Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

OD PSEUDOFAKIA
OS DAKRIOSTENOSIS

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata


RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang

Disusun Oleh :

Natasya Saraswati 1820221102

Pembimbing :

dr. YB. Hari Trilunggono, SpM


dr. Dwidjo Pratiknjo, SpM

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
PERIODE 13 MEI 2019 – 15 JUNI 2019
LEMBAR PENGESAHAN

OD PSEUDOFAKIA
OS DAKRIOSTENOSIS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Tentara Tk. II
dr. Soedjono Magelang

Oleh :

Natasya Saraswati 1820221102

Magelang, Mei 2019


Telah dibimbing dan disahkan oleh :
Pembimbing

dr. DwidjoPratiknjo, SpM dr. YB. Hari Trilunggono, SpM


BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Ketawang rt 009/002 Grabag Magelang
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Tanggal Periksa : 20 Mei 2019
Anamnesis dilakukan secara : autoanamnesis pada tanggal 20 Mei 2019 di Poli Mata
RST Tk. II dr. Soedjono Magelang.

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama :
Sudut mata kiri dekat hidung membengkak sejak 1 tahun yang lalu

b. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Poli Mata RST dr. Soedjono Magelang dengan keluhan sudut
mata kiri dekat hidung membengkak sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengatakan
bahwa awalnya bengkak pada sudut mata kiri dekat hidung kecil tapi lama kelamaan
pasien merasakan bengakak makin membesar menjadi seperti benjolan yang lunak.
Pasien mengatakan bahwa pasien tidak merasakan nyeri pada matanya disekitar
matanya maupun pada benjolan tersebut yang terdapat pada sudut mata kiri dekat
hidung. Pasien mengatakan bahwa dari mata kiri pasien sering berair dan sering keluar
air cairan berwarna bening seperti air mata sampai ke pipi pasien. Pasien juga
mengeluhkan bahwa ketika bangun tidur pasien sering sulit membuka mata karena
terdapat banyaknya cairan berwarna bening (kotoran mata) pada mata kiri pasien yang
sampai mengering. Pasien mengakui bahwa selama 1 tahun terakhir ini ketika mulai
timbul bengkak pada sudut mata kiri dekat hidung pasien sering mengalami pilek dan
menjadi demam selama beberapa hari.
Pasien mengeluhkan bahwa pandangan pada mata kirinya seperti terhalang dan
merasa seperti mengganjal pada mata kirinya. Pasien mengatakan bahwa telah berobat
ke dokter mata namun benjolan pada mata pasien tidak mengempes.
Pasien belum pernah menggunakan kacamata dan sebelumnya pasien memiliki
keluhan pandangan kabur pada mata kanan pasien dan pasien mengatakan bahwa
pasien telah melakukan operasi katarak pada mata kanan tersebut sekitar kurang lebih
6 bulan yang lalu. Pasien menyangkal adanya keluhan mata gatal dan panas pada
kedua kelopak mata, keluhan mata merah dan melihat dua bayangan juga disangkal
oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat keluhan serupa : diakui
Riwayat trauma pada mata : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat operasi mata : diakui
Riwayat trauma pada mata : disangkal

c. Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal

d. Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah berobat ke poli mata RST Soedjono untuk keluhan mata bengkaknya
namun belum ada perbaikan
e. Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien bekerja sebagai petani. Pasien menggunakan BPJS untuk biaya pengobatan.
Kesan ekonomi cukup

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Umum
Kesadaran : Compos mentis
Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status gizi : Baik

b. Vital Sign
 TD : 120/80 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 RR : 20 x/menit
 Suhu : 36,4ºC

c. Status Ophthalmicus
Oculus Dexter Oculus sinister

Skema Ilustrasi

Oculus Dexter Oculus Sinister

No. Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister


1. Visus 6/12 6/15
Bulbus okuli Bulbus okuli
- Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
- Enoftalmus - -
2. - Eksoftalmus - -
- Strabismus - -
3. Suprasilia Normal Normal
PalpebraSuperior : PSuperiInferio: -
- Vulnus laceratum - -
- Edema - -
- Hematom - -
- Hiperemis - -
4. - Entropion - -
- Ektropion - -
- Blefarospasme - -
- Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
- Ptosis/ Pseudoptosis - -
- Secret - -
- Abses - -
PalpebraInferior : PalpebraSuperior-Inf
- Vulnus laceratum - -
- Edema - -
- Hematom - -
- Hiperemis - -
5. - Entropion - -
- Ektropion - -
- Blefarospasme - -
- Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
- Abses - -
- Secret - +
Konjungtiva :
- Injeksi konjungtiva - -
6. - Injeksi siliar - -
- Sekret - -
- Laserasi - -
Kornea :
- Kejernihan Jernih Jernih
7. - Edema - -
- Infiltrat - -
- Sikatrik - -
COA :
- Kedalaman Dalam Dalam
8.
- Hifema - -
- Hipopion - -
Iris :
- Kripta Normal Normal
9. - Sinekia
 Anterior - -
 Posterior - -
Pupil :
- Bentuk Bulat Bulat
10.
- Diameter ± 3mm ± 3mm
- Refleks pupil + +
Lensa:
- Kejernihan Jernih, IOL (+) jernih
- Iris shadow - -
11.
- Snow flake - -
- Edema - -
-
Corpus Vitreum
- Kejernihan Jernih Jernih
12.
- Floaters - -
- Hemoftalmus - -
13.
Retina:
Fundus Refleks Cemerlang Cemerlang
Funduskopi
Fokus fundus +3 +3
- Papil N II Bulat, berbatas tegas, Bulat, berbatas tegas,
berwarna orange, CDR berwarna orange, CDR
0.3 0.3
- Vasa
a. AV Ratio 2:3 2:3
b. Mikroaneurisma - -
c. Neovaskularisasi - -
14.
- Macula
a. Fovea Refleks + +
b. eksudat - -
c. edema - -

- Retina
a. Ablasio retina - -
b. Edema - -
b. Bleeding - -
15. TIO(Digital) Normal Normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada kasus ini dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa:
- Anel test
- Fluorescein clearance test
V. DIAGNOSA BANDING
OS Drakiostenosis
a. Drakiostenosis
Merupakan penyumbatan yang terjadi pada duktus nasolakrimasi, yang biasanya di
bagian sudut mata dekat hidung dengan gejala adanya pembengkakan sehingga
terbentuk benjolan yang disertai dengan timbulnya gejala berupa mata yang sering
basah sampai air mata yang sering mengalir sampai ke pipi ( epiphora), benjolan
menetap, adanya akumulasi discharge mucus atau mukopurulen yang menimbulkan
perlengketan pada waktu bangun tidur, pembengkakan pada mata dapat bersifat
unilateral maupun bilateral.

b. Blefaritis
Merupakan radang yang sering terjadi pada kelopak dan tepi kelopak. Blefaritis dapat
disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Gejala
umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket, dan
epiphora.
c. Dakriosistitis
dakriosistitis terdapat adanya peradangan sakus lakrimal yang biasanya di bagian sudut
mata dekat hidung dengan gejala adanya pembengkakan sehingga terbentuk benjolan
yang nyeri dan kemerahan disertai dengan keluarnya secret pada benjolan tersebut
yang berwarna kuning dan lengket.

VI. DIAGNOSA KERJA


OD. Pseudofakia
OS. Dakriostenosis
VII. TERAPI
OS Dakriostenosis
 Medikamentosa
 Eye drop : dibekacin sulfat 4x1 gtt OS
 Oral : - Dexamethasone 0,5 mg tab 2x1
- Ciprofloksasin 500 mg tab 2x1

 Parenteral : Tidak ada


 Operatif : insisi dakriostenosis
 Non Medikamentosa
 Kompres Air hangat
 Massage pada daerah duktus nasolakrimal
8. EDUKASI
Untuk OS Dakriostenosis
 Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhan mata bengkak yang dialami pasien
dikarenakan ada suatu sumbatan yang terjadi pada kelenjar air mata pasien.
 Menjelaskan kepada pasien sumbatan yang terjadi pada kelenjar air mata yang
dialami pasien dapat sembuh namun membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk
mengetahui secara spesifik penyebab sumbatan tersebut dan di berikan terapi
untuuk mencegah terjaidnya infeksi dan Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga
higienitasnya
 Menjelaskan kepada pasien untuk mengurangi aktivitas diluar rumah serta
memakai kacamata untuk mengurangi kontak langsung dengan udara luar.

9. KOMPLIKASI
a. OS Dakriosistitis
b. OS Perisistitis

10. RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan

11. PROGNOSIS
Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam : Ad bonam Ad bonam
Quo ad sanam : Dubia ad bonam Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam Ad bonam
Quo ad cosmetican : Dubia ad bonam Ad bonam
Quo ad vitam : Ad bonam Ad bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Sistem Lakrimalis

Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar
lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis, kanalis lakrimalis, sakus
lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior.8 Kelenjar lakrimalis terletak pada
bagian lateral atas mata yang disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini
bentuk dan ukuranya mirip dengan biji almond, yang terhubung dengan suatu penonjolan
kecil yang meluas hingga ke bagian posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air
mata diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian
lateral dari fornix konjungtiva superior dan di sini air mata akan disebar ke seluruh
permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata.

Gambar 1. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem Drainase

Sumber: Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical Students
Eleventh Edition
Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior dan inferior,
kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus
medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai
cekungan kecil pada permukaan orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus
nasolakrimalis dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal,
duktus ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah saluran pada dinding
medial orbital.

II.2 Definisi
Dakriostenosis adalah penyumbatan duktus nasolakrimalis (saluran yang mengalirkan
air mata ke hidung), Dakriostenosis dapat terjadi secara kongenital maupun didapat. Secara
kongenital disebabkan oleh pengembangan yang tidak sempurna dari duktus nasolakrimalis
dan hal ini menyebabkan sumbatan sehingga air mata tidak dapat mengalir sebagaimana
mestinya. Sedangkan apabila dakriostenosis didapat, penyebabnya bisa infeksi atau trauma
langsung pada sistem lakrimalis.

II.3 Epidemiologi

Obstruksi Duktus Lakrimasi yang didapatkan secara kongenital memiliki angka


kejadian sekitar 50% yang terjadi pada neonatus, namun pada banyak kasus obstruksi ini
akan terbuka secara spontan setelah 4-6 minggu kelahiran, pada 6% bayi umur 3-4 minggu
akan menetap dan bermanifestasi, 1/3 nya bersifat bilateral. Sembilan puluh persen kasus
akan hilang sendiri pada satu tahun pertama kehidupan. Obstruksi duktus lakrimal juga
sering terjadi pada orang tua, ditemukan 4x lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita.

II.4 Etiologi

Penyumbatan duktus nasolakrimalis (dakriostenosis) bisa terjadi akibat:

a. Kongenital
- Obstruksi duktus nasolakrimal
- Agenesis punctum kanalikuli
b. Di dapat
- Abnormalitas Punctum
Abnormalitas punctum termasuk punctum yang terlalu kecil ( oklusi dan stenosis)
atau terlalu besar ( biasanya iatrogenic), dan punctum yang mengalamimalformasi
atau tersumbat oleh bagian lain di sekitar punctum.
- Sumbatan kanalikuli
Sumbatan dapat terjadi pada kanalikuli komunis, superior atau inferior. Hal ini
dapat disebabkan karena:
 Plak lakrimal
Plak punctum dan kanalikuli bisa dalam berbagai bentuk dan ukuran, plak
ini awalnyabertujuan untuk menyumbat aliran lakrimal dalam pengobatan
mata kering.
 Obat-obatan
Pada penggunaan obat-obatan kemoterapi sistemik (Idoxuridine,
Docetaxel). Obat-obatan ini disekresi dalam air mata dan mengakibatkan
inflamasi dan jaringan parut pada kanalikuli. Obstruksi kanalikuli juga
dapat terjadi pada penggunaan obat topical(iodine, Phospholine), namun
sangat jarang terjadi.
 Infeksi
Berbagai infeksi dapat menyebabkan obstruksi pada kanalikuli, biasanya
obstruksi terjadi pada infeksi konjungtiva difus ( virus herpes simpleks).
 Penyakit inflamasi
Pada penyakit sindrom steven johnson yang menyebabkan bagian puctum
dan kanalikuli rusak.
 Trauma
Trauma pada kanalikuli bisa menyebabkan kerusakan permanen pada
kanalikuli jika tidak ditangani dengan cepat.
 Neoplasma
Harus dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi
- Sumbatan duktus nasolakrimal
 Stenosis involusi
Penyebabnya tidak diketahui, namun di duga karena adanya infiltrat
inflamasi dan edema. Mungkin terjadi karena adanya infeksi yang tidak
diketahui dan curiga adanya penyakit autoimun.
 Dakriolith
Terbentuk di dalam sacus lakrimal yang menyebabkan terjadinya
obstruksi. Terdiri atas sel epithel, lemak dan debris.
 Penyakit sinus
Biasnaya terjadi karena adanya kerusakan pada ductus nasolakrimal.
 Trauma
Fraktur nasoorbital yang mengenai ductus nasolakrimal.
 Plak lakrimasi
 Prosesnya menyerupai cara plak bermigrasi dari puctum ke
kanalikuli. Plak pada punctum dan kanalikuli yang terlepas bisa
bermigrasi dan menyumbat duktus lasolakrimal.
 Neoplasma
Biasanya disertai dengan adanya riwayat keganasan terutama yang
berasal dari sinus atau nasofaring, sehingga memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.

II.5 Gejala Klinis

a. Pada anak
Tanda-tanda dapat timbul beberapa hari atau beberapa minggu setelah lahir dan
sering bertambah berat karena adanya infeksi saluran pernafasan atas karena pajanan
terhadap suhu dingin atau angin. Manifestasi obstruksi pada duktus yang biasanya
terjadi yaitu:
- Mata sering berair
- Sering keluar air mata ( epiphora)
- Penimbunan mukoid dan mukopurulen ( sering digambarkan orang tua
sebagai nanah), dan mengering membentuk seperti kerak
- Terdapat eritema atau maserasi kulit karena suatu iritasi
- Bayi dengan sumbatan pada duktus nasolakrimasi dapat mengalami infeksi
akut dan peradangan pada sakus nasolakrimasi yang dapat menimbulkan
demam, bengkak, merah dan nyeri.
b. Pada orang dewasa
- Mata yang basah dan berlebihan sampai jatuh ke pipi
- Akumulasi discharge atau mukopurulen yang biasanya menimbulkan
perlengketan pada waktu bangun tidur
- Eritema atau maserasi pada kulit palpebra inferior
- Keluarnya mukus atau mukopurulen saat sakus nasolakrimal di tekan
- Keadaan ini biasanya hilang timbul dan menetap selama beberapa bulan
- Infeksi saluran pernapasan atas dapat memperburuk keadaaan
- Biasanya unilateral, namun kadang bilateral
- Eritema dan iritasi ringan pada konjungtiva.

II.7 Diagnosa

Dalam menegakkan diagnosis dakriostenosis dibutuhkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan
cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik.
Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan
penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.

Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk
memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye
dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan
ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk
memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test.

Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein
2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata
dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan memperlihatkan
gambaran

gambar: 1. Terdapat obstruksi pada


duktus nasolakrimalis kiri
Sumber: http://www.djo.harvard.edu
Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal.
Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang
dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien
diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk
beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue didapati zat warna,
berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.

Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal.
Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I,
mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya
ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah
ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit.
Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan
tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau
maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat
warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam
keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada
kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi
sistem lakrimalnya sedang terganggu.

Gambar2: Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada


Jones dye test II
Sumber: http://drlaurasanders.com/topics/102-Evaluation/

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke
dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya adalah probing test.
Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata
dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal
dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe
yang bisa masuk panjangnya lebih dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi

Gambar 3. Anel test

Sumber: Manual for Eye Examination and Diagnosis 7 th


Edition

Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalam penegakkan diagnosis


dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada
dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography (DCG)
dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada
sistem drainase lakrimal

II.8 Diagnosa Banding

1. Blefaritis

Merupakan radang yang sering terjadi pada kelopak dan tepi kelopak. Blefaritis dapat
disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Gejala umum
pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket, dan epiphora.

2. Dakriosistitis

dakriosistitis terdapat adanya peradangan sakus lakrimal yang biasanya di bagian


sudut mata dekat hidung dengan gejala adanya pembengkakan sehingga terbentuk benjolan
yang nyeri dan kemerahan disertai dengan keluarnya secret pada benjolan tersebut yang
berwarna kuning dan lengket. Pada pasien ini termasuk dakriosistitis akut karena masih ada
nyeri dan kelopak tidak melekat satu dengan yang lainnya.
II.9 Terapi

Pada bayi dalam kandungan, meatus inferior masih tertutup oleh suatu membran
mukosa, yang membuka beberapa waktu setelah lahir. Dan sebagian besar anak-anak yang
menderita dakriostenosis dapat sembuh sendiri. Biasanya menghilang tanpa pengobatan pada
usia 3 sampai 9 bulan, seiring dengan perkembangan duktus nasolakrimalis tersebut.

Tetapi apabila pada bayi didapatkan tanda-tanda dakriostenosis yaitu epiphora,


penanganan pertama adalah sang ibu disuruh melakukan pijitan sepanjang duktus
nasolakrimalis dengan ibu jari ke arah nasal dan mata dibersihkan beberapa kali sehari.
Pemijitan dilakukan 5-10 kali pijitan dengan frekuensi 3-4 kali per hari selama beberapa
minggu. kebanyakan obstruksi menghilang secara spontan pada tahun pertama kehidupan.

Langkah berikutnya bila tidak berhasil dan epiphora terus berlangsung adalah dengan
melakukan probing yaitu dibuat dengan melewatkan satu probe melalui pungtum ke duktus
nasolakrimalis untuk melubangi membran yang tertutup. Dibutuhkan anestesi umum untuk
prosedur ini. Jika pada penekanan sakus lakrimal, keluar pus dari pungtum lakrimal,
diberikan juga larutan penisilin atau antibiotika dengan spectrum luas.

Tetapi apabila pengobatan tetap tidak berhasil dan terjadi residitif maka dilakukan
dakriosistorinostomi (DCR). Dakriosistorinostomi adalah pembedahan yang dilakukan untuk
memperbaiki duktus nasolakrimalis yang tersumbat pembedahan bertujuan untuk mengurangi
angka rekurensi. DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit
pangkal hidung. Dakriosistrinostomi dilakukan dengan cara menghubungkan permukaan
mukosa sakus lakrimalis ke mukosa nasal dengan menghilangkan tulang diantaranya. Operasi
ini dilakukan melalui insisi pada sisi hidung atau dengan endoskopi melalui pasase nasal
sehingga menghindari terjadinya jaringan parut pada wajah. Saat ini, banyak dokter telah
menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.
Gambar 4.Teknik Dakriosistorinostoi Eksternal
Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American
Academy of Ophtalmology

Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan


dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu,

(1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa
insisi kulit dan eksisi tulang.

(2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi
pasase air mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass.

(3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit).

Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut dan


12
kontraindikasi relatif . Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang ekstrim
(bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa
keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:
 Kelainan pada kantong air mata :
- Keganasan pada kantong mata
- Adanya komplikasi Dakrosistitis yang mengarah ke sifilis atau TB
 Kelainan pada hidung
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis atopik
- Periostitis kelainan pada tulang hidung

II.10 Komplikasi

Pada dakriostenosis yang tidak di terapi dengan baik dapat terjadi komplikasi menjadi
dakriosistitis yang terjadi karena terjadinya infeksi. Apabila dakrisistitis tidak diobati juga
dengan baik dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata sehingga membentuk fistel. Bisa
juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis orbita.

Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut di


antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior os.maxilla,
hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas.

II.11 Prognosis

Prognosis dari dakriostenosis adalah dubia ad bonam yang artinya sebagian besar
dapat ditangani. Pada bayi dibawah usia 1 tahun dapat sembuh dengan sendirinya dengan
perkembangan duktus nasolakrimalis. Dapat juga dilakukan probing ataupun
dakriosistorinostomi. Sedangkan keberhasilan tergantung penanganan. Tanpa pengobatan,
akan terbentuk bekas luka permanen pada duktus lakrimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi

Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. Leitman, M.W. 2007. Manual for Eye Examination and Diagnosis Seventh Edition.

Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .

3. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

4. Yuliani, Putri. 2009. Pendekatan Sederhana dan Evolusional Untuk Merekanalisasi

Obstruksi Duktus Nasolakrimalis. [serial online].

http://www.scribd.com/doc/37289785/Journal-Reading-Rekanalisasi-Obstruksi-

Sistem-Lakrimalis#.

5. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of Optometry, The

Handbook of Occular Disease Management Twelfth Edition. [serial online].

http://www.revoptom.com/

6. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical

Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc

7. Camara, Jorge G. 2008. Nasolacrimal Duct Obstruction : Differential

Diagnosis and Work up. Diakses dari www.medscape.com

8. Sullivan, J. 2000. Palpebra dan Aparatus Lakrimal. Oftalmologi Umum Vaugan. Edisi 14.

Jakarta : Widya Medika

9. Nelson, Leonard. 2000. Gangguan Mata. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta

10. Bahar, Ardiansyah. 2009. Dakriosistitis. [serial online]. http://arbaa-

fivone.blogspot.com/2009/03/dakrisistitis.html

Anda mungkin juga menyukai