Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Untuk melindungi diri terhadap gangguan lingkungan, mata


dilengkapi dengan palpebra. Struktur mata yang berfungsi sebagai
proteksi lini pertama adalah palpebra. Fungsinya adalah mencegah
benda asing masuk, dan juga membantu proses lubrikasi
permukaan kornea. Fungsi palpebra antara lain untuk melindungi
dari segala trauma, mencegah penguapan air mata, menjaga
kelembaban mata, dan sebagai estetika. Palpebra adalah termasuk
komponen eksternal mata yang berupa lipatan jaringan yang mudah
bergerak dan berperan melindungi bola mata dari depan. Kulit
palpebra sangat tipis sehingga mudah membengkak pada keadaan-
keadaan tertentu. Pada tepi palpebra terdapat bulu mata (silia) yang
berguna untuk proteksi mata terhadap sinar, di samping juga
terhadap trauma-trauma minor.[1,2,3]

Kelopak mata adalah bagian mata yang sangat penting. Kelopak


mata melindungi kornea dan berfungsi dalam pendisribusian dan
eliminasi air mata. Penutupan kelopak mata berguna untuk
menyalurkan air mata ke seluruh permukaan mata dan memompa
air mata melalui punctum lakrimalis.[1,2,3]

Kelainan yang didapat pada kelopak mata bermacam-macam,


mulai dari yang jinak sampai keganasan, proses inflamasi, infeksi
mau pun masalah struktur seperti ektropion, entropion dan
blepharoptosis. Kebanyakan dari kelainan kelopak mata tidak
mengancam jiwa atau pun mengancam penglihatan. [1,2,3]

1
Pada refarat ini, penulis akan memaparkan beberapa peradangan
atau infeksi pada kelopak mata yang sering ditemui dalam dunia
medis, yaitu: Blefaritis, Hordeolum, dan Kalazion.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI PALPEBRA

Saat palpebra (eyelid, kelopak mata) ditutup, maka palpebra akan


menutupi bulbus oculi di bagian anterior, yang bertujuan melindungi
mata dari paparan benda tertentu dan sinar yang berlebihan.
Palpebra juga menjaga supaya mata tetap lembab dengan
menyebarkan air mata. Palpebra adalah lipatan kulit yang mudah
bergerak, tertutup oleh kulit tipis di bagian eksternal dan oleh
membran mukosa yang transparan di bagian internal, yang disebut
dengan palpebral conjunctiva.[1,2]

Bulbar conjunctiva bersifat longgar dan memiliki pembuluh darah


kecil. Bulbar conjunctiva melekat dengan bagian perifer kornea.
Conjunctival sac adalah ruangan yang dikelilingi oleh palpebral
conjunctivae dan bulbar conjunctivae. Conjunctival sac adalah bursa
mukosa khusus yang memungkinkan mata bergerak bebas
sepanjang permukaan bulbus oculi saat mata membuka dan
menutup.[1,2]

Palpebra superior dan inferior diperkuat oleh jaringan


penghubung, yaitu tarsi superior dan inferior. Musculus orbicularis
oculi berada di jaringan subkutan di posisi superficial tarsi dan
profundus terhadap kulit palpebra. Glandula tarsalis mengeluarkan
lipid yang berfungsi untuk melubrikasi ujung palpebra dan
mencegahnya dari melekat satu sama lain ketika tertutup. Sekresi
ini juga membentuk barier yang tidak bisa ditembus oleh air mata
ketika diproduksi dalam jumlah normal.[1,2]

3
Pada canthus medial mata, didapatkan lacrimal lake, sebagai
reservoir air mata. Di dalam lacrimal lake, ditemukan lacrimal
caruncle, yang merupakan kulit lembab yang dimodifikasi. Di
sebelah lateral caruncle ditemukan plica semilunaris conjunctiva.
Saat ujung palpebra mengalami eversi, maka terlihat punctum
lacrimalis pada ujung medial papilla lacrimalis. [1,2]

Di antara hidung dan canthus medial mata didapatkan


ligamentum palpebra medialis, yang menghubungkan tarsi dengan
ujung medial orbita. Struktur yang serupa, yaitu ligamentum
palpebra lateralis, melekatkan tarsus dengan margin lateral orbita.
Septum orbita adalah membrane lemah yang membentang dari tarsi
sampai ke ujung medial orbita, yang kontinu dengan periosteum.
Struktur ini memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi dari dan
menuju ke orbita.[1,2]

2.1.1. STRUKTUR

Fisura palpebra adalah zona di antara palpebra bagian


superior dan inferior. Orang dewasa memiliki ukuran panjang
fisura palpebra 27-30 mm dengan lebar 8-11 mm. Palpebra
superior cenderung lebih aktif bergerak dari palpebra bagian
inferor, dan dapat diangkat sampai 15 mm yang digerakkan
muskulus levator palpebra superior yang diinervasi oleh CN
III. Palpebra merupakan struktur dengan sembilan lapisan
kompleks baik anatomi dan fungsinya. Anatomi lapisan
palpebra dan struktur dari permukaan luar ke dalam yaitu
kulit, margo palpebra, jaringan ikat subkutan, muskulus
orbikularis okuli, septum orbita, muskulus levator palpebra
superior, otot muller, tarsus, dan konjungtiva. [1,2]

4
Palpebra Superior [1]

Kulit palpebra merupakan kulit paling tipis pada tubuh,


terdapat rambut halus, kelenjar sebasea, dan kelenjar
keringat. Lipatan kelopak mata superior berada di dekat
batas atas tarsus, tempat levator aponeurosis membentuk
perlekatan insersi pertama. Orang keturunan asia timur
memiliki beberapa perlekatan levator aponeurosis pada kulit
dekat batas tarsal atas, dan lipatan kelopak mata superior
yang minimal. Aponeurosis membentuk perlekatan paling
tegas pada anterior tarsus.[1,2]

Margo kelopak mata memiliki struktur penting seperti


punctum dari kanalikuli yang terdapat di medial ujung setiap
papila lakrimal. Punctum superior terletak di bagian dalam
dan mengarah ke bola mata serta tidak terlihat jika tidak
dilakukan eversi. Gray line atau sulkus intermarjinalis
terdapat di sepanjang margo kelopak mata yang secara
histologis merupakan otot orbikularis okuli, otot Riolan, dan
bidang avaskular kelopak mata. Bulu mata atau silia tumbuh
tepat di depan garis tersebut, dan di belakang garis tersebut

5
terdapat kelenjar meibom tepat di depan mukokutan. Bulu
mata disusun atas dua atau tiga baris yang tidak teratur di
sepanjang tepi kulit anterior kelopak mata yang biasanya
lebih panjang dan lebih banyak di kelopak mata atas.
Kelenjar Zeis yaitu kelenjar sebasea yang terdapat silia dan
kelenjar Moll, yang merupakan kelenjar keringat apokrin di
kulit terdapat pada margo palpebra.[1,2]

Margo Palpebra [1]

Jaringan ikat subkutan merupakan jaringan ikat longgar


kelopak mata yang tidak mengandung lemak. Darah atau
cairan lain dapat menumpuk di bawah kulit dan
menyebabkan pembengkakan kelopak mata jika terjadi
trauma atau reaksi inflamasi. Otot orbikularis okuli berada di
sekitar fisura palpebra dan dibagi menjadi bagian orbita,
preseptal, dan pretarsal, otot orbikularis okuli memiliki serat
dengan diameter terkecil dari semua otot wajah, otot
tersebut di inervasi berasal dari saraf fasialis (CN VII).

6
Bagian orbita menempel pada struktur tendon kantal medial
berfungsi sebagai sfingter otot involunter yang berperan
dalam refleks berkedip. Bagian preseptal dan pretarsal
menyatu di sepanjang alur palpebra superior. Otot
orbikularis pretarsal melekat kuat pada tarsus dan sebagian
dari otot tersebut menempel pada krista lakrimal anterior dan
krista posterior lakrimal atau disebut otot Horner. Serat otot
orbikularis meluas ke margo kelopak mata, di mana terdapat
serat otot lurik yang disebut otot Riolan. Suplai persarafan
yang sedikit pada kelopak mata bawah dari tarsus dapat
menyebabkan kelemahan pada kelopak mata bawah. [1,2]

Orbikularis Okuli [1]

Septum orbita adalah selembar tipis jaringan ikat yang


mengelilingi orbit dan merupakan lanjutan dari periosteum
atap dan dasar orbit. Septum orbita menempel pada
permukaan anterior otot levator palpebra superior. Bagian
posterior dari septum orbita adalah lemak orbita. Septum
orbita menempel pada aponeurosis baik pada kedua kelopak
mata atas dan bawah. Septum orbita sendiri berfungsi
sebagai penghalang untuk ekstravasasi darah anterior atau
posterior jika terjadi peradangan.[1,2]

7
Otot levator palpebra superior berjalan melewati tulang
sfenoid ala minor dan menutupi rektus superior saat
bergerak ke anterior kelopak mata. Terdapat ligamen
Whitnall yang dibentuk oleh kondensasi jaringan yang
mengelilingi otot rektus dan levator superior. Otot levator
berubah arah dari horizontal ke lebih vertikal dekat
ligamentum Whitnall, dan membelah ke arah anterior pada
aponeurosis dan posterior menjadi otot Muller. Panjang otot
levator beserta tendonnya adalah 50-55 mm dan dipersarafi
oleh divisi superior CN III. Otot Muller merupakan otot
simpatis yang berasal dari otot levator palpebra superior
bagian bawah. Otot polos yang serupa terdapat pada
kelopak mata atas. Otot Muller menempel pada batas atas
tarsus atas dan konjungtiva dari forniks bagian atas. [1,2]

Tarsus terdiri dari jaringan ikat padat yang melekat pada


margo orbita oleh ligamen palpebral medial dan lateral.
Tarsus atas dan bawah memiliki panjang yang sama 29 mm
dan ketebalan 1 mm, tarsus atas hampir 3 kali lebih lebar
secara vertikal dengan ukuran 11 mm dibandingkan tarsus
bawah yang berukuran 4 mm. Kelenjar meibom merupakan
kelenjar sebasea holokrin yang terdapat di tarsus, tersusun
secara vertikal dalam baris yang paralel. Terdapat 30–40
saluran muara meibom di kelopak mata atas, tetapi hanya
ada 20-30 di kelopak bawah. Produksi lipid yang terbentuk
disebarkan ke film air mata pada setiap kedipan dan
penuaan dikaitkan dengan perubahan dalam profil lipid
sekresi kelenjar meibom. Akar rambut silia terletak di anterior
tarsus dan lubang kelenjar meibom.[1,2]

8
Tarsus [1]

Konjungtiva dibagi menjadi 3 zona geografis yaitu zona


palpebral, forniks, dan bulbar. Konjungtiva palpebral dimulai
di persimpangan mukokutan kelopak mata dan menutupi
permukaan bagian dalam kelopak mata. Bagian ini melekat
kuat pada tarsus. Konjungtiva forniks normalnya berbalik
arah pada bagian cul-de-sac yang kemudian melekat pada
bola mata. Konjungtiva bulbar yang tipis dapat bergerak
bebas dan kemudian bergabung dengan kapsul tenon dan
limbus. Persarafan pada konjungtiva berasal dari divisi
oftalmik CN V. Konjungtiva adalah selaput yang terdiri dari
epitel skuamosa non-keratin dengan banyak sel goblet dan
substansia propria yaitu substrat tipis yang kaya akan
vaskularisasi dan mengandung pembuluh limfatik, sel
plasma, makrofag, dan sel mast. Ketebalan epitel
konjungtiva bervariasi dari 2 hingga 5 sel. Selsel basal
berbentuk kuboid dan berevolusi menjadi sel-sel polihedral
yang rata saat mencapai permukaan.[1,2]

2.1.2. INERVASI

Lapisan otot palpebra tersusun atas muskulus orbikularis


okuli, muskulus levator palpebra, dan muskulus tarsalis
superior dan inferior. Muskulus orbikularis okuli berfungsi

9
untuk menutup kelopak mata (berkedip), diinervasi oleh
saraf fasial (nervus facialis) dan parasimpatis. Muskulus
levator palpebra berfungsi untuk membuka mata, diinervasi
oleh saraf okulomotor. Muskulus tarsalis superior (Mulleri)
dan inferior yang berfungsi untuk memperlebar celah mata,
mendapat inervasi dari serabut saraf pascaganglioner
simpatis yang mempunyai badan sel di ganglion servikal
superior.[1,2]

Persarafan sensoris palpebra berasal dari divisi pertama


dan kedua nervus trigeminus (N. V). Nervus lacrimalis,
subpraorbitalis, supratrochlearis, infratrochlearis, dan nasalia
eksterna adalah cabang divis oftalika nervus kranial kelima
(nervus trigeminus). Nervus infraorbitalis, zygomaticofacialis,
dan zygomatico- temporalis merupakan cabang-cabang
divisi maksilaris (kedua) nervus trigeminus.[1,2]

Serabut otot muskulus orbikularis okuli pada kedua


palpebra dipersarafi cabang zigomatikum dari nervus fasialis
sedangkan muskulus levator palpebra dan beberapa
muskulus ekstraokuli dipersarafi oleh nervus okulomotoris.
Otot polos pada palpebra dan okuler diaktivasi oleh saraf
simpatis. Oleh sebab itu, sekresi adrenalin akibat
rangsangan simpatis dapat menyebabkan kontraksi otot
polos tersebut.[1,2]

2.2. REFLEKS KEDIP

Banyak sekali ilmuan yang mengemukakan teori mengenai


mekanisme refleks kedip seperti adanya pacemaker atau pusat
kedip yang diregulasi oleh globus palidus atau adanya hubungan
dengan sirkuit dopamin di hipotalamus. Telah dibuktikan adanya

10
hubungan langsung antara jumlah dopamin di korteks dengan
mengedip spontan dimana pemberian agonis dopamin D1
menunjukkan peningkatan aktivitas mengedip sedangkan
penghambatannya menyebabkan penurunan refleks kedip mata. [1,3]

Refleks kedip mata dapat disebabkan oleh hampir semua


stimulus perifer, namun dua refleks fungsional yang signifikan
adalah:[1,3]

1. Stimulasi terhadap nervus trigeminus di kornea, palpebra dan


konjungtiva yang disebut refleks kedip sensoris atau refleks
kornea. Refleks ini berlangsung cepat yaitu 0,1 detik.

2. Stimulus yang berupa cahaya yang menyilaukan yang disebut


refleks kedip optikus. Refleks ini lebih lambat dibandingkan
refleks kornea.

[1]
Ilustrasi Inervasi Palpebra

Struktur mata yang berfungsi sebagai proteksi lini pertama adalah


palpebra. Fungsinya adalah mencegah benda asing masuk, dan
juga membantu proses lubrikasi permukaan kornea. Pembukaan
dan penutupan palpebra diperantarai oleh muskulus orbikularis okuli
dan muskulus levator palpebra.[1,3]

Muskulus orbikularis okuli pada kelopak mata atas dan bawah


mampu mempertemukan kedua kelopak mata secara tepat pada
saat menutup mata. Pada saat membuka mata, terjadi relaksasi dari

11
muskulus orbikularis okuli dan kontraksi dari muskulus levator
palpebra di palpebra superior. Otot polos pada palpebra superior
atau muskulus palpebra superior (Müller muscle) juga berfungsi
dalam memperlebar pembukaan dari kelopak tersebut. Sedangkan,
palpebra inferior tidak memiliki muskulus levator sehingga muskulus
yang ada hanya berfungsi secara aktif ketika memandang kebawah.
[1,3]

Pada keadaan terbangun, mata mengedip secara reguler dengan


interval dua sampai sepuluh detik dengan lama kedip selama 0.3-
0.4 detik. Hal ini merupakan suatu mekanisme untuk
mempertahankan kontinuitas film prekorneal dengan cara
menyebabkan sekresi air mata ke kornea. Selain itu, mengedip
dapat membersihkan debris dari permukaan okuler. Sebagai
tambahan, mengedip dapat mendistribusikan musin yang dihasilkan
sel goblet dan meningkatkan ketebalan lapisan lipid. [1,3]

Frekuensi mengedip berhubungan dengan status mental dan juga


diregulasi oleh proses kognitif. Namun, kedipan mata dapat
bervariasi pada setiap aktivitas seperti membaca, menggunakan
komputer, menonton televisi, mengendarai alat transportasi, dan
memandang. Frekuensi mengedip juga dipengaruhi oleh faktor-
faktor internal seperti keletihan, pengaruh medikasi, stres dan
keadaan afektif.[1,3]

2.3. INFEKSI PALPEBRA

Kelenjar kelopak mata dapat mengalami inflamasi, karena adanya


infeksi maupun sumbatan kelenjar. Jika saluran glandula ciliaris
mengalami obstruksi, maaka terbentuk hordeolum yang terasa nyeri
dan mengeluarkan pus. Kista glandula sebacea yang disebut
dengan chalazia, mungkin juga terbentuk.[3]

12
Kelainan yang didapat pada kelopak mata bermacam-macam,
mulai dari yang jinak sampai keganasan, proses inflamasi, infeksi
mau pun masalah struktur seperti ektropion, entropion dan
blepharoptosis. Kebanyakan dari kelainan kelopak mata tidak
mengancam jiwa atau pun mengancam penglihatan. [3]

Berikut ini merupakan beberapa peradangan yang dapat terjadi


pada kelopak mata, yaitu: Blefaritis, Hordeolum, dan Kalazion.

2.3.1. BLEFARITIS

Blefaritis merupakan peradangan dari margo palpebral


dengan manifestasi kemerahan, edema dan disertai
pembentukan skuama dan krusta. Blefaritis adalah diagnosis
klinis berdasarkan ditemukannya iritasi pada tepi kelopak
mata yang terkelupas dan adanya krusta pada bulu mata.
Pengobatan utama blefaritis adalah kebersihan kelopak
mata yang baik dan menghilangkan pemicu yang
memperburuk gejala. Antibiotik topikal dapat diberikan
sesuai indikasi. Pasien yang refrakter terhadap tindakan ini
memerlukan rujukan ke dokter mata. Tujuan pengobatan
adalah untuk meringankan gejala, karena pada kebanyakan
kasus blepharitis kronis, pasien perlu menjaga kebersihan
dengan baik untuk mencegah kekambuhan. Meskipun belum
ada obat yang pasti, prognosis untuk blefaritis pada
umumnya adalah baik. Blefaritis lebih dikenal sebagai gejala
daripada ancaman kesehatan yang sebenarnya. [4,5]

2.3.1.1. DEFINISI

Blefaritis adalah suatu kondisi oftalmologi yang


ditandai dengan peradangan pada tepi kelopak
mata. Peradangan ini dapat terjadi secara akut
maupun kronis yang mana peradangan kronis

13
merupakan kondisi yang lebih sering dijumpai pada
kasus-kasus blefaritis. Blefaritis dapat
diklasifikasikan berdasarkan lokasi, yaitu anterior
dan posterior. Blefaritis muncul dengan gejala
berulang yang dapat bervariasi dari waktu ke waktu
dan melibatkan kedua mata.[5]

BLEFARITIS

2.3.1.2. ETIOLOGI

Penyebab blefaritis berbeda-beda tergantung


pada apakah itu proses akut maupun kronis, yang
mana kasus kronis dapat diklasifikasikan
berdasarkan lokasi masalah. Blefaritis akut bisa
bersifat ulseratif atau nonulseratif. Infeksi dapat
menyebabkan blefaritis ulseratif, yang biasanya
bersifat bakterial dan yang paling sering adalah
Stafilokokus. Penyebab lain seperti virus infeksi
Herpes simplex dan Varicella zoster juga mungkin
terjadi. Nonulseratif biasanya merupakan reaksi
alergi seperti atopik. Lokasi terjadinya blefaritis
merupakan dasar yang paling baik untuk
mengklasifikasikan bentuk blefaritis kronis. Pada
blefaritis anterior, infeksi, yang umum disebabkan

14
oleh Stafilokokus, atau proses penyakit seboroik
biasanya terlibat. Seseorang sering mengeluhkan
mengalami dermatitis seboroik pada wajah dan
kulit kepala. Selain itu, blefaritis anterior mungkin
berhubungan dengan rosacea.[5]

Disfungsi kelenjar meibom juga dapat


menyebabkan blefaritis posterior, yang mana
kelenjar terlalu banyak mengeluarkan zat
berminyak yang menjadi tersumbat dan
membengkak. Hal tersebut berhubungan dengan
acne rosacea, dan diduga sebagai penyebab
hormonal. Blefaritis anterior (Demodex folliculorum)
dan posterior (Demodex brevis) dapat disebabkan
oleh tungau Demodex. Pada beberapa penelitian,
peran tungau masih meragukan karena pada
individu tanpa gejala juga ditemukan menyimpan
tungau pada prevalensi yang kurang lebih sama. [5]

2.3.1.3. EPIDEMIOLOGI

Blefaritis tidak spesifik terjadi pada suatu


kelompok orang. Blefaritis dapat terjadi pada
orang-orang dari segala usia, etnis, dan jenis
kelamin. Blefaritis lebih sering terjadi pada individu
yang berusia lebih dari 50 tahun. Suatu literatur
oleh Mary Eberhardt dan Guhan Rammohan
menyebutkan bahwa insiden blefaritis secara
keseluruhan menjadi 1.1 per 100 orang per tahun.
Hal tersebut meningkat seiring waktu dan lebih
tinggi pada pasien wanita. Prevalensi keseluruhan
untuk pasien di atas 40 tahun adalah 8.8%.[5]

15
2.3.1.4. KLASIFIKASI

Blefaritis dapat dibedakan berdasarkan lokasi


peradangan dan jenis peradangan, yaitu: [4,6]

 Blefaritis Anterior
 Blefaritis ulserativa
 Blefaritis non-ulserativa
 Blefaritis Posterior

Blefaritis anterior adalah peradangan kronik


bilateral dari margin tepi kelopak mata. Ada dua
jenis utama, yaitu Staphylococcal dan Seborrheic.
Blepharitis stafilokokus bisa disebabkan infeksi
Staphylococcus aureus, dalam hal ini sering
ulseratif, atau Staphylococcus epidermidis atau
Staphylococci, Seborheic blepharitis
(nonulcerative) biasanya berhubungan dengan
adanya Pityrosporum ovale, walaupun organisme
ini belum terbukti penyebab.[4,6]

Blefaritis posterior adalah peradangan sekunder


pada kelopak mata karena disfungsi kelenjar
meibom. Terjadi bilateral dan kronis. Blefaritis
anterior dan posterior dapat jalan berdampingan.
Dermatitis seboroik umumnya terkait dengan
disfungsi kelenjar meibom. Kolonisasi atau infeksi
dengan strain stafilokokus sering dikaitkan dengan
penyakit kelenjar meibom dan dapat mewakili salah
satu alas an untuk gangguan fungsi kelenjar
meibom. Lipase bakteri dapat menyebabkan
peradangan pada kelenjar meibom dan konjungtiva
dan gangguan dari film air mata.[4,6]

16
2.3.1.5. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi yang tepat dari blefaritis belum


diketahui secara pasti. Penyebabnya kemungkinan
besar bersifat multifaktorial. Faktor penyebab
termasuk kombinasi infeksi bakteri kronis tingkat
rendah pada permukaan mata, kondisi peradangan
kulit seperti atopi dan seborrhea, dan infestasi
parasit dengan tungau Demodex.[5]

2.3.1.6. DIAGNOSIS

Pasien dengan blefaritis biasanya


menggambarkan rasa gatal, rasa terbakar, dan
kelopak mata terasa keras (krusta). Selain itu,
pasien mungkin mengeluhkan penglihatan kabur
dan sensasi benda asing. Secara umum, gejalanya
cenderung lebih buruk di pagi hari dengan
pengerasan pada kulit (krusta) yang paling
menonjol saat bangun tidur. Gejalanya cenderung
mempengaruhi kedua mata dan bersifat intermiten.
[4,5,6]

17
Kiri Blefaritis Anterior Kronik – Kanan Blefaritis Posterior
Kronik

Pemeriksaan fisik paling baik dilakukan dengan


menggunakan slit lamp. Pada blefaritis anterior,
pemeriksaan slit lamp menunjukkan eritema dan
edema pada batas kelopak mata. Telangiectasia
mungkin ada di bagian luar kelopak mata. Scaling
dapat dilihat di dasar bulu mata yang membentuk
"kerah." Selain itu, kehilangan bulu mata
(madarosis), depigmentasi bulu mata (poliosis),
dan trichiasis juga dapat ditemukan. Pada blefaritis
posterior, kelenjar meibom berdilatasi, terobstruksi,
dan tertutup dengan minyak. Sekresi dari kelenjar
ini mungkin tampak tebal, dan ditemukan jaringan
parut pada kelopak mata di daerah sekitar kelenjar.
Pada semua jenis blefaritis, lapisan air mata
mungkin menunjukkan tanda-tanda evaporasi yang

18
cepat yang dapat dievaluasi dengan mengukur tear
break-up time. Pemeriksaan slit lamp dilakukan,
dan pewarna fluorescein ditempatkan di mata.
Pasien diminta untuk berkedip penuh kemudian
membuka mata selama 10 detik. Tear film
dievaluasi apakah ada kerusakan atau dry spots di
bawah cahaya biru kobalt. Ada kesepakatan umum
bahwa tear break-up time kurang dari 10 detik
dianggap tidak normal.[4,5,6]

2.3.1.7. EVALUASI KLINIS

Blefaritis merupakan suatu diagnosis klinis.


Tidak diperlukan pengujian diagnostik khusus di
luar anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
diperlukan. Individu yang gagal dalam pengobatan
blefaritis kronis harus menjalani biopsi kelopak
mata untuk menyingkirkan karsinoma terutama
dalam kasus kehilangan bulu mata. [5]

2.3.1.8. PENATALAKSANAAN

Kebersihan kelopak mata tetap menjadi


perawatan utama dan efektif dalam mengobati
sebagian besar kasus blefaritis. Kompres basah
hangat diterapkan pada mata selama 5 hingga 10
menit untuk melembutkan sisa-sisa kelopak mata,
minyak, dan juga untuk melebarkan kelenjar
meibom. Segera setelah itu, tepi kelopak mata
harus dicuci dengan lembut menggunakan kapas
yang dibasahi dengan sampo bayi yang diencerkan
untuk menghilangkan kerak dan kotoran. Berhati-
hatilah agar tidak menggunakan terlalu banyak
sabun karena dapat menyebabkan dry eyes.

19
Penderita blefaritis posterior, sebaiknya diberi
pijatan lembut pada tepi kelopak mata untuk
mengeluarkan minyak dari kelenjar meibom.
Aplikator kapas maupun jari dapat digunakan untuk
memijat tepi kelopak mata dengan pola melingkar.
Selama eksaserbasi simtomatik bledfaritis,
kebersihan kelopak mata perlu diperhatikan dua
hingga empat kali sehari. Pada pasien dengan
blefaritis kronis, kebersihan kelopak mata harus
dilakukan setiap hari seumur hidup, atau gejala
iritasi akan muncul kembali. Selain itu, riasan mata
perlu dibatasi dan semua faktor resiko dihilangkan.
[4, 6,7]

Antibiotik topikal sebaiknya digunakan pada


semua kasus blefaritis akut dan kasus blefaritis
anterior yang berguna untuk meredakan gejala dan
membasmi bakteri dari tepi kelopak mata. Krim
antibiotik topikal seperti bacitracin atau eritromisin
dapat dioleskan ke tepi kelopak mata selama 2
hingga 8 minggu. Tetrasiklin oral dan antibiotik
makrolida dapat digunakan untuk mengobati
blefaritis posterior yang tidak responsif terhadap
kebersihan kelopak mata atau yang berhubungan
dengan rosacea. Antibiotik oral ini digunakan
karena sifat anti-inflamasi dan regulasi lipidnya. [4, 6,7]

Steroid topikal jangka pendek bermanfaat bagi


pasien dengan peradangan mata. Uji coba terbaru
menunjukkan bahwa antibiotik dan kortikosteroid
dapat menghasilkan perbaikan gejala yang
signifikan sehingga sering diresepkan sebagai
pengobatan topikal kombinasi pada pasien yang

20
gagal dalam perawatan kebersihan kelopak mata. [4,
6,7]

Pada pasien yang dicurigai memiliki serangan


Demodex yang signifikan, tea tree oil eyelid dan
shampoo scrubs telah terbukti bermanfaat bila
digunakan minimal selama 6 minggu. [5,7]

Terapi baru terkini telah tersedia untuk


pengobatan blefaritis. Terapi pulsasi termal
(perangkat LipiFlow) menerapkan panas ke
permukaan anterior dan posterior. Pulsasi dengan
lembut menghilangkan kotoran dan kerak dari
kelenjar meibom. MiBoFlo adalah suatu terapi
termal yang diaplikasikan di bagian luar kelopak
mata. BlephEx adalah suatu “burr” ringan yang
berotasi digunakan untuk menghilangkan kotoran
dari lubang kelenjar meibom. Hal tersebut
memungkinkan aliran minyak yang lebih baik dan
meningkatkan respons terhadap terapi panas.
Maskin probe adalah probe baja tahan karat yang
diaplikasikan pada lubang kelenjar meibom yang
telah dianestesi. Arus listrik ringan dialirkan ke
kelenjar untuk memfasilitasi sekresi minyak.
Sementara beberapa uji coba kecil telah
memberikan hasil yang menjanjikan, namun uji
klinis lebih lanjut diperlukan untuk menetapkan
keberhasilan perawatan tersebut.[5,7]

2.3.1.9. KOMPLIKASI

Walaupun jarang mengancam penglihatan,


blefaritis dapat menyebabkan jaringan parut pada
kelopak mata, robekan, pembentukan hordeolum

21
dan chalazion, dan konjungtivitis kronis.
Perkembangan sehingga terjadi keratitis dan ulkus
kornea dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan.[5,7]

Blefaritis adalah kondisi kronis yang ditandai


dengan eksaserbasi dan remisi. Walaupun
gejalanya bisa membaik, pengobatannya masih
jarang.[5]

2.3.1.10. PROGNOSIS

Blefaritis ditandai dengan peradangan pada tepi


kelopak mata, yang dapat bersifat akut atau kronis.
Perawatan utama blepharitis adalah kebersihan
kelopak mata yang baik dan menghilangkan
pemicu yang memperburuk gejala. Antibiotik topikal
dapat diberikan sesuai indikasi jika diperlukan.
Pasien yang refrakter terhadap tindakan ini
memerlukan rujukan ke dokter mata. Tujuan
pengobatan adalah untuk meringankan gejala.
Karena kebanyakan blepharitis kronis, pasien perlu
menjaga kebersihan dengan baik untuk mencegah
kekambuhan. Meskipun tidak ada obat yang pasti,
prognosis untuk blepharitis bagus. Blepharitis
adalah kondisi yang lebih bergejala daripada
ancaman kesehatan yang sebenarnya. Sebagian
besar pasien merespons pengobatan tetapi
kondisinya ditandai dengan eksaserbasi dan remisi.
[4,5]

22
2.3.2. HORDEOLUM

Hordeolum adalah infeksi pada kelenjar kelopak mata.


Infeksi pada kelenjar Meibom disebut hordeolum internal.
Hordeolum eksternal adalah infeksi kelenjar Zeis atau Moll.
Gejala utama adalah nyeri, kemerahan, dan pembengkakan.
Hordeolum internal dapat mengarah ke kulit atau ke
permukaan konjungtiva. Hordeolum eksternal selalu
mengarah ke kulit.[4,6]

HORDEOLUM

2.3.2.1. DEFINISI

Hordeolum merupakan suatu masalah umum


yang melibatkan mata yang terlihat baik dalam
penanganan primer maupun darurat. Hordeolum
didefinisikan sebagai suatu proses infeksi akut
dengan sensasi nyeri pada kelopak mata atas
maupun bawah. Secara klasik, hordeolum muncul
sebagai pustula kecil di sepanjang tepi kelopak
mata dan dapat dibedakan dari chalazion yang
cenderung melibatkan lebih sedikit respons
inflamasi dan mengikuti perjalanan yang lebih
kronis.[8]

23
2.3.2.2. ETIOLOGI

Infeksi bakteri akut pada batas kelopak mata,


90% hingga 95% kasus hordeolum disebabkan
oleh Staphylococcus aureus dengan
Staphylococcus epidermidis menjadi penyebab
paling umum kedua. Hordeolum eksternal
merupakan pembentukan abses lokal dari folikel
bulu mata sedangkan hordeolum internal adalah
infeksi bakteri akut pada kelenjar meibomian
kelopak mata.[4,6,8]

2.3.2.3. EPIDEMIOLOGI

Meskipun hordeola sangat umum, kejadian


pastinya tidak diketahui. Setiap kelompok umur dan
dearah demografi terpengaruh meskipun ada
sedikit peningkatan insiden pada pasien usia 30
sampai 50 tahun.

Tidak ada perbedaan yang diketahui dalam


prevalensi di antara populasi di seluruh dunia.
Pasien dengan kondisi kronis seperti dermatitis
seboroik, diabetes, dan serum lipid yang tinggi juga
memiliki risiko tinggi.[8]

2.3.2.4. KLASIFIKASI

Hordeolum dibagi menjadi dua jenis berdasarkan


lokasi infeksi, yaitu:[4,6]

 Hordeolum Internum
 Hordeolum Ekxternum

Hordeolum internum merupakan suatu


peradangan supuratif kelenjar kelopak mata akibat

24
infeksi pada kelenjar meibom. Sedangkan,
hordeolum eksternum merupakan suatu
peradangan supuratif kelenjar kelopak mata akibat
infeksi pada kelenjar zeis atau mol.[4,6]

2.3.2.5. PATOFISIOLOGI

Tiga kelenjar berbeda di dalam kelopak mata


terlibat dalam patogenesis hordeolum saat
terinfeksi oleh S. aureus. Infeksi kelenjar Zeis dan
Moll (kelenjar siliaris) menyebabkan nyeri dan
pembengkakan di dasar bulu mata dengan
pembentukan abses terlokalisasi. Diistilahkan
hordeolum eksternal memiliki tampilan khas dari
bintitan dengan pustula terlokalisasi di tepi kelopak
mata. Kelenjar meibom adalah kelenjar sebaceous
yang dimodifikasi yang ditemukan di lempeng tarsal
kelopak mata. Kelenjar tersebut menghasilkan
lapisan berminyak di permukaan mata yang
membantu menjaga lubrikasi mata. Ketika kelenjar
meibom terinfeksi akut, menjadikannya hordeolum
internal. Karena posisinya yang lebih dalam di
dalam kelopak mata, hordeola internal memiliki
penampakan yang kurang jelas dibandingkan
hordeolum eksternal. [8]

Infeksi terjadi karena penebalan, pengeringan,


atau stasis sekresi kelenjar Zeis, Moll, atau
Meibomian. Kelenjar Zeis dan Moll adalah kelenjar
siliaris mata. Kelenjar Zeis mengeluarkan sebum
dengan sifat antiseptik yang dapat mencegah
pertumbuhan bakteri. Kelenjar Moll menghasilkan
imunoglobulin A, musin, dan lisosom yang penting
dalam pertahanan kekebalan terhadap bakteri di

25
mata. Ketika kelenjar ini tersumbat menyebabkan
pertahanan mata terganggu. Stasis dapat
menyebabkan infeksi bakteri dengan
Staphylococcus aureus sebagai patogen yang
paling umum. Setelah respon inflamasi lokal terjadi
dengan infiltrasi oleh leukosit, kantong bernanah
atau abses berkembang.

2.3.2.6. DIAGNOSIS

Biasanya, pasien mengeluhkan sensasi terbakar


yang terbatas, tender swelling pada satu kelopak
mata yang dapat terjadi pada kelopak mata atas
maupun bawah. Dalam beberapa kasus, keluhan
mungkin dimulai sebagai edema umum dan
eritema kelopak mata yang kemudian menjadi
terlokalisasi. Pasien akan sering memiliki riwayat
luka serupa sebelumnya pada kelopak mata. Pada
hordeolum eksternal didapatkan sensasi nyeri,
edema, dan pembengkakan terlokalisasi pada area
yang berbeda dari kelopak mata dengan nyeri
tekan terhadap palpasi. Bintit umumnya muncul
sebagai pustula dengan eritema ringan pada tepi
kelopak mata yang mungkin disertai dengan
adanya eksudat pustular.[4,6,8]

External Hordeolum [8]

26
Pasien dengan hordeolum internal hadir dengan
nyeri tekan yang lebih menyebar dan eritema pada
kelopak mata karena kelenjar meibomian yang
relatif lebih besar. Diagnosis dapat dibuat dengan
eversi kelopak untuk melihat pustula kecil dari
permukaan konjungtiva. Pada pemeriksaan fisik
mungkin tampak sangat mirip dengan hordeolum
eksternal dalam kasus ketika kelenjar terinfeksi
tetapi tanpa obstruksi. Perawatan untuk hordeolum
internal dan eksternal pada umunya serupa, jadi
diferensiasi keduanya tidak penting secara klinis.
[4,6,8]

2.3.2.7. EVALUASI KLINIS

Diagnosis hordeolum dan chalazion hanya


memerlukan riwayat dan pemeriksaan fisik. Tidak
ada tes diagnostik yang diperlukan atau berguna
dalam diagnosis kedua infeksi tersebut. Kolonisasi
dengan bakteri non-invasif adalah hal yang umum,
dan kultur bakteri yang keluar dari area tersebut
biasanya tidak berkorelasi dengan perbaikan klinis
maupun dalam pengobatan. Presentasi klinis
chalazion akut dan hordeolum internal mungkin
sulit untuk dibedakan, tetapi memiliki
penatalaksanaan yang sama. [4,6,8]

2.3.2.8. PENATALAKSANAAN

Hordeolum biasanya merupakan kondisi yang


dapat sembuh sendiri dengan resolusi yang terjadi
secara spontan dalam waktu seminggu.
Penanganan hordeola internal dan eksternal
diperlakukan sama. Untuk mempercepat pemulihan

27
dan mencegah penyebaran infeksi, kompres
hangat dan salep oftalmik eritromisin yang
dioleskan dua kali sehari biasanya merupakan
pengobatan yang adekuat.[8,9]

Antibiotik atau sulfa (suatu antibiotik yang


mengandung sulfonamida seperti: sulfanilamide,
sulfoxazole, dan sulfamylon) diberikan lokal dan
sistemik. Untuk mempercepat supurasi dapat
diberikan kompres hangat selama 20 menit 3 – 4
kali sehari, kemudian diberikan salep mata
antibiotik setiap 3 jam. Jika sudah terbentuk abses,
dilakukan insisi dengan memakai pisau yang tajam,
setelah diberikan anestesi lokal sebelumnya. Pada
hordeolum internum, dilakukan insisi vertikal
terhadap margo palpebral, agar jangan memotong
kelenjar meibom yang lain, sedang pada
hordeolum eksternum, insisi horizontal sesuai
dengan lipatan kulit, supaya kosmetik tetap baik. [4]

Terdapat sedikit bukti yang menunjukkan


manfaat dari penggunaan antibiotik topikal tetapi
penggunaan salep eritromisin selama 7 sampai 10
hari merupakan penetalaksanaan yang
direkomendasikan. Kompres hangat harus
diterapkan selama 15 menit setidaknya empat kali
sehari. Pijat lembut pada nodul juga disarankan
untuk membantu ekspresi material yang
terobstruksi. Antibiotik oral jarang diindikasikan
kecuali jika terdapat eritema di sekitarnya yang
signifikan dan kekhawatiran terjadinya selulitis
periorbital. Untuk hordeola yang sangat besar di
mana insisi dan drainase dipertimbangkan perlu

28
untuk dirujuk ke dokter mata. Evaluasi ulang dalam
2 sampai 3 hari merupakan suatu tidakan yang
tepat untuk menilai respon terhadap pengobatan.
[4,6,8,9]

Jika proses tidak membaik dalam waktu 48 jam


atau jika sudah terbentuk abses, dilakukan insisi
dan drainase pus. Dibuat insisi vertical pada
permukaan konjungtiva untuk menghindari
memotong kelenjar meibom. Daerah insisi tidak
boleh ditekan untuk mengeluarkan sisa pus.[4,6]

Pada hordeolum internum, dilakukan insisi


vertikal terhadap margo palpebral, agar jangan
memotong kelenjar meibom yang lain, sedang
pada hordeolum eksternum, insisi horizontal sesuai
dengan lipatan kulit, supaya kosmetik tetap baik.
Salep antibiotik diberikan pada kantung konjungtiva
setiap 3 jam.[4,6]

2.3.2.9. KOMPLIKASI

Meskipun jarang terjadi, hordeolum yang tidak


diobati dapat berkembang menjadi selulitis
terlokalisasi pada kelopak mata dan kulit di
sekitarnya. Selulitis periorbital maupun selulitis
orbital, dapat terjadi jika perkembangan infeksi
dibiarkan terjadi. Setiap eritema dan edema yang
memburuk di luar pustula lokal harus dipantau
secara ketat untuk selulitis, yang mungkin
memerlukan antibiotik sistemik. Untuk infeksi yang
tidak terlokalisasi dengan baik, tes darah termasuk
complete blood count (CBC) dengan diferensial

29
dan kultur darah mungkin diperlukan, selain CT
scan orbital jika selulitis orbital dimungkinkan. [4,8]

Blefaritis adalah kondisi terkait yang melibatkan


peradangan pada tepi kelopak mata yang ditandai
dengan eritematosa, kelopak mata gatal, injeksi
konjungtiva, krusta pada kelopak mata, dan
terkadang pengelupasan kulit kelopak mata.
Berbeda dengan hordeolum dan chalazion,
blepharitis tidak memiliki nodul terpisah di dalam
kelopak mata. Penanganan berupa kompres
hangat, pembasuhan lembut pada kelopak mata
dengan air hangat atau sampo bayi yang
diencerkan, dan jika upaya ini tidak berhasil, dapat
diberikan antibiotik topikal seperti eritromisin.[8]

2.3.2.10. PROGNOSIS

Kasus hordeolum dapat ditangani secara


konservatif, tetapi jika ada keraguan mengenai
diagnosisnya, pasien harus dirujuk ke dokter mata.
Hordeolum merespons dengan cepat kompres
hangat dan salep eritromisin. Namun, pasien perlu
dievaluasi kembali dalam waktu 48 hingga 72 jam
untuk memastikan efektifitas penanganan.
Prognosis pada kasus horedeolum pada umumnya
adalah baik.[6,8,9]

2.3.3. KALAZION

Merupakan radang lipogranulomatosa kronik yang


idiopatik pada kelenjar meibom. Kondisi ini biasanya akan
sembuh secara bertahap dalam beberapa minggu tanpa
pengobatan. Penyebab tidak diketahui, diduga karena

30
gangguan sekresi yang menyebabkan sumbatan. Faktor
tambahan pada kelainan ini antara lain sumbatan mekanis
(akibat pembedahan), infeksi bakteri yang ringan, dan
blefaritis.[4,6,10]

KALAZION

2.3.3.1. DEFINISI

Kalazion merupakan suatu lipogranuloma kronis.


Kalazion biasanya perlahan membesar dan keras.
Deep chalazion disebabkan oleh peradangan pada
kelenjar meibomian tarsal. Kalazion superfisial
disebabkan oleh peradangan pada kelenjar Zeis.
Chalazia biasanya jinak dan sembuh sendiri,
meskipun dapat menyebabkan komplikasi kronis.
Chalazia berulang perlu dievaluasi untuk
keganasan.[4,6,10]

2.3.3.2. ETIOLOGI

Chalazion adalah peradangan kelopak mata akut


atau kronis akibat penyumbatan kelenjar minyak
(meibomian atau Zeis) di lempeng tarsal dan reaksi
benda asing terhadap sebum. Proses yang
menghalangi drainase normal kelenjar sebaceous,
seperti hordeolum, acne rosacea, dan blepharitis,

31
dapat berkontribusi terhadap munculnya chalazia.
[4,6,8]

Chalazia disebabkan oleh peradangan dan


penyumbatan kelenjar sebaceous pada kelopak
mata. Meskipun infeksi dapat menyebabkan
peradangan atau penyumbatan yang mengarah ke
kalazion, lesi itu sendiri merupakan lesi inflamasi. [10]

2.3.3.3. EPIDEMIOLOGI

Kalazion merupaka suatu kondisi yang umum,


meskipun insidennya di seluruh dunia tidak
didokumentasikan secara pasti. Keadaan ini
mempengaruhi pria maupun wanita, namu jumlah
pastinya tidak tersedia secara akurat. Chalazia
lebih sering terjadi pada usia dewasa (usia 30-50).
[10]

2.3.3.4. PATOFISIOLOGI

Chalazia adalah lesi inflamasi yang terbentuk


ketika produk pemecahan lipid bocor ke jaringan
sekitarnya dan memicu respons inflamasi
granulomatosa, karena itu kalazion juga disebut
granuloma konjungtiva. Kelenjar meibom terdapat
pada lempeng tarsal kelopak mata; Oleh karena itu,
edema akibat penyumbatan kelenjar ini biasanya
terdapat di bagian konjungtiva kelopak mata.
Kadang-kadang, kalazion bisa membesar dan
menembus lempeng tarsal ke bagian luar kelopak.
Chalazia karena penyumbatan kelenjar Zeis
biasanya terletak di sepanjang tepi kelopak mata.
[4,6,10]

32
2.3.3.5. DIAGNOSIS

Kalazion biasanya muncul sebagai


pembengkakan tanpa rasa sakit pada kelopak mata
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
sebelum pasien mencari perawatan medis.
Seringkali kalazion menyebabkan gangguan
penglihatan atau ketidaknyamanan atau menjadi
meradang, nyeri, atau terinfeksi. Seringkali, pasien
akan memiliki riwayat lesi serupa sebelumnya,
karena chalazia cenderung kambuh pada individu
yang memiliki predisposisi.[4,6,10]

KALAZION

Karena kalazion sebagian besar merupakan


diagnosis klinis, keluhan utama perlu dievaluasi
secara menyeluruh untuk menyingkirkan
kemungkinan diagnosis lainnya, yang memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut. Anamnesis tipikal harus
mencakup karakteristik lesi, kecepatan onset,
progresi lesi, faktor yang memberatkan maupun
meringankan, gejala terkait, dan riwayat lesi
serupa. Lesi yang kambuh di lokasi tertentu

33
membutuhkan pemeriksaan untuk menyingkirkan
karsinoma. Riwayat perjalanan juga penting untuk
didapatkan, terutama kunjungan pasien ke daerah
endemik tuberkulosis dan leishmaniasis. Laporan
kasus telah mengidentifikasi keadaan tersebut
sebagai etiologi keliru yang dicurigai sebagai
kalazion.

Riwayat lebih lanjut perlu dievaluasi untuk


perubahan visual, infeksi sekarang, pengunaan
antibiotik yang sedang dikomsumsi, infeksi kulit,
trauma pada kelopak mata, paparan toksik, status
immunocompromised, riwayat kanker atau riwayat
paparan tuberkulosis. Gejala yang mengarah ke
diagnosis selain kalazion termasuk perubahan
visual akut atau nyeri mata yang berulang di lokasi
yang sama, demam, keterbatasan gerakan
ekstraokuler, dan pembengkakan wajah yang
menyebar.[10]

Temuan fisik yang konsisten dengan kalazion


meliputi nodul palpable, biasanya tidak disertai
nyeri tekan (meskipun pada inflamasi akut mungkin
didapati nyeri tekan yang terkait), nodul non-
eritematosa yang tidak berfluktuasi pada kelopak
mata. Kalazion diharapkan berukuran kurang dari 1
cm. Keadaan tersebut lebih sering muncul pada
kelopak mata atas sebagai lesi tunggal, meskipun
lesi multipel mungkin terjadi. Chalazia cenderung
berada lebih dalam pada kelopak daripada
hordeolum. Hordeolum pada umumnya tender,
superfisial, dan berpusat pada bulu mata. Kelopak
mata perlu dieversi sebagai bagian dari

34
pemeriksaan untuk mengevaluasi kalazion internal.
Ketajaman visual juga perlu dinilai. Jika terasa
nyeri pada bola mata, pewarnaan fluorescein dapat
mengevaluasi abrasi kornea yang terkait. [4,6,10]

2.3.3.6. EVALUASI KLINIS

Diagnosis kalazion biasanya bersifat klinis. Jika


riwayat dan pemeriksaan yang dilakukan konsisten,
tidak diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Jika ada
pertanyaan mengenai diagnosis alternatif,
pemeriksaan biopsi dapat dipertimbangkan.[10]

2.3.3.7. PENATALAKSANAAN

Manajemen konservatif merupakan strategi awal


untuk chalazia. Kompres hangat perlu diaplikasikan
pada kelopak mata selama 15 menit 2 sampai 4
kali sehari. Pijat kelopak dan penggunakan sampo
bayi pada kelopak mata juga merupakan langkah
yang efektif. Kebanyakan chalazia sembuh dalam
waktu satu bulan dengan tindakan konservatif ini.
Jika gejala bertahan lebih dari satu bulan, perlu
direkomendasikan rujukan ke oftalmologi. [4,6.10,11]

Antibiotik tidak diperlukan secara rutin karena hal


tersebut merupakan suatu kondisi peradangan.
Namun, ada kalanya dicurigai etiologi infeksius.
Jika dicurigai terjadi infeksi, tetrasiklin adalah
antibiotik pilihan. Doxycycline 100 mg oral kali
sehari selama 10 hari atau minocycline 50 mg oral
setiap hari selama 10 hari akan menjadi terapi
pilihan. Pada pasien yang tidak dapat
menggunakan tetrasiklin, metronidazol adalah

35
alternatif yang dapat digunakan. Jika tidak ada
bukti infeksi, steroid intralesi dapat digunakan.
Injeksi 0.2 sampai 2 mL larutan triamcinolone 40
mg/mL merupakan pilihan terapi yang khas. Lesi
yang lebih besar mungkin memerlukan injeksi
ulang dalam 2 sampai 7 hari. Lesi persisten
membutuhkan intervensi bedah.[6,10]

Lesi yang lebih kecil dapat ditangani dengan


kuretase dan diseksi bedah. Lesi yang lebih besar
membutuhkan eksisi yang lebih luas. Pada chalazia
berulang perlu dilakukan biopsi untuk
menyingkirkan karsinoma sel sebaceous.[4,10]

Bila ukuran besar dan menimbukan gangguan


dapat di eksisi dan kuretase untuk mengeluarkan
isi kelenjar meibom. Dengan cara desinfeksi dari
palpebra dan sekitarnya dengan asam pikrin 2%.
Anestesi lokal dengan novokain 2% atau prokain
2% pada subkutan kemudian intramuskuler. Jika
sudah tidak terasa nyeri, pasangkan klem palpebral
atau forceps kalazion dengan bagian cincinnya
pada konjungtiva palpebral dan bagian masifnya
diluar, lalu disekrup. Palpebral kemudian dibalik
dan kalazionnya dipotong vertikal terhadap margo
palpebral dengan pisau skapel melalui konjungtiva,
tarsus dan dinding kista. Isinya dikeluarkan,
dindingnya dikuret. Kemudian diberi sallep mata
antibiotika atau sulfa dan matanya diperban. [4]

2.3.3.8. KOMPLIKASI

Chalazia yang tidak diobati dapat menjadi


predisposisi selulitis preseptal, yang dapat

36
menyebabkan kerusakan kelopak mata seiring
progresi lesi. Chalazia sentral yang besar dapat
menyebabkan gangguan penglihatan karena efek
kontak langsung terhadap kornea. Kalazion
kelopak mata atas meningkatkan astigmatisme dan
kelainan kornea, terutama pada kornea perifer.
Risiko ini meningkat secara signifikan dengan
kalazion yang berukuran lebih dari 5 mm. Oleh
karena itu, eksisi lesi perlu dipertimbangkan.[10,11]

Ada laporan kasus migrasi lesi dengan


manajemen konservatif. Jika hal tersebut terjadi,
segera lakukan rujukan ke oftalmologi untuk
penatalaksanaan bedah. Terdapat potensi lesi
sentral yang lebih besar untuk menyebabkan
komplikasi, sehingga rujukan lebih dini untuk
manajemen bedah harus dipertimbangkan pada
kasus tersebut.[10]

2.3.3.9. PROGNOSIS

Prognosis sangat baik untuk pasien dengan


chalazia. Seringkali ada resolusi dengan
penanganan konservatif. Chalazia merupakan
proses inflamasi, bukan proses infeksi. Antibiotik
hanya diindikasikan jika ada bukti proses infeksi
yang terkait. Mayoritas kasus chalazia merespon
dengan sangat baik terhadap manajemen
konservatif. Rujukan ke ophthalmologi perlu
dipertimbangkan untuk chalazia berulang atau
refrakter.[10,11]

Meskipun sebagian besar lesi ini dapat ditangani


secara konservatif, penting untuk merujuk pasien

37
ke dokter mata jika lesi tersebut kambuh, terinfeksi
atau menyebabkan masalah penglihatan.
Prognosis untuk kalazion sangat baik. Sebagian
besar sembuh dengan pengobatan konservatif. [10,11]

38
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Palpebra adalah termasuk komponen eksternal mata yang berupa


lipatan jaringan yang mudah bergerak dan berperan melindungi bola
mata dari depan. Kulit palpebra sangat tipis sehingga mudah
membengkak pada keadaan-keadaan tertentu, misalnya saat terjadi
infeksi atau sumbatan pada kelenjar yang terletak pada kelopak
mata.

Kelenjar kelopak mata dapat mengalami inflamasi dan


membengkak, karena adanya infeksi maupun sumbatan kelenjar.
Kelainan yang didapat pada kelopak mata bermacam-macam, mulai
dari yang jinak sampai keganasan, proses inflamasi, infeksi mau
pun masalah struktur anatomis. Kebanyakan dari kelainan kelopak
mata tidak mengancam jiwa atau pun mengancam penglihatan jika
segera ditangani secara efektif.

Beberapa penyakit mata yang diakibatkan oleh peradangan atau


infeksi pada kelopak mata, antara lain:

 Blefaritis; merupakan peradangan menahun dari margo


palpebral dengan kemerahan, edema dan disertai
pembentukan skuama dan krusta.
 Hordeolum; merupakan infeksi akut dari kelenjar palpebral
disebabkan oleh stafilokokus atau streptokokus. Bila
mengenai kelenjar meibom, disebut hordeolum internum,
sedangkan jika mengenai kelenjar zeis atau moll disebut
hordeolum eksternum.

39
 Chalazion; merupakan peradangan kronis steril idiopatik
granulomatous dari kelenjar meibom, biasanya ditandai
dengan pembengkakan lokal, tidak nyeri yang berlangung
selama beberapa minggu.

Kebersihan kelopak mata tetap menjadi perawatan utama dan


efektif dalam mengobati sebagian besar kasus. Meminimalisir
proses infeksi merupakan langkah yang dapat dilakukan dengan
cara menjaga kebesihan kelopak mata.

Meskipun sebagian besar lesi ini dapat ditangani secara


konservatif, penting untuk merujuk pasien ke dokter mata jika lesi
tersebut kambuh, terinfeksi atau menyebabkan masalah
penglihatan. Penggunaan antibiotik hanya diindikasikan jika ada
bukti proses infeksi yang terkait. Tidak dianjurkan penggunaan
antibiotik jika tidak didapatkan bukti proses infeksi pada lesi.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Orbital Anatomy. Dalam: Cantor
LB, Rapuano CJ, Cioffi GA, editor. Orbit, Eyelids, and Lacrimal
System. San Fransisco: American Academy Ophtalmology; 2016.
2. Ansari MW, Nadeem A. Anatomy Of The Eyelids. Dalam: Ansari MW,
Nadeem A, editor. Atlas of Ocular Anatomy. Switzerland: Springer;
2016.
3. Riordan-Eva P. Anatomy And Embryology Of The Eye. Dalam:
Riordan-Eva P, Whitcher JP, editor. Vaughan and Asbury’s General
Ophthalmology. Edisi ke-18. New York: McGrawHill. 2011.
4. Budiono, Sjamsu. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya:
Airlangga University Press (AUP); 2013.
5. Eberhardt M, Rammohan G. Blepharitis. StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 [diperbaharui tanggal 17 Juli
2020; dikutip tanggal 28 Oktober 2020]. Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459305/?report=reader
6. Wijana, Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal. 1993.
7. Pflugfelder S, Karpecki P, Perez V. Treatment of Blepharitis: Recent
Clinical Trials. The Ocular Surface. 2014; 12(4). doi:
10.1016/j.jtos.2014.05.005.
8. Bragg KJ, Le PH, Le JK. Hordeolum. StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 [diperbaharui tanggal 8
Agustus 2020; dikutip tanggal 28 Oktober 2020]. Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441985/
9. Lindsley K, Nichols JJ, Dickersin K. Non-Surgical Interventions For
Acute Internal Hordeolum. Cochrane Database of Systematic Reviews.
2017; 1(-). doi: 10.1002/14651858.CD007742.pub4.
10. Jordan GA, Beier K. Chalazion. StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2020 [diperbaharui tanggal 8 Agustus

41
2020; dikutip tanggal 28 Oktober 2020]. Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499889/
11. Wu AY, Gervasio KA, Gergoudis KN, Wei C, Oestreicher JH, Harvey
JT. Conservative Therapy For Chalazia: Is It Really Effective?. Acta
Ophthalmol. 2018; 96(4). doi: 10.1111/aos.13675.

42

Anda mungkin juga menyukai