Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. K

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 60 tahun

Agama : Islam

Suku : Makassar

Alamat : Jl. Mappanyuki 93

No. RM : 102342

Tgl. Pemeriksaan : 6 Desember 2017

Tempat Pemeriksaan : Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM)

Pemeriksa : Lina Nadzivah

Supervisor : dr. PS, Sp. M

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama: mata merah pada mata kanan

Anamnesis terpimpin: pasien laki-laki 60 tahun, datang ke Balai Kesehatan Mata


Masyarakat (BKMM) dengan keluhan penglihatan kabur yang dialami sejak 9 bulan
yang lalu dan dilakukan operasi katarak pada tanggal 5 Desember 2017. Saat operasi
berlangsung pasien tidak merasakan ada keluhan. Setelah operasi pasien diberikan obat
tetes mata pada sore dan malam hari oleh istrinya. Pasien menyatakan tidak membasahi
daerah wajahnya selama setelah operasi. Menurut istri pasien, terdapat kotoran pada
mata pasien dan mata terlihat merah. Pasien mengeluh mata terkadang gatal. Pasien
juga mengeluh penglihatan silau saat melihat cahaya. Keesokan harinya pasien kembali
ke Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) untuk kontrol setelah operasi. Perban
pada mata pasien dibuka oleh perawat. Beberapa saat setelahnya ketika pasien
menunggu antrian, pasien merasa matanya berair kemudian memakai tissue kering
untuk melap air matanya kemudian selang beberapa menit mata pasien menjadi semakin
merah dan penglihatan pasien masih kabur. Riwayat mata merah sebelumnya disangkal
dan riwayat benda asing masuk mata (-).

Riwayat Penyakit Terdahulu:

Riwayat HT (+), Riwayat DM (-), Riwayat Alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam amggota keluarga.

Riwayat Pemakaian Kacamata:

Ada, sekitar 5 tahun yang lalu

Riwayat Pengobatan:

- Ciprofloxacin tab 500 mg 2 dd 1 tab

- Methyl Prednisolon 8 mg 3 dd 1 tab

- C. Prednison Ed 6 dd 1 tts

- C Tobros 6 dd 1 tts

C. STATUS GENERAL

Kesadaran : Kuantitatif : GCS 15, Compos mentis

Kualitatif: baik, tidak berubah

Tekanan Darah : 160/ 100 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit
D. STATUS LOKALISASI OFTALMOLOGIS

1. Pemeriksaan Inspeksi

OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)
Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Bola Mata Normal Normal


Mekanisme Muskular Normal ke segala arah Normal ke segala arah
Nyeri pergerakan bola mata yeri pergerakan bola mata
(-) (-)

Kornea Kesan keruh Kesan jernih


Bilik Mata Depan Nampak cairan putih Kesan Normal
setinggi limbus
Iris Coklat Coklat
Pupil Kesan Bulat Kesan Bulat
Lensa IOL (+) Keruh

2. Pemeriksaan Palpasi

Palpasi OD OS
TIO Tn Tn
Nyeri tekan (-) (-)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula pre-aurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

3. Tonometri

TOD : 10

4. Visus

VOD: 1/300 (tidak dikoreksi)


VOS: 20/80 (tidak dikoreksi)

5. Pemeriksaan Slit lamp

SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), kornea keruh (stria), BMD : Hipopion setinggi
limbus, flare (+), pupil bulat setral, RC (+), IOL (+).

SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), iris coklat, pupil bulat sentral, RC (+), lensa
keruh.

6. Pemeriksaan Funduskopi

FOD: Tidak dilakukan pemerikasaan Funduskopi

FOS: Tidak dilakukan Pemeriksaan Funduskopi

7. Pemeriksaan Laboratorium

GDS : 132 mg/dl

8. Pemeriksaan Penunjang

USG B-Scan :

Kesan : Sedikit keruh


E. RESUME

Pasien laki-laki 60 tahun, datang ke Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM)


dengan keluhan penglihatan kabur yang dialami sejak 9 bulan yang lalu dan dilakukan
operasi katarak pada tanggal 5 desember 2017. Saat operasi berlangsung pasien tidak
merasakan ada keluhan. Setelah operasi pasien diberikan obat tetes mata pada sore dan
malam hari oleh istrinya. Pasien menyatakan tidak membasahi daerah wajahnya
selama setelah operasi. Menurut istri pasien, terdapat kotoran pada mata pasien dan
mata terlihat merah. Pasien mengeluh mata terkadang gatal. Pasien juga mengeluh
penglihatan silau saat melihat cahaya. Keesokan harinya pasien kembali ke Balai
Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) untuk kontrol setelah operasi. Perban pada mata
pasien dibuka oleh perawat. Beberapa saat setelahnya ketika pasien menunggu antrian,
pasien merasa matanya berair kemudian memakai tissue kering untuk melap air
matanya kemudian selang beberapa menit mata pasien menjadi semakin merah dan
penglihatan pasien masih kabur. Riwayat mata merah sebelumnya disangkal dan
riwayat benda asing masuk mata (-).

Riwayat penggunaan kacamata (+) seajak 5 tahun yang lalu. Riwayat HT (+),
Riwayat DM (-), Riwayat Alergi (-). Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam
amggota keluarga.

Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD : 1/300 dan VOS : 20/80. OD :


Konjungtiva hiperemis (+), kornea keruh, BMD : Hipopion setinggi limbus, flare (+),
dan lensa IOL (+). OS : Lensa keruh.

F. DIAGNOSIS KERJA

- OD Uveitis cum Hipopion (suspek TASS) + Pseudofakia

- OS Katarak Imatur

G. DIAGNOSIS BANDING

- Endoftalmitis

- Konjungtivitis

H. TERAPI

Medikamentosa
- Oral :
Methyl Prednisolon 8 mg 3 dd 2 tab
Ciprofloxacin 500 mg 2 dd 1 tab

- Topikal :
R/ Prrednison ED 1 tts/2 jam OD
R/ C. Vigamox ED 6 dd 1 tts OD
R/ C, Eyefresh ED 6 dd 1 tts OD

I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad visam : malam
Quo ad functionam : dubia
Quo ad cosmeticam : bonam

J. DISKUSI

Pasien didiagnosis dengan uveitis cum hipopion dan pseudofakia, berdasarkan


anamnesis dengan keluhan mata merah, penglihatan masih kabur, mata berair, silau
dan gatal pada mata kanan yang dirasakan setelah operasi katarak. Berdasarkan teori
uveitis, dimana gejala subjektif berupa mata merah, sakit, fotofobia, penglihatan turun
ringan, mata berair., sulit melihat dekat. Sedangkan gejala objektif berupa pupil kecil,
edem iris, miopisasi, fler, hifema/hipopion, edema macula, katarak, terbentuk sinekia
posterior, miosis pupil, tekanan bola mata menurun/ meningkat.

Pada pasien didapatkan gejala mata merah, sakit, fotofobia, mata berair, dan
penglihatan menurun pada mata kanan. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan
VOD : 1/300 dan VOS : 20/80. OD : Konjungtiva hiperemis (+), kornea keruh, BMD :
Hipopion setinggi limbus, flare (+), dan lensa keruh. OS : Lensa keruh. Gejala klinik
dan hasil pemeriksaan tersebut secara teori merupakan tanda dari uveitis. Pada
pemeriksaan visus didapatkan hasil 1/300 yang merupakan tanda dari pseudofakia,
sehingga pasien didiagnosis dengan uveitis cum hipopion dan pseudofakia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN

Katarak merupakan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di


Indonesia dan di dunia. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris
Cataract, dan latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.1

Di Indonesia hasil survei kebutaan dengan menggunakan metode Rapid Assessment


of Avoidable Blindness (RAAB) yang baru dilakukan di 3 provinsi (NTB, Jabar dan
Sulsel) tahun 2013 -2014 didapatkan prevalensi kebutaan pada masyarakat usia > 50
tahun rata-rata di 3 provinsi tersebut adalah 3,2 % dengan penyebab utama adalah katarak
(71%).2

Berbagai studi cross-sectional melaporkan prevelensi katarak pada individu berusia


65-74 tahun adalah sebanyak 50%, prevelensi ini meningkat hingga 70% pada individu di
atas 75 tahun.2

Diperkirakan setiap tahun kasus baru buta katarak akan selalu bertambah sebesar
0,1% dari jumlah penduduk atau kira-kira 250.000 orang/tahun. Sementara itu kemampuan
kita untuk melakukan operasi katarak setiap tahun diperkirakan baru mencapai
180.000/tahun sehingga setiap tahun selalu bertambah backlog katarak sebesar lebih
kurang 70.000. Jika kita tidak segera mengatasi backlog katarak ini maka angka kebutaan
di Indonesia semakin lama akan semakin tinggi, tegas Menkes.2

Besarnya backlog katarak disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah karena
akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan mata masih terbatas terutama di daerah-
daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan yang belum memiliki fasilitas pelayanan
kesehatan dan SDM kesehatan yang memadai termasuk keberadaan dokter spesialis mata.2

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Biasanya
kekeruhan mmengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu lama.1

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital atau penyulit penyakit mata local menahun. Bermacam-macam
penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaucoma, ablasi, uveitis, dan retinitis
pigmentosa. Katarak dapat berhubungan proses penyakit intraokular lainnya.1
Katarak dapat disebabkan bahan toksik khusus (kimia dan fisik). Keracunan beberapa
jenis obat dapat menimbulkan katarak seperti : eserin (0,25-0,5%), kortikosteroid, ergot,
dan antikolinesterase topical.1

Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes
mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.1

Klasifikasi Katarak

Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam :

1. Katarak Kongenital

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan
penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berate terutama akibat penanganannya
yang kurang tepat.1

Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan


riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubella pada kehamilan trimester pertama dan
pemakaiann obat selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat
kejang, tetani, icterus, atau hepatosplenomegali. Sering katarak kongenital ditemukan
pada bayi premature dan gangguan system saraf seperti retardasi mental.1

2. Katarak Rubela

Rubella pada ibu dapat mengakibatkan katarak pada lensa fetus. Terdapat 2
bentuk kekeruhan yaitu kekeruhan sentral dengan perifer jernih seperti mutiara atau
kekeruhan di luar nuclear yaitu korteks anterior dan posterior atau total. Mekanisme
terjadinya tidak jelas, akan tetapi diketahui bahwa rubel dapat dengan mudah melalui
barrier plasenta1

3. Katarak Juvenil

Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya
pada usia kurang darri 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya
merupakan kelanjutan katarak kongenital.1
Katarak juvenile biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun
metabolik dan penyakit lainnya seperti :1

1. Katarak metabolik

2. Otot

3. Katarak traumatic

4. Katarak komplikata

4. Katarak Senil

Katarak senil adalah semua kekeruhhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara
pasti.1

Katarak senil secara klinik dikenal dalam 4 stadium, yaitu :1

a. Katarak Insipien

Gambar 1 : Katarak Insipien3

Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :

Kekruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan
posterior ( katarak kortikal).1

Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refaksi yang
tidak sama pada semmua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk
waktu yang lama.1
b. Katarak Imatur

Gambar 2 : Katarak Imatur.4

Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh
lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapt bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan asmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glukoma
sekunder.1

c. Katarak Matur

Gambar 3 : Katarak Matur.4

Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan
ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak
dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa lensa kembali pada
ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman
normal kembali, tidak terdapat bayagan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji
bayangan iris negatif.1

d. Katarak Hipermatur
Gambar 4 : Katarak Hipermatur.4

Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat


menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari
kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan
dengan zonula zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai
dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat
keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai
dengan nucleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan
ini disebut katarak Morgagni.1

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Lensa Mata
Gambar 5-6 : Lensa Mata.5,6

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avascular, tak berwarna, dan hamper
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. lensa tergantung
pada zonula dibelakang iris, zonula menghubungkannya dengan korpus ciliare. Di
sebelah anterior tensa terdapat aqueous humor, disebelah posteriornya, vitreus. Kapsul
lensa adalah suatu membran semipermeable (sedikit lebih permeable daripada dinding
kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk.1,7

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam
mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri
dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada
saat terjadinya akomodasi.1,7

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di
dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk
atau serat lensa yang tertua didalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan
nucleus embrional, fetal, dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa
yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak disebelah
depan nucleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedang di belakangnya korteks
posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras disbanding korteks lensa
yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula zinn yang
menggantungkan lensa diseluruh ekuatornya pada badan siliar.1
Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar 35%-nya protein
(kandungan proteinnya tertinggi di antara jaringan-aringan tubuh). Selain itu, terdapat
sedikit sekali mineral seperti yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan
kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. 7,8

Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambahn


besar dan berat. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa.7,8

C. PATOGENESIS

Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada


lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan
berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein lainnya akan
mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau coklat. Temuan tambahan
mungkin berupa vesikel di antara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran
sel-sel epitel yang menyimpang. Sejumlah factor yang diduga turut berperan dalam
terbentuknya katarak, antara lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar
ultraviolet, dan malnutrisi. Hingga kini belum ditemukan pengobatan yang dapat
memperlambat atau membalikkan perubahan kimiawi yang mendasari pembentukan
katarak.7

D. GAMBARAN KLINIK

Subjektif : penglihatan kabur, silau, rasa penglihatan sseperti berawan atau tertutup tirai
asap.1,7,8

Objektif : lensa keruh, pupil putih dan visus menurun.1,7,8

E. PENANGANAN

Bedah katarak telah mengalami perubahan dramatis selama 30 tahun terakhir


ini dengan diperkenalkannya mikroskop operasi dan peralatan bedah mikro,
perkembangan lensa intraocular, dan perubahan-perubahan teknik anatesi local.
Perbaikan lanjutan terus berjalan, dengan peralatan otomatis dan berbagai modifikasi
lensa intraokular yang memungkinkan dilakukannya operasi melalui insisi kecil. Operasi
katarak pada umumnya membeerikan hasil yang memuaskan terhadap visus penderita.7,10

a. Operasi katarak Ekstrakapsular, atau Ekstraksi katarak ekstra kapsular


(EKEK)

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi


lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut, kemudian dikeluarkan melalui
insisi 9-10 mm, lensa intraokular diletakkan pada kapsul posterior.1

Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi.


Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan katarak imatur, kelainan endotel,
keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior, implantasi sekunder lensa intra
okular, kemungkinan dilakukan bedah glaucoma, predisposisi prolapse vitreous,
sebelumnya mata mengatasi ablasi retina, dan sitoid macular edema.1

b. Fakoemulsifikasi

Pemdedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonic unntuk menghancurkan


nucleus yang kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm, dan kemudian dimasukkan
lensa intraokular yang dapat dilipat.1

Keuntungan yang didapat dengan tindakan insisi kecil ini adalah pemulihan
visus lebih cepat, induksi astigmatis akibat operasi minimal, komplikasi dan inflamasi
pasca bedah minimal.1

Penyulit yang timbul pada pembedahan katarak ekstrakapsul, dapat terjadi


kataraak sekunder yan dapat dihilangkan/dikurangi dengan tindakan Yag laser.1

c. Operasi katarak intrakapsular, atau Ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK)

Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat


dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah pada katarak
ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarakn sekunder dan merupakan tindakan
pembedahan yang sangat lama popular. Pembedahan ini dilakukan dengan
mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus sehingga penyulit tidak
banyak seperti sebelumnya.1
Katarak ekstraksi intrakapsular ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi
pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament
hialoidea.1

Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini adalah astigmat, glaucoma,
uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.1

F. KOMPLIKASI

Komplikasi pembedahan katarak dapat terjadi pada waktu yang berbeda,

terbagi dari ; pada saat operasi, dan setelah operasi. Oleh karena itu perlu untuk

mengevaluasi pasien post operasi katarak selama 1 hari, 1 minggu, 1 bulan dan 3 bulan.

Komplikasi awal pembedahan adalah setiap kejadian klinis yang terjadi baik selama

operasi maupun 48 jam setelah operasi. Komplikasi lanjut adalah setiap kejadian klinis

yang terjadi dalam 4-6 minggu setelah operasi.9

a. Intraoperation : Selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior mungkin

akan menjadi dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat dari keseimbangan

solution garam kedalam ruangan anterior, kebocoran akibat insisi yang terlalu lebar,

tekanan luar bola mata, tekanan positif pada vitreus, perdarahan pada suprachoroidal.

b. Postoperation : Komplikasi selama postoperative dibagi dalam Early Complication

Post Operation dan Late Complication Post Operation.

1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi

maka gel vitreous dapat masuk kedalam bilik anterior, yang merupakan resiko

terjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan

pengangkatan dengan satu instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel

(vitrektomi).

2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca

operasi dini. Terlihat sebagai faerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil
mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan

pembedahan.

3. Endoftalmitis dan Uveitis : Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun

jarang terjadi. Pasien datang dengan :

- Mata merah yang terasa nyeri.

- Penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari setelah pembedahan.

- Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).

4. Astigmatisme pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk

mengurangi astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum pengukuran kacamata baru

namun setelah luka insisi sembuh.

5. Ablasio retina. Tehnik-tehnik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan

rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat

kehilangan vitreous.

6. Edema macular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila

disertai hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan

penurunan tajam penglihatan yang berat.

7. Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior

berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu

bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin

didapatkan rasa silau.

UVEITIS

Istilah uveitis menunjukkan suatu peradangan pada iris, corpus ciliare, atau
koroid. Radang uvea dapat mengenai hanya bagian depan jaringan uvea atau selaput
pelangi (iris) dan keadaan ini disebut sebagai iritis. Bila mengenai bagian tengah uvea
maka keadaan ini disebut sebagai uveitis anterior. Bila mengenai selaput hitam bagian
belakang mata maka disebut koroiditis.1,7

UVEITIS ANTERIOR

Uveitis anterior adalah peradangan mengenai iris dan jaringan badan siliar
(iridosiklitis) biasanya unilateral dengan onset akut.1

Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran kliniknya
saja. Iritis dan iridosiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi
imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior. Pada
kekambuhan atau rekuren terjadi reaksi imunologik humoral. Bakteriemia ataupun
viremia dapat menimbulkan iritis ringan, yang bila kemudian terdapat antigen yang
dama dalam tubuh akan dapt timbul kekmbuhan. Penyebab uveitis anterior akut
dibedakan dalam bentuk nongranulomatosa dan granulomatosa akut-kronis.
Npngranulomatosa akut disertai rasa nyeri, fotofobia, penglihatan buram keratik
presipitat kecil, pupil mengecil, sring terjadi kekambuhan. Penyebabnya dapat oleh
trauma, diare kronis, penyakit Reiter, herpes simpleks, sindrom Bechet, sindrom
Posner Schlosman, pascabedah, infeksi adenovirus, parotitis, influenza, dan klamidia,
nongranulomatosa kronis dapat disebabkan artritis rheumatoid dan Fuchs
heterokromik iridosiklitis.1,7

Gejala Klinik :

Subyektif : Mata merah, sakit, fotofobia, penglihatan turun ringan, mata berair., sulit
melihat dekat.1,7

Obyektif : Pupil kecil, edem iris, miopisasi, fler, hifema/hipopion, edema macula,
katarak, terbentuk sinekia posterior, miosis pupil, tekanan bola mata menurun/
meningkat.1,7

Perjalanan penyakit uveitis adalah sangat khas yaitu penyakit berlangsung


hanya antara 2-4 minggu. Kadang-kadang penyakit ini memperlihatkan gejala-gejala
kekambuhan atau menjadi menahun.1

Penanganan :
Pengobatan pada uveitis anterior adalah dengan steroid yang diberikan pada
siang hari bentuk tetes dan malam hari bentuk salep. Steroid sistemik jika perlu
diberikan dalam dosis tunggal seling hari yang tinggi kemudian diturunkan sampai
dosis efektif. Steroid dapat juga diberikan subkonjungtiva dan peribulbar. Pemberian
steroid untuk jangka lama dibagi dapat mengakibatkan timbulnya katarak, glaucoma
dan midriasis pada pupil. Sikloplegik diberikan untuk mengurangi rasa sakit, melepas
sinekia yang terjadi, memberi istirahat pada iris yang yang meradang. Pengobatan
spesifik diberikan apabila kuman penyebab diketahui.1,7

UVEITIS POSTERIOR

Koroiditis adalah peradangan lapis koroid bola mata dapat dalam bentuk :1

- Koroiditis anterior, radang koroid perifer

- Koroiditis areolar, koroiditis, bermula di daerah macula lutea dan menyebar ke


perifer

- Koroiditis difusa atau diseminata, bercak peradangan koroid tersebar di seluruh


fundus okuli.

- Koroiditis eksudatif, koroiditis disertai bercak-bercak eksudatif

- Koroiditis juksta pupil

Penyakit ini dapat disebabkan oleh trauma, pasca bedah, infeksi melalui
sebaran darah seperti TBC, syphilis dan toksoplasma. Juga penyakit autoimun :
oftalmia simpatikum, VKH, easles disease.

Gejala Klinik :

Subyektif : pengluhatan buram, mata jarang menjadi merah, tidak sakit, dan
fotofobia.1,7

Obyektif : floater, vitreus keruh, infiltrate dalam retina dan koroid, edema papil,
perdarahan retina, dan vascular sheathing.1,7

Penanganan :
Lesi kecil di retina perifer yang tidak jelas disertai vitritis dapat dibiaarkan
tanpa pengobatan. Sebaliknya, infeksi berat atau di daerah posterior biasanya diobati
selama 4-6 minggu dengan pyrimethamine, 0,5-1 g per oral empat kali sehari. Dosis
awal 75 mg pyrimethamine per hari selama 2 hari dan 2 g trisulfapyrimidine dosis
tunggal harus diberikan pada awal pengobatan. Selain itu, pasien umumnya diberikan 3
mg kalsium leucovarin dua kali seminggu untuk mencegah depresi sumsum tulang.1

PROGNOSIS UVEITIS :

Perjalanan penyakit dan prognosis uveitis tergantung pada banyak hal, seperti
derajat keparahan, lokasi, dan penyebab peradangan. Secara umum, peradangan yang
berat perlu waktu lebih lama untuk sembuh serta lebih sering menyebabkan kerusakan
intraokular dan kehilangan penglihatan dibandingkan peradangan ringan atau sedang.
Selain itu, uveitis anterior cenderung lebih cepat merespon pengobatan dibandingkan
uveitis intermediet, posterior, atau difus. Keterlibatan retina, koroid, atau nervus
opticus cenderung memberi prognosis yang lebih buruk.7

G. PROGNOSIS

Katarak biasanya berjalan lambat selama bertahun-tahun dan pasien


kemungkinan meninggal sebelum dibutuhan tindakan operasi. Jika terdapat indikasi
operasi, ekstraksi lensa akan memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90%
kasus, sisanya mungkin telah disertai dengan kerusakan retina atau mengalami
komplikasi pascabedah yang serius sehingga mencegah perbaikan visus yang signifikan.7

H. PERAWATAN PASCAOPERASI

Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya
lebih pendek. Pasien umumnya boleh pulang pada hari operasi, tetapi dianjurkan untuk
bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat
selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut pada hari operasi. Perlindungan pada
malam hari dengan pelindung logam sering kali disarankan selama beberapa hari
pascaoperasi. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi
kebanyakan pasien dapat melihat cukup baik melalui lensa intraocular sambil menunggu
kacamata permanen (biasanya disediakan 4-8 minggu setelah operasi).7
BAB III

KESIMPULAN

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Biasanya
kekeruhan mmengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu lama. Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan
tetapi dapat juga akibat kelainan kongenital atau penyulit penyakit mata local menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaucoma, ablasi,
uveitis, dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan proses penyakit intraokular
lainnya.

Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam katarak kongenital, katarak


rubella, katarak juvenile, katarak senil. Katarak senil dibagi pula menjadi 3, yaitu : katarak
insipien, katarak, imatur, katarak matur, katarak hipermatur.

Penanganan katarak berupa pembedahan ekstrakapsular, fakeomulsifikasi, dan

intrakapsular. Namun, tindakan pembedahan tersebut dapat menimbulkan beberapa

komplikasi baik saat operasi maupun setelah operasi. Saat operasi berlangsung ruangan

anterior mungkin akan menjadi dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat dari

keseimbangan solution garam kedalam ruangan anterior, kebocoran akibat insisi yang terlalu

lebar, tekanan luar bola mata, tekanan positif pada vitreus, perdarahan pada suprachoroidal.

Sedangkan komplikasi selama postoperative dibagi dalam Early Complication Post

Operation dan Late Complication Post Operation, yaitu : Hilangnya vitreous, prolaps iris,

endoftalmitis, uveitis ,astigmatisme pascaoperasi, ablasio retina, edema macular sistoid,

opasifikasi kapsul posterior.

Istilah uveitis menunjukkan suatu peradangan pada iris, corpus ciliare, atau koroid.
Radang uvea dapat mengenai hanya bagian depan jaringan uvea atau selaput pelangi (iris)
dan keadaan ini disebut sebagai iritis. Bila mengenai bagian tengah uvea maka keadaan ini
disebut sebagai uveitis anterior. Bila mengenai selaput hitam bagian belakang mata maka
disebut koroiditis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2013. Page : 175-177, 204-2016.
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Katarak Sebabkan 50% Kebutaan. 2016.
Available from : http://www.depkes.go.id/article/view/16011100003/katarak-sebabkan-
50-kebutaan.html.

3. Taher E. Lensa. Available from : https://www.slideshare.net/birosmsFAunbrah/3-


lensa.

4. Rahmanda A. Katarak Senilis Imatur. 2014. Available from :


https://www.slideshare.net/arise92/katarak-imatur.

5. Life Map Discovery. The Anatomy and Structure of the Adult Human Lens. Available
from : https://discovery.lifemapsc.com/library/images/the-anatomy-and-structure-of-the-
adult-human-lens.

6. Tim Root Virtual Eye Professor. Chapter 10: Introduction to the lens and cataract surgery.
Available from : https://timroot.com/cataract/.

7. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Ed 17. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2009. Page : 150, 153, 169, 176.

8. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Ed 9. Erlangga Medical Series.


2006. Page : 76, 77, 79.

9. Mutiarasari D, Handayani F. Katarak Juvenil. Jurnal Inspirasi. 2011. Available from :


https://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/INSP/article/download/2804/1898.

10. Suhardjo. Beberapa Komplikasi Pasca Bedah Katarak Dengan Pemasangan


Pseudofakos Di RSUP Dr. Sardjito. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran. Vol. 27. 1995.
Available from : http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=637.

Anda mungkin juga menyukai