Anda di halaman 1dari 42

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2020

UNIVERSITAS HALU OLEO

OD CLOSED GLOBE INJURY + OD TRAUMATIC OPTIC NEUROPATHY

OLEH
Nasrul
K1A1 13 154

PEMBIMBING

dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Nasrul, S.Ked

Stambuk : K1A1 13 154

Judul Referat : OD Closed Globe Injury + OD Traumatic Optic Neuropathy

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada

Bagian Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, Februari 2020


Mengetahui :
Pembimbing,
`

dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp. M

2
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 40 Tahun
Tanggal Lahir : 20/05/2003
Suku : Tolaki
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Tgl. Pemeriksaan : 31 Januari 2020
Rekam Medik :-
Dokter Muda Pemeriksa : Nasrul

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : nyeri mata kanan + penglihatan kabur mata kiri
Anamnesis Terpimpin :
Pasien merupakan konsul dari bedah dengan keluhan mata kanan nyeri
dan mata kiri kabur yang dialami sejak 1 hari yang lalu. Hal ini dirasakan
setelah pasien mengalami kecelakaan. Pasien sedang mengendarai motor
menggunakan helm. Kemudian pasien menabrak penjual bensin eceran
dipinggir jalan dan motor pasien meledak. Helm dan pakaian pasien hangus
terbakar. mengalami penurunan kesadaran 3 jam setelah kecelakaan. Selain
itu, pasien juga mengeluhkan bengkak dan dan nyeri pada mata kiri. Keluhan
lain Nyeri kepala (+), mual dan muntah (-).
Riwayat Perdarahan pada mata : (-)
Riwayat Trauma : (-)
Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi(-) DM (-)

3
Riwayat penggunaan kacamata : (-)
Riwayat terapi (-)
Riwayat penyakit keluarga :(-)
C. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit Berat
Tekanan darah: 140/90
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36,5 ˚C
Pernafasan : 20 x/menit
OFTALMOLOGI
1. Inspeksi

No. Pemeriksaan OD OS

1. Palpebra Edema (+) Edema (-)


Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (+) Nyeri tekan (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Lagoftalmus (-) Lagoftalmus (-)
Blefarospasme (-) Blefarospasme (-)
2. App. Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
3. Silia Sekret (+) Sekret (-)
4. Konjungtiva Hiperemis (+), injeksi Hiperemis (-),
Silier (-), Injeksi injeksi silier (-),
konjungtiva (+) injeksi konjungtiva(-)
6. Kornea Keruh (-), Edema (-), Keruh (-), Edema (-)
7. Bilik mata depan Dangkal, hifema (+) Dalam
8. Iris Coklat Coklat
Bulat, RC menurun, Bulat, RC L/T(+/+)
9. Pupil
diameter 6 mm diameter 3 mm
10. Lensa Sulit Dinilai Sulit Dinilai

4
2. Palpasi

No. Pemeriksaan OD OS
1. Tensi Okuler N-2 Normal
2. Nyeri tekan (+) (-)
3. Massa tumor (-) (-)
4. Glandula periaurikuler (-) (-)

3. Tonometri Schiotz : Tidak dilakukan pemeriksaan


4. Visus : VOD = 0
: VOS = >2/60
5. Penyinaran Oblik

Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Kornea Keruh (-), Edema (-) Keruh (-), Edema (-)
Bilik Mata Dangkal, hifema (+) Dalam
Depan
Iris Coklat Coklat
Pupil bulat, diameter pupil 6 Bulat, diameter pupil 3
mm, Refleks cahaya mm RC L/TL (+/+)
(menurun),
Lensa Keruh Jernih

6. Funduskopi :tidak dilakukan pemeriksaan


7. Laboratorium :
Darah Rutin 13/01/2020

PARAMETER NILAI RUJUKAN


WBC 15,85 x 103/uL (4,50-3,50)x103/uL
HGB 14,3 gr/dl 11,5-15,0 gr/dl
PLT 374 x 103/uL 150-450x103/uL
Neut 13,80 x 103/uL (1,26-8,78)x103/uL

5
Kimia Darah 14/01/2020

PARAMETER NILAI RUJUKAN


GDS 87 mg/dl 70-180 mg/dl
Ureum 20 mg/dl 19-44 mg/dl
Kretinin 0,6 mg/dl 0,7-1,2 mg/dl

8. Colour Sense : tidak dilakukan pemeriksaan


9. Campus Visual : tidak dilakukan pemeriksaan
10. Slit Lamp : tidak dilakukan pemeriksaan
11. CT Scan (14/01/2020)
Pemeriksaan MSCT Kepala Fokus Orbita irisan axial reformatted sagital,
coronal, tanpa kontras:
- Tak tampak lesi hipo /hiperdense di brain parenchyma
- Sulci dan gyri tampak normal
- Sistem ventrikel dan cisterna tampak normal
- Pons dan cerebellum tampak normal
- Tak tampak deviasi midline structure
- Tak tampak kalsifikasi abnormal
- Orbita, mastoid dan sinus-sinus paranasalis kanan kiri tampak normal
- Calvaria normal

Fokus orbita kanan kiri:

- Bulbus oculi kanan kiri intak


- Tak tampak lesi hipo/hiperdens di orbita kanan kiri
- Orbita : M.Rectus, lateralis, medialis, superior, inferior kanan kiri;
M.Obliqus superior et inferior kanan kiri
Kesan:
- tidak tampak kelainan radiologik pada CT-Scan kepala saat ini
D. RESUME

6
Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit Benyamin Guluh datang dengan
keluhan mata kanan tidak dapat melihat sejak 1 hari yang hari lalu. Hal ini
dirasakan setelah pasien mengalami kecelakaan. Pasien mengalami penurunan
kesadaran 3 jam setelah kecelakaan. Selain itu, pasien juga mengeluhkan
bengkak dan nyeri pada mata kanan. Keluhan lain nyeri kepala (+), mual dan
muntah (+) >3x berisi makanan. Riwayat terapi (+) cetriaxone,
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah: 140/90, Nadi :90 x/menit,
Suhu : 36,5 ˚C, Pernafasan : 20 x/menit
Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan VOD = 0 VOS = >2/60,
palpebra edema(+), hiperemis (+), nyeri tekan(+)/edema(-), hiperemis (-),
nyeri tekan(-), silia secret (+/-), konjungtiva hiperemis (+/-), BMD (dangkal,
hifema/dalam), pupil (OD : bulat, reflex cahaya menurun. Diameter 6 mm. OS
:bulat, tepi regular, diameter 3 mm, RC L/TL +/+), lensa jernih (+/-).
E. DIAGNOSIS
OD Close Globe Injury + OD Traumatic Optic Neuropathy + OD Laserasi
Palpebra
F. PENATALAKSANAAN
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
Inj. Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV
Drips Neurosanbe 1 ampul/12 jam/IV
Natrium Diclofenat 2x50 mg
LFX Eye Drop 6 x 1 OD
Pro OD Eksplorasi bola mata + OD Jahit laserasi konjungtiva + OD Jahit
laserasi palpebra + GA

G. PROGNOSIS

7
Okuli Dextra Okuli Sinistra
Quo ad vitam at Dubia at Bonam
Quo ad functionam at Malam at Bonam
Quo sanactionam at Malam at Bonam

H. FOTO MATA PASIEN

Gambar 1. Foto mata pada pasien


Tindakan: Pro OD Eksplorasi bola mata + OD Jahit laserasi konjungtiva + OD
Jahit laserasi palpebra + GA

Diagnosis Post-OP: OD Eksplorasi bola mata + OD Close Globe Injury + OD


Traumatic Optic Neuropathy

I. FOLLOW-UP
Hari/ Anamnesis dan Pemfis Pasien Instruksi DPJP
Tanggal
Selasa S : Tidak dapat melihat pada mata
P:
14/1/2020 kanan, nyeri pada mata kanan - Infus RL 20
O : TD 140/90 mmHg tpm/Menit
N 90 x/menit - Inj. Ceftriaxone 1
P 20 x/menit gr/12 jam/IV
S 36,5oC - Inj. Dexamethasone 1
Pemeriksaan Oftalmologi (Terlampir)
ampul/8 jam/IV
- Drips Neurosanbe 1
A : OD Close Globe Injury + OD ampul/12 jam/IV
- Natrium Diclofenat
Traumatic Optic Neuropathy + OD
2x50 mg
Laserasi Palpebra - LFX Eye Drop 6 x 1
OD
- Pro OD Eksplorasi

8
bola mata + OD Jahit
laserasi konjungtiva +
OD Jahit laserasi
palpebra + GA

Rabu S : Tidak dapat melihat pada mata


P:
15/1/2020 kanan, nyeri pada mata kanan - Infus RL 20
O : TD 120/80 mmHg tpm/Menit
N 86 x/menit - Inj. Ceftriaxone 1
P 20 x/menit gr/12 jam/IV
S 36,5oC - Inj. methylpredisolon
Pemeriksaan Oftalmologi (Terlampir)
1 ampul/8 jam/IV
- Drips Neurosanbe 1
A : OD Close globe injury + OD ampul/12 jam/IV
Traumatic Optic Neuropathy - Natrium Diclofenat
2x50 mg
- LFX Eye Drop 6 x 1
OD
- Sagestan EO 4 dd qs
1 OD
- Pro OD Eksplorasi
bola mata + OD Jahit
laserasi konjungtiva +
OD Jahit laserasi
palpebra + GA

Kamis S : Tidak dapat melihat pada mata


P:
16/01/202 kanan, nyeri pada mata kanan - Infus RL 20
0 O : TD 120/80 mmHg tpm/Menit
N 88 x/menit - Inj. Ceftriaxone 1
P 20 x/menit gr/12 jam/IV
S 36,5oC - Inj. methylpredisolon
Pemeriksaan Oftalmologi (Terlampir)
1 ampul/8 jam/IV
- Drips Neurosanbe 1
A : OD Close globe injury + OD ampul/12 jam/IV
Traumatic Optic Neuropathy - Natrium Diclofenat
2x50 mg
- LFX Eye Drop 6 x 1
OD
- Sagestan EO 4 dd qs
1 OD
- Pro OD Eksplorasi

9
bola mata + OD Jahit
laserasi konjungtiva +
OD Jahit laserasi
palpebra + GA

Jumat S : Tidak dapat melihat pada mata P:


17/01/202 kanan - Infus RL 20
0 O : TD 120/80 mmHg tpm/Menit
N 82 x/menit - Inj. Ceftriaxone 1
P 20 x/menit gr/12 jam/IV
S 36,5oC - Inj. methylpredisolon
Pemeriksaan Oftalmologi (Terlampir) 1 ampul/8 jam/IV
- Drips Neurosanbe 1
A : OD Close globe injury + OD ampul/12 jam/IV
Traumatic Optic Neuropathy - Natrium Diclofenat
2x50 mg
- LFX Eye Drop 6 x 1
OD
- Sagestan EO 4 dd qs
1 OD
- OD Eksplorasi bola
mata + OD Jahit
laserasi konjungtiva +
+ GA
Sabtu S : Tidak dapat melihat pada mata P :
18/01/202 kanan - Infus RL 20
0 O : TD 120/80 mmHg tpm/Menit
N 76 x/menit - Inj. Ceftriaxone 1
P 18 x/menit gr/12 jam/IV
S 36,5oC - Inj. methylpredisolon
Pemeriksaan Oftalmologi (Terlampir) 1 ampul/8 jam/IV
- Drips Neurosanbe 1
A : OD Close globe injury + OD ampul/12 jam/IV
Traumatic Optic Neuropathy - Natrium Diclofenat
2x50 mg
- LFX Eye Drop 6 x 1
OD
- Sagestan EO 4 dd qs
1 OD
- OD Eksplorasi bola
mata + OD Jahit
laserasi konjungtiva +

10
+ GA
- Pasien boleh pulang

Pemeriksaan Oftalmologi Post OP


OD OS
0 Visus >2/60

Edema (+), hiperemis (+) Palpebra Edema (-), hiperemis (-)


Hiperemi (+) Konjungtiva Hiperemi (-),
Jernih Kornea Jernih
Dangkal BMD Dalam
Coklat Iris Coklat
Tidak bulat, diameter Pupil Bulat, diameter pupil 3
pupil 6 mm, reflek cahaya mm RC L/TL (+/+)
(Menurun)
Jernih Lensa Jernih
Nyeri kepala Keluhan Lain Nyeri Kepala
Nyeri tekan (+) Palpasi Nyeri tekan (-)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

11
Mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak mata, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam
atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma okuli
merupakan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan pada satu
mata yang dapat dicegah. Trauma okuli berdasarkan mekanisme trauma dapat dibagi
menjadi trauma tajam, trauma tumpul, trauma kimia, trauma termal, extra ocular
foreign body, dan trauma tembus. Trauma okuli dapat terjadi diberbagai tempat, di
rumah tangga, di tempat kerja, maupun di jalan raya. Trauma okuli dapat
menyebabkan penglihatan kabur, kehilangan penglihatan total, rasa sakit, dan cacat
fisik. Trauma okuli sering menjadi penyebab kehilangan penglihatan unilateral. Pada
mata dapat terjadi trauma dalam bentuk trauma tumpul, trauma tembus bola mata,
trauma radiasi dan trauma kimia.1.2.3.4
Trauma mata dapat menimbulkan berbagai kerusakan pada bagian-bagian mata,
mulai dari diskontinuitas jaringan sampai hilangnya jaringan baik pada bola mata,
nervus optikus maupun adneksa. Trauma yang terjadi dapat sangat ringan hingga
mengancam hilangnya pengelihatan, dan karenanya dibutuhkan sistem klasifikasi
yang terstandar agar didapatkan persamaan persepsi dalam menegakkan diagnosa,
komunikasi dalam perencanaan tindakan/terapi, dan penatalaksanaan serta evaluasi
hasil terapi/intervensi.5
Komplikasi yang ditimbulkan akibat trauma pada mata dapat meliputi semua
bagian mata, yaitu komplikasi pada kelopak mata, permukaan bola mata, kamera
okuli anterior, vitreus, dan retina. Tipe dan luasnya kerusakan akibat trauma pada
mata sangat tergantung dari mekanisme dan kuatnya trauma yang terjadi. Suatu
trauma yang berpenetrasi ke intraokuli baik objek yang besar ataupun objek kecil
akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar dibandingkan trauma akibat
benturan.5
Penanganan dini trauma okuli secara tepat dapat mencegah terjadinya kebutaan
maupun penurunan fungsi penglihatan. Namun, pelayanan kesehatan mata yang
masih jarang dan kurang lengkap sering kali menjadi penyebab keterlambatan

12
penanganan trauma okuli, di samping kurangnya pengetahuan dan masalah
perekonomian.5
B. Anatomi mata
Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat
dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke
otak. Di sini akan di bahas struktur dan fungsi mata. Mata kita terdiri dari bermacam-macam
struktur sekaligus dengan fungsinya. Struktur dari mata itu sendiri atau bisa di sebut dengan
anatomi mata meliputi sklera, konjungtiva, kornea, pupil, iris, lensa, retina, saraf optikus,
humor aqueus, serta humor vitreus yang masing-masingnya memiliki fungsi atau kerjanya
sendiri. 4

1. Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan
relatif kuat.

2. Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian luar
sklera.

3. Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari


iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian


belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet
yang berfungsi membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas 3
bagian yaitu:3,4

1. Konjungtiva palpebra (Konjungtiva tarsal), yang menutupi tarsas,sukar


digerakkan dari tarsus.
2. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.

13
3. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan
forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan dibawahnya
sehingga bola mata mudah bergerak.

Gambar 2. Anatomi bola mata6

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata bagian
depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk
dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan
yaitu:3.4

1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Sklera hanya memiliki
sedikit fibroblast dan secara keseluruhan relative bersifat aselular serta avaskular
sehingga sklera normal umumnya miliki aktifitas yang sangat lambat. Sklera
terdiri dari 3 lapisan yaitu episklera, substansia propria atau stroma, dan lamina
fusca. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata, kelengkungan kornea lebih besar
dibanding sklera.

14
Kornea merupakan jaringan transparan serta avaskuler dibagian tengahnya dan
merupakan organ refraksi yang membelokkan sinar masuk ke dalam mata. Secara
mikroskopik, kornea dibagi menjadi 5 lapisan yaitu lapisan epitel, membrane
bowman, lapisan stroma, lapisan membran descement dan lapisan endotel.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sclera dan uvea dibatasi
ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil
yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola
mata. Otot dilatators terdiri atas jaringan ikat jarang yang tersusun dalam bentuk
yang dapat berkontraksi yang disebut mioepitel. Sel ini dirangsang oleh sistem
saraf simpatetik yang mengkibatkan sel berkontraksi akan melebarkan pupil
sehingga lebih banyak cahaya masuk. Otot dilatator pupil berkerja berlawanan
dengan otot konstriktor yang mengecilkan pupil dan mengakibatkan cahaya
kurang kasuk kedalam mata. Sedangkan spingter iris dan otot siliar dipersarafi
oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa
untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terdapat di belakang iris
menghasilkan caian bilik mata (akuos humor) yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.
3. Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10
lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar
menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga
yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid
yang disebut dengan ablasi retina.
Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata yang bersifat gelatin yang hanya
menempel pada papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila terdapat jaringan ikat di
dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi
ablasi retina.3

15
Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada badan
siliar melalui zonula zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau
melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea.3
Terdapat 6 otot penggerak bola mata dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak
di daerah temporal atas di dalam rongga orbita.3

Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata yang membawa 2 jenis
serabut saraf yaitu saraf penglihat dan saraf pupilomotor. Kelainan saraf optik
menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak langsung
terhadap saraf optik ataupun perubahan toksik dan anoksik yang mempengaruhi
penyaluran aliran listrik. Bila terdapat kelainan fungsi saraf optik maka perlu
diperhatikan komponen penting pada saraf optik.3

C. Fisiologi Pengelihatan

Gambar 3. Defek lapang pandang yang terjadi berdasarkan lesi disepanjang jalur
pengelihatan6

Sifat bayangan di retina adalah terbalik dan berlawanan. Proses pengelihatan


dimulai ketika cahaya dideteksi dan diubah oleh sel kerucut dan batang di retina
menjadi potensial aksi. Badan sel kerucut dan batang akan meneruskan proses ini
dengan meneruskan potensial aksi melalui sinaps dengan sel bipolar, yang merupakan
neuron tingkat kedua pada jalur pengelihatan. Sel bipolar kemudian bersinaps dengan
sel ganglion retina, dan postensial aksi diteruskan melalui akson sel ganglion yang

16
akan berkonvergensi menjadi satu, membentuk nervus optik. Nervus optikus
selanjutnya akan berjalan ke intracranial di dalam kanalis optikus.4

Nervus optikus kanan dan kiri akan bersatu dan menyilang, membentuk kiasma
optikum di intracranial. Lima puluh tiga persen serabut dari sisi nasal ipsilateral
bergabung dengan 47% aserabut dari temporal kontralateral, membentuk traktus
optikus, yang kemuadian akan bersinaps ke nukleus genikulatum lateral. Dari nukleus
genikulatum latera, informasi visual akan direlai ke korteks pengelihatan melalui
banyak serabut akson yang berbentuk seperti kipas dan dikenal dengan radiation
optika. Serabut ini akan berakhir terutama di area korteks pengelihatan/visual
brodman 17 (korteks pengelihatan primer), serta area korteks ekstrastriata brodman
18 dan 19. Korteks pengelihatan primer juga dikenal sebagai area VI atau korteks
striatum. Kedua hemisfer otak memiliki korteks visual masing-masing. Hemisfer
korteks kiri menerima sinyal dari lapang pandang kanan dan hemisfer korteks kanan
menerima sinyal dari lapang pandang kiri.4

Lapang pandangan adalah luas area yang terlibat oleh mata tanpa menggerakkan
kepala atau mata, dan dapat dibagi menjadi lapang pandangan kanan dan kiri serta
atas dan bawah (hemifields). Luas lapang pandangan normal pada setiap mata kira
kira adlaah seluas 60̊ ke arah superior, 70-75̊ kea rah inferior, 60̊ nasal dan 100-110̊
temporal. Bintik buta yang merupakan representasi papil nervus optikus terletak 15̊
temporal pada setiap mata, dan tidak dipersepsi sebagai area hitam, melainkan hanya
merupakan region dimana kita tidak dapat memperoleh informasi visual.4

Pada kondisi patologik yang terjadi dimanapun disepanjang jalur pengelihatan


dapat terjadi defek lapang pandangan. Lesi yang terdapat di prekiasma akan
menyebabkan defek lapang pandangan unilateral. Sedangkan lesi pada jalur
pengelihatan retokiasma akan menyebabkan defek lapang homonym kontralateral.
Lesi pada kiasma akan menyebabkan lesi bitemporal.4

D. Insidensi

17
Trauma okuli dapat terjadi diberbagai tempat, di rumah tangga, di tempat kerja,
maupun di jalan raya. Insidensi trauma okuli di dunia, diperkirakan terdapat 1,6 juta
orang yang mengalami kebutaan, 2,3 juta mengalami penurunan fungsi penglihatan
bilateral, dan 19 juta mengalami penurunan fungsi penglihatan unilateral akibat
trauma okuli. Prevalensi trauma okuli di Amerika Serikat sebesar 2,4 juta pertahun
dan sedikitnya setengah juta di antaranya menyebabkan kebutaan. Wong dkk
mendapatkan angka insiden trauma pada laki-laki sebesar 20 per 100.000
dibandingkan 5 per 100.00 pada wanita. Trauma okuli terbanyak terjadi pada usia
muda, di mana rata-rata umur kejadian trauma okuli adalah 24,2 tahun (± 13,5).5,7

E. Klasifikasi
1. Berdasarkan mekanisme trauma adalah sebagi berikut:7
a. Trauma tumpul (no break in ocular tissues)
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau
benda yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata
dengan keras ataupun lambat. Trauma yang diakibatkan oleh benda tumpul
dapat menyebabkan :
1) Hematoma palpebra
2) Edema konjungtiva
3) Perdarahan subkonjungtiva
4) Edema kornea
5) Dislokasi lensa
6) Hifema
b. Trauma yang diakibatkan oleh bahan kimia.
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di
dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia,
pekerjaan pertanian, dan peperangan yang memakai bahan kimia di abad
modern.
c. Benda asing

18
Adanya benda asing pada mata. Dapat terjadi pada seorang yang
mempunyai aktivitas tinggi pada seorang yang mempunyai aktivitas tinggi
atau pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri. Benda asing dapat
mengenai permukaan bola mata, intraocular atau intraorbita.
d. Trauma tajam
Trauma yang diakibatkan oleh benda tajam dan dapat mencederai atau
menembus dinding mata cedera mengacu pada laserasi tunggal
2. Berdasarkan Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT) adalah sebagai
berikut:7,8
a. Trauma tertutup adalah luka pada dinding bola mata (sklera atau kornea)
dan luka ini tidak merusak bagian dari intraokuler.
1) Kontusio adalah tidak ada luka (no full-thickness). Trauma yang
disebabkan oleh energi langsung dari objek (misal pecahnya koroid)
atau perubahan bentuk bola dunia (misalnya, resesi sudut).
2) Laserasi lamellar adalah trauma tertutup pada bola mata yang ditandai
oleh luka yang mengenai sebagian ketebalan dinding bola mata. Trauma
ini biasa disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul.
b. Trauma terbuka pada bola mata adalah trauma yang menyebabkan luka dan
mengenai keseluruhan dinding dari bola mata (sklera dan kornea).
1) Ruptur adalah adanya luka yang mengenai dari seluruh ketebalan
dinding bola mata, yang disebabkan oleh trauma tumpul dan mekanisme
ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan intraokuli.
Luka terjadi akibat mekanisme dari dalam ke luar mata.
2) Laserasi adalah luka yang mengenai seluruh ketebalan dinding bola
mata yang disebabkan oleh benda tajam. Keadaan ini akan
menimbulkan adanya trauma penetrasi ataupun trauma perforasi. Luka
terjadi akbat mekanisme dari luar ke dalam mata, (full-thickness wound
of the eyewall).

19
3) Trauma penetrasi adalah luka yang masuk (entrance wound). Jika
terdapat lebih dari satu luka, setiap luka memiliki penyebab yang
berbeda.
4) Trauma perforasi adalah luka yang masuk dan keluar (entrance and exit
wound). Kedua luka memiliki penyebab yang sama.
5) Intraocular foreign body (IOFB) adalah adanya benda asing pada
intraokular yang keadaan ini sangat berhubungan dengan adanya trauma
penetrasi.

Gambar 4. Klasifikasi Trauma Okuli berdasarkan BETT.8

20
Gambar 5. Diagnosa klinis berdasarkan jenis objek penyebab trauma8
E. Patofisologi
Traumatic optic neuropathy (TON) mengacu pada kerusakan terhadap
nervus optik akibat trauma. Dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi cedera
(nervus optik, intraorbital, intracanalicular atau intrakranial) atau sesuai dengan
cara cedera (langsung atau tidak langsung). TON langsung dihasilkan dari
gangguan anatomi saraf optik, misalnya, proyektil menembus orbit mata dan
menimpa saraf optik. TON tidak langsung disebabkan oleh transmisi ke saraf
optik dari tempat yang jauh tanpa gangguan struktur jaringan normal.10
Patofisiologi TON kemungkinan bersifat multifaktorial. Setelah trauma,
terjadi kerusakan pada akson sel ganglion retina yang bersifat irreversibel.
Terjadi pembengkakkan saraf optik akibat trauma mekanik langsung dan iskemia
vaskular. Bila tidak segera diatasi dapat terjadi kematian sel (apoptosis). Perlu
dilakukannya tindakan medis untuk menyelamatkan sel ganglion retina yang
tersisa dari kerusakan awal.9
F. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain perdarahan atau
keluar cairan dari mata, memar pada sekitar mata, penurunan visus dalam waktu
yang mendadak, penglihatan ganda, mata berwarna merah, nyeri dan rasa
menyengat pada mata, sakit kepala, mata terasa gatal, terasa ada yang
mengganjal pada mata, dan fotopobia.
Berikut ini dijelaskan lebih lanjut tentang beberapa manifestasi klinis yang
dapat muncul akibat trauma benda tumpul pada okuli diantaranya antara lain:3
1. Trauma Tumpul Kelopak Mata
a. Hematoma palpebra

21
Gambar 6. Hematoma palpebra
Hematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penimbunan
darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.
Hematoma palpebra merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma
tumpul okuli. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam (racoon eye) yang sedang
dipakai, terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda
fraktur basis kranii. Pada pecahnya arteri oftalmika maka darah masuk
kedalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Penanganan pertama
dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan.
Selanjutnya untuk memudahkan absorpsi darah dapat dilakukan kompres
hangat pada palpebra.3

2. Trauma tumpul Konjungtiva

a. Edema konjungtiva

22
Gambar 7. Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi
kemotik (edema) pada setiap kelainan termasuk akibat trauma tumpul. Bila
palpebra terbuka dan konjungtiva secara langsung terekspose dengan
dunia luar tanpa dapat mengedip maka keadaan ini telah dapat
mengakibatkan edema pada konjungtiva. Edema konjungtiva yang berat
dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah
rangsangan terhadap konjungtiva. Kemotik konjungtiva yang berat dapat
mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan
terhadap konjungtiva. Pada edema konjungtiva dapat diberikan
dekongestan. Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan insisi
sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar.3

b. Hematoma Subkonjungtiva

23
Gambar 8. Hematoma subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
yang terdapat dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri
episklera. Pecahnya pembuluh darah ini bisa akibat dari batuk rejan, trauma
tumpul atau pada keadaan pembuluh darah yang mudah pecah. Bila
tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan
menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan
eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus
okuli. Pengobatan dini ialah dengan kompres hangat. Perdarahan
subkonjungtiva akan hilang atau diabsorbsi dalam 1-2 minggu tanpa
diobati.3

3. Trauma Tumpul pada Kornea

a. Edema Kornea
Trauma tumpul dapat mengenai membran descement yang
mengakibatkan edema kornea. Edema kornea dapat memberikan keluhan
berupa penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau
sumber cahaya yang dilihat. Kornea dapat terlihat keruh. Edema kornea

24
yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan
neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea.3

Gambar 9. Edema kornea

b. Erosi Kornea

Gambar 10. Erosi kornea


Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang
dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi
tanpa cedera pada membran basal. Dalam waktu singkat epitel sekitar dapat
bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut. Erosi di
kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan sewaktu mata

25
dan kelopak mata digerakkan. Pola tanda goresan vertikal di kornea
mengisyaratkan adanya benda asing tertanam di permukaan konjungtiva
tarsalis di kelopak mata atas. Pemakaian berlebihan lensa kontak
menimbulkan edema kornea. Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali
akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak,
mata berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang
keruh. Pada kornea akan terlihat adanya defek epitel kornea yang bila
diberi fuorosein akan berwarna hijau.3

4. Trauma Tumpul pada Uvea

a. Iridoplegia
Kelumpuhan otot sfingter pupil yang bisa diakibatkan karena trauma
tumpul pada uvea sehingga menyebabkan pupil menjadi lebar atau
midriasis. Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi dan
merasakan silau karena gangguan pengaturan masuknya cahaya ke pupil.
Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat
menjadi ireguler. Pupil biasanya tidak bereaksi terhadap sinar.3

Gambar 11. Pasien iridoplegia dengan anisokoria

26
b. Iridodialisis

Gambar 12. Iridodialisis


Iridodialisis adalah keadaan dimana iris terlepas dari pangkalnya
sehingga bentuk pupil tidak bulat dan pada pangkal iris terdapat lubang.
Saat mata kita berkontak dengan benda asing, maka mata akan bereaksi
dengan menutup kelopak mata dan mata memutar ke atas. Ini alasannya
mengapa titik cedera yang paling sering terjadi adalah pada temporal
bawah pada mata. Pada daerah inilah iris sering terlihat seperti peripheral
iris tears (iridodialisis). Saat mata tertekan maka iris perifer akan robek
pada akarnya dan meninggalkan crescentic gap yang berwarna hitam tetapi
reflek fundus masih dapat diobservasi. Hal ini mudah terjadi karena bagian
iris yang berdekatan dengan badan silier gampang robek. Lubang pupil
pada pangkal iris tersebut merupakan lubang permanen karena iris tidak
mempunyai kemampuan regenerasi.3
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris
sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Perubahan bentuk pupil maupun
perubahan ukuran pupil akibat trauma tumpul tidak banyak mengganggu
tajam penglihatan penderita. Pasien akan melihat ganda dengan satu
matanya. Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya

27
iridodialisis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema. Bila
keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan pembedahan
dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.3
c. Hifema
Hifema adalah darah di dalam bilik mata depan (camera okuli
anterior/COA) yang dapat terjadi akibat trauma tumpul sehingga merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar. Trauma tumpul sering merobek
pembuluh-pembuluh darah iris atau badan siliar dan merusak sudut kamera
okuli anterior. Darah di dalam cairan dapat membentuk suatu lapisan yang
dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi apabila jaringan trabekular
tersumbat oleh fibrin dan sel atau apabila pembentukan bekuan darah
menyebabkan sumbatan pupil.3
Hifema dibagi dalam 4 grade berdasarkan tampilan klinisnya yaitu:3
1) grade I: menutupi < 1/3 COA (Camera Okuli Anterior)
2) grade II: menutupi 1/3-1/2 COA
3) grade III: menutupi 1/2-3/4 COA
4) grade IV: menutupi 3/4-seluruh COA

Gambar 13. Klasifikasi hifema berdasarkan stadium dan prognosis

28
Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.
Penglihatan pasien akan sangat menurun dan bila pasien duduk hifema
akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata depan dan dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat
iridoplegia dan iridodialisis. Tanda-tanda klinis lain berupa tekanan
intraokuli (TIO) normal/meningkat/menurun, bentuk pupil normal/
midriasis/ lonjong, pelebaran pembuluh darah perikornea, kadang diikuti
erosi kornea.3

d. Iridosiklitis

Gambar 14. Iridosiklitis


Iridosiklitis yaitu radang pada uvea anterior yang terjadi akibat reaksi
jaringan uvea pada post trauma. Pada mata akan terlihat mata merah, akibat
adanya darah yang berada di dalam bilik mata depan maka akan terdapat
suar dan pupil mata yang mengecil yang mengakibatkan visus menurun.
Sebaiknya pada mata diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa
fundus dengan midriatika.3

29
5. Trauma Tumpul pada Lensa

a. Subluksasi Lensa

Gambar 15. Subluksasi lensa


Subluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat putusnya
sebagian zonula zinii ataupun dapat terjadi spontan karena trauma atau
zonula zinii yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan
mengeluh penglihatan berkurang. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak
ada, maka lensa akan menjadi cembung dan mata akan menjadi lebih
miopi. Lensa yang cembung akan membuat iris terdorong ke depan
sehingga bisa mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder.3
b. Luksasi Lensa Anterior

Gambar 16. Luksasi lensa mata anterior

30
Luksasi lensa anterior yaitu bila seluruh zonula zinii di sekitar ekuator
putus akibat trauma sehingga lensa masuk ke dalam bilik mata depan.
Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak. Muncul gejala-
gejala glaukoma kongestif akut yang disebabkan karena lensa terletak di
bilik mata depan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pengaliran
keluar cairan bilik mata. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea,
lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil
yang lebar.3
c. Luksasi Lensa Posterior

Gambar 17. Luksasi lensa posterior


Luksasi lensa posterior yaitu bila seluruh zonula zinii di sekitar ekuator
putus akibat trauma sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan
tenggelam di dataran bawah fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya
skotoma pada lapang pandangnya karena lensa mengganggu kampus. Mata
menunjukan gejala afakia, bilik mata depan dalam dan iris tremulans.3

31
Gambar 18. Perbedaan subluksasi lensa(a), luksasi lensa anterior(b)
dan luksasi lensa posterior(c).

6. Trauma Tumpul Retina dan Koroid

a. Edema Retina
Terjadinya sembab pada daerah retina yang bisa diakibatkan oleh
trauma tumpul. Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu
akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Pada
edema retina akibat trauma tumpul mengakibatkan edema makula (edema
berlin) sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien akan
menurun. Penanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan
akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga
penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmen
epitel.3

Gambar 19. Edema retina

32
b. Edema Makular

Gambar 20. Perbedaan foto fundus pada makula normal(a) dan edema
makula(b)
Edema makular (edema berlin) adalah suatu kondisi dimana terjadi
pembengkakan atau penebalan dari pusat retina yaitu makula dan biasanya
berhubungan dengan penglihatan sentral yang kabur atau distorsi. Edema
makula terjadi ketika deposit cairan dan protein terkumpul didalam makula,
menyebabkan penebalan dan pembengkakan sehingga mengakibatkan
distorsi penglihatan sentral. Makula adalah bagian retina yang bertanggung
jawab untuk ketajaman penglihatan sentral karena kaya akan sel
fotoreseptor kerucut. Akumulasi cairan makula mengubah fungsi sel di
retina serta memprovokasi respon inflamasi.3
c. Ablasi Retina

Gambar 21. Ablasi Retina

33
Ablasi retina yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan
karena trauma. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya
ablasi retina. Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan
menurun, terlihat adanya selaput yang seperti tabir pada pandangannya.
Pada pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina berwarna abu-abu
dengan pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok.3
d. Ruptur Koroid
Ruptur biasanya terletak pada polus posterior bola mata dan melingkar
konsentris di sekitar papil saraf optik, biasanya terjadi perdarahan subretina
akibat dari ruptur koroid. Bila ruptur koroid terletak atau mengenai daerah
makula lutea maka akan terjadi penurunan ketajaman penglihatan.3

Gambar 22. Ruptur koroid pada pemeriksaan funduskopi

34
e. Avulsi Papil Saraf Optik

Gambar 23. Gambar funduskopi pada penderita atrofi papil traumatik


Saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang bisa
diakibatkan karena trauma tumpul. Penderita akan mengalami penurunan
tajam penglihatan yang sangat drastis dan dapat terjadi kebutaan. Penderita
perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.3
Neuropati optik merupakan istilah umum untuk semua kelainan yang
mengenai saraf optik (nervus optikus). Kelainan ini terjadi akibat berbagai
sebab. Gangguan fungsi saraf optik yang terjadi bervariasi dari ringan
sampai berat, tergantung berat-ringannya penyebab, serta dapat terjadi
unilateral maupun bilateral. Neuropati optik dapat memberikan gambaran
papil nervus optikus yang normal bila mengenai bagian posterior atau
retrobulbar, atau memberikan gambaran edema papil nervus optikus bila
mengenai bagian anterior saraf optik.3
Manifestasi klinis pada neuropati optik berupa:3
1. Kehilangan tajam pengelihatan
2. Gangguan pengelihatan warna
3. Gangguan lapang pandang
4. Relative affrent pupilary defect (RAPD) pada kasus unilateral

35
5. Abnormalitas (edema) gambaran papil saraf optik pada anterior optic
neuropathy.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada periksaan terhadap pasien ini


adalah sebagai berikut:3

1. Onset hilangnya tajam pengelihatan


a. Akut (iskemik atau inflamasi)
b. Progresif (kompresif atau neuropati optik toksik
2. Gangguan pengelihatan warna yang terjadi
3. Nyeri pada pergerakan bola mata (biasanya terjadi pada neuropati
karena inflamasi yaitu neuritis optik)
4. Gambaran funduskopi (dapat bervariasi, tergantung pada penyebab dan
lokasi terjadinya kelainan)
5. Kelainan yang menyertai pada retina (neuritis)
G. Diagnosis
Secara garis besar, penegakan diagnostik dari trauma mata dapat ditegakkan
hanya dengan berlandaskan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Adapun
beberapa tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada kasus-kasus dengan
trauma mata antara lain:7
1. Anamnesis
Penggalian informasi aktifitas keseharian dari pasien dan lingkungan
sekitarnya cukup penting. Waktu dan tempat kejadian, termasuk dengan
bagaimana mekanisme kejadian juga penting untuk ditanyakan. Anamnesis
harus mencakupi perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan sesaat setelah
cedera. Harus dicurigai adanya benda asing intraocular bila terdapat riwayat
memalu, mengasah atau ledakan. Pasien dengan trauma pada mata pada mata
umumnya dilakukan penilain awal dengan tujuan sebagai berikut:
a) Adanya masalah yang dapat mengancam nyawa

36
b) Riwayat injury yaitu daerah sekitar mata, waktu terjadinya trauma, dan
objek yang mengenai mata
c) Pemeriksaan keseluruan mata dan bagian orbita.
2. Pemeriksaan fisik pada pasien trauma mata dapat dilakukan:
a) Pengukuran visus biasanya terjadi penurunan visus atau normal
b) Pemeriksaan proyeksi cahaya
c) Pemeriksaan motilitas mata
d) Pemeriksaan sensasi kulit preorbita
e) Melakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita
f) Pemeriksaan kornea menggunakan slitlamp
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus trauma pada mata
sebagai berikut:
a. Foto polos
Foto polos dapat dilakukan bila adanya curiga benda asing.
b. CT-Scan
CT-Scan merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi dan melokalisasi
adanya benda asing pada Intra Ocular Foreign body. CT-scan juga untuk
menentukan integritas struktur intracranial, fasial, dan intra ocular.
c. Ultrasonography (USG)
USG dapat berfungsi untuk mendeteksi Intra Ocular Foreign body, rupture
bulbi, perdarahan supracoroidal, dan ablasio retina. USG juga berguna
untuk merencanakan pembedahan sepearti penggantian jalur infus
vitrectomy, drainase perdarahan supracoroidal juga diperlukan.
d. Electrophysiological Test
Electrophysiological Test berguna untuk menilai integritas nervus optic dan
retina, kadang juga digunakan untuk mengetahui asal injury dan untuk
menghilangkan kecurigaan Intra Ocular Foreign body.

37
H. Penatalaksanaan
Tatalaksana traumatic optic neuropathy (TON) yang optimal masih menjadi
kontroversi. Meskipun demikian, penatalaksanaan utama TON adalah sebagai
berikut: steroid sistemik, operasi dekompresi canal optic, kombinasi antara
steroid sistemik dan operasi, dan tatalaksana konservatif.10
Data komparatif dari International Optic Nerve Trauma Study (IONTS)
menunjukkan bahwa terapi kortikosteroid atau dekompresi kanal optik
merupakan gold standar untuk perawatan TON. Namun, di sisi lain, Cook et al
(1996) dalam meta-analisis melaporkan bahwa pemulihan penglihatan pada
pasien diobati dengan steroid dosis tinggi atau dekompresi bedah kanal optik
secara signifikan lebih baik daripada pemulihan di pasien yang tidak menerima
perawatan. Penggunaan megadose methyl prednisolone untuk TON didasarkan
pada peningkatan yang terlihat sama dalam kasus dengan cedera tulang belakang
akut dosis serupa telah direkomendasikan, yaitu dosis pemuatan 30 mg / kg
diberikan secara intravena, diikuti dengan dosis pemeliharaan 5,4 mg / kg / jam,
dengan pemantauan ketajaman visual. Operasi dekompresi saraf optik setelah
terapi steroid megadosa selama 48 jam terjadi kegagalan perbaikan atau bahkan
memburuknya status visual.11
Indikasi dilakukannya operasi dekompresi kanal optik adalah sebagai
berikut:11
1) Secara radiologis, fragmen tulang tampak jelas menimpa pada bagian
intracanalicular dari saraf optik di dinding lateral sinus sphenoid atau
hematoma selubung saraf optik yang terlihat pada pada MRI, pada pasien
dengan neuropati optik traumatis dengan visus <6/60 .
2) Kegagalan terapi steroid dosis tinggi setelah 48 jam terapi untuk
meningkatkan penglihatan pasien dengan trauma neuropati optik dengan
visus <6/60, dengan tidak ada bukti radiologis yang jelas tentang volume
kanal optik oleh hematoma atau fraktur tubrukan fragmen.

38
Kontraindikasi dilakukannya operasi dekompresi kanal optik adalah sebagai
berikut:12

1) gangguan total chiasma optik


2) atrofi pada seluruh saraf
3) Fistula karotis kavernosa
4) Kondisi medis yang tidak memadai untuk melakukan anestesi umum.

Sebuah literatur menunjukkan prognosis dekompresi saraf optik dapat


dipengaruhi oleh usia pasien, ada atau tidaknya patah tulang, visus sebelum
operasi, tingkat cedera yang dialami dan keterlambatan pengobatan pada pasien.
Operasi dekompresi saraf optik bertujuan untuk meringankan kompresi pada
serabut saraf.11

I. Prognosis
Carta et al (2003) dalam Hathiram et al (2011) mengidentifikasi 4 prognosis
yang buruk dimana hal ini dapat membantu dalam menentukan prognosis visual
pasien yaitu sebagai berikut:11
1) Adanya darah di dalam sel ethmoid posterior
2) Usia diatas 40 tahun
3) Hilangnya kesadaran terkait dengan TON
4) Tidak adanya pemulihan ketajaman visual setelah 48 jam terapi steroid.
J. Teori Dan Kasus

KASUS TEORI
Pasien merupakan rujukan dari Trauma tertutup adalah luka pada
rumah sakit Benyamin Guluh datang dinding bola mata (sklera atau
dengan keluhan mata kanan tidak kornea) dan luka ini tidak merusak
dapat melihat sejak 1 hari yang hari bagian dari intraokuler.
lalu. Hal ini dirasakan setelah pasien a) Kontusio adalah tidak ada luka
mengalami kecelakaan. Pasien (no full-thickness). Trauma yang

39
mengalami penurunan kesadaran 3 disebabkan oleh energi langsung
jam setelah kecelakaan. Selain itu, dari objek (misal pecahnya
pasien juga mengeluhkan bengkak koroid) atau perubahan bentuk
dan dan nyeri pada mata kanan. bola dunia (misalnya, resesi
Keluhan lain nyeri kepala (+), mual sudut).
dan muntah (+) >3x berisi makanan. b) Laserasi lamellar adalah trauma
Riwayat terapi (+) cetriaxone, tertutup pada bola mata yang
Pada pemeriksaan fisik ditandai oleh luka yang
didapatkan tekanan darah: 140/90, mengenai sebagian ketebalan
Nadi: 90 x/menit, Suhu: 36,5 ˚C, dinding bola mata. Trauma ini
Pernafasan: 20 x/menit biasa disebabkan oleh benda
Pada pemeriksaan oftalmologis tajam ataupun benda tumpul.
didapatkan VOD = 0 VOS = >2/60, Traumatic optic neuropathy (TON)
palpebra edema(+), hiperemis (+), merupakan suatu cedera akut pada
nyeri tekan(+)/edema(-), hiperemis saraf optik oleh karena trauma
(-), nyeri tekan(-), silia secret (+/-), dimana akson-akson saraf optik
konjungtiva hiperemis (+/-), BMD dapat rusak secara langsung
(dangkal, hifema/dalam), , pupil maupun tidak langsung dan
(OD : bulat, reflex cahaya menurun. kehilangan penglihatan dapat
Diameter 6 mm. OS :bulat, tepi parsial hingga komplit. Hal ini
regular, diameter 3 mm, RC L/TL +/ dikaitkan dengan kecelakaan
+), lensa jernih (+/-). dengan momentum tinggi dan
trauma wajah. TON posterior
terkadang sulit dinilai terutama
pada pasien dengan cedera multipel,
terutama pada pasien tidak sadarkan
diri. Pemeriksaan teliti harus
dilakukan secepat mungkin,

40
kemungkinan hanya diperoleh
defek aferen pupil pada
pemeriksaan. Defisit penglihatan
bervariasi dari penglihatan normal
dengan defek lapangan pandang
hingga kehilangan total terhadap
persepsi cahaya.

BAB III

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Prasad, P. 2018. Injury to The Eye. American Medical Association.


2. Phogat, J.K., et al. 2012. Evaluation of a case of Penetrating Ocular Injury.
Indian Journal of Clinical Practice. Hal 28-30.
3. Ilyas, S dan Yulianti, S.R. 2017. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI.
4. Sitorus, R.S., dkk. 2017. Buku Ajar Oftalmologi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI.
5. Djelantik, AAA.S., Andayani. A., dam Widiana, I.G.R. 2010. The Relation of
Onset of Trauma and Visual Acuity on Traumatic Patient. Jurnal Oftalmologi
Indonesia. Hal 85-90.
6. Eva, P.R dan Whitcher. 2014. Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC.
7. Akbar, M., dkk. 2019. Conjungtical Laseration of The Tarsalis palpebra
Inferior et Causing by A Fishing Hook. Jurnal Medical Profession. Hal 151-
166.
8. Sukati, VN. 2012. Ocular Injury-A Review. The South African Optometrist.
Hal 86-93.
9. Man, P. Y. W. 2015. Traumatic Optic Neuropathy-Clinical Features and
Management Issues. Taiwan Journal of Ophthalmology. Hal 3-8.
10. Man, Y.W. 2013. Steroids for Traumatic Optic Neuropathy (Review). The
Cochrane Collaboration. Hal 2-4.
11. Hathiram, B. T. 2011. Traumatic Optic Neuropathy. Otorhinolaryngology
Clinic: An International Journal. Hal 188-195.
12. Oh, H.J. 2018. Surgical Treatment for Traumatic Optic Neuropathy. Korean
Neurotraumatology Society. Hal 55-59.

42

Anda mungkin juga menyukai