Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT MATA


Katarak Senilis Immatur

Pembimbing : dr. Sudarti, Sp.M

Disusun Oleh :
1. Yoana Cahyaningrum Widi N. H2A014002
2. Sri Puji Lestari H2A014039

KEPANITERAAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. Penuaan merupakan


penyebab katarak terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain : trauma, toksin,
penyakit sistemik (mis : diabetes), merokok, dan herediter (Vaughan & Asbury
2014).
Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2002 menyebutkan angka
kebutaan diseluruh dunia sekitar 37 juta penduduk, dimana 17 juta penduduk atau
sekitar 47,8% disebabkan oleh katarak, dan diperkirakan akan meningkat hingga
40 juta penduduk pada tahun 2020 (American Academy of Ophthalmology Staff,
2011- 2012). Terapi katarak yang tersedia saat ini adalah dengan tindakan
pembedahan dengan tujuan mengoptimalkan tajam penglihatan. Prosedur operasi
katarak paling modern saat ini adalah dengan metode fakoemulsifikasi.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah edema kornea. Edema kornea terjadi
karena berkurangnya jumlah sel endotel di kornea (Beebe et al., 2010)
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian,
pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein
menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparasinya. Perubahan warna
lensa menjadi kuning atau coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel
diantara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang
menyimpang. Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya
katarak, antara lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar
ultraviolet, dan malnutrisi (Vaughan & Asbury)
Katarak berdasar usia bisa dibagi menjadi katarak kongenital, juvenile,
dan senilis. Katarak berdasar usia yang tersering adalah katarak senilis. Katarak
senilis merupakan katarak yang terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Berdasarkan
kekeruhannya katarak dapat dibagi kembali menjadi katarak imatur, matur dan
hipermatur.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 78 tahun
Alamat : Semarang
Agama :-
Pendidikan :-
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : Penjahit
Masuk RS : 13 April 2018
No CM :-

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di Poliklinik
Mata RSUD Dr. Adhyatma Tugurejo Semarang pada tanggal 13 April 2018
pukul 09.45 WIB.
Keluhan utama : Mata kiri kabur
RPS :
Pasien datang dengan keluhan pandangan kabur pada mata sebelah kiri
sejak 3 bulan yang lalu. Mata kanan dan mata kiri tidak merah. Keluhan
didahului dengan gatal dan seperti ada yang mengganjal. Mata kanan juga
mengalami penurunan penglihatan. Sebelumnya pasien telah memeriksakan
matanya ke puskesmas dan diberikan obat tetes mata tetapi tidak mengalami
perbaikan. Tidak terdapat keluhan lain.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat keluhan serupa : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal

3
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat operasi mata :-
 Riwayat Penyakit Mata : diakui katarak ODS
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat keluhan serupa : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Pribadi :
Pasien menyangkal mempunyai kebiasaan merokok, dan minum alkohol.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien seorang mantan penjahit.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 13 April 2018 pukul 09.45 WIB.

• Keadaan Umum : Baik


• Kesadaran : Compos Mentis
• GCS : 15

Vital sign
• Tensi : 167/91 mmHg
• Nadi : 83x/ menit, regular, isi dan tegangan cukup.
• Nafas : 18 x/menit
• Suhu :-
• BB :-
• TB :-
• IMT :-
• Status Gizi :-

4
Status Ophtalmologi

Kekeruhan Kekeruhan

Iris shadow (+) Iris shadow (+)

OD OS
6/10 Visus 6/40
Non Correction Koreksi S- 1,50 = 0.7
Add S+ 3.00 J.3 Add S+ 3.00 J.3
Tidak dilakukan Sensus Coloris Tidak dilakukan
Orthofori Bulbus Oculi Orthofori

Bola mata bebas bergerak Parase/paralyse Bola mata bebas bergerak


segala arah segala arah
Tumbuh teratur, madarosis Supercilia Tumbuh teratur, madarosis
(-), trikiasis (-), distikiasis (- (-), trikiasis (-), distikiasis
) (-)
Tanda radang (-), spasme (- Palpebra Tanda radang (-), spasme
), ektropion/entropion (-) Superior (-), ektropion/entropion (-)
Tanda radang (-), spasme (- Palpebra Tanda radang (-), spasme
), ektropion/entropion (-) Inferior (-), ektropion/entropion (-)
hiperemis (-), kemosis (-), Konjungtiva hiperemis (-), kemosis (-),
sekret (-), corpal (-), anemis Palpebralis sekret (-), corpal (-),
(-) anemis (-)
hiperemis (-), edema (-), Konjungtiva hiperemis (-), edema (-),
sekret (-), corpal (-) Forniks sekret (-), corpal (-)
Injeksi konjungtiva (-), Konjungtiva Injeksi konjungtiva (-),
injeksi silier (-), sekret (-) Bulbi injeksi silier (-), sekret (-)

5
Hiperemis (-), ikterik (-) Sklera Hiperemis (-), ikterik (-)
Jernih, edema kornea (-), Kornea Jernih, edema kornea (-),
infiltrat (-) infiltrat (-)
Kedalaman cukup, jernih, COA Kedalaman cukup, jernih,
tyndal effect (-) tyndal effect (-)
Kripta baik Iris Kripta baik
3 mm, Sentral, bulat, Pupil 3 mm, Sentral, bulat,
reguler, isokor, reflek direk reguler, isokor, reflek
(+), reflek indirek (+). direk (+), reflek indirek
(+).
Keruh (+), Iris Shadow (+) Lensa Keruh (+), Iris Shadow (+)
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan

Tidak dilakukan TIO Tidak dilakukan

IV. RESUME
Tn P usia 78 datang dengan keluhan pandangan kabur pada mata sebelah
kiri sejak 3 bulan yang lalu. Mata kanan dan mata kiri tidak merah, tidak cekot-
cekot. Keluhan didahului dengan gatal dan seperti ada yang mengganjal. Mata
kanan juga mengalami penurunan penglihatan. Dari pemeriksaan Visus
didapatkan visus OD 6/10 dan OS 6/40 dengan koreksi OS lensa S-1,50 : 0,7
Add S+3,00 J.3. Pemeriksaan segmen anterior didapatkan lensa ODS keruh,
Iris shadow (+). Sebelumnya pasien telah memeriksakan matanya ke
puskesmas dan diberikan obat tetes mata tetapi tidak mengalami perbaikan.

6
Dalam pemeriksaan ophtalmology didapatkan :
OD OS
6/10 Visus 6/40
Non Correction Koreksi S- 1,50 = 0,7
Add S+ 3,00 J.3 Add S+ 3,00 J.3
Keruh (+), Iris Shadow Lensa Keruh (+), Iris Shadow
(+) (+)

V. DAFTAR MASALAH
Masalah Pasif Masalah Aktif
OD OS OD OS
1. Pandangan 1. Pandangan 1. Visus menurun 1. Visus menurun
kabur kabur 2. Lensa keruh(+) 2. Lensa keruh (+)
2. Perasaan 2. Perasaan 3. Iris shadow (+) 3. Iris shadow (+)
mengganjal mengganjal 4. Non correction 4. Dgn koreksi S- 1.50
pada mata pada mata Add S+ 3.00 dengan kemajuan 0,7

VI. RENCANA PENGELOLAAN


Diferensial Diagnosis:
a. Katarak
b. Kelainan refraksi
c. Glaukoma
Diagnosis Kerja : Katarak senilis imatur dengan ODS Presbiopia dan OS
Miopia
Usulan Pemeriksaan Penunjang :
a. Pemeriksaan Funduscopy
b. Pemeriksaan Slit lamp
c. Pemeriksaan TIO

7
Tatalaksana :
- Kelainan Refraksi
OS : Lensa S - 1,50
ODS : Lensa S + 3,00 J.3
- Katarak senilis imatur
o Ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK)
o Fakoemulsifikasi
1. Monitoring :
- Pemantauan katarak secara rutin untuk menghindari
komplikasi.
2. Edukasi :
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya meliputi
definisi etiologi, gejala, dan terapi.
b. Memberitahu pasien bahwa katarak adalah kekeruhan pada
lensa yang dapat diperbaiki.
c. Memberitahu pasien tentang kelainan refraksi pada mata
yang dapat di tolong dengan menggunakan kacamata.
d. Menjelaskan kepada pasien tentang terapi yang diberikan.

VI. PROGNOSIS
a. Quo ad visam : ad bonam
b. Quo ad sanam : ad bonam
c. Quo ad fungsionam : ad bonam
d. Quo ad cosmeticam : ad bonam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. KATARAK
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau
bahan lensa di dalam kapsul lensa. Katarak adalah suatu keadaan patologik
lensa di mana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi
protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal
lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi
pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat
lensa.
Menurut Mansjoer (2000), penyebab terjadinya katarak
bermacam-macam. Umumnya adalah usia lanjut (katarak senil), tetapi
dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan
janin, genetik, dan gangguan perkembangan. Dapat juga terjadi karena
traumatik, terapi kortikosteroid metabolik, dan kelainan sistemik atau
metabolik, seperti diabetes mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik.
Rokok dan konsumsi alkohol meningkatkan resiko katarak.

1. Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), penyebab terjadinya katarak bermacam-
macam. Umumnya adalah usia lanjut (katarak senil), tetapi dapat terjadi
secara kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janin, genetik,
dan gangguan perkembangan. Dapat juga terjadi karena traumatik,
terapi kortikosteroid metabolik, dan kelainan sistemik atau metabolik,
seperti diabetes mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik. Rokok dan
konsumsi alkohol meningkatkan resiko katarak.

2. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi
9
yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona
sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya
usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan.
Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela. Perubahan fisik
dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan
mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi,sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air
ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah
enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik,
sepertidiabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses
penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika
seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat
kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak
terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan
permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak
meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yangkurang dalam jangka waktu
lama (Smeltzer, 2002).

10
3. Gejala Klinis
Opasitas pada lensa mata yang terjadi pada katarak menyebabkan gejala
penurunan tajam penglihatan baik jauh maupun dekat tanpa rasa nyeri.
Penglihatan menjadi kabur ketika lensa kehilangan kemampuan untuk
membedakan dan memperjelas suatu obyek. Distorsi penglihatan juga dapat
terjadi bahkan sampai menyebabkan diplopia monokular. Gejala lain yang
dapat timbul antara lain rasa silau (glare), perubahan persepsi warna atau
kontras, dan dapat mengubah kelainan refraksi. Selain itu, katarak ditandai
dengan kekeruhan pada lensa dan pupil berwarna putih atau abu-abu
(leukokoria).

Jenis-jenis katarak menurut Vaughan (2009):


a. Katarak senilis
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai.
Satu-satunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang
semakin kabur.
Menurut Ilyas (2006), katarak senilis dapat dibagi dalam 4 stadium,
yaitu:
1. Stadium insipient di mana mulai timbul katarak akibat proses
degenerasi lensa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak
kekeruhan yang tidak teratur. Pasien akan mengeluh gangguan
penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya. Pada proses
ini degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga
akan terlihat bilik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris
dalam posisi biasa disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa.
Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
2. Stadium imatur pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai
menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi
cembung. Pada stadium ini dapat terjadi pembengkakan lensa yang
disebut sebagai katarak intumesen. Pada stadium ini dapat terjadi

11
miopisasi akibat lensa menjadi cembung, sehingga pasien
menyatakan tidak perlu kacamata sewaktu membaca.
3. Stadium matur merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada
stadium ini terjadi kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam
lensa sudah keadaan seimbang dengan cairan dalam mata sehingga
ukuran lensa akan menjadi normal kembali. Pada pemeriksaan
terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik
mata depan terbuka normal dan uji bayangan iris negatif. Tajam
penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar
positif.
4. Stadium hipermatur di mana pada stadium ini terjadi proses
degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga
nukleus lensa tenggelam di dalam korteks lensa (katarak morgagni).
Pada stadium ini terjadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan
lensa ataupun korteks lensa yang cair ke luar dan masuk ke dalam
bilik mata depan. Pada stadium hipermatur akan terlihat lensa yang
lebih kecil daripada normal, yang akan mengakibatkan iris trimulans,
dan bilik mata depan terbuka.

12
5. Penatalaksanaan
Bedah katarak senilis dibedakan dalam bentuk ekstraksi lensa intra
kapsular dan ekstraksi lensa ekstrakapsular.
a. Ekstraksi lensa intrakapsular
Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum
dilakukan pada katarak senilis. Lensa dikeluarkan bersama-sama
dengan kapsul lensanya dengan memutus zonula zinn yang telah
pula mengalami degenerasi.
b. Ekstraksi lensa ekstrakapsular
Ekstraksi jenis ini dilakukan tindakan pembedahan pada lensa
katarak di mana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan
memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa dan
korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut.

Indikasi operasi katarak ialah:

1. Fungsi penglihatan: Ini merupakan indikasi yang paling sering. Operasi


katarak dilakukan ketika cacat visus menjadi menyebabkan gangguan
signifikan pada kehidupan sehari-hari pasien.
2. Indikasi medis: meskipun pasien merasa nyaman dari aspek penglihatan,
operasi dapat dianjurkan apabila pasien menderita:
- Glaukoma lens-induced
- Endoftalmitis fakoanafilaktik

13
- Penyakit retina seperti retinopati diabetikum dan ablasio retina yang
terapinya terganggu karena adanya kekeruhan lensa.
3. Indikasi kosmetik: Terkadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak agar pupil kembali menjadi hitam. (khurana, 2007)

B. KELAINAN REFRAKSI
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata.
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya
bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di
retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi.

Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila
media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak
dapat diteruskan ke makula lutea. Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar
ditentukan oleh kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea
mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa
memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi
atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbeda-beda.
Bila terdapat kelainan pembiasan oleh sinar kornea (mendatar, mencembung) atau
adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar
normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia
yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.
14
Miopia terjadi bila titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di
depan makula lutea. Hipermetropia terjadi bila sinar sejajar difokuskan di
belakang makula lutea, sedangkan astigmatisme adalah suatu keadaan dimana
sinar yang sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh
bidang pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik.

1. Definisi Miopia
Rabun jauh atau disebut Miopia berasal dari bahasa Yunani yang artinya
“pandangan dekat” (nearsightedness) ialah keadaan pada mata akibat objek
jatuh tepat di depan retina sehingga jarak pandang terlampau jauh. Miopia
merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar
yang sejajar atau datang dari tak terhingga difokuskan di depan retina.
Kelainan ini diperbaiki dengan lensa negatif sehingga bayangan benda
tergeser ke belakang dan diatur agar tepat jatuh di retina.

2. Etiologi
Miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam mata
untuk panjangnya bola mata akibat :
a. Kornea terlalu cembung.
b. Lensa mempunyai kecembungan yang kuat sehingga bayangan
dibiaskan kuat.

15
c. Bola mata dan sumbu mata (jarak kornea - retina) terlalu panjang,
dinamakan miopia sumbu. Daya bias kornea, lensa atau akuos humor
terlalu kuat, dinamakan miopia pembiasan.
d. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes
mellitus. Kondisi ini disebut miopia indeks.
e. Miopi karena perubahan posisi lensa. Misal pasca operasi glaucoma
mengakibatkan posisi lensa lebih ke anterior.
Secara fisiologik sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga
membentuk bayangan menjadi kabur atau tidak tegas pada makula lutea.
Titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina.
Titik jauh (pungtum remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak
sejajar.

3. Patofisiologi Miopia
Kata miopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang
mana terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup, dan ops yang
berarti mata. Ini memang menyiratkan salah satu ciri – ciri penderita
miopia yang suka menyipitkan matanya ketika melihat sesuatu yang
baginya tampak kurang jelas, karena dengan cara ini akan terbentuk debth
of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang tadinya berada di
depan retina, akan bergeser ke belakang mendekati retina. Sebenarnya,
miopia juga dapat dikatakan merupakan keadaan di mana panjang fokus
media refrakta lebih pendek dari sumbu orbita (mudahnya, panjang aksial
bola mata jika diukur dari kornea hingga makula lutea di retina).
Berdasarkan pengertian ini, maka dikenal dua jenis miopia, yaitu:
a. Miopia aksial
Adalah miopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang lebih panjang
dibandingkan panjang fokus media refrakta. Dalam hal ini, panjang
fokus media refrakta adalah normal (± 22,6 mm) sedangkan panjang
sumbu orbita > 22,6 mm.
b. Miopia refraktif
16
Adalah bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi
pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga
pembiasan lebih kuat. Pada penderita miopia, sinar yang datang
menuju mata dbiaskan dengan tidak tepat sehingga menghasilkan
bayangan yang tidak tepat pula. Penderita yang memiliki bola mata
yang terlalu panjang atau kornea yang terlalu melengkung
menyebabkan sinar yang masuk ke mata dibiaskan tidak tepat pada
retina (didepan retina) sehingga menyebabkan penglihatan penderita
menjadi kabur. Kadang-kadang keadaan miopia pada penderita dapat
menetap (stasioner) namun dapat pula memburuk seiring
bertambahnya usia penderita.

4. Gejala
Umumnya, kondisi rabun jauh dirasakan seseorang kanak-kanak sampai
usia sekolah. Tanda dan gejala rabun jauh, antara lain :
a. Penglihatan menjadi buram ketika melihat benda dalam jarak jauh
sehingga seringkali penderita perlu memicingkan (menyipitkan) mata
untuk melihat lebih jelas
b. Nyeri kepala akibat mata bekerja ekstra, misalnya terlalu lama bekerja
di depan computer
c. Tidak menyadari benda yang jauh
d. Menggosok mata secara berlebihan
e. Duduk biasanya cukup dekat di depan TV atau kelas ( Pada anak-anak
bisa disertai dengan penurunan prestasi)

5. Klasifikasi Miopia
Berdasarkan derajat beratnya miopia dibagi dalam:
a. Miopia ringan, yaitu miopia kecil daripada 1-3 dioptri
b. Miopia sedang, yaitu miopia lebih antara 3-6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi, yaitu miopia lebih besar dari 6 dioptri
d. Miopia sangat berat, yaitu miopia sangat besar, di atas 10 dioptri
17
6. Penatalaksanaan
Penderita miopia dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata, lensa
kontak atau melalui operasi. Terapi terbaik pada miopia adalah dengan
penggunaan kacamata atau lensa kontak yang akan mengkompensasi
panjangnya bola mata dan akan memfokuskan sinar yang masuk jatuh
tepat di retina.
a. Kaca mata
Kacamata merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
memperbaiki kelainan refraksi mata. Dalam hal ini fungsi dari
kacamata adalah mengatur supaya bayangan benda yang tidak dapat
dilihat dengan jelas oleh mata menjadi jatuh tepat di titik jauh mata
(pada penderita miopia). Selain itu, penggunaan kacamata memiliki
salah satu kelebihan dimana dapat memperbaiki keadaan mata miopi
meskipun kedua mata penderita memiliki perbedaan ukuran minus
(sebagai contoh mata kanan -5,00 D, mata kiri -3,00 D), dalam hal ini
pembuatan lensa negatif dapat disesuaikan sehingga penderita dapat
melihat lebih jelas.
Terdapat keuntungan dan kerugian memakai kacamata pada mata dengan miopia.
 Keuntungan
a). Memberikan perbaikan penglihatan dengan mengoreksi bayangan
pada miopia.
b). Memundurkan bayangan ke retina.
c). Mencegah munculnya pterigium yang biasanya diakibatkan oleh
paparan sinar matahari dan iritasi kronik dari lingkungan (udara,
angin, debu) yang dapat menimbulkan gangguan penglihatan.
 Kerugian
a). Walaupun kacamata memberikan perbaikan penglihatan, berat
kacamata akan bertambah bila kekuatan lensa bertambah, selain
juga menganggu penampilan.
b). Tepi gagang disertai tebalnya lensa akan mengurangi lapang
pandang penglihatan tepi.
18
c). Kacamata tidak selalu bersih.
d). Pemakaian kacamata dengan lensa positif/negatif yang berat, akan
melihat benda menjadi lebih besar/kecil.
e). Terasa ada yang mengganjal di dekat hidung dan telinga sehingga
tidak nyaman.
f). Mengganggu aktivitas. Bila berada dalam lingkungan yang panas,
kaca sering berembun atau terkena keringat.

b. Lensa kontak
Penggunaan lensa kontak merupakan pilihan kedua pada terapi miopia.
Lensa kontak merupakan lengkungan yang sangat tipis terbuat dari
plastik yang dipakai langsung di mata di depan kornea. Meski terkadang
ada rasa tidak nyaman pada awal pemakaian tetapi kebanyakan orang
akan cepat membiasakan diri terhadap pemakaian lensa kontak.
Kelebihan dan kekurangan dalam memakai lensa kontak adalah :
 Kelebihan
a). Pada kelainan refraksi yang berat, penglihatan melalui lensa
kontak praktis tidak berubah (seperti penglihatan mata
normal).
b). Dengan lensa kontak, luas lapang pandangan tidak berubah.
c). Pada anisometropia (perbedaan refraksi, mata kanan dan kiri
yang melebihi 2.5 – 3 D), besarnya gambaran penglihatan
mata kanan – kiri dengan lensa kontak kurang lebih sama.
d). Dapat digunakan untuk tujuan kosmetik yaitu pada miopia
tinggi yang memerlukan kaca mata berlensa tebal.
 Kekurangan
a). Mata lebih mudah kena infeksi, apabila pemakainya kurang
mengindahkan kebersihan atau bila lingkungan sekitarnya
kurang bersih.
b). Lebih mudah terjadi erosi kornea, terutama bila lensa kontak
dipakai terlalu lama, atau dipakai tidak teratur.
19
c). Pemakaian lensa kontak, hendaknya didasarkan atas alasan-
alasan medik saja. Lengkungan belakang lensa kontak
(lengkung dasar, base curve) hendaknya sesuai dengan
lengkungan kornea. Oleh karena itu pemeriksaan dengan
keratometer untuk memeriksa lengkung kornea adalah
penting.

c. Bedah pada myopia


Adalah tidak mungkin untuk memendekkan bola mata pada miopia. Pada
keadaan tertentu miopia dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea.
Pada saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopia seperti
keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif, dan laser asisted in situ
interlamelar keratomilieusis (LASIK).

C. Kelainan Akomodasi
1. Definisi
Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin
kehilangan fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidakdapat fokus
pada benda yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan
refraksi, dimana makin berkurangnyakemampuan akomodasi mata
sesuai dengan makin meningkatnya umur.
Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini
bukan merupakan penyakit dan tidak dapat dicegah. Presbiopi atau
mata tua yang disebabkan karena daya akomodasi lensa mata tidak
bekerja dengan baik akibatnya lensa mata tidak dapat menmfokuskan
cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga mata tidak bisamelihat
yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana
makin berkurangnya kemampuanakomodasi mata sesuai dengan makin
meningkatnya umur. Daya akomodasi adalah kemampuan lensa mata
untukmencembung dan memipih. Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun,

20
dan setelah umur itu, umumnyaseseorang akan membutuhkan kaca
mata baca untuk mengkoreksi presbiopinya.

2. Epidemiologi
Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia
harapan hidup yang tinggi. Karena presbiopiberhubungan dengan usia,
prevalensinya berhubungan langsung dengan orang-orang lanjut usia
dalam populasinya.
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopi
karena onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwainsiden tertinggi
presbiopi terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada
tahun 1955 menunjukkan 106 juta orang di Amerika mempunyai
kelainan presbiopi.
Faktor resiko utama bagi presbiopi adalah usia, walaupun kondisi
lain seperti trauma, penyakit sistemik, penyakitkardiovaskular, dan efek
samping obat juga bisa menyebabkan presbiopi dini.

3. Etiologi
a. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut
b. Kelemahan otot-otot akomodasi
c. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya
akibat kekakuan (sklerosis) lensa

4. Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya
refraksi mata karenaadanya perubahankeseimbangan antara elastisitas
matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan
meningkatnyaumur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan
kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengandemikian
kemampuan melihat dekat makin berkurang.

21
5. Klasifikasi
a. Presbiopi Insipien tahap awal perkembangan presbiopi, dari
anamnesa didapati pasien memerlukan kacamata untuk membaca
dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien
biasanya akan menolakpreskripsi kaca mata baca
b. Presbiopi Fungsional
Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan
kelainan ketikadiperiksa
c. Presbiopi Absolut
Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana
proses akomodasi sudahtidak terjadi sama sekali
d. Presbiopi Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya
berhungan denganlingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan
e. Presbiopi Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap
disebabkan oleh peningkatandiameter pupil

6. Penatalaksanaan Presbiopi
a. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi
adalah untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk
memfokuskan objek-objek yang dekat. Kekuatan lensa mata yang
berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai usia dan hasil
pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan
pada kartu Jaeger 20/30
b. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa
positif terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini,
mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm,
karena tulisan yang dibaca terletak pada titik fokus lensa +3.00 D
Usia (tahun)

22
c. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopi saja, ada beberapa jenis
lensa lain yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan
refraksi yang ada bersamaan dengan presbiopia. Ini termasuk:
 Bifokal – untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa
yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif
 Trifokal – untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan
jauh. Bisa yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif
 Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan
dekat. Bagian bawah adalah untuj membaca. Sulit dipasang dan
kurang memuaskan hasil koreksinya.
d. Monovision kontak – lensa kontak untuk melihat jauh di mata
dominan, dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-
dominan. Mata yang dominan umumnya adalah mata yang
digunakan untuk fokus pada kamera untuk mengambil foto.
e. Monovision modified – lensa kontak bifokal pada mata non-
dominan, dan lensa kontak untuk melihat jauh pada mata dominan.
Kedua mata digunakan untuk melihat jauh dan satu mata digunakan
untuk membaca.
f. Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK,
LASEK, dan keratektomi fotorefraktif

23
PEMBAHASAN

Tn P usia 78 datang dengan keluhan pandangan kabur pada mata sebelah


kiri sejak 3 bulan yang lalu. Mata kanan dan mata kiri tidak merah. Keluhan
didahului dengan gatal dan seperti ada yang mengganjal. Mata kanan juga
mengalami penurunan penglihatan. Sebelumnya pasien telah memeriksakan
matanya ke puskesmas dan diberikan obat tetes mata tetapi tidak mengalami
perbaikan.
Gejala-gejala yang dialami pasien ini sesuai dengan kepustakaan yang
menuju kearah katarak. Katarak merupakan kekeruhan pada lensa sehingga
mengakibatkan penurunan tajam penglihatan. Tingkat kekaburan yang dialami
pasien bervariasi tergantung dari tingkat kekeruhan lensa. Lensa pasien katarak
akan semakin cembung akibat proses hidrasi korteks, sehingga indeks refraksi
berubah karena daya biasnya bertambah dan mata menjadi miopia.usia pasien
yang lebih dari 40 tahun merupakan salah satu petunjuk jenis katarak. Jenis
katarak yang sesuai adalah katarak senilis. Mata merah dan nyeri disangkal, hal
ini menyatakan bahwa tidak ada tanda-tanda peradangan pada mata.
Pemeriksaan segmen anterior jika di sinari menggunakan senter
didapatkan lensa ODS keruh, Iris shadow (+). Hal ini sesuai dengan
kepustakaan yang menyatakan bahwa pada lensa normal yang tidak terdapat
kekeruhan, Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan
dijumpai pada pemeriksaan mata rutin. Penurunan tajam penglihatan, katarak
menyebabkan penurunan penglihatan progresif tanpa rasa nyeri (Khurana,
2007). Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya langsung
tepat sasaran, dan pasien menceritakan kepada dokter mata, aktivitas apa saja
yang terganggu. Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari adanya gangguan
penglihatan setelah dilakukan pemeriksaan (American Academy of
Ophtalmology, 2007-2008). Setiap tipe katarak biasanya mempunyai gejala
gangguan penglihatan yang berbeda-beda, tergantung pada cahaya, ukuran
pupil, dan derajat miopia. Setelah didapat riwayat penyakit, maka pasien harus
dilakukan pemeriksaan penglihatan lengkap, dimulai dengan refraksi.
24
Sinar dapat masuk kedalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Jika
kekeruhan lensa hanya sebagian saja, maka sinar oblik yang mengenai bagian
yang keruh ini, akan dipatulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan terlihat
dipupil, ada daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah
lensa yang keruh dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian
lensa yang keruh. Keadaaan ini sesuai dengan pemeriksaan segmen anterior
didapatkan lensa ODS keruh, Iris shadow (+). Pada pemeriksaan
ophthalmologi, ditemukan adanya hiperemi pada konjungtiva serta rasa
mengganjal pada mata. Adanya bayangan iris mengarah pada katarak senilis
imatur. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaaan fisik didapatkan diagnosis yang
sesuai adalah katarak senilis imatur, usulan pemeriksaan yang dilakukan pada
pasien ini adalah pemeriksaan stilt lamp, untuk lebih memastikan kekeruhan
yang terjadi pada lensa dan segmen posterior bola mata, serta menilai keadaan
retina pasien serta gonoskopi untuk menilai lebar sudut kamera anterior.
Penatalaksanaan pada katarak imatur adalah menggunakan kaca mata, sehingga
pasien mampu beraktivitas dengan baik. Namun, jika hal ini masih dirasa
mengganggu oleh pasien dapat dilakukan ekstraksi lensa.
Dari pemeriksaan Visus didapatkan visus OD 6/10 dan OS 6/40 dengan
koreksi OS lensa S-1,50 : 0,7 Add S+3,00 J.3. Hal ini dapat di simpulkan
bahwa pasien mengalami myopia pada OD dengan menggunakan lensa S-1,50
dengan kemajuan : 0,7 dan ODS mengalami Presbiopia dengan Add Lensa S+
3,00 J.3.
Ciri – ciri penderita miopia yang suka menyipitkan matanya ketika melihat
sesuatu yang baginya tampak kurang jelas, karena dengan cara ini akan
terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang tadinya
berada di depan retina, akan bergeser ke belakang mendekati retina.
Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini bukan
merupakan penyakit dan tidak dapat dicegah. Presbiopi atau mata tua yang
disebabkan karena daya akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baik
akibatnya lensa mata tidak dapat menmfokuskan cahaya ke titik kuning dengan
tepat sehingga mata tidak bisamelihat yang dekat. Presbiopi adalah suatu
25
bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya kemampuanakomodasi
mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. Daya akomodasi adalah
kemampuan lensa mata untukmencembung dan memipih. Biasanya terjadi
diatas usia 40 tahun, dan setelah umur itu, umumnyaseseorang akan
membutuhkan kaca mata baca untuk mengkoreksi presbiopinya.
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karenaadanya perubahankeseimbangan antara elastisitas matriks lensa
dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnyaumur maka
lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk
menjadi cembung. Dengandemikian kemampuan melihat dekat makin
berkurang.

26
DAFTAR PUSTAKA

Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum. anatomi & embriologi mata: Katarak.


Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2014. hal.169-179.

Khurana AK (2007). Comprehensive ophthalmology. New Delhi: New Age


International (P) Limited, Publishers.

American Academy of Ophthalmology. (2007-2008). Basic and Clinical Science


Course. Anatomy in Lens and Cataract San Fransisco: American Academy
of Ophthalmology

Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia; 1997

Sidarta Ilyas. 2009. Ilmu Penyakit Mata edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

27

Anda mungkin juga menyukai