Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga referat yang berjudul Ambliopia ini dapat diselesaikan.
Adapun tujuan referat ini adalah untuk mengetahui secara lebih dalam mengenai salah
satu penyakit mata yaitu ambliopia. Pada referat ini akan dibahas berbagai segi mengenai
ambliopia mulai dari definisi, epidemiologi, klasifikasi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis,
penatalaksanaan, komplikasi, prognosis hingga pencegahan.
Tak lupa penulismengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dalam penyusunan laporan kasus ini, khususnya kepada dr. Juniati V.P., SpM
sebagai pembimbing dalam penulisan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari sempurna.Oleh
karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terjadi kesalahan dalam
penulisan maupun dalam pembahasan materi.Penulis juga mengharapkan kritik dan saran
sebagai masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan referat ini.
Demikianlah kata pengantar dari penulis.Semoga referat ini bermanfaat untuk
menambah wawasan kita semua.Sekian dan terima kasih.

Jakarta, 18 Agustus 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ... 1
Daftar Isi ......... 2
BAB I. Pendahuluan ... 3
I.1 Latar Belakang .... 3
I.2 Tujuan Penulisan . 3
BAB II. Tinjauan Pustaka ..... 4
II.1 Anatomi dan Fisiologi Mata .................. 4
II.2 Ambliopia .................... 12
II.2.1 Definisi .. 12
II.2.2 Epidemiologi.. 13
II.2.3 Patofisiologi .. 13
II.2.4 Klasifikasi . 14
II.2.5 Manifestasi Klinis ..... 16
II.2.6 Diagnosis dan Pemeriksaan .. 16
II.2.7 Penatalaksanaan. 20
II.2.8 Komplikasi 23
II.2.9 Prognosis .....23
II.2.10 Pencegahan .. 24
BAB III. Kesimpulan........25
Daftar Pustaka........... 26

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Pengalaman visual abnormal berkepanjangan yang dialami oleh seorang anak berusia
kurang dari 7 tahun dapat menyebabkan ambliopia.1 Ambliopia merupakan suatu keadaan
mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya
walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Pada ambliopia terjadi penurunan tajam
penglihatan unilateral atau bilateral disebabkan karena kehilangan pengenalan bentuk,
interaksi binokular abnormal, atau keduanya, dimana tidak ditemukan kausa organik pada
pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik, dapat dikembalikan fungsinya
dengan pengobatan.2
Suatu kausa ekstraneural yang menyebabkan menurunnya tajam penglihatan (seperti
katarak, astigmat, strabismus, suatu kelainan refraksi unilateral atau bilateral yang tidak
dikoreksi) merupakan pemicu yang mengakibatkan penurunan fungsi visual pada orang yang
sensitif.Beratnya ambliopia berhubungan dengan lamanya mengalami kurangnya rangsangan
untuk perkembangan penglihatan makula.Bila ambliopia ini ditemukan pada usia di bawah 6
tahun maka masih dapat dilakukan latihan untuk perbaikan penglihatan.2
Umumnya penatalaksanaan ambliopia dilakukan dengan menghilangkan penyulit,
mengkoreksi kelainan refraksi, dan memaksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan
membatasi penggunaan yang lebih baik. Anak dengan ambliopia atau yang beresiko
ambliopia hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan
terapi akan lebih baik.1
I.2 TUJUAN PENULISAN
Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum mengenai
anatomi mata, definisi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan
ambliopia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA


II.1.1Rongga Orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang-tulang yang
membentuk orbita yaitu tulang frontalis, tulang sfenoidalis, tulang etmoidalis, tulang
maksilaris, tulang zigomatikus, tulang lakrimalis dan tulang palatinum.3,4
II.1.2 Kelopak Mata (Palpebra)
Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata
terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mata mempunyai lapis
kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus
yang disebut konjungtiva tarsal. Pada kelopak terdapat bagian-bagian:2,5

Kelenjar seperti: kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada

pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.


Otot seperti: m. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan
bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak, berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi
n. fasial. M. levator palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi
pada tarsus atas dengan sebagian menembus m. orbikularis okuli menuju kulit kelopak
bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi m. levator palpebra terlihat sebagai sulkus
(lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi untuk mengangkat

kelopak mata atau membuka mata


Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di

dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.


Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan

pembatas isi orbita dengan palpebra.


Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a.palpebra

II.1.3Sistem Lakrimal
Sistem sekresi air mata atau lakrimal tertetak di daerah temporal bola.Sistem sekresi
mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal,
meatus inferior. Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu:2

Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di temporo antero

superior rongga orbita


Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal
dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak di bagian depan rongga orbita. Air mata
dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.
Air mata berguna untuk membuat permukaan kornea menjadi licin, membasahi

permukaan konjungtiva dan kornea untuk menghindari kerusakan epitel pada jaringan
tersebut, mencegah berkembangnya mikroorganisme pada konjungtiva dan kornea. Air mata
yang menutupi epitel kornea dan konjungtiva terdiri dari 3 lapisan yaitu sekret kelenjar
Meibom, cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar air mata dan lapisan musin yang dibentuk
oleh sel Goblet.5
II.1.4 Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang.Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.Musin
untuk membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:2

Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya

sehingga bola mata mudah bergerak.2


II.1.5 Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian-bagian bola
mata yaitu:2-5

1. Kornea
Kornea merupakan bagian anterior bola mata, transparan karena tidak
mengandung pembuluh darah.Kornea adalah lensa cembung dengan kekuatan refraksi
+ 43 Dioptri. Tebal kornea adalah 1,0 mm pada bagian tepi, dan 0,5 mm pada
bagian tengah. Diameter kornea dewasa rata-rata 12 mm. Batas antara kornea dan
sklera disebut limbus kornea.Kornea mendapat nutrisi makanan dari air mata terutama
untuk penyediaan oksigen, humor akuos, dan pembuluh darah limbus secara
difusi.Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam yaitu lapisan epitel, membran
Bowman, stroma, membran descement dan lapisan endotel.
2. Sklera
Merupakan dinding bola mata yang paling keras, terdiri dari jaringan fibrosa
yang padat.Susunan jaringan fibrosa sklera tidak teratur sehingga sklera tidak jernih
seperti kornea.Sklera penting untuk mempertahankan bentuk bulbus okuli.Tebalnya 1
mm. Sklera hanya sedikit mengandung pembuluh darah, yang banyak pembuluh
darahnya adalah jaringan episklera yang memberi nutrisi pada sklera.
3. Uvea
Uvea terdiri dari 3 bagian yaitu : iris, badan siliar, dan koroid.
a) Iris
Iris merupakan lanjutan dari badan siliar ke depan dan merupakan diafragma
yang membagi bola mata menjadi dua segmen yaitu segmen anterior dan segmen
posterior, di tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik
mata menjadi bilik mata depan dan bilik mata belakang. Iris terdiri dari stroma
yang jarang dan diantaranya terdapat kripta.Di dalam stroma terdapat sel pigmen,
banyak pembuluh darah dan serat saraf.Pada iris terdapat 2 macam otot yaitu m.
sphincter pupillae yang dipersarafi oleh saraf prasimpatis untuk mengecilkan pupil
(miosis) dan m. dilatator pupillae yang dipersarafi oleh simpatis untuk melebarkan
pupil (midriasis).Perdarahan iris oleh a. siliaris posterior longus.
b) Badan siliar
Badan siliar berbentuk segitiga dan banyak mengandung pembuluh darah
kapiler dan vena. Badan siliar berfungsi untuk memproduksi humor akuos,
mengandung muskulus siliaris yang penting untuk akomodasi, tempat melekatnya
Zonula Zinii, kontraksi muskulus siliaris (saat penetesan pilokarpin) yang akan
membuka lubang-lubang trabekulum sehingga akan memperlancar keluarnya
humor akuos.
c) Koroid
Merupakan bagian uvea yang paling luas dan terletak di antara retina dan
sklera.Koroid berfungsi untuk memberikan nutrisi kepada sebagian lapisan retina
6

(lapisan epitel pigmen retina dan sel fotoreseptor).Koroid terdiri dari lapisan epitel
pigmen, membrana Bruch, koriokapiler, pembuluh darah, suprakoroid.
4. Lensa
Lensa berbentuk cembung (bikonveks), diameter 9 mm, tebal 5 mm,
avaskuler.Lensa terdiri dari kapsul, korteks, dan nukleus.Lensa tetap berada pada
tempatnya karena digantung oleh Zonula Zinii.Permukaan posterior lebih cembung
daripada permukaan anterior. Lensa merupakan media refraksi dengan kekuatan
dioptri sekitar +20 Dioptri. Lensa mendapat nutrisi dari cairan bola mata (humor
aqueous) sekitarnya. Makin tua seseorang, maka lensa semakin tebal, kurang elastis
dan daya akomodasinya berkurang sehingga mulai usia 40 tahun biasanya orang
mulai sulit melihat benda yang berada pada jarak baca. Keadaan ini disebut sebagai
Presbiopia.
5. Kamera Okuli dan Humor Akuos
Ada 2 kamera okuli yaitu kamera okuli anterior (COA) dan kamera okuli
posterior (COP), yang keduanya berisi humor akuos. Kedalaman COA 3,4 mm dan
volumnya 0,3 ml. COA berhubungan dengan kanal Schlemm melalui anyaman
trabekulum. COA berhubungan dengan COP melalui celah melingkar antara tepi pupil
dan lensa.
Humor akuos diproduksi oleh badan siliar, dan berperan untuk memberikan
nutrisi ke kornea dan lensa.Humor akuos berjalan dari COP ke COA, kemudian lewat
trabekulum untuk menuju kanal Schlemm kemudian ke kanal kolektor akhirnya ke
sistem vena episklera untuk kembali ke jantung.Keluarnya humor akuos ini disebut
pengeluaran secara trabekular.Sebagian kecil keluar lewat uveosklera.Humor akuos
sangat menentukan tekanan bola mata.Nilai normalnya berkisar atara 10 21 mmHg
dan nilai ini dipertahankan karena adanya keseimbangan antara produksi humor akuos
dan pengeluarannya.
6. Badan Kaca (Corpus Vitreous)
Badan kaca merupakan bagian terbesar bola mata, transparan, seperti agaragar, dan avaskuler.Badan kaca terdiri dari 99% air dan 1% gabungan antara kolagen
dan asam hialuronat yang merupakan kerangka badan kaca.Asam hialuronat berfungsi
sebagai penahan goncangan yang kuat.Badan kaca dikellingi oleh membran hialoid,
berfungsi untuk memberi bentuk bola mata dan sebagai media refraksi.
7. Retina
Retina merupakan membran tipis, halus, dan tidak berwarna. Tebal retina 0,1
mm. Secara histologis, retina terdiri dari 10 lapisan yaitu membran limitans interna,
lapisan serabut saraf, lapisan sel ganglion, lapisan plexiform dalam, lapisan nuklear
dalam, lapisan plexiform luar, lapisan nuklear luar, membran limitans eksterna,
7

lapisan batang dan kerucut, lapisan epitel pigmen. Pada funduskopi, tempat makula
lutea tampak lebih merah dari sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah
ada cahaya, yang disebut refleks fovea.Besar makula lutea 1-2 mm. Daerah ini
memiliki daya penglihatan yang paling tajam, terutama di fovea sentralis.
Lapisan retina mendapat perdarahan dari a. retina sentral yang menembus n.
optikus dan bercabang-cabang pada papil n. II menjadi 4 cabang utama yaitu a. retina
temporalis superior dan inferior, serta a. retina nasalis superior dan inferior. Papil
nervus optikus terdiri dari serabut saraf, tidak mengandung sel batang atau kerucut
sehingga disebut sebagai titik buta.Sel batang untuk melihat cahaya dengan intensitas
rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan.Sel
kerucut untuk melihat cahaya dengan intensitas tinggi, melihat warna, penglihatan
sentral (ketajaman penglihatan).

Gambar 1. Anatomi Mata

II.1.6 Otot-Otot Bola Mata


Keenam otot ekstraokular dipersarafi oleh 3 nervus kranialis, yaitu: n. okulomotor
(N.III), n.troklearis (N.IV), n. abdusen (N.VI). Nervus okulomotor mempersarafi
m.rektussuperior, m. rektus inferior, m. rektus medialis, danm. oblikus inferior.
Nervustroklearis mempersarafi m.oblikus superior, sedangkan n. abdusen mempersarafi
m.rektus lateralis.5
Tabel 1. Fungsi Primer dan Sekunder Otot-Otot Ekstraokular5
M. Oblikus Superior
M. Oblikus Inferior
M. Rektus Superior

Primer
Intorsi
Ekstorsi
Elevasi

Sekunder
Depresi, Abduksi
Elevasi, Abduksi
Intorsi, Aduksi
8

M. Rektus Inferior
M. Rektus Medialis
M. Rektus Lateralis

Depresi
Adduksi
Abduksi

Ekstorsi, Aduksi
Tidak ada
Tidak ada

Otot-otot sinergistik adalah otot-otot yang memiliki bidang kerja yang sama. Dengan
demikian, untuk pandangan ke arah atas, otot rektus superior dan oblikus inferior bersinergi
menggerakkan mata keatas. Otot-otot ekstraokuler juga memperlihatkan sifat antagonistik
yang timbal-balik (hukum Sherrington), misalnya saat seseorang menatap ke kanan, otot
rektus lateralis kanan dan medialis kiri terstimulasi, sementara otot rektus medialis kanan dan
lateralis kiri mengalami inhibisi.5
Tabel 2. Pasangan Otot-Otot Ekstraokular pada Pergerakan Bola Mata5
Arah Gerak Mata
Kanan
Kiri
Atas Kanan
Atas Kiri
Bawah Kanan
Bawah Kiri

Pasangan Otot
M. Rektus Lateralis OD M. Rektus Medialis OS
M. Rektus Lateralis OS M. Rektus Medialis OD
M. Rektus Superior OD M. Oblikus Inferior OS
M. Rektus Superior OS M. Oblikus Inferior OD
M. Rektus Inferior OD M. Oblikus Superior OS
M. Rektus Inferior OS M. Oblikus Superior OD

Gambar 2. Otot Penggerak Bola Mata

II.1.7 Jaras Penglihatan Sensorik

Nervus kranialis II merupakan indera khusus untuk penglihatan.Cahaya dideteksi oleh


sel-sel batang dan sel kerucut diretina. Badan sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan
tonjolan (prosesus) yang bersinap dengan sel bipolar (neuron kedua di jaras penglihatan).Selsel bipolar kemudian bersinap dengan sel-sel ganglion retina. Akson-akson sel ganglion
membentuk lapisan serat saraf pada retina dan menyatu membentuk nervus optikus.1,4
Di dalam tengkorak, 2 nervus optikus menyatu membentuk kiasma optikus.Traktus
optikus dibentuk dari lanjutan nervus optikus ipsilateral bagian temporal (yang tidak
menyilang) dan lanjutan nervus optikus kontralateral bagian nasal (yang menyilang).Masingmasing traktus optikus berjalan menuju ke korpus genikulatum lateralis.Korpus genikulatum
lateralis merupakan akhir serabut aferen dari lintasan visual anterior. Dari korpus
genikulatum lateralis akan terdapat neuron visual akhir yang akan membentuk radiatio optika
untuk menuju korteks visual primer di korteks kalkarina pada lobus oksipitalis. Di sinilah
berakhir impuls dari retina. Pada sistem penglihatan terdapat 2 macam neuron yaitu:1,4
1. Neuron

parvoseluler

dengan

sel-sel

yang

berukuran

kecil

dan

berfungsi

menghantarkan informasi warna, dan diskriminasi halus


2. Neuron magnoselular dengan sel-sel yang berukuran besar dan berfungsi
menghantarkan informasi gerak, stereopsis
II.1.8Fisiologi Perkembangan Penglihatan
1. Perkembangan Penglihatan Monokular (Menggunakan Satu Mata)
Pada saat lahir, tajam penglihatan berkisar antara gerakan tangan sampai hitung jari.
Hal ini karena pusat penglihatan di otak yang meliputi nukleus genikulatum lateral
dan korteks striata belum matang. Setelah umur 4-6 minggu, fiksasi bintik kuning atau
fovea sentral timbul dengan pursuit halus yang akurat.Pada umur 6 bulan respon
terhadap stimulus optokinetik timbul.Perkembangan penglihatan yang cepat terjadi
pada 2-3 bulan pertama yang dikenal sebagai periode kritis perkembangan
penglihatan. Tajam penglihatan meningkat lebih lambat setelah periode kritis dan
pada saat berumur 3 tahun mencapai 20/30.6
2. Perkembangan

Penglihatan

Binokular (Penglihatan

dengan

Dua

Mata

Bersamaan)
Perkembangan penglihatan binokular terjadi bersamaan dengan meningkatnya
penglihatan monokular. Kedua saraf dari mata kanan dan kiri akan bergabung
memberikan penglihatan binokular. Di korteks striata jalur aferen kanan dan kiri
10

berhubungan dengan sel-sel korteks binokular yang mempunyai respon terhadap


stimuli kedua mata, dan sel-sel korteks monokular yang bereaksi terhadap rangsangan
hanya satu mata.Kira-kira 70% sel-sel di korteks striata adalah sel-sel binokular.Selsel tersebut berhubungan dengan saraf di otak yang menghasilkan penglihatan tunggal
binokular dan stereopsis (penglihatan tiga dimensi). Fusi penglihatan binokular
berkembang pada usia 1,5 hingga 2 bulan, sementara stereopsis berkembang
kemudian pada usia 3 hingga 6 bulan.6
3. Penglihatan Binokular Tunggal dan Stereopsis
Penglihatan binokular normal adalah proses penyatuan bayangan di retina dari dua
mata ke dalam persepsi penglihatan tunggal tiga dimensi. Syarat penglihatan
binokular tunggal adalah memiliki sumbu mata yang tepat sehingga bayangan yang
sama dari masing-masing mata jatuh pada titik di retina yang sefaal, yang akan
diteruskan ke sel-sel binokular korteks yang sama. Obyek di depan atau belakang
horopter akan merangsang titik retina nonkorespondensi. Titik di belakang horopter
empiris merangsang retina binasal, dan titik di depan horopter merangsang retina
bitemporal. Ada daerah yang terbatas di depan dan di belakang garis horopter tempat
obyek merangsang titik-titik retina non korespondensi sehingga masih dapat terjadi
fusi menjadi bayangan binokular tunggal. Area ini disebut area fusi Panum. Obyek
dalam area ini akan menghasilkan penglihatan binokular tunggal dengan penglihatan
stereopsis atau tiga dimensi. Fovea atau bintik kuning mempunyai resolusi atau daya
pisah ruang yang tinggi, sehingga perpindahan kecil pada garis horopter pada lapang
pandang sentral dapat terdeteksi, menghasilkan stereopsis derajat tinggi.6
4. Adaptasi Sensoris pada Gangguan Rangsangan Penglihatan
Hal ini terjadi karena kedua mata kita terpisah dan masing-masing mata mempunyai
perbedaan penglihatan saat melihat obyek. Perkembangan sistem penglihatan
menyesuaikan dengan kekacauan bayangan retina yang tidak sama dengan
menghambat aktivitas korteks dari satu mata. Hambatan korteks ini biasanya
melibatkan bagian sentral lapang pandang dan disebut supresi kortikal. Bayangan
yang jatuh dalam lapang supresi kortikal tidak akan dirasakan dan area ini disebut
skotoma supresi. Supresi tergantung pada adanya penglihatan binocular dengan satu
mata berfiksasi, sedangkan mata satunya supresi.Ketika mata fiksasi ditutup, skotoma
supresi hilang. Supresi korteks mengganggu perkembangan sel-sel kortikal bilateral
dan akan menghasilkan penglihatan binokular abnormal tanpa stereopsis atau
11

stereopsis yang buruk. Jika supresi bergantian antara kedua mata, tajam penglihatan
akan berkembang sama meskipun terpisah tanpa fungsi binokular normal sehingga
terjadi penglihatan bergantian atau alternating. Supresi terus menerus terhadap
aktivitas korteks pada satu mata akan mengakibatkan gangguan perkembangan
penglihatan binokularitas dan tajam penglihatan buruk.6
II.2. AMBLIOPIA
II.2.1 Definisi
Ambliopia
(mata).Ambliopia

berasal
berarti

dari

bahasa

penglihatan

Yunani
yang

yaitu

tumpul

amblys
atau

(tumpul)

dan

pudar.Ambliopia

ops

adalah

berkurangnya visus atau tajam penglihatan unilateral atau bilateral walaupun sudah dengan
koreksi terbaik tanpa ditemukannya kelainan struktur pada mata atau lintasan visual bagian
belakang.Kelainan

ini

dianggap

sebagai

akibat

gangguan

perangsangan

terhadap

perkembangan fungsi visual pada tahap-tahap awal kehidupan. Dengan kata lain ambliopia
adalah buruknya penglihatan akibat kelainan perkembangan visual yang disebabkan oleh
perangsangan visus abnormal. Dengan demikian, gangguan utamannya pada visus sentral
sedangkan penglihatan perifer normal.4,7
II.2.2 Epidemiologi
Ambliopia merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang penting oleh karena
menyebabkan penderitaan seumur hidup. Usaha-usaha untuk mengatasinya memerlukan
biaya yang besar, kedisiplinan yang tinggi baik pasien maupun dokter dan membutuhkan
waktu yang panjang.4
Studi mengenai insidens dan prevalensi secara khusus jarang dilakukan.Insidens dan
prevalensi ambliopia pada anak-anak di Amerika berkisar 1% hingga 5%. India yang
memiliki banyak masalah kesehatan mata, memperkirakan bahwa prevalensi ambliopia
adalah sebesar 4,3%.Di Indonesia, prevalensi ambliopia pada murid-murid kelas I SD di
Kotamadya Bandung pada tahun 1989 adalah sebesar 1,56%. Pada tahun 2002, hasil
penelitian mengenai ambliopia di Yogyakarta, didapatkan insidensi ambliopia pada anak-anak
SD di perkotaan adalah sebesar 0,25%, sedangkan di daerah pedesaan sebesar 0,20%.
Penyebab ambliopia terbanyak pada studi tersebut adalah anisometropia yaiut sebesar 44,4%.
Sedangkan penelitian tentang ambilopia pada 54.260 anak SD di 13 kecamatan DIY pada
12

tahun 2005 dengan menggunakan kriteria ambliopia yaitu visus dengan koreksi terbaik
20/30, dan terdapat paling sedikit perbedaan 2 baris Optotipe Snellen antara mata kanan dan
kiri, menggunakan teknik crowding phenomenon, neutral density filter, dan tidak
ditemukannya kelainan organic, ternyata hanya menemukan prevalensi ambliopia sebesar
0,35%.6
Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan.Usia terjadinya ambliopia yaitu
pada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang
perkembangannya terlambat, prematur dan/atau dijumpai adanya riwayat keluarga
ambliopia.6
II.2.3 Patofisiologi
Ambliopia seharusnya tidak dilihat dari masalah mata saja, tetapi juga kelainan di
otak akibat rangsangan visual abnormal selama periode sensitif perkembangan penglihatan.
Penelitian pada hewan, bila ada pola distorsi pada retina dan strabismus pada perkembangan
penglihatan awal, bisa mengakibatkan kerusakan struktural dan fungsional nukleus
genikulatum lateral dan korteks striata. Ambang sistem penglihatan pada bayi baru lahir
adalah di bawah orang dewasa meskipun sistem optik mata memiliki kejernihan 20/20.Sistem
penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan khususnya interaksi kompetisi antara
kedua jalur lintasan mata kanan dan kiri di korteks penglihatan untuk berkembang menjadi
penglihatan seperti orang dewasa, yaitu visus menjadi 20/20.Penglihatan yang baik harus
jernih dan bayangan terfokus sama pada kedua mata. Bila bayangan kabur pada satu mata,
atau bayangan tersebut tidak sama pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat
berkembang dengan baik, bahkan dapat memburuk. Bila hal ini terjadi, otak akan
mematikan mata yang tidak fokus dan orang tersebut akan bergantung pada satu mata
untuk melihat.4,6
II.2.4 Klasifikasi Ambliopia
1. Ambliopia Strabismus
Merupakan bentuk ambliopia yang paling sering dan menyebabkan hilangnya
penglihatan binokuler.Ambliopia strabismik ditemukan pada penderita esotropia dan
jarang pada mata yang eksotropiaTropia atau mata juling yang konstan, non alternan
atau tidak bergantian kanan dan kiri merupakan penyebab ambliopia yang paling
signifikan. Dengan satu mata yang lurus dan mata yang lain berdeviasi dapat
menimbulkan dua fenomena penglihatan yang berbeda yaitu konfusi dan diplopia. 2,4,7
13

Konfusi penglihatan merupakan persepsi yang bersamaan dari dua buah objek
yang berbeda yang diproyeksikan ke arah retina koresponden.Secara fisiologis kedua
fovea tidak dapat mempersepsikan obyek-obyek yang berbeda secara bersamaan.Hal
ini menyebabkan supresi terhadap obyek dari mata yang deviasi agar penglihatan tetap
tunggal. Diplopia adalah penglihatan ganda yang disebabkan oleh jatuhnya bayangan
di fovea pada satu mata sedangkan pada mata lain berada di luar fovea. Konfusi dan
diplopia dihilangkan dengan melakukan supresi fovea.2,4,7
2. Ambliopia Anisometropia
Pada ambliopia anisometropik, bayangan di fovea kedua mata berlainan bentuk
dan ukurannya akibat perbedaan refraksi mata kanan dan kiri sehingga terjadi
gangguan fusi.Ambliopia anisometropik disebut juga ambliopia distorsi pola
monokular karena terjadi distorsi akibat terbentuknya bayangan kabur pada satu
mata.Anisometropia miopia ringan biasanya tidak menimbulkan ambliopia tetapi
miopia unilateral (- 6D) sering menyebabkan ambliopia berat. Anisometropia miopik
baru akan menimbulkan ambliopia yang bermakna bila terdapat kelainan refraksi lebih
dari 5D. Anisometropia hipermetropia atau astigmatisme anisometropia + 1,5D dapat
menyebabkan ambliopia, sedangkan ambliopia hipermetropik sedang (+ 3D) dapat
menimbulkan ambliopia berat dengan visus 6/60.Pada anak-anak, ambliopia miopik
lebih mudah ditangani daripada ambliopia hiperopik.Biasanya sikap tubuh dan mata
anak tersebut dari luar tampak normal, sehingga deteksi dini dan penanganan sering
terlambat. Sedangkan kalau diperhatikan betul, sering kali anak memincingkan satu
matanya agar sinar yang masuk mata paling mendekati aksis dan terhindar dari sinar
hambur sehingga tampak lebih jelas.2,4,7
3. Ambliopia Ametropia
Mata dengan hipermetropia dan astigmat sering memperlihatkan ambliopia akibat
mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan baik dan jelas. Pada
ambliopia ametropik, terjadi penurunan tajam penglihatan bilateral dengan kelainan
refraksi bilateral yang berat pada anak yang tidak dikoreksi (biasanya hipermetropia
atau astigmat).2,4,7
Keadaan ini disebut juga ambliopia dengan pola distorsi binokular. Secara klinis
terlihat pada hipermetrop tinggi bilateral +5D atau lebih dan miopia tinggi atau lebih
dari 10 D dan astigmatisme bilateral simetris. Anak-anak dengan kelainan tersebut,
biasanya akan bergerak maju mendekati obyek yang dilihat untuk mendapatkan

14

penglihatan yang lebih baik. Ambliopia meridional bilateral merupakan salah satu
ambliopia isometropik dengan astigmatisme +3,00 D atau lebih.2,4,7
4. Ambliopia Deprivasi
Disebut juga ambliopia ex anopsia atau disuse amblyopia.Ambliopia ini
disebabkan hilangnya kemampuan melihat bentuk karena kekeruhan media refraksi
(kornea keruh, katarak, perdarahan vitreus) atau ptosis sejak lahir atau terlambat
diatasi. Anak-anak paling rentan terhadap ambliopia dari sejak lahir hingga usia 7 atau
8 bulan. Ambliopia ini bila mulai terjadi sesudah berumur 4 tahun maka tajam
penglihatan tidak akan kurang dari 20/200, sedangkan bila terjadi pada usia kurang
dari 4 tahun maka tajam penglihatan dapat lebih buruk. Ambliopia deprivasi
disebabkan supresi atau suatu proses akfif dari otak untuk menekan kesadaran
rnelihat.2,4,7
Bentuk ambliopia deprivasi ini sangat jarang, tetapi paling merusak dan sulit
ditangani. Pada anak-anak usia di bawah 6 tahun dengan katarak kongenital
berdiameter 3 mm atau lebih yang padat dan berada di tengah-tengah lensa, dapat
mengakibatkan ambliopia berat. Tetapi bila anak tersebut sudah berusia di atas 6 tahun
dan baru menderita katarak seperti di atas, tidak akan lebih berbahaya. Hal ini
disebabkan karena perkembangan visual terjadi pada usia di bawah 6 tahun. Ambliopia
oklusi merupakan salah satu penyebab ambliopia deprivasi akibat terapi oklusi yang
berlebihan yang pada umumnya untuk terapi pada strabismus. Hal ini dapat dihindari
dengan melakukan pemerikssaan rutin.2,4,7
5. Ambliopia Intoksikasi
Intoksikasi yang disebabkan pemakaian tembakau, alkohol, timah atau bahan
toksik lainnya dapat mengakibatkan ambliopia.Biasanya terjadi neuritis optik toksik
akibat keracunan disertai terdapat tanda-tanda lapang pandangan yang berubah-rubah.
Hilangnya tajam penglihatan sentral bilateral, yang diduga akibat keracunan
metilalkohol, yang dapat juga terjadi akibat gizi buruk.2
II.2.5 Manifestasi Klinis
Berikut adalah gejala-gejala dari ambliopia:2
1. Berkurangnya penglihatan satu mata
2. Menurunnya tajam penglihatan, terutama pada fenomena crowding
3. Hilangnya sensitivitas kontras
4. Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik
15

5. Adanya anisokoria
6. Biasanya daya akomodasi menurun
7. ERG dan EEG penderita ambliopia selalu normal, yang berarti tidak terdapat
kelainan organik pada retina maupun korteks serebri.
II.2.6 Diagnosis dan Pemeriksaan
Diagnosis dibangun berdasar adanya bukti visus turun dengan tidak diketemukannya
kelainan fisik setelah kelainan-kelainan lain diatasi. Misalnya kelainan refraksi sudah
dikoreksi, katarak kongenital sudah dioperasi, dan lain-lain.7
Bila menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan
dan harus dijawab dengan lengkap, yaitu:8
1.Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? (seperti strabismus, anisometropia)
2.Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3.Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4.Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam membuat
prognosisnya tabel berikut.8
Tabel 3. Faktor Primer Yang Berhubungan Dengan Prognosis Ambliopia8
JELEK SEDANG
Onset Anomali Lahir usia 2 tahun

SEDANG - BAIK
2 4 tahun

BAIK SEMPURNA
4 7 tahun

1 3 tahun

1 tahun

Ambliogenik
Onset

Terapi > 3 tahun

Minus

Onset

Anomali
Bentuk dan

Koreksi

Keberhasilan

kemajuan

dari Terapi

penglihatan minimal

Awal

optikal, Koreksi optikal dan Koreksi optikal penuh dan


tajam Patching, kemajuan Patching,
tajam

kemajuan

tajam

penglihatan penglihatan signifikan.

sedang

Latihan

akomodasi,

koordinasi mata, tangan, dan


fiksasi
Adanya
Kepatuhan

Tidak sampai dengan Lumayan


kurang

streosepsis

dan

alternasi.
sampai Cukup sampai dengansangat

dengancukup

patut
16

Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita


strabismus atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan predisposisi seorang
anak

menderita

ambliopia.Strabismus

dijumpai

sekitar

4%

dari

keseluruhan

populasi.Frekuensi strabismus yang diwariskan berkisar antara 22% - 66%.Frekuensi


esotropia di antara saudara sekandung, dimana pada orang tua tidak dijumpai kelainan
tersebut, adalah 15%.Jika salah satu orang tuanya esotropia, frekuensi meningkat hingga
40%.Pemeriksaan serta mengetahui perkembangan tajam penglihatan sejak bayi sampai usia
9

tahun

adalah

perlu

untuk

mencegah

keadaan

terlambat

untuk

memberikan

perawatan.8Pemeriksaan pada ambliopia meliputi:2


1. Uji Tajam Penglihatan
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang
tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka penderita
diminta membaca kartu Snellen sampai huruf terkecil yang dibuka satu persatu atau
yang diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien disuruh melihat sebaris huruf
yang sama. Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam
baris maka ini disebut adanya crowding phenomenon dan menunjukan mata tersebut
menderita ambliopia.Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada anak adalah
pemeriksaan yang paling penting meskipun untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang
dapat dipercaya sulit pada pasien anak anak.Anak yang sudah mengetahui huruf balok
dapat di tes dengan kartu Snellen standar. Untuk nonverbal Snellen, yang banyak
digunakan adalah tes E dan tes HOTV.

Tes lain adalah dengan simbol LEA.

Bentuk ini mudah bagi anak usia 1 tahun, dan mirip dengan konfigurasi huruf
Snellen. Caranya sama dengan tes HOTV.

Gambar 3. Simbol LEA


2. Uji Filter Densitas Netral

17

Dasar uji adalah diketahuinya bahwa pada mata yang ambliopia secara fisiologik
berada dalam keadaan beradaptasi gelap, sehingga bila pada mata ambliopia dilakukan
uji penglihatan dengan intensitas sinar yang direndahkan (memakai filter densiti netral)
tidak akan terjadi penurunan tajam penglihatan. Dilakukan dengan memakai filter yang
perlahan-lahan digelapkan sehingga tajam penglihatan pada mata normal turun 50%
(dari 20/20 menjadi 20/40 atau turun 2 baris), sedangkan bila ambliopia adalah
fungsional maka paling banyak tajam penglihatan berkurang satu baris atau tidak
terganggu sama sekali.

Gambar 4. Tes Filter Densitas Netral


Keterangan Gambar:
A.Pada saat mata yang sehat ditutup, filter ditempatkan di depan mata yang
ambliopik selama 1 menit sebelum diperiksa visusnya.
B.Tanpa filter pasien bisa membaca 20/40.
C.Dengan filter, visus tetap 20/40 (ataumembaik 1 atau 2 baris) pada ambliopia
fungsional.
D.Filter bisa menurunkan visus 3 baris atau lebih pada kasus-kasus ambliopia
organik.
3. Uji Worths Four Dot
Uji untuk melihat penglihatan binokular, adanya fusi, korespondensi retina
abnormal, supresi pada satu mata dan juling.Penderita memakai kaca mata dengan filter
merah pada mata kanan dan filter biru mata kiri dan melihat pada objek 4 titik dimana 1
berwarna merah, 2 hijau 1 putih. Lampu atau titik putih akan terlihat merah oleh mata
kanan dan hijau oleh mata kiri. Lampu merah hanya dapat dilihat oleh mata kanan dan
lampu hijau hanya dapat dilihat oleh mata kiri. Bila fusi baik maka akan terlihat 4 titik
18

dan sedang lampu putih terlihat sebagai warna capuran hijau dan merah. Empat titik
juga akan dilihat oleh mata juling akan tetapi telah terjadi korespondensi retina yang
tidak normal. Bila terdapat supresi maka akan terlihat hanya 2 merah bila mata kanan
dominan atau 3 hijau bila mata kiri yang dominan. Bila terlihat 5 titik, 3 merah dan 2
hijau yang bersilangan berarti mata dalam kedudukan eksotropia dan bila tidak
bersilangan berarti mata berkedudukan esotropia.
II.2.7 Penatalaksanaan
Ambliopia merupakan kelainan yang reversibel dan akibatnya tergantung pada saat
mulai dan lamanya. Saat yang sangat rentan adalah bayi pada umur 6 bulan pertama dan
ambliopia tidak akan terjadi sesudah usia lebih dari 5 tahun. Ambliopia bila diketahui dini
dapat dicegah sehingga tidak rnenjadi perrnanen.Perbaikan dapat dilakukan bila penglihatan
masih dalam perkembangannya. Bila ambliopia ini ditemukan pada usia di bawah 6 tahun
maka masih dapat dilakukan latihan untuk perbaikan penglihatan. Penatalaksanaan ambliopia
meliputi langkah langkah berikut:1,2
1. Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak.
2. Koreksi kelainan refraksi.
3. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan
mata yang lebih baik.
A. Pengangkatan Katarak
Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak perlu
ditunda tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama
kehidupan, sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal.
Pada kasus katarak bilateral, interval operasi pada mata yang pertama dan kedua
sebaiknya tidak lebih dari 1-2 minggu.Operasi katarak harus segera direhabilitasi
visusnya dengan pemasangan lensa tanam jika sudah memungkinkn, kalau tidak
memungkinkan maka bisa dipasang kacamata afakia atau lensa kontak.Kegagalan
dalam menjernihkan media, memperbaiki optikal, dan penggunaan reguler mata
yang terluka, akan mengakibatkan ambliopia berat dalam beberapa bulan, selambat
lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun.1,2,7
B. Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat
diterapi dengan kacamata atau lensa kontak.Ukuran kaca mata untuk mata ambliopia
diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia. Karena kemampuan
mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung menurun, maka ia tidak dapat
19

mengkompensasi hiperopia yang tidak dikoreksi. Koreksi afakia pada anak dilakukan
segera mungkin untuk menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat
keruhnya lensa yang dapat menjadi defisit optikal berat. Ambliopia anisometropik dan
ambliopia isometropik akan sangat membaik walau hanya dengan koreksi kacamata
selama beberapa bulan.1,2
C. Oklusi dan Degradasi Optikal
a. Oklusi
Terapi oklusi merupakan cara yang paling efektif, yang keberhasilannya baik dan
cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau paruh waktu (parttime).1,2,7
1.Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi setiap
saat kecuali 1 jam waktu berjaga (occlusion for all or allbut one waking hour).
Arti ini sangat penting dalam penatalaksanaan ambliopia dengan cara
penggunaan mata yang rusak. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah
penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara komersial.1,2
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka
sewaktu tidur.Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) dapat juga
menjadi alternatif full-time patching bila terjadi iritasi kulit atau perekat patchnya kurang lengket.Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus
konstan menghambat penglihatan binokular.1,2
Ada suatu aturan / standar mengatakan full-time patching diberi selama 1
minggu untuk setiap tahun usia misalnya penderita ambliopia pada mata kanan
berusia 3 tahun harus memakai full-timepatch selama 3 minggu, lalu dievaluasi
kembali Hal ini untuk menghindarkan terjadinya ambliopia pada mata yang
baik.1,2
2.Oklusi Part-time
Oklusi part-timeadalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi hasil
sama dengan oklusi full-time.

Durasi interval buka dan tutup patch-nya

tergantung dari derajat ambliopia.1,2


Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan
peranan full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut menunjukkan,
pada pasien usia 3-7 tahun dengan ambliopia berat (tajam penglihatan antara
20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120), full-time patching memberi efek sama
dengan penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi lain, patching 2 jam/hari
20

menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir sama dengan patching 6


jam/hari pada ambliopia sedang / moderate (tajam penglihatan lebih baik dari
20/100) pada pasien usia 3 7 tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi
dengan aktivitas melihat dekat selama 1 jam/ hari.1,2
Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau
tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing masing
mata.Hasil ini tidak selalu dapat dicapai. Jika sepanjang terapi terus
menunjukkan kemajuan, maka penatalaksanaan harus tetap diteruskan.1,2

Gambar 5. Adhesive Patch


b. Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan
kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi
lebih buruk dari mata yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi
(penalization). Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes
5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat
berakomodasi dan kabur bila melihat dekat dekat.1,2,7
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi,
yaitu tidak mengiritasi kulit dan lebih baik dilihat dari segi kosmetis. Dengan
atropinisasi, anak sulit untuk menggagalkan metode ini. Evaluasinya juga tidak
perlu sesering oklusi.1,2
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa
positif dengan ukuran tinggi (fogging)atau filter.Metode ini mencegah terjadinya
efek samping farmakologik atropine.Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan
metode non-oklusi pada pasien dengan mata yang lurus (tidak strabismus) adalah
kedua mata dapat bekerjasama, jadi memungkinkan penglihatan binokular.1,2
Hasil akhir terapi ambliopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat,
tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua
mata.3 Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut:1,2

Derajat ambliopia

Pilihan terapeutik yang digunakan

Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih


21

Usia pasien

II.2.8 Komplikasi
Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk terjadinya ambliopia
pada mata yang baik.Oklusi full-time adalah yang paling beresiko tinggi dan harus dipantau
dengan ketat, terutama pada anak balita.Follow-up pertama setelah pemberian oklusi
dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1 minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4
minggu untuk anak usia 4 tahun). Pada oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya
tidak perlu sesering oklusi full-time, tapi follow-up reguler tetap penting.1
II.2.9 Prognosis
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi
pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal
ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia.Faktor resiko gagalnya
penatalaksanaan amblopia adalah sebagai berikut:1

Jenis ambliopia : Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan
organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia strabismik
prognosisnya paling baik.

Usia dimana penatalaksanaan dimulai : Semakin muda pasien maka prognosis


semakin baik.

Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai : Semakin bagus tajam penglihatan awal
pada mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin baik.

II.2.10 Pencegahan
Skrining untuk mencari penyebab ambliopia harus dilakukanoleh dokter. Pada anakanak yang mempunyai risiko untuk ambliopia harus diskrining setiap tahun selama
periodeperkembangan sistem penglihatan anak yaitu mulai lahir sampai umur 6-8 tahun.2
Orangtua

juga harus

penglihatan.Perlunya

penapisan

peka

kalau

rutin

melihat

karena

anaknya

biasanya

ada

masalah

kondisi-kondisi

ini

dengan
tidak
22

disadari.Selain itu, perlu mengeliminasi kondisi-kondisi yang menyebabkan ambliopia


dengan tindakan medis.7

BAB III
KESIMPULAN
Ambliopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai
optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan
refraksinya. Pada ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau bilateral
23

dimana tidak ditemukan kausa organik pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang
keadaan baik, dapat dikembalikan fungsinya dengan pengobatan.
Insidens dan prevalensi ambliopia pada anak-anak di Amerika berkisar 1% hingga
5%.Ambliopia tidak dipengaruhi oleh ras maupun jenis kelamin.Masa paling sensitif dari
perkembangan ambliopia adalah 6 bulan pertama kehidupan dan biasanya tidak berkembang
setelah umur 6 tahun.Klasifikasi ambliopia dibagi menjadi ambliopia strabismik, ambliopia
anisometropik, ambliopia ametropia, dan ambliopia deprivasi.Ambliopia tidak dapat sembuh
dengan sendirinya, dan ambliopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gagguan
penglihatan permanen.Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel
dengan deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak dengan ambliopia atau yang berisko
ambliopia hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan
terapi akan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Susanto D, penyunting. Oftalmologi umum Vaughan & Asbury. Edisi ke-17. Jakarta:
EGC, 2010.h. 233-79.
24

2. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.h.1-9,
245-54.
3. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan dasar mata. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI, 2011.h.3-8.
4. Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Ukrida, 2011.h.3-33.
5. Wijana N. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Abadi Tegal, 1993.h.17-214.
6. Gunawan W. Gangguan penglihatan pada anak karena ambliopia dan penanganannya.
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2007.h.1-27.
7. Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2012.h.219-21.
8. Leske MC, Hawkins BS. Screening: relationship to diagnosis and therapy in Duanes
clinical ophthalmology. USA: Lippincott William & Wilkins, 2004.

25

Anda mungkin juga menyukai