Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

MIGRAIN

Pembimbing:

dr. Martua Rizal, Sp.S, M.Kes

Disusun oleh:

Welhelmina Bendelina Lobo 11.2019.080

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

JAKARTA

1
Pendahuluan

Menurut International Headache Society, sakit kepala dibagi menjadi dua kategori utama,

yaitu sakit kepala primer dan sakit kepala sekunder. Sakit kepala primer adalah sakit kepala

tanpa penyebab yang jelas dan tidak berhubungan dengan penyakit lain. Contohnya adalah sakit

kepala tipe tension, migraine, dan cluster. Sedangkan sakit kepala sekunder adalah sakit kepala

yang disebabkan oleh penyakit lain seperti akibat infeksi virus, adanya massa tumor, cairan otak,

darah, serta stroke.

Migraine adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.

Karakteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat

dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan"atau fotofobia dan fonofobia.

Migraine secara umum dibagi menjadi 2, yaitu migraine klasik dan migraine umum dimana

migraine umum 5 kali lebih sering terjadi daripada migraine klasik. Migraine dapat terjadi pada

18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang hidupnya.

Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul pada 11%

masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Migraine lebih sering terjadi pada anak

laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering

ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun.

Pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai migraine dengan tujuan menambah

pengetahuan akan gejala yang ditimbulkan, kriteria diagnosis, dan juga penatalaksanaan yang

tepat.

Definisi

Nyeri menurut International Association for the Study of Pain (IASP) merupakan perasaan

sensori atau emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan baik

2
yang sudah terjadi maupun yang berpotensi terjadi. Salah satu alasan tersering pasien mengunjungi

ahli neurologi adalah nyeri kepala atau cephalgia. 1

Definisi lainnya merupakan nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama

4-72 jam. Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah

berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan mual dan atau fotofobia dan fonofobia.1,14

The International Headache Society (IHS) pada tahun 2013 membagi nyeri kepala menjadi

dua kategori utama yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer

adalah nyeri kepala tanpa penyebab yang jelas dan tidak berhubungan dengan penyakit lain,

mencakup migraine, tension-type headache, dan trigeminal autonomic cephalalgias (TACs).

Sedangkan nyeri kepala sekunder terjadi akibat gangguan organik lain, seperti infeksi, trauma,

tumor, trauma, gangguan homoeostasis, dan penyakit sistemik lain. 2

Migrain diartikan sebagai nyeri kepala berulang yang penyebabnya belum diketahui secara

pasti dengan kelainan yang kompleks (neruovaskular) ditandai dengan sakit kepala berulang,

unilateral, dan pada beberapa kasus dikaitkan dengan adanya aura yang timbul sebelum atau

setelah nyeri kepala.3

Epidemiologi

Menurut Nuprin Pain Report sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe nyeri yang

paling sering dialami. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lipton, Steward, dan Korff (1997)

menyatakan bahwa migren mengenai hampir 30 juta orang di Amerika Serikat dan menyebabkan

kerugian langsung dan tidak langsung lebih dari 13 milyar US$ per tahun. Diperkirakan 14% dari

populasi dunia menderita migren dan pada tahun 2010-2011 diperkirakan sekitar 8,3% dari 2,7

juta jiwa penduduk Kanada dilaporkan terdiagnosis dengan migren. 4

3
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang hidupnya.

Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul pada 11% masyarakat

Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Prevalensi migraine ini beranekaragam bervariasi

berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai

dewasa. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki -laki di bandingkan dengan anak perempuan

sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling

sering pada kelompok umur 25-44 tahun. Onset migraine muncul pada usia di bawah 30 tahun

pada 80% kasus. Migraine jarang terjadi setelah usia 41 tahun. 4,14

Etiologi

Penyebab terjadinya migren masih belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa

faktor atau pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya migren, antara lain (2, 5, 6):

1. Riwayat anggota keluarga dengan riwayat nyeri kepala (faktor genetik diyakini kuat

berpengaruh terhadap munculnya migrain)

2. Perubahan hormon (esterogen dan progesterone) pada wanita, khususnya pada fase

luteal siklus menstruasi, kehamilan, menarke, menopause, dan penggunaan kontrasepsi

oral

3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah dan natrium nitrat), vasokonstriktor

(keju dan coklat), serta zat tambahan pada makanan (monosodium glutamat dan

pemanis buatan sakarin)

4. Stres berlebih, dan faktor psikologis lainnya

5. Faktor fisik dan siklus tidur tidak teratur,

6. Rangsang sensorik (cahaya silau/berkedip dan bau menyengat),

4
7. Alkohol dan merokok

Faktor Risiko

 Kontrasepsi oral

Kontrasepsi oral dapat dihubungkan dengan perkembangan pada nyeri kepala primer.

Dalam beberapa penelitian terakhir, insidensi nyeri kepala dengan onset yang baru dikorelasikan

dengan dosis yang terkandung pada ethinylestradiol (EED).

 Siklus menstruasi

Migrain menstrual tidak termasuk istilah pada International Headache Society. Migraine

menstrual biasanya didefinisikan sebagai serangan migraine yang dimulai dari dua hari sebelum

menstruasi sampai har terakhir menstruasi. banyak wanita dengan migraine menstrual timbul

gejala saat proses ovulasi. Kemungkinan migraine dengan siklus menstruasi dapat dihubungkan

dengan kadar esterogen. Pengambilan kembali hormonest ergen dengan pelepasan prostaglandin

pada saat men struasi, melewati beberapa mekanisme, cenderung untuk mengubah persepsi nyeri.

 Kehamilan

Migraine bukanlah faktor risiko pada kehamilan atau janin. Meskipun fakta mengatakan

bahwa lebih dari 50% terjadi pada kehamilan yang tidak terencana dan banyak dari penderita

migraine melanjutkan terapi nyeri kepala mereka dengan tatalaksana seperti biasa pada fase

awal kehamilannya, tidak meningkatkan insidensi toxemia, kelahiran abnormal, lahir mati atau

kelainan kongenital telah dilaporkan pada wanita hamil dengan migraine. Selama kehamilan,

migraine biasanya cenderung meningkat pada 60% - 70% kasus dan sebagian besar pada trimester

kedua dan ketiga. Kemungkinan penyebabnya adalah yang mempunyai riwayat migraine peri

5
menstrual atau migraine pada saat menarche. Migraine dapat memburuk pada saat kehamilan,

biasanya pada migraine dengan aura.

 Menopause

Pada dasarnya, menopause adalah masa yang cukup kritis dalam hidup penderita migraine.

Sebelum menunjukan kecenderungan untuk pengurangan setelah menopause, gejala migraine

menunjukkan akselerasi pada frekuensi dan tingkat keparahan selama fase awal menopause.

Berarti ini memang benar berpengaruh pada wanita yang mempunyai riwayat migraine menstrual.

Ada beberapa penelitian yang telah mengkaji ini secara detail. Sebaliknya, migraine dapat lebih

parah setelah pembedahan menopause.

Klasifikasi(3)

Klasifkasi migrain berdasarkan konsensus PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis

Saraf Indonesia) yang merupakan adaptasi International Headache Society tahun 2013:

 Migren tanpa aura

Migraine tanpa aura disebut juga sebagai migraine umum. Sakit kepalanya hampir

sama dengan migraine dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi kepala

dan bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala

berlangsung selama 4-72 jam.

 Migren dengan aura

Migraine dengan aura disebut juga sebagai migraine klasik. Diawali dengan

adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala

unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi

nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit.

 Sindrom periodik pada anak yang pada umumnya menjadi prekursor migraine

6
 Cyclical vomiting

 Migren Abdominal

 Vertigo paroksismal Benigna pada Anak

 Migren retinal

 Komplikasi migren

 Migren Kronik

 Status Migrenosus (serangan migren > 72 jam)

 Aura persisten tanpa infark

 Migrenous infark

 Migrene-Triggered Seizure

 Probable Migrain

Dalam makalah ini, yang menjadi pembahasan pokok terutama migrain dalam kelompok

migrain tanpa aura dan migraine dengan aura.

Patifisiologi

Mekanisme pasti terjadinya migrain belum sepenuhnya diketahui, dan sampai saat ini masih

terus berkembang. Hal ini diakibatkan banyaknya faktor genetik dan lingkungan serta proses

neurovaskular yang terjadi pada migrain turut memberikan kontribusi terhadap kejadian penyakit.

Prinsip utama yang dapat dipahami disini bahwa, adanya perangsangan pada struktur peka nyeri

intracranial (seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya) oleh stimulasi mekanis, kimia,

dan gangguan autoregulasi neurovaskular menyebabkan terstimulasinya nosiseptor yang ada di

struktur peka nyeri. Asal nosiseptor tersebut terbagi dua bagian, untuk struktur supratentorial

berasal dari nervus trigeminus pars ophtalmica, dan untuk infratentorial berasal dari nervus spinalis

C1-C3. Belum jelasnya mekanisme migraine membuat para pakar neurologi melakukan penelitian

7
yang berkesinambungan dan menghasilkan beberapa teori yang menjelaskan terjadinya migrain.

Berikut penjelasan dari teori-teori tersebut.

1. Teori Vaskular

Gambar 3. Teori Vaskular

Teori vaskular merupakan teori pertama yang berkembang pada sejarah penelitian migrain.

Teori ini dikembangkan oleh Wolf dkk tahun 1940-an yang mengemukaan bahwa adanya

gangguan kaliber pembuluh darah menyebabkan terjadinya nyeri kepala migren. Disebutkan

bahwa dengan adanya faktor pencetus oleh mekanisme yang belum diketahui, menyebabkan

terjadinya vasokontriksi pembuluh darah serebral. Hal ini menjelaskan timbulnya aura pada

sebagian kasus di mana ambang untuk terjadinya aura rendah. Setelah vasokonstriksi, diikuti

dengan vasodilatasi pembuluh darah yang menekan dan mengaktifkan nosiseptor perivaskular di

intracranial, yang mencetuskan terjadinya nyeri kepala. Nyeri kepala yang terjadi bersifat

unilateral dengan kualitas berdenyut, disebabkan oleh perangsangan saraf nyeri di dinding

pembuluh darah.7,8,9

Namun, teori ini masih belum dapat menjelaskan gejala prodromal dan gejala lain yang

terjadi sebelum serangan migrain. Selain itu, obat-obat yang dapat meredakan nyeri kepala, tidak

semuanya bekerja melalui vasokonstriksi pembuluh darah, dan belakangan diketahui dengan
8
penelitian menggunakan teknik pencitraan mutakhir untuk melihat aliran darah otak, ditemukan

bahwa kejadian migrain tanpa aura memiliki aliran darah serebral yang konstan pada sebagian

besar pasien.7,10

Belakangan diteliti lebih lanjut oleh Schoonman dkk, disimpulkan bahwa vasodilatasi

pembuluh intrakranial tidak berperan dalam patogenesis migrain, kemudian oleh Elkind dkk

didapatkan bahwa mekanisme nyeri kepala sangat ditentukan oleh diameter dinding pembuluh

darah ekstrakranial. Dalam penelitiannya (Elkind dkk) didapatkan aliran darah frontotemporal

meningkat pada subjek dengan nyeri kepala dibandingkan dengan kontrol (P<0,005), dan nyeri

kepala mereda setelah diberikan ergotamin tartrat disertai dengan penurunan alirah darah

frontotemporal, yang merupakan cabang dari arteri karotis eksterna. 7,8,9

2. Teori Neurovaskular/ Trigeminovaskular Sistem

Gambar 4. Teori Neurovaskular

Teori neurovaskular pada prinsipnya menjelaskan bahwa adanya migrain disebabkan oleh

mekanisme neurogenik yang kemudian menyebabkan gangguan perfusi serebral. Adanya

vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada

pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene-related peptide). CGRP akan

9
berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator

inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi steril pada neuron. CGRP juga bekerja pada arteri

serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. 8,9

Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang bertindak

sebagai transmisi impuls nyeri. Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan

lokus sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selanjutnya, sistem ini juga

mengaktifkan nukleus dorsal sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar

epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan

aliran darah di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut saraf

trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan

kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial

yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migren. 8,9

3. Teori Cortical Spreading Depression (CSD)7,10,11

Cortical Spreading Depression (CSD) merupakan teori yang pertama kali dikemukakan

oleh Leao (1944) yang menjelaskan mekanisme migrain dengan aura. CSD adalah gelombang

neuron eksitatorik pada substansia grisea korteks dari daerah cetusan asal (biasanya dimulai di

regio occipital) dengan kecepatan rambat 2-6 mm/ menit, yang kemudian menyebabkan periode

refrakter pada area yang telah dilewari arus. Depolarisasi yang terjadi ini menyebabkan terjadinya

fase aura, yang kemudian mengaktifkan nervus trigeminal, yang menyebabkan fase nyeri kepala.

Mekanisme neurokimia yang terjadi selama fase perambatan yaitu pengeluaran kalium ke

ekstrasel, atau pengeluaran glutamat (asam amino eksitatorik) dari jaringan saraf. Hal ini

menyebabkan terjadinya depolarisasi yang merambat dan merangsang jaringan sekitarnya untuk

mengeluarkan neurotrasnmitter eksitatorik juga, sehingga terjadilah CSD.

10
Pada pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) terlihat bahwa aliran darah

cenderung berkurang selama fase aura/CSD. Fase ini juga menurunkan laju metabolisme sel.

Walaupun selama CSD terjadi perambatan impuls saraf disertai penurunan laju metabolisme yang

menyebabkan terjadinya aura, adakalanya oligemia yang terjadi tidak mencapai ambang dalam

mencetuskan aura seperti yang terjadi pada migrain tanpa aura.

Gambar 5. Cortical Spreading Depression

Adanya perambatan CSD kemudian mengaktivasi sistem trigeminovaskular, yang

selanjutnya akan merangsang nosiseptor pada pembuluh darah duramater untuk mengeluarkan zat

pemicu nyeri, seperti calcitonin-gene related peptide (CGRP), substansia P, vasoactive intestinal

peptide (VIP) dan neurokinin A, yang kemudian berperan dalam terjadinya sterile inflammation

dan mekanisme nyeri.

Sebagai tambahan, melalui beberapa jalur mekanisme, CSD meningkatkan ekspresi gen

pengkode siklooksigenase (COX-2), Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), interleukin 1β, dan enzim

metaloproteinase. Aktivasi metaloproteinase menyebabkan kerusakan sawar darah otak, yang

menyebabkan pengeluraran kalium, nitrit oksida, adenosin, dan produk lain yang dihasilkan akibat

CSD mejangkau dan merangsang ujung sarafbebas nervus trigeminal terutama pada perivaskular

duramater.

11
Manifestasi klinis

Gambar 1. Perjalanan Penyakit Migrain

 Migraine tanpa aura

Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi serangan selama

4-72 jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan diikuti dengan nausea dan atau

fotofobia dan fonofobia.

 Migraine dengan aura

Sekita 10-30 menit sebelum sakit kepala dimulai (suatu periode yang disebut aura), gejala-gejala

depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau hilangnya nafsu makan muncul padasekitar 20%

penderita. Penderita yang lainnya mengalami hilangnya penglihatan pada daerah tertentu (bintik

buta atau scotoma) atau melihat cahaya yang berke apkelip. Ada juga penderita yang mengalami

perubahan gambaran, seperti sebuah benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari sesungguhnya.

Beberapa penderita merasakan kesemutan atau kelemahan pada lengan dan tungkainya. Biasanya

gejala-gejala tersebut menghilang sesaat sebelum sakit kepala dimulai, tetapi kadang timbul

bersamaan dengan munculnya sakit kepala. Nyeri karena migraine bisa dirasakan pada salah satu

sisi kepala atau di seluruh kepala. Kadang tangan dan kaki teraba dingin dan menjadi kebiru-

biruan. Pada penderita yang memiliki aura, pola dan lokasi sakit kepalanya pada setiap serangan

12
migran adalah sama. Migraine bisa sering terjadi selama waktu yang panjang tetapi kemudian

menghilang selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun.

 Fase prodromal terjadi beberapa hari hingga beberapa jam sebelum nyeri kepala. Fase ini

merupakan gejala-gejala non-spesifik yang biasanya dialami penderita seperti lemas, terus

mengantuk, rasa haus, anorexia, sangat sensitif terhadap cahaya, aroma, dan suara, sering

berkemih, sangat menginginkan satu makanan tertentu, mudah marah, dsb.2,3,12

 Fase Aura yaitu fase yang dialami oleh penderita migrain dengan aura (migrain klasik).

Aura merupakan sekelompok manifestasi neurologi fokal yang muncul maksimal selama

60 menit pada saat sebelum serangan nyeri atau bersamaan dengan munculnya nyeri.

Aspek neurologi yang terkena itu visual, sensorik, dan berbahasa, baik itu bersifat positif

atau negatif, dan cenderung reversibel. Contoh gejalanya yaitu terdapat skotoma multipel

atau soliter, defek lapang pandang homonim hemianopia, gangguan penglihatan total,

gejala sensorik seperti parestesia mulai dari tangan hingga kewajah yang dapat diikuti oleh

rasa baal, serta gejala gangguan berbahasa. Fase ini dapat tidak ada pada pasien dengan

migrain tanpa aura.2,3,11

 Fase nyeri kepala, berlangsung 4-72 jam dengan intensitas nyeri sedang-berat, berdenyut,

bersifat unilateral (kadang bilateral) dengan predileksi di fronto-temporal, serta cenderung

bertambah ketika aktivitas fisik meningkat. 11

 Fase postdromal merupakan gejala ikutan pasca serangan nyeri kepala, dapat berlangsung

hingga 24 jam, dengan karakteristik pasien merasa lelah, mood tidak stabil, nyeri otot, dan

kurang nafsu makan.2,11

Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Laboratorium

13
Dilakukan untuk menying kirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh penyakit struktural,

metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama dengan migraine. Selain itu,

pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada penyakit komorbid yang dapat

memperparah sakit kepala dan mempersulit pengobatannya.

 Pencitraan

CT-scan dan MRI dapat dilakukan dengan indikasi tertentu seperti: pasien baru pertama kali

mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat keparahan sakit kepala,

pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten, adanya pemeriksaan neurologis

abnormal, pasien tidak merespon terhadap pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang

sama disertai gejala neurologis kontralateral.

 Pungsi Lumbal

Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, sakit kepala yang

dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit kepala rekuren, onset cepat, progresif,

kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum dilakukan LP seharusnya dilakukan CT-scan atau MRI

terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan

intracranial.15

Diagnosis

Diagnosis migraine, baik itu migraine tanpa aura (common migraine) maupun migraine

klasik (classic migraine) sepenuhnya berdasarkan gejala klinik. Gejala yang paling utama adalah

adanya keluhan nyeri kepala unilateral di regio frontotemporal (meskipun nyeri bilateral juga

terdapat pada sebagian kecil kasus), yang terjadi secara tiba-tiba akibat faktor pencetus dengan

kualitas berdenyut berintensitas nyeri sedang-berat. Adapun kriteria diagnosis untuk migraine

tanpa aura adalah sebagai berikut 2,3:

14
A. Sedikitnya terdapat 5 serangan nyeri kepala, DAN memenuhi criteria B-D

B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (belum diobati atau sudah diobati

namun belum berhasil)

C. Nyeri kepala disertai dua dari empat ciri-ciri berikut :

1. Lokasi unilateral

2. Berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang-berat

4. Keadaan diperberat oleh aktivitas fisik atau aktivitas di luar kebiasaan rutin

(berjalan atau menaiki tangga)

D. Selama serangan nyeri kepala, minimal terdapat satu dari gejala berikut

1. Mual dan/atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan penyakit lain

Selain migraine tanpa aura, dikenal juga migraine dengan aura (classic migraine). Aura

sendiri diartikan sebagai gejala disfungsi serebral fokal yang pulih menyeluruh dalam jangka

waktu < 60 menit yang dapat terjadi sebelum serangan nyeri kepala (sebagian besar kasus),

pada saat serangan atau setelah serangan. Adapun kriteria diagnosis migraine dengan aura,

yaitu2,3:

A. Sedikitnya dua serangan nyeri kepala yang memenuhi criteria B dan C

B. Satu atau lebih gejala aura yang reversibel berikut:

1. Visual

2. Sensorik

3. Bicara dan/atau bahasa

15
4. Motorik

5. Batang Otak

6. Retinal

C. Sedikitnya dua dari empat karakteristik berikut :

1. Sedikitnya satu gejala aura yang berkembang secara bertahap selama ≥ 5 menit,

dan/atau dua atau lebih gejala aura yang terjadi berurutan

2. Gejala aura berlangsung selama 5-60 menit

3. Sedikitnya satu gejala aura yang terjadi bersifat unilateral

4. Gejala aura bersamaan atau diikuti dengan gejala nyeri kepala sesuai dengan

criteria migrain tanpa aura

D. Tidak berkaitan dengan nyeri kepala akibat penyakit lain dan Transient Ischemic Attack

(TIA) telah disingkirkan.

Diagnosis banding
Migrain termasuk nyeri kepala primer yang dimana penyebabnya belum diketahui secara

pasti. Untuk mendiagnosisnya pun menurut PERDOSSI cukup dengan gejala klinis saja sesuai

kriteria diagnosis yang telah ditetapkan. Sehingga, butuh pengenalan lebih lanjut mengenai

gejala dan tanda khas dari migrain agar dapat membedakannya dengan nyeri kepala tipe lain.

Berikut adalah tabel perbandingan masing-masing nyeri kepala yang dipertimbangkan sebagai

diagnosis banding migrain.

16
Tabel 1. Diagnosis Banding Migrain11

Tipe Lokasi Umur Gejala Klinik Faktor Pencetus

Migrain Fronto-temporal Dewasa muda, Nyeri sedang-berat, Cahaya, suara,


tanpa aura (uni-bilateral) kadang anak- berdenyut alkohol, gangguantidur
anak
Migrain Sama dengan Sama dengan Sama dengan atas + Sama dengan atas
dengan atas atas gangguan sensorik,
aura visual, otonom
Cluster Orbito-temporal Dewasa muda Nyeri hebat, tidak Tidak diketahui pasti,
Headache dan laki-laki berdenyut, alkohol pada beberapa
(Nyeri dewasa (90%) lakrimasi, rinore, kasus
kepala injeksio
kluster) konjungtiva
Tension Fronto- Dewasa muda, Tertekan, terikat Kelelahan, stress
Headache ( Oksipital, usia tali, tidak psikis
Nyeri menyeluruh pertengahan, berdenyut,
kepala terkadang anak- berlangsung
ketegangan) anak, berhari-hari, bulan,
wanita>pria tahunan
Temporal Unilater- Usia >50 tahun Nyeri berdenyut, Tidak ada
Arteritis bilateral di regio kemudian persisten
(Giant-Cell temporalis dan terasa terbakar,
Arteritis nyeri tekan arteri
Neuralgia Unilateral, Usia umumnya Nyeri seperti Mengunyah, berbicara,
Trigeminal mengikuti 60-70 tahun tertusuk, berat, dan menyikat gigi,
persarafan muncul mendadak menyentuh area/lokasi
sensorik nyeri
n.trigeminus
pada kepala

17
Penatalaksanaan
Secara umum, penanganan migrain terbagi dalam terapi farmakologis dan non-

farmakologis. Di mana untuk terapi non-farmakologis adalah dengan menghindari faktor

pencetus serangan, seperti perubahan pola tidur (kurang tidur/ tidur berlebih), makanan yang

merangsang, cahaya terlalu terang, stres, kelelahan, perubahan cuaca, dsb. 3

Untuk terapi farmakologis, dibagi dalam dua bagian, yaitu terapi abortif dan terapi

profilaksis.

Terapi abortif bertujuan untuk menangani serangan nyeri akut. Terapi lini pertama adalah

sebagai obat abortif nonspesifik untuk serangan ringan sampai sedang atau serangan berat atau

berespons baik terhadap obat yang sama, dapat dipakai golongan analgesik atau NSAID yang

dijual bebas. Dosis obat lini 1 yang dapat diberikan yaitu 3:

 Paracetamol 100-600 mg/ 6-8 jam

 Aspirin 500-1000 mg/ 6-8 jam, maksimal 4 gram/ hari

 Ibuprofen 400-800 mg/ 6 jam, maksimal 2,4 gr/ hari

 Ketorolac 60 mg IM tiap 15-30 menit, maksimal 120 mg/hari, tidak boleh lebih dari 5 hari

 Potasium diklofenak 50 mg-100 mg/hari, dosis tunggal

 Sodium naproksen 275 – 550 mg/ 2-6 jam, dosis maksimal 1,5 gr/ hari

 Steroid seperti dexametahson atau methylprednisolon dapat menjadi pilihan pada pasien

dengan status migrenosus (serangan migrain >72 jam)

Terapi lini kedua adalah sebagai obat abortif spesifik apabila tidak responsif terhadap

analgesik dan NSAID (obat abortif nonspesifik) seperti golongan triptan dan dihidroergotamin

(DHE). Golongan triptan digunakan pada migren sedang sampai sedang atau migren ringan

sampai sedang yang tidak responsif terhadap analgesik atau NSAID. Sedangkan golongan

dehidroergotamin seperti alkaloid ergot (ergotamin tartat) walaupun efikasinya tidak lebih baik

18
dari triptan namun golongan tersebut memiliki rekurensi yang lebih rendah pada beberapa

pasien. Selain itu, alkaloid ergot dapat menginduksi drug overuse headache sangat cepat pada

dosis sangat rendah sehingga penggunaannya dibatasi hanya sampai 10 hari per bulan dan tidak

boleh diberikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskuer dan cerebrovaskuler, hipertensi,

gagal ginjal, kehamilan, dan masa laktasi. Obat golongan triptan bekerja dengan cara agonisasi

dari reseptor 5HTIB/ID seperti sumatriptan 6 mg subkutan atau 50-100 mg per oral, atau derivat

ergot seperti ergotamin 1-2 mg yang dapat diberikan secara oral, subkutan ataupun rektal. 13

Pemberian antiemetik diberikan pada serangan migren akut untuk mengatasi nausea dan

potensi emesis, diduga obat-obat antiemetik meningkatkan resorpsi analgesik. Metoklopramid

20 mg direkomendasikan untuk dewasa dan remaja sedangkan domperidon 10 mg untuk anak-

anak.12

Terapi profilaktik umumnya diindikasikan apabila pasien mengalami lebih dari dua kali

serangan migren per bulan atau yang aktivitas sehari-harinya terganggu akibat nyeri kepala.

Obat yang dapat digunakan antara lain amitriptilin, propranolol, dan nadolol sebagai lini

pertama. Untuk lini kedua dapat digunakan topiramat, gabapentin, venlafaksin, kandesartan,

lisinopril, magnesium, dan riboflavin. Untuk lini ketiga, dapat dipakai flunarizin,pizotifen, dan

natrium divalproat. Beberapa pertimbangan khusus sebelum dokter memberikan profilaktik

meliputi ada tidaknya hipertensi atau penyakit kardiovaskuler, gangguan mood, insomnia,

kejang, obesitas, kehamilan, dan toleransi rendah terhadap efek samping medikasi.12

Prognosis

Untuk banyak orang, migraine dapat remisi dan menghilang secara utuhpada akhirnya,

terutama karena faktor usia. Penurunan kadar estrogen setelah menopause bertanggungjawab atas

remisi ini bagi beberapa wanita. Walaupun demikian, migraine juga dapat meningkatkan faktor

19
risiko seseorang terkena stroke, baik bagi pria maupun wanita terutama sebelum usia 50 tahun.

Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke terjadi pada orang-orang dengan riwayat migraine. Migrain

dengan aura lebih berisiko untuk terjadinya stroke khususnya pada wanita. Selain itu, migraine

juga meningkatkan risiko terkena penyakit jantung. Para peneliti menemukan bahwa 50% pasien

dengan Patent Foramen Ovale menderita migraine dengan aura dan operasi perbaikan pada pasien

Patent Foramen Ovale dapat mengontrol serangan migraine.

Komplikasi dari migrain yaitu meningkatnya resiko untuk terserang stroke. Didapatkan

bahwa pasien migrain baik perempuan maupun laki-laki beresiko 2-5 kali untuk mendapatkan

stroke subklinis serebellum, terutama yang mengalami migrain dengan aura. Selain itu, migrain

juga dapat memicu timbulnya komplikasi penyakit metabolik pada seseorang seperti diabetes

melitus dan hipertensi, dyslipidemia, dan penyakit jantung iskemik. 12

Kesimpulan

Migraine adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.

Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat

dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia.

Migraine secara umum dibagi menjadi 2 yaitu migraine klasik dan migraine umum dimana

migraine umum 5 kali lebih sering terjadi daripada migraine klasik.

20
Daftar Pustaka

1. Hartwig M WL. Nyeri. In: Price S WL, editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2015. p. 1063-101.
2. (IHS) IHS. Headache Classification. International Headache Society. 2013;33(9):629-
808.
3. Arifputra A AT. Migrain. In: Chris Tanto d, editor. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius; 2014. p. 967.
4. Ramage-Morin PL GH. Prevalence of migraine in the canadian household population.
. Canada: Stat Can. 2014.
5. un-Edelstein C MA. "Foods and supplements in the management of migraine
headaches". The Clinical Journal of Pain 2009;25(5):446-52.
6. Lay CB, SW "Migraine in women". Neurologic Clinics 2009;27(2):503-11.
7. Guyton. Guyton textbook of Medical Physiology. USA: Elsevier; 2009.
8. Cutrer F, Charles, A. The Neurogenic Basis of Migraine. Headache: The Journal of
Head and Face Pain. 2008;48:1411-4.
9. Shevel E. The Extracranial Vascular Theory of Migraine. HeadacheMedscape.
2011;51(3):409-17.
10. Goadsby, P. Pathophysiology of migraine. Ann Indian Acad Neurol. 2012 Aug;
15(Suppl 1): S15–S22.
11. Ropper, A., Brown, R. Adams and Victor’s Principles of Neurology ed 8th. USA:
McgrawHill; 2005
12. Anurogo D. Penatalaksanaan migren. RS PKU Muhammadiyah Palangkaraya,
Kalimantan Tengah, 2012.
13. Adams and VictorG’s Neurology
14. Srivasta S. Pathophysiology and treatment of migraine and related headache. (Internet)
:2010 Mar 29 (cited 2020 Nov 17).
Available from:http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview
15. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & workup. (Internet); 2010 Jun
3 (cited 2020 Nov 17).
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis

21

Anda mungkin juga menyukai