Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Pyoderma gangrenosum (PG) adalah penyakit inflamasi langka dengan etiologi


yang tidak diketahui yang ditandai dengan infiltrasi neutrofil dari dermis dan
penghancuran jaringan. PG pertama kali dijelaskan oleh Brocq, seorang ahli kulit
Perancis pada tahun 1916 sebagai "phagedenisme geometrique" dan kemudian dinamai
oleh Brunsting dkk. Saat ini PG dianggap sebagai dermatosis inflamasi reaktif dan
bagian dari spektrum dermatosis neutrofilik.1
Hal ini ditandai oleh cepat, progresif ulserasi kulit dengan batas yang tidak jelas
dan dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih sering diamati pada orang dewasa
daripada anak-anak. Penyakit ini memiliki predileksi jenis kelamin untuk wanita dan
umumnya mempengaruhi ekstremitas bawah , khususnya area pretibial. Etiologi PG
masih belum diketahui tetapi telah dikaitkan dengan dermatosis neutrofilik reaktif.
Pathergy, istilah yang digunakan untuk menggambarkan cedera kulit yang berlebihan
terjadi setelah trauma, dan dapat memperburuk PG. Diagnosis PG membutuhkan
korelasi klinikopatologi dan sering diagnosis pengecualian setelah penyebab umum
ulserasi kulit seperti infeksi, neoplasma ganas, dan sindrom vaskulitik telah
dikesampingkan. Temuan histopatologi PG tidak spesifik. Lesi awal dapat
mengungkapkan neutrofilia kulit berpusat pada folikel, sedangkan lesi kulit yang parah
dapat menunjukkan nekrosis jaringan dengan infiltrasi sel mononuklear sekitarnya. PG
sering terkait dengan penyakit sistemik seperti penyakit radang usus (IBD),
rheumatoid, dan kondisi hematologis. Terapi sistemik seperti kortikosteroid dan agen
sitotoksik adalah pengobatan pilihan untuk PG yang cepat berkembang. Agen biologis
yang lebih baru seperti infliximab dan adalimumab juga telah ditemukan efektif.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pyoderma gangrenosum (PG) adalah penyakit inflammatory langka yang etiologi
nya tidak diketahui dan digolongkan dengan infiltrasi neutrophil dermis dan kerusakan
jaringan.3
Pyoderma gangrenosum (PG) adalah dermatosis neutrophil yang digolongkan
dengan ulkus yang nyeri, dan membesar dengan cepat. Pyoderma gangrenosum bukan
sebuah infeksi dan bukan juga gangren, tetapi mungkin sebuah respon imun yang salah.
Ulkus dapat terjadi di semua tempat termasuk genitalia, tetapi pyoderma gangrenosum
biasanya ditemukan di kaki. Sering dijumpai pada usia pertengahan namun dapat juga
terjadi pada usia berapapun. Sekitar 50% pasien memiliki penyakit yang mendasari.
Pyoderma gangrenosum dicetuskan oleh operasi, sering pada operasi payudara.1,4

2.2 Epidemiologi
Kasus PG termasuk langka, dan prevalensi nya tidak diketahui. Diperkirakan 3-10
pasien dari satu juta penduduk per tahun. Insidensi tahunan di Jerman Selatan
melaporkan bahwah terdapat 2 kasus per tahun per 106 orang. Insiden tertinggi terjadi
antara usia 40-60 tahun dengan sedikit dominan pada perempuan dan 4% dari pasien
tersebut adalah anak-anak. Bagaimanapun, pada kasus di India menemukan jumlah PG
yang cukup besar pada anak-anak dan dibawah usia rata-rata, dimana mungkin agen
infeksi tururt berpartisipasi dalam etioptahogenesis pada pyoderma gangrenosum.1,5
PG banyak ditemukan pada ekstremitas bawah dan tubuh. Secara keseluruhan
pasien dengan PG memiliki penyakit yang berhubungan, yang paling banyak adalah
Inflammatory Bowel Disease (Crohn’s disease dan ulcerative colitis). Antara 1,5%-5%
pasien dengan IBD berkembang menjadi pyoderma gangrenosum.6

2
2.3 Pathogenesis
Etiopatogenesis dari pyoderma gangrenosum tidak diketahui secara pasti.
Dicurigai terdapat reaksi antara autoimun dan alergi bakteri. Bagaimanapun, tidak ada
penyebab pasti yang dapat ditemukan. Trauma kulit saat biopsy mungkin dapat
menginduksi terjadinya pyoderma gangrenosum. Lesi awal biasanya tampak nodul
atau pustul yang jika pecah akan dengan progresif membentuk sebuah ulkus dengan
bagian tengah yang nekrosis dan tepi yang irregular. Neutrofil akan ditemukan pada
lesi. Autoantibodi pada antigen di kulit juga telah dideskripsikan, namun tidak ada
konfirmasi bahwa mereka berkonstribusi dengan penyebab lesi kulit.7
Hal yang mungkin untuk menjelaskan penyebab PG mungkin berhubungan dengan
penyakit sistemik yang lebih dikenal dengan mekanisme autoimun. Berdasarkan
beberapa penulis yang menjelaskan perkembangan lesi baru setelah trauma lokal dan
secara sugestif mengubah dan respon inflamasi yang tidak terkontrol terhadap stimulus
yang tidak spesifik, mungkin juga ditemukan pada lesi PG.8
Oleh karena itu, walaupun semua pengembangan secara ilmiah untuk memahami
PG, pathogenesis tersebut masih belum jelas. Bukti menunjukkan kelainan imun
sebagai faktor etiologi, tetapi perubahan tersebut tampaknya akan terdeteksi hanya
pada pasien yang terisolasi. Namun, beberapa penulis menggolongkan PG sebagai
penyakit imun bawaan.8
Berdasarkan kemunculan infiltrat limfosit pada tepi aktif lesi PG, telah
diasumsikan bahwa aktivasi antigen limfosit terjadi dengan pelepasan sitokin dan
pengerahan neutrofil. Hal ini tidak hanya berlangsung dikulit tapi juga di jaringan lain
seperti paru-paru, usus, dan sendi. Klinis (dan untuk memperpanjang histologis) yang
saling tumpang tindih terjadi dengan dermatosis lainnya pada kategori ini, khususnya
atipikal atau bentuk bula pada Sweet Syndrome. Beberapa dermatosis neutrofil (Sweet
Syndrome, Erythema Elevatum Diutinum, Subcorneal Pustular Dermatosis, dan PG)
berbagi hubungan dengan immunoglobulin A monoclonal gammopathy, dan penyakit
seperti inflammatory bowel disease dan kelainan perdarahan terjadi lebih sering dari
pada yang diharapkan pada pasien ini. Deskripsi baru-baru ini mengenai sindrom

3
PAPA (Pyogenic Arthritis, Pyoderma gangrenosum-Acne), sebuah penyakit yang
dipertimbangkan menjadi salah satu penyakit “autoinflammatory”, meningkatkan
kemungkinan PG mungkin terletak dalam spektrum ini.3
Faktor imun dan disfungsi neutrofil dipertimbangkan terlibat dalam
etiophatogenesis PG. Berikut faktor imun yang mungkin dapat dipertimbangkan:1
1. Sering berhubungan PG dengan penyakit autoimun
2. Fenomena pathergy menunjukkan respon abnormal untuk menimbulkan
stimulus seperti trauma
3. Respon cell-mediated yang tidak sempurna pada PG
4. Pernyataan immunoglobulin pada pembuluh darah di kulit. Monoclonal atau
polyclonal hiperglobulinemia mungkin juga berkaitan dengan PG
Bagaimanapun, imun abnormal berkaitan dengan PG tidak selalu diamati secara
konsisten pada semua pasien dan tidak jelas apakah mereka termasuk epiphenomena
atau bukan.1

2.4 Gambaran Klinis


Terdapat tiga tipe. Yang pertama adalah akut, onset akut dengan pustule
hemoragik yang menyakitkan atau nodul yang menyakitkan baik de novo atau setelah
trauma. Ada fenomena pathergy, di mana jarum suntik, gigitan serangga, biopsi, atau
trauma minimal lainnya dapat memicu lesi. Yang kedua adalah kronis yaitu
perkembangan lambat dengan granulasi dan hiperkeratosis. Rasa sakit lebih berkurang.
Yang ketiga bullous yaitu lepuh sebenarnya sering hemoragik dan berhubungan dengan
penyakit hematologi.5
Berdasarkan lesi kulit, yang pertama lesi kulit akut, pustule hemoragik superfisial
yang dikelilingi oleh halo eritematosa; sangat menyakitkan (Gambar 2.1). Perincian
terjadi dengan formasi ulkus, dimana batas ulkus adalah kehitaman-merah atau ungu,
tidak teratur dan terangkat, dirusak, boggy dengan perforasi yang mengeluarkan nanah
(Gambar 2.2). Dasar ulkus bernanah dengan eksudat hemoragik, sebagian ditutupi oleh
eschar nekrotik (Gambar 2.3), dengan atau tanpa jaringan granulasi. Pustula baik di

4
perbatasan dan di dasar ulkus; lingkaran eritema menyebar secara sentrifugal di tepi
ulkus (Gambar 2.3). Kedua, lesi kulit kronis yaitu lesi dapat perlahan berkembang,
merumput di area tubuh yang besar dan menunjukkan granulasi yang masif dalam
ulkus sejak awal (Gambar 2.4) dan mengeras dan bahkan hiperkeratosis pada tepi
(Gambar 2.5). Lesi biasanya soliter tetapi mungkin banyak dan membentuk gugus yang
menyatu. Banyak ditemukan pada bagian: ekstremitas bawah (Gambar 2.2 dan 2.5),
lalu bokong, perut (Gambar 2.3), wajah (Gambar 2.4). Penyembuhan ulkus
menghasilkan bekas luka kribriform atrofik yang tipis. Ketiga, lesi kulit bullous yaitu
lepuh dari awal, sering hemoragik, diikuti oleh ulserasi. Pada membran mukosa jarang,
lesi stomatitis seperti aphthous; ulserasi masif oral mukosa dan konjungtiva.5

Gambar 2.1 Pustul Hemoragik Superfisial Gambar 2.2 Ulkus Perforasi

Gambar 2.3 Eksudat Hemoragik Gambar 2.4 Granulasi yang Masif

5
Gambar 2.5 Tepi Hiperkeratosis
Pyoderma gangrenosum terjadi paling sering di ekstremitas, serta di daerah lumbal
dan perut, terutama pada wanita dari usia 10 hingga 60. Ini dapat terjadi di wajah.
Gejala-gejala mulai seperti lecet, pustula, dan papula hemoragik kecil. Banyak letusan
yang berangsur-angsur menyatu menjadi ulkus dan membesar secara sentrifugal.
Tepian letusan berwarna ungu keunguan gelap dan peningkatan linear. Merusak bentuk
tepi, dan ini dapat teraba dan diperiksa secara visual. Dasar ulkus berisi debris nekrotik
kuning kecoklatan. Ulkus terasa nyeri dan mengeluarkan nanah ketika tekanan
diberikan (Gambar 2.6). Pusat ulkus mulai sembuh dengan pembentukan jaringan
granulasi papiler atau retikuler. Ulkus sembuh dengan jaringan parut. Pyoderma
gangrenosum sering kambuh dalam beberapa bulan.7
Lesi dimulai sebagai papulopustules lunak atau sebagai folikulitis yang akhirnya
dapat mengalami ulserasi. Dalam tahap yang sepenuhnya dikembangkan. lesi
mengalami peningkatan. Menggerus batas yang memiliki warna ungu kehitaman.
Pyoderma gangrenosum dapat terjadi sebagai fenomena kulit yang terisolasi atau
mungkin manifestasi kulit yang terkait dengan berbagai proses penyakit sistemik,
seperti penyakit radang usus, penyakit jaringan ikat, dan lesi lymphoproliferative.
Trauma adalah faktor pencetus umum, dengan sayatan bedah menjadi yang sering
dilaporkan. Umumnya lesi terletak di kaki, dan payudara, daerah perut, dan peristomal
juga dapat terjadi. Pyoderma gangrenosum sering sembuh dengan bekas luka
cribriform.9

6
Gambar 2.6 Ulkus Bernanah

Karena kesulitan dalam diagnosis, Su et al.18 mengusulkan kriteria diagnostik,


yang ketika digunakan bersama-sama dapat sangat mendukung diagnosis PG. Dengan
semua kriteria mayor dan setidaknya dua minor yang diperlukan untuk diagnosis.
Berikut kriteria mayor:4,10
1. Ulkus kulit nekrotik yang sangat nyeri (nyeri tidak sebanding dengan
munculnya ulkus) dengan keluarnya cairan purulen
2. Progresif ulkus yang cepat, dapat membesar 2 cm / hari
3. Garis batas tidak beraturan, dan bergerigi

7
4. PG Pasca bedah terjadi segera setelah operasi disertai demam dan dehisensi
luka, berlanjut menjadi ulkus nyeri dengan batas khas. Sering salah didiagnosis
sebagai infeksi luka.
Berikut kriteria minor:4,10
1. Adanya penyakit sistemik yang terkait dengan PG
2. Ulkus didahului oleh pustula steril atau, lebih jarang, nodul eritematosa atau
lepuhan
3. Sejarah sugestif dari pathergy
4. Basis dengan banyak slough atau dasar hemoragik
5. Bekas parut cribriform (tidak rata seperti saringan dengan perforasi)
6. Gambaran histopatologi karakteristik peradangan folikel atau perifolikular,
abses intradermal, dan/atau neutrofilia dermis steril tanpa vaskulitis.
Temuannya tidak spesifik.
7. Respon terhadap steroid sistemik atau imunosupresi.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Semua pasien dengan PG harus menjalani tes jumlah sel darah lengkap dengan
jumlah sel darah putih yang berbeda dan tingkat sedimentasi hati eritrosit, dan profil
tulang; layar autoantibodi (termasuk antibodi anti-Ro/La, antibodi sitoplasma
antineutrofilik, antibodi antiphospholipid, faktor rheumatoid); elektroforesis protein
serum; pemeriksaan fungsi tiroid; rontgen dada, elektrokardiogram, dan spesimen urin
midstream; dan penyeka dari lesi yang dikirim untuk kultur bakteri, jamur, dan virus.
Biopsi kulit insisi, irisan harus diambil dari tepi pengambilan sampel sebagian dari kulit
normal yang berkembang melalui perbatasan ke area peradangan aktif untuk
memungkinkan berbagai pola histologis untuk dilihat. Jaringan yang dipotong
kemudian harus dibagi dengan satu bagian (jaringan segar) yang dikirim untuk kultur
bakteri, mikobakteri, dan jamur, dan bagian lain yang dikirim dalam formalin untuk
evaluasi histologis yang meminta hematoxylin dan eosin dan asam periodik-Schiff,
Giemsa, Fite, Gram, dan noda lain dianggap relevan. Meskipun studi

8
immunofluorescent mungkin menunjukkan pewarnaan vaskular positif pada kulit
perilesional, ini tidak penting untuk tujuan diagnostik dan dapat dihilangkan kecuali
vaskulitis dicurigai dalam diagnosis banding.3
Tidak ada tes diagnostik tunggal dan tidak ada temuan laboratorium khusus. Tes
menunjukkan leukositosis dan selalu meningkatkan laju endap darah dan tingkat
protein C-reaktif. Mungkin ada anemia dan kadar serum besi rendah, serta hiper- dan
hipoglobulinemia. Autoantibodi spesifik biasanya tidak ditemukan, dan sirkulasi
imunokompleks tidak terdeteksi.5,8

2.6 Penatalaksanaan
Jika pyoderma gangrenosum terdapat penyakit yang mendasarinya, maka harus
dirujuk segera ke dokter kulit atau gastroenterologist untuk menyelidiki penyebab yang
mendasari dan mengobati penyakit yang mendasarinya tersebut. Pengobatan secara
sistemik dengan dosis tinggi glukokortikoid oral atau terapi pulse glukokortikoid IV
(1-2 gr/hari prednisolon) mungkin diperlukan. Setelah ulkus disembuhkan, dosis dapat
dikurangi secara bertahap, dan akhirnya pasien akan dapat keluar dari steroid. Obat
imunosupresif lainnya seperti ciclosporin 3-5 mg/kg/hari atau azathiaprine 3
mg/kg/hari juga dapat dicoba sebagai tambahan atau sebagai pengganti steroid oral.
Sulfasalazine (terutama pada kasus-kasus yang berhubungan dengan penyakit Crohn),
sulfon, dan baru-baru ini, infliximab, etanercept, adalimumab.2,5,11
Pengobatan secara topikal diberikan pada lesi kecil tunggal, salep tacrolimus
topikal atau triamsinolon intralesi. Steroid topikal atau sistemik yang digunakan dalam
jangka panjang, atau radioterapi sebelumnya, dapat menyebabkan penipisan kolagen
dan ulserasi kulit setelah trauma minor.5,11

9
Tabel 2.1 Tatalaksana Pyoderma Gangrenosum10
Topical Moist wound Regular lavage; foam dressings
management
Topical antimicrobials Prevent wound colonisation and superinfection
Topical analgesics Including topical opioids
Surgical Split skin grafts; allogeneic cultured skin grafts
Debridement contraindicated – potential
pathergy
Corticosteroids Topical cream or intralesional injection
Ciclosporin Particularly successful in peristomal lesions
Use with caution to avoid promoting bacterial
overgrowth and potential systemic effects
Steroid-sparing agents Tacrolimus and pimecrolimus; mesalazine
Monotherapy or adjuvants to systemic treatments
Others Disodium cromoglycate; benzoyl peroxide;
nicotine
Systemic Corticosteroids High dose (e.g. prednisolone 1–2 mg/kg/day) to
induce remission, tapered only once healing
Pulsed intravenous methylprednisolone is an
alternative for aggressive or extensive disease
Ciclosporin First-line agent as alternative to, or in
combination with, steroids
High oral doses (3-10 mg/kg/day) dependant on
clinical response, adverse effects, and plasma
levels
Monitor plasma levels, blood pressure and
creatinine
Antimicrobials and Adjuncts to topical/systemic therapies
anti-inflammatories E.g. dapsone and sulfasalazine
Immunosuppressants Used for their steroid-sparing benefits
Particularly beneficial in patients with steroid-
resistant IBD.
E.g. azathioprine, methotrexate,
cyclophosphamide, chlorambucil,
mycophenolate mofetil
Immune modulators Adjuncts or alternatives to conventional therapy
Including thalidomide, interferon-alpha (IFNa),
intravenous immunoglobulin (IVIg), leukocyte
apheresis
Anti-TNFa monoclonal antibodies: Infliximab,
Etanercept, Adalimumab

10
BAB III
KESIMPULAN
Pyoderma gangrenosum (PG) adalah penyakit inflammatory langka yang
etiologi nya tidak diketahui dan digolongkan dengan infiltrasi neutrophil dermis dan
kerusakan jaringan yang digolongkan dengan ulkus yang nyeri, dan membesar dengan
cepat. Pyoderma gangrenosum bukan sebuah infeksi dan bukan juga gangren, tetapi
mungkin sebuah respon imun yang salah. Ulkus dapat terjadi di semua tempat termasuk
genitalia, tetapi pyoderma gangrenosum biasanya ditemukan di kaki. Sekitar 50%
pasien memiliki penyakit yang mendasari.
Kasus PG termasuk langka, dan prevalensi nya tidak diketahui. Insiden tertinggi
terjadi antara usia 40-60 tahun dengan sedikit dominan pada perempuan dan 4% dari
pasien tersebut adalah anak-anak. PG banyak ditemukan pada ekstremitas bawah dan
tubuh. Secara keseluruhan pasien dengan PG memiliki penyakit yang berhubungan,
yang paling banyak adalah Inflammatory Bowel Disease (Crohn’s disease dan
ulcerative colitis). Antara 1,5%-5% pasien dengan IBD berkembang menjadi
pyoderma gangrenosum.
Terdapat kriteria diagnostik, yang ketika digunakan bersama-sama dapat sangat
mendukung diagnosis PG. Dengan semua kriteria mayor dan setidaknya dua minor
yang diperlukan untuk diagnosis. Tidak ada tes diagnostik tunggal dan tidak ada
temuan laboratorium khusus. Tes menunjukkan leukositosis dan selalu meningkatkan
laju endap darah dan tingkat protein C-reaktif. Autoantibodi spesifik biasanya tidak
ditemukan, dan sirkulasi imunokompleks tidak terdeteksi.
Jika pyoderma gangrenosum terdapat penyakit yang mendasarinya, maka harus
mengobati penyakit yang mendasarinya tersebut. Pengobatan secara sistemik dengan
dosis tinggi glukokortikoid. Pengobatan secara topikal diberikan pada lesi kecil
tunggal, salep tacrolimus topikal atau triamsinolon intralesi. Steroid topikal atau
sistemik yang digunakan dalam jangka panjang, atau radioterapi sebelumnya, dapat
menyebabkan penipisan kolagen dan ulserasi kulit setelah trauma minor.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhat, Ramesh M. Pyoderma Gangrenosum: An Update. India: Indian Dermatology


Online Journal. 2012. Apr. Vol (3)
2. Joel Ye M, Mingsheng Ye J. Pyoderma Gangrenosum: A Review of Clinical
Features and Outcomes of 23 Cases Requiring Inpatient Management. Australia:
Hindawi Publishing Corporation Dermatology Research and Practice. 2014. Okt.
Vol(2014)
3. High WA, Fitzpatrick JE. Pyoderma Gangrenosum. In: Powell FC et al.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: The McGraw
Hills,Inc. 2012. p 545-551.
4. Burge Susan et al. Pyoderma Gangrenosum. In: Oxford Handbook of Medical
Dermatology. 2nd ed. United Kingdom: Oxford University Press. 2016. P 310-311.
5. Klaus W, Johnson RA, Saavedra AP. Pyoderma Gangrenosum. In: Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. 7th ed. New York: The McGraw-companies.
2013.p 116-119.
6. James WD, Berger TG, Elston DM, Neuhaus IM. Pyoderma Gangrenosum. In:
Andrew’s Diseases of The Skin Clinical Dermatology. 12th ed. Philadelphia:
Elsevier.Inc. 2016. P 143-144
7. Shimizu H. Shimizu’s Dermatology.2nd ed. Japan: John Wiley & Sons, Ltd. 2017.
P 186-187
8. Konopka CL, et al. Pyoderma Gangrenosum: A Review Article. Brazil: University
Hospital of Santa Maria. 2013. Mar; 12(1):25-33
9. Elder DE, et al. Atlas and Synopsis of Lever’s Histopathology of The Skin. 3rd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, A Wolters Kluwer Business. 2013.
P 280
10. Teagle A, Hargest R. Management of Pyoderma Gangrenosum. United Kingdom:
Journal of the Royal Society of Medicine. 2014. Vol. 107(6) 228–236
11. Ashton R, et al. Differential Diagnosis In Dermatology. 4th ed. United States:
Richard Ashton, Barbara Leppard and Hywel Cooper. 2014. P 396

12

Anda mungkin juga menyukai