Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRESENTASI KASUS INDIVIDU

TUMOR RETROBULBER

Oleh:
Anisa Putri Maulida
201410401011021

Pembimbing:
dr. Kartini Hidayati, Sp M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2014

DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL................................................................................................. 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 3
BAB 2 LAPORAN KASUS.................................................................................. 4
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 8
BAB 4 PEMBAHASAN.......................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN

2
Tumor orbita adalah tumor yang terletak di rongga orbita. Tumor orbita
terdiri dari primer, sekunder yang merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya,
atau metastasase.
Angka kejadian tumor mata terhitung kecil yaitu hanya 1% diantara
penyakit keganasan lainnya. Angka kejadian tumor rendah, hemangioma dan
limfoma yang paling sering terjadi. Tumor sekunder dari penyebaran serius lebih
sering terj tumor padi dari pada primer. Hal ini disebabkan letak yang tidak
menguntungkan sehingga mudah menyebar ke otak dan kematian tidak dapat
dihindari lagi.
Tidak jarang penderita harus menjalani tindakan bedah pengangkatan
seluruh bola mata serta kelopak mata atas dan bawah, sehingga selain kebutaan,
penampilan pasca bedah tentunya membawa dampak sosial yang cukup besar.
Untuk itu penderita memilih resiko kematian dari pada harus buta dan
berpenampilan buruk.
Hasil penelitian Moeloek dkk, jumlah keseluruhan pasien tumor orbita
yang diterapi di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta didapatkan 0.59 kasus
tumor. Klasifikasi jenis tumor dipengaruhi oleh frekuensi dari jenis tumor orbita.
Seperti contoh, hasil penelitian Reese menemukan limfoma maglima dan
pseudotumor adalah jenis frekuensi didiagnosa yang paling banyak dari 230
kasus, dimana limfoma maglina (8.36%) dan psedotumor (1.15%). Namun, jika
persentasi kedua tumor ini dikombinasi menduduki urutan jenis tumor yang paling
banyak.
Frekuensi terbanyak pada dewasa muda dibandingkan anak-anak usia
lanjut. Tipe tumor orbita yang paling sering pada dewasa adalah tumor jinak
seperti tumor vaskular, tumor tulang,tumor jaringan syaraf, tumor sekunder
(berasal dari jaringn yang berdekatan, seperti sinus).

BAB 2
LAPORAN KASUS

3
I. Identifikasi
Nama : Ny. SA (Siti Aisah)
Umur : 30 tahun
No. Register : 30.73.42
No. ID : 778183
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Balonggesing RT3 RW2, Lebakadi Sugio Lamongan
Datang ke poli : 8 Agustus 2014

Anamnesa : Autoanamnesis
- Keluhan utama : mata kanan merah &
bengkak
- Riwayat penyakit sekarang : mata
kanan merah ± 2 minggu, penderita mengeluh
mata kanan bengkak dan terasa mengganjal,
penglihatan terganggu (-), merah (+), berair
(+), silau (-), nyeri (+) kadang disertai nyeri
kepala. Keluhan ini dimulai setelah penderita
melahirkan anak keduanya.
Penderita lalu berobat ke bidan, diberikan obat
pusing (penderita lupa nama obat), tapi merah
dan bengkak tidak kunjung hilang.
- Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat kencing manis (-).
Riwayat darah tinggi (-).
Riwayat memakai kacamata (-).
Riwayat trauma (-).
Riwayat minum obat (-).
- Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat kencing manis (+) bapak.

4
Riwayat darah tinggi (+) bapak.
Riwayat memakai kacamata (-)
Riwayat minum obat (-).
- Riwayat sosial : Pola makan cukup
Pola tidur cukup
Keluarga ada yang merokok
- Riwayat kehamilan : 10th /♂/ Spt /
Bidan
1th /♂/ Spt / Bidan
Status Interna
- Kesan Umum :tampak sehat, baik
- Kesadaran : GCS 456
- Vital sign:
o TD: 90/60 mmHg
o N: 80x/menit
Status Oftalmologikus

VOD = 6/6 VOS = 6/6


TIOD = 5,5 mmHg TIOS = 14,6 mmHg
Palpebra Edem Tenang
Konjungtiva Hiperemi Tenang
Kornea Jernih Jernih
COA Dalam Dalam
Iris Gambaran baik Gambaran baik
Pupil Bulat, center, Bulat, center,
RC (+) N,  3 mm RC (+) , N,  3 mm

5
Lensa Jernih, IOL central Jernih, IOL central
RFOD (+) (+)
Papil Bulat, batas tegas, Bulat, batas tegas,
warna merah, c/d warna merah, c/d
0,3 a/v 2,3 0,3 a/v 2,3
Makula RF (+) N RF (+) N
Retina Kontur pembuluh Kontur pembuluh darah
darah baik baik

Diagnosa Kerja : OD susp. Tumor retrobulber


Diagnosa difrensial : OD susp. THS
Rencana pemeriksaan :
- Informed concent
- Pro lab GDA
- Pro Foto CT–scan orbita

Hasil Pemeriksaan GulaDarah Acak (5 Agustus 2014)


Parameter Hasil Metode
Gula Darah Acak 98 Hexokinase

Hasil Pemeriksaan CT–Scan Orbita (11 Agustus 2014)


CT–Scan Orbita Kontras irisan axial dan kondisi tulang dengan kontras 64,
Philips, menunjukkan:
 Terlihat hubungan antara sinus cavernosus dengan art. supraorbita kanan
disertai pelebaran vena cavernosus kanan
 Tidak terlihat gambaran massa retrobulbar
 Calvaria normal, perdarahan intracranial (–)
 Tidak tampak gambaran ischemic infarct/hemorrhagic
 Tidak tampak massa intracerebral
 System ventrikel normal
 Tidak tampak deviasi midline struktur
 Sulcy dan gyri normal
 Cerebellum dan pons normal
 Sinus paranasal baik
 Orbita kanan dan kiri normal

6
Kesimpulan:
 Sesuai dengan gambaran Carotico–cavernous Fistula (CCF) kanan
 Tidak terlihat gambaran massa retrobulbar

7
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Tumor Orbita


Tumor orbita adalah tumor yang terletak si rongga orbita. Tumor orbita
terdiri dari primer, sekunder yang merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya,
atau metastase.
3.2 Anatomi Tumor orbita
Rongga orbita mempunyai volume 30 cc, dengan ukuran lebar 40 mm,
panjang 35 mm, tinggi 45 mm. dinding orbita terdiri dari 7 macam tulang, yaitu
etmoid, frontal, lakrimal, maksila, palatum, sphenoid, dan zigomatik.
Rongga orbita dibagi atas 4 bidang, yaitu:
1. Atap orbita, terdiri dari tulang frontal dan sphenoid ala parva. Daerah atap
orbita berdekatan dengan fossa kranii dan sinus frontal.
2. Dinding lateral, terdiri dari tulang zigomatik, frontal dan sphenoid
alamagna, berdekatan dengan fossa kranii dengan fossa pterigopalatinus.
3. Dinding medial, terdiri dari tulang etmoid, frontal, lakrimal dan sphenoid
berdekatan dengan sinus etmoid, sfenois dan kavum nasi.
4. Dasar orbita, terdiri dari tulang maksila, palatum dan zigomatik,
berdekatan dengan sinus maksila dan rongga–rongga tulang palatum.
Tulang tengkorak membentuk dinding orbita, selain itu didalamnya juga
terdapat aperture seperti foramina etmoidal, fisura orbita superior, fisura orbita
inferior, kanal optik, dan tempat–tempat tersebut dilalui oleh syaraf–syaraf
cranial arteri dan vena.
Jaringan lunak yang terdapat dirongga orbita, yaitu:
1. Periorbita, jaringan perios yang meliputi tulang orbita. Periorbita pada
kanal optik bersatu dengan durameter yang meliputi saraf optik di
anterior bersatu dengan septum orbita.
2. Saraf optik, atau saraf ke II kranial yang diselubungi oleh piamater,
araknoid, durameter seperti selubung otak.
3. Otot ekstra okular. Setiap bola mata mempunyai enam buah otot ekstra
okular yang juga diselubungi oleh fasia. Ligamen dan jaringan ikat.

8
4. Jaringan lemak. Hampir sebagian besar rongga orbita berisi jaringan
lemak.
5. Kelenjar lakrimal berfungsi mengeluarkan air mata dan sebagian
terletak dirongga orbita.

Otot–otot ekstraokular
1. M. oblik inferior
a. Oblik inferior mempunyai origo fossa lakrimal, berinsersi pada
sclera posterior 2 mm dari kedudukan macula, dipersyarafi syaraf
okulomotor, bekerja untuk menggerakkan mata ke atas, abduksi
dan eksiklotorsi
2. M. oblik superior
a. Oblik superior berorigo pada annulus Zinn dan ala parva tulang
sphenoid di atas foramen optic, berjalan menuju troklea dan
dikatrol baik dan kemudian berjalan di atas m. rektus superior,
yang kemudian berinervasi pada sclera di bagian temporal
belakang bola mata. Oblik superior dipersyarafi syaraf ke IV atau
syaraf troklear yang keluar dari bagian corsal susunan syaraf pusat.
Mempunyai aksi pergerakan miring dari troklear pada bola mata
dengan kerja utamauntuk depresi (primer) terutma bila mata

9
melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi. Otot ini merupakan otot
penggerak mata terpanjang dan tertipis.
3. M. rectus inferior
a. Rectus ini dipersyarafi oleh n. III. Dengan fungsi pergerakkan
mata: depresi (gerak primer), eksoklotorsi (gerak sekunder), dan
aduksi (gerak sekunder)
4. M. rectus lateral
a. Rectus lateral mempunyai origo pada annulus Zinn di atas dan
bawah foramen optic. Rectus lateral dipersyarafi oleh n. VI dengan
pekerjaan menggerakkan mata terutama abduksi
5. M. rectus medius
a. Sering memberikan rasa sakit pada pergerakkan bola mata
terutama bila terdapat neuritis retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di
belakang limbus. Rectus medius merupakan otot mata yang paling
tebal dengan tendon terpendek. Menggerakkan mata untuk adduksi
(gerak primer).
6. M.rectus superior
a. Otot ini berinsersi di belakang limbus dan dipersyarafi cabang
superior n. III. Fungsinya menggerakkan mata–elevasi, terutama
bila mata melihat ke lateral: adduksi, terutama melihat lateral dan
insiklotorsi

3.3 Pemeriksaan Tumor Orbita


Oleh karena letaknya yang tertutup rapat, maka sulit menemukan tumor
orbita pada stadium dini. Gejala yang paling sering ditujukan oleh tumor
dibelakang bola mata adalah terdorongnya mata keluar sehingga tampak menonjol

10
(proptosis). Proptosis tidak selalu disebabkan oleh adanya tumor mata, tetapi
dapat disebabkan oleh penyakit lain, misalnya proses inflamasi atau kelainan
pembuluh darah. Proptosis dapat mengindikasikan lokasi massa.
Axial displacement disebabkan oleh lesi-lesi retrobulbar seperti
hemagioma, glioma, menigioma, metastase, arterivena alformasi dan lesi lainnya
di dalam muscle cone. Non axial displacement disebabkan oleh lesi –lesi yang
terletak di luar muscle cone. Superior displacement disebabkan oleh tumor sinus
maxillaris yang mendesak lantai orbita dan mendorong bola mata keatas.
Inferomedial displacement dapat dihasilkan dari kista dermoid dan tumor –tumor
kelenjar lakrimal.
Nyeri dapat dikeluhkan oleh penderita yang merupakan gejala dari invasi
karsinoma nasofagerial atau lesi–lesi matastatik. Terkadang disebabkan oleh
lokasi tumor, sulit untuk menegakkan diagnosa hanya berdasarkan pemeriksaan
klinis saja. Sehingga membutuhkan pemeriksaan tambahan sebagai penunjang
dalam menegakkan diagnosa. Untuk pemeriksaan klinis secara lengkap diperlukan
tahap – tahap pemeriksaan sebagai berikut:
A. Tahap Pemeriksaan Medis
Tahap pemeriksaan dibagi 3 yaitu :
1. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit dalam membantu menduga penyebab proptosis. Hal ini
penting karena proptosis dapat disebabkan oleh ateri – vena malformasi,
penyakit infeksi, tiroid dan tumor. Sebaiknya pemeriksaan ini sudah dapat
membedakan tumor dari penyebab- penyebab tersebut diatas. Untuk dapat
membedakan ke empat penyakit – penyakit yang disebutkan diatas dapat dibuat
anamnesis :
1.1 Arteri vena malformasi : adanya riwayat trauma dan penambahan proptosis
bila penderita dalam posisi membungkuk.
1.2 Penyakit infeksi : proptosis terjadinya secara tiba-tiba, adanya tanda-tanda
infenksi lainnya seperti panas badan yang meningkat dan adanya riwayat
penyakit sinusitis atau abses gigi.
1.3 Penyakit tiroid : adanya tanda- tanda penyakit tiroid seperti tremor, gelisah
yang berlebihan, berkeringat banyak dan adanya penglihatan ganda. Bila

11
dari pernyataan – pernyataan ini tidak dapat dijawab, maka riwayat
penyakit bisa diarahkan ke penyakit tumor dan dapat dilanjutkan dengan
pencarian perkiraan jenis tumor.
1.4 Tumor Retrobulbar
- Lama terjadinya proptosis, karena umumnya proptosis dapat terjadi lebih
pada tumor jinak, sedangkan tumor ganas proptosi terjadi lebih cepat.
- Umur penderita saat terjadinya tumor, karena umur dapat menentukan
jenis tumor yaitu tumor anak –anak dan tumor dewasa.
- Tajam penglihatan penderita yang menurun bersamaan dengan terjadinya
proptosis, dapat diduga tumor terletak di daerah apeks, atau saraf optik,
sedangkan bila tidak bersamaan dengan terjadinya proptosis
kemungkinan letak tumor diluar daerah ini.
- Adanya tanda –tanda klinis lain tumor ganas seperti rasa sakit, atau berat
badan menurun.
- Riwayat penyakit keganasan di organ lain, karena kemungkinan tumor
diorbita merupakan metastasis.

2. Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata secara teliti sangant diperlukan antara lain
 Penilaian penglihatan (visus)
 Penilaian struktur palpebra
 Pengamatan terhadap perubahan orbita seperti proptosis, palpasi massa
atau pulsasi.
 Penilaian pergerakan dan posisi bola mata.
 Penilaian permukaan bola mata dan konjungtiva, tekanan bola mata dan
kondisi bagian bola mata khususnya nervus optikus.

3. Pemeriksaan orbita
 Pengukuran proptosis : untuk mengetahui adanya derajat proptosis dengan
memperbadingkan ukuran kedua mata. Nilai penonjolan mata normal
antara 12 – 20 mm dan beda penonjolan kedua mata tidak melebihi 2
mm. Bila penonjolan bola mata lebih dari 20 mm atau beda kedua mata

12
lebih dari 3 mm ini merupakan keadaan patologi. Pengukuran dapat
dilakukan dengan Hertel eksoftalmometer.
 Posisi proptosis : diperlukan karena letak dari tumor akan sesuai dengan
macam jaringan yang berada di orbita. Ada dua arah proptosis yang harus
diperhatikan yaitu sentrik dan eksentrik. Proptosis sentrik disebabkan oleh
tumor yang berada di konus. Kemungkinan jenis tumornya adalah glioma,
meningioma atau hemangioma. Proptosis ekstresik harus dilihat dari arah
terdorongnya bola mata untuk menduga kira – kira jenis tumornya,
misalnya : arah inferemedial disebabkan oleh tumor yang berasal dari
kelenjar lakrimal atau kista dermoid. Arah inferetemporal disebabkan oleh
tumor dermoid, mukokel sinus etmoid atau sinus frontal atau
meningkokel. Arah superior disebabkan oleh tumor berasal dari antrum
maksila.
 Proptosis bilateral atau uniteral : bisa membantu dalam memperkirakan
jenis tumor.
 Palpasi : pada atumor yang teraba sebaiknya dinilai konsistensinya kistik
atau solid, pergerakan dari dasar, adanya rasa sakit pada penekanan dan
halus dan benjolannya permukaan tumor. Dapat memperkirakan
terdapatnya massa pada anterior orbita, khususnya pembesaran kelenjar
lakrimal. Peningkatan tahanan retrobulbar merupakan abnormalitas yang
spesifik. Dapat oleh karena tumor retrobulbar merupakan abnormalitas
yang difus seperti pada Thyroid – assosiated Orbytopathy (TAO).
Sebaiknya dilakukan palpasi kelenjar limfatik regional.
 Auskultasi : auskultasi dengan stetoskop terhadap bola mata atau tulang
mastoid untuk mendeteksi adanya bruit pada kasus–kasus fistula
kavernosa carotid.

B. Tahap Pemeriksaan Diagnostik Penunjang


1. Pemeriksaan Primer
Plain film radiography digunakan dalam mengevaluasi pasien – pasien
dengan kelainan orbita. Begitu juga Computed Tomography (CT) bermanfaat
untuk memepelajari anatonomi dan penilaian dari tulang.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangar efektif dalam menilai perubahan
jaringan lunak, khususnya lesi-lesi yang mempengaruhi nervus optikus atau

13
struktur intrakranial. Ultrasonography (USG) dapat sangat membantu dalam
beberapa kasus.
2. Pemeriksaan Sekunder
Pemeriksaan ini dilakukan atas indikasi yang spesifik meliputi venography dan
arteriography. Jarang dilakukan tetapi sangat berguna dalam kasus – kasus
tertentu.
3. Pemeriksaan Patologi
Diagnosa pasti dari kebanyakan lesi –lesi orbita tidak dapat dibuat tanpa
pemeriksaan histopatologi dimana dapat berupa fine – needle aspiration biopsy
(FNAB, Incisional biopsy, excisional biopsy).
4. Pemeriksaan Laboratorium
Penetapan jenis tumor sangat penting dan ini dicari dengan berbagai jalan dan
sedapat mungkin menghindar pembedahan. Pada mata, pembedaan sering
merupakan suatu tindakan eksploratif. Hal ini disebabkan sukarnya atau belum
didapatnya diagnosa jenis tumor. Untuk menghindari pembedahan eksploratif
ini dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti tumor mareker, immunologi.
Pemeriksaan Universitas Sumatera Utaralaboratorium juga dilakuakan dalam
rangka menyeleksi abnormalitas fungsi tiroid dan penyakit – penyakit lainnya.
Diagnosa tidak selamanya berdasarkan biopsi, khususnya bila lokasi tumor
tidak diketahui secara pasti. Diagnosa dapat dibuat dengan bantuan USG.
Metode diagnostik diatas tidak harus dilakukan seluruh pada setiap kasus tetapi
tergantung pada indikasi klinis dan status sosial pasien.

3.4 Klasifikasi
3.4.1 Tumor Orbita Primer
3.4.1.1 Tumor Developmental
 Dermoid
Dermoid merupakan tumor yang umum terdapat pada anak-anak tetapi
terdapat juga pada orang dewasa. Lokasi kista dermoid biasanya berada
diorbita superotemporal, tetapi dapat juga berada ditempat lain, yaitu
didaerah superonasal.

14
Permukaan tumor halus. Jenis kista ini tidak disertai rasa sakit. Pada
umumnya dermoid tidak menyebabkan eksoftalmos, karena terletak
dianterior septum orbita. Kadang- kadang terdapat pedikel dibelakang
septum dan melekat dengan perioseteum orbita. Hal ini menyababkan
kelainan pada tulang (fosa lakrimal, dan dapat terlihat secara radiologis.
Pada pengangkatan tumor dilanjurkan agar membuang pedikel tersebut
guna mencegah kekambuhan.
Secara mikroskopis, tumor berbentuk padat bercampur dengan komponen
kista, berisi materi seperti keju. Pada gambar histologis dinding kista
terdiri dari epitel skuamosa berlapis, dan kista berisi kelenjar keringat,
folikel rambut dan kelenjar sibasea. Lumen dari kista berisi dari sisa –sisa
keratin dan rambut. Sering terjadi ruptur pada kista dan dapat
menyebabkan inflamasi.
 Epidermoid
Epidermoid sama dengan dermoid, hanya tidak berisi kelenjar –kelenjar.
Kadang sulit untuk membedakan secara histologis epidermoid yang
berasal dari kongenital atau akibat trauma masuknya epidermis kedalam
jaringan. Dalam hal ini diperlukan anamnesis yang baik.
 Teratoma
Teratoma berbeda dengan derdoid dalam strukturnya. Tumor tidak hanya
berisi jaringan ektoderm saja, tetapi juga mesoderm. Biasanya tumor
berbentuk kista dengan eksoftalmos yang luar biasa besarnya. Tumor
sudah ada saat kelahiran. Pembedahan eksentrasi kadang-kadang masih
dapat dilakukan pengangkatan tumor dengan tetap membiarkan bola mata
di rongga orbita.
3.4.1.2 Tumor Vaskular
 Hemangioma
Hemangioma termasuk yang banyak terdapat di orbita dan merupakan
tumor primer yang jinak. Hemangioma dibagi dalam 2 tipe, kapiler dan
kavernosa.
 Hemangioma kapiler
Hemangioma kapiler merupakan tumor jinak. Penampakannya berupa
modul merah, di palbebra disebut strawberry birthmark. Tumor

15
cenderung membesar pada bulan – bulan pertama setelah kelahiran,
dengan cara infiltratif ke jaringan sekitarnya. Tumor dapat meluas,
multipel sampai
mengenai daerah kepala dan leher. Perjalanan penyakit hemangioma
kapiler tumbuh dengan pesat menjelang enam bulan kehidupan dan
mengecil setelah anak berumur 1 tahun. Pertumbuhan hemangioma
lebih sesuai dikatakan sebagai pertumbuhan hemartroma dari pada
pertumbuhan neoplasma. Involusi sempurna, 30% akan terjadi pada
umur 3 tahun, 60% pada umur 4 tahun, 76% pada umur 7 tahun. Bila
tumor hanya mengenai daerah orbita tanpa lesi di palpabra, maka
persangkaan terhadap hemangioma didapat dari warna kebiru –biruan
yang terjadi di palpebra atau konjungtiva. Pada perabaan tumor akan
terasa lunak seperti busa. Daerah predileksi sering terjadi di daerah
superonasal.
Gambaran mikroskopis tumor terbentuk nodul padat berisi sel
proliferasi sel endotel jinak dan berlumen. Dengan meningkatnya umur
rongga vaskuler ini menjadi ektatik dan skarifikasi terjadi spontan atau
akiabt pengobat. Pengobatan hanya dilakukan atas indikasi disfungsi
okular atau deformitas kosmetik yang terlalu luar. Pengobatan steroid
dapat dilakukan untuk mengurangi besarnya tumor. Radiasi dengan
dosis rendah dikatakan cukup berhasil mengobati hemangioma.
Tindakan pembedahan, injeksi zat sklerosing, krioterapi hendaknya
dibatasi sedapat mungkin.
 Hemangioma kavernosa
Hemangioma kavernosa adalah tumor yang terjadi pada masa dewasa,
dan penampakan klinis jarang pada masa kanak- kanak. Tumor terdiri
dari rongga –rongga dengan ukuran yang sangat bervariasi. Rongga
tersebut dibatasi oleh septa, berukuran cukup tebal dengan dinding
dilapisi sel endotel. Pertumbuhan slowly prograsif. Tumor berkapsul
tidak mempunyai sifat regresi. Lokasi tumor sering terdapat didaerah
intrakonal retrobulbar. Diagnosa dapat dibuat dengan diagnostik
penunjang A dab B scan ultrasonografi dan CT scan. Arteriografy dan
venograpi tidak menunjang, karena lesi terisolasi dari jaringan

16
vaskular. Pengobatan dengan pembedahan. Biasanya tumor sangat
mudah ditaksir karena tumor berkapsul. Perubahan sel menjadi tumor
ganas sangat jarang terjadi.
 Limfangioma
Limfangioma di orbita frekuensinya lebih sedikit dari hemangioma, tetapi
pertumbuhannya sangat ekstensif. Pada anak –anak pertumbuhan tumor in
lebih buruk karena seringnya terjadi infeksi sekunder. Gambaran histologi
limfangioma memperlihatkan dinding yang tipis, limfoid dengan beberapa
folikel limfa banyak didapat di antara dinding rongg. Pada tumor ini sering
terjadi pendarahan kedalam rongga, sehingga sukar membedakannya dari
hemangioma.
3.4.1.3 Tumor Myomatus
 Rabdomiosarkoma
Tumor ini merupakan tumor ganas yang sering didapati pada anak –anak.
Pertumbuhan tumor sangat cepat menimbulkan proptosis. Biasanya massa
teraba didaerah kuadran nasal atas. Tindakan biopsi sebaiknya segera
dilakukan untuk membuat diagnosis. Diagnosis dapat dibantu dengan
ultrasonografi, CT scan atau tomografi. Kadang – kadang biopsi sukar
dilakukan, walaupun demikian diagnosis sering diketahui pada waktu
pencarian metastasis dengan pemeriksaan aspirasi sum –sum tulang.
Gambaran mikroskopik dibagi dalam 3 kategori : embrional, alveolar,
pleomorfik.
Pengobatan rabdomiosarkoma adalah kombinasi dari pembedahan, radiasi,
dan sitostatika. Kombinasi antara radiasi sebesar 5000 – 6000 rad, dengan
sitostatika dan eksenterasi, menunjukkan angka keberhasilan yang lebih
baik dari pada angka keberhasilan yang dicapai oleh pembedahan
eksenterasi saja.
3.4.1.4 Tumor Syaraf
Glioma dan Meningioma berasal dari saraf optik, neurilemmoma dan
neurofibroma berasal dari saraf perifer. Nonkromafin paraglioma atau tumor
badan korotis, granular sel mioblastoma, alveolar softpart sarcoma, diduga
berasal dari saraf, sangat jarang ditemukan.

17
 Neurofibroma Neurofibroma adalah jenis tumor saraf yang terbanyak
ditemukan. Tumor ini merupakan priliferasi endoneural matriks
dengan dominasi dari sel schwann, yang berada diselubung saraf.
Neurofibroma tipe fleksiforn tumbuh infiltratif dan dapat terjadi pada
penyakit von recklinghausen. Biasanya tipe ini dimulai pada masa
anak –anak, pengangkatannya sangat sukar. Disamping dilakukan
eksenterasi, sebaiknya vermiform cords diangkat, karena tumor ini
dapat kambuh lagi. Neurofibroma yang berbentuk soliter biasanya bila
terjadi pada ornag dewasa maka prognosisnya lebih baik. Tumor ini
berkapsul, pengangkatannya tidak menyebabkan masalah karena dapat
diangkat intoto.
 GliomaGlioma biasanya ditemui pada anak-anak pada dekade pertama
pada kehidupannya. Kurang lebih seperempat dari penderita glioma
disertai penyakit neurofibroma. Gejala klinisnya memperlihatkan
bahwa pada penderita terdapat proptoss, kelainan saraf optik, cafe
aulait spot yang ganda di tubuh. Gejala ini sangat karateristik untuk
penyakit glioma. Diagnosa dapat dibuat dengan CT scan X – ray
standart. Penggunaan USG akan memperlihatkan hilangya gambar
saraf optik yang karateristik. Gambar CT scan akan memperlihatkan
pembesaran saraf optik. Dengan X –ray standar kadang – kadang
terlihat pembesaran kanal optik. Bila terdapat pembesaran kanal
sebaiknya dilanjutkan dengan foto tomografi untuk menilai
kemungkinan ekstensi ke intrakranial. Gambaran mikroskopis glioma
memperlihatkan tumor berisi sel astrosit dengan diferensiasi baik.
Pertumbuhan tumor ini invasif dan apabila disertai penyakit
neurofibromatosis, tumore dapat berproliferasi sampai
ruangsubaraknoid. Glioma tanpa neurofibroma biasanya hanya tumbuh
disekitar saraf mata. Pada anak –anak tumor tidak bergenerasi ganas,
keganasan pada glioma hanya terjadi pada orang dewasa. Pengobatan
masih kontroversial. Hal ini disebabkan masih adanya dugaan bahwa
tumor merupakan suatu pertumbuhan hemartoma. Oleh ophthalmology

18
basic and Clinial Science Course American Academic of
Opththalmology dikemukakan pengobatan glioma sebagai berikut :
1. Dapat dilakukan pembedahan. Untuk pemeriksaan histologik
biobsi dapat dilakukan melalui medial bola mata dengan disinsersi
rektus medial. Pembedahan orbitotomi lateral dilakukan bila ingin
mengangkat satu segmen saraf optik.
2. Dilakukan operasi intrakranial bila tumor berada tumor berada di
intrakranial, kanal optik, atau bila ingin memperoleh lapang
operasi yang luas.
3. Diberikan radiasi bila tumor tidak mungkin untuk diangkat lagi
atau pertumbuhannya sangat angresif.
4. Tidak dianjurkan pembedahan bilamana intrakranial sudah
meningkat.
 Meningioma
Tumor berasal dari sel meningiotelial lapisan araknoid. Lapisan
araknoid ini berada dirongga orbita, dan merupakan pembungkus
serabut saraf optik. Meningioma intra orbita yang berasal dari
selubung saraf optik disebut Meningioma primer intra orbita,
sedangkan yang berasal dari invasi intrakranial disebut Meningioma
sekunder intra orbita.
Selain meningioma primer dan sekunder primer dan sekunder di dapat
juga meningioma ektopik. Meningioma merupakan tumor yang
tumbuh lambat progresif, umumnya terjadi pada wanita dewasa muda.
Meningioma mempunyai sifat keganasan lokal, tidak bermetastasis.
Selain dari pada itu meningioma mempunyai sifat menjalar melalui
lubang – lubang kranial sehingga tumor dapat memasuki daerah
intrakranial atau sebaliknya meningioma intrakranial dapat memasuki
intraorbita. Foto orbita dapat dilakukan secara rutin, tetapi kadang –
kadang tidak memberikan gambar yang karateristik. Dengan USG
gambar saraf optik akibat tumor yang mengelilingi saraf tersebut
menjadi tidak karateristik lagi. Dan sebaiknya diperiksa dengan CT
scan.
Terapi adalah pembedahan, tetapi sukar menghindari komplikasi
trauma saraf optik. Sebaliknya bila fungsi saraf optik dipertahankan

19
tanpa melakukan pengangkatan tumor secara total pada saat operasi,
kemungkinan tumor akan tumbuh kembali. Angka keberhasilan
tergantung dari pengangkatan adekuat.
 Histiocytosis
Penyakit ini mempunyai karateristik proliferasi idiopatik abnormal dari
histiositik dengan pembentukan granuloma. Penyakit primer
cenderung pada anak-anak dengan melibatkan orbita terdapat pada 20
% kasus. Histiocytosis dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
1. Hand–Schuller–Christian disease. Penyakit kronik disebarkan dari
Histiocytosis yang melibatkan jaringan dan tulang. Ditandai
dengan proptosis, diabetes insipidus dan kerusakan / cacat pada
tulang tengkorak.
2. Letterer–Siwe disease. Bentuk sistemik dari histiocytosis ditandai
dengan penyebaran kejaringan lunak dan viscera dengan atau tanpa
melibatkan perubahan tulang.
3. Eosinophilic granuloma. Ditandai oleh granuloma soliter atau
multipel melibatkna tulang. Penyakit ini biasanya terjadi pada
dewasa muda.
3.4.2 Tumor Orbita Sekunder
Tumor yang berasal dari kelopak mata karsinoma sela basa, sel skuamosa
dan kelenjar sebasea dapat menyebar secara lokal kedalam orbita anterior. Tumor
yang berasal dari hidung dan sinus paranasal, tumor ini sering melibatkan orbita
(50%). Tumor nasofaring, tersering dari sinus maksilaris, tumor ini melibatkan
orbita. 30% kasus tumor menunjukkan gejala proptosis. Dan meningioma
menginvasi orbita posterior.
3.4.3 Tumor Metastase
Tumor metastase mencapai orbita melalui penyebaran hematogen, karena
orbita tidak memiliki saluran limfe. Metastase biasanya berasal dari payudara
pada wanita dan paru pada pria. Pada anak –anak tumor metastase paling sering
terjadi adalah neuroblastoma, yang sering berkaitan dengan pendarahan periokular
spontan, sewaktu tumor yang tumbuh cepat mengalami nekrois. Tumor –tumor
metastase jauh lebih sering terdapat dikoroid dari pada di dalam orbita, mungkin
karena sifat pasokan darahnya.

20
Banyak tumor metastase di orbita respon terhadap radiasi dan komoterapi.
Tumor kecil yang terlokalisasi dan simtomatik kadang –kadang dapat di eksisi
secara total maupun parsial. Neuroblastoma pada anak berusia kurang dari 11
bulan memiliki prognosis yang relatif baik. Ornag dewasa yang mengalami tumor
metastase diorbita memiliki usia harapan hidup yang sangat sempit.
3.4.4 Kelainan Peradangan
3.4.4.1 Oftalmopati Graves
Penyebab tersering proptosis unilateral atau bilateral pada anak dan
dewasa adalah penyakit Grves.
Terminology yang digunakan untuk menggambarkan kelainan mata pada
penyakit tiroid sering membingungkan. Oftalmopati Graves, oftalmopati distiroid,
dan penyakit mata distiroid adalah istilah–istilah yang bisa saling dipertukarkan.
Namun, bentuk yang parah ini juga dapat terjadi pada hipotiroidisme atau tanpa
kelainan tiroid yang dapat terdeteksi; pada kasus–kasus yang demikian dapat
dipakai istilah penyakit Graves oftalmika.
Temuan klinis yang ditemukan berupa rasa tidak nyaman di permukaan
mata sangat sering ditemukan pada semua stadium penyakit; pada beberapa kasus,
keluhan ini terjadi akibat keratokonjuntivitis lombus superior.
Proptosis yang disebabkan oleh penyakit tiroid disertai dengan retraksi
kelopak mata, yang membedakannya dengan proptosis oleh penyebab lain.
Lagoftalmus terjadi akibat proptosis dan retraksi kelopak, dan pajanan korna
dapat menjadi salah satu faktor pada kasus yang ringan sekalipun. Ptosis yang
terjadi pada oftalmopati tiroid biasanya disebabkan oleh miastenia gravis yang
sudah diderita sebelumnya;miastenia gravis ini juga menimbulkan gangguan
motilitas okular.
Keterlibatan ototekstraokular dalam oftalmopati berawal sebagai infiltrasi
limfositik dan edema pada otot–otot rectus. Seiring waktu, otot yang meradang
menjadi fibrotik dan mengalami retriksi permanen. Diplopia biasanya mulai di
lapang pandang bagian atas. Semua otot ekstraokular akhirnya dapat terkena, dan
mungkin tidak ada posisi melihat yang bebas diplopia. Tambahan rectus inferior,
yang paling banyak terkena, menimbulkan peningkatan tekanan intraocular

21
sewaktu mata melihat keatas, atau bhakan saat memandang lurus ke depan pada
kasus yang berat
Apabila otot–otot ekstraokulat mengalami pembesaran massif, dapat
terjadi kompresi nervus opticus pada apeks orbita, tanpa harus disertai dengan
proptosis yang nyata. Tanda awal antara lain defek pupil aferen, gangguan
penglihatan warna, dan penurunan ketajaman penglihatan ringan. Dapat terjadi
kebutaan apabila kompresi tidak diatasi,
3.4.4.2 Pseudotumor
Salah satu penyebab proptosis pada dewasa dan anak yang sering
ditemukan adalah pseudotumor peradangan. Istilah “pseudotumor” dibuat untuk
menandakan suatu proses nonneoplastik yang menimbulkan tanda neoplasma
orbita, yakni proptosis. Pada beberapa kasus, terdapat suatu caskulitis sistemik
terkaitm misalnya granulimatosis Wegener. Lokasi peradangan biasanya difus dan
tidak dieksisi. Proses peradangan bisa difus atau setempat, secara khusus
mengenai suatu struktur orbita (mis. Miositis, dakrioadenitis, sindroma fissura
orbitalis superior atau perineuritis optik) atau jenis sel tertentu (mis., limfosit,
fibroblast, histiosit, sel plasma). Mungkin juga terdapat perluasan ke dalam sinus
kavernosus atau meninges intrakranial. Awitan biasanya cepat, dan sering disertai
nyeri.Pseudotumor biasanya unilateral; bila kedua orbita terkena, kelainan ini
lebih sering disebabkan oleh vasikulitis.
3.4.4.3 Selulitis Orbita
Selulitis orbita adalah penyebab tersering proptosis pada anak–anak. Perlu
dilakukan pengobatan segera. Untungnya, diagnosis biasanya tidak sulit karena
temuan–temuan klinisnya khas. Walaupun sebagian besar kasus timbul pada
anak–anak, orang berusia lanjut dan yang mengalami gangguan kekebalan juga
dapat terkena.
Trauma mungkin merupakan penyebab masuknya bahan tercemar ke
dalam orbita melalui kulit atau sinus–sinus paranasal. Di zaman prantibiotik,
sellulitis orbita sering menyebabkan kebutaan dan kematian akibat trombosis
sinus kavernosus septik.
Orbita dikelilingi oleh sinus–sinus paranasal, dan sebagian dari drainase
vena sinus–sinus tersebut berjalan melalui orbita. Sebagian besar kasus selulitis
orbita timbul akibat perluasan sinusitis melalui tulang–tulang etmoid yang tipis.

22
Organisme yang biasa menjadi penyebab adalah Haemophilus influenzae,
Streptococcus pneumonia, streptococcus lainnya dan stafilococcus.
3.5 Tumor Retrobulbar
Salah satu tumor orbital yang berlokasi di belakang bola mata.
3.5.1 Klasifikasi
Tumor retrobulbar dibagi menjadi intrakonal dan ekstrakonal tergantung
letaknya di dalam atau di luar konus otot. Intrakonal: glioma, meningioma,
hemangioma cavernous dan kapiler, hemangiomapericytoma,
lymphangioma, dan neurofibroma. Ekstraconal: tumor glandula lacrimal
(pleomorfik adenoma, adenoid cystic cancer), dermoid, lymphoma,
pseudotumor, rhabdomyosarkoma dan metastasis.

3.5.2 Patologis
1. Hemangioma cavernosus, merupakan tumor jinak intraorbita yang
tersering pada orang dewasa. Biasanya tumor terletak dalam konus
otot–otot retrobulbar. Sehingga bermanifestasi sebagai proptosis
unilateral yang lambat pada decade kedua sampai keempat. Kadang
kala dapat menekan n.optikus tanpa proptosis
2. Glioma, merupakan tumor jinak yang berasal dari astrosit. Biasanya
muncul padadekade pertama kehidupan. Dapat hadir sebagai tumor
yang soliter atau sebagian dari von recklinghausen’s
neurofibromatosis. Gambaran klinis ditandai dengan hilangnya
penglihatan, ditandai dengan axial proptosis unilateral yang bertahap

23
dan tidak disertai nyeri. Pemeriksaan fundus dapat memperlihatkan
adanya atropi dan edema papil syaraf optic dan pembesaran vena.
Perluasan intracranial dari glioma melalui canalis optic jarang terjadi.
3. Limphangioma adalah tumor yang jarang terjadi terlihat sebagai
proptosis dengan progresifitas yang lambat pada remaja muda.
Terkadang membesar sebagai akibat perdarahan spontan di dalam
ruang vascular, yang kemudian membentuk kista coklat yang dapat
sembuh spontan.
4. Meningioma adalah tumor invasive yang berasal dari vili arachnoidal.
Meningioma menginvasi orbita terdapat dua tipe:
a. Meningioma intraorbital promer. Dikenal juga sebagai
meningioma yang berasal dari pembingkus n.syaraf optikus.
Mengakibatkan kehilangan penglihatan yang cepat disertai
keterbatasan pergerakan bola mata atropi atau edema diskus
optikus dan proptosis yang terjadi secara perlahan–lahan.
Selama dase intradural, secara klinis sulit dibedakan dari
glioma n.optik. adanya opticocilliary shunt merupakan tanda
patognomik dari meningioma pembungkus n.syaraf optic.
b. Meningioma sekunder. Meningioma intracranial yang secara
sekunder menginvasi orbita. Invasi orbita dapat timbul melalui
dasar fossa crania anterior.
5. Rabdomyosarcoma adalah tumor ganas dari orbita yang berasal dari
otot ekstraokular. Merupakan tumor orbita tersering pada anak–anak,
biasanya timbul dibawah usia 15 tahun. Terdapat proptosis yang
progresif dan tiba–tiba onsetnya. Proptosis yang paling berat karena
tumor terletak pada kuadran sepronasal. Gambaran klinis mirip dengan
proses inflamasi. Tumor biasanya terdapat pada kuadran superonasal
tetapi dapat juga menginvasi bagian–bagian lain dari orbita.
6. Tumor metastase, berasal dari metastase Ca mamae, Ca bronchial,
neuroblastoma pada anak, sarcoma ewing, leukemia, tumor testikuler.
3.5.3 Penatalaksanaan
Tumor jinak dilakukan pada tumor memerlukan eksisi, namun bila
kehilangan penlihatan merupakan hasil yang tidak dapat dihindarkan,
dipikirkan tindakan konservatif. Tumor ganas memerlukan biopsy dan

24
radioterapi. Limfoma juga bereaksi baik dengan khemoterapi. Terkadang
lesi terbatas (misal karsinoma kel. lakrimal) memerlukan reseksi radikal.
Pendekatan operatif dengan transkranial-frontal untuk tumor dengan
perluasan intracranial atau terletak posterior dan medial dari syaraf optic,
lateral untuk tumor yang terletak superior, lateral, atau inferios dari syaraf
optic.

3.6 Pengobatan
Terapi medis disesuaikan dengan diagnosis yang diperoleh dengan biopsi atau
eksisi. Situasi tertentu tidak memerlukan biopsi atau eksisi untuk memulai
perawatan. Kondisi seperti selulitis orbita sering diperlukan secara medis dengan
berbagai antimikro agen. Intervensi badah diperlukan jika tidak ada respon
terhadap pengobatan atau memburuk klinis terbukti pada pemeriksaan.
Pseudotumor biasanya ditangani secara medis dengan steroid sistemik.
Hemangioma kapiler juga dapat diobati dengan non surgical, seperti suntikan
steroid. Pengobatan yang diberikan pada tumor tidaklah sama, tergantung dari
jenis tumor dan stadium saat tumor ditemukan. Terdapat lima surgical space
dalam cavum orbita yaitu :
a. Subperiorbital surgical space (subperiosteral)%, antara tulang dan periorbita
b.Extraconal surgical space (peripheral), terletak antara periorbita dan muscle cone
c. Intraconal surgical space (central), terletak didalam musclle cone
d.Episcleral seruang intrakranial surgical space (sub – teon) teletak antara kapsul
tenon dan bola mata
e. Subarachnoid surgical space, terletak antara nervur optus dan nerve sheath Insisi
untuk mencapai surgical space tersebut melalui orbitotomi anterior dan
orbitotomi lateral. Lesi orbita dapat meliputi lebih dari satu ruang sehingga
membutuhkan kombinasi dari beberapa endekatan. Eksentrasi dapat
dipertimbangkan di dalam penanganan tumor yang meluas dari sinus,
wajah, palpebra, konjungtiva atau runag intrakranial.

25
BAB 3

PEMBAHASAN

Orbitasecara anatomis merupakan struktur yang kompleks terdiri dari bola


mata, otot–otot ekstraokular, jaringan limfe, pembuluh darah, syaraf, glandula dan
jaringan pengikat. Orbita merupakan kavitas yang terdiri dari struktur–struktur
penting dalam fungsi ocular dan struktur tulang yang melindunginya. Tumor
retrobulbar adalah tumor yang timbul di belakang orbita. Orbita merupakan area
kecil yang dengan sedikit ruang kososng jika terdapat massa (space occupying
lession) akan meningkatkan volume orbita akan bermanifestasi proptosis dan
terganggunya fungsi penglihatan dan fungsi otot ekstraokuler.
Pemeriksaan CT scan orbita sangat dibutuhkan guna mendapatkan sedikit
gambaran mengenai seberapa besar tumor mendesak bagian orbita. .Pemeriksaan
yang menyeluruh tersebut membantu dalam penentuan diagnosis yang tepat
sehingga faktor penyebab dapat ditangani dengan baik. Penatalaksanaan yang
utama untuk untuk tumor retrobulbar tergantung pada letak tumor, bagian organ
yang terkena dan prognosis baik jika kebanyakan kasus dengan tumor jinak yang
tidak menekan n.optikus dan jika dapat didiagnosis secara awal.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ardy H. 2003. Diagnostik Uveitis Anterior. Cermin Dunia Kedokteran. 47-54


Eva PR, Whitcher JP. 2010. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17 th.
Jakarta : EG
Hartono. 2007. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. Yogyakarta : Fakultas
Kedokteran UGM.
Ilyas, H. Sidarta, prof, dr. 2005. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 172-174
James B, Chew C, Bron A. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta :
Erlangga. 85-94
Kansky, Jack J. 2007. Clinical Ophtalmology 6th Edition. St. Louis Sidney Toronto
: Elsevier Oxford USA
Scuta GL, Cantor LB, Weiss JS. 2009. Intraocular inflammation and uveitis.
American Academy of Ophtalmology. LEO : San Fransisco. 101-13.

27
Suhardjo, Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Bagian Ilmu
Penyakit Mata FK UGM. 63-9
Vaughan & Asbury. 2007. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : EGC. 150-125
Voughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John H,editors.
2000. Optalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta. Widya Medika. 266-78
Wijaya,Nana. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang : Universitas
Diponegoro. 75-6

28

Anda mungkin juga menyukai