Anda di halaman 1dari 17

ANATOMI BOLA MATA1

1. Rongga orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat tujuh tulang yang
membentuk dinding orbita, yaitu lakrimal, etmoid, sphenoid, frontal, dan dasar
orbita yang terutama terdiri dari tulang maksila, bersama-sama tulang palatinum
dan zigomatikus. Rongga orbita ini berbentuk pyramid dengan dasar di bagian
depan dan apeks mengarah ke belakang dan agak medial. Rongga orbita ini
dibentuk oleh beberapa tulang utama, yaitu:
- Bagian atas: os frontale
- Bagian bawah: maxilla
- Dinding lateral: zygoma, ala mayor os sphenoidale
- Dinding medial : os lacrimale, os maxilla, os sphenoidale, ethmoidale.

Gambar 1. Anatomi
Rongga Orbita
2. Kelopak mata
Kelopak mata atau palpebrae merupakan alat penutup mata yang berguna untuk
melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.
Kelopak mata terdiri atas beberapa bagian, yaitu:
- Kulit yang tipis pada bagian depan dan pada bagian belakang ditutupi oleh
selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.
- Konjungtiva, yaitu membran tipis dan halus yang menutupi permukaan dalam
setiap kelopak mata dan berefleksi pada bola mata, tempatnya menutupi bagian
depan dari kornea.
- Bulu mata, yaitu rambut pendek yang melengkung dan menonjol dari margo
palpebrae.
- Musculus orbicularis oculi, yaitu otot sirkular tipis yang yang mengelilingi
mata, merupakan bagian dari kelopak mata dan bagian dari wajah.
- Musculus levator palpebrae superior merupakan otot pembuka kelopak mata
atas.
- Alis mata yang dibentuk oleh jaringan lemak, serat musculus orbicularis oculi
dan rambut yang terletak pada arcus superciliaris, penonjolan pada os frontale.

3. Sistem lakrimal
Sistem lakrimal terdiri atas dua bagian, yaitu sistem produksi dan sistem
ekskresi. Sistem produksi berupa kelenjar lakrimalis, sedangkan sistem ekskresi
terdiri atas duktus lakrimalis, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.
Kelenjar lakrimalis terletak pada sudut luar dan atas orbita, terletak pada
cekungan dalam orbita bagian os frontale. Kelenjar ini tersusun dari sel-sel
penyekresi dan bermuara melalui beberapa saluran ke dalam sakus konjungtiva
pada sudut superolateral.
Duktus lakrimalis atas dan bawah adalah dua saluran pendek yang memiki
muara pada ujung bagian dalam setiap kelopak mata dan berjalan ke bagian dalam
memasuki sakus lakrimalis. Sakus lakrimalis merupakan tempat muara saluran
adalah ujung buntu bagian atas duktus nasolakrimalis dan terletak di belakang
canthus medialis. Duktus nasolakrimalis memiliki panjang sekitar 2 cm dan berjalan
ke bawah melalui saluran tulang (dibentuk oleh maxilla, os lacrimale dan concha
inferior) membuka ke dalam meatus inferior hidung, yaitu di bawah concha inferior.
Air mata dari duktus lakrimalis akan mengalir ke dalam rongga hidung di
dalam meatus inferior. Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Air
mata akan masuk ke dalam sakus lakrimal melalui punctum lakrimal. Bila punctum
lakrimal tidak menyinggung bola mata, maka air mata akan keluar melalui margo
palpebrae yang disebut epifora. Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran air
mata yang berlebihan dari kelenjar lakrimal.
4. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak mata bagian
belakang. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:
- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan
dari tarsus.
- Konjungtiva bulbi yang menutupi sclera dan mudah digerakkan dari sclera di
bawahnya.
- Konjungtiva fornices atau forniks yaitu konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan di


bawahnya, sehingga bola mata mudah bergerak.

5. Bola mata
Bola mata berbentuk hampir bulat, agak pipih dari atas ke bawah yang terletak
dalam bantalan lemak, pada bagian depan dilindungi oleh kelopak mata dan di
tempat lain dilindungi oleh tulang orbita. Bola mata terdiri atas:
a. Tunika okuli, yang terdiri atas:
- Kornea, merupakan selaput bening mata yang tembus cahaya, terdiri atas lima
lapisan epitel kornea, dua lamina elastika anterior, tiga substansi propria, empat
lamina elastika posterior dan lima endothelium. Kornea ini tidak mengandung
pembuluh darah.
- Sklera, merupakan lapisan fibrous yang elastic dan merupakan bagian dinding
luar bola mata serta membentuk bagian putih mata.
b. Tunika vaskulosa okuli, merupakan lapisan tengah dari bola mata yang kaya
pembuluh darah. Lapisan ini terdiri dari:
- Koroid, lapisan ini merupakan lapisan yang tipis dan lembab, berada pada
bagian belakang tunika vaskulosa.
- Korpus siliaris, merupakan lapisan tebal yang terbentang mulai dari ora serata
sampai ke iris. Korpus siliaris terdiri dari orbicularis siliaris, korona siliaris dan
musculus silaris.
- Iris, merupakan bagian terdepan dari tunika vaskulosa okuli, berwarna karena
mengandung pigmen, berbentuk bulat seperti piring dengan penampang 12 mm,
tebal 0,5 mm, dan di tengah-tengahnya terdapat bagian yang berlubang yang
disebut pupil. Pupil ini berguna untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata.
Bagian belakang dari ujung iris menempel pada lensa mata, sedangkan ujung
pinggirnya berlanjut sampai ke korpus siliaris. Pada iris terdapat dua buah otot
yaitu musculus spincter pupila pada pinggir iris dan musculus dilator pupila
terdapat agak ke pangkal iris dan banyak mengandung pembuluh darah dan
sangat mudah terkena radang bahkan dapat menjalar ke korpus siliaris.
c. Tunika nervosa, merupakan lapisan terdalam dari bola mata, disebut retina.
Retina terdiri atas tiga bagian, yaitu:
- Pars optika retina, dimulai dari kutub belakang bola mata sampai di depan
katulistiwa bola mata.
- Pars siliaris, merupakan lapisan yang dilapisi bagian dalam korpus siliaris.
- Pars iridika, melapisi bagian permukaan belakang iris.

Gambar 2. Anatomi Mata

Di dalam bulbus okuli terdapat tiga jenis cairan sebagai media refraksi dan masing-
masing cairan memiliki kekentalan yang berlainan. Tiga jenis cairan itu adalah:

a. Aquos humor, yaitu cairan seperti limfe yang mengisi bagian depan mata, cairan
ini diperkiraan dihasilkan oleh prosessus siliaris kemudian masuk ke dalam
kamera okuli posterior, melalui celah Fontana (sudut iris) masuk ke dalam
kamera okuli anterior. Setelah itu, cairan akan masuk melalui saluran schlem
dan menghilang ke dalam pembuluh vena siliaris anterior.
b. Lensa kristalina, merupakan massa yang tembus cahaya, berbentuk bikonkaf,
terletak antara iris dan korpus vitrous yang sangat elastik. Kedua ujung lensa ini
diikat oleh ligamentum suspensorium.
c. Korpus vitrous, merupakan cairan bening kental seperti agar, terletak antara
lensa dan retina, isinya merupakan 4/5 bagian dari bulbus okuli, sehingga bola
mata tidak berubah bentuk.

6. Otot penggerak bola mata


Setiap bola mata digerakkan oleh empat musculus rectus dan dua musculus obliqus.
Empat musculus rectus itu adalah musculus rectus superior, musculus rectus
inferior, musculus rectus medialis dan musculus rectus lateralis. Otot ini berjalan ke
depan dalam posisi masing masing dan berinsersi kedalam sklera bola mata di dekat
bagian belakang pertemuan sklera dan kornea. Musculus obliquus superior keluar
dari bagian belakang orbita, berjalan di dalam aspek superomedialis orbita, berjalan
melalui troklearis, cincin fibrokartilago yang melekat dengan lobus frontalis dan
berubah arah menuju belakang dan keluar untuk berinsesi ke dalam bagian
superolateral sclera. Musculus obliquus inferior terletak di bagian depan dasar
orbita. Otot in keluar dari maksila, berjalan ke lateral di bawah bola mata dan
kemudian naik ke sisi luar untuk melekat pada sklera. Bola mata digerakkan oleh
otot yan bekerja secara serasi. Kerja utama masing-masing otot adalah:
a. Musculus rectus lateralis: memutar mata keluar
b. Musculus rectus medialis: memutar mata ke dalam
c. Musculus rectus superior: memutar mata ke atas dan dan rotasi ke dalam
d. Musculus rectus inferior: memutar mata ke bawah dan rotasi ke dalam
e. Musculus obliqus superior: memutar mata ke bawah dan rotasi ke dalam
f. Musculus obliquus inferior: memutar mata ke atas dan rotasi ke luar.
TRAUMA TUMPUL PADA MATA
DEFINISI
Trauma tumpul okuli adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras
atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata
dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau
daerah sekitarnya.1 Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas sehari-hari ataupun
karena olah raga. Biasanya benda-benda yang sering menyebabkan trauma tumpul berupa
bola tenis, bola sepak, bola tenis meja, shuttlecock dan lain sebagianya.2

KLASIFIKASI

Trauma tumpul pada mata dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:3

1. Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari luar
terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola mata
2. Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi pada
jaringan di sekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata.

Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringan berupa


kerusakan molekular, reaksi vaskular, dan robekan jaringan. Menurut Duke-Elder, kontusio
dan konkusio bola mata akan memberikan dampak kerusakan mata, dari palpebra sampai
dengan saraf optikus.3

ETIOLOGI

Penyebab dari trauma ini adalah:2

1. Benda tumpul

2. Benturan atau ledakan di mana terjadi pemadatan udara

EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan Jurnal Oftalmologi Indonesia Juni 2010, selama periode tahun 2006-
2008 sebanyak 926 pasien trauma okuli datang ke unit pelayanan IRD RSUP Sanglah
Bali. Dari keseluruhan kejadian trauma okuli, sebanyak 78,4% berjenis kelamin laki-laki
dan 21,6% perempuan. Rentang umur terbanyak adalah umur dewasa yaitu 15-40 tahun
dan tempat kejadian di rumah. Trauma terbanyak pertama yang dialami adalah trauma
tumpul (26.2%) dan kedua adalah trauma tajam (23,9%).4
PATOFISIOLOGI

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh
darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata
depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai
mata akan menimbulkan kekuatan hidralis yang dapat menyebabkan hifema dan
iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi ovoid dan non
reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola
mata melalui sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior
serta menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi
dalam beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam
bilik mata depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih kembali.2,5

DIAGNOSIS

Anamnesis

Trauma mata oleh benda tumpul merupakan peristiwa yang sering terjadi.
Kerusakan jaringan yang terjadi akibat trauma demikian bervariasi mulai dari yang ringan
hingga berat bahkan sampai kebutaan. Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu
diadakan pemeriksaan yang cermat, terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.

Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai :

 Proses terjadinya trauma

 Benda apa yang mengenai mata tersebut

 Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata itu

(Apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain)

 Bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata

 Berapa besar benda yang mengenai mata

 Bahan benda tersebut

(Apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya)

Apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan :

 Apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan


tersebut
 Kapan terjadi trauma itu

 Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah dan rasa sakit
 Apakah sudah pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Fisik Subjektif

Pada setiap kasus trauma, kita harus memeriksa tajam penglihatan karena hal ini
berkaitan dengan pembuatan visum et repertum. Pada penderita yang ketajaman
penglihatannya menurun, dilakukan pemeriksaan refraksi untuk mengetahui
bahwa penurunan penglihatan mungkin bukan disebabkan oleh trauma tetapi
oleh kelainan refraksi yang sudah ada sebelum trauma.

b. Pemeriksaan Fisik Objektif

Pada saat penderita masuk ruang pemeriksaan, sudah dapat diketahui adanya
kelainan di sekitar mata seperti adanya perdarahan sekitar mata,
pembengkakan di dahi, di pipi, hidung dan lain-lainnya. Pemeriksaan mata
perlu dilakukan secara sistematik dan cermat. Yang diperiksa pada kasus
trauma mata ialah :

 Keadaan kelopak mata

 Kornea

 Bilik mata depan

 Pupil

 Lensa dan fundus

 Gerakkan bola mata

 Tekanan bola mata.

MANIFESTASI KLINIS

1 .Orbita

Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong dan
menimbulkan fraktur orbita.Fraktur orbita sering merupakan perluasan fraktur dari maksila
diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur tripod pada zygoma yang akan mengenai dasar orbita.
Apabila pintu masuk orbita menerima suatu pukulan, maka gaya- gaya penekan dapat
menyebabkan fraktur dinding inferior dan medial yang tipis , disertai dengan prolaps bola mata
beserta jaringan lunak ke dalam sinus maksilaris (fraktur blow-out).

Mungkin terdapat cedera intraocular terkait, yaitu hifema , penyempitan sudut, dan ablasi retina.
Enoftalmos dapat segera terjadi setelah trauma atau terjadi belakangan setelah edema menghilang
dan terbentuk sikatrik dan atrofi jaringan lemak.

Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan paralisis otot-otot
ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus . Diplopia dapat disebabkan kerusakan
neuromuscular langsung atau edema isi orbita. Dapat pula terjadi penjepitan otot rektus inferior
orbita dan jaringan di sekitarnya.Apabila terjadi penjepitan,maka gerakan pasif mata oleh forseps
menjadi terbatas.

2. Palpebra
Meskipun bergantung kekuatan trauma , trauma tumpul yang mengenai mata dapat
berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis, dan erosi palpebra.

Gambaran klinis

Hematoma palpebra merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauna tumpul kelopak.
Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti kacamata
hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut hematoma kacamata. Henatoma kacamata
terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya
arteri oftalmika maka darah masuk kedalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita.

Penatalaksanaan
Penanganan pertama dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan.
Selanjutnya untuk memudahkan absorpsidarah dapat dilakukan kompres hangat

3.Konjungtiva
Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau khemosis dan
edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan terapi karena akan hilang dalam
beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi, dari ptekie hingga makular. Bila terdapat
perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus diwaspadai adanya fraktur orbita atau
ruptur sklera.
Gambaran klinis
Edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga
bertambah rangsangan terhadap konjungtivanya.

Penatalaksanaan
Pada edem konjung tiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di
dalam selapt lendir konjungtiva. Pada edem konjungtiva yang berat dapat dilakukan disisi sehingga
cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.

4. Sklera
Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik depan yang
dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola mata terhambat terutama ke
arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjad karena trauma langsung mngenai sklera sampai
perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak langsung.

5. Koroid dan korpus vitreus


Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid ke belakang dan
dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra- coup) sehingga dapat menyebabkan edema,
perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan
menimbulkan perdarahan vitreus. Perdarahan dapat terjadi di subretindan suprakoroid. Akibat
perdarahan dan eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera
Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas, biasanya terletak
anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada membran Bruch. Kontusio juga dapat
menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis, dan degenerasi koroid.

6.Kornea
Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema interstisial
adalah edema yang terjadi di substania propria yang membentuk kekeruhan seperti cincin dengan
batas tegas berdiameter 2 – 3 mm. Lipatan membrana Bowman membentuk membran seperti
lattice. Membrana descement bila terkena trauma dapat berlipat atau robek dan akan tampak
sebagai kekeruhan yang berbentuk benang. Bila endotel robek maka akan terjadi inhibisi humor
aquous ke dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi edema. Bila robekan endotel kornea ini
kecil, maka kornea akan jernih kembali dalam beberapa hari tanpa terapi.
Deposit pigmen sering terjadi di permukaan posterior kornea, disebabkan oleh adanya segmen iris
yang terlepas ke depan. Laserasi kornea dapat terjadi di setiap lapisan kornea secara terpisah atau
bersamaan, tetapi jarang menyebabkan perforasi.
Gambaranklinis
Edema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi
sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasedo
yang positif.

Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hiertonik seperti NaCL 5% atau larutan garam
hipertonik 2 – 8%, glukosa 40% dan larutan albumin. Bila terjadi peninggian tekanan bola mata
maka dapat diberikan asetozolamida. Dapat diberikan lensa kontak lembek untuk menghilangkan
rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan.

a. Erosi kornea

Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat mengakibatkan
oleh gesekan keras pada epitel kornea.

Gambaran klinis

Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang mempunyai
serat sensibel yang banyak, mata berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang
keruh.

Pada korne akan terlihat adanya defek efitel kornea yang bila diberi fuorosein akan berwarna hijau.
Penatalaksanaan
Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan
rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati karena dapat menambah
kerusakan epitel.

Epitel yan terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah terjadinya
infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas seperti neosporin, kloramfenikol dan sufasetamid
tetes

Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka dapat diberikan sikloplegik aksi-
pendek seperti tropikamida.
Untuk mengurangi rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman pada pasien, maka bisa diberikan
bebat tekan pada pasien minimal 24 jam.

b. Erosi kornea rekuren

Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau tukak
metaherpetik. Epitel akan sukar menutup dikarenakan terjadinya pelepasan membran basal epitel
kornea sebagai sebagai tempat duduknya sel basal epitel kornea.

Penatalaksanaan
Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi epitel
tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea.
Pemberian siklopegik bertujuan untuk mengurangi rasa sakit ataupun untuk mengurangi gejala
radang uvea yang mungkn timbul.

Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat pertumbuhan
epitel baru dan mencegah infeksi skunder.

Dapat digunakan lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren pada kornea dengan
maksud untuk mempertahankan epitel berada ditempatnya

7. Iris dan Korpus Siliaris

Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila trauma ringan.
Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan iridoplegi dan spasme akomodasi
sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan paralisis otot akomodasi, yang dapat menetap bila
kerusakannya cukup hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus
dibantu dengan kacamata.

Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa vasokonstriksi yang segera
diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan hiperemia. Eksudasi kadang-kadang hebat sehingga
timbul iritis. Perdarahan pada jaringan iris dapat pula terjadi dan dapat dilihat melalui deposit-
deposit pigmen hemosiderin. Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus siliaris dapat
menyebabkan terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut hifema.
Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif
akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar okuli anterior. Tetapi dapat juga
terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam kamera
anterior, mengotori permukaan dalam kornea. Tanda dan gejala hifema, antara lain:
- Pandangan mata kabur
- Penglihatan sangat menurun

- Kadang – kadang terlihat iridoplegia & iridodialisis

- Pasien mengeluh sakit atau nyeri

- Nyeri disertai dengan efipora & blefarospasme

- Pembengkakan dan perubahan warna pada palpebra

- Retina menjadi edema & terjadi perubahan pigmen

- Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan

- Pupil tetap dilatasi (midriasis)

- Tidak bereaksi terhadap cahaya beberapa minggu setelah trauma.

- Pewarnaan darah (blood staining) pada kornea

- Kenaikan TIO (glukoma sekunder )

- Sukar melihat dekat

- Silau akibat gangguan masuknya sinar pada pupil

- Anisokor pupil

- Penglihatan ganda (iridodialisis)

Hifema primer dapat cepat diresorbsi dan dalam 5 hari bilik mata depan sudah bersih.
Komplikasi yang ditakutkan adalah hifema sekunder yang sering terjadi pada hari ke-3 dan ke-5,
karena viskositas darahnya lebih kental dan volumenya lebih banyak. Hifema sekunder disebabkan
lisis dan retraksi bekuan darah yang menempel pada bagian yang robek dan biasanya akan
menimbulkan perdarahan yang lebih banyak.

Penatalaksanaan
Penanganan awal pada pasien hifema yaiu dengan merawat pasien dengan tidur di tempat
tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulansia dan mata ditutup. Pada pasien
yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi glaukoma dapat diberikan Asetazolamida.

Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan
hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder, hifema penuh dan berwarna
hitam atau setelah 5 hari tidak terliaht tanda-tanda hifema berkurang.

8. Lensa
Kerusakan yang terjadi pada lensa paska-trauma adalah kekeruhan, subluksasi dan dislokasi
lensa. Kekeruhan lensa dapat berupa cincin pigmen yang terdapat pada kapsul anterior karena
pelepasan pigmen iris posterior yang disebut cincin Vosslus. Kekeruhan lain adalah kekeruhan
punctata, diskreta, lamelar aau difus seluruh massa lensa.
Akibat lainnya adalah robekan kapsula lensa anterior atau posterior. Bila robekan kecil, lesi
akan segera tertutup dengan meninggikan kekeruhan yang tidak akan mengganggu penglihatan.
Kekeruhan ini pada orang muda akan menetap, sedangkan pada orang tua dapat progresif menjadi
katarak presenil. Dengan kata lain, trauma dapat mengaktivasi proses degeneratif lensa.

Subluksasi lensa dapat aksial dan lateral. Subluksasi lensa kadang-kadang tidak
mengganggu visus, namun dapat juga mengakibatkan diplopia monokular, bahkan dapat
mengakibatkan reaksi fakoanafilaktik. Dislokasi lensa dapat terjadi ke bilik depan, ke vitreus,
subskleral, ruang interretina, konjungtiva, dan ke subtenon. Dislokasi ke bilik depan sering
menyebabkan glaukoma akut yang hebat, sehingga harus segera diekstraksi. Dislokasi ke posterior
biasanya lebih tenang dan sering tidak menimbulkan keluhan, tetapi dapat menyebabkan vitreus
menonjol ke bilik depan dan menyebabkan blok pupil dan peninggian TIO.

9. Retina

Edema Retina adalah terjadinya sembab pada daerah retina yang bias diakibatkan oleh
trauma tumpul.

Gambaran klinis

Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya melihat
jaringan koroid melalui retina yang sembab. Pada edema retina akibat trauma tumpul
mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien akan
menurun.

Penatalaksanaan
Penanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan normal kembali
setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunya daerah
makula oleh sel pigmen epitel.

10. Ablasi Retina

Yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena trauma. Biasanya pasien
telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina. Seperti adanya retinitis sanata, miopia dan
proses degenerasi retina lainnya.
Gambaran klinis

Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun, terlihat adanya selaput
yang seperti tabir pada pandangannya. Pada pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina berwarna
abu-abu dengan pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok.
Penatalaksanaan
Ablasi retina ditangani dengan melakukan pembedahan oleh dokter mata.
Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi pada mata yang
memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehingga trauma yang ringan sekalipun dapat
memicu robekan. Ruptur retina sering disertai dengan ruptur koroid. Dialisis ora serata sering
terjadi pada kuadran inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga atau tapal kuda, disertai
dengan ablasio retina.

Ablasio retina pada kontusio dan konkusio dapat terjadi akibat:

- Kolaps bola mata yang tiba-tiba akibat rupture

- Perdarahan koroid dan eksudasi

- Robekan retina dan koroid

- Traksi fibrosis vitreus akibat perdarahan retina atau vitreus.

- Adanya degenerasi retina sebelumnya, trauma hanya sebagai pencetus.

11. Nervus Optikus

Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan edem dan inflamasi di sekitar diskus optik
berupa papilitis, dengan sekuele berupa papil atrofi. Keadaan ini sering disertai pula dengan
kerusakan koroid dan retina yang luas. Kontusio dan konkusio yang hebat juga mengakibatkan
nervus optikus terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang bisa diakibatkan karena trauma
tumpul.
Gambaran klinis

Penderita akan mengalami penurunan tajam penglihatan yang sangat drastis dan dapat
terjadi kebutaan.

Penatalaksanaan
Penderita perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya akibatkan
ruptur atau avulsi nervus optikus yang biasanya disertai kerusakan mata berat. 6,7
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Ed 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2014. p. 280-90.
2. Bruce, Chris, dan Anthony. Lecture notes: oftalmologi. Ed 9. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2006.
3. Hilman H. Setyowati EE, Hamdanah. Ilmu penyakit mata. Jakarta: SMC Press;
2012.
4. AAA Sukartini Djelantik, Ari Andayani, I Gde Raka Widiana. The Relation of
Onset of Trauma and Visual Acuity on Traumatic Patient. Jurnal Oftalmologi
Indonesia. Vol. 7. No. 3 Juni 2010
5. Rowena GH, Harijo W, Ratna,D. Laserasi kelopak mata, Dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III. Surabaya: RSU
dr. Soetomo; 2006. p.147
6. Bruce, Chris, dan Anthony. 2006. Lecture Notes : Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
7. Mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti et al. 2005. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga.
Jakarta: Media Aesculapius
8.

Anda mungkin juga menyukai