Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. N
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kapasa Raya, Kota Makassar
Pekerjaan : Pegawai swasta

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : terdapat benjolan pada mata kanan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Poli Mata RSUD Kota Makassar dengan keluhan
terdapat benjolan pada mata kanan dialami sejak 4 hari yg lalu, rasa nyeri
(+), mata terasa kering (-) memerah (+) , mengganjal tiap kali berkedip,
terasa gatal (+) hingga pasien kadang mengucek-ucek mata, pandangan
kabur (-), silau (-), kotoran berlebihan (-), berair(-).

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat keluhan serupa sebelumnya tidak ada
- riwayat memakai kacamata sebelumnya tidak ada
- Riwayat penyakit Diabetes Mellitus sebelumnya tidak ada
- Riwayat penyakit hipertensi sebelumnya tidak ada
- Riwayat penyakit mata sebelumnya tidak ada
- Riwayat trauma atau operasi pada mata sebelumnya tidak ada
- Riwayat pengobatan pada mata tidak ada

1
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa
- Tidak anggota keluarga yang memakai kacamata,
- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit mata
sebelumnya.
- Tidak ada anggota keluarga memiliki riwayat Diabetes Mellitus
- Tidak Ada anggota keluarga yang memiliki riwayat Hipertensi

Riwayat Sosial Ekonomi :


Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS, Kesan sosial ekonomi pasien
cukup.

III. PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : TD : 110/90 mmHg Suhu : 36,80C
Nadi : 76x/menit RR : 18 x

Status Oftalmologi

OD PEMERIKSAAN OS
6/6 Visus 6/6
Tidak dikoreksi Koreksi Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal Bulbus Oculi Gerak bola mata normal
Enoftalmus (-) Enoftalmus (-)
Eksoftalmus (-) Eksoftalmus (-)
Strabismus (-) Strabismus (-)
Edema (-), hiperemis (- Palpebra Edema (-), hiperemis (-),

2
), nyeri tekan (-), nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), blefarospasme (-),
lagoftalmus (-) lagoftalmus (-)
Edema (-), Konjungtiva Edema (-)
Injeksi konjungtiva (+), Injeksi konjungtiva (-)
Terdapat benjolan (+) Terdapat benjolan (-)
Bulat, Jernih Kornea Bulat, Jernih
edema (-), edema (-),
infiltrat (-), infiltrat (-),
sikatriks (-) sikatriks (-)
Jernih, COA Jernih,
kedalaman cukup, kedalaman cukup,
hipopion (-), hipopion (-),
hifema (-) hifema (-)

Kripta (+), Iris Kripta (+),


warna cokelat, warna cokelat,
edema (-), edema (-),
sinekia (-), sinekia (-),
atrofi (-) atrofi (-)
Reguler, isokor, letak Pupil Reguler, isokor, letak
sentral, diameter 3 mm, sentral, diameter 3 mm,
refleks pupil L/TL (+/+) refleks pupil L/TL (+/+)
Jernih Lensa Jernih
Injeksi Konjungtiva (+) Slit Lamp Dalam batas normal
bagian nasal, nodus (+)
berwarna kekuningan
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan TIO Tidak dilakukan

3
IV. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan
V. DIAGNOSIS BANDING
 Konjungtivitis flikten
 Skleritis

VI. DIAGNOSA KERJA


OD Episkleritis Nodusa
VII. TATALAKSANA
- Medikamentosa :
o Oral:
 Metilprednison 3 x 4 mg
o Topikal:
 P Pred 5 x 1 gtt OD
- Operatif: Tidak dilakukan
- Edukasi
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita,
penyebab penyakit, penanganan penyakit dan komplikasi yang
mungkin timbul akibat penyakitnya.
 Menjelaskan kepada pasien agar patuh untuk meneteskan tetes
mata dan mengkonsumsi obat oral yang diberikan dokter.
 Menyarankan pasien untuk menjaga kebersihan matanya.
 Menyarankan pasien untuk pasien tidak mengucek mata nya.
VIII. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam Bonam Bonam
Quo ad vitam Bonam Bonam
Quo ad functionam Bonam Bonam
Quo ad sanam Bonam Bonam
Quo ad cosmeticam Dubia ad bonam Bonam

4
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

II.1. SKLERA
II.1.1. ANATOMI SKLERA7
Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan
kelanjutan dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya,
kecuali di bagian depan bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera
merupakan dinding bola mata yang paling keras dengan jaringan pengikat yang
tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan
berbagai ukuran. Pada anak-anak, sklera lebih tipis dan menunjukkan sejumlah
pigmen, yang tampak sebagai warna biru. Sedangkan pada dewasa karena
terdapatnya deposit lemak, sklera tampak sebagai garis kuning.
Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan berakhir
pada kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Enam otot ekstraokular
disisipkan ke dalam sklera. Jaringan sklera menerima rangsangan sensoris dari
nervus siliaris posterior. Sklera merupakan organ tanpa vaskularisasi, menerima
rangsangan tersebut dari jaringan pembuluh darah yang berdekatan. Pleksus
koroidalis terdapat di bawah sklera dan pleksus episkleral di atasnya. Episklera
mempunyai dua cabang, yang pertama pada permukaan dimana pembuluh darah
tersusun melingkar, dan yang satunya lagi yang lebih di dalam, terdapat pembuluh
darah yang melekat pada sklera.
Sklera membentuk 5/6 bagian dari pembungkus jaringan pengikat pada
bola mata posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan kornea,
untuk menentukan bentuk bola mata, penahan terhadap tekanan dari luar dan
menyediakan kebutuhan bagi penempatan otot-otot ekstra okular. Sklera ditembus
oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati foramen skleralis posterior.
Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera berlanjut menjadi sarung dural, sedangkan
1/3 lainnya berlanjut dengan beberapa jaringan koroidalis yang membentuk suatu
penampang yakni lamina kribrosa yang melewati nervus optikus yang keluar

5
melalui serat optikus atau fasikulus. Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1 mm
pada kutub posterior hingga 0,3 mm pada penyisipan muskulus rektus atau
akuator.

Gambar 1. Anatomi oftalmiologi

Gambar 2. Anatomi oftalmiologi

Sklera mempunyai 2 lubang utama yaitu:


 Foramen sklerasis anterior, yang berdekatan dengan kornea dan merupakan
tempat meletaknya kornea pada sklera.

6
 Foramen sklerasis posterior atau kanalis sklerasis, merupakan pintu keluar
nervus optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari
sejumlah membran seperti saringan yang tersusun transversal melintas
foramen sklerasis posterior. Serabut saraf optikus lewat lubang ini untuk
menuju ke otak.
Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan berkas-
berkas jaringan fibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal 10-
16 μm dan lebar 100-140 μm, yakni episklera, stroma, lamina fuska dan
endotelium. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur kornea.

II.1.2. FISIOLOGI SKLERA


Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen
intra okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan
pergerakan bola mata tanpa menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya.
Pendukung dasar dari sklera adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan
vaskularisasi yang baik pada sklera dan koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada
sklera menyebabkan kekeruhan pada jaringan sklera. Jaringan kolagen sklera dan
jaringan pendukungnya berperan seperti cairan sinovial yang memungkinkan
perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan antara bola mata dan
socket. Perbandingan ini sering terganggu sehingga menyebabkan beberapa
penyakit yang mengenai struktur artikular sampai pembungkus sklera dan
episklera.

II.2. EPISKLERITIS
II.2.1. DEFINISI1,8
Episkleritis adalah peradangan lokal jaringan ikat vaskular penutup sclera
yang relatif sering dijumpai. Kelainan ini cenderung mengenai orang muda,
khasnya pada dekade ketiga atau keempat kehidupan mengenai wanita tiga kali
lebih sering di banding kan pria; bersifat unilateral pada dua-pertiga kasus. Ke
kambuhan sering terjadi dan penyebabnya tidak diketahui. Kelainan lokal atau

7
sistemik terkait misalnya rosacea okular, atopi, gout, infeksi,atau penyakit
kolagen-vaskular dijumpai pada sepertiga populasi
Keluhan pasien dengan episkleritis berupa mata terasa kering, dengan rasa
sakit yang ringan, mengganjal, dengan konjungtiva yang kemotik. Bentuk radang
yang terjadi pada episklerisis mempunyai gambaran khusus, yaitu berupa benjolan
setempat dengan batas tegas dan warna putih di bawah konjungtiva. Bila benjolan
itu ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak di atas benjolan, akan
memberikan rasa sakit, rasa sakit akan menjalar ke sekitar mata. Pada episkleritis
bila dilakukan pengangkatan konjungtiva di atasnya, maka akan mudah terangkat
atau dilepas dari pembuluh darah yang meradang. Perjalanan penyakit mulai
dengan episode akut dan terdapat riwayat berulang dan dapat berminggu-minggu
atau beberapa bulan.1
Radang episklera disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap
penyakit sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid arthritis, lues, SLE, dll.
Merupakan suatu reaksi toksik, alergi atau merupakan bagian daripada infeksi.
Dapat juga terjadi secara spontan dan idiopatik.

II.2.2 EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian pasti tidak diketahui karena banyaknya pasien yang tidak
berobat. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, namun terdapat laporan 74 % kasus
terjadi pada perempuan dan sering terjadi pada usia dekade 4-5. 2 Pada anak-anak
episkleritis biasanya menghilang dalam 7-10 hari dan jarang rekuren. Pada
dewasa, 30 % kasus berhubungan dengan penyakit jaringan ikat penyertanya,
penyakit inflamasi saluran cerna, infeksi herpes, gout, dan vaskulitis. Penyakit
sistemik biasanya jarang pada anak-anak. 3

II.2.3. ETIOLOGI4
Hingga sekarang para dokter masih belum dapat mengetahui penyebab
pasti dari episkleritis. Namun, ada beberapa kondisi kesehatan tertentu yang selalu
berhubungan dengan terjadinya episkleritis.
Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh
proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan

8
tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus,
mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses
imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-proses lokal, misalnya bedah
katarak.

Tabel 1. Penyebab Skleritis

Penyakit-penyakit sistemik tertentu misalnya


 Penyakit autoimun :Polyarteritis nodosa, seronegative
spondyloarthropathies-Ankylosing spondylitis, inflamatory bowel disease,
Reiter syndrome, psoriatic arthritis, artritis rematoid
 Infectious disease : Bacteria including tuberculosis, Lyme
disease dan syphilis, viruses termasuk herpes, fungi, parasites.
 Miscellaneous : Gout, Atopy, Foreign bodies, Chemicals
 Penyebab lain/yang berhubungan (jarang) : T-cell leukemia,
Paraproteinemia, Paraneoplastic syndromes-Sweet syndrome,
dermatomyositis, Wiskott-Aldrich syndrome, Adrenal cortical

9
insufficiency, Necrobiotic xanthogranuloma, Progressive hemifacial
atrophy, Insect bite granuloma, Malpositioned Jones tube, following
transscleral fixation of posterior chamber intraocular lens 2
Hubungan yang paling signifikan adalah dengan hiperurisemia dan gout. 5
Terdapat dua tipe klinik yaitu simple dan nodular. Tipe yang paling sering
dijumpai adalah simple episcleritis (80%), merupakan penyakit inflamasi
moderate hingga severe yang sering berulang dengan interval 1-3 bulan, terdapat
kemerahan yang bersifat sektoral atau dapat bersifat diffuse (jarang), dan edema
episklera. Tiap serangan berlangsung 7-10 hari dan paling banyak sembuh
spontan dalam 1-2 atau 2-3 minggu. Dapat lebih lama terjadi pada pasien dengan
penyakit sistemik. Pada anak kecil jarang kambuh dan jarang berhubungan
dengan penyakit sistemik. Beberapa pasien melaporkan serangan lebih sering
terjadi saat musim hujan atau semi. Faktor presipitasi jarang ditemukan namun
serangan dapat dihubungkan dengan stress dan perubahan hormonal. Pasien
dengan nodular episcleritis mengalami serangan yang lebih lama, berhubungan
dengan penyakit sistemik (30% kasus, 5% berhubungan dengan artritis rematoid,
7% berhubungan dengan herpes zoster ophthalmicus atau herpes simplex dan 3%
dengan gout atau atopy) dan lebih nyeri dibandingkan tipe simple. Nodular
episcleritis (20%) terlokalisasi pada satu area, membentuk nodul dengan injeksi
sekelilingnya. 2,3,5

II.2.4. PATOFISIOLOGI
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi
sel T dan makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis.
Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan
menyebabkan penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata. Inflamasi yang
mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun sistemik dan
penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun secara
umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa
disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular
(reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi

10
hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif
dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada
pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula
post kapiler dan respon imun sel perantara.4

II.2.5. KLASIFIKASI6-7
Ada dua jenis episkleritis:

 Diffuse episcleritis atau simple episcleritis


Ini adalah jenis yang paling umum dari episkleritis. Bila peradangan meliputi
lebih dari satu kuadran. Peradangan biasanya ringan dan terjadi dengan cepat.
Penyebabnya seringkali tidak diketahui.

Gambar 3. Diffuse episcleritis


 Nodular episcleritis

didapatkan nodul berwarna pink atau ungu dikelilingi oleh injeksio episklera
disekitarnya, biasanya berada 2-3 mm dari limbus. Nodul ini berada diatas
konjungtiva dan dapat bergerak bebas bila digerakkan. Bila nodul ini ditekan
dengan kapas atau ditekan pada kelopak di atas nodul, akan memberikan rasa
sakit, rasa sakit akan menjalar disekitar mata.

11
Gambar 4. Nodular Episcleritis
- Perjalanan penyakit episkleritis berlangsung dari 10 hari hingga 3 minggu dan
sembuh spontan tanpa pengobatan. Rekurensi sering terjadi.
- Mata merah disebabkan oleh melebarnya pembuluh darah episklera yang
letaknya dibawah konjungtiva, sehingga pada penetesan vasokonstriktor
(contoh fenilefrin 2.5%) maka pembuluh darah tidak akan mengecil. Hal ini
yang membedakan episkleritis dari konjungtivitis, dimana pada konjungtivitis,
setelah penetesan vasokonstriktor, maka pembuluh darah akan mengecil.7

II.2.6. GEJALA KLINIS


Gejala episkleritis meliputi:
 Sakit mata dengan rasa nyeri tetapi ringan
 Mata merah pada bagian putih mata
 Kepekaan terhadap cahaya
 Tidak mempengaruhi visus

Jika pasien mengalami episkleritis nodular, pasien mungkin memiliki satu atau
lebih benjolan kecil atau benjolan pada daerah putih mata. Pasien mungkin
merasakan bahwa benjolan tersebut dapat bergerak di permukaan bola mata.

12
Gambar 3. Episkleritis

Gambar 4. Skleritis Anterior

Gambar 5. Skleritis Posterior


II.2.7. DIAGNOSIS
Episkleritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
didukung oleh berbagai pemeriksaan penunjang.

ANAMNESIS
Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan penyakit,
riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma ataupun riwayat
pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh. Gejala-gejala
dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan dapat terjadi
penurunan ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri

13
adalah gejala yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi
yang aktif. Nyeri timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf
akibat adanya inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat,
nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun sepanjang
malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan
penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai
sekret mukopurulen. Penurunan ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh
perluasan dari skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang
menjadi keratitis, uveitis, glaukoma, katarak dan fundus yang abnormal.

PEMERIKSAAN FISIS
Ditandai dengan adanya hiperemia lokal sehingga bola mata tampak
berwarna merah muda atau keunguan. Juga terdapat infiltrasi, kongesti, dan edem
episklera, konjungtiva diatasnya dan kapsula tenon di bawahnya. 5
a. Episkleritis Sederhana
Gambaran yang paling sering ditandai dengan kemerahan sektoral dan
gambaran yang lebih jarang adalah kemerahan difus. Jenis ini biasanya
sembuh spontan dalam 1-2 minggu.
b. Episkleritis Noduler
Ditandai dengan adanya kemerahan yang terlokalisir, dengan nodul
kongestif dan biasanya sembuh dalam waktu yang lebih lama.
 Pemeriksaan dengan Slit Lamp yang tidak menunjukkan
peningkatan permukaan sklera anterior mengindikasikan bahwa
sklera tidak membengkak.
 Pada kasus rekuren, lamela sklera superfisial dapat membentuk
garis yang paralel sehinggga menyebabkan sklera tampak lebih
translusen. Gambaran seperti ini jangan disalah diagnosa dengan
penipisan sklera.

14
Pada kasus yang jarang pemeriksaan pada kornea menunjukkan adanya
dellen formation yaitu adanya infiltrat kornea bagian perifer. 2
Pemeriksaan fisik lainnya adalah adanya uveitis bagian anterior yang
didapatkan pada 10 % penderita. 2

15
Pemeriksaan visus pada penderita episkleritis tidak menunjukkan
penurunan. 9
Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi2,9
 Pada kebanyakan pasien dengan episkleritis yang “self limited”
pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan .
 Pada beberapa pasien dengan episkleritis noduler atau pada kasus yang
berat, rekuren, dan episkleritis sederhana yang persisten atau rekuren,
diperlukan hitung jenis sel darah (complete blood count), kecepatan
sedimentasi eritrosit (ESR), pemeriksaan asam urat serum, foto thoraks,
pemeriksaan antibodi antinuklea, rheumatoid factor, tes VDRL (Venereal
Disease Research Laborator)) dan tes FTA-ABS (Fluorescent
Treponemal Antibody Absorption) or treponemal-spesific assay.

II.2.8. DIAGNOSIS BANDING10

· Konjungtivitis Flikten
· Skleritis
· Karsinoma sel skuamosa pada konjungtiva
· Uveitis anterior nongranulomatosa

II.2.9. PENATALAKSANAAN

16
1. Episkleritis biasanya sembuh spontan dalam 1 – 2 minggu, meskipun
episkleritis nodular dapat menetap lebih lama.7 Simple Lubrikan atau
Vasokonstriktor di gunakan pada kasus yang ringan1
2. Steroid Topikal
Mungkin cukup berguna, akan tetapi penggunaannya dapat menyebabkan
rekurensi. Oleh karena itu dianjurkan untuk memberikannya dalam
periode waktu yang pendek.2 Terapi topikal dengan Deksametason 0,1 %
meredakan peradangan dalam 3-4 hari. Kortikosteroid lebih efektif untuk
episkleritis sederhana daripada daripada episkleritis noduler.5

3. Oral Non Steroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs)


Obat ini mungkin bermanfaat untuk kedua bentuk episkleritis, terutama
5
pada kasus rekuren. Pemberian aspirin 325 sampai 650 mg per oral 3-4
9
kali sehari disertai dengan makanan atau antasid. Bila didapatkan
keluhan yang berat, dapat diberikan steroid tetes mata (diberikan tiap 2-3
jam) atau pemberian anti inflamasi non steroid/NSAID (Flurbiprofen 300
mg, 1 x sehari, indomethacin 25 mg 3 kali sehari). 7
4. Episkleritis memiliki hubungan yang paling signifikan dengan
hiperurisemia (Gout), oleh karena itu Gout harus diterapi secara spesifik.
5. Kompres dingin pada palpebra (pasien menutup mata).7

II.2.10. KOMPLIKASI
Penyulit skleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina,
ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis
bermanifestasi sebagai pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau
vaskularisasi dalam dengan atau tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda
buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai
oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi glaukoma sudut
terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukoma akibat steroid. Skleritis
biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti uveitis atau
keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera atau

17
skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea
dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat
peradangan sklera terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang
terletak dekat skleritis yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan
susunan serat kolagen stroma. Pada keadaan ini tidak pernah terjadi
neovaskularisasi ke dalam stroma kornea. Proses penyembuhan kornea yaitu
berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dari bagian sentral. Sering bagian
sentral kornea tidak terlihat pada keratitis sklerotikan.

II.2.11 PROGNOSIS
- Pada umumnya episkleritis dapat sembuh sempurna namun sering
berulang.
- Umumnya kelainan ini sembuh sendiri dalam 1-2 minggu. Namun
kekambuhan dapat terjadi selama bertahun-tahun 5
- Pada kebanyakan kasus perjalanan penyakit dipersingkat dengan
9
pengobatan yang baik

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Edisi 17, Cetakan I, Widya Medika,

Jakarta, 2010: Hal7-8

2.Roy Hampton, Episcleritis in Http://www.emedicine.com/oph/topic641.htm

3.Pavan-Langston, Cornea and External Disease in Manual of Ocular Diagnosis

and Therapy 5th Edition pp. 160-161. Philadelphia. 2002. Lippincott Williams

& Wilkins.

4.Ilyas S., 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI.

5.Riordan Paul-Eva, Episkleritis dalam Oftalmologi Umum edisi 17 Jakarta.

2010. Widya Medika.

6.Roy Sr H , episkleritis, http://emedicine.medscape.com/article/1228246-

overview.Medscape.

7.Clinical Education Unit (CEU)., 2017, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata FK

19
UMI Hal 26-28

8.Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Cetakan I, Widya Medika,

Jakarta, 2010: Hal 176-177

9. Rhee Douglas and Pyfer Mark, Episcleritis in The Wills Eye Manual 3rd

Edition pp133-134. United States of America. 1999. Lippincott Williams &

Wilkins

10. A Clinical Study of Topical Flurbiprofen Eye Drops in Comparision with

Placebo in The Treatment of Episcleritis

20

Anda mungkin juga menyukai