Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan suatu keadaan yang banyak ditemui di masyarakat ditandai


dengan kenaikan tekanan darah. Fenomena ini merupakan kompensasi tubuh untuk memenuhi
kebutuhan berbagai organ yang ada. Tentu saja jika ini berlangsung terus menerus tanpa
ditangani akan mmempengaruhi sirkulasi darah dan menyebabkan berbagai macam
komplikasi. Namun seringkali masyarakat tidak menyadari atau tidak tahu bahwa mereka
memiliki hipertensi dikarenakan tidak adanya gejala ataupun hanya muncul gejala ringan yang
seringkali dianggap biasa oleh masyarakat. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, lebih dari
25% penduduk Indonesia yang berusia di atas 18 tahun menderita tekanan darah tinggi maupun
prehipertensi.1. Hipertensi bukanlah penyakit yang berdiri sendiri, melainkan suatu sindrom
atau kumpulan gejala penyakit di dalam tubuh. Hipertensi bisa disebabkan oleh penyakit lain,
seperti penyakit jantung atau penyakit ginjal. Komplikasi dari hipertensi sendiri bermacam-
maca mulai dari yang ringan hingga berat1.
Ensefalopati sendiri adalah istilah yang berarti kelainan atau penyakit otak. Istilah ini
bukan hanya mengacu pada salah satu penyakit, melainkan menggambarkan berbagai disfungsi
otak. Cakupan ensefalopati juga sangat luas, bisa berupa kerusakan otak yang bersifat
sementara, kambuhan, atau bahkan permanen. Sebagian besar ensefalopati memang tidak bisa
disembuhkan. Meski demikian, diagnosis dan penanganan sedini mungkin pada awal
kemunculan gejala ensefalopati akan meningkatkan keefektifan langkah pengobatan.
Penanganan yang tepat dan sesegera mungkin bisa membantu mengendalikan gejala2.
Ensefalopati hipertensi dapat mengakibatkan penurunan dalam aktivitas sehari-hari.
Hal ini dikarenakan berbagai gejala seperti nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan
penglihatan, confusion, pingsan sampai koma, serta defisit neurologis fokal maupun global.
Ensefalopati hipertensi merupakan salah satu keadaan emergency sehingga membutuhkan
penanganan dan managemen yang cepat dan tepat. Gejala yang menyerupai stroke menjadi
salah satu dasar penulisan ini dibuat agar dapat lebih membedakan Ensefalopati hipertensi dan
Stroke, sehingga penanganan berdasarkan diagnosis dapat lebih optimal3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ensefalopati sendiri merupakan gangguan metabolisme otak akibat terganggunya
keseimbangan elektrolit yang disebabkan oleh suatu enteritritis atau disentri basiler2.
Ensefalopati hipertensi merupakan sindroma klinik akut reversible oleh kenaikan tekanan
darah secara mendadak sehingga melampaui kemampuan autoregulasi otak yang dapat
menyebabkan hipertensi vaskulopati hingga edema intrasereblar3.
2.2 Epidemiologi
Ensefalopati hipertensi kebanyakan terjadi pada golongan umur paruh baya yang
mempunyai riwayat hipertensi yang lama. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
dapat dilihat prevalesi hipertensi kelompok usia 45-54 tahun dan lebih tua selalu lebih
tinggi pada kelompok hipertensi dibandingkan kontrol. Kelompok usia 25-34 mempunyai
resiko 1,56 kali dibandingkan usia 18-24 tahun. Resiko hipertensi meningkat bermakna
sejalan dengan bertambahnya usia dan kelompok usia ≥75 tahun berisiko 11,53 kali.
Berdasarkan jenis kelamin, proporsi laki-laki berisiko 1,25 kali daripada perempuan3
Ensefalopati hipertensi kebanyakan terjadi pada golongan umur paruh baya yang
mempunyai riwayat hipertensi yang lama. Secara umum hipertensi sendiri memiliki
prevalensi yang lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Selain umur
hipertensi juga dipengaruhi oleh ras dimana lebih sering terjadi pada ras berkulit hitam.
Peningkatan kasus hipertensi juga terjadi di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) milik Kemenkes RI tahun 2013 menunjukkan bahwa 25,8 persen penduduk
Indonesia mengidap hipertensi. Laporan Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas)
menunjukkan angka pengidapnya meningkat jadi 32,4 persen. Ini artinya ada peningkatan
sekitar tujuh persen dari tahun-tahun sebelumnya. Angka pasti di dunia nyata mungkin bisa
lebih tinggi dari ini karena banyak orang yang tidak menyadari mereka memiliki tekanan
darah tinggi1.
2.3 Etiologi
Ensefalopati hipertensi dapat merupakan komplikasi dari berbagai penyakit antara lain
penyakit hipertensi kronik dengan penyebab apapun, glomerulis nefritik akut khususnya
setelah infeksi, eklamsi, Renovascular hipertensi, post coronary artery bypass

2
3

hypertension. Ensefalopati hipertensi lebih sering ditemukan pada orang dengan riwayat
hipertensi esensial lama3.
Gangguan endokrin, neurologis, ginjal, jantung, obat-obatan dan intoksikasi dapat
menyebabkan hipertensi dan ensefalopati hipertensi. Meskipun hipertensi esensial
merupakan penyebab lebih dari 90% hipertensi pada populasi umum dan 80% penyebab
pada klinik rujukan pada orang dewasa, pada anak usia dibawah 6 tahun kebanyak
diakibatkan sekunder4. Penyebab utama hipertensi sekunder diklasifikasikan ke dalam
empat kategori4:
1. Hipertensi ginjal atau azotemic (80%)
2. Hipertensi yang dimediasi rennin (10-15%)
3. Hipertensi yang diinduksi oleh mineralokortikoid (3-5%)
4. Hipertensi yang diinduksi katekolamin (2-5%)

2.4 Patogenesis
Secara fisiologis peningkatan tekanan darah akan mengaktivasi regulasi mikrosirkulasi
di otak (respon vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel). Aliran darah otak tetap
konstan selama perfusi aliran darah otak berkisar 60 – 120 mmHg. Ketika tekanan darah
meningkat secara tiba-tiba, maka akan terjadi vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteriol
otak yang mengakibatkan kerusakan endotel, ekstravasasi protein plasma, edema serebral.
Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai pening-
katan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan
menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat keru-
sakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi4,5.

2.4.1 Mekanisme Autoregulasi

Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap


kebutuhan dan pasokan da- rah dengan mengadakan perubahan pada resistensi
terhadap aliran darah dengan berbagai ting- katan perubahan kontraksi/dilatasi
pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika
tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah
otak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP
turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih
banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang menurun. Bila mekanisme
4

ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual,
menguap, pingsan dan sinkop.4

Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua, batas
ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,sehingga
pengurangan aliran darah dapat ter- jadi pada tekanan darah yang lebih tinggi (lihat
gambar 2).6

Gambar 2. Kurva autoregulasi pada tekanan darah.

Pada penelitian Stragard, dilakukan pemgukuran MAP pada penderita


hipertensi dengan yang nor- motensi. Didapatkan penderita hipertensi dengan
pengobatan mempunyai nilai diantara grup nor- motensi dan hipertensi tanpa
pengobatan. Orang dengan hipertensi terkontrol cenderung meng- geser autoregulasi
ke arah normal.

Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun


hipertensi, diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira
25% di bawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis,
penurunan MAP sebanyak 20%-25% dalam beberapa menit atau jam,tergantung dari
apakah emergensi atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada penderita diseksi aorta
akut ataupun edema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15-30
menit dan bisa lebih cepat lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainya. Penderita
hipertensi ensefalo- pati, penurunan tekanan darah 25% dalam 2-3 jam. Untuk pasien
5

dengan infark serebri akut atau- pun perdarahan intrakranial, penurunan tekanan darah
dilakukan lebih lambat (6-12 jam) dan harus dijaga agar tekanan darah tidak lebih
rendah dari 170-180/100 mmHg.6

2.4.2 Venules dan blood brain barrier


Pada saat autoregulasi, peredaran darah otak dapat terganggu. Selama episode
hipertensi akut, tahap awal gangguan peredaran darah otak tampak venula serebral,
bukan kapiler atau arteriol. Arteriol serebral dilindungi oleh lapisan sel otot polos, dan
tekanan dinding pada kapiler yang tidak bertambah besar karena diameternya kecil.
Sebaliknya, venula serebral paling rentan terhadap peningkatan stres dinding selama
hipertensi akut, karena diameternya yang besar dan tidak memiliki lapisan sel otot
polos. Ketika aliran darah otak meningkat selama hipertensi akut dan penghalang
darah otak terganggu, edema serebral fokal . Edema dan perubahan lokal pada ion dan
neurotransmiter berkontribusi pada gangguan fungsi neuronal dan ensefalopati4.
Gambar 3: Struktur BBB dan persimpangan ketat.4

(A) BBB terbentuk dalam sistem saraf pusat oleh sel-sel endotel kapiler dan elemen
perivaskular sekitarnya (lamina basal, perisit, ujung kaki astrosit, dan interneuron).
(B) Persimpangan ketat dibentuk oleh interaksi antara protein transmembran
(claudins, occludin, dan molekul adhesi persimpangan) pada sel-sel endotel yang
berdekatan. Terminal C dari protein transmembran ini terkait dengan aktin sitokeletal
melalui ZO-1. Menanggapi rangsangan patologis, δPKC dapat secara langsung atau
tidak langsung meningkatkan fosforilasi ZO-1, sehingga mengganggu hubungan
6

antara ZO-1 dan aktin sitoskeleton. Disorganisasi protein di persimpangan ketat dapat
menyebabkan permeabilitas yang menyimpang dari BBB7.
2.4.3 Vasokonstriksi Simpatik
Saraf simpatis memiliki sedikit pengaruh pada pembuluh darah otak,
mengakibatkan penyempitan pembuluh serebral selama hipertensi akut dan dapat
menggeser autoregulasi dan peningkat tekanan arteri yang lebih tinggi. Oleh karena
itu, aktivasi saraf simpatik dapat mengurangi peningkatan aliran darah otak selama
hipertensi akut dan melindungi terhadap gangguan blood brain barrier di pembuluh
darah4, Namun, sistem vertebrobasilar dan khususnya arteri serebral posterior jarang
innervated, sehingga lobus oksipital dan daerah otak posterior lainnya berada pada
risiko yang relatif meningkat untuk edema hidrostatik. Ini mungkin menjelaskan
distribusi posterior karakteristik kelainan sinyal pada pasien dengan Ensefalopati
hipertensi.

2.5 Manifestasi Klinis


Pasien dengan hipertensi dapat mengalami kelelahan, gangguan tidur dan sakit kepala.
Sakit kepala menjadi lebih parah dengan tekanan darah yang lebih tinggi. Secara bertahap,
perubahan visual, nyeri dada dan epistaksis terjadi. Gagal jantung kongestif dan infark,
edema paru, pembedahan aortic aneurism dapat menyertai ensefalopati hipertensi yang
sering bermanifestasi sebagai kejang umum pada anak-anak. Lebih dari 40% dari hipertensi
maligna berkembang HE, 20% diantaranya fatal dalam penelitian yang dilakukan oleh
Flynn dan Tullus karena perdarahan intrakranial4
Tanda awal HE termasuk lekas marah, lesu, hipotonia, dan koma. Setelah 12-36 jam
sakit kepala, kejang umum terjadi. Papilledema hadir di sepertiga pasien dengan HE. Status
epilepticus sendiri meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada 10% kasus. Otot
berkedut dan myoclonus dapat terjadi berkembang menjadi tanda-tanda neurologis fokal
seperti apotasia skotoma dan hemiparesis, kegagalan batang otak dan kematian.
Selanjutnya, anak mungkin memiliki tanda dan gejala penyakit yang mendasarinya4.
.
7

2.6 Diagnosis
Diagnosis Ensefalopati hipertensi dapat ditegakan dengan mengidentifikasi terlebih
dahulu tipe hipertensi yang dialami. Apakah termasuk hipertensi urgency atau hipertensi
emergency . Hipertensi urgency didapatkan tekanan darah sistolik lebih tinggi dari lebih
dari 180 mmhg, dan diastolik lebih daru 120 mmhg. Sedangkan hipertensi emergency jika
tekanan darah sistolik lebih dari 180 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari120
mmhg dan disertai dengan kerusakan target organ (pembedahan aorta aneurisma, angina
pektoris yang tidak stabil, gagal ginjal akut, perdarahan intracranial akut, stroke iskemik
akut, ensefalopati eklamsia atau pre- eklamsia, hipertensi perioperative, dan krisis
pheochromocytoma). Diagnosis hipertensi ensephalopati dapat ditegakkan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.8–10
 Anamnesis:

Anamnesis dilakukan berdasarkan secreat seven (onset, lokasi, kwalitas, kwantitas,


kronologi, faktor memperberat, dan faktor memperingan ) dan basic four (riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit sosial).
Hipertensi ensephalopati merupakan kejadian encephalopati akut dari kegagalan
autoregulasi batas atas serebral dengan karakteristik sakit kepala dan terdapat tanda fokal
neurologi yang terkait dengan edema subkortikal, yang biasanya melibatkan oksipital,
temporal, parietal dan struktur fosa superior5. Jadi pada saat melakukan anamnesis
ditemukan manifestasi klinis yang tidak spesifik berupa pasien dengan lesu,
kebingungan, nyeri kepala, gangguan visual, mual muntah dan kejang. Maka dari itu
untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan CT Scan sebagai gold standarnya5,8,10.
Dan gejala dari kerusakan target organ yaitu gejala cardiovascular (pembedahan aorta
aneurisma, angina pektoris yang tidak stabil, irama jantung yang ireguler, atau dyspne)
atau renal hematuria, dan gagal ginjal akut5.
 Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan fisik umum: dilakukan pengecekan tanda-tanda vital . Ditemukan
tekanan darah >180/120 mmhg, serta terdapat kerusakan target organ. Klinis
neurologis didapatkan tanda-tanda deficit neurologis.
b) Pemeriksaan fisik khusus: Dilakukan pemeriksaan funduskopi.
8

Gambar. pada pemeriksaan funduskopi ditemukan papil edema dan pendarahan pada retina,
dan cotton-wool spots3.

Pada kerusakan target organ dijumpai : Cardivaskular : S3, elevasi, edema


peripheral, murmur, dan pulsasi abdominal dan pada ginjal : ditemukan gagal
ginjal akut, Paru: edema paru5.
 Pemeriksaan penunjang:
a) CT Scan merupakan gold standar untuk menegakan diagnosis hipertensi
ensephalopati . Pada CT Scan didapatkan edema pada bagian posterior (batang
otak dan cerebellum) yang diakibatkan oleh pendarahan.
9

Gambar . Pasien 58 tahun dengan hipertensi ensephalopati batang otak. A) Batang


otak bagian atas menunjukan hypodense difus dari pons atas (panah panjang)
serta area hypodense dalam hemisfer serebellum superior. B) Terdapat area
hypodense pada nucleus subthalamic bilateral. C) terlihat hypodense difus akibat
pembuluh darah kronis9.

b) Gambaran lebih jelas dapat dilakukan dengan pemeriksaan MRI5.


MRI dapat dilihat:
1) Akut Hipertensi Ensephalopati/Malignant hipertensi ensephalopati

Gambar 1. Diffusion Imaging : Hipertensitas oksipital kiri yang mencerminkan


difusi terbatas untuk infark fokal sekunder
10

2) Kronik Hipertensi Ensephalopati

Gambar 2. Suceptibillity Imaging: Kerentanan artefak multifocal microbleeding


akibat dari hipertensi kronis

3) Posterior Reversible Encephalopaty Syndrome


PRES merupakan suatu manifestasi klinis dari hipertensi ensephalopati.
Klinis neurologinya ditandai dengan sakit kepala, muntah, perubahan status
mental, pengelihatan kabur dan kejang. Sindrom ini sering dikaitkan dengan
preeklamsia/ eklamsia , serta terikat juga dengan insufisiensi ginjal, peningkatan
enzim hati, sindrom tromsit rendah (HELLP), dan obat imunosupresif/ sitotoksik.
PRES terjadi akibat respon autoregulasi tidak normal, sehingga menimbulkan
gangguan BBB (Blood Brain Barrier) dan mengakibatkan edema vasogenic di
otak. Karakteristik gambaran PRES paling sering terjadi pada bagian posterior11.
Kejadian ini sering pada usia 40 tahun dengan hipertensi sekunder9,11.
Pemeriksaan penunjang yang menjadi gold standar yaitu MRI. Aapabila
menggunakan CT Scan hasilnya sulit membedakan dengan stroke akut11.
11

Gambar 3. Aspek posterior medial dari kedua lobus parietal, kanan lebih buruk
dari pada bagian kiri9
Gambaran dari MRI diatas terdapat edema vascular di bagian posterior medial.
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding ensefalopati hipertensi antara lain:
a.Stroke iskemik atau hemoragik
b. Stroke trombotik akut
c.Perdarahan intracranial
d. Encephalitis
e.Hipertensi intracranial
f. Lesi massa SSP
g. Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah atau yang
memiliki gejala serupa3,6
Membaiknya gejala klinis dan peningkatan status mental setelah tekanan darah
terkontrol merupakan karakteristik untuk mendiagnosis dan membedakan ensefalopati
hipertensi dari penyakit-penyakit di atas 5.
2.8 Penatalaksanaan
Terapi pada hipertensi encephalopati dapat dilakukan sebagai terapi emergency.
Penatalaksaan hipertensi ensephalopati harus medapatkan terapi yang intensif untuk
menurunkan tekanan darah. Tujuan terapi hipertensi ensephalopati dengan menurunkan
tekanan darah maka dapat mencegah terjadinya kerusakan target organ dan menurunkan
mortalitas. Tetapi dalam menurunkan tekanan darah yang tinggi tidak boleh terlalu cepat
12

khususnya pada usia tua dengan gangguan perfusi organ coroner, dan gangguan
serebrovaskular dapat mengakibatkan gagal ginjal akut, jantung iskemik, dan kejadian
serebral, okulsi arteri ginjal dan bahkan bisa menyebabkan gagal ginjal akut. Menurut JNC
7 tekanan darah arteri harus diturunkan 20-25% dalam 2 jam pertama dan tingkat 150-160
/ 100-110 mmHg dalam 6 jam berikutnya. (jurnal 2d, 476). Pencapaian target tekanan darah
tersebut diperkirakan 1-2 hari dengan menggunakan obat yang memiliki waktu paruh
singkat tetapi tindakan yang cepat (dengan intravena). Apabila tekanan darah tidak dapat
terkontrol maka akan menyebabkan pendarahan dan semakin parah terjadinya kerusakan
target organ.

Bagan. Alogaritma penanganan hipertensi JNC 812


13

Tabel 1. Obat untuk hipertensi emergency 13

pada hipertensi ensephalopati dapat dimulai dengan menggunakan nitrat, labetolol parentral,
atau esmolo. 8.

a) Sodium Nitroprusside
Merupakan vasodilator pembuluh darah. Sodium Nitropruside memiliki onset
segera dan waktu paruh yang singkat. Dengan penurunan tekanan darah 2-3
menit. Sodium Nitropruside sering menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial, oleh karena itu harus hati-hati untuk dapat digunakan pada hipertensi
ensepalophati8,13.
b) Labetalol
Labetalol merupakan alfa-bloker selektif dan di dominasi oleh beta-bloker non-
selektif. Memiliki onset 2-10 menit dengan dosis maksimum 300 mg/ 24 jam.
Efek ini akan hilang dalam waktu 2-6 jam. Dapat diberikan secara bolus intravena
berkelanjutan. Obat ini baik digunakan pada hipertensi ensephalopati. Efek
samping yang dapat ditimbulkan ialah bradikardi karena pemblokiran beta. 8,13
14

c) Esmolol
Esmolol juga merupakan beta-selektif dengan efek puncak setelah pemberian 500
mg/ kg bolus diikuti oleh intravena berkelanjutan. Dosis titrasi pada interval 5
menit dengan atau tanpa bolus. Kisaran dosis terus menerus antara 25 dan 30 µg
/kg/menit.8,13
2.9 Prognosis
Pada penderita hipertensi yang tidak terkontrol menyebabkan kematian 90% dalam 1
tahun karena gagal jantung, stroke, atau gagal ginjal. Pada ensefalopati hipertensi, jika
tekanan darah tidak segera diturunkan, maka penderita akan jatuh dalam koma dan
meninggal dalam beberapa jam. Sebaliknya apabila tekanan darah diturunkan secepatnya
secara dini prognosis umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa 3,6
Morbiditas dan kematian pada pasien yang mengalami ensefalopati hipertensi terkait
dengan tingkat kerusakan organ target. Tanpa penatalaksanaa, tingkat kematian dalam
enam bulandari hipertensi emergensi kurang lebih adalah 50% dan tingkat mortalitas dalam
1 tahun mencapai 90%.5,13

2.10 Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan mengedukasi untuk memodifikasi gaya hidup termasuk
mengurangi berat badan untuk menurunkan body mass index (BMI) menjadi kurang dari
27, menghidari alcohol,natrium dan rokok serta meningkatkan aktivitas fisik6
BAB III
PENUTUP

Ensefalopati hipertensi merupakan sindroma klinik akut reversible yang dicetuhkan


oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui kemampuan autoregulasi
otak. Ensefalopati hipertensi menggambarkan keadaan ensefalopati yang disebabkan kenaikan
tekanan darah yang menyebabkan hipertensi vaskulopati hingga edema intrasereblar.
Ensefalopati hipertensi kebanyakan terjadi pada golongan umur paruh baya yang
mempunyai riwayat hipertensi yang lama. Secara umum hipertensi sendiri memiliki prevalensi
yang lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Manifestasi klinik ensefalopati hipertensi ditandai dengan adanya nyeri kepala hebat,
mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang, adanya papiledema pada pemeriksaan
funduskopi. Tatalaksana ensefalopati hipertensi dilakukan dengan menurunkan tekanan darah
secepat mungkin sehingga gejala klinis dan status mental dapat membaik

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. RISET


KESEHATAN DASAR. 2013.
2. Prof.dr.I Gst Ngr Gd Ngoerah. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. dr A.A.Bagus Ngurah
Nuartha Sp.S(K), Dr.Ir.A A Ayu oka Saraswati M, Dr.dr. A A Ayu Putri Laksmidewi
Sp.S(K), editors. Bali; 2017.
3. Irawan Susanto, MD F. Hypertensive Encephalopathy [Internet]. Sep 08, 2017. 2017.
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/166129-overview
4. Sharifian M. MD. Hypertensive Encephalopathy. Iran J Child Neurology. 2012;6(3):1–
7.
5. David C Bonovich. Hypertension and Hypertensive Encephalopathy [Internet].
Available from: http://neurologiauruguay.org/home/images/hypertension and
hypertensive encephalopathy.pdf
6. Dr. Raymond R. Tjandrawinata, MBA, PhD F. Medicinus Hepatic Encephalopathy.
2014;27(3):11–9.
7. Chou W, Messing RO. Hypertensive encephalopathy and the blood- brain barrier : is d
PKC a gatekeeper ? 2008;118(1):17–20.
8. Mallidi J, Penumetsa S, Lotfi A. Hypertension : Management of Hypertensive
Emergencies. 2013;2(2).
9. Exhibit E, Ryan J, Moriarty H, Gibney B, Murphy S, Kavanagh EC. To describe the
MRI features of acute and chronic hypertensive encephalopathies . 2016;1–25.
10. Migneco A, Ojetti V, Lorenzo ADE, Silveri NG, Savi L. Hypertensive crises :
diagnosis and management in the emergency room. 2004;143–52.
11. Pedraza R, Marik PE, Varon J. Posterior Reversible Encephalopathy Syndrome : A
Review. 2009;12(4):135–43.
12. Muhadi. ANALISIS JNC 8 : Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa. CDK. 2016;43(1):54–9.
13. Janota T. Hypertensive Emergencies. 2015.

15

Anda mungkin juga menyukai