Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

HORDEOLUM

Oleh :

I Putu Eka Kusuma Yasa 1702612014

Alif Rochmah Izzatul Azka 1902611014

Michelle Anne Anthonysamy 1702612161

Pembimbing:

dr. IGA. Ratna Suryaningrum, M.Biomed, Sp.M

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI DEPARTEMEN/KSM ILMU KESEHATAN MATA RSUP SANGLAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “Hordeolum” ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/
RSUP Sanglah Denpasar.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh
bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat :
1. dr. I Made Agus Kusumadjaja, Sp.M (K) selaku Kepala Departemen/ SMF
Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar
2. Dr. dr. A.A. Mas Putrawati T, Sp.M (K) selaku Koordinator Program Studi
Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar
3. dr. I. G. A. Made Juliari, Sp.M (K) selaku Koordinator Pendidikan Bagian/
SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar,
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan
memberi manfaat bagi masyarakat.

Denpasar, 26 Juni 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Mata sebagai salah satu alat indera merupakan hal yang sangat penting
untuk manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kesehatan mata sangat
penting untuk dijaga karena kesehatan mata dapat sangat mempengaruhi aktivitas
dan produktivitas seorang individu. Salah satu bagian dari mata yang tidak boleh
dilupakan adalah kelopak mata (palpebra). Kelopak mata berperan penting dalam
memberikan proteksi fisik untuk mata yang melindungi bola mata dari trauma.
Selain itu, kelopak mata juga berperan dalam mempertahankan film air mata serta
drainase air mata sehingga mencegah kekeringan bola mata. Adanya gangguan pada
kelopak mata dapat mempengaruhi komponen mata lainnya berhubungan dengan
fungsinya sebagai pelindung secara fisik dari mata.
Hordeolum merupakan infeksi pada satu atau lebih kelenjar sebasea
(meibomian atau zeisian) kelopak mata. Hordeolum biasanya disebabkan oleh
bakteri Staphyloccocus.1 Beberapa gejala yang ditimbulkan oleh hordeolum adalah
bengkak, kemerahan, nyeri dan terkadang disertai dengan nanah. Keluhan-keluhan
tersebut membuat pasien tidak nyaman dan kemudian mengunjungi praktek
kesehatan.
Diagnosis hordeolum ditegakkan secara klinis. Hordeolum dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu hordeolum eksternal yaitu lesinya berupa
kemerahan yang terlokalisir dan bengkak dekat dengan batas kelopak mata dan
hordeolum internal, yaitu pembengkakan pada bagian tarsal dan terasa lebih nyeri
dibandingkan dengan hordeoloum eksternal.
Penanganan hordeolum dapat dengan memberi kompres hangat saja. Pada
kasus yang lebih serius maka dapat juga diberikan antibiotika atau dilakukan
tindakan insisi apabila sudah terdapat pus. Pemberian antibiotika pada
penatalaksanaan hordeolum yaitu antibiotika topikal untuk bakteri gram positif.
Hordeolum masih sering ditemukan pada masyarakat, terutama pada
fasilitas kesehatan di tingkat satu. Maka dari itu, dirasa perlu untuk melakukan
tinjauan pustaka dan pembahasan lebih lanjut mengenai penyakit hordeolum ini.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Palpebra


2.1.1 Lapisan Palpebra
Palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri dari kulit, otot, dan
jaringan fibrosa, yang berfungsi melindungi struktur-struktur bola mata
dari trauma dan kekeringan. Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan
utama. Lima bidang jaringan utama palpebra adalah sebagai berikut :2
a. Lapisan kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis,
longgar, dan elastis, dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak
subkutan.2
b. Musculus orbikularis okuli
Fungsi otot ini adalah untuk menutup palpebral dan dipersarafi oleh
nervus VII (facialis). Serat ototnya mengelilingi fissura palpebra
secara konsentris dan meluas sedikit melewati tepian orbita.
Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat
di dalam palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal; bagian diatas
septum orbitale adalah bagian praseptal. Segmen luar palpebra
disebut bagian orbita.2
c. Jaringan areolar
Terdapat di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan dengan
lapis sub aponeurotik dari kulit kepala.2
d. Tarsus
Tarsus terdiri atas jaringan penyokong kelopak mata dengan kelenjar
Meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 buah di kelopak bawah) di
dalamnya yang bermuara pada margo palpebra. Tarsus terdiri atas
tarsus superior dan tarsus inferior.2

2
e. Konjungtiva palpebra
Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa yang
disebut konjungtiva palpebral yang melekat erat pada tarsus.2

Gambar 1. Anatomi Palpebra

2.1.2 Tepi palpebra


Panjang tepian palpebra adalah 25-30 mm dan lebarnya 2 mm.
Tepian ini dipisahkan oleh garis kelabu (batas mukokutan) menjadi
tepian anterior dan posterior.3
a. Tepian anterior
Tepi anterior terdiri dari bulu mata, glandula Zeiss dan Moll. Glandula
Zeiss merupakan modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara
dalam folikel rambut pada dasar bulu mata. Glandula Moll adalah
modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu baris dekat
bulu mata.3
b. Tepian posterior
Tepian posterior kontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian ini
terdapat muara-muara kecil dari kelenjar sebasea yang telah
dimodifikasi (glandula Meibom).2

3
c. Punktum lakrimalis
Pada ujung medial dari tepian posterior palpebral terdapat punktum
lakrimalis. Punktum ini berfungsi menghantarkan air mata ke bawah
melalui kanalikulus terkait ke sakus lakrimalis.2
2.1.3 Fisura palpebra
Fisura palpebra adalah ruang elips di antara kedua palpebra yang
terbuka. Fisura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus
lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepian lateral orbita dan membentuk sudut
tajam. Kantus medialis lebih elips dari kantus lateralis dan mengelilingi
lakus lakrimalis. Lakus lakrimalis terdiri atas dua buah struktur yaitu
karunkula lakrimalis yang berupa peninggian kekuningan dari modifikasi
kulit yang mengandung modifikasi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea
besar yang bermuara ke dalam folikel yang mengandung rambut-rambut
halus dan plica semilunaris.5
2.1.4 Septum orbitale
Septum orbitale merupakan fascia yang terletak di belakang
bagian muskularis orbikularis okuli yang terletak di antara tepian anterior
dan tarsus yang berfungsi sebagai sawar antara palpebra orbita. Septum
orbitale superior menyatu dengan tendo dari m. levator palpebra superior
dan tarsus superior; septum orbitale inferior menyatu dengan tarsus
inferior.5
2.1.5 Retraktor palpebra
Retraktor palpebra berfungsi membuka palpebra. Di palpebra
superior terdapat m. levator palpebra superior, yang berasal dari apeks
orbita dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis
dan bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari
muskulus Muller (m. tarsalis superior). Di palpebra inferior, retraktor
utama adalah muskulus rektus inferior, yang menjulurkan jaringan
fibrosa untuk membungkus muskulus obliquus inferior dan berinsersio
ke dalam batas bawah tarsus inferior dan orbikularis okuli. Otot polos

4
dari retraktor palpebra dipersarafi oleh nervus simpatis. Muskulus levator
dan muskulus rektus inferior dipasok oleh nervus III (okulomotoris).7
2.1.6 Pembuluh darah dan persarafan sensoris palpebra
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebra adalah a. palpebra.
Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal
nervus V (Trigeminus), sedang kelopak mata bawah oleh cabang kedua
nervus V (Trigeminus).4
2.1.7 Gerakan palpebra
Gerakan palpebral secara umum adalah membuka dan menutup
palpebral. Ketika menutup, yang berkontraksi adalah M. Orbikularis
Okuli yang dipersarafi nervus cranialis N.VII sedangkan M. Levator
Palpebra Superior akan berelaksasi. M. Rioland (M. Orbikularis Okuli
yang terletak di dekat tepi margo palpebra) menahan bagian belakang
palpebra terhadap dorongan bola mata, sehingga palpebra akan menutup.
Sedangkan saat membuka, M. Levator Palpebra Superior yang
dipersarafi N.III akan berkontraksi dan M. Muller akan mempertahankan
mata agar tetap terbuka.7
2.1.8 Kelenjar pada palpebra

Gambar 2. Anatomi Kelenjar Meibom

a. Kelenjar Sebasea
b. Kelenjar Moll atau Kelenjar Keringat
c. Kelenjar Zeis pada pangkal rambut, berhubungan dengan folikel
rambut dan juga menghasilkan sebum

5
d. Kelenjar Meibom (Kelenjar Tarsalis) terdapat di dalam tarsus.
Kelenjar ini menghasilkan sebum (minyak).7

Gambar 3. Palpebra Normal


3. Palpebra Normal
2.2 Definisi Hordeolum
Hordeolum merupakan suatu infeksi bakteri akut pada kelenjar sebasea
kelopak mata. Hordeolum terbagi menjadi dua yaitu pada kelopak mata
eksternal yang disebut sebagai hordeolum eksternum dan pada bagian tarsal
yang disebut hordeolum internum. Kondisi ini sering berlangsung satu sampai
dua minggu dan biasanya hilang dengan sendirinya.1,4

2.3 Etiologi Hordeolum


Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus yang menginfeksi folikel
rambut bulu mata. Hordeolum eksternal disebabkan oleh penyumbatan kelenjar
sebasea (Zeis) atau kelenjar keringat (Moll). Penyumbatan terjadi di garis bulu
mata dan muncul sebagai daerah penonjolan ke kulit kelopak yang tampak
bengkak merah dan terasa nyeri yang kemudian dapat berkembang menjadi
pustule. Hordeolum internal disebabkan oleh penyumbatan kelenjar Meibom
di dalam tarsal dengan penonjolan serta pustule terbentuk di permukaan bagian
dalam kelopak mata. Hordeolum dapat muncul di kedua kelopak mata atas dan
bawah.2
6
2.4 Patogenesis Hordeolum
Patogenesis terjadinya hordeolum eksterna diawali dengan
pembentukan nanah dalam lumen kelenjar oleh infeksi Staphylococcus.
Selanjutnya terjadi pengecilan lumen dan statis hasil ekskresi kelenjar. Statis
ini akan mencetuskan nanah dalm lumen kelenjar. Secara histologis akan
tampak gambaran abses, dengan ditemukannya PMN dan debris nekrotik.
Hordeolum interna terjadi akibat adanya infeksi sekunder kelenjar Meibom di
lempeng tarsal.3

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari hordeolum diantaranya berupa :
- Bengkak pada kelopak mata atas atau bawah
- Rasa nyeri
- Kemerahan
- Benjolan lunak
- Krusta pada tepi kelopak mata
- Rasa panas
- Gatal
- Rasa silau
- Mata berair
- Dapat terjadi pseudoptosis
- Rasa tidak nyaman saat berkedip
- Perasaan seperti ada benda asing (mengganjal)
- Penglihatan dapat terganggu4

Gambar 4. Hordeolum Eksternum Gambar 5. Hordeolum Internum

7
2.6 Diagnosis Hordeolum
Diagnosis hordeolum dapat ditegakkan secara klinis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hordeolum eksternal karakteristik lesinya
yaitu kemerahan yang terlokalisir dan bengkak dekat dengan batas kelopak
mata. Keluhan primer yaitu nyeri yang terlokalisir yang onsetnya tiba-tiba dan
akut. Dalam beberapa hari area yang sebelumnya berwarna kemerahan akan
menjadi kuning pada kelopak mata. Kebanyakan kasus, abses akan sembuh
sendiri dalam tiga sampai empat hari. Hordeolum internal terlihat
pembengkakan pada bagian tarsal dan terasa lebih nyeri.4

2.7 Diagnosis banding


-
Kalazion
-
Tumor palpebral
-
Granuloma piogenik

2.8 Komplikasi
Beberapa kasus hordeolum dapat berkembang menjadi selulitis palpebra,
kalazion, dan iritasi kornea.4

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan diantaranya berupa :
a. Kompres hangat 3-4 kali sehari 10-15 menit selama 10 hari untuk
mempercepat supurasi
b. Pemberian antibiotik topikal maupun oral. Antibiotik dindikasikan apabila
dalam 24 jam tidak terjadi perbaikan dan terjadi radang di area hordeolum.
Pemberian antibiotika topical berupa salep mata gentamycin dan pemberian
antibiotik sistemik seperti eritromysin atau amoksisilin apabila terdapat
selulitis.
c. Cabut bulu mata untuk drainase, dapat dilakukan apabila terdapat nanah
yang berhubungan dengan akar bulu mata.

8
d. Insisi dilakukan apabila fluktuasi bertambah dan bintik kuning (pus) belum
keluar. Hordeolum eksternum maka dilakukan insisi dari arah luar
horizontal sejajar dengan margo palpebra pada kulit untuk mengurangi
timbulnya luka parut. Insisi vertikal dilakukan pada konjungtiva tarsal dan
tegak lurus dengan margo palpbera untuk menghindari kelenjar-kelenjar
lain tersayat. Setelah selesai diberikan salep mata dan bebat tekan.4

KIE :
a. Perbaiki higienitas untuk mencegah kekambuhan
b. Hindari menggosok kelopak mata dan area sekitar mata.
c. Jangan menggunakan make-up disekitar mata terlebih dahulu agar
tidak menimbulkan infeksi
d. Jangan menekan maupun menusuk hordeolum sembarangan agar
tidak menimbulkan infeksi sekunder
e. Jangan menggunakan kontak lensa terlebih dahulu agar infeksi tidak
ke kornea

2.10 Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad Functionam : bonam
Ad Kosmetikum : bonam

9
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


No RM : 19028595
Nama : DWS
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Denpasar
Tanggal Pemeriksaan : 25 Juni 2019 pukul 10.30 WITA

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Terdapat benjolan pada kelopak atas dan bawah mata kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke poliklinik RSUP Sanglah pada
tanggal 25 Juni 2019 pukul 10.30 WITA dengan keluhan benjolan pada
kelopak bawah mata kiri yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu dan muncul
secara tiba-tiba. Benjolan tersebut berwarna kemerahan, disertai rasa gatal,
nyeri saat ditekan dan berkedip, serta ada rasa mengganjal. Seminggu yang lalu
pasien juga mengalami keluhan yang sama, yaitu terdapat benjolan pada
kelopak atas mata kiri, berwarna kemerahan, disertai rasa nyeri dan gatal.
Benjolan awalnya dikatakan berukuran kecil dan lama-kelamaan membesar.
Pasien sudah berobat ke puskesmas untuk mengobati benjolan pada kelopak
atas mata kirinya. Keluhan membaik setelah diberikan obat antibiotik topikal

10
dan sistemik. Keluhan lainnya seperti penglihatan kabur, mata merah, mata
berair, mata mengeluarkan kotoran disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya pada masa kanak-
kanak dan dikatakan dapat sembuh dengan sendirinya. Riwayat penggunaan
kacamata disangkal. Riwayat penyakit mata lainnya disangkal. Riwayat
penyakit sistemik seperti hipertensi dan kencing manis juga disangkal oleh
pasien.

Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan sudah pernah memeriksakan keluhan benjolan pada
kelopak atas mata kirinya ke Puskesmas dan diberikan tetes mata. Keluhan
dirasakan membaik.

Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terdapat makanan, obat-obatan dan
lainnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
serupa. Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus dan
riwayat alergi pada keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien merupakan seorang mahasiswa yang tinggal sendiri di kamar kos karena
merantau untuk kuliah. Pasien mengatakan bahwa ada salah satu teman
dekatnya di kuliah mengalami keluhan serupa namun sembuh dengan
sendirinya tanpa berobat. Riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol
disangkal.

11
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, regular
Respirasi : 16 kali/menit
Suhu Aksila : 36,5 0C

Status General
Mata : dijelaskan pada Status Oftalmologi
THT
Telinga : sekret (-/-), bentuk normal
Hidung : sekret (-), mukosa nasalis intak/intak, bentuk normal,
Bibir : Ulkus (-)
Lidah : Sianosis (-),
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-),
Leher : Pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)
Thorax : Simetris (+), retraksi (-) , deformitas (-)
Cor : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), BU (+) Normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Hangat +/+, edema - / -

Pemeriksaan Fisik Khusus


Status Ophtalmology

OD OS

UCVA 6/6 Visus UCVA 6/6

12
Posisi: Orthophoria

Normal Palpebra Massa (+) di superior:


Eritema, edema (+),
massa (+) berupa
benjolan berbatas
tegas pada palpebra
atas, padat (-) dengan
ukuran 2x2x1 mm, pus
(-), mobile (-), nyeri
tekan (-)

Massa (+) di inferior:


Eritema, edema (+),
massa (+) berupa
benjolan berbatas
tegas pada palpebra
bawah, padat (-)
dengan ukuran
1x1x0,5 mm, pus (-),
mobile (-), nyeri tekan
(+)
Tenang Konjungtiva Core (+)

Jernih Kornea Jernih

Dalam Bilik Mata Depan Dalam

Bulat regular Iris Bulat regular

Refleks Pupil (+), Pupil Refleks Pupil (+),


RAPD (-) RAPD (-)

13
Jernih Lensa Jernih

Reflek Fundus (+) Funduskopi Reflek Fundus (+)

Normal / palpasi Tekanan Intra Okular Normal / palpasi

Normal Lapang pandang Normal

Baik ke segala arah Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah

gaGambar 6. Okuli Sinistra

14
3.4 Diagnosis Banding
OS Hordeolum Eksterna Palpebra Superior
OS Hordeolum Interna Palpebra Inferior
OS Kalazion
OS Tumor Palpebra

3.5 Diagnosis Kerja


OS Hordeolum Eksterna Palpebra Superior
OS Hordeolum Interna Palpebra Inferior

3.6 Penatalaksanaan
- Kompres hangat 3-4 kali sehari pada mata kiri selama 10-15 menit.
- Salep mata deksamethasone + neomycin + polymycin B dioleskan 3 x
sehari pada mata kiri.
- Vitamin C tablet 2 x sehari.
- Insisi jika tidak membaik dengan obat-obtan selama 2 minggu.

3.7 KIE
1. Menjelaskan pengertian penyakit, kemungkinan penyebab dan rencana
terapi pada pasien dan keluarga pasien.
2. Menjelaskan untuk selalu menjaga kesehatan dan kebersihan mata.
3. Menjelaskan pentingnya pemakaian kacamata pelindung untuk menghindari
debu maupun asap.
4. Menjelaskan perlunya kontrol kembali untuk evaluasi tanda peradangan
kronis dan tindakan lanjutan.

3.8 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
15
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 20 tahun. Secara epidemiologi,


tidak ditemukan adanya korelasi hordeolum dengan ras dan jenis kelamin. Akan
tetapi, penelitian menunjukan bahwa hordeolum lebih banyak terjadi pada dewasa
akibat peningkatan viskositas sebum. Pasien dengan blefaritis, dermatitis seboroik,
rosasea, diabetes dan peningkatan kadar lipid memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk menderita hordeolum.10
Pasien didiagnosis dengan hordeolum eksternum yang ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik oftalmologi. Berdasarkan anamnesis,
didapatkan keluhan pasien berupa benjolan di kelopak mata kiri sisi atas sejak 1
minggu dan bawah sejak 3 hari sebelum pemeriksaan. Benjolan tersebut muncul
secara tiba-tiba dan kemudian membesar disertai kemerahan, bengkak. Keluhan
nyeri tekan dirasakan hanya pada kelopak mata kiri sisi bawah. Berdasarkan
pemeriksaan oftalmologi didapatkan palpebra superior sinistra terdapat massa
hiperemis berupa benjolan berbatas tegas, dengan ukuran 2 mm x 2 mm x 1 mm,
tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat pus. Sedangkan pada palpebra inferior
sinistra terdapat massa hiperemis berupa benjolan berbatas tidak tegas, dengan
ukuran 1 mm x 1 mm x 0,5 mm, terdapat nyeri tekan, tidak terdapat pus.
Berdasarkan kepustakaan, hordeolum externum terjadi akibat adanya reaksi
radang yang disebabkan oleh infeksi kuman Staphylococcus pada kelenjar Zeis dan
atau Moll. Infeksi terjadi akibat penebalan atau stasis sekresi kelenjar Zeis, Moll
atau Meibomian. Kelenjar Zeis berfungsi untuk sekresi sebum dan bahan antisepttik
untuk mencegah perkembangan bakteri. Sedangkan kelenjar Moll berfungsi
memproduksi immunoglobulin A, mucin 1 dan lisosom. Ketika kelenjar-kelenjar
ini mengalami penyumbatan terjadi gangguan pertahanan sistem imun kelopak
mata dimana stasis dapat berlanjut menjadi infeksi bakteri.11 Pasien biasanya
mengeluhkan adanya kelopak mata yang bengkak, nyeri dan kemerahan tanpa
riwayat trauma atau adanya benda asing. Biasanya tidak ditemukan adanya
penurunan visus, nyeri okular, atau gangguan pergerakan bola mata. Adanya
16
bengkak dan kemerahan pada daerah periorbital disertai nyeri saat menggerakan
bola mata mengindikasi terjadinya selulitis orbita. Sedangkan benjolan yang
persisten maupun rekuren patut dicurigai adanya suatu karsinoma dan
12
membutuhkan biopsi. Untuk menegakkan diagnosis hordeolum biasanya tidak
diperlukan pemeriksan penunjang lainnya dan diagnosis dapat ditegakkan secara
klinis.
Penanganan hordeolum dapat dilakukan secara konservatif maupun
operatif. Penanganan awal yang diberikan pada pasien hordeolum yaitu berupa
kompres hangat yang bertujuan untuk melunakan jaringan granulomatosa yang
terbentuk dan memfasilitasi drainase.13 Pasien juga diberikan kombinasi neomycin,
polymyxin B dan deksamethasone salep mata. Pemberian antibiotik ditujukan
untuk mengatasi infeksi bakteri sebagai penyebab dasar hordeolum sedangkan
pemberian deksamethasone untuk mengurangi peradangan yang terjadi. Apabila
terapi konservatif tidak memberikan hasil yang baik, maka insisi dan drainase agar
seluruh jaringan yang mengalami peradangan dapat dikeluarkan. Sebaiknya insisi
dan drainase dilakukan pada stadium supuratif.14 Prognosis pada pasien dengan
hordeolum adalah baik. Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan diri
terutama pada bagian mata, tidak menekan maupun berusaha mengeluarkan nanah
dengan sembarangan agar tidak terjadi infeksi sekunder.

17
BAB V
KESIMPULAN

Pasien laki-laki berusia 20 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan


pada kelopak mata kiri sisi atas dan bawah. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis maupun pemeriksaan oftalmologi. Berdasarkan anamnesis, didapatkan
pasien mengeluh terdapat benjolan di kelopak mata kiri sisi atas terdapat massa
hiperemis berupa benjolan berbatas tegas, dengan ukuran 2 mm x 2 mm x 1 mm,
tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat pus. Sedangkan pada kelopak mata kiri
sisi bawah terdapat massa hiperemis berupa benjolan berbatas tidak tegas, dengan
ukuran 1 mm x 1 mm x 0,5 mm, terdapat nyeri tekan, tidak terdapat pus. Riwayat
pengobatan sebelumnya (+), riwayat alergi (-) dan riwayat penyakit sistemik (-).
Pada pasien dianjurkan untuk mengompres mata dengan air hangat dan pemberian
antibiotik salep mata. Adapun KIE yang diberikan kepada pasien yaitu, menjaga
kebersihan diri terutama pada bagian mata, tidak menekan maupun berusaha
mengeluarkan nanah dengan sembarangan agar tidak terjadi infeksi sekunder.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Sidarta H. Hordeolum. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat.


Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2004
2. Pearce, E. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia;
2010. p. 254-255
3. Vaughan, DG. Oftalmologi Umum Edisi 14. Cetakan I. Jakarta: Widya
Medika; 2012. p. 17-20
4. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2011. p. 134-136
5. Ellen R, Wald MD. Periorbital and Orbital Infections. Infections of the
Head and Neck; 2007 : 21(2)
6. Lindsley K, Nichols JJ. Interventions for Acute Internal Hordeolum. Wiley
Online Library; 2013 : 30(4)
7. Reisa R, Usak J, dkk. Sistem Pakar Untuk Diagnosis Penyakit Mata. JSIKA;
2013 : 2(2)
8. Yanoff M, Sassani JW. Ocular Pathology Sixth Edition. Piledelphia: Mosby
Elseveir; 2012. p. 2035-2037
9. Leonita. Rasionalitas Penggunaan Antibiotika Dalam Penatalaksanaan
Hordeolum di RSUP DR.Kariadi Semarang. 2011 : FK UNDIP
10. McAlinden C, González-Andrades M, Skiadaresi E. Hordeolum: Acute
abscess within an eyelid sebaceous gland. Cleve Clin J Med.
2016 ;83(5):332-4
11. Takahashi Y, Watanabe A, Matsuda H, Nakamura Y, Nakano T, Asamoto
K, Ikeda H, Kakizaki H. Anatomy of secretory glands in the eyelid and
conjunctiva: a photographic review. Ophthalmic Plast Reconstr Surg.
2013 ;29(3):215-9
12. McAlinden C, González-Andrades M, Skiadaresi E. Hordeolum: Acute
abscess within an eyelid sebaceous gland. Cleve Clin J Med.
2016 ;83(5):332-4
13. Lindsley K, Nichols JJ, Dickersin K. Non-surgical interventions for acute
internal hordeolum. Cochrane Database Syst Rev. 2017 Jan 09;1:CD007742
19
14. Hirunwiwatkul P, Wachirasereechai K. Effectiveness of combined
antibiotic ophthalmic solution in the treatment of hordeolum after incision
and curettage: a randomized, placebo-controlled trial: a pilot study. J Med
Assoc Thai. 2005 May;88(5):647-50.

20

Anda mungkin juga menyukai