**Pembimbing
UNIVERSITAS JAMBI
2017
1
HALAMAN PENGESAHAN
DISUSUN OLEH
G1A216108
PEMBIMBING
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
Case Report Session ini dengan judul “Nyeri Punggung Bawah”. Laporan ini
merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit
Saraf RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri punggung bawah (NPB) atau Low back pain (LBP) adalah sindroma
nyeri yang terjadi pada daerah punggung bagian bawah atau daerah lumbosakral.
Nyeri pada NPB ini merupakan suatu kondisi yang tidak spesifik dan mengacu
pada keluhan nyeri akut ataupun nyeri kronik. Nyeri yang dirasakan ini dapat
berhubungan dengan spinal lumbalis, diskus intravertebralis, ligamen yang
mengelilingi spinalis dan diskus, medula spinalis dan saraf, otot dari punggung
bawah, organ dalam dari pelvik dan abdomen, atau kulit yang menutupi area
lumbalis. Nyeri ini dapat disebabkan oleh proses inflamasi, degeneratif,
keganasan, kelainan ginekologi, trauma dan gangguan metabolik. Faktor resiko
yang dapat menyebabkan NPB adalah faktor demografi (umur, jenis kelamin,
genetik, IMT) dan faktor gaya hidup (merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik,
bahaya kerja, riwayat trauma pada tulang belakang dan stres).1,2
Anamnesa dan pemeriksaan fisik memegang peranan penting untuk bisa
mengetahui penyebab dari terjadinya nyeri punggung bawah ini seperti, riwayat
trauma, demam, riwayat kanker, penggunaan steroid yang lama, dan lain-lain.
Terdapat hasil penelitian yang menyebutkan bahwa hampir 48% pasien
dengan LBP tidak diketemukan penyebabnya yang jelas (Croft, 1999). Croft juga
menyebutkan bahwa 90 % klien dengan LBP menghentikan pengobatannya
setelah 3 bulan pengobatan walaupun nyerinya masih terasa. Pilihan terapi
digolongkan sebagai “konservatif”, tindakan pembedahan untuk nyeri punggung
bawah baru dipertimbangkan apabila terapi konservatif gagal dan nyeri punggung
bawah (low back pain) yang menetap untuk waktu yang lama.
NPB merupakan penyebab kedua penyakit yang menyebabkan
ketidakmampuan (disability) pada orang dewasa di Amerika Serikat dan juga
merupakan sebagai alasan umum untuk tidak masuk kerja. NPB telah menjadi
masalah kesehatan pada individu di seluruh dunia. Dengan prevalensi seumur
hidup berkisar antara 60% sampai 90%. NPB terutama mempengaruhi penduduk
yang bekerja baik di negara maju maupun berkembang. Dampak nyeri punggung
bawah tidak hanya mempengaruhi individu tetapi juga negara, melalui
4
pengeluaran medis yang terjadi serta mengurangi produktivitas pekerja. Penderita
mengeluarkan 60% dari biaya kesehatannya untuk pengobatan. Di negara-negara
industri maju seperti Amerika, biaya yang dikeluarkan akibat hilangnya jam kerja
dan biaya pengobatan per tahun bias mencapai lebih dari 200 milyar dolar.3-6
Pada tahun 2003 WHO memperkirakan prevalensi gangguan otot rangka
mencapai hampir 60% dari semua penyakit akibat kerja. Prevalensi nyeri
punggung bawah di negara negara Eropa mencapai lebih dari 70% dan puncaknya
terjadi pada usia produktif yaitu antara 35 sampai 55 tahun. Sedangkan di
Thailand prevalensi dalam waktu 6 bulan mencapai lebih dari 50% pada populasi
penelitian lebih dari 50 tahun. Di Indonesia sendiri data epidemiologi mengenai
nyeri punggung bawah belum ada, namun diperkirakan 40% penduduk pulau
Jawa Tengah berusia 65 tahun pernah menderita nyeri punggung. Insidensi
berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar 3-
17%.7
5
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Umur : 71 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kerinci
Pekerjaan : IRT
MRS : 10 Agustus 2017
DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1. Nyeri punggung 10 Agust 2017 Hipertensi grade II 10 Agust 2017
6
untuk beraktivitas. Nyeri tidak menjalar, tidak disertai rasa kesemutan. Nyeri
semakin hebat saat pasien berjalan dan banyak bergerak/beraktivitas. Nyeri
juga dirasakan semakin berat saat pasien melakukan perubahan posisi
(duduk ke berdiri ataupun tidur ke duduk). Nyeri berkurang saat pasien
beristirahat dan berbaring. Skala nyeri menurut pasien adalah 7
Riwayat jatuh sebelumnya tidak ada. Pasien tidak mengalami keluhan
buang air kecil dan buang air besar. Riwayat demam (-), batuk lama (-),
penurunan berat badan (-), sering mengangkat beban berat (+), riwayat
trauma (-), Pasien tidak mengeluhkan nyeri kepala, pusing berputar (-),
pelihatan ganda (-), bicara pelo (-), kesemutan pada ekstremitas (-),
kelemahan anggota gerak (-), kehilangan kesadaran (-), saat dianamnesis
pasien sadar dan dapat menjawab pertanyaan yang diberikan dengan baik.
Menurut pengkauan pasien, keluhan ini sudah pernah diobati namun
tidak kunjung ada perbaikan.
7
mengangkat dan melakukan pekerjaan berat diakui, pasien memiliki rumah
yang bertingkat sehingga sehari-hari pasien sering naik-turun tangga.
5. Anamnesis Sistem:
III. OBYEKTIF
1. Status Presens
Kesadaran : Compos mentis, GCS: 15 E: 4 M: 6 V: 5
Tekanan darah : 160/110 mmHg.
Nadi : 70 x/menit.
Suhu : 37 oC.
Respirasi : 22 x/menit.
SpO2 : 98%
2. Status Internus
Kepala : Mata : CA-/-, SI -/-.
Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+).
Leher : Kelenjar thyroid tidak membesar, KGB tidak membesar,
tidak ada deviasi trakhea.
Dada : Simetris, tidak ada retraksi.
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
8
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 2
jari medial LMC sinistra, selebar ±
2 cm, tidak kuat angkat.
Perkusi :
Batas Atas : Linea parasternal dextra ICS II
Pinggang Jantung : Linea parasternal sinistra ICS II
Batas kiri : 2 jari medial LMC sinistra ICS V.
Batas kanan : Linea parasternal dextra ICS IV.
Auskultasi : BJ I/II reguler, gallop (-), murmur (-).
Paru : Inspeksi : Simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, Nyeri tekan (-/-),
krepitasi (-/-).
Perkusi : Sonor paru kanan = kiri.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
Perut : Inspeksi : Datar, luka operasi (-).
Auskultasi : Bising usus (+) Normal.
Palpasi : Distensi (-), sikatrik (-), Supel, nyeri tekan(-),
massa (-), hepar lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen.
Alat kelamin : tidak diperiksa.
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-), sianosis (-), CRT < 2 detik.
3. Status Psikitus
Cara berpikir : Baik.
Perasaan hati : Cukup Baik.
Tingkah laku : Normoaktif.
Ingatan : Baik.
Kecerdasan : Baik.
4. Status neurologikus
a. Kepala
Nyeri tekan : (-)
9
Simetri : (+)
Pulsasi : (-)
b. Leher
Sikap : Normal
Pergerakan : Normal
Kaku kuduk : (-)
10
Diplopia - -
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Bersiul Normal Normal
Sensasi lidah 2/3 depan Normal Normal
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test Normal Normal
Weber test Normal Normal
Swabach test Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Normal Normal
Refleks muntah + +
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Normal
Menelan Baik
Refleks muntah Baik
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu + +
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Lurus ke depan
dijulurkan
Atropi papil -
Disartria -
11
Reflek kulit perut tengah Normal Normal
Reflek kulit perut bawah Normal Normal
Anggota Gerak Atas
Motorik
Pergerakan Cukup Cukup
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek
Biseps + +
Triseps + +
Hoffman-Tromner - -
Anggota Gerak Bawah
Motorik
Pergerakan + +
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek
Patella + +
Achilles + +
Babinsky - -
Chaddock - -
Rossolimo - -
Mendel-Bechterew - -
Schaefer - -
Oppenheim - -
Klonus Paha - -
Klonus Kaki - -
Tes Laseque - -
Kontra Laseque - -
Patrick - -
Kontra Patrick - -
Bragard - -
Sicard - -
12
Koordinasi, Gait dan Keseimbangan Hasil Pemeriksaan
Cara berjalan Butuh bantuan
Test Romberg -
Disdiadokinesis -
Ataksia -
Rebound Phomenon -
Dismetria -
Tes tambahan
Tes Nafziger Tidak dilakukan
Tes Valsava Tidak dilakukan
IV. RINGKASAN
S:
Nyeri punggung kanan bawah ± 6 bulan SMRS
Kualitas Nyeri dirasakan secara perlahan yang makin lama makin memberat
seperti di tusuk-tusuk
13
Nyeri di rasakan hilang timbul dan bila nyeri pasien sampai sulit untuk beraktivitas.
Nyeri semakin hebat saat pasien berjalan dan membungkuk. Nyeri juga
dirasakan semakin berat saat pasien melakukan perubahan posisi (duduk ke
berdiri ataupun tidur ke duduk). Nyeri berkurang saat pasien beristirahat dan
berbaring.
Riwayat sering mengangkat dan melakukan pekerjaan berat diakui, pasien
memiliki rumah yang bertingkat sehingga sehari-hari pasien sering naik-turun
tangga.
P : Non-medikamentosa:
Tidur pada kasur yang datar dan tidak terlalu empuk
Beristirahat yang cukup
Jangan terlalu banyak melakukan aktivitas
Jangan mengangkat beban yang berat
Medikamentosa:
Meloxicam 15 mg 1x1 tablet (setelah makan)
Lansoprazole 30 mg 1x1 kapsul (sebelum makan)
Paracetamol 500mg 1x1 tablet (setelah makan)
14
Amitriptilin 5 mg 1x1 tablet (malam hari)
Amlodipin 5 mg 1x1 (malam hari)
V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanam : dubia ad bonam
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2. Segmen posterior
Segmen ini dibentuk oleh arkus, prosesus transversus dan prosesus
spinosus. Satu sama lain dihubungkan dengan sepasang artikulasi dan beberapa
ligamentum serta otot. Gerakan tubuh yang terbanyak ialah gerakan fleksi dan
ekstensi. Dan gerakan ini paling banyak dilakukan oleh sendi L5-S1, yang
dimungkinkan oleh bentuk artikulasinya yang tidak datar tetapi membentuk sudut
30 derajat dengan garis datar. Titik tumpu berat badan terletak kira-kira 2,5 cm di
depan S2. Titik ini penting karena setiap pemindahan titik tersebut akan memaksa
tubuh untuk mengadakan kompensasi dengan jalan mengubah sikap.8
16
Komposisi Kolumna Vertebralis
Kolumna vertebralis terdiri atas 33 vertebra, yaitu 7 vertebra servikalis, 12
vertebra torakalis, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sakralis (yang bersatu
membentuk os sacrum), 4 vertebra koksigis.9
Struktur kolumna ini fleksibel, karena kolumna ini bersegmensegmen dan
tersusun atas vertebra, sendi-sendi, dan bantalan fibrokartilago yang disebut
diskus intervetebralis. Pada bagian servikal dan lumbal tulang belakang
menunjukkan posisi lordosis (melengkung ke dalam) dan pada bagian torakal dan
sacral tulang belakang menunjukkan posisi kifosis (melengkung ke luar).9
17
vertebra terdiri atas sepasang pedikulus yang berbentuk silinder, yang membentuk
sisi-sisi arkus, dan sepasang lamina gepeng yang melengkapi arkus dari posterior.
Arkus vertebra mempunyai tujuh prosesus yaitu satu prosesus spinosus yang
menonjol ke posterior dari pertemuan kedua lamina, dua prosesus transversus
yang menonjol ke posterolateral dari pertemuan lamina dan pedikulus, dan empat
prosesus artikularis (masing-masing dua pada bagian superior dan inferior).9
Prosesus spinosus dan prosesus transversus berfungsi sebagai pengungkit
dan menjadi tempat melekatnya otot dan ligamentum. Prosesus artikularis yang
terletak vertikal ini menonjol dari pertemuan antara lamina dan pedikulus, dan
fasies artikularisnya diliputi oleh kartilago hialin. Kedua prosesus artikularis
superior dan sebuah arkus vertebra bersendi dengan kedua prosesus artikularis
inferior dari arkus yang ada di atasnya, membentuk sendi sinovial.9
Pedikulus mempunyai lekuk pada pinggir atas dan bawahnya, membentuk
incisura vertebralis superior dan inferior. Pada masing-masing sisi, incisura
vertebralis superior sebuah vertebra dan incisura vertebralis inferior dari vertebra
di atasnya membentuk foramen intervetebralis. Foramen ini berfungsi sebagai
tempat lewatnya nervus spinalis dan pembuluh darah. Radiks anterior dan
posterior nervus spinalis bergabung di dalam foramen ini, bersama dengan
pembungkusnya membentuk saraf spinalis segmentalis.9
18
Vertebra lumbal tidak mempunyai fasies artikularis untuk bersendi dengan
kosta dan tidak ada foramen pada prosesus transversus.9
Os Sacrum
Os sacrum mempunyai lima vertebra rudimenter yang bergabung menjadi
satu membentuk sebuah tulang berbentuk baji yang cekung di anterior dan seperti
segitiga jika dilihat dari arah depan. Pinggir atas atau basis tulang bersendi dengan
vertebra lumbalis V. Pinggir bawah bersendi dengan os coccygis. Di lateral, os
sacrum bersendi dengan dua os coxae untuk membentuk artikulasio sakroiliaka.
Pinggir anterior dan atas vertebra S1 menonjol ke depan sebagai margo posterior
apertura pelvis superior dan dikenal sebagai promontorium sakralis.9
Terdapat foramina vertebralis dan membentuk kanalis sakralis. Lamina
vertebra sakralis kelima dan kadang-kadang juga vertebra sakralis ke empat tidak
mencapai garis tengah dan membentuk hiatus sakralis. Kanalis sakralis berisi
radiks anterior dan posterior nervi spinalis sakralis coccygealis, filum terminale
dan zat-zat fibroadiposa. Permukaan anterior dan posterior sakrum mempunyai
19
empat foramen pada setiap sisi, untuk tempat lewatnya ramus anterior dan
posterior nervus spinalis S1-S4.9
Diskus Intervertebralis
Diskus intervetebrlis menyusun seperempat dari panjang kolumna
vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah servikal dan lumbal, tempat banyak
terjadi gerakan kolumna vertebralis. Tetapi diskus intervetebralis tidak ditemukan
di antara vertebra C1 dan 2, di dalam os sacrum dan tulang koksigis. Struktur ini
dapat dianggap sebagai diskus semi elastis, yang terletak di antara korpus vertebra
yang berdekatan dan bersifat kaku. Ciri fisiknya memungkinkannya berfungsi
sebagai peredam benturan bila beban pada kolumna vertebralis mendadak
bertambah, seperti bila seseorang melompat dari tempat yang tinggi.9
Setiap diskus terdiri atas bagian pinggir yaitu annulus fibrosus dan bagian
tengah yaitu nukleus pulposus. Annulus fibrosus terdiri atas jaringan
fibrokartilago, di dalamnya serabut-serabut kolagen tersusun dalam lamel-lamel
yang konsentris.9
Nukleus pulposus pada anak-anak dan remaja merupakan masa lonjong
dari zat gelatin yang banyak mengandung air, sedikit serabut kolagen, dan sedikit
sel-sel tulang rawan. Permukaan atas dan bawah korpus vertebra yang berdekatan
yang menempel pada diskus diliputi oleh kartilago hialin yang tipis. Sifat nukleus
pulposus yang setengah cair memungkinkannya berubah bentuk dan vertebra
dapat menjungkit ke depan atau ke belakang, seperti pada gerakan fleksi dan
ekstensi kolumna vertebralis. Struktur nukleus pulposus yang elastis
memungkinkan diskus untuk menahan kompresi dan torsi. Seiring bertambahnya
usia, diskus akan menjadi lebih kaku dan lebih sulit untuk menahan kompresi.9
Peningkatan beban kompresi yang mendadak pada kolumna vertebralis
menyebabkan nukleus pulposus yang semi cair ini menjadi gepeng. Dorongan
keluar dari nukleus ini dapat ditahan oleh daya pegas annulus fibrosus
disekelilingnya.9
Ligamentum
1. Ligamentum longitudinal anterior dan posterior
20
Ligamentum longitudinal anterior meliputi bagian depan dan sisi badan
vertebra yang berjalan turun dari kranium sampai ke sakrum. Ligamentum
longitudinal anterior melekat pada tepi atas dan tepi bawah setiap korpus vertebra
untuk membatasi ekstensi tulang belakang dan mencegah gerakan maju mundur
relatif terhadap satu sama lainnya. Ligamentum longitudinal posterior
membentang dari oksiput sampai sakrum, berjalan melalui bagian belakang
korpus vertebra serta melekat pada pinggir posterior diskus. Ligamentum ini
membantu membatasi gerakan fleksi vertebra.8,9
2. Ligamentum supraspinalis
Berjalan diantara ujung-ujung prosesus spinosus yang berdekatan.
3. Ligamentum interspinalis
Menghubungkan prosesus spinosus yang berdekatan.
4. Ligamentum intertransversaria
Berjalan diantara prosesus transversus yang berdekatan.
5. Ligamentum flavum
Menghubungkan lamina dari vertebra yang berdekatan.9
21
anterolateral abdomen. M. psoas mungkin ikut dalam gerakan ini. Rotasio
dilakukan oleh otot-otot rotator dan otot-otot dinding anterolateral abdomen.9
Otot-otot intermedia
Otot-otot ini berhubungan dengan respirasi dan terdiri atas m.serratus
posterior superior, m.serratus posterior inferior dan m.levatores costarum.9
22
kolumna vertebralis. Oleh karena itu, otot postvertebralis pada manusia
berkembang dengan lebih baik. Tonus posturnal otot-otot postvertebralis ini
merupakan faktor utama dalam mempertahankan kelengkungan normal kolumna
vertebralis.9
Otot-otot punggung profunda membentuk kolum jaringan otot yang lebar
dan tebal, yang menempati lekukan di kanan kiri prosesus spinosus. Otot-otot ini
terbentang dari sakrum sampai kranium. Prosesus spinosus dan prosesus
transversus vertebra berfungsi sebagai pengungkit yang mempermudah kerja otot.
Otot-otot terpanjang terletak superfisial dan berjalan vertical dari sakrum ke
angulus kosta, prosesus transversus, dan prosesus spinosus vertebra bagian atas.
Otot-otot dengan panjang sedang (intermedia) berjalan miring dari prosesus
spinosus ke prosesus transversus. Otot-otot paling pendek dan paling dalam
berjalan di antara prosesus spinosus dan diantara prosesus transversus vertebra
yang berdekatan.9
23
torakal, fasia profunda melekat dimedial pada prosesus spinosus vertebra dan di
lateral pada angulus kosta. Fasia ini menutupi permukaan posterior otot punggung
profunda. Di daerah servikal, fasia profunda jauh lebih tipis.9
Vena
Vena-vena yang mengalirkan darah dari struktur-struktur di punggung
membentuk pleksus rumit yang terbentang sepanjang kolumna vertebralis dari
kranium sampai ke koksigis. Vena-vena ini dapat dibagi menjadi (a) yang terletak
di luar kolumna vertebralis dan mengelilinginya membentuk pleksus venosus
vertebralis eksternus dan (b) yang terletak di dalam kanalis vertebralis dan
membentuk pleksus venosus vertebralis internus. Pleksus-pleksus ini berhubungan
secara bebas dengan vena-vena di leher, toraks, abdomen dan pelvis. Di atas,
pleksus ini berhubungan dengan sinus venosus oksipitalis dan basilaris di dalam
kavum kranial melalui foramen magnum.9
Pleksus venosus vertebralis internus terletak di dalam kanalis vertebralis
tetapi di luar durameter medulla spinalis. Pleksus ini tertanam di dalam jaringan
areolar dan menampung cabang-cabang dari vertebra dengan perantaraan
vv.basivertebralis dan dari meningen serta medulla spinalis. Pleksus internus
bermuara ke dalam v.intervertebralis, yang berjalan ke luar bersama dengan saraf
spinal melalui foramen intervertebralis. Lalu, vena ini akan bergabung dengan
24
cabang-cabang dari pleksus venosus vertebralis eksternus dan selanjutnya
bermuara berturut-turut ke dalam v.vertebralis, v.intercostalis, v.lumbalis, dan
v.sacralis lateralis.9
25
2.1.6 Aliran Limfe Punggung
Pembuluh-pembuluh limfe profunda mengikuti vena dan bermuara ke
dalam nodi lymphoidei cervicalis profunda, mediastinalis posterior, aortica
lateralis dan sacralis. Pembuluh limfe dari kulit leher bermuara ke nodulus
servikalis, yang berasal dari batang tubuh diatas crista iliaca bermuara ke nodus
axillaris, dan yang berasal dari daerah di bawah crista iliaca bermuara ke nodus
inguinalis superficialis.9
26
2.2.2 Klasifikasi NPB
Macnab menyusun klasifikasi NPB sebagai berikut: (a) viserogenik, (b)
vaskulogenik, (c) neurogenik, (d) psikogenik, dan (e) spondilogenik.8
a. NPB Viserogenik
NPB yang bersifat viserogenik disebabkan oleh adanya proses patologik di
ginjal atau visera di daerah pelvis, serta tumor retroperitoneal.
b. NPB Vaskulogenik
Aneurisma atau penyakit vaskular perifer dapat menimbulkan nyeri
punggung atau nyeri menyerupai iskialgia. Iskialgia adalah nyeri yang terasa
sepanjang N. Iskiadikus ditandai dengan adanya nyeri atau rasa tidak enak di
tungkai, baik yang terasa setempat maupun yang menjalar sampai ke lutut atau
lipatan lutut, atau yang menjalar ke selangkangan.
c. NPB Neurogenik
Keadaan patologik pada saraf dapat menyebabkan nyeri punggung bawah,
yaitu pada:
1. Neoplasma
Neoplasma seperti neurinoma, hemangioma, ependimoma, dan meningioma
sering menyebabkan nyeri punggung bawah.
2. Araknoiditis
Araknoiditis merupakan gangguan rasa sakit yang disebabkan oleh peradangan
pada araknoid, salah satu dari membran yang mengelilingi dan melindungi
saraf tulang belakang.
3. Stenosis kanalis spinalis
Menyempitnya kanalis spinalis disebabkan oleh karena proses degenerasi
diskus intervertebralis dan biasanya disertai oleh ligamentum flavum. Gejala
klinik yang timbul ialah adanya klaudikasio intermiten yang disertai rasa
kesemutan dan pada saat penderita istirahat maka rasa nyerinya masih tetap ada.
d. NPB Psikogenik
Pada umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan
depresi.
e. NPB Spondilogenik
27
NPB spondilogenik ialah suatu nyeri yang disebabkan oleh berbagai
proses patologik di kolumna vertebralis yang terdiri dari unsur tulang (osteogenik),
diskus intervertebralis (diskogenik), dan miofasial (miogenik), serta proses
patologik di artikulasio sakroiliaka.
1. NPB osteogenik disebabkan oleh:
Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral dan spondilitis
tuberkulosa.
Trauma, yang dapat mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis.
Keganasan, dapat bersifat primer (terutama mieloma multipleks) maupun
sekunder/metastatik yang berasal dari proses keganasan di kelenjar tiroid,
paru-paru, payudara, hati, prostat dan ovarium.
Kongenital, misalnya skoliosis lumbal. Nyeri yang timbul disebabkan oleh
iritasi dan peradangan selaput artikulasi posterior satu sisi.
Metabolik, misalnya osteoporosis, osteofibrosis, alkaptonuria,
hipofosfatemia familial.
2. NPB diskogenik, disebabkan oleh:
Spondilosis, disebabkan oleh proses degenerasi progresif pada diskus
intervertebralis, yang mengakibatkan makin menyempitnya jarak antar
vertebra sehingga mengakibatkan terjadinya osteofit, penyempitan kanalis
spinalis dan foramen intervertebra serta iritasi persendian posterior. Rasa
nyeri pada spondilisis ini disebabkan oleh terjadinya osteoartritis dan
tertekannya radiks oleh kantong duramater yang mengakibatkan iskemi
dan radang.
Hernia Nukleus Pulposus (HNP), ialah keadaan di mana nucleus pulposus
keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui
anulus fibrosus yang robek.
Spondilitis Ankilosa, proses ini mulai dari sendi sakroiliaka, yang
kemudian menjalar ke atas, ke daerah leher yang terus berlanjut selama
lebih dari tiga bulan. Gejala permulaan berupa rasa kaku di punggung
bawah waktu bangun tidur dan hilang setelah mengadakan gerakan.
3. NPB miogenik, disebabkan oleh ketegangan otot, spasme otot, defisiensi otot
dan hipersensitif.
28
Ketegangan otot, disebabkan oleh sikap tegang yang konstan atau
berulang-ulang yang akhirnya akan menimbulkan perasaan nyeri. Keadaan
ini tidak akan terlepas dari kebiasaan buruk atau sikap tubuh yang tidak
atau kurang fisiologik. Pada struktur yang normal, kontraksi otot
mengurangi beban pada ligamentum dalam waktu yang wajar. Apabila
otot-otot menjadi lelah, maka ligamentum yang kurang elastis akan
menerima beban yang lebih berat. Rasa nyeri timbul oleh karena iskemia
ringan pada jaringan otot, regangan yang berlebihan pada perlekatan
miofasial terhadap tulang, serta regangan pada kapsula.
Spasme otot atau kejang, disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba dimana
jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku atau
kurang pemanasan. Spasme otot ini memberikan gejala yang khas, yaitu
adanya kontraksi otot yang disertai dengan nyeri yang hebat. Setiap
gerakan akan memperberat rasa
nyeri sekaligus menambah kontraksi. Akan terjadi lingkaran antara nyeri,
kejang atau spasme dan ketidakmampuan bergerak.
Defisiensi otot, disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari
mekanisasi yang berlebihan, tirah baring yang terlalu lama maupun karena
imobilisasi.
Otot yang hipersensitif, akan menciptakan satu daerah kecil yang apabila
dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu.
Daerah kecil tadi disebut sebagai noktah picu (trigger point). Dalam
pemeriksaan klinik terhadap penderita NPB, tidak jarang dijumpai adanya
noktah picu ini.
29
b. Spondilolisis
Bagian posterior ruas tulang belakang terputus sehingga tidak terdapat
diskontinuitas antara prosesus artikularis superior dan inferior. Kelainan ini
terjadi karena arcus neuralis putus tidak lama setelah neonatus dilahirkan.6
c. Spondilolistesis
Suatu keadaan dimana terjadi pergeseran lumbar ke arah anterior ruas vertebrae.
Biasanya antara lumbar L4 dan L5.6
2. Trauma
a. Trauma besar
Trauma besar merupakan tercabutnya insersi otot erector trunci, dimana pada
keadaan ini penderita dapat menunjuk daerah yang nyeri tekan pada daerah
tersebut (udem atau hematom). Ruptur ligament interspinosum, secara mutlak
atau parsial mengakibatkan nyeri tajam pada tempat ruptur yang makin berat
jika pasien membungkuk. Fraktur korpus vertebrae lumbal, penderita
merasakan nyeri setempat yang kemudian dapat disertai radiasi ke tungkai
(referred pain).6
b. Trauma kecil
Trauma kecil terdiri dari sacroiliaca strain dan lumbosacral strain. Hal ini
disebabkan daerah tersebut merupakan penunjang utama dari tubuh dan
aktivitas fisik. Kelainan terjadi karena daerah tersebut bekerja terus menerus.
Keluhan utamanya berupa pegal, ngilu, panas pada bagian bawah punggung.
Tidak didapatkan nyeri tekan dan mobilitas tulang masih baik.6
3. Inflamasi
a. Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun yang menyerang
persendian tulang. Sendi yang terjangkit mengalami peradangan sehingga
terjadi pembengkakan, nyeri dan kemudian sendi mengalami kerusakan. Akibat
peradangan pada sinovium (sinovitis) yang menahun, maka akan terjadi
kerusakan pada tulang rawan, sendi, tulang, tendon, dan ligament di sendi.6
b. Spondilitis angkilopoetika
30
Kelainan pada artikulasio sakroiliaka yang merupakan bagian dari poliarthritis
rheumatoid. Rasa nyeri timbul akibat terbatasnya gerakan pada kolumna
vertebralis, artikulasio sakroiliaka, artikulasio costovertebralis dan
penyempitan foramen intervertebralis.6
4. Tumor
a. Tumor benigna
Osteoma osteoid yang bersarang di pedikel atau lamina vertebra dapat
mengakibatkan nyeri hebat yang dirasakan terutama pada malam hari.
Hemangioma merupakan tumor yang berada di dalam kanalis vertebralis dan
dapat membangkitkan nyeri punggung bawah. Meningioma merupakan suatu
tumor intradural namun ekstramedular. Tumor ini dapat menjadi besar
sehingga menekan pada radiks-radiks. Maka dari itu tumor ini seringkali
membangkitkan nyeri hebat pada daerah lumbosakral.6
b. Tumor maligna
Tumor ganas di vertebra lumbosakralis dapat bersifat primer dan sekunder.
Tumor primer yang sering dijumpai adalah myeloma multiple. Tumor sekunder
yaitu tumor metastatik mudah bersarang di tulang belakang, oleh karena tulang
belakang kaya akan pembuluh darah. Tumor primernya bisa berada di glandula
mamae, prostat, ginjal, paru dan glandula tiroid.6
5. Gangguan metabolik
Osteoporosis akibat gangguan metabolik yang merupakan penyebab
banyak keluhan nyeri pada pinggang dapat disebabkan oleh kekurangan protein
atau gangguan hormonal (menopause, penyakit cushing). Sering oleh karena
trauma ringan timbul fraktur karena kolaps korpus vertebra. Penderita menjadi
bongkok dan pendek dengan nyeri difus di daerah pinggang.6
31
7. Psikoneurotik
Nyeri punggung bawah yang tidak mempunyai dasar organik dan tidak
sesuai dengan kerusakan jaringan atau batas-batas anatomis.6
8. Infeksi
Nyeri punggung bawah yang disebabkan infeksi akut misalnya kuman
pyogenik (stafilokokus, streptokokus). Sedangkan nyeri punggung bawah yang
disebabkan infeksi kronik misalnya spondylitis TB, osteomyelitis kronik.6
9. Proses degeneratif
Spondilosis
Pada spondilosis terjadi rarefikasi korteks tulang belakang, penyempitan
discus dan osteofit-osteofit yang dapat menimbulkan penyempitan dari foramina
intervertebralis.6
Hernia nukleus pulposus (HNP)
Perubahan degeneratif mengenai annulus fibrosus discus intervertebralis yang
bila suatu saat terobek dapat disusul dengan protusio discus intervertebralis yang
akhirnya menimbulkan hernia nukleus pulposus (HNP). HNP paling sering
mengenai discus intervertebralis L4-L5 dan L5-S1.6
Osteoarthritis
Pada osteoartrhritis terjadi degenerasi akibat trauma kecil yang terjadi
berulang-ulang selama bertahun-tahun. Terbatasnya pergerakan sepanjang
kolumna vertebralis akan menyebabkan tarikan dan tekanan otot-otot/ligament
pada setiap gerakan sehingga menimbulkan nyeri punggung bawah.6
Stenosis spinal
Pada setiap tingkat terdapat tiga persendian, yaitu satu di depan yang dibentuk
oleh korpus vertebrae dengan discus intervertebralis dan dua di belakang yang
dibentuk oleh prosesus artikularis superior dan inferior kedua korpus vertevra
yang ada di atas dan di bawah diskus intervertebralis tersebut. Kelainan
degeneratif yang terjadi di sekitar ketiga persendian itu berupa osteofit dan
proliferasi jaringan kapsul persendian yang kemudian mengeras (hard lesion).
32
Bangunan degeneratif itu menyempitkan lumen kanalis intervertebralis setempat
dan menyempitkan foramen intervertebra.6
2. Jenis kelamin
laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama terhadap keluhan
nyeri punggung bawah sampai usia 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis
kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri punggung
bawah, karena pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat
mengalami siklus menstruasi, dan proses menopause juga dapat menyebabkan
kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga
memungkinkan terjadinya nyeri punggung bawah. Selain itu wanita hamil juga
memiliki risiko yang besar untuk nyeri punggung karena kelebihan berat badan di
bagian depan dan mengendurnya ligamen di daerah panggul.
33
3. Genetik
Ada bukti bahwa beberapa jenis gangguan tulang belakang dipengaruhi
oleh genetik. Misalnya degeneratif diskus yang biasanya diturunkan. Mekanisme
genetik yang mendasari degenerasi diskus sehingga memberikan persepsi nyeri di
daerah punggung yaitu interleukin-1 secara khusus memberikan kontribusi untuk
degenerasi diskus dengan cara menginduksi enzim sehingga merusak
proteoglycan yang terkait dalam mediasi nyeri.
5. Merokok
Perokok atau mantan perokok lebih berisiko terkena nyeri punggung
bawah dibandingkan dengan yang bukan perokok. Kebiasaan merokok akan
menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengonsumsi
oksigen akan semakin menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan
tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena
kandungan oksigen dalam darah rendah.
Ditemukan bahwa perokok berisiko 31% lebih tinggi mengalami nyeri
punggung bawah dibandingkan dengan tidak pernah merokok. Tapi perkiraan ini
34
hanya untuk nyeri punggung bawah selama satu hari atau lebih selama 12 bulan
terakhir.
6. Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengurangi kemampuan tubuh
menyerap kalsium dan menghambat pembentukan tulang yang dapat
menyebabkan osteoporosis sekunder dan menimbulkan nyeri punggung bawah
bila terjadi pengeroposan.
7. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan
pengeluaran tenaga dan energi. Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri
punggung bawah yang sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap
tubuh yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan seseorang seperti duduk, berdiri, tidur,
mengangkat beban pada posisiyang salah dapat menyebabkan nyeri punggung
bawah.
Beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dalam posisi berdiri
lebih dari 1 jam dalam sehari, melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang
monoton lebih dari 2 jam dalam sehari, naik turun anak tangga lebih dari 10 anak
tangga dalam sehari, berjalan lebih dari 3,2 km dalam sehari dapat juga
meningkatkan risiko timbulnya nyeri punggung bawah.
Menurut Departemen Kesehatan (2009) mengangkat beban sebaiknya
tidak melebihi dari aturan yaitu laki-laki dewasa sebesar 15- 20 kg dan wanita
(16-18 tahun) sebesar 12-15 kg.
8. Pekerjaan
Faktor risiko di tempat kerja yang banyak menyebabkan gangguan otot
rangka terutama adalah kerja fisik berat, penanganan dan cara pengangkatan
barang, gerakan berulang, posisi atau sikap tubuh selama bekerja, getaran serta
kerja statis. Oleh karena itu, riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam
penelusuran penyebab nyeri punggung bawah. Pada pekerjaan tertentu, misalnya
seorang kuli pasar yang biasanya memikul beban di pundaknya setiap hari.
35
Pekerja kantoran, pengemudi dan penjahit di suatu perusahaan dimana sikap kerja
yang statis dan lama dengan posisi duduk memiliki risiko nyeri punggung bawah.
36
metabolisme, termoregulasi dan aktivitas fisik menurun. Akumulasi lemak tubuh
pada orang obesitas terjadi terutama di daerah viseral yang dapat menurunkan
sensitivitas terhadap insulin pada otot, hati dan jaringan lemak. Keadaan ini
disebut sebagai insulin resistance yang merupakan faktor predisposisi intoleransi
glukosa dan hipertrigliserida. Hal ini mengakibatkan terjadinya kelemahan otot
abdominal pada penderita obesitas. Kelemahan otot abdominal menyebabkan
terjadinya perubahan garis gravitasi dan pusat gravitasi lebih mengarah ke depan
sehingga beban aksial hanya terjadi pada kolumna vertebralis saja terutama pada
L5-S1, gaya tekan yang berlebih akan meningkatkan kurva lordotic. Pada
penderita obesitas juga terjadi kelemahan otot gluteal yang menyebabkan pelvis
bergerak ke arah ventral sehingga akan meningkatkan sudut inklinasi pelvis dan
menambah lordotic lumbal.17
Akibat pembentukan kurva abnormal yang disebut kurva lordodic tersebut.
Maka akan terjadi kerusakan pada otot sekitar area yang menghasilkan lesi kronik.
Lesi kronik tersebut lama kelamaan akan merusak pembungkus saraf pada regio
ini yang akan mengalami kerusakan pada selubungnya. Selain itu, lesi kronik
tersebut juga akan menghasilkan peningkatan kepadatan akhiran saraf bebas.
Kerusakan pada selubung dan peningkatan kepadatan akhiran saraf pada area lesi
kronik ini mengakibatkan rangsangan rendah, yang tidak mengaktifkan reseptor
nyeri, akan menghasilkan respon nyeri pada area lumbosacralis. Nyeri dengan
intensitas rendah tetapi dengan waktu yang terus menerus akan menghasilkan
reaksi berlebihan pada saraf yang disebut hipersensitivitas. Hipersensitivitas pada
daerah lumbosacral inilah yang biasa dikeluhkan sebagai nyeri punggung
bawah.17
37
rangsang radikuler. Pemeriksaan pencitraan tidak menunjukkan kelainan, kecuali
mungkin tanda arthrosis degeneratif sesuai dengan usia.18
Biasanya nyeri punggung bawah ini hilang secara spontan. Kekambuhan
sering terjadi karena aktivitas yang disertai pembebanan tertentu.18
38
Nyeri punggung akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai
beberapa bulan. Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai
resolusinya. Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik
dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu.20
e. Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat
membandingkannya dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara nyeri
punggung dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari
masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada
tungkai yang lebih banyak daripada nyeri punggung dengan rasio 80-20%
menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan
operasi. Bila nyeri punggung lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak
menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan
tindakan operatif.20
Gejala nyeri punggung yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh
periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu NPB yang terjadinya secara
mekanis. Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang
biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu NPB, namun
39
sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif
sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng.Harus diketahui
pula gerakan-gerakan mana yang bias menyebabkan bertambahnya nyeri NPB,
yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran
atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan
intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan
sewaktudefekasi.20
Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri
pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan
adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun
infeksi.20
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi :
Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan
menolak untuk duduk, maka harus sudah dicurigai adanya suatu herniasi diskus.
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat
nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya
skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh
spasme otot paravertebral.21
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada
tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis
lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen
sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.
Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri
pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang
terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan
pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada
fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
40
Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh
membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu
sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral
menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
Nyeri pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan
kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini
tidak patognomonik.21
b. Palpasi :
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya
kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).
Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri
dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan
ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada
spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada
palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus
spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik
yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.21
c. Pemeriksaan motoris
Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk
menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan
miotom yang mempersarafinya.21
d. Pemeriksaan sensorik
Membantu menentukan lokalisasi lesi sesuai dermatom yang terkena.
Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi
dibanding motoris.21
e. Tes provokasi
Tanda Laseque
41
Menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1.
Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu,
lalu di panggul sampai 90° dengan perlahan-lahan kemudian dilakukan ekstensi
lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di
betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi.
Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut
dalam keadaan ekstensi (straight leg rising). Modifikasimodifikasi tanda laseque
yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler.21
Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan
nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian
juga dengan tanda laseque kontralateral.21
42
Tes Patrick
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan di pinggang dan pada sendi
sakroiliaka. Penderita dalam posisi berbaring. Tungkai dalam posisi fleksi di sendi
lutut sementara tumit diletakkan di atas lutut tungkai yang satunya lagi, kemudian
lutut tungkai yang difleksikan tadi ditekan ke bawah. Apabila ada kelainan di
sendi panggul maka penderita akan merasakan nyeri di sendi panggul tadi.8
Tes Kontra-Patrick
Tungkai dalam posisi fleksi di sendi lutut dan sendi panggul, kemudian lutut
didorong ke medial; bila di sendi sakroiliaka ada kelainan maka disitu akan terasa
sakit.8
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Evaluasi komprehensif yang dapat dilakukan termasuk hitung darah
lengkap, penentuan laju endap darah dan tes spesifik. Secara khusus, tes ini sangat
berguna ketika infeksi atau keganasan dianggap sebagai kemungkinan penyebab
nyeri punggung pasien.21
b. X-ray
X-ray merupakan tes yang sederhana dan sangat membantu untuk
menunjukkan keabnormalan pada tulang. Seringkali X-ray merupakan penunjang
diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri punggung. Foto X-ray dilakukan
pada posisi anteroposterior (AP), lateral dan bila perlu oblique kanan dan kiri.21
c. Myelografi
Myelografi adalah pemeriksaan X-ray pada spinal cord dan kanalis
spinalis. Myelografi merupakan tindakan invasif, yaitu cairan yang berwarna
medium disuntikkan ke kanalis spinalis, sehingga struktur bagian dalamnya dapat
43
terlihat pada layar fluroskopi dan gambar Xray. Myelogram digunakan untuk
diagnosa pada penyakit yang berhubungan dengan diskus intervertebralis, tumor
spinalis, atau abses spinal.21
d. Computted Tomografi Scan (CT-scan) dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI)
CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level
neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang. Sedangkan MRI
dapat menunjukkan gambaran tulang belakang yang lebih jelas daripada CT-scan.
Selain itu MRI menjadi pilihan karena tidak mempunyai efek radiasi. MRI dapat
menunjukkan gambaran tulang secara sebagian sesuai dengan yang dikehendaki.
MRI juga dapat memperlihatkan diskus interveretebralis, nervus dan jaringan
lainnya pada punggung.21
MRI atau CT-Scan harus dipertimbangkan pada pasien dengan defisit
neurologis yang makin memburuk atau diduga adanya penyebab sistemik yang
menyebabkan nyeri punggung seperti infeksi atau neoplasma. Pemeriksaan tulang
terutama digunakan untuk mendeteksi metastasis tulang, fraktur yang tidak
terlihat dan infeksi.21
44
Medikamentosa
Pada medikamentosa, ada dua jenis obat dalam tatalaksana NPB, yaitu
obat yang bersifat simtomatik dan yang bersifat kausal. Obatobat simptomatik
antara lain analgetika (salisilat, parasetamol, dll), kortikosteroid (prednison,
prednisolon), Obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) misalnya piroksikam,
antidepressan trisiklik (secara sentral) misalnya amitriptilin, dan obat penenang
minor misalnya diazepam, klordiasepoksid. Sedangkan obat-obat kausal misalnya
anti tuberkulosis, antibiotika untuk spondilitis piogenik, nukleolisis misalnya
khimopapain, kolagenase (untuk HNP).8
Fisioterapi 21
Terapi panas
Menggunakan kantong dingin–kantong panas. Lakukan dengan menaruh
sebuah kantong dingin di tempat daerah punggung yang terasa nyeri atau sakit
selama 5-10 menit. Jika selama 2 hari atau 48 jam rasa nyeri masih terasa gunakan
heating pad (kantong hangat).
Elektro stimulus
Contohnya seperti acupunture, ultra sound, radiofrequency lesioning, spinal
endoscopy, percutaneous electrical nerve stimulation (PENS), electro thermal disc
compression, dan transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS).
Traksi
Tarikan pada badan (punggung) untuk kontraksi otot.
Massage
Dengan terapi ini bisa menghangatkan, merelaksasikan otot belakang dan
melancarkan perdarahan.
2. Terapi operatif 21
Terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif tidak
memberikan hasil yang nyata, atau terhadap kasus fraktur yang langsung
mengakibatkan defisit neurologik.
Indikasi dilakukan tindakan operatif yaitu :
45
Sciatica dengan terapi konservatif selama lebih dari 4 minggu; nyeri
berat/intractable/menetap/progresif.
Sindroma kauda equine, dimana diskus bagian tengah menekan kauda
equine dengan gejala inkontinensia urin dan alvi, paraparesis dan deficit
sensorik pada kedua tungkai.
Bila kompresi radiks saraf disertai deficit motoric terutama kelumpuhan
quadricep atau tidak dapat dorsofleksi kaki.
Terdapat iskialgia berat >4 bulan.
Beberapa tindakan operatif yang dapat dilakukan :
a. Laminectomy : prosedur bedah untuk memisahkan lamina dari vertebrae.
b. Discectomy : prosedur bedah untuk memisahkan bagian yang keluar dari diskus.
Biasanya dilakukan pada kasus HNP.
c. Endoscopy : prosedur bedah menggunakan serat fiber optic yang
memungkinkan tidak dilakukannya operasi terbuka.
46
BAB IV
ANALISIS KASUS
47
bahwa sering terjadi jejas minimal pada vertebra, jejas ini merangsang kerja
osteoblas yang akan membentuk tulang baru (osteofit) yang tujuan awalnya
adalah menstabilkan rangka, tetapi osteofit tersebut justru dapat menekan otot,
ligament sekitar sehingga menimbulkan nyeri.
Terapi Non-Farmakologis berupa Penerangan, Maksud dari penerangan
adalah agar pasien mengetahui sedikit seluk beluk tentang penyakitnya,
bagaimana menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah parah serta
persendiannya tetap dapat terpakai. Berat badan yang berlebihan teryata
merupakan faktor yang memperbesar dan memperberat keadaan OA. Aapabila
berat badan berlebihan, maka harus selalu di usahakan penurunan berat badan,
bila mungkin mendekati berat badan ideal.
Terapi Farmakologis berupa analgesik oral non opiate, untuk mengurangi
rasa sakit Asetaminofen dapat digunakan sebagai analgesik, tetapi tidak untuk
mengurangi peradangan. Terbukti cukup efektif untuk orang yang memiliki OA
dengan skala nyeri ringan sampai sedang. Obat anti inflamasi non sterold
(OAINS), apabila dengan cara-cara tersebut diatas tidak berhasil, pada umum nya
pasien mulai datang ke dokter. Dalam hal seperti ini kita pikirkan untuk
pemberian OAINS, oleh karena obat gologan ini di samping mempunyai epek
analgetik juga mempunyai epek anti inflamasi. Oleh karena pasien OA
kebanyakan usia lanjut, maka pemberian obat-obatan jenis ini harus sangat
berhati-hati. Jadi pilihlah obat yang efek samping nya minimal dan dengan cara
pemakaian yang sederhana. Nyeri pinggang pada pasien ini adalah nyeri pinggang
bawah kronik yang lamanya lebih dari 3 bulan. Sehingga pada pasien ini perlu
ditambahkan Amitriptilin.
Pada pemeriksaan fisik, kesadaran pasien Compos Mentis dan vital sign
dalam batas normal, status pshychicus dan neurologis pasien tidak ditemukan
kelainan. Pada pemeriksaan reflek fisiologis tidak didapatkan kelainan, Untuk
penatalaksanaan, tidak dibutuhkan penatalaksanaan emergensi dikarenakan secara
klinis pasien dalam keadaan cukup baik.
48
BAB V
KESIMPULAN
LBP sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sebagian besar
dari kita pernah menderita LBP pada suatu waktu dalam masa hidup kita.
Penyebab LBP beraneka ragam dan dibagi dalam kausa neurologis dan non-
neurologis. Kausa neurologis dibagi lagi dalam non-diskogenik dan diskogenik.
Sebagian besar kausa neurologis disebabkan oleh sindroma radikuler spinal
khususnya lumbal.
Secara ideal, maka patofisologi serta diagnosis spesifik dari kausa LBP
harus di mengerti dengan baik, sehingga dapat dianalisa lebih lanjut dan diberikan
terapi yang adekuat. Dan hendaknya dalam menangani nyeri pinggang bawah kita
harus mencermati anamnesis mula terjadinya, perjalanan penyakit serta analisis
rasa nyeri dilaksanakan dengan teliti agar pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan radiologis (rontgen, CT Scan, MRI), EMG dan laboratorium lebih
terarah dan berindikasi tepat mengingat biaya dan waktu untuk penderita.
Pengobatan pada LBP berputar pada masalah pemilihan cara pengobatan yang
merubah perjalanan penyakit, karena bila tidak demikian, maka terapi hanya
dianggap sementara dan juga pemilihan antara terapi konservatif atau operatif
memerlukan suatu pertimbangan yang matang dan tepat dari hasil yang
menyeluruh baik anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
49
DAFTAR PUSTAKA
50
11. Naude B. Factors associated with low back pain in hospital employees. A
research report submitted to the faculty of health sciences, university of
the witwatersrand, Johannesburg, in partial fulfillment of the requirements
for the degree of Master of Science in Physiotherapy. Johannesburg; 2008
12. Bull E. Nyeri punggung. Jakarta: Erlangga; 2007
13. Cole AJ, Herring SA. Low back pain handbook. 2nd ed. Philadelphia:
Hanley and Belfus Inc; 2003
14. skripsi bg faren
15. Samara D. Lama dan sikap duduk sebagai faktor risiko terjadinya nyeri
pinggang bawah. J Kedokter Trisakti. 2004;23(2):67-63
16. Low back strain [editorial] (serial online) (diakses 23 Nov 2014). Diunduh
dari: URL: http://www.webmd.com/back-pain/guide/low-back-strain
17. Vismara L. Effect of obesity and low back pain on spinal mobility: a cross
sectional study in women (serial online) 2010 (diakses 23 Nov 2014);
Diunduh dari: URL : http://www.jneuroengrehab.com/content/7/1/3
18. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. 2nd ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003
19. Ginting NB. Karakteristik penderita nyeri punggung bawah (NPB) yang
dirawat inap santa elisabeth Medan tahun 2010. FK USU 2010 (diakses 22
Nov 2014); Diunduh dari: URL:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21268
20. Sudoyo AW, Setiyohadi B. Nyeri. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-lima. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 2009. hal. 2484,2488-2489
21. Ngoerah IG. Dasar-dasar ilmu penyakit saraf. Surabaya: Airlangga
University Press; 1995
51