OD PSEUDOFAKIA
OS DAKRIOSTENOSIS
Disusun Oleh :
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
PERIODE 13 MEI 2019 – 15 JUNI 2019
LEMBAR PENGESAHAN
OD PSEUDOFAKIA
OS DAKRIOSTENOSIS
Oleh :
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Ketawang rt 009/002 Grabag Magelang
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Tanggal Periksa : 20 Mei 2019
Anamnesis dilakukan secara : autoanamnesis pada tanggal 20 Mei 2019 di Poli Mata
RST Tk. II dr. Soedjono Magelang.
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama :
Sudut mata kiri dekat hidung membengkak sejak 1 tahun yang lalu
d. Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah berobat ke poli mata RST Soedjono untuk keluhan mata bengkaknya
namun belum ada perbaikan
e. Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien bekerja sebagai petani. Pasien menggunakan BPJS untuk biaya pengobatan.
Kesan ekonomi cukup
b. Vital Sign
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,4ºC
c. Status Ophthalmicus
Oculus Dexter Oculus sinister
Skema Ilustrasi
- Retina
a. Ablasio retina - -
b. Edema - -
b. Bleeding - -
15. TIO(Digital) Normal Normal
b. Blefaritis
Merupakan radang yang sering terjadi pada kelopak dan tepi kelopak. Blefaritis dapat
disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Gejala
umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket, dan
epiphora.
c. Dakriosistitis
dakriosistitis terdapat adanya peradangan sakus lakrimal yang biasanya di bagian sudut
mata dekat hidung dengan gejala adanya pembengkakan sehingga terbentuk benjolan
yang nyeri dan kemerahan disertai dengan keluarnya secret pada benjolan tersebut
yang berwarna kuning dan lengket.
9. KOMPLIKASI
a. OS Dakriosistitis
b. OS Perisistitis
10. RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan
11. PROGNOSIS
Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam : Ad bonam Ad bonam
Quo ad sanam : Dubia ad bonam Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam Ad bonam
Quo ad cosmetican : Dubia ad bonam Ad bonam
Quo ad vitam : Ad bonam Ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar
lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis, kanalis lakrimalis, sakus
lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior.8 Kelenjar lakrimalis terletak pada
bagian lateral atas mata yang disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini
bentuk dan ukuranya mirip dengan biji almond, yang terhubung dengan suatu penonjolan
kecil yang meluas hingga ke bagian posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air
mata diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian
lateral dari fornix konjungtiva superior dan di sini air mata akan disebar ke seluruh
permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata.
Sumber: Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical Students
Eleventh Edition
Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior dan inferior,
kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus
medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai
cekungan kecil pada permukaan orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus
nasolakrimalis dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal,
duktus ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah saluran pada dinding
medial orbital.
II.2 Definisi
Dakriostenosis adalah penyumbatan duktus nasolakrimalis (saluran yang mengalirkan
air mata ke hidung), Dakriostenosis dapat terjadi secara kongenital maupun didapat. Secara
kongenital disebabkan oleh pengembangan yang tidak sempurna dari duktus nasolakrimalis
dan hal ini menyebabkan sumbatan sehingga air mata tidak dapat mengalir sebagaimana
mestinya. Sedangkan apabila dakriostenosis didapat, penyebabnya bisa infeksi atau trauma
langsung pada sistem lakrimalis.
II.3 Epidemiologi
II.4 Etiologi
a. Kongenital
- Obstruksi duktus nasolakrimal
- Agenesis punctum kanalikuli
b. Di dapat
- Abnormalitas Punctum
Abnormalitas punctum termasuk punctum yang terlalu kecil ( oklusi dan stenosis)
atau terlalu besar ( biasanya iatrogenic), dan punctum yang mengalamimalformasi
atau tersumbat oleh bagian lain di sekitar punctum.
- Sumbatan kanalikuli
Sumbatan dapat terjadi pada kanalikuli komunis, superior atau inferior. Hal ini
dapat disebabkan karena:
Plak lakrimal
Plak punctum dan kanalikuli bisa dalam berbagai bentuk dan ukuran, plak
ini awalnyabertujuan untuk menyumbat aliran lakrimal dalam pengobatan
mata kering.
Obat-obatan
Pada penggunaan obat-obatan kemoterapi sistemik (Idoxuridine,
Docetaxel). Obat-obatan ini disekresi dalam air mata dan mengakibatkan
inflamasi dan jaringan parut pada kanalikuli. Obstruksi kanalikuli juga
dapat terjadi pada penggunaan obat topical(iodine, Phospholine), namun
sangat jarang terjadi.
Infeksi
Berbagai infeksi dapat menyebabkan obstruksi pada kanalikuli, biasanya
obstruksi terjadi pada infeksi konjungtiva difus ( virus herpes simpleks).
Penyakit inflamasi
Pada penyakit sindrom steven johnson yang menyebabkan bagian puctum
dan kanalikuli rusak.
Trauma
Trauma pada kanalikuli bisa menyebabkan kerusakan permanen pada
kanalikuli jika tidak ditangani dengan cepat.
Neoplasma
Harus dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi
- Sumbatan duktus nasolakrimal
Stenosis involusi
Penyebabnya tidak diketahui, namun di duga karena adanya infiltrat
inflamasi dan edema. Mungkin terjadi karena adanya infeksi yang tidak
diketahui dan curiga adanya penyakit autoimun.
Dakriolith
Terbentuk di dalam sacus lakrimal yang menyebabkan terjadinya
obstruksi. Terdiri atas sel epithel, lemak dan debris.
Penyakit sinus
Biasnaya terjadi karena adanya kerusakan pada ductus nasolakrimal.
Trauma
Fraktur nasoorbital yang mengenai ductus nasolakrimal.
Plak lakrimasi
Prosesnya menyerupai cara plak bermigrasi dari puctum ke
kanalikuli. Plak pada punctum dan kanalikuli yang terlepas bisa
bermigrasi dan menyumbat duktus lasolakrimal.
Neoplasma
Biasanya disertai dengan adanya riwayat keganasan terutama yang
berasal dari sinus atau nasofaring, sehingga memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
a. Pada anak
Tanda-tanda dapat timbul beberapa hari atau beberapa minggu setelah lahir dan
sering bertambah berat karena adanya infeksi saluran pernafasan atas karena pajanan
terhadap suhu dingin atau angin. Manifestasi obstruksi pada duktus yang biasanya
terjadi yaitu:
- Mata sering berair
- Sering keluar air mata ( epiphora)
- Penimbunan mukoid dan mukopurulen ( sering digambarkan orang tua
sebagai nanah), dan mengering membentuk seperti kerak
- Terdapat eritema atau maserasi kulit karena suatu iritasi
- Bayi dengan sumbatan pada duktus nasolakrimasi dapat mengalami infeksi
akut dan peradangan pada sakus nasolakrimasi yang dapat menimbulkan
demam, bengkak, merah dan nyeri.
b. Pada orang dewasa
- Mata yang basah dan berlebihan sampai jatuh ke pipi
- Akumulasi discharge atau mukopurulen yang biasanya menimbulkan
perlengketan pada waktu bangun tidur
- Eritema atau maserasi pada kulit palpebra inferior
- Keluarnya mukus atau mukopurulen saat sakus nasolakrimal di tekan
- Keadaan ini biasanya hilang timbul dan menetap selama beberapa bulan
- Infeksi saluran pernapasan atas dapat memperburuk keadaaan
- Biasanya unilateral, namun kadang bilateral
- Eritema dan iritasi ringan pada konjungtiva.
II.7 Diagnosa
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk
memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye
dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan
ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk
memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test.
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein
2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata
dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan memperlihatkan
gambaran
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal.
Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I,
mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya
ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah
ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit.
Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan
tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau
maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat
warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam
keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada
kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi
sistem lakrimalnya sedang terganggu.
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke
dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya adalah probing test.
Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata
dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal
dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe
yang bisa masuk panjangnya lebih dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi
1. Blefaritis
Merupakan radang yang sering terjadi pada kelopak dan tepi kelopak. Blefaritis dapat
disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Gejala umum
pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket, dan epiphora.
2. Dakriosistitis
Pada bayi dalam kandungan, meatus inferior masih tertutup oleh suatu membran
mukosa, yang membuka beberapa waktu setelah lahir. Dan sebagian besar anak-anak yang
menderita dakriostenosis dapat sembuh sendiri. Biasanya menghilang tanpa pengobatan pada
usia 3 sampai 9 bulan, seiring dengan perkembangan duktus nasolakrimalis tersebut.
Langkah berikutnya bila tidak berhasil dan epiphora terus berlangsung adalah dengan
melakukan probing yaitu dibuat dengan melewatkan satu probe melalui pungtum ke duktus
nasolakrimalis untuk melubangi membran yang tertutup. Dibutuhkan anestesi umum untuk
prosedur ini. Jika pada penekanan sakus lakrimal, keluar pus dari pungtum lakrimal,
diberikan juga larutan penisilin atau antibiotika dengan spectrum luas.
Tetapi apabila pengobatan tetap tidak berhasil dan terjadi residitif maka dilakukan
dakriosistorinostomi (DCR). Dakriosistorinostomi adalah pembedahan yang dilakukan untuk
memperbaiki duktus nasolakrimalis yang tersumbat pembedahan bertujuan untuk mengurangi
angka rekurensi. DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit
pangkal hidung. Dakriosistrinostomi dilakukan dengan cara menghubungkan permukaan
mukosa sakus lakrimalis ke mukosa nasal dengan menghilangkan tulang diantaranya. Operasi
ini dilakukan melalui insisi pada sisi hidung atau dengan endoskopi melalui pasase nasal
sehingga menghindari terjadinya jaringan parut pada wajah. Saat ini, banyak dokter telah
menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.
Gambar 4.Teknik Dakriosistorinostoi Eksternal
Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American
Academy of Ophtalmology
(1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa
insisi kulit dan eksisi tulang.
(2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi
pasase air mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass.
(3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit).
II.10 Komplikasi
Pada dakriostenosis yang tidak di terapi dengan baik dapat terjadi komplikasi menjadi
dakriosistitis yang terjadi karena terjadinya infeksi. Apabila dakrisistitis tidak diobati juga
dengan baik dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata sehingga membentuk fistel. Bisa
juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis orbita.
II.11 Prognosis
Prognosis dari dakriostenosis adalah dubia ad bonam yang artinya sebagian besar
dapat ditangani. Pada bayi dibawah usia 1 tahun dapat sembuh dengan sendirinya dengan
perkembangan duktus nasolakrimalis. Dapat juga dilakukan probing ataupun
dakriosistorinostomi. Sedangkan keberhasilan tergantung penanganan. Tanpa pengobatan,
akan terbentuk bekas luka permanen pada duktus lakrimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi
2. Leitman, M.W. 2007. Manual for Eye Examination and Diagnosis Seventh Edition.
3. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
http://www.scribd.com/doc/37289785/Journal-Reading-Rekanalisasi-Obstruksi-
Sistem-Lakrimalis#.
5. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of Optometry, The
http://www.revoptom.com/
6. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical
8. Sullivan, J. 2000. Palpebra dan Aparatus Lakrimal. Oftalmologi Umum Vaugan. Edisi 14.
fivone.blogspot.com/2009/03/dakrisistitis.html