah retina dapat membahayakan pembuluh
darah. Hal ini bisa terjadi dengan robekan retina atau ablasio. Namun, perdarahan vitreus
dalam bentuk sebuah PVD akut harus diwaspadai dokter karena risiko robeknya retina
bercukup tinggi (70-95 persen). Trauma tumpul atau perforasi bisa melukai
pembuluh darah utuh secara langsung dan merupakan penyebab utama perdarahan
vitreus pada orang muda terutama umur kurang dari 40 tahun. Penyebab yang jarang dari
perdarahan vitreus adalah sindrom Terson, yang berasal dari ekstravasasi darah ke dalam
vitreus karena perdarahan subaraknoid. Sebaliknya peningkatan tekanan intrakranial
dapat menyebabkan venula retina pecah.

3. Darah dari sumber lainnya


Darah dari sumber lainnya, keadaan patologi yang berdekatan dengan vitreus
juga dapat menyebabkan perdarahan vitreus seperti pada perdarahan dari
makroaneurisma retina, tumor dan neovaskularisasi koroidal, semua dapat
memperpanjang melalui membran batas dalam vitreus dan menyebabkan perdarahan.

105
Tabel 2.1 :Mekanisme Perdarahan Vitreus
1. Pembuluh darah Abnormal
Diabetik retinopati (31-54 persen perdarahan vitreus disebabkan oleh diabetes)
Neovaskularisasi dari cabang atau pusat oklusi vena retina (4-16 persen)
Retinopati sickle sel (0,2-6 persen)
2. Pecahnya Pembuluh darah normal
Robekan retina (11-44 persen)
Trauma (12-19 persen)
Posterior Vitreous Detachement (PVD) dengan robekan pembuluh darah retina
(4-12 persen)
Ablasio retina (7-10 persen)
Sindrom Terson (0,5-1 persen)
3. Darah Dari Sumber Lain
Makroaneurisma (0,6-7 persen)
Age Related Macula Degeneration (0,6-4 persen)

Gambar 2.2
Mekanisme perdarahan vitreus

106
Gejala klinis
Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan keluhan mata kabur atau
berasap, ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia, seperti ada bayangan dan jaring laba-
laba. Gejala subyektif yang paling sering ialah fotopsia, floaters. Fotopsia ialah keluhan
berupa kilatan cahaya yang dilihat penderita seperti kedipan lampu neon di lapangan. Kilatan
cahaya tersebut jarang lebih dari satu detik, tetapi sering kembali dalam waktu beberapa
menit. Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam suasana redup atau dalam suasana gelap.
Fotopsia diduga oleh karena rangsangan abnormal vitreus terhadap retina
Floaters adalah kekeruhan vitreus yang sangat halus, dilihat penderita sebagai
bayangan kecil yang berwarna gelap dan turut bergerak bila mata digerakkan. Bayangan kecil
tersebut dapat berupa titik hitam, benang halus, cincin, lalat kecil dan sebagainya. Floaters
tidak memberikan arti klinik yang luar biasa, kecuali bila floaters ini datangnya tiba-tiba dan
hebat, maka keluhan tersebut patut mendapat perhatian yang serius, karena keluhan floaters
ini dapat menggambarkan latar belakang penyakit yang serius pula, misalnya ablasio retina
atau perdarahan di vitreus
Perdarahan vitreus ringan sering dianggap sebagai beberapa floaters baru, perdarahan
vitreus moderat dianggap sebagai garis-garis gelap, dan berat pada perdarahan vitreus
cenderung untuk secara signifikan mengurangi penglihatan bahkan persepsi cahaya. Biasanya,
tidak ada rasa sakit yang terkait dengan perdarahan vitreus. Pengecualian mungkin terjadi
apabila termasuk kasus glaukoma neovaskular, hipertensi okular akut sekunder yang parah
atau trauma.
Pasien harus ditanyakan mengenai riwayat trauma, operasi mata, diabetes, anemia
sickle sel, leukemia dan miopia tinggi.
Pemeriksaan lengkap terdiri dari oftalmoskopi langsung dengan depresi skleral,
gonioskopi untuk mengevaluasi neovaskularisasi sudut, TIO dan B-scan ultrasonografi jika
tampilan lengkap segmen posterior tertutup oleh darah. Pemeriksaan dari mata kontralateral
dapat membantu memberikan petunjuk etiologi dari perdarahan vitreus, seperti retinopati
diabetik proliferatif.
Gambaran perdarahan pada vitreus melalui ultrasonografi berbentuk kecil dan
semakin banyak terlihat dan semakin tebal diartikan banyak perdarahan di dalamnya. Dapat
pula dibedakan perdarahan yang masih baru fresh hemorrhage atau sudah lama clotted
hemorrhage. Bila perdarahan disebabkan oleh PVD, akan terlihat gambaran membran yang
sejajar di B-scan ultrasonografi.
Kehadiran perdarahan vitreus tidak sulit untuk dideteksi. Pada slit lamp, sel darah
merah dapat dilihat di posterior lensa dengan cahaya set "off-axis" dan mikroskop pada

107
kekuatan tertinggi. Dalam perdarahan vitreus ringan, pandangan ke retina dimungkinkan dan
lokasi dan sumber perdarahan vitreus dapat ditentukan.
Perdarahan vitreus hadir dalam ruang subhialoid juga dikenal sebagai perdarahan
preretinal. Perdarahan berbentuk seperti perahu dimana darah terperangkap dalam ruang
potensial antara hialoid posterior dan basal membran, dan mengendap keluar seperti hifema.
Perdarahan vitreus yang tersebar ke dalam korpus vitreus tidak memiliki batas dapat berkisar
dari beberapa bintik sel darah merah sampai memenuhi keseluruhan dari segmen posterior.

Gambar 2.3
Perdarahan vitreus dilihat dari segmen anterior dan segmen posterior

2.6 Penatalaksanaan
Adanya ablasio retina dapat ditentukan dengan menggunakan ultrasonografi jika tidak
dapat diperiksa secara oftalmoskopi . Vitrektomi dilakukan segera apabila teridentifikasi. Jika
pemeriksaan segmen posterior tidak dapat dilakukan, maka dapat dilakukan pembatasan
kegiatan dan saat tidur kepala dapat ditinggikan 30-45 sehingga memungkinkan darah
untuk turun ke inferior agar dapat terlihat periferal fundus superior. Robekan retina dapat
dilihat dengan kriotherapi atau laser fotokoagulasi. Jika ablasio retina telah dikesampingkan,
pasien dapat kembali ke aktifitas normal serta hindari penggunaan obat anticlotting seperti
aspirin dan sebagainya.
Setelah retina dapat divisualisasikan, pengobatan ditujukan untuk etiologi yang
mendasari sesegera mungkin. Jika neovaskularisasi dari retinopati proliferatif adalah
penyebabnya, dilakukan laser fotokoagulasi panretinal untuk meregresi neovaskularisasi, akan
lebih baik hasilnya apabila melalui perdarahan residual .
Sebuah laser kripton dapat membantu fotokoagulasi saat melewati perdarahan lebih
baik daripada argon laser. Sebuah sistem laser yang tidak langsung juga memungkinkan
pengiriman energi pada retina sekitar perdarahan vitreus. Atau intravitreal anti-VEGF dapat
menyebabkan regresi neovaskularisasi sampai laser fotokoagulasi.

108
Vitrektomi diindikasikan untuk perdarahan vitreus, neovaskularisasi dari iris atau
glaukoma. Waktu vitrektomi tergantung pada etiologi yang mendasari.
Timing of Vitrektomi

Retinal detachment Urgent

Iris or angle neovascularization Urgent

Type 1 diabetes one month

Subhyaloid vitreus hemorrhage one month

Type 2 diabetes two or three months

Other causes three months or more

Gambar 2.4
Perencanaan vitrektomi berdasar etiologI

x. OPTIC DISC CUPPING


Pathological optic-disc cupping is most often caused by glaucoma, but may be seen in
many less-common neuro-ophthalmic conditions. The goal of this article is to examine a host
of entities causing optic-disc cupping, present key differentiating characteristics and
pathophysiologies, and outline diagnostic approaches.
Multiple entities not associated with elevated intraocular pressure or glaucomatous
optic-nerve disease may result in pathologic optic-nerve excavation. Even with the
photography and imaging of today, it is still difficult for the clinician to accurately diagnose
other causes of optic-disc cupping. Up to 20% of patients may be misdiagnosed and treated
for glaucoma due to misinterpretation of the optic-disc cupping. Newer forms of imaging
including optical coherence tomography may assist the clinician in decision making. A
scrutinizing history, close observation of disc appearance, and the vasculature will aid in the
diagnosis of glaucoma or other entity of optic-disc cupping.
Optic-disc cupping is a consequence of myriad disorders. Knowledge of the anatomy
and vasculature of the disc is quintessential to the understanding of how, why, when, and
what type of optic-disc cupping occurs in various conditions. Cupping can be seen with
neurological processes, including benign tumors, which are treatable. Patient history, visual
fields assessment, and funduscopic findings are the key to unlocking the diagnosis of
glaucomatous versus nonglaucomatous optic-disc cupping. As clinicians, we must remain
vigilant and receptive to the findings of potentially ominous forms of nonglaucomatous optic-
disc cupping.
109
y. PAPILOEDEMA
Definition
Papilledema is by definition bilateral optic disk swelling due to raised intracranial pressure, of
which the most common causes are cerebral tumors, abscesses, subdural hematoma,
arteriovenous malformations, subarachnoid hemorrhage, acquired hydrocephalus, meningitis,
and encephalitis.
Epidemiology
Epidemiologic data from the 1950s describe papilledema inas many as 60% of patients with brain
tumors. Since then, advances in neuroradiologyhave significantly reduced the incidence of
papilledema. Thediagnostic importance of the disorder has decreased accordingly.
Etiology
In ophthalmology practice, a frequent cause is idiopathic intracranial hypertension. This is
characterized by papilledema, no neurologic abnormality except for perhaps sixth or more
rarely seventh cranial nerve palsy, normal neuroimaging studies, including brain MRI, and
normal cerebrospinal fluid studies apart from increased intracranial pressure.An adequate
theory to fully explain the pathogenesis of papilledema is lacking. Current thinking centers
around a mechanical model in which increased intracranial pressure and impeded axonal
plasma flow through the narrowed lamina cribrosa cause nerve fiber edema. However, there is
no definite correlation between intracranial pressure and prominence of the papilledema. Nor
is there a definite correlation between the times at which the two processes occur. However,
severe papilledema can occur within a few hours of increased intracranial pressure, such as in
acute intracranial hemorrhage. Therefore, papilledema is a conditional, unspecific sign of
increased intracranial pressure that does not provide conclusive evidence of the cause or
location of a process. In approximately 60% of all cases, the increased intracranial pressure
with papilledema is caused by an intracranial tumor; 40% of all cases are due to other causes,
such as hydrocephalus, meningitis, brain abscess, encephalitis, malignant hypertension, or
intracranial hemorrhages. The patient should be referred to a neurologist, neurosurgeon, or
internist for diagnosis of the underlying causes.Less common causes of papilledema are spinal
tumors, acute idiopathic polyneuropathy (Guillain-Barr syndrome), mucopolysaccharidoses,
and craniosynostoses, in which various factors, including decreased cerebrospinal fluid
absorption, abnormalities of spinal fluid flow, and reduced cranial volume, contribute to the
raised intracranial pressure.
Special forms
Foster Kennedy syndrome: This refers to isolated atrophy of the optic nerve due to direct tumor
pressure on one side and papilledema due to increased intracranial pressure on the other side.
Possible causes may include a meningioma of the wing of the sphenoid or frontal lobe tumor.
110
Hypotension papilledema: This refers to a nerve fiber edema due to ocularhypotension. Possible
causes may include penetrating trauma or fistula secondary to intraocular surgery.
Pathophysiology
The disc swelling in papilledema is the result of axoplasmic flow stasis with intra-axonal edema
in the area of the optic disc. The subarachnoid space of the brain is continuous with the optic
nerve sheath. Hence, as the cerebrospinal fluid (CSF) pressure increases, the pressure is
transmitted to the optic nerve, and the optic nerve sheath acts as a tourniquet to impede
axoplasmic transport. This leads to a buildup of material at the level of the lamina cribrosa,
resulting in the characteristic swelling of the nerve head. Papilledema may be absent in cases
of prior optic atrophy. In these cases, the absence of papilledema is most likely secondary to a
decrease in the number of physiologically active nerve fibers.
Symptoms and diagnostic considerations
The symptoms of papiledema are headache, nausea, vomiting,short term vision loss, reduced
scope of vision and changes in vision. Visual function remains unimpaired for long time. This
significant discrepancy between morphologic and functional findings is an important
characteristic in differential diagnosis. Early functional impairments can include reversible
obscurations. Perimetry testing may reveal an increase in the size of the blind spot . Central
visual field defects and concentric narrowing of the visual field are late functional
impairments that occur with existing complex atrophy of the optic nerve. Papilledema is
characterized by significant morphologic findings and only slight visual impairment.The
following phases may be distinguished by ophthalmoscopy:
Early phase: First the nasal margin and then the superior and inferior margins of the optic disk are
obscured because of the difference in the relative densities of the nerve fibers (see optic disk).
The optic cup is initially preserved. This is important in a differential diagnosis to exclude
pseudopapilledema and optic disk drusen. The optic disk is hyperemic due to dilatation of the
capillaries, and there is no pulsation in the central retinal vein. Edema can produce concentric
peripapillary retinal folds known as Patons folds.
Acute phase: This is characterized by increasing elevation of the optic disk, radial hemorrhages
around the margin of the optic disk and grayish white exudates. The optic cup is often no
longer discernible. The color of the optic disk will be red to grayish red.
Chronic phase. Significant optic disk edema is present. The optic cup is obliterated, and the
hyperemia will be seen to subside.
Atrophic phase. Proliferation of astrocytes results in complex or secondary atrophy of the optic
nerve.
It takes 2448 hours for early papilledema to occur and 1 week to develop fully. It takes 68
weeks for fully developed papilledema to resolve following adequate treatment. Acute
111
papilledema may reduce visual acuity by causing hyperopia and occasionally is associated
with optic nerve infarction, but in most cases vision is normal apart from blind spot
enlargement. Chronic atrophic and vintage papilledema are associated with gradual
constriction of the peripheral visual field, particularly inferonasal loss, and transient visual
obscurations. Sudden reduction of intracranial pressure or systolic perfusion pressure may
precipitate severe visual loss in any stage of papilledema.
Differential diagnosis
This includes pseudopapilledema, optic disk drusen abnormalities of the optic disk without
functional impairment, optic disk edema with hypertension, and optic neuritis.
Complications
Medullated nerve fibers with papilledema, chronic papilledema in resolution,chronic papilledema
with pseudo drusen and chornic papilledema with hemorrhagic and exuadative complications.

Treatment
The treatment of papilledema must be directed to the underlying cause. Idiopathic intracranial
hypertension generally affects obese young women, and maintained weight loss is the primary
treatment objective. The major morbidity is visual loss due to papilledema, but headaches
may also be troublesome. Oral acetazolamideusually 250 mg one to four times daily but up
to 500 mg four times dailyor diuretics such as furosemide are usually effective in reducing
optic disk swelling. Lumboperitoneal shunting or optic nerve sheath fenestration is indicated
if there is severe or progressive loss of vision or if medical therapy is not tolerated. Repeated
lumbar punctures are rarely indicated except as a temporary measure prior to surgical therapy.
Systemic steroid therapy may be helpful if there is severe acute visual loss but is generally
contraindicated because of associated weight gain. Headaches usually respond to control of
intracranial pressure, but other treatments, such as anti-migraine therapy, may be helpful. It is
essential that patients with idiopathic intracranial hypertension undergo regular visual field
assessments.
Prognosis
A chronic case of mild Papilledema can make a person lose vision moderately. But once vision
loss begins, it can become permanent in a span of few days or weeks. Hence, urgent treatment
should be carried out to cure the condition at the earliest.

112
Early phase: The nasal margin of the optic disk is partially obscured.The optic disk is hyperemic
due to dilatation of the capillaries, and the optic cup is still visible.

Acute Phase: The optic disk is increasing elevated and has a gray to grayish red color. Radial
Hemorrhages around the margin of the optic disk and grayish white exudates are observed. The
optic disk can no longer be clearly distinguished.

113
z. OPTIC ATROPHY
Atrofi papil saraf optikus didefinisikan sebagai kerusakan saraf optikus yang
menyebabkan degenerasi atau destruksi saraf optikus. Secara klinis keadaan ini dikenal
sebagai pucatnya papil akibat menghilangnya pembuluh darah kapiler serta akson dan
selubung myelin saraf seperti yang terlihat pada pemeriksaan funduskopi. Atrofi optik bisa
sangat ringan dengan gangguan visus dan lapang pandang yang sangat ringan ( hidden visual
loss ) sampai hilangnya visus dan lapang pandangan secara total.

Epidemiologi
Menurut Tielsch dkk, prevalensi kebutaan disebabkan atrofi nervus optikus di
Amerika Serikat adalah 0,8%. Menurut Munoz dkk, prevalensi gangguan penglihatan dan
kebutaan yang timbul akibat atrofi nervus optikus masing-masing adalah 0,04% dan 0,12%.
Atrofi nervus optikus bukanlah suatu penyakit melainkan tanda dari berbagai proses
penyakit. Dengan demikian, morbiditas dan mortalitas pada atrofi optik tergantung pada
etiologi. Berdasarkan ras, atrofi nervus optikus lebih menonjol pada orang kulit hitam (0,3%)
dibandingkan dengan kulit putih (0,05%). Tidak ada kecenderungan jenis kelamin tertentu
terhadap angka kejadian atrofi nervus optikus. Sedangkan dari segi umur, atrofi optik terlihat
dalam setiap kelompok usia.3
Saraf Optikus
Saraf optikus terutama tersusun atas akson sel-sel ganglion retina. Akson-akson
tersebut bertemu di papil saraf optikus yang berdiameter sekitar 1,5 mm, menembus sklera
pada lamina kribrosa, dan kemudian membentuk berkas-berkas serabut saraf bermyelin yang
dipisahkan oleh sekat jaringan ikat. Setiap saraf optikus dilapisi oleh selaput yang identik
dengan meningen. 3
Saraf optikus dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 3
1. Bagian intraokular yang terbagi menjadi kepala saraf optikus ( papil saraf optikus / optic disc),
bagian pre-laminar yang berada di depan lamina kribrosa, bagian laminar yang berada di dalam
lamina kribrosa, dan bagian post-laminar yang berada di belakang lamina kribrosa
2. Bagian intraorbital yang memiliki panjang sekitar 3 cm, berbentuk huruf S, dan menjulur dari bola
mata sampai ke apeks orbita
3. Bagian kanalis optikus dengan panjang sekitar 5-7 mm
4. Bagian intrakranial yang menjulur dari kanalis optikus ke bagian anterior kiasma optikum dan
traktus optikus (10 mm)
Sifat optik dari akson normal dari disk optik mirip dengan kabel serat optik. Cahaya
datang yang berasal dari optalmoskop mengalami refleksi internal total melalui serat aksonal
dan dipantulkan kembali oleh kapiler pada permukaan disk, sehingga menimbulkan warna
114
kuning-merah muda karakteristik disk optik sehat (terlihat pada gambar di bawah). Akson
yang tidak memiliki properti optik baik, menyebabkan penampilan pucat disk atrofi itu.
Menurut teori lain, hilangnya kapiler dalam menyebabkan atrofi optik disk pucat muncul.

Gambar 2. optik disk normal. ( dikutip dari kepustakaan no 3)

Papil saraf Optikus


Permulaan saraf optikus di retina inilah yang disebut sebagai papil saraf optikus
(opticdisc). Karena ketiadaan fotoreseptor di papil saraf optikus, maka bagian retina ini tidak
dapat berespon terhadap stimulus cahaya. Karenanya bagian ini disebut juga sebagai blind
spot, dan memiliki diameter sekitar 1,5 mm. 3
Papil saraf optikus merupakan tanda oftalmoskopik penting pada pemeriksaan
funduskopi. Yang perlu diperhatikan dari papil saraf optikus adalah warna, batas, cup-disc
ratio dan lingkaran neuroretinal. Papil yang normal akan berwarna merah musa kekuningan,
dengan batas yang jelas, non-elevated, dan memilki cup-disc ratio kurang dari 0,3.3

Kelainan pada pemeriksaan lapang pandang


Lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik, akan
menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau medan
penglihatan. Lesi pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata
yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang
memperdarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang
menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut
terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax.4,5
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal
yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan
menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan hemianopsia
homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian temporal akan menyebabkan
115
quadroanopsia superior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut parietal akan
menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral (gambar 3).5

Gambar 9. Gangguan lapang pandang1

Gambar 3. Kelainan lapangan pandang ( dikutip dari kepustaan no 5)

Patofisiologi Atrofi optik


Atrofi optik terjadi sebagai akibat hilangnya akson sel-sel ganglion di retina secara
menetap berupa pengempisan nervus optikus. Terdapat dua macam atrofi optik (atrofi papil)
yaitu atrofi optik primer dan atrofi optik sekunder. Atrofi optik primer, disebut juga atrofi
simpleks yaitu hilangnya serabut saraf optik dengan gliosis yang minimal karena tidak
didahului peradangan diskus optikus atau papiledema.4

Atrofi papil terbagi atas primer dan sekunder.


1. Atrofi primer, warna papil menjadi pucat, batasnya tegas dan pembuluh darah berkurang.
Gambaran ini dijumpai pada tahap lanjut dari neuritis retrobulbaris. Lamina cribrosa terlihat pada
atrofi primer. Atrofi primer dijumpai pada kasus lesi nervus optikus atau khiasma optikum
(misalnya pada tumor hipofisis). Secara mikroskopik ditemukan degenerasi akson-akson saraf dan
selubung myelin. Selalu ditemukan sedikit proliferasi sel-sel glia astrosit dan bertambahnya
jaringan kolagen. 2,5,6

116
Gambar 3. Atrofi primer ( dikutip dari kepustakaan no 2)

2. Atrofi sekunder, warna papil juga pucat tetapi batasnya tidak tegas. Terjadi akibat peradangan akut
atau lesi vaskuler saraf optic yang terletak dekat dengan bola mata serta menimbulkan reaksi aktif
sel glia dan mesenkim dekat papil. Degenerasi yang terjadi terisi oleh proliferasi astrosit, jaringan
ikat atrofi dan ditemukan pembuluh darah yang menghilang. Atrofi sekunder merupakan akibat
lanjut dari papilitis dan papiledema. Atrofi sekunder juga terjadi akibat lanjut dari papiledema
misalnya pada pasien yang menderita tekanan tinggi intracranial yang lama.2,5

Gambar 4. Atrofi primer ( dikutip dari kepustakaan no 2)

aa. OPTIC NEUROPATHY

Penyakit saraf optik menyebabkan hilangnya kejernihan, desaturasi warna dan


kecemerlangan subjektif, perubahan dalam sensitivitas kontras, dan hilangnya lapangan
pandang. Hampir selalu terdapat defek pupil aferen relatif (RAPD, relative afferent pupillary
defect) dengan proses saraf optikus unilateral atau asimetris. Papiledema (edema diskus
optikus sekunder akibat tekanan intrakaranial yang meningkat) dan infiltrasi sarung saraf
optikus menyebabkan disfungsi visual pada akhir perjalanan penyakit. Pada neuropati optik

117
akut, diskus optikus mungkin normal atau membengkak. Pada neuropati optik kronik, diskus
mungkin membengkak atau pucat (atrofi).

Saraf trochlearis (saraf kranialis keempat)


Neuron dari nukleus saraf keempat terletak di bagian dorsal medula oblongata rostral pada tingkat
kolikuli inferior, berdampingan dengan ujung kaudal kompleks okulomotor. Akson berjalan
secara dorsal dan bersilangan pada velum medula anterior (atap ventrikel keempat), di mana
akson ini rentan terhadap trauma kepala. Saraf keluar dari medula oblongata secara dorsal,
menyilang arteri serebralis superior, berjalan ke depan pada sinus kavenosus, dan memasuki
orbita melalui fisura orbitalis superior untuk menginervasi otot oblik superior.
Kelumpuhan oblik superior menyebabkan diplopia vertikal dengan hipertropia dan eksiklotorsi
mata. Beberapa pasien mengkompensasi ini dengan mengadaptasi dorongan kepala ke arah
sisi yang terkena (misalnya pasien dengan kelumpuhan oblik superior kanan sering
mengalami dorongan kepala ke kiri). Beberapa pasien yang menderita kelumpuhan saraf
keempat kongenital mungkin asimtomatik sampai lanjut dalam kehidupan, jika kemampuan
untuk menggabungkan hilang. Pasien seperti ini umumnya mengalami dorongan kepala yang
ditemukan pada foto anak-anak maupun dewasa.
Kerusakan pada nukleus saraf troklearis oleh penyakit medula oblongata intrinsik
(meduloblastoma, ependimoma, tumor metastatik, multipel sklerosis, malformasi
arteriovenosa) tidak dapat segera dibedakan dari kelumpuhan saraf fasikuler. Paresis otot
oblik superior dengan lesi pontin dapat tertutup dengan defek tatapan internuklear atau
konjugasi yang menyertai. Pada pasien seperti ini, kelumpuhan saraf troklearis hanya menjadi
mungkin setelah ditemukan kesulitan menatap horizontal.
Paresis saraf troklearis bilateral dapat terjadi dengan terkenanya fasikuler dari kedua saraf
troklearis pada velum medularis anterior karena kompresi, iskemia, perdarahan, dan paling
sering, trauma. Pemindaian CT (computed tomography) dan MRI membantu dalam diagnosis
topografik dari lesi seperti ini. Neuroimaging menunjukkan lesi intrinsik dalam mesensefalon
menghasilkan paresis troklearis dan sindroma Horner kontralateral. Ini sesuai dengan anatomi
yang dikenal, di mana jalur simpatis berjalan melalui tegmentum dorsolateral dari
mesensefalon yang berdekatan dengan fasikula troklearis.
Trauma kepala, terutama cedera tumpul frontal (kecelakaan motor, pukulan verteks), adalah
penyebab paling sering dari kelumpuhan saraf troklearis unilateral dan bilateral. Kekuatan
contracoup yang dihantarkan pada medula oblongata oleh tepi tentorial yang bebas dapat
menimbulkan cedera pada saraf pada velum medularis anterior. Penyebab kedua yang paling
sering dari kelumpuhan saraf troklearis adalah neuropati iskemik, sering disertai dengan
penyakit pembuluh darah yang kecil seperti diabetes (mononeuritis multipleks).
118
Penyembuhan biasanya terjadi dalam 3 bulan. Kelumpuhan saraf troklearis juga ditemukan
dengan meningioma tentorial, pinealoma, sinusitis sfenoid, ensefalitis, dan migren.
Penatalaksanaan biasanya konserfatif, menggunakan gelas prisma vertikal atau patching
unilateral untuk meringankan gejala. Berbagai jenis prosedur bedah pada otot oblik superior
atau inferior dapat dilakukan jika pengobatan konservatif tidak memuaskan.
Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam harrison

Saraf troklearis
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal, dan segera berada di bawah nukleus saraf okulamotorius. Radiks interna
membentuk lingkaran di sekeliling bagian lateral substansia grisea sentralis dan menyilang di
belakang akuaduktus di dalam velum medularis superior, membran tipis yang membentuk
tektum ventrikel keempat rostralis. Setelah menyebrang, saraf tersebut meninggalkan otak
tengah di bawah kolikulus infrior. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang
keluar dari sisi dorsal batang otak. Dalam perjalanan ventralnya ke sinus kavernosus, sarf-
saraf tersebut pertama-tama melewati fissura pontoserebralis rostralis dan kemudian berlanjut
di bawah tepi tentorium ke sinus kavernosus , dan dari sana ke dalam orbita disertai oleh saraf
okulomotorius.
Saraf troklearis mempersarafi otot obliqus superior, untuk menggerakkan mata ke bawah, ke
dalam, dan abduksi dalam derajat kecil. Paralisis otot ini menyebabkan deviasi mata yang
sakit ke atas dan sedikit ke dalam ke arah mata yang sehat. Deviasi ini terutama terlihat jika
mata yang terlibat melihat ke bawah dan ke dalam, pada arah mata normal.
Paralisis sarf troklearis
Ketika pasien melihat lurus ke depan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada mata
yang lain. Jika pasien melihat ke bawah dan ke dalam, mata berotasi. Diplopia terjadi pada
setiap arah tatapan kecuali ke atas. Dalam usaha untuk mencegah diplopia, pasien
memiringkan kepalanya ke sisi yang sehat, merendahkan dagu, dan memutar kepala ke arah
bahu kontralateral. Paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering
disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atau verteks.
Diagnosis tpopik neurologius peter duus

Neuropati optik iskemik anterior (AION, anterior ischemic optic neurophathy) terjaid paling
sering pada pasien di atas usia 40 tahun. Yang khas adalah hilangnya penglihatan tiba-tiba
dan hilangnya lapangan pandang altitudinal, misalnya defek lapngan pandang superior atau
inferior dengan satu batas sepanjang garis tengah horizontal, disertai dengan pembengkakan
diskus disebakan oleh infark pangkal saraf. Ini terjadi dalam dua bentuk : (1) jenis
119
nonarteritik (usia median 56 tahun), yang di dalamnya faktor risiko adalah diabetes melitus
pada orang yang lebih muda dan hipertensi pada orang yang lebih tua, dan (2) jenis arteritik
(arteritis sel raksasa) (usia median 74 tahun). Gejala arteritis sel raksasa (anoreksia, malese,
atralgia proksimal, mialgia, sakit kepala dan klaudikasio rahang) dan laju endap darah
meningkat merupakan indikasi terapi glukokortikoid sistemik segera dan biopsi arteri
temporalis. Neuropati optik iskemik arteritis dapat mengenai mata kontralateral dan
menyebabkan kebutaan pada 40 persen kasus.
Kompresi (intrinsik dan ekstrinsik) darisaraf optikus menyebabkan hilangnya penglihatan dan
kejernihan progresif yang berbahaya. Diskus mungkin normal, membengkak, atau atrofi.
Tumor intrinsik meliputi meningioma dan glioma sarung saraf optikus. Pada oftalmologi
graves, neuropati optikus disebakan oleh kompresi saraf pada apeks orbital oleh otot
ekstraokuler yang membesar. Tumor orbital benigna atau maligna, lesi metastatik, tumor yang
berasal dari sinus paranasal berdekatan dan fosa kranial media, dan adenoma hipofise raksasa
masing-masing dapat menyebabkan neuropati optik kompresif.
Neuropati optik infiltratif dan toksik jarang terjadi. Pembengkakan diskus dan hilangnya
penglihatan progresif menandakan infiltrasi oleh penyakit inflamasi (sarkoidosis), infeksi
(kriptokokosis), atau neoplasia (leukimia, limfoma, karsinoma metastatik). Obat toksisk
(metanol, etambutol) menyebabkan hilangnya penglihatan yang lebih akut dengan diskus
yang normal atau membengkak, sedangkan ambliopia nutrisional disertai dengan perjalanan
yang lebih berbahaya.
Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam harrison

Kelumpuhan nervus IV tersendiri jarang dijumpai. Penyebab kelumpuhan N IV yang paling


sering ialah trauma; dan dapat juga dijumpai pada diabetes melitus., namun tidak sesering
parese N III. NIV dapat mengalami lesi disalam orbita, dipuncak orbita atau di sinus
kavernosus. Kelumpuhan N IV menyebabkan terjadinya diplopia (melihat ganda, melihat
kembar) bila mata dilirikkan ke arah ini. Penderitanya juga mengalami kesukaran bila naik
atau turun tangga dan membaca buku karena harus melirik ke bawah.
Pemeriksaan N III, N IV dan N VI
Fungsi N III, IV dan VI saling berkaitan dan diperiksa bersama-sama. Fungsinya ialah
menggerakkan otot mata ekstraokuler dan mengangkat kelopak mata. Serabut otonom N III
mengatur otot pupil.
Selagi berwawancara dengan pasien perhatikan celah matanya apakah ptosis, eksoftalmus,
enoftalmus dan apakah adanya strabismus. Selain itu, apakah ia cenderung memajamkan
matanya yang kemungkinan disebabkan oleh diplopia.
120
Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil, reaksi akomodasi,
kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan nistagmus.
Gerakan bola mata. Untuk memeriksa gerakan bola mata, penderita disuruh mengikuti jari-jari
pemeriksa yang digerakkan ke arah lateral, medial atas, bawah dan ke arah yang miring, yaitu
: atas-lateral, bawah medial, atas-medial dan bawah-lateral. Perhatikan apakah mata pasien
dapat mengikutinya, dan perhatikan bagaimana gerakan bola mata, apakah lancar dan mulus
atau kaku (jerky, misalnya pada kelainan serebelum). Diplopia (melihat kembar) dijumpai
pada kelumpuhan otot penggerak bola mata. Tentukan pada posisi mana ( dari mata) timbul
diplopia. Bila satu mata di tutup, bayangan mana yang hilang. Suruh pasien menunjukkan
arah gerakan otot yang lumpuh; jarak bayangan menjadi bertambah besar.
Neurologi klinik prof, dr.dr. S.M lumbantobing

Neuropati nervus IV
Gejala klinis
Neuropati nervus IV tersendiri jarang terjadi, dan penyebab paling sering adalah trauma.
Penyebab lain dapat dikategorikan sesuai usia. Pasien usia lanjut dapat menderita diabetes,
hipertensi, herpes zoster, miastenia gravis (MG), atau sklerosis multiple (MS). Diabetes
merupakan penyebab paling sering pada kelompok ini.
Pasien tidak mampu melihat ke medial dan kebawah; mata secara pasif melihat ke arah bawah dan
keluar. Pasien sering mengeluhkan diplopia dan datang dengan kepala miring menjauhi mata
yang terkena untuk memperthankan penglihatan binokular.
Patofisiologi
Nervus troklearis mempersarafi muskulus obliquus superior. Mononeuropati diabetik dianggap
disebabkan oleh iskemia sentrofasikular nervus kranialis. Neuropati juga dapat disebabkan
oleh peradangan otot dan saraf orbita lokal.
Diagnosis
Neuropati nervus kranialis tersendiri merupakan suatu diagnosis eksklusi. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap dengan penekanan pada fungsi neurologik dan oftalmologik,
serta pencitraan nervus kranialis dengan MRI direkomendasikan. Modalitas pengujian lain
yang dipertimbangkan meliputi hitung darah lengkap (CBC, completed blood count), pungsi
lumbal untuk infeksi, glukosa darah untuk diabetes, laju endap darah (LED) atau penentuan
protein C-reaktif untuk penyakit autoimun, dan uji tensilon untuk MG.

Komplikasi klinis
Penyebab lain neuropati troklearis, seperti aneurisma sakular dan lesi batang otak harus
ditegakkan dan diobati sesuai indikasi. Untuk pasien dengan neuropati troklearis yang
121
disebabkan oleh diabetes atau hipertensi, gejala biasanya menghilang dalam 2 minggu sampai
3 bulan. Namu, gejala dapat berlangsung selama 1 tahun. Jika gejala tidak membaik dalam 3-
6 bulan, penyebab lainnya harus dicari.

Tata laksana
Penutupan mata yang terkena untuk menangani diplopia, pemberian analgesik dan terapi
antitrombosit dapat diindikasikan untuk neuropati yang asalnya iskemik.
Teks atlas kedokteran kedaruratan greenberg

bb. OPTIC NEURITIS


Optic neuritis is inflammation of the optic nerve. Symptoms are usually unilateral,
with eye pain and partial or complete vision loss. Diagnosis is primarily clinical. Treatment is
directed at the underlying condition; most cases resolve spontaneously.
Etiology
Optic neuritis is most common in adults 20 to 40 yr. Most cases result from
demyelinating disease, particularly multiple sclerosis (see Demyelinating Disorders: Multiple
Sclerosis (MS)), in which case there may be recurrences. Optic neuritis is often the presenting
manifestation of multiple sclerosis. Other causes include the following:
Infectious diseases (eg, viral encephalitis [particularly in children], sinusitis, meningitis, TB,
syphilis, HIV)
Tumor metastasis to the optic nerve
Chemicals and drugs (eg, lead, methanol, quinine, arsenic, antibiotics)
Rare causes include diabetes, pernicious anemia, Graves' disease, bee stings, and
trauma. Often, the cause remains obscure despite thorough evaluation.
Symptoms and Signs
The major symptom is vision loss, frequently maximal within 1 or 2 days and varying
from a small central or paracentral scotoma to complete blindness. Most patients have mild
eye pain, which often feels worse with eye movement
If the optic disk is swollen, the condition is called papillitis. Otherwise, it is called
retrobulbar neuritis. The most characteristic findings include reduced visual acuity, a visual
field deficit, and disturbed color vision (often out of proportion to loss of visual acuity). An
afferent pupillary defect is usually detectable if the contralateral eye is unaffected or involved
to a lesser degree. Testing of color vision is a useful adjunct. In about 2/3 of patients,
inflammation is entirely retrobulbar, causing no visible changes in the optic fundus. In the
rest, disk hyperemia, edema in or around the disk, vessel engorgement, or a combination is
present. A few exudates and hemorrhages may be present near or on the optic disk.
122
Diagnosis
Clinical evaluation
MRI
Optic neuritis is suspected in patients with characteristic pain and vision loss.
Neuroimaging, preferably with gadolinium-enhanced MRI, is usually done and may show an
enlarged, enhancing optic nerve. MRI may also help diagnose multiple sclerosis. Fluid
attenuating inversion recovery (FLAIR) MRI sequences may show typical demyelinating
lesions in a periventricular location if optic neuritis is related to demyelination.
Prognosis
Prognosis depends on the underlying cause. Most episodes resolve spontaneously,
with return of vision in 2 to 3 mo. Most patients with a typical history of optic neuritis and no
underlying systemic disease, such as a connective tissue disease, recover vision, but > 25%
have a recurrence in the same eye or in the other eye. MRI is used to determine future risk of
demyelinating disease.
Treatment
Corticosteroids
Corticosteroids are an option especially if multiple sclerosis is suspected. Treatment
with methylprednisolone (500 mg to 1000 mg IV once/day) for 3 days followed by
prednisone
(1 mg/kg po once/day) for 11 days may speed recovery, but ultimate visual results are no
different from observation alone. IV corticosteroids have been reported to delay onset of
multiple sclerosis for at least 2 yr. Treatment with oral prednisone alone does not improve
vision outcome and may increase the rate of recurrent episodes. Low-vision aids (eg,
magnifiers, large-print devices, talking watches) may be helpful.

5. FARMAKOLOGI
Penggolongan Obat Mata
Anestetik lokal
Antiseptik/desinfektan
Antibiotika
Antivirus
Antijamur, antiparasit
Sitostatik
Kolinomimetik
Antikolinergik

123
Antikolinesterase
Simpatomimetik
Simpatolitik
Prostaglandin F2 prodrug
Antiinflamasi
Zat pewarna
Airmata buatan
Antihistamin
Immunosuppressant
Pengganti vitreosa
Hemolitik dan Trombolitik
Botox
Infeksi Bakteri
Sediaan topikal dan sistemik
Pilihan ditentukan berdasarkan gejala klinik dan hasil kultur.
Formula khusus ulkus kornea, keratitits dan endophthalmitis.
Indikasi: profilaksis bedah, dacryocystitis, hordeolum, blepharitis, conjugtivitis, keratitis, dan
endophthalmitis
Penyebab infeksi: H influenzae, S aureus, Streptococci, Actinomyces, Neisseria, P aeruginosa

Endolptalmitis
Infeksi ganas introkuler
Panophthalmitis, bila seluruh mata
Sebab: bakteri atau jamur
Pascabedah, pascatrauma, immuno-compromized
Antibiotik intravitreal
Antibiotik intravena, bila infeksi sistemik

Farmakoterapi Penyakit Virus Mata


Obat anti virus herpes: idoxuridine, trifluridine, vidarabine, acyclovir, valacyclovir
Obat anti cytomegalovirus: foscarnet, ganciclovir, formivirsen, cidoforvir
Diberikan topikal, oral, parenteral, intravitreosa.
Indikasi: keratitis virus (herpes simplex, varicella zoster), herpes zoster ophthalmicus, CMV,
EBV, retinitis virus
Bila keratitis stroma berulang, beri acyclovir oral 1 tahun
124
Bila HZ ophthalmicus, acyclovir oral sedini mungkin
Bila uveitis, beri intravena atau intravitreal

Farmakoterapi Penyakit Jamur Mata


Obat antijamur: amphotericin B, natamycin, fluconazole, ketoconazole, miconazole
Penyakit jamur: keratitis, sclerosis, mucormycosis, endophthalmitis, canaliculitis.
Pengobatan setelah biakan dan uji sensitifitas
Jamur penyebab: candida, actinomycetes, tinea

Obat Otonom
Asetilkolin dan karbakol untuk myosis pd pembedahan.
Pilokarpin, fisostigmin, echothiophate utk glaukoma.
Atropin, scopolamin, homatropin, cyclopentolate, tropicamide (antagonis muskarinik)
timbulkan midriasis (sikloplegia): utk funduskopi dan retinoslopi.
Dipivefrin, epinefrin, apraclonidin, dan brimonidin (simpatomimetik): utk glaukoma.
Kokain, hidroksiamfetamin: utk evaluasi anisokoria.
Nafazolin san tetrahidrozolin: utk dekongestan.
Betaxolol, carteolol, dan timolol (simpatolitik beta): utk glaukoma.
Dapiprazole (simpatolotik alfa): utk tiadakan midriasis

Glaukoma
Tujuan pengobatan: menurunkan tekanan intraokuler, mencegah n opticus rusak
Dimulai dengan simpatolitik beta: betaxolol, carteolol, atau timolol. Cara kerjanya: hambat
produksi humor aqeousa di corpus ciliare.
Bila ada efek samping/kontraindikasi simpatolitik beta, ganti dgn latanoprost (analog
prostaglandin F2alfa). Cara kerjanya: tingkatkan outflow melalui uveoscleral pathways.
Tersedia kombinasi analog prostaglandin F2alfa dan simpatolitik beta.
Bila ada kontraindikasi dgn 2 obat terdahulu, ganti dgn carbonic anhydrase inhibitor (CAI)
oral atau topikal atau dgn agonis adrenergik alfa-2. CAI kurangi produksi humor; agonis alfa-
2 non selektif (epinefrin dan dipivefrin) tingkatkan ekskresi melalui uveoscleral pathway dan
corpus ciliare, agonis yg selektif alfa-2 kurangi produksi humor.
CAI oral dapat timbulkan efek samping letih, lesu, depresi, parestesia, nefrolitiasis. Agonist
alfa-2 selektif (bromidine, apraclonidin) timbulkan hipotensi, yg momselektif timbulkan
hiperemia.

125
Kolinomimetik dan antikolinesterase tak digunakan lagi utk glaukoma karena efek
sampingnya lebih banyak (miosis, sakit kepala)

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology; Basic and Clinical Science Course Section 5: Neuro-
Ophtalmology. 2011-2012.
2. Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2006.
3. Eva PR,Whitcher JP. Vaughan and Ashbury Oftalmologi Umum edisi 17. USA:McGraw-Hill.
2007
4. P. Riordan-Eva, John PW. Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. 2010. Jakarta:
EGC.
5. Ming ALS, Constable IJ. Color Atlas of Ophthalmology. Edisi 3
6. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology. Edisi 5. 2003
7. Dahl, Andrew A. 2010. Retinal Detachment. Available at:
http://www.medicinenet.com/retinal_detachment/article.htm Accessed on November, 11th
2012
8. Larkin, Gregory L. (September, 2012). Retinal Detachment. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview Accessed on November, 11th 2012
9. Waldron, Rhonda G. (February, 2012). B-Scan Ocular Ultrasound. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1228865-overview#a30 Accessed on November, 12th
2012
10. Patel, Chirag C. (August, 2011). Pars Plana Vitrectomy. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1844160-overview Accessed on November 12th 2012
11. Berdahl JP, Mruthyunjaya P, Scott IU et al. Vitreous hemorrage: diagnosis and treatment.
Diunduh dari www.americanacademyofophtalmology.com, 26 Mei 2013.
12. Phillpotts BA, Blair NP, Gieser JP et al. Vitreous hemorrage. Diunduh dari
www.emedicine.com, 26 Mei 2013.
13. Kanski JJ, Nischal KK. Vitreous. Dalam: Ophtalmology : clinical sign and differential
diagnosis 2000; 237.
14. Kincaid MC, Green WR. Anatomy of the vitreous retina, and choroid. Dalam: Regillo CD,
Brown GC, Flynn HW, ed. Vitreoretinal disease the essentials. New York; Thieme 1998;11-
24.
15. Dibernardo C. Ultrasonography. Dalam: Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, ed. Vitreoretinal
disease the essentials. New York; Thieme 1998; 65-86.
16. Green RL, Byrne SF. Diagnostic ophtalmic ultrasound. Dalam: Ryan SJ, ed. Retina. Edisi-3.
Missouri; Mosby 2001; 224-306.
17. Charles S, Edward WO. Vitreus. Dalam: Susanto D, ed.Oftalmologi umum. Edisi-17. Jakarta;
EGC 2009; 178-184.
18. Lang GK.Vitreous body. Dalam: Ophtalmology a short textbook; 2009; 287-290.
19. Crick RP, Khaw PT. Painless impairment of vision. Dalam: A textbook of clinical
ophtalmology. Edisi-3. London; World Scientific 2003; 111-112.
20. Retina Eye Specialist. Vitreous hemorrage. Diunduh dari www.retinaeye.com, 1 Juni 2013.

126

Anda mungkin juga menyukai