Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Ocular blunt trauma (OBT) atau trauma tumpul okular terdiri dari semua
cedera mata tertutup yang mana deformasi mekanik dan / atau pengiriman energi
langsung menyebabkan kerusakan okular. Trauma okular adalah masalah
kesehatan yang dapat dicegah di seluruh dunia. Ini adalah salah satu penyebab
umum morbiditas opthalmik dan kebutaan monokular di semua bagian dunia.1,2
Insiden trauma okular tahunan global adalah sekitar 55 juta, dimana 750.000
kasus memerlukan rawat inap setiap tahun. Cedera ini dapat terjadi di hampir
semua lokasi termasuk akibat rekreasi dan olahraga terkait tempat kerja, di rumah,
penyerangan, pertanian, dan kecelakaan lalu lintas jalan. Di India, insiden trauma
okular bervariasi dari 1% hingga 5%.3,4,5
OBT menyebabkan kerusakan okular oleh mekanisme coup dan countercoup
atau dengan kompresi okular. Konsep coup and contrecoup injury pertama kali
diperkenalkan untuk menjelaskan kerusakan otak yang disebabkan oleh trauma
tumpul ke kepala oleh Courville. Hal ini kemudian digunakan oleh Wolter untuk
menjelaskan cedera mata. Cedera coup lebih baik dibandingkan trauma lokal di
lokasi benturan (misalnya, perdarahan subconjunctival, abrasi kornea, perdarahan
subretinal dan choroidal, dll.). Contrecoup mengacu pada cedera di lokasi yang
berlawanan dari dampak yang disebabkan oleh gelombang kejut yang melintasi
mata (misalnya, commotio retinae).6,7,8
OBT dapat menghasilkan spektrum komplikasi okular yang luas mulai dari
cedera ringan seperti perdarahan subkonjungtival hingga mengancam penglihatan
seperti neuropati optik, pelepasan retina, dan katarak traumatik. Penilaian yang
tepat untuk menentukan kerusakan okular dan memulai pengobatan segera setelah
cedera memiliki dampak penting pada hasil akhir. Oleh karena itu, diagnosis dini
dan pengobatan yang tepat sangat penting untuk mencegah morbiditas visual yang
disebabkan oleh trauma okular.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
Nama : An. A
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Alamat : Jalan Lingkar Barat II RT.08 Kelurahan Bagan Pete
Pekerjaan : Siswa MTS
Status : -

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Mata kiri merah tanpa disertai pandangan kabur sejak ± 7 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke poli mata RSUD Raden Mattaher pada tanggal 24
November 2018 dengan keluhan timbul merah pada mata kiri sejak ±7 hari
SMRS. Awalnya keluhan muncul disebabkan mata kiri mengalami trauma
tumpul tumit kaki teman os saat sedang berkelahi. Pasien merasakan mata
terasa nyeri dan berair, keesokan harinya ketika os bangun tidur, mulai
timbul kemerahan pada bagian putih mata kiri pasien. Selain itu lama
kelamaan juga muncul bengkak pada kelopak mata sebelah kiri pasien. Os
lalu melakukan pengobatan mandiri dengan mengoleskan salep Zambuk
pada kelopak mata, dan memberikan tetes mata Insto pada mata kiri
os,tetapi keluhan tidak berkurang.
Keluhan rasa gatal pada mata disangkal, keluhan kelopak mata lengket
saat dibuka disangkal, kotoran pada mata disangkal, keluhan pandangan
kabur disangkal, keluhan silau disangkal, keluhan pandangan berbayangan
ganda disangkal, keluhan mata terasa panas disangkal. Riwayat mimisan
dan mengkonsumsi obat tertentu disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-)
b. Riwayat kelainan pembekuan darah (-)
c. Riwayat darah tinggi (-)
d. Riwayat diabetes melitus (-)
e. Riwayat alergi (-)
f. Riwayat memakai kaca mata (-)

2
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat Status Gizi : Baik

Keadaan Sosial Ekonomi : pasien seorang siswa MTS, pasien tinggal


bersama kedua orang tua pasien, pasien berobat tanpa menggunakan
asuransi.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
b. Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
c. TB / BB : 168 cm / 47 kg
d. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
e. Nadi : 86 x/menit
f. Respiratory rate : 18 x/menit
g. Suhu : 36,5 oC

Penyakit Sistemis
a. Tract. Respiratorius : Tidak ada keluhan
b. Tract. Digestif : Tidak ada keluhan
c. Kardiovaskular : Tidak ada keluhan
d. Endokrin : Tidak ada keluhan
e. Neurologi : Tidak ada keluhan
f. Kulit : Tidak ada keluhan
g. THT : Tidak ada keluhan

Status Oftalmologikus

OD OS
Visus Dasar 6/6 6/6
Pinhole (tidak dilakukan) Pinhole (tidak dilakukan)
Kedudukan bola
mata Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola
mata

3
Duksi : baik Duksi : baik
Versi : baik Versi : baik

Pemeriksaan
Eksternal

Tidak ada kelainan Perdarahan (+), Edema


(+) & Hematoma (+)
Silia Pertumbuhan normal Pertumbuhan normal

Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (+), edema (+)
Konjungtiva tarsus Hiperemis (-), papil (-), Hiperemis (-), papil (-),
edema (-) edema (-)

Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva (-),


injeksi siliar (-), hiperemis injeksi siliar (-), hiperemis
(-) (-) Perdarahan
subkonjungtiva (+)
Kornea Jernih, infiltrat (-), edema Jernih ,infiltrat (-), edema
(-) (-)
Bilik Mata Depan Jernih, volume Jernih, volume
Sedang,hifema(-), Sedang,hifema(-),
hipopion (-) hipopion (-)

Iris Coklat, kripta (-), Coklat, kripta (-), sinekia


sinekia(-) (-)
Pupil Bulat, terletak ditengah, Bulat, terletak di tengah,
isokor isokor
Diameter 3 mm 3mm
Reflek cahaya + +
Lensa Jernih Jernih
Pemeriksaan Slit Lamp
Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Conjungtiva tarsus Papil (-), folikel (-). Papil (-), folikel (-)
Conjungtiva bulbi Injeksi (-), hiperemis (-) Injeksi (-), hiperemis (-)
Kornea Jernih, infiltrat (-), edema Jernih, infiltrat (-),edema
(-) (-)

4
Bilik Mata Depan Sedang (3 mm), hifema (-) Sedang (3 mm),hifema(-)
Iris Coklat, kripta (-), sinekia Coklat, kripta (-), sinekia
(-) (-)
Lensa Jernih Jernih
TONOMETRI TIO OD : P=N
DIGITAL TIO OS : P=N
LAPANGAN Normal Normal
PANDANG
FUNDUSKOPI RFOD (+) RFOS (+)
Papil : Bulat, batas tegas, Papil : Bulat, batas tegas,
warna merah normal, c/d warna merah normal, c/d
ratio 0.3, a/v 2:3 ratio 0.3, a/v 2:3
Makula : Refleks fovea Makula : Refleks fovea (+)
(+) Retina : Kontur pembuluh
Retina : Kontur darah baik
pembuluh darah baik

Gambar 2.1 Oculi Sinistra

IV. RESUME

5
Seorang anak laki - laki 13 tahun, datang dengan keluhan timbul
kemerahan pada mata kiri tanpa disertai pandangan kabur sejak ±7 hari
SMRS. Keluhan disebabkan mata kiri terkena tekanan tumpul tumit kaki.
Selain itu juga muncul bengkak pada kelopak mata kiri. Pasien mengoleskan
Zambuk pada kelopak mata, dan memberi tetes mata Insto pada bola mata
kiri. Riwayat keluhan serupa disangkal.
Pada pemeriksaan tanda vital tidak ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan fisik tidak didapatkan penurunan visus, VOD:6/6 dan VOS:6/6.
Pada pemeriksaan kedudukan bola serta pergerakan bola mata tidak ada
kelainan. Pada pemeriksaan eksternal pada mata kiri perdarahan (+) pada
subkonjungtiva dan edema (+), hematoma (+) pada palpebra inferior. Pada
pemeriksaan kornea, bilik mata depan, iris dan lensa ODS tidak ditemukan
kelainan. Pada pemeriksaan slitlamp tidak ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan lapangan pandang tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan
tonometri tidak dilakukan. Pada funduskopi tidak ditemukan kelainan.
Diagnosa Kerja
Hematoma Palpebra + Perdarahan Subkonjungtiva Et Causa Trauma Tumpul
Bola Mata OS
Diagnosis Banding
1. Konjungtivitis
2. Konjungtivitis Hemoragik Akut

Anjuran Pemeriksaan Penunjang


(-)
Penatalaksanaan
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
 Menjelaskan kepada pasien untuk tidak khawatir karena perdarahan
tersebut akan hilang atau diabsorpsi dalam 7-14 hari.
 Menjelaskan kepada pasien untuk melakukan kompres hangat pada mata
kiri agar mempermudah absorpsi darah pada kelopak dan subkonjungtiva
pada mata kiri.
 Kontrol ulang 1 minggu lagi atau segera kontrol apabila perdarahan
dirasa semakin meluas, serta terdapat tanda – tanda peradangan seperti
gatal, nyeri, panas pada bola mata, serta bengkak yang tidak kunjung
menghilang pada kelopak mata.

6
Non Farmakologi :
 Kompres Air Hangat 3 x sehari
Farmakologi
 Kortikosteroid kombinasi antibiotik ( C. Polydex) 6 x 1 tetes OS
 Per oral Multivitamin ( Becom C)
Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Mata dan Konjungtiva


Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu
sistem anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada
beberapa sistem anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu :
3.1.1 Anatomi Kelopak Mata
Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda
asing yang membahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi
melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk
film air mata di depan kornea. Pada kelopak terdapat bagian – bagian seperti
kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis dan kelenjar Meibom. Sementara
pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. Levator palpebra yang dipersarafi
oleh N. Fasialis.
3.1.2 Anatomi Sistem Lakrimal
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
-
Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau lakrimal
terletak di daerah temporal bola mata.
-
Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
3.1.3 Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Bermacam – macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.

7
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin
bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
-
Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan
dari tarsus.
-
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
-
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
3.1.4 Anatomi Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh
3 lapis jaringan, yaitu :
-
Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
-
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah apabila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Badan siliar
menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor).
-
Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
3.1.5 Anatomi Rongga Orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang
yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan
dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama – sama tulang
palatinum dan zigomatikus.
Secara garis besar anatomi mata terdiri dari (luar – ke dalam) :
1. Kornea

8
2. Kamera okuli anterior
3. Iris
4. Lensa
5. Kamera okuli posterior (vitreus body)
6. Retina
7. Nervus optikus

Gambar 3.1 Anatomi mata 2

3.2 Fisiologi Konjungtiva


Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang
membentang di permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh
dari limbus. Ini memiliki suplai limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang
berlimpah. Mukus dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal
merupakan komponen penting pada air mata. Konjungtiva merupakan barier
pertahanan dari adanya infeksi. Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan
submandibula, yang berkoresponden dengan aliran di kelopak mata.
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :
-
Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi kelopak dan
bergabung ke lapis tarsal posterior.3 Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan
posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior
tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris. 6

9
-
Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra
dan bulbi.
-
Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan
epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk
palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus
dimana dua lapisan menyatu.7 Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke
septum orbital di forniks dan melipat berkali – kali. Pelipatan ini
memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva
sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal, mudah bergerak dan lunak
(plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata
ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging
(karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan
merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran
mukosa.6

Gambar 3.2 Anatomi Konjungtiva8


3.3 Pasokan Darah, Limfe dan Persarafan
Arteri – arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring –
jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.
Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan
profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga
membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari

10
percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit
mempunyai serat nyeri. 6
Histologi konjungtiva :
-
Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya sekitar 5
sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar sebelum sel
tersebut terlepas dari permukaan. Sel goblet terdapat di dalam sel epitelnya. Sel
goblet kebanyakan terdapat di inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks,
dimana jumlahnya sekitar 5 – 10% jumlah sel basal. 3 Lapisan epitel
konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat,
superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata
terdiri dari sel – sel epitel skuamosa. Sel – sel epitel basal berwarna lebih pekat
daripada sel – sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.6
-
Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak kehilangan
pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid
(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid
mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung
struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan
mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler
dan mengapa kemudian menjadi folikuler.

11
Gambar 3.3 Vaskularisasi Mata9
3.4 Trauma Tumpul
3.4.1 Definisi
Trauma tumpul mata adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang
keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat
mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada
jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.2
3.4.2 Epidemiologi
Berdasarkan Jurnal Oftalmologi Indonesia Juni 2010, selama periode tahun
2006-2008 sebanyak 926 pasien trauma okuli datang ke unit pelayanan IRD
RSUP Sanglah Bali. Dari keseluruhan kejadian trauma okuli, sebanyak 78,4%
berjenis kelamin laki-laki dan 21,6% perempuan. Rentang umur terbanyak adalah
umur dewasa yaitu 15-40 tahun dan tempat kejadian di rumah. Trauma terbanyak
pertama yang dialami adalah trauma tumpul (26.2%) dan kedua adalah trauma
tajam (23,9%).10
Terdapat sekitar 3 juta kasus trauma okular dan orbital terjadi di Amerika
Serikat setiap tahun. Diperkirakan 20.000 hingga 68.000 dari angka tersebut
merupakan kasus yang mengganggu visus dan sekitar 40.000 mengalami

12
kehilangan visus yang signifikan. Trauma merupakan penyebab utama kebutaan
unilateral. Laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan. Frekuensi trauma
mata di Amerika Serikat adalah: trauma superfisial mata dan adneksa (41.6 %),
benda asing pada mata bagian luar (25.4 %), kontusio mata dan adneksa (16.0 %),
trauma terbuka pada adneksa dan bola mata (10.1 %), fraktur dasar orbita (1.3 %),
cedera saraf (0.3 %).11
3.4.3 Patofisiologi
Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pembuluh
darah iris, akar iris dan bada silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam
bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu
trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidralis yang dapat
menyebabkan hifema dan iriodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga
pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma
diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior
sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata ke
lateral sesuai dengan garis equator.
3.4.4 Kelainan Akibat Trauma Tumpul Mata
Trauma tumpul pada mata diakibatkan benda yang keras atau benda yang
tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras ataupun
lambat.10
3.4.4.1 Hematoma Kelopak
Merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit
kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Biasanya terjadi pada trauma
tumpul kelopak mata. Bila perdarahan terletak lebih dalam mengenai kedua
kelopak dan berbentuk kaca mata hitam yang sedang dipakai, disebut hematom
kaca mata. Bisa terjadi akibat pecahnya arterioftalmika yang merupakan tanda
fraktur basis kranii. Dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan
perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan
absorpsi darah dapat di lakukan kompres hangat pada kelopak mata.1,3,5

3.4.4.2 Trauma Tumpul Konjungtiva

13
a. Edema Konjungtiva
Jaringan konjungtiva dapat mengalami kemotik. Kemotik konjungtiva yang
berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah
rangsangan terhadap konjungtiva. Dapat diberikan dekongestan untuk mencegah
pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva.1,3
b. Hematoma Subkonjungtiva
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau dibawah
konjungtiva (arteri konjungtiva dan arteri episklera). Pecahnya pembuluh darah
ini akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii atau pada keadaan pembuluh
darah yang rentan dan mudah pecah misalnya pada usia lanjut, hipertensi,
arteriskerosis. Pemeriksaan Funduskopi diperlukan bila tekanan bola mata rendah
dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan yang menurun dan hematoma
subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari
kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli. Pengobatan dini dilakukan kompres
hangat, perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam ± 1-2
minggu tanpa diobati.1,3

Gambar 3.4
Hematoma Subkonjungtiva9

3.4.4.3 Trauma Tumpul Pada Kornea


a. Edema Kornea

14
Trauma tumpul dapat mengenai membran descement yang mengakibatkan
edema kornea. Pasien merasa penglihatan kabur dan terlihat pelangi disekitar
sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasido yang
positif. Edema kornea yang berat akan dapat mengakibatkan masuknya serbukan
sel radang dan neovaskularisasi kedalam jaringan stroma kornea. Pengobatan
diberikan Nacl, glukosa dan larutan albumin. Bila terdapat peningkatan tekanan
bola mata maka diberikan asetazolamida.1
b. Erosi Kornea
Merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan
oleh gesekan keras. Pasien merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang
mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, blefarospasme, fotofobia dan
penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh. Pada kornea akan
terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi pewarnaan fluoresein akan
berwarna hijau. Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam
penglihatan dan menghilangkan rasa sakit, pemberiannnya harus hati-hati karena
dapat menambah kerusakan epitel. Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya
dilepas atau dikupas. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika, akibat
rangsangan yang mengakibatkan spasmesiliar maka diberikan sikloplegik aksi
pendek seperti tropikamida.1
3.4.4.4 Trauma Tumpul Uvea
a. Iridodialisis
Disinsersi akar iris dan badan siliar, biasanya bersamaan dengan terjadinya
hifema. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya, pupil terlihat menonjol.
Sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang
terlepas.1

15
Gambar 3.5 Iridodialisis9
Dapat mengakibatkan robekan pada iris sehingga bentuk pupil berubah.
Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya akan terlihat pupil
lonjong,biasanya terjadi bersama hifema.1
b. Iridoplegia
Kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis,
pasien sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan
pengaturan masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat tidak sama besar dan
bentuknya ireguler,disertai lambat atau tidak adanya refleks cahaya, dapat
permanen atau sementara. Pasien sebaiknya istirahat untuk mencegah terjadinya
kelelahan sfingter dan pemberian roborantia.1
3.4.4.5 Trauma Tumpul pada Lensa.
a. Dislokasi Lensa
Dislokasi lensa terjadi karena putusnya zonula zinii yang akan
mengakibatkan kedudukan lensa terganggu. Bila zoluna ziniii putus maka lensa
akan mengalami luksasi ke depan (luksasi anterior) atau luksasi ke belakang
(luksasi posterior).1

b. Subluksasi Lensa

16
Gambar 3.6 Subluksasi Lensa9
Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinii sehingga lensa berpindah
tempat, subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita
kelainan pada zonula zinii yang rapuh (Sindrom Marphan). Akibat pegangan lensa
pada zonula zinii tidak ada maka lensa yang elastis akan menjadi cembung, dan
mata akan menjadi lebih miopi. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong
iris kedepan sehingga sudut bilik mata tertutup, bila sudut bilik mata menjadi
sempit maka mudah terjadi glaukoma sekunder.1
Pada subluksasi biasanya dilakukan dengan koreksi terbaik sehingga tidak
timbul keluhan diplopia. Bila terdapat penyulit glaukoma maka dilakukan
ekstraksi lensa pada orang tua sedang pada orang muda dilakukan ekstraksi linear
atau ekstraksi lensa ekstrakapsuler.11
c. Luksasi Lensa Anterior
Bila seluruh zonula zinii disekitar ekuator putus maka lensa dapat masuk
kedalam bilik mata depan sehingga akan terjadi gangguan pengaliran keluar
cairan bilik mata yang dapat mengakibatkan glaukoma kongestif akut. Pasien akan
mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat,
muntah, mata merah dengan blefarospasme. Pada pemeriksaan fisik terdapat
injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa didalam bilik mata depan, iris
terdorong kebelakang dengan pupil yang lebar, tekanan bola mata yang tinggi.1
Pada luksasi lensa anterior: harus dilakukan pengeluaran lensa yang terletak
didalam bilik mata depan. Tekanan bola mata sudah harus terkontrol baik sebelum
lensa dikeluarkan. Pembedahan lensa yang telah mengalami subluksasi atau

17
luksasi seringkali karena sering disertai penyulit pasca bedah, karena itu
diperlukan persiapan yang baik.10
d. Luksasi Lensa Posterior
Akibat putusnya zonula zinii diseluruh lingkaran ekuator sehingga lensa
jatuh kedalam badan kaca dan tenggelam dibawah polus posterior fundus okuli.
Pasien mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa yang
mengganggu kampus. Mata akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa , pasien
akan melihat normal dengan lensa + 12,0 dioptri untuk jauh , bilik mata depan
dalam dan iris tremulans.1
e. Katarak Traumatik
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun
tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada trauma tumpul akan
terlihat katarak subkapsular anterior maupun posterior. Kontusio lensa
menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk tercetak
(imprinting) yang cincin Vossius.1,4
3.5 Perdarahan Subkonjungtiva
3.5.1 Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh
darah konjungtiva.12 Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga
mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien.
4(12)

Gambar 3.7 Perdarahan subkonjungtiva 13

3.5.2 Sinonim 13
Beberapa istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah:

18
1. Bleeding in the eye
2. Eye injury
3. Ruptured blood vessels
4. Blood in the eye
5. Bleeding under the conjunctiva
6. Bloodshot eye
7. Pinkeye

3.5.3 Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua
kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan
pertambahan umur.6 Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang
mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun.7 Perdarahan
subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).
Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan
yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi
memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan
subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin,
malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.
Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W dkk
pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa
kehamilan dan proses persalinan dapat mengakibatkan perdarahan
subkonjungtiva. 8

3.5.4 Manifestasi Klinis Perdarahan Subkonjungtiva


Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan
perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.

Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva
pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak
nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata.

Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis)
atau merah tua (tebal).

Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang
ringan.

19

Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu
kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi. 9

3.5.5 Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih
dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva
merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung
serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-
pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata
mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh
dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna
merah terang di sclera.
Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar
secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang
biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah.
Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas.
Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran,
meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata
terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara
ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit. 6
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang
datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat
sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas
tepi kelopak mata.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma,
ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau
episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva.
.Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Perdarahan Subkonjungtiva Tipe Spontan

20
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba –
tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel
sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat
menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi,
arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan
batuk rejan. 3
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral.
Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk
kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus
disingkirkan terlebih dahulu. 4
2. Perdarahan Subkonjungtiva Tipe Traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di
mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita.
Perdarahan yang terjadi kadang – kadang menutupi perforasi jaringan bola mata
yang terjadi.

3.5.6 Etiologi
1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali
mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan
terjadinya perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik
homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor
predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan
secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada
kasus yang sering mengalami kekambuhan. 10 Mutasi pada faktor XIII
Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
episode perdarahan subkonjungtiva. 11
2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin).
3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau
ruptur bola mata).
4. Hipertensi12
5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa
adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau
hematologik, diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.

21
6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D
yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva, penggunaan warfarin. 13
7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada
konjungtiva.
8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan
subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam
tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles,
yellow fever, sandfly fever).
9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari
patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah
jantung.
10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva
yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan
pinguecula. 14
11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan
peranan penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.

3.5.7 Diagnosis Dan Pemeriksaan


Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat
membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya
trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan
subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah
diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan,
hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine
(topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga
etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. 16
Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan
subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva
traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di
rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 – 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah
pasien dengan perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain

22
pada konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya kerusakan
pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan
hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan
subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya. 6
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil,
bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika
perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat
perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu
pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap
dengan jumlah trombosit. 16

3.5.8 Diagnosis banding 17,18


3.5.8.1 Pterigium

Penyebab
Penyebab pasti dari pterygium tidak diketahui. Tetapi, faktor penyebab yang
paling umum adalah :
1. Terkena paparan sinar matahari yang berlebihan
2. Bekerja di luar rumah
3. Paparan berlebihan pada lingkungan yang keras seperti debu, kotoran,
panas, angin, kekeringan dan asap.
4. Paparan berlebihan pada alergen seperti bahan kimia dan solvent
Gejala
Gejala pterygium bervariasi dari orang ke orang. Pada beberapa orang,
pterigyum akan tetap kecil dan tidak mempengaruhi penglihatan. Pterygium ini
diperhatikan karena alasan kosmetik. Pada orang yang lain, pterygium akan

23
tumbuh cepat dan dapat meyebabkan kaburnya penglihatan. Pterygium tidak
menimbulkan rasa sakit.
Gejalanya termasuk :
1. Mata merah
2. Mata kering
3. Iritasi
4. Keluar air mata (berair)
5. Sensasi seperti ada sesuatu dimata
6. Penglihatan yang kabur
Diagnosis
1. Pemeriksaan Visus
2. Slit lamp
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pterygium adalah untuk :
1. Mengevaluasi ukuran
2. Mencegah inflamasi
3. Mencegah infeksi

3.5.8.2 Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang
cacat. Sering pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan tukak
kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterygium ini pada
daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya.

PTERIGIUM PSEUDOPTERIGIUM

1. Lokasi Selalu di fisura palpebra Sembarang lokasi

2.Progresifitas Bisa progresif atau stasioner Selalu stasioner

3.Riwayat peny. Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)

24
4.Tes sondase Negatif Positif

PINGUEKULA

Definisi
Pinguekula merupaka benjolan pada konjungtiva bulbi yang merupakan
degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva.
Pinguecula sangat umum terjadi, tidak berbahaya, biasanya bilateral
(mengenai kedua mata). Pinguecula biasanya tampak pada konjungtiva bulbar
berdekatan dengan limbus nasal (di tepi/pinggir hidung) atau limbus temporal.
Terdapat lapisan berwarna kuning-putih (yellow-white deposits), tak berbentuk
(amorphous).

Patogenesis
Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima, bahwa rangsangan luar
mempunyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar antara
lain adalah panas, debu, sinar matahari, udara kering.
Pengobatan
Biasanya tidak diperlukan,jika terjadi inflamasi/ radang akut yang disebut
pinguekulitis, maka diberikan steroid lemah.
Pencegahan
Mencegah rangsangan luar sangat dianjurkan

3.5.8.3 EPISKLERITIS – SKLERITIS

25
Episkleritis
Merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak anatara
konjungtiva dan permukaan sklera.
Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia
pertengahan dengan bawaan penyakit rematik.
Keluhannya dapat berupa :
1. mata terasa kering
2. rasa sakit yang ringan
3. mengganjal
4. konjungtiva yang kemotik.
Pengobatan yang diberikan adalah vasokonstriktor, pada keadaan yang berat
diberi kortikosteroid tetes mata atau sistemik atau salisilat. Pada episkleritis
penglihatan normal, dapat sembuh sempurna atau bersifat residif.

Skleritis
Adalah reaksi radang yang mempengaruhi bagian luar berwarna putih
yang melapisi mata.Penyakit ini biasanya disebabkan kelainan atau penyakit
sistemik. Skleritis dibedakan menjadi :
1. skleritis anterior diffus
Radang sklera disertai kongesti pembuluh darah episklera dan sklera,
umumnya mengenai sebagian sklera anterior, peradangan sklera lebih luas,
tanpa nodul.
2. Skleritis nodular

26
Nodul pada skleritis noduler tidak dapat digerakkan dari dasarnya,
berwarna merah, berbeda dengan nodul pada episkleritis yang dapat
digerakkan.
3. Skleritis nekrotik
Jenis skleritis yang menyebabkan kerusakan sklera yang berat.
Gejala
- Kemerahan pada sklera dan konjungtiva
- Terdapat perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis dan
dagu yang kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya yang
sering kambuh.
- Fotofobia
- Mata berair
- Penglihatan menurun
Pengobatan
Pada skleritis dapat diberikan suatu steroid atau salisilat. Apabila ada
penyakit yang mendasari, maka penyakit tersebut perlu diobati.

KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva, biasanya terdiri dari
hyperemia konjungtiva disertai dengan pengeluaran secret.
Konjunctivitis dapat disebabkan bakteri, virus, klamidia, alergi toksik, dan
molluscum contagiosum.
VIRUS BAKTERI ALERGI

GATAL Minimal Minimal Berat

HIPEREMI Menyeluruh Menyeluruh Menyeluruh

LAKRIMASI ++ + +

EKSUDAT Minimal Banyak (muko- Minimal


(SEKRET) (serous, purulen/purulen) (benang)
mukous)

27
ADENOPATI + Jarang -

SEL-SEL Monosit PMN Eosinofil

Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi


konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang
lebih nyata di pagi hari, pseodoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis,
hipertrofi papil, folikel, membrane, pseudomembran, granulasi, flikten, mata
merasa seperti ada benda asing, dan adenopati preaurikular. Biasanya sebagai
reaksi konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel pada konjungtiva.
Jenis Konjungtivitis dapat ditinjau dari penyebabnya dan dapat pula
ditinjau dari gambaran klinisnya yaitu :
1. Konjungtivitis Kataral
2. Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen
3. Konjuntivitis Membran
4. Konjungtivitis Folikular
5. Konjungtivitis Vernal
6. Konjungtivitis Flikten

3.5.9 Penatalaksanaan Perdarahan Subkonjungtiva


Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan.
Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa
diobati. 3
Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat
dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air
mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan
sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin
meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin.

28
Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk
mencegah risiko perdarahan berulang.17
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika
ditemukan kondisi berikut ini :
1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.
2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau
kesulitan untuk melihat)
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan
4. Riwayat hipertensi
5. Riwayat trauma pada mata.

3.5.10 Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam
waktu 1 – 2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun
adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata
jika ditemui berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas. 3
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang
(kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks
D dan Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau
mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan
subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa
okuler. 6

3.5.11 Prognosis
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik.
Karena sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan
tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan
pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi. 3,6

29
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien seorang anak laki - laki 13 tahun, datang dengan keluhan timbul
kemerahan pada mata kiri tanpa disertai pandangan kabur sejak ±7 hari SMRS.
Keluhan disebabkan mata kiri terkena tekanan tumpul tumit kaki. Selain itu juga
muncul bengkak pada kelopak mata kiri. Keluhan rasa gatal pada mata disangkal,
keluhan kelopak mata lengket saat dibuka disangkal, keluhan pandangan kabur
disangkal, keluhan silau disangkal, keluhan pandangan berbayangan ganda
disangkal, keluhan mata terasa panas disangkal. Pasien sudah mengoleskan
Zambuk pada kelopak mata, dan memberi tetes mata Insto pada bola mata kiri.
Keluhan sering mimisan, sering lebam dan mengkonsumsi obat-obat tertentu
disangkal.
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, yang mana keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik
mengarah pada perdarahan subkonjungtiva, antara lain: merah pada mata kiri yang
muncul setelah terkena trauma tumpul, tidak ada keluhan nyeri, kotoran yang
berlebihan dan keluarnya air mata yang banyak disangkal, tidak ada keluhan
sering mimisan atau mudah lebam serta luka yang sukar sembuh, pasien juga
tidak sedang mengkonsumsi obat-obat tertentu, riwayat trauma disangkal oleh
pasien.
Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%), Pada
perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas
dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%), Dari segi usia, perdarahan
subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur. Pada pasien ini terdapat
beberapa gejala yang merupakan manifestasi klinis dari perdarahan
subkonjungtiva yang mana; sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi
perdarahan subkonjungtiva pada permulaan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik penyebab timbulnya
perdarahan subkonjungtiva pada pasien ini adalah trauma tumpul pada mata.

30
Adapun penyebab perdarahan subkonjungtiva berdasarkan literatur adalah
idiopatik, batuk, tegang, muntah – muntah, bersin, traumatik , hipertensi,
gangguan perdarahan: penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE dan
defisisensi vitamin c, berbagai antibiotik, obat / bahan kimia, sequele normal pada
operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva, beberapa infeksi
sistemik, penggunaan lensa kontak.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan
hal-hal yang mendukung diagnosis perdarahan subkonjungtiva pada okuli sinistra,
yaitu terdapat konjungtiva bulbi okuli sinistra hiperemi, kornea tampak jernih dan
intak, pupil isokor, reflek cahaya normal, lensa juga tampak jernih. Temuan yang
mengarah pada diagnosis banding lain seperti konjungtivitis adalah hiperemi.
Pada kasus ini pasien mendapatkan penatalaksanaan, yakni pasien dianjurkan
untuk tatalaksana non farmakologis berupa kompres air hangat 3 x sehari, hal isi
sudah sesuai terapi berdasarkan diagnosis pasien dengan Hematoma Palpebra dan
Subconjunctiva Bleeding akibat trauma tumpul, dengan sendirinya perdarahan
akan hilang atau diabsorpsi dalam 7-14 hari. Tatalaksana farmakologi
kortikosteroid kombinasi antibiotik ( Cendo Polydex) 6 x 1 tetes OS, merupakan
tatalaksanaan tambahan untuk mencegah terjadinya peradangan. Lalu pasien
diedukasi untuk kontrol ulang 1 minggu kemudian atau segera kontrol apabila
perdarahan dirasa semakin meluas, serta apabila terdapat tanda – tanda
peradangan seperti gatal, nyeri, panas pada bola mata, serta bengkak yang tidak
kunjung menghilang pada kelopak mata.
Berdasarkan literatur, perdarahan subkonjungtiva sebenarnya tidak
memerlukan pengobatan karena darah akan terabsorbsi dengan baik selama 1-2
minggu.

31
BAB V
KESIMPULAN

Trauma pada mata dapat terjadi dalam bentuk-bentuk antara lain trauma
mekanik berupa trauma tumpul maupun tajam, serta trauma kimia (asam dan
basa). Trauma tumpul mata adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda
yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut
dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan
pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.

Pemeriksaan awal pada trauma mata antara lain meliputi anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan
sebelum dan segera sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan
bersifat progesif lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda
asing intraokular apabila terdapat riwayat pekerjaan terkait seperti memalu,
mengasah, ataupun ledakan.

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman


penglihatan. Apabila tidak tersedia slit-lamp di ruang darurat, maka senter, kaca
pembesar, atau oftalmoskop langsung dapat digunakan untuk memeriksa adanya
cedera di permukaan tarsal kelopak mata dan segmen anterior. Permukaan kornea
diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka dan abrasi. Dilakukan inspeksi
konjungtiva bulbaris untuk mencari adanya perdarahan, benda asing atau laserasi.
Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran, bentuk dan reaksi
terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata yang lain untuk
memastikan apakah terdapat defek pupil aferen di mata yang cedera. Apabila bola
mata tidak rusak, maka kelopak, konjungtiva palpebra dan forniks dapat diperiksa
secara lebih teliti, termasuk inspeksi setelah eversi kelopak mata atas.
Oftalmoskop langsung dan tidak langsung digunakan untuk mengamati lensa,
korpus vitreosus, diskus optikus, dan retina. Pada semua kasus trauma mata, mata
yang tampak tidak cedera juga harus diperiksa dengan teliti.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD, Heimann K, Jeffers JB,Treister G. A


standardized classification of ocular trauma.Ophthalmology
1996;103:240-3.
2. Thylefors B. Epidemiological patterns of ocular trauma. Aust N ZJ
Ophthalmol 1992;20:95-8.
3. Négrel AD, Thylefors B. The global impact of eye injuries.Ophthalmic
Epidemiol 1998;5:143-69.
4. Parmar IP, Nagpal RC, Sunandan S. Pattern of ocular injuries in Haryana.
Indian J Ophthalmol 1985;33:141-4.
5. Ilyas, Sidharta. 2012. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI
6. Eva, Paul Riordan. 2012. Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta: EGC
7. Duke, E.S. : System of Opthalmology. Volume 1-XIV. London 1976,
Henny Kimpton Publishers.
8. Gombos, G.M : Handbook of Opthalmic Emergencies, New York, 1973.
Medical Examination Publishing Co.
9. Geoffrey Ball : Symptoms in Eye Examination, London Toronto 1982,
Butterworths.
10. Shukla B. Epidemiology of ocular trauma. In Shukla B, Natarajan
S,editors. Management of Ocular Trauma. 1st ed. Delhi: Meenakshi
Printers; 2005. p. 3-4.
11. Courville CB. Forensic neuropathology. J Forensic Sci 1962;7:1.
12. Wolter JR. Coup-contrecoup mechanism of ocular injuries. Am
JOphthalmol 1963;56:785-96.
13. Eye Teachers of American Foundation. Eye Trauma. Diunduh pada tanggal
2 Agustus 2011http://www.ophthobook.com/videos/eye-trauma-video
14. Rodriguez, Jorge. Prevention And Treatment Of Common Eye Injuries In
Sport. Available at:www.aafp.org. September 27, 2018.
15. Edsel I. Laceration, Eyelid (serial online). Last update Apr 26, 2012. [cited
Jan/20/2014]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1212531-overview.
16. Lusby FW. Hyphema. [cited Septembe 28, 2018]. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002016/.

33
17. Walton W, Von hagen S, Grigorian R, Zarbin M. Management of
Traumatic Hyphema. Survey of Ophthalmology: Institute of
Ophthalmology and Visual Science, New Jersey Medical School, Newark,
NJ, USA. 2002;47(4):297-334.
18. American Academy of Ophthalmology. Chemical Burn. Diunduh pada 2
Agustus 2011. http://www.aao.org/theeyeshaveit/trauma/chemical-
burn.cfm

34

Anda mungkin juga menyukai